Komposisi dan Kemelimpahan Fitoplankton di Telaga Menjer

advertisement
Komposisi dan Kemelimpahan Fitoplankton di Telaga Menjer,
Wonosobo.
Dyah Ayu Kumalasari, TriRetnaningsihSoeprobowati dan SaptoPurnomoPutro
Program Studi Magister Biologi, FSM Universitas Diponegoro (UNDIP)
Jl. Prof. Soedarto SH, Kampus UNDIP Tembalang Semarang 50275
ABSTRAK
Fitoplankton merupakan produsen primer yang dominan di ekosistem perairan dan termasuk organisme yang peka
terhadap perubahan lingkungan sehingga fitoplankton sering digunakan untuk bioindikator suatu perairan.
Penelitian tentang komposisi dan kemelimpahan fitoplankton di Telaga Menjer telah dilaksanakan pada bulan Mei
2015. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan informasi tentang keanekaragaman, kemerataan, dan dominasi
fitoplankton di Telaga Menjer. Sampel fitoplankton diambil menggunakan jaring plankton dengan ukuran mata
jaring 25 net dan di identifikasi dengan bantuan mikroskop serta perhitungan kelimpahan menggunakan Sedgwick
Rafter Counting Cell. Fitoplankton tersusun atas 6 divisi yaitu 6 divisi dengan urutan sebagai berikut:
Bacillariophyta (17 spesies), Chlorophyta (15 spesies), Cyanophyta (3 spesies), Chrysophyta (1 spesies),
Chryptophyta (1 spesies) dan Dinophyta (3 spesies). Kemelimpahan fitoplankton tertinggi terdapat pada zona 3
yang merupakan zona keramba yaitu 12.892 ind/l, kemudian kemelimpahan fitoplankton terendah yaitu pada zona
1 yang merupakan zona muara yaitu 8.826 ind/l. Indeks keanekaragaman (H’) pada masing-masing zona
penelitian yaitu 2,53-2,69 termasuk dalam kategori komunitas sedang. Indeks keseragaman (E) fitoplankton pada
masing-masing zona penelitian yaitu yaitu 0,89-0,92 termasuk dalam kategori komunitas stabil. Indeks dominansi
(D) fitoplankton di masing-masing zona penelitian yaitu 0,08-0,10, dominasi tertinggi pada zona 1 yaitu muara yang
menandakan bahwa adanya spesies fitoplankton tertentu yang mendominasi dan koefisiesi saprobik (X) di masingmasing zona penelitian yaitu 2,14-2,32 yang menandakan perairan Telaga Menjer tercemar ringan (Oligo/βmesosaprobik).
1. PENDAHULUAN
Ekosistem telaga termasuk habitat air tawar yang memiliki parairan tenang yang dicirikan oleh adanya arus yang
sangat lambat sekitar 0,1-1 cm/detik atau tidak ada arus sama sekali. Perairan telaga biasanya memiliki stratifikasi
verikal kualitas air yang bergantung pada kedalaman dan musim.
Telaga Menjer merupakan telaga yang terdapat di Pegunungan Dieng terletak di Desa Maron Kecamatan Garung
12 kilometer sebelah utara Kota Wonosobo. Telaga Menjer berada pada ketinggian 1300 meter di atas permukaan
laut, telaga ini menempati area cekungan seluas 70 hektar dengan kedalaman air 45 meter. Namun, di luar musim
penghujan, permukaan air turun hingga 20 meter (Anonim, 2015).Fitoplankton merupakan komponen utama rantai
makanan bagi biota laut sehingga keberadaan zat hara dan fitoplankton merupakan salah satu indikator kesuburan
perairan (Simanjuntak, 2009). Komunitas fitoplankton sangat ditentukan oleh kualitas perairan, sehingga
fitoplankton dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas perairan. Menurut Barbosa et al (2010), fitoplankton
merupakan produsen primer yang dominan di ekosistem perairan dan termasuk organisme yang peka terhadap
perubahan lingkungan sehingga fitoplankton sering digunakan untuk menduga kondisi ekologi suatu perairan.
