7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Masa Nifas a

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Medis
1. Masa Nifas
a. Pengertian
1) Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah
lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu
(Saifuddin, 2010).
2) Masa nifas (puerperium) adalah masa pemulihan kembali,
mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan
kembali seperti prahamil. Lama masa nifas yaitu 6-8 minggu
(Sofian, 2011).
Pengertian diatas dapat
disimpulkan masa
nifas atau
puerperium adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat-alat
reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa
nifas berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari.
7
8
b. Periode Masa Nifas
Tahapan masa nifas menurut Sofian (2011) dibagi dalam 3 periode:
1) Puerperium dini, kepulihan saat ibu diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan. Dalam agama Islam, dianggap telah bersih dan
boleh bekerja selama 40 hari.
2) Puerperium intermediat, kepulihan menyeluruh alat-alat
genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3) Puerperium lanjut, waktu yang diperlukan untuk pulih dan
kembali sehat sempurna, terutama jika selama hamil atau
sewaktu persalinan timbul komplikasi. Waktu untuk mencapai
kondisi sehat sempurna dapat berminggu-minggu, bulanan,
atau tahunan.
c. Perubahan Fisiologi dan Psikologis Masa Nifas
1) Uterus
Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (berinvolusi)
hingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.
9
Tabel 2.1 Tinggi Fundus Uteri dan Berat Uterus Menurut Masa
Involusi
Waktu involusi
Bayi lahir
Plasenta lahir
1 minggu
2 minggu
6 minggu
8 minggu
Tinggi fundus uteri
Setinggi pusat
2 jari dibawah pusat
Pertengahan pusat-simfisis
Tidak teraba
Bertambah kecil
Normal
Berat uterus
1000 gram
750 gram
500 gram
350 gram
50 gram
30 gram
Sumber: Sofian (2011)
2) Laserasi
Laserasi (luka-luka) pada jalan lahir jika tidak disertai infeksi
akan sembuh dalam 6-7 hari (Sofian, 2011).
3) Rasa Nyeri
Rasa nyeri (after pains) atau mules-mules disebabkan
kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari pascapersalinan
(DeCherney, 2007; Sofian, 2011).
4) Lokia
Peluruhan jaringan desidua menyebabkan timbulnya sekret
vagina dalam jumlah yang beragam. Sekret tersebut dinamakan
lokia dan terdiri dari eritrosit, potongan jaringan desidua, sel
epitel, dan bakteri (Cunningham, 2012).
Lokia rubra (cruenta) berisi darah segar dan sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan
10
mekonium, selama 2 hari pascapersalinan. Selama 3-7 hari
pascapersalinan, cairan berwarna merah kuning, berisi darah
dan lendir, dinamakan lokia sanguinolenta. Lokia serosa
berwarna kuning, tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14
pascapersalinan. Setelah 14 hari, karena penurunan leukosit dan
penurunan kandungan cairan, lokia berwarna putih, disebut
lokia alba (Sofian, 2011).
5) Serviks
Bentuk serviks sedikit menganga seperti corong, berwarna
merah kehitaman setelah persalinan. Konsistensinya lunak,
kadang-kadang terdapat perlukaan kecil. Setelah bayi lahir,
tangan masih bisa dimasukkan ke rongga rahim, setelah 2 jam
dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui
1 jari (Sofian, 2011).
6) Saluran Kemih
Ureter yang berdilatasi dan pelvis renal kembali ke keadaan
sebelum
hamil
dalam
(Cunningham, 2012).
2-8
minggu
setelah
persalinan
11
7) Perubahan Psikologis Masa Nifas
Kesejahteraan emosional selama periode pascapersalinan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kelelahan, kepuasaan
menerima peran baru sebagai ibu, cemas, dan dukungan yang
diberikan (Rukiyah, 2010).
Ibu
pascapersalinan
keseimbangan
antara
akan
memperoleh
6-12
minggu
kembali
karena
telah
rasa
ada
penyesuaian terhadap aktivitas rutin sehari-hari. Perubahan
seksual, stabilitas emosi, dan merasa utuh kembali memerlukan
waktu beberapa bulan (Fraser, 2009).
