Bab I

advertisement
ABSTRAK
E-procurement adalah sistem pengadaan barang atau jasa dengan menggunakan
media elektronik seperti internet atau jaringan komputer. Rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “bagaimana penerapan layanan pengadaan barang dan jasa secara
elektronik di Kota Yogyakarta?.
Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian empiris.
Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam mencari informasi yang
digunakan yaitu observasi, wawancara dan kepustakaan. Teknik yang dipakai adalah
mengembangkan suatu kerangka kerja deskriptif untuk mengorganisasikan studi kasus
atau deskriptif kasus. Penganalisaan data hasil penelitian memakai metode analisa
deskriptif kualitatif.
Kesimpulan pertama penelitian ini adalah penerapan layanan pengadaan barang
dan jasa secara elektronik di Kota Yogyakarta sudah berjalan dengan baik. Kedua, peran
dan fungsi Unit Layanan Pengadaan (ULP), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang
atau Jasa Pemerintah (LKPP) dan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)
terhadap sistem e-procurement di Indonesia sangat penting dalam menyelenggarakan,
menerapkan, melaksanakan dan menjalankan proses pengadaan barang atau jasa. Ini
akan membantu untuk menuju proses pengadaan barang/jasa yang efektif, efisien,
terbuka, akuntabilitas, bersaing, dan mendukung praktek bebas KKN. Ketiga, terdapat
keterkaitan antara manajemen sumber daya manusia dengan efektif dan efisiensi
pelaksanaan pengadaan barang/jasa di Yogyakarta. Unsur yang mempunyai nilai
tertinggi yaitu unsur manajemen sumber daya manusia yaitu sebesar 3,07. Hal ini juga
sesuai dengan nilai koefisien korelasi yang diperoleh antara manajemen sumber daya
manusia dengan efektif dan efisiensi sebesar 0,448 dengan nilai p=0,013 (p<0,05).
Selain manajemen sumber daya manusia, terdapat unsur lain yang juga berkorelasi
dengan efektivitas dan efisiensi penerapan implementasi sistem E-Procurement yaitu
unsur perundang-undangan dan peraturan serta sistem (sistem E-GP). Koefisien korelasi
antara perundang-undangan dan peraturan dengan efektif dan efisiensi sebesar 0,464
dengan nilai p=0,010 (p<0,05), yang berarti terdapat korelasi yang signifikan antara
perundang-undangan dan peraturan dengan efektif dan efisiensi dalam efektifitas
penerapan implementasi sistem E-Procurement. Koefisien korelasi antara sistem (sistem
E-GP) dengan efektif dan efisiensi sebesar 0,374 dengan nilai p=0,042 (p<0,05), yang
berarti terdapat korelasi yang signifikan antara sistem (sistem E-GP) dengan efektif dan
efisiensi dalam efektifitas penerapan implementasi sistem E-Procurement.
Kata Kunci: Penerapan Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik
PENDAHULUAN
Di Indonesia, pengadaan barang dan jasa harus melalui proses lelang yang
memakan waktu lebih dari 90 hari atau sekitar tiga bulan. Mulai dari pengumuman
lelang di media massa, pendaftaran calon penawar, pemilihan pemenang tender, sampai
banding jika ada peserta tender yang tidak terima. Proses yang berbelit dalam tender itu
1
berpotensi menimbulkan beragam penyelewengan. “Menurut Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), pada awal 2007, sekitar 75% kasus korupsi berasal dari proses
pengadaan barang dan jasa (procurement). Kemudian diteruskan lagi oleh Juru Bicara
KPK “Johan Budi SP” menyatakan hampir 80% kasus yang ditangani adalah korupsi
dari pengadaan barang dan jasa” (Jakarta, Rabu 18 April 2012).
E-Procurement merupakan salah satu pendekatan terbaik dalam mencegah
terjadinya koruspsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Adanya
e-procurement peluang untuk kontak langsung antara penyedia barang/jasa dengan
panitia pengadaan menjadi semakin kecil, lebih transparan, lebih hemat waktu dan biaya
serta dalam pelaksanaannya mudah untuk melakukan pertanggung jawaban keuangan.