Fitoplankton termasuk organisme autotrofik karena mampu memproduksi bahan organik makanannya dari bahan
anorganik. Fitoplankton mempunyai klorofil dan mampu melakukan fotosintesis, sehingga fitoplankton merupakan
organisme produsen dan menjadi dasar dari rantai makanan di perairan (Mann, 2000). Menurut Barbosa (2010)
fitoplankton termasuk produsen primer yang dominan di ekosistem perairan dan termasuk organisme yang peka
terhadap perubahan lingkungan, sehingga fitoplankton sering digunakan untuk menduga kondisi ekologi suatu
perairan. Fitoplankton dapat hidup di berbagai kedalaman, asalkan masih terdapat cahaya matahari dan nutrien.
Sifat khas fitoplankton adalah mampu berkembang secara berlipat ganda dalam waktu yang relatif singkat, tumbuh
dengan kerapatan tinggi, melimpah dan terhampar luas (Fachrul, 2007). Yuan et al. (2012) menyatakan bahwa
adanya masukan limbah dari aktifitas manusia di daratan dapat menyebabkan peningkatan nutrien pada suatu
perairan dan diikuti dengan peningkatan biomassa fitoplankton. Fitoplankton termasuk organisme autotrofik karena
mampu memproduksi bahan organik makanannya dari bahan anorganik. Fitoplankton mempunyai klorofil dan
mampu melakukan fotosintesis, sehingga fitoplankton merupakan organisme produsen dan menjadi dasar dari
rantai makanan di perairan (Mann, 2000). Menurut Barbosa (2010) fitoplankton termasuk produsen primer yang
dominan di ekosistem perairan dan termasuk organisme yang peka terhadap perubahan lingkungan, sehingga
fitoplankton sering digunakan untuk menduga kondisi ekologi suatu perairan.
Pertumbuhan dan produksi fitoplankton sangat dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien. Fitoplankton dapat tumbuh
optimal pada kadar nitrat yang berkisar antara 0,9-3,5 mg/L dan kandungan fosfat yang optimal bagi pertumbuhan
fitoplankton berada pada kisaran 0,09-1,80 mg/L (Asriyana dan Yuliana, 2012). Dengan melihat latar belakang
diatas maka diperlukan penelitian tentang komposisi dan kemelimpahan fitoplankton di perairan Telaga Menjer
secara terperinci, sehingga dapat mengetahui keadaan ekosistem perairan Telaga Menjer.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Mei 2015. Penentuan lokasi penelitianmenggunakan metode Random
Sampling dengantiga stasiun utama dan tiga ulangan tempat. StasiunI adalah perairan telaga sekitar tempat
budidayakeramba, stasiun II adalah perairan danau selainwilayah budidaya keramba, stasiun III adalahperairan
muara Daerah Tangkapan Air (DTA) telaga. Identifikasi fitoplankton dengan mikroskop perbesaran 400-1.000 kali,
menggunakan buku identifikasi Sonneman et al (200) dan dapat dilihat melalui website algabase.org dll.
Kelimpahan (K) Plankton
Kelimpahan fitoplankton dapat dihitung dengan menggunakan metode lapang pandang (APHA, 2005) sebagai
berikut:
............................ (1)
dimana:
N = Kelimpahan fitoplankton (ind.I-1)
Oi = Luas gelas penutup (mm2)
Op = Luas satu lapang pandang (mm2)
Vo = Volume satu tetes air sampel (ml)
Vr = Volume air yang tersaring dalam bucket (ml)
Vs = Volume air yang tersaring oleh plankton net(l)
n = Jumlah fitoplankton yang dilihat dalam lapang pandang
p = Jumlah lapang pandang.
Kelimpahan Relatif
Kelimpahan relatif dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Brower, 1998) yaitu pada persamaan berikut.
............................. (2)
dimana:
Kr = Indeks kelimpahan relatif
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu seluruh jenis
3.4.3 Indeks Shannon- Wiener
Menurut Michael (1994), indeks ini digunakan untuk mengetahui keanekaragaman jenis biota perairan. Persamaan
yang digunakan untuk menghitung indeks ini adalah:
........................ (3)
dimana:
H’ = indeks diversitas Sharon-Wiener
Pi = ni/N
ni = jumlah individu jenis ke I
N = jumlah total individu
S = jumlah genus
Nilai indeks Shannon terbagi menjadi tiga yaitu :
H’ < 1 Komunitas biota tidak stabil atau kualitas air tercemar berat
1 <H’ <3 Stabilitas komunitas biota sedang atau kualitas air tercemar sedang
H’ >3 Stabilitas komunitas biota dalam kondisi prima (stabil) atau kualitas air bersih
Indeks Evenness
Indeks ini menunjukkan pola sebaran biota, yaitu merata atau tidak merata. Jika nilai indeks kemertaan relatif tinggi
maka keberadaan setiap jenis biota di perairan dalam kondisi merata (Brower, 1998).