2. Penyulit atau Komplikasi Masa Nifas
a. Perdarahan postpartum
Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai perdarahan lebih
dari 500 cc yang terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih
dari 1.000 cc setelah persalinan abdominal (Nugroho, 2012).
Menurut waktunya, perdarahan postpartum dibagi atas dua
bagian yaitu perdarahan postpartum primer (early postpartum
haemorraghe) yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir dan
perdarahan postpartum sekunder (late postpartum haemorraghe)
12
yang terjadi setelah 24 jam, biasanya antara hari ke 5 sampai 15
pascapersalinan (Sofian, 2011).
b. Etiologi perdarahan postpartum
Perdarahan pascapersalinan disebabkan oleh atonia uterus, sisa
plasenta dan selaput ketuban (retensio sisa plasenta), laserasi
saluran genetalia seperti robekan perineum, vagina serviks, forniks,
dan
rahim,
serta
gangguan
pembekuan
darah
misalnya
hipofibrinogenemia (DeCherney, 2007; Gant, 2010; Nugroho,
2012).
3. Retensio Sisa Plasenta
a. Pengertian
Retensio sisa plasenta merupakan tertinggalnya kotiledon atau
lobus suksenturiat di dalam uterus (Norwitz, 2008).
b. Etiologi terjadinya retensio sisa plasenta
1) Implantasi plasenta abnormal
Setelah janin lahir, beberapa menit kemudian mulailah proses
pelepasan plasenta disertai sedikit perdarahan. Apabila plasenta
telah lepas dan turun ke bagian bawah rahim, maka uterus akan
berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta (Sofian, 2011).
13
Kadang-kadang pelepasan ini terlambat karena plasenta
melekat di tempat implantasi dengan cara tidak biasa.
Perlekatan
plasenta
abnormal
pada
akhirnya
akan
menyebabkan retensio sisa plasenta. Perlekatan plasenta
abnormal pada dinding uterus seperti plasenta akreta, plasenta
inkreta, plasenta adesiva, serta plasenta previa (Dutton, 2011;
Cunningham, 2012; Antonella, 2015).
2) Kala uri berlangsung tidak lancar
Setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya
kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan
plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum
pada saat kontraksi rahim telah baik dan robekan jalan lahir
telah terjahit (Saifuddin, 2010).
3) Lobus Suksenturiatus (Plasenta Suksenturiatus)
Plasenta ini merupakan versi plasenta bilobata yang lebih
kecil. Plasenta bilobata yaitu plasenta yang tali pusatnya
menyisip diantara kedua lobus plasenta ke dalam jembatan
korionik atau ke dalam membran yang menyelanginya. Pada
plasenta suksenturiatus, satu lobus aksesorius atau lebih kecil
berkembang dalam membran pada jarak tertentu dari plasenta
14
utama, dan lobus-lobus itu biasanya memiliki jaringan vaskular
yang berasal dari janin (Cunningham, 2012).
Lobus aksesori kadang-kadang dapat tertinggal didalam
uterus setelah persalinan dan dapat mengakibatkan perdarahan
serius. Perdarahan pascapersalinan segera jarang disebabkan
oleh tertinggalnya fragmen plasenta, tetapi potongan plasenta
yang tertinggal merupakan sebab lazim perdarahan lanjut masa
nifas. Inspeksi plasenta setelah persalinan harus menjadi proses
rutin. Apabila terdapat bagian plasenta yang hilang, uterus
harus di eksplorasi dan fragmen dikeluarkan, khususnya jika
terjadi perdarahan lanjut (Wylie, 2010; Cunningham, 2012).
c. Patofisiologi retensio sisa plasenta
Plasenta tertanam di sebuah daerah yang luas pada desidua uteri.