Hal tersebut dikarenakan sistem elektronik tersebut mendapatkan sertifikasi secara
internasional. Sistem e-procurement merupakan sebagai wujud Good Governance.
Saat ini e-procurement merupakan salah satu pendekatan terbaik dalam
mencegah terjadinya KKN dalam pengadaanbarang dan jasa pemerintah. Dengan eprocurement peluang untuk kontak langsung antara penyedia barang atau jasa dengan
panitia pengadaan menjadi semakin kecil, lebih transparan, lebih hemat waktu dan biaya
serta dalam pelaksanaannya mudah untuk dilakukan pertanggungjawaban. Namun
dalam pelaksanaannya, oleh karena prosese- procurement ini baru diterapkan, tentunya
banyak kendala-kendala yang dihadapi. Salah satu instansi yang telahmenerapkaneprocurement yaitu Kota Yogyakarta.
Proses pengadaan secara manual berimplikasi pada sulitnya informasi harga
satuan khusus, juga perbedaan perlakuan kepada calon penyedia barang dan jasa. Juga
lemahnya pertanggung jawaban terhadap proses pengadaan. Tidak adanya informasi
stok barang digudang menyebabkan sulitnya mencapai sasaran stok optimal. Aplikasi
E-Proc mampu membawa manfaat bagi perusahaan yakni adanya standarisasi proses
pengadaan berbasis IT. Manfaat yang diperoleh e-procurement meliputi menghemat
uang, waktu, dan beban kerja tambahan yang normalnya berhubungan dengan pekerjaan
tulis-menulis. Proses pengadaan konvensional biasanya melibatkan banyak pemrosesan
kertas-kertas, yang mana menghabiskan sejumlah besar waktu dan uang. Banyak
perusahaan telah menerapkan e-procurement dengan sukses, dan memperoleh.
Pemerintah kota Yogyakarta saat ini telah menerapkan e-procurement. Bentuk
kelambagaan LPSE adalah Sekretariat di Sub Bagian Pengendalian Administrasi pada
2
Bagian Pengendalian Pembangunan Setda Kota Yogyakarta. Jumlah personil LPSE 15
orang, 5 orang diantaranya outshorching. Paket Pekerjaan wajib e-procurement yang
ada di pemerintah Yogyakarta pada tahun 2008 adalah 11 paket pekerjaan (sesuai
dengan MoU Bappenas), tahun 2009 sejumlah paket pekerjaan di atas 500 juta (sesuai
dengan Perwal No. 18 Tahun 2009), dan di tahun 2010 berupa paket pekerjaan di atas
100 juta melalui ULP (sesuai dengan Perwal ULP).
Penelitian yang berkaitan dengan penerapan layanan pengadaan barang dan jasa
secara elektronik di Kota Yogyakarta penting untuk dilakukan mengingak kota
Yogyakarta telah menerapkan e-procurement sementara belum ada penelitian yang
mengkaji efektivitas dari penerapannya. Penerapan e-procurement secara efektif akan
mewujudkan manfaat dari e-procurement secara maksimal. Berdasarkan latar belakang
di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana penerapan
layanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik di Kota Yogyakarta?
Kerangka Teori
Untuk menjelaskan permasalahan yang ada, maka penulis akan menggunakan
konsep E-Government, serta E-Procurement.
1. E-Government
1.1. E-Government dalam Governance
Istilah “Governance” menunjukkan suatu proses di mana rakyat dapat
mengatur ekonominya, institusi dan sumber-sumber sosial dan politiknya tidak
hanya dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi,
integrasi, dan untuk kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, bahwa kemampuan
suatu negara mencapai tujuan negara sangat tergantung pada kualitas tata
kepemerintahan di mana pemerintah melakukan interaksi dengan sektor swasta dan
masyarakat (Thoha; 2000, 12).