........................................... (4)
Dimana :
e
= Indeks pemerataan
H’
= Indeks keanekaragaman
S
= Jumlah jenis
Indeks Evenness berkisar antara 0-1.
e = 0, kemerataan antara individu spesies rendah, artinya jumlah individu yang dimiliki masing-masing spesies
sangat jauh.
e =1, kemerataan antara individu spesies relatif merata atau jumlah individu masing-msing spesies relatif sama.
3.4.5 Indeks Dominasi
...................................... (5)
dimana :
N = Jumlah total individu / liter
Ni = Jumlah individu jenis ke- i
D = Indeks Dominansi
Menurut Brower (1998), indeks dominansi berkisar antar 0-1.
D= 0, berarti tidak terdapat spesies yang mendominasi lainnya atau struktur komunitas dalam keadaan stabil.
D= 1, berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas lan\bil, karena terjadi
tekanan ekologis.
Koefisien Saprobik
Sistem saprobik ini hanya untuk melihat kelompok organisme yang dominan saja dan banyak digunakan untuk
menentukan tingkat pencemaran dengan persamaan Dresscher dan Van Der mark :
X= C + 3D – B - 3A ............................. (6
A+B+C+D
Dimana :
X : Koefisien Saprobik (-3 sampai dengan 3)
A : Kelompok orgnisme Cyanophyta
B : Kelompok orgnisme Dinophyta
C : Kelompok orgnisme Chlorophyta
D : Kelompok orgnisme Chrysophyta
A, B, C, D = jumlah organisme yang berbeda dalam masing-masing kelompok (Michael, 1994).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Fitoplankton Telaga Menjer
Dari hasil identifikasi fitoplankton diperoleh 40 spesies fitoplankton yang terdiri dari 6 divisi dengan urutan
sebagai berikut: Bacillariophyta (17 spesies), Chlorophyta (15 spesies), Cyanophyta (3 spesies), Chrysophyta (1
spesies), Chryptophyta (1 spesies) dan Dinophyta (3 spesies). Jumlah spesies yang paling banyak ditemui yaitu
dari divisi Bacillariophyta 71 % dan Chlorophyta 19% yang menempati masing-masing zona penelitian. Banyaknya
kelompok fitoplankton dari divisi Bacillariophyta dan Chlorophyta ini disebabkan kelompok ini merupakan kelompok
fitoplankton yang disenangi oleh ikan dan larva udang. Di perairan tawar, khususnya danau dan waduk fitoplankton
yang dominan dan mempunyai penyebaran yang luas serta memegang peranan penting dalam rantai makanan
adalah Bacillariophyta, Chlorophyta, dan Cyanophyta (Noryadi, 1998). Banyaknya kelompok dari divisi
Bacillariophyta ini dikarenakan Bacillariophyta umumnya mendominasi perairan tawar (Samsidar, 2013).
Bacillariophyta lebih mudah beradaptasi dengan lingkungannya seperti perubahan pH, suhu dan kadar DO
perairan. Thoha dan Amri (2010), menyatakan bahwa banyaknya kelas Diatom di perairan disebabkan oleh
kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan, bersifat kosmopolit, dan tahan terhadap kondisi ekstrim
Kelimpahan adalah jumlah individu dalam suatu kawasan tertentu. Pada semua zona penelitian hampir semua
kelimpahan tertinggi berasal dari kelompok fitoplankton Bacillariophyta, hal ini karena Bacillariophyta lebih mudah
beradaptasi dengan lingkungannya dan memegang peranan penting dalam rantai makanan karena Bacillariophyta
kelompok fitoplankton yang disenangi ikan dan larva udang (Taofiqurohman et. al., 2007).