Segera setelah janin lahir, uterus masih berkontraksi untuk
mengeluarkan plasenta secara spontan yang mengakibatkan
penciutan permukaan kavum uteri tempat implantasi plasenta dan
ukuran rongganya akan mengecil. Apabila terdapat faktor
predisposisi yaitu plasenta previa, umur diatas 35 tahun, paritas
tinggi, riwayat operasi SC, riwayat kuretase dan kehamilan ganda,
maka dapat memicu terjadinya implantasi plasenta abnormal, kala
15
uri tidak lancar, maupun adanya lobus suksenturiatus. Etiologi
tersebut menyebabkan tertinggalnya sebagian plasenta di dalam
uterus (retensio sisa plasenta). Sisa plasenta akan menghalangi
kontraksi dan retraksi sempurna otot uterus sehingga terjadi
subinvolusi uteri, menghambat penekanan pembuluh darah yang
terbuka dan mengganggu hemostasis (proses penghentian darah)
pada tempat implantasi. Tanpa disertai kontraksi uterus secara
efektif, perdarahan akan berlangsung dengan cepat (Saifuddin,
2010; Nugroho, 2012; Cunningham, 2012). (Bagan terlampir)
d. Faktor predisposisi
Beberapa faktor predisposisi retensio sisa plasenta diantaranya
plasenta previa, umur (semakin meningkat umur resiko plasenta
previa semakin tinggi), grandemultipara (resiko plasenta previa),
riwayat operasi seksio sesarea, riwayat kuretase, dan kehamilan
ganda (Anderson, 2007; Saifuddin 2010).
e. Keluhan subjektif
Sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin
dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang ke rumah
dan beberapa disertai rasa sakit pada perut bagian bawah pada
16
kasus retensio sisa plasenta dengan perdarahan pascapersalinan
lanjut (Saifuddin, 2010; Nugroho, 2012).
f. Gejala klinis/ laboratorium
Diagnosis retensio sisa plasenta dapat ditegakkan dengan
perdarahan segera 24 jam pascapersalinan, uterus berkontraksi
tetapi terjadi subinvolusi uteri (tinggi fundus uteri tidak
berkurang), serta kadang-kadang disertai rasa sakit pada perut
bagian bawah (Nugroho, 2012; Kemenkes RI, 2013).
Penemuan
awal
kasus
retensio
sisa
plasenta
hanya
dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan
plasenta setelah dilahirkan. Pemeriksaan lebih lanjut juga
diperlukan pada kasus ini seperti pemeriksaan keadaan fisik,
keadaan umum, pemeriksaan laboratorium (Hb dan golongan
darah) serta pemeriksaan USG untuk melihat kemungkinan adanya
retensi sisa plasenta, gumpalan darah, atau selaput ketuban yang
tertinggal (DeCherney, 2007; Sofian, 2011; Nugroho, 2012).
g. Prognosis
Prognosis bergantung pada jumlah perdarahan yang dikeluarkan
akibat retensio sisa plasenta. Apabila perdarahan yang terjadi
minimal maka tidak menimbulkan kematian maternal. Faktor lain
17
yang
mempengaruhi
adalah
kecepatan
penanganan
yang
didapatkan pasien dengan efisien dan aman. Retensio sisa plasenta
yang masih terdapat di dalam uterus pada masa nifas akan
menyebabkan perdarahan karena mengakibatkan kontraksi uterus
tidak efektif sehingga tidak dapat mengikat pembuluh darah. Maka
dari itu, apabila banyak mengeluarkan darah, hendaknya segera
dilakukan eksplorasi kavum uteri secara manual atau kuretase,
disusul dengan pemberian obat-obatan oksitosika dan antibiotika
(Wiknjosastro, 2010).
h. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk kasus retensio sisa plasenta dapat
dilakukan dengan cara:
1) Observasi keadaan umum, tanda-tanda vital, perdarahan
pervaginam, TFU, dan kontraksi uterus (Nugroho, 2012).