Good governance tidak hanya penting bagi eksistensi negara bangsa yang
berkeadilan dan berkemakmuran, namun juga penting juga diterapkan di daerah,
termasuk unit-unit politik yang lebih bawah lagi. Lebih-lebih ketika otoritas dan
kekuasaan negara banyak didesentralisasikan ke daerah. Konsep desentralisasi
sebenarnya tidak hanya berkaitan dengan pendelegasian masalah-masalah teknis
administratif, tetapi juga masalah-masalah kekuasaan. Melalui good governance, di
3
daerah akan ditemukan sebuah entitas atau kehidupan politik yang berkarakteristik
seperti adanya partisipasi, memiliki visi yang strategis, rule of law, transparansi,
responsif, pertanggungjawaban dan efektivitas serta efisien. Karakteristik demikian
sangat diperlukan guna mencapai tujuan desentralisasi itu, yakni adanya
pengelolaan daerah yang sesuai dengan konteks kedaerahan.
Teori governance dengan salah satu pendekatannya yang disebut socio
cybernatics approach (Rhodes, 1996). Inti dari pendekatan ini adalah bahwa sejalan
dengan pesatnya perkembangan masyarakat dan kian kompleknya isyu yang harus
segera diputuskan, beragamnya institusi pemerintah serta kekuatan masyarakat
madani (civil society) yang berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan
(policy making), maka hasil akhir (outcome) yang memuaskan dari kebijakan
publik tidak mungkin dicapai jika hanya mengandalkan sektor pemerintah saja.
Berkaitan dengan hal tersebut Wahab (1999: 5) menyatakan bahwa “Kebijakan
publik yang efektif dari sudut teori governance adalah produk sinergi interaksional
dari beragam aktor atau institusi”.
World Bank memberikan definisi istilah governance sebagai cara kekuasaan
negara digunakan untuk mengatur sumber daya ekonomi dan sosial dalam
pembangunan masyarakat (the way state power is used in managing economic and
social resources for development of society). Sementara UNDP dalam LAN dan
BPKP (2000: 5) mendefinisikan sebagai berikut “the exercise of political,
economic, and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels”.
Menurut definisi terakhir ini, governance mempunyai tiga kaki (three legs), yaitu
economic, political, dan administrative. Economic governance meliputi prosesproses pembuatan keputusan (decision-making processes) yang memfasilitasi
aktivitas ekonomi di dalam negeri dan interaksi diantara penyelenggara ekonomi.
Economic governance mempunyai implikasi terhadap keadilan, kesejahteraan, dan
kualitas hidup (equity, poverty and quality of live).
Revitalisasi birokrasi melalui penataan kembali sistem manajemen publik
dalam mengantisipasi tuntutan sektor swasta dan masyarakat pada umumnya
menjadi sangat penting. Good governance mengarahkan kepada upaya untuk
memperbaiki dan meningkatkan proses manajemen pemerintahan sehingga
kinerjanya menjadi lebih baik. Pola dan gaya pemerintahan harus segera dibenahi
4
dan dikembangkan dengan menggunakan konsep good governance. Untuk
mewujudkan good governance, maka dapat didukung dengan diterapkannya
e-government.
1.2. E-Government dalam Birokrasi
Revolusi teknologi komunikasi dan teknologi informasi telah melahirkan
high-tech komunikasi dan informasi atau dikenal dengan singkatan ICT.
Keuntungan yang ditawarkan ICT sudah banyak dipraktekkan dalam administrasi
pembangunan dan pelayanan pemerintahan. Salah satu cara yang ditempuh dalam
aplikasi ICT dalam mekanisme birokrasi pemerintahan adalah melalui penerapan
electronic Government (e-government). Di Indonesia telah diterbitkan Instruksi
Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan e-government. Dengan diberlakukannya Inpres tersebut maka
semakin banyak daerah yang mempunyai kekuatan dan payung hukum untuk
berkiprah dalam menerapkan e-government.