Aulacoseira sp, Synedra sp. Synedra ulna, Surirella sp, Naviculla sp, Fragillaria sp dan Melosira sp banyak
ditemukan pada semua stasiun. Kelompok spesies fitoplankton ini masuk kedalam divisi Bacillariophyta. Spesies
tersebut memiliki kelimpahan yang lebih besar dibandingkan spesies yang lain. Kelimpahan tertinggi terdapat pada
zona 3 dan terendah pada zona 1.
Dominannya spesies Aulacoseira sp, Synedra sp. Synedra ulna, Surirella sp, Naviculla sp, Fragillaria sp dan
Melosira sp dapat mengindikasikan kualitas perairan sungai maupun danau (Soeprobowati, 2011). Naviculla sp
biasanya spesies diatom yang dominan pada perairan yang tercemar limbah organik. Hal ini didukung oleh
Soeprobowti dan Suedy (2011), yang menyatakan bahwa spesies diatom yang dominan pada perairan tercemar
bahan organik antara lain Amphora, Amphipleura, Diatoma, Frustulia, Mastogloiea, Naviculla dan Nitzschia.
Kemudian Synedra juga termasuk spesies yang toleran dan banyak dijumpai di ekosistem sungai maupun danau
dengan kandungan bahan organik yang tinggi. (Soeprobowati et. al., 2010). Sehingga berdasarkan dominansi dari
spesies Aulacoseira sp, Synedra sp. Synedra ulna, Surirella sp, Naviculla sp, Fragillaria sp dan Melosira sp
mengindikasikan bahwa perairan memiliki kandungan bahan organik yang tinggi (eutrofik). Soeprobowati dan
Suedy (2011) mengatakana bahwa berdasarkan melimpahnya Fragillaria, Aulacoseira, Melosira, Ankistrodesmus,
Closterium, Diatoma dan Oscillatoria berpotensi sebagai indikator perairan yang eutrofik dengan konsentrasi TP
950 mg/L, TN 9,9 mg/L, dan Si 6,6 mg/L.
Spesies Aulacoseira granulata di zona 1 paling banyak ditemui diantara zona yang lain, hal ini dikarenakan oleh pH
pada zona 1 ini dimungkinkan mendukung untuk pertumbuhan Aulacoseira granulata. Zampella et al (2007)
mengatakan Aulacoseira ambigua Grunow dan Aulacoseira granulata Ehr hidup pada lingkungan yang bersifat
alkaliphilous- alkalibiontik yaitu spesies yang hidup pada kisaran pH >7. Jenis Aulacoseira sp memiliki kelimpahan
yang relatif tinggi, disebabkan oleh Aulacoseira sp memiliki dinding sel yang mengalami silikafikasi, sehingga
cukup keras untuk melindungi dari kondisi yang tidak menguntungkan. Hal ini didukung oleh Smith (1950) bahwa
anggota dari divisi Bacillariophyta memiliki sel yang terlindungi oleh pektin dan juga silika. Hal tersebut
menyebabkan fitoplankton dari jenis ini memiliki ketahanan terhadap perubahan lingkungan seperti tingginya
temperatur, tingginya kadar nitrat fosfat, perubahan pH dan oksigen terlarut contoh spesiesnya yaitu Aulacoseira
sp, Nitzschia sp, dan Stephanodiscus sp. Kemelimpahan Aulacoseira granulata Ehr lebih tinggi, hal ini disebabkan
bahwa spesies ini memiliki daya toleransi terhadap pencemaran perairan dan bersifat planktonik serta mampu
membentuk deposit pada sedimen ketika mati (Sonneman et al, 2000). Pada penelitian ini didapatkan
kemelimpahan ind/l fitoplankton tertinggi pada zona 3 yaitu 12.892 ind/l, sedangkan kemelimpahan terendah pada
zona 1 yaitu 8.826 ind/l. Perbedaan kemelimpahan di tiap zona bergantung pada keadaan lingkungan di tiap-tiap
zona penelitian. Tingginya kemelimpahan fitoplankton di zona 3, hal ini berkaitan dengan lokasi di zona 3
merupakan lokasi keramba yang mana terdapat budidaya ikan di zona tersebut, dengan adanya budidaya keramba
pada zona ini, maka dimungkinkan terdapat bahan organik atau sisa pakan yang diberikan pada ikan. Hal ini dapat
dimungkinkan dapat meningkatkan kandungan fosfat dan nitrat perairan, meningkatnya kandungan fosfat dan nitrat
akan merangsang pertumbuhan fitoplankton. Pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton berkaitan dengan
ketersediaan unsur hara, fitoplankton akan tumbuh dan berkembang dengan baik apabila unsur yang dibutuhkan
tersedia dalam jumlah yang mencukupi (Hutabarat, 2000).