2) Kolaborasi dengan dokter spesialis obstetri dan ginekologi
dalam pemberian terapi atau tindakan:
a) Berikan input cairan infus berupa oksitosin 20 unit drip RL
atau NaCl 0,9% 1000 ml 60 tetes/menit agar kontraksi
uterus efektif.
18
b) Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan
gejala metritis. Antibiotika ampisilin 2 gr IV setiap 6 jam
dan metronidazole 500 mg oral setiap 8 jam.
c) Lakukan eksplorasi digital apabila serviks terbuka dan
keluarkan bekuan darah dan jaringan. Apabila serviks
hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa
plasenta dengan aspirasi vakum manual atau dilatasi dan
kuretase.
(JMST, 2012; Kemenkes RI, 2013; WHO, 2015) (Bagan
terlampir)
B. Teori Manajemen Kebidanan
Pelaksanaan manajemen kebidanan berdasarkan 7 langkah Varney
(2007) meliputi:
1. Langkah I. Pengumpulan/ Penyajian Data dasar Secara Lengkap
a. Data Subjektif
1) Identitas
Data fokus pada kasus ini yang perlu ditanyakan bidan
adalah umur dan paritas pasien. Paritas tinggi dan usia diatas
35 tahun meningkatkan resiko terjadinya plasenta previa yang
19
merupakan faktor predisposisi retensio sisa plasenta (Saifuddin,
2010).
2) Keluhan Utama
Pasien akan kembali ke tempat bersalin dengan keluhan
perdarahan dan kadang-kadang disertai nyeri perut bagian
bawah (Saifuddin, 2010; Nugroho, 2012).
3) Riwayat Kebidanan
Data fokus riwayat kebidanan dalam kasus perdarahan
karena retensio sisa plasenta yaitu riwayat persalinan dan nifas
yang lalu. Riwayat persalinan dan nifas dengan plasenta previa,
operasi seksio sesaria, dan kuretase menjadi perhatian lebih
karena merupakan faktor resiko terjadinya retensio sisa
plasenta (Anderson, 2007; Saifuddin, 2010).
b. Data Objektif
1) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada ibu nifas dengan perdarahan karena
retensio sisa plasenta meliputi keadaan umum, kesadaran,
tanda-tanda vital, dan pemeriksaan head to toe misalnya
pemeriksaan pada konjungtiva mata, mulut, serta kuku untuk
melihat apakah pucat atau tidak. Pemeriksaan tanda-tanda vital
20
mencakup tekanan darah, nadi, suhu, dan respirasi untuk
memantau keadaan umum pasien. Keadaan umum semakin
memburuk apabila tekanan darah sistolik <90 mmHg dan nadi
>100x/menit (Nugroho, 2012).
2) Pemeriksaan Khusus Obstetri
a) Inspeksi
Pemeriksaan inspeksi pada pasien dengan perdarahan
postpartum karena retensio sisa plasenta perlu diperiksa
seberapa banyak perdarahan yang terjadi (Saifuddin, 2010;
Cunningham, 2012; Nugroho, 2012).
b) Palpasi
Perdarahan karena retensio sisa plasenta uterus
berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang
(Saifuddin, 2010; Nugroho, 2012).
c) Periksa Dalam
Pemeriksaan dalam yang dilakukan pada kasus retensio
sisa plasenta ditemukan uterus yang membesar, terdapat
sisa hasil konsepsi di dalam uterus, dan ostium uteri
mengeluarkan darah (Saifuddin, 2010; Wiknjosastro, 2010).
21
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada retensio sisa plasenta meliputi
pemeriksaan laboratorium (golongan darah dan Hb) serta
pemeriksaan USG untuk melihat kemungkinan adanya retensi
sisa plasenta, gumpalan darah, atau selaput ketuban yang
tertinggal (DeCherney, 2007: Sofian, 2011; Nugroho, 2012).