Implementasi e-government system yang mendominasi di seluruh dunia saat
ini berupa integrasi data kependudukan secara nasional dan pelayanan pendaftaran
warga negara antara lain pendaftaran kelahiran, pernikahan, kematian, penggantian
alamat, dan perpajakan. Disinilah peran pemerintah sebagai koordinator utama
untuk menciptakan lingkungan penyelenggaraan pemerintahan. Agar pelayanan
publik berjalan lebih efektif, perlu ada dorongan pada pemerintah agar
menyegerakan penerapan e-government system (Shalahuddin dan Rusli, 2005).
Pemerintah dapat memanfaatkan peluang dari teknologi yang digunakan
dalam e-government system yaitu teknologi informasi dan komunikasi, mengingat
kelak masyarakat memiliki alternatif dalam mengakses pelayanan publik secara
tradisional maupun modern (Indrajit, 2002). Namun demikian, ada dua hal yang
harus diperhatikan oleh pemerintah saat menerapkan e-government system, yaitu:
a. Kebutuhan masyarakat menjadi prioritas utama dalam pelayanan pemerintah.
Pemerintah seyogyanya tidak lagi memposisikan sebagai pihak yang dominan,
tetapi
mempertimbangkan
posisinya
sebagai
penyedia
layanan
bagi
masyarakat.
b. Ketersediaan sumber daya, baik dari sisi warga negara maupun pihak
pemerintah. Sumber daya dimaknai sebagai sumber daya manusia yang
5
terampil dan ketersediaan sumberdaya teknologi yang merata.
Tujuan
besar
dari
penerapan
e-government
system
adalah
untuk
meningkatkan kualitas pelayanan publik. E-government system dapat mendorong
terwujudnya tata kelola pemerintahan yang transaparan, akuntabel, bebas korupsi,
ramping birokrasi, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan.
Pelayanan publik yang baik, efektif, dan efisien, dapat menjadi tolok ukur
keberhasilan pembangunan di suatu negara. Pemerintah di Indonesia perlu
menyediakan secara proporsional tenaga ahli di bidang teknologi informasi dan
komunikasi dalam tubuh lembaga pemerintahan dan penyedia layanan publik, serta
menjembatani kesenjangan aksesibilitas teknologi di seluruh wilayah Indonesia.
Semenjak 2004, pemerintah melalui Departemen Komunikasi dan
Informatika telah membuat blue-print untuk pengembangan aplikasi sistem egovernment. Dalam lembar cetak biru tersebut telah dijelaskan bagaimana
penggunaan dan pengkoneksian jaringan di tingkat daerah maupun pusat. Hal-hal
yang sudah tertuang dalam blue print itu seyogyanya dapat dimanfaatkan oleh
instansi pemerintah untuk menjawab tantangan pelayanan publik yang lebih
modern dan efektif.
Implementasi e-government system di Indonesia masih separuh jalan dan
masih jauh di bawah standar yang ideal dan yang diinginkan. Agar mencapai
kondisi yang ideal, harus dilakukan penyempurnaan konsep dan strategi
pelaksanaan e-government system dari berbagai sisi. Berkaca dari Kabupaten
Sragen yang sudah menerapkan e-government system dalam penyelenggaraan
pemerintahan dari tingkat Kabupaten hingga Desa, menjadi bukti jika teknologi
informasi dan komunikasi dapat diterapkan di Indonesia dan menjadi sarana
terpenting dalam perbaikan tata kelola pemerintahan.
2. Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ)
Kegiatan untuk memperoleh barang dan jasa oleh lembaga, perangkat
daerah atau institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan
sampai diselesaikannya seluruh kegiatan memperoleh barang atau jasa. Proses
e-procurement ini akan menjadi transparan dan dapat mudah diawasi oleh
masyarakat sehingga proses pengadaan barang dan jasa pemerintah akan adil (fair).
Pemilihan penyedia barang dan jasa dengan menggunakan sistem e-procurement
6
diaplikasikan untuk mewujudkan tujuan pelaksanaan barang dan jasa pemerintah
yang efektif, efisien, transparan, adil atau tidak diskriminatif dan akuntabel.