Indeks keanekaragaman mencerminkan kualitas airnya (Soeprobowati, 2011). Odum (1993), mengatakan bahwa
indeks keanekaragaman menunjukkan jumlah spesies yang mampu beradaptasi dengan lingkungan tempat hidup
organisme tersebut. Semakin tinggi nilai indeks keanekaragaman semakin banyak spesies yang mampu bertahan
hidup pada lingkungan tersebut. Tingginya indeks keanekaragaman juga dipengaruhi oleh indeks kemerataan
yang lebih tinggidibanding indeks dominansi. Data yang ada memperlihatkan penyebaran jumlah dan jenis
fitoplankton di semua stasiun pengamatan tertinggi pada zona 3. Nilai keanekaragaman terendah pada zona 1.
Rendahnya nilai keanekaragaman pada zona 1 yaitu 2,53 bila dibandingkan dengan stasiun yang lain, hal ini
disebabkan oleh adanya dominansi spesies fitoplankton di zona 1 yaitu Aulacoseira granulata yang menyebabkan
indeks keanekaragaman pada zona 1 menjadi rendah. Bila terdapat dominansi spesies fitoplankton, hal ini akan
menyebabkan indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman menjadi rendah karena adanya spesies dari
fitoplankton yang mendominasi perairan tersebut, sehingga akan menyebabkan spesies fitoplankton yang lain
menjadi terganggu. Menurut Sari dkk (2013), Nilai indeks keanekaragaman berbanding terbalik dengan indeks
dominansi, bila indeks keanekaragaman dan kemerataan tinggi, maka nilai indeks dominansi rendah, begitu pula
sebaliknya.
Nilai keanekaragaman tersebut menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis fitoplankton dalam kategori sedang
yang mana nilai keanekaragaman 1<H’<3 artinya keanekaragaman sedang, penyebaran sedang, kestabilan
komunitas sedang. Hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman dan penyebaran jumlah individu setiap jenis
fitoplankton sedang, begitupun dengan kestabilan dan struktur komunitasnya juga sedang. Penggolongan
keanekaragaman jenis fitoplankton ini berdasarkan kriteria yang digunakan Shannon - Wienner (Soegianto,1994),
yang menyatakan bahwa keanekaragaman jenis termasuk dalam kategori sedang jika H’ berada pada nilai 1 – 3.
Indeks dominasi yang diperoleh menunjukkan bahwa pada lokasi penelitian tidak terdapat spesies fitoplankton
yang secara ekstrim mendominasi spesies yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh indeks keseragaman jumlah yang
mendekati 1 dimana nilai tersebut menunjukkan kondisi komunitas yang mendekati stabil sehingga tidak ada jenis
tertentu dalam komunitas fitoplankton mendominasi secara menyolok. Walaupun terdapat jenis fitoplankton yang
selalu muncul di setiap lokasi penelitian, tetapi kelimpahannya tidak menunjukkan adanya dominasi jenis
fitoplankton yang ekstrim mendominasi perairan tersebut.
Hasil analisis data nilai koefisien saprobik di Telaga Menjer diperoleh berkisar dari 2,14-2,32. Hal ini menunjukkan
bahwa perairan tersebut berada dalam fase Oligo/β-mesosaprobik, yang artinya perairan tersebut tercemar sangat
ringan dengan pencemar organik dan anorganik. Zat pencemar berasal dari pakan budidaya ikan yang tersisa, sisa
tumbuhan air seperti eceng gondok yang hidup di perairan Telaga Menjer dan Inlet yang merupakan saluran dari
aliran sungai yang masuk ke danau yang membawa limbah dari daratan.