2. Langkah II. Interpretasi Data Dasar
a. Diagnosa Kebidanan
Diagnosa kebidanan dalam kasus ini adalah : Ny. X umur X
tahun PxAx dengan retensio sisa plasenta.
b. Masalah
Masalah yang sering dijumpai pada ibu nifas dengan retensio
sisa plasenta adalah perasaan cemas dan takut akibat perdarahan
yang banyak dari jalan lahir (Saifuddin, 2010).
c. Kebutuhan
Kebutuhan yang diperlukan untuk mengatasi masalah ibu nifas
diatas yaitu dukungan secara mental dan spiritual kepada pasien
dan keluarganya serta jelaskan tentang keadaan pasien (Saifuddin,
2010).
22
3. Langkah III. Identifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial/ Diagnosa
Potensial dan Antisipasi Penanganan
Masalah potensial yang dapat terjadi pada kasus ibu nifas dengan
retensio sisa plasenta antara lain:
a. Perdarahan dan infeksi, karena sisa plasenta biasanya mengalami
nekrosis dengan terjadinya deposisi fibrin dan pada akhirnya dapat
membentuk sesuatu yang disebut polip plasenta. Ketika eskar polip
tersebut lepas dari miometrium, perdarahan aktif dapat terjadi
(Cunningham, 2012).
b. Syok, dapat disebabkan oleh kehilangan banyak cairan dari dalam
tubuh berupa perdarahan hebat salah satunya perdarahan
pascapersalinan seperti perdarahan karena retensio sisa plasenta
akibat kehilangan banyak darah maupun disebabkan oleh adanya
infeksi jika sisa hasil konsepsi tidak segera dikeluarkan sehingga
pasien tampak gelisah, bingung, hingga mengalami penurunan
kesadaran, kulit menjadi pucat dan basah, kerja jantung berkurang,
nadi cepat dan lemah, pernafasan cepat, serta tekanan sistolik
menurun(Saifuddin, 2010; Kemenkes RI, 2013).
Antisipasi penanganan yang dapat dilakukan oleh bidan menurut
Saifuddin (2010), Nugroho (2012) dan Kemenkes RI (2013) yaitu
23
pantau keadaan umum, tanda-tanda vital, TFU, kontraksi, estimasi
pengeluaran darah, tanda-tanda infeksi, dan tanda-tanda syok.
4. Langkah IV. Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera
Menurut JMST (2012), Kemenkes RI (2013) dan WHO (2015),
tindakan segera yang dapat dilakukan yaitu kolaborasi dengan dokter
Sp.OG untuk pemberian terapi dan tindakan berupa:
a. Pasang infus (oksitosin 20 unit drip RL atau NaCl 0,9% 1000 ml
60 tetes/menit)
b. Berikan antibiotika profilaksis ampisilin 2 gr IV dan metronidazole
500 mg oral.
c. Lakukan eksplorasi digital apabila serviks terbuka lalu keluarkan
bekuan darah dan jaringan. Apabila serviks hanya dapat dilalui
oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan aspirasi
vakum manual atau dilatasi dan kuretase.
5. Langkah V. Perencanaan Asuhan yang Menyeluruh
Rencana tindakan kepada ibu dengan retensio sisa plasenta meliputi:
a. Jelaskan kepada ibu dan keluarga mengenai keadaan yang dialami
ibu (Varney, 2007).
b. Motivasi pada ibu untuk tetap tenang dan tidak terlalu cemas
dengan kondisinya (Saifuddin, 2010).
24
c. Observasi
keadaan
umum,
tanda-tanda
vital,
perdarahan
pervaginam, TFU, dan kontraksi uterus (Nugroho, 2012).
d. Lakukan informed consent kepada pasien atau keluarga untuk
memberikan kewenangan kepada bidan dan tenaga kesehatan lain
setelah pasien mendapat informasi mengenai tindakan yang akan
dilakukan (Saifuddin, 2010).
e. Lakukan advis dokter spesialis obstetri dan ginekologi yang
diberikan pada kasus perdarahan dengan retensio sisa plasenta
menurut yaitu:
1) Berikan input cairan infus (oksitosin 20 unit drip RL atau NaCl
0,9% 1000 ml 60 tetes/menit)
2) Berikan antibiotika profilaksis ampisilin 2 gr setiap 6 jam dan
metronidazole 500 mg oral setiap 8 jam.
3) Lakukan eksplorasi digital apabila serviks terbuka dan
keluarkan bekuan darah dan jaringan. Apabila serviks hanya
dapat dilalui oleh instrumen, laukan evakuasi sisa plasenta
dengan aspirasi vakum manual atau dilatasi dan kuretase.
(JMST, 2012; Kemenkes RI, 2013; WHO, 2015)
f. Dokumentasikan semua tindakan yang telah dilakukan (JNPK-KR,
2008).
25
6. Langkah VI. Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman
Bidan dan tenaga kesehatan lain menjalankan rencana asuhan
sesuai yang telah direncanakan dalam langkah sebelumnya dengan
efisien dan aman (JNPK-KR, 2008).
7. Langkah VII. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir untuk mengukur sejauh mana
keberhasilan asuhan yang diberikan kepada pasien dan memeriksa
apakah rencana asuhan yang dilakukan benar-benar memenuhi
kebutuhan pasien. Penatalaksaan yang telah dilakukan diharapkan
dapat mengeluarkan sisa plasenta yang tertinggal di dalam uterus dan
menghentikan perdarahan (JNPK-KR, 2008).
C. Follow Up Catatan Perkembangan Kondisi Pasien
Menurut KEPMENKES RI No. 938/MENKES/SK/VIII/2007, dalam
pendokumentasian data perkembangan kondisi pasien pada ibu nifas
dengan
retensio
sisa
plasenta,
penulis
menggunakan
metode
pendokumentasian SOAP. Pendokumentasian dalam bentuk SOAP
meliputi:
26
S = Subjektif
Data subjektif yang dikumpulkan pada kasus perdarahan dengan
retensio sisa plasenta menggambarkan hasil anamnesa sebagai langkah 1
Varney yaitu pasien tidak mengeluhkan sakit pada perut bagian bawah dan
tidak mengeluarkan banyak darah dari jalan lahir (Saifuddin, 2010;
Nugroho, 2012).
O = Objektif
Data objektif yang dikumpulkan pada kasus perdarahan dengan
retensio sisa plasenta menggambarkan hasil pemeriksaan sebagai langkah
1 Varney meliputi pemeriksaan fisik seperti keadaan umum pasien,
kesadaran, tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan obstetri yaitu bagaimana
perdarahannya masih berlanjut atau telah dalam batas normal dan menilai
kontraksi uterus efektif atau tidak, serta data pendukung dari pemeriksaan
penunjang seperti hasil pemeriksaan ulang kadar Hb dan USG (Saifuddin,
2010; Nugroho, 2012, Cunningham, 2012).
A = Assesment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis serta interpretasi
data subjektif maupun objektif dalam suatu identifikasi diagnosa dan
masalah kebidanan sebagai langkah 2 Varney. Assesment dari kasus
perdarahan karena retensio sisa plasenta berdasarkan data subjektif dan
27
data objektif yang telah dikumpulkan adalah Ny. X umur X tahun PxAx
dengan postkuretase karena retensio sisa plasenta.
P = Planning
Mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang telah
dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan secara
komprehensif; penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi/ follow up dan
rujukan sebagai langkah 3, 4, 5, 6, dan 7 Varney.
Penatalaksanaan pada kasus perdarahan dengan retensio sisa plasenta
adalah monitoring keadaan umum dan perawatan pasien setelah dilakukan
eksplorasi uterus atau kuretase. Kolaborasi dengan dokter Sp.OG untuk
pemberian terapi yaitu oksitosin 10 unit drip RL atau NaCl 0,9% 1000 ml
30 tetes/menit dan ampisilin 1 gr IV setiap 6 jam serta metronidazole 500
mg setiap 8 jam sebagai dosis perawatan, lalu mendokumentasikan semua
tindakan yang telah dilakukan (JNPK-KR, 2008; WHO, 2015).
Download