N
O
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
1
2
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
1
1
2
3
1
Nama Spesies
Clorophyta
Actinastrum hantzschii
Chladophora sp
Chorella sp
Closterium lanula
Coelastrum
microporum Ehr
Desmidium swartzii
Pandorina sp
Oocystis solitaria
Pediastrum boryanum
Scenedesmus
quadricauda
Sphaerocystis sp
Staurastrum gracile
Tetrastrum triangulare
Volvox sp
Zygnema sp
Cyanobacteria
Lyngbya sp
Oscillatoria curviceps
Stigonema sp
Bacilariophyta
Amphipleura pellucida
Aulacoseira granullata
Ehr
Caloneis sp
Cocconeis pedicula
Diatoma sp
Didymosphenia sp
Fragillaria crontonensis
Gyrosigma acuminatum
Stephanodiscus sp
Melosira
varians
Agardh
Navicula sp
Nitzhia linearis
Stauroneis sp
Surirella minuta
Synedra sp
Synedra ulna Ehr
Tabellaria flocculosa
Chrysophyta
Synura sp
Dinophyta
Ceratium furca
Gymnodinium fuscum
Peridinium sp
Chryptophyta
Chryptomonas sp
Jumlah jenis
jumlah total individu (N)
indeks
keanekaragaman (H')
indeks perataan (E)
indeks dominasi (C)
indeks saprobik (X)
Muara
ST
ST
1
2
ST
3
Tengah
ST
ST
4
5
ST
6
Keramba
ST 7
ST 8
ST 9
0
0
561
0
0
350
0
0
0
210
0
0
0
0
0
0
0
0
0
350
0
0
0
0
0
280
350
420
0
140
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
350
210
280
210
0
0
0
210
0
350
0
0
490
0
0
490
0
631
0
0
0
0
350
0
420
280
841
210
210
280
0
0
420
0
350
420
140
981
0
350
1051
0
280
0
0
841
0
771
0
0
280
0
0
0
0
0
140
0
280
0
0
0
0
350
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
490
0
0
0
0
280
0
0
0
210
0
0
140
210
210
0
0
420
0
420
0
631
0
0
0
350
210
0
0
0
0
350
350
0
0
0
0
0
0
0
0
561
140
0
630
280
0
0
182
2
0
0
0
0
210
0
210
841
0
238
2
0
0
0
0
490
0
280
0
0
161
1
0
210
0
0
420
0
0
911
0
154
1
0
0
0
210
420
0
561
981
350
147
1
0
0
0
0
771
0
350
0
0
1751
140
2242
0
2171
0
0
0
0
280
0
561
981
210
0
0
0
490
210
280
1682
0
0
140
701
551
0
561
1682
911
280
0
490
911
105
1
0
771
631
0
280
981
631
350
490
0
350
841
771
420
0
0
420
1051
1191
420
0
0
631
1191
2052
210
0
420
490
0
562
981
140
1
0
280
0
561
490
910
2171
0
490
350
0
490
911
147
1
0
0
196
2
0
0
0
0
701
0
490
147
1
420
210
0
841
701
701
0
420
0
0
0
280
0
140
0
280
0
140
140
0
210
210
0
0
350
0
280
0
0
490
0
0
0
350
0
0
0
0
350
0
420
350
280
0
210
140
17
924
8
0
15
847
6
0
17
875
5
0
16
966
5
140
17
994
8
140
18
973
6
0
17
1099
6
210
22
1232
8
0
23
1514
2
8826
2,53
9783
2,60
12892
2,69
0,90
0,10
2,21
0,92
0,08
2,32
0,89
0,08
2,14
4. SIMPULAN
Kemelimpahan fitoplankton tertinggi terdapat pada zona 3 yang merupakan zona keramba yaitu 12.892 ind/l,
kemudian kemelimpahan fitoplankton terendah yaitu pada zona 1 yang merupakan zona muara yaitu 8.826 ind/l.
keanekaragaman (H’) pada masing-masing zona penelitian yaitu 2,53-2,69 termasuk dalam kategori komunitas
sedang. Indeks dominansi (D) fitoplankton di masing-masing zona penelitian yaitu 0,08-0,10, dominasi tertinggi
pada zona 1 yaitu muara yang menandakan bahwa adanya spesies fitoplankton tertentu yang mendominasi dan
koefisiesi saprobik (X) di masing-masing zona penelitian yaitu 2,14-2,32 yang menandakan perairan Telaga Menjer
tercemar ringan (Oligo/β-mesosaprobik).
REFERENCES
[1] Anonim. 2015.Telaga Menjer. http://id.m.wikipedia.org/wiki/Telaga_Menjer. Diakses 9 April 2015
[1] American Public Health Association. 2005. Standard Methods for the Eexamination of Water and Wastewater, 21th edition.
Washington: APHA, AWWA (American Waters Works Association) and WPCF. 3-42 Hal.
[2] Asriyana., dan Yuliana. 2012. Produktivitas Perairan. Bumi Aksara. Jakarta. 278 hal.
[3] Barbosa, B. A., Domingues, R. B., and Galvao, H. M. 2010. Environmental Forcing of Phytoplankton in a Mediterranean
Estuary (Guardiana Estuary, South- Western Iberia): A Decadal Study of Anthropogenic and Climatic Influences. Estuaries
and Coasts, 33(2):324-341.
[4] Fachrul.2007.Metodologi Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.
[5] Hutabarat, S. 2000. Produktivitas Perairan dan Plankton. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. 61 hlm.
[6] Mann, K. H. 2000. Ecology of Coastal Waters, Second Edition. Blackwell Science. Nova Scotia. 406 p.Noryadi. 1998.
Struktur [1] Komunitas dan Biomassa Fitoplankton dan Kaitannya dengan Nitrogen-Fosfor pada Lapisan Fotik di Gradien
Longitudinal Waduk Juanda. Tesis. Program Pascasarjana ITB. Bogor
[7] Odum, E.P, 1993. Dasar-dasar Ekologi. Penerbit UGM. Yogyakarta
[8] Samsidar, Kasim. M dan Salwiyah. 2013. Struktur Komunitas dan Distribusi Fitoplankton di Rawa Aopa Kecamatan Angata
Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Mina Laut Indonesia
[9] Sari, R.M., Sri Ngabekti, F dan Putut Martin H.B. 2013. Keanekaragaman Fitoplankton di Aliran Sumber Air Panas
Condrodimuko Gedongsongo Kabupaten Semarang. Unnes Journal of Life Science. UNNES
[10] Sonneman, J. A., Sincock, A., Fluin, J., Reid, M., Newall, P., Tibby, J., and P. Gell. 2000. An Illustrated Guide to Common
Stream Diatom Species from Temperature Australia. Cooperative Research Centre for Freshwater Ecology. Australia
[11] Syahri, M.2008. Ekosistem Perairan. Tiga Serangkai. Surabaya
[12] Smith, R. L and Thomas M. S. 2000. Elements of Ecology. San Fransisco. Benjamin/Cummings Science Publishing
[13] Smith, G.M. 1951. The Freshwater Algae of United State. Second Edition. Mc Graw Hill Book Co. Inc. New York
[14] Soeprobowati, T.R dan Suedy, S.W.A. 2011. Komunitas Fitoplankton Rawa Pening. Jurnal Sains dan Matematika. Vol 19
(1): 19-30.
[15] Soeprobowati, T.R. 2011. Kajian Perubahan Ekosistem Danau Rawa Pening Menggunakan Diatom sebagai Bioindikator.
Prosiding. Semarang :Simposium Nasional Penelitian PerubahanIklim.
[16] Soegianto. 1994. Ekologi Kuantitatif. Metode Analisis Populasi dan Komunitas Usah Nasional. Surabaya.
[17] Taofiqurohman, A.; I Nurruhwati; dan Z. Hasan. 2007. Studi Kebiasaan Makanan Ikan (Food Habbit) Ikan Nilem
(Osteochilus hasselti) di Tarogong Kabupaten Garut. Laporan Penelitian. Bandung : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
UNPAD.
[18] Thoha, H., dan K. Amri. 2011. Komposisi dan Kelimpahan Fitoplankton di Perairan Kalimantan Selatan. Oseanologi dan
Limnologi di Indonesia. 37 (2): 371-382.
[19] Yuan, X., Gilbert, P. M., Xu, J., Liu, H., Chen, M., Liu, H., Yin, K., Horrison, P. J. 2012. In Organic and Organic Nitrogen
Uptake by Phytoplankton and Bacteria in Hongkong Waters. Estuaries and Coasts, 35(1): 325-334.
[20] Zampella, R.A., Laidig, K.J and Lowe, R.I. 2007. Distribusi of Diatoms In Relation to Land Use and pH in Blackwater
Coastal Plain Streams. Environ Manage 39;369-384
Download