E-procurement atau lelang secara elektronik adalah proses pengadaan barang atau
jasa dalam lingkup pemerintah yang menggunakan perangkat teknologi dan
komunikasi dalam setiap proses dan langkahnya. E-procurement dapat dilakukan
melalui dua cara, yaitu e-tendering dan e-purchasing. Instrumen ini memanfaatkan
fasilitas teknologi komunikasi dan informasi meliputi pelelangan umum secara
elektronik yang diselenggarkan oleh Layanan Pengadaan Secara Elektronik
(LPSE).
Barang menurut Yamit (2001: 16) merupakan benda yang dapat digunakan
untuk keperluan tertentu, sedangkan jasa adalah pelayanan yang diberikan individu
atau organisasi kepada konsumen. Pengertian service (pelayanan) menurut Pendit
dan Sudarta (2004: 33) adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang
penyedia jasa untuk seseorang sebagai penerima pelayanan agar menikmati suatu
manfaat atau merasa puas dan senang.
Disimpulkan bahwa e-purchasing sebagai tata cara pembelian barang/jasa
melalui sistem katalog elektronik. Untuk mengatur pelaksanaan pengadaan barang
dan jasa di lingkungan BI, BHMN, BUMN atau BUMD yang
sebagian atau
seluruhnya dibiayai dari APBN, APBD, pinjaman atau hibah. Tujuannya ialah agar
pelaksanaan pengadaan barang atau jasa dilakukan secara efisien, efektif,
transparan, terbuka, bersaing, adil atau tidak diskriminatif, dan akuntabel. Ini sesuai
dengan Peraturan Presiden No.54 Tahun 2010.
3. Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)
3.1. Pengertian LPSE
LPSE adalah unit kerja atau pelaksana yang menfasilitasi Panitia Pengadaan
atau Unit Layanan Pengadaan pada proses pengadaan barang/jasa pemerintah
secara elektronik.Layanan Pengadaan Secara Elektronik yang selanjutnya disebut
LPSE ini ialah unit kerja yang berada di lingkungan Kementerian/Lembaga/Satuan
Kerja Perangkat Daerah/Institusi (K/L/D/I) yang dibentuk untuk menyelenggarakan
sistem pelayanan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik.
Sistem Pengadaan Secara Elektronik atau disingkat SPSE adalah aplikasi eprocurement yang dikembangkan oleh LKPP untuk digunakan oleh LPSE di
7
instansi pemerintah seluruh Indonesia. Fungsi LPSE ialah Menyelenggarakan
Proses Lelang yang dimulai dari Informasi-infromasi terkait lelang. Seperti,
Informasi Pendaftaran sampai kepada informasi Pengumuman. Sistem pengadaan
secara elektronik inilah yang mengatur semua bentuk proyek atau tender dengan
sistem e-procurement. Artinya bahwa Sistem e-procurement merupakan proses
pengadaan barang/jasa pemrintah yang pelaksanaannya dilakukan secara elektronik
dan berbasis web atau internet dengan memanfaatkan fasilitas teknologi
komunikasi dan informasi dalam proses pengadaan barang atau jasa secara
elektronik yang diselenggarakan oleh layanan pengadaan secara elektronik (LPSE).
3.2. Unsur-Unsur LPSE
3.2.1. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Pada bulan Desember 2007, presiden mengeluarkan Keppres No.106
tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Lembaga
ini merupakan ‘pemekaran’ Pusat Pengadaan yang sebelumnya berada di Bappenas.
Dengan adanya Keppres ini, seluruh tugas menyangkut kebijakan pengadaan
barang dan jasa pemerintah menjadi tanggung jawab LKPP, termasuk di dalamya
pengembangan dan implementasi electronic government procurement.
3.2.2. Unit Layanan Pengadaan
Unit Layanan Pengadaan sebagaimana yang tercantum dalam Perpres
dimaksud, Unit Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP adalah unit
organisasi pemerintah yang berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa di
K/L/D/I (Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya)
yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada
(pasal 1 angka 8). Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa fungsi
utama ULP adalah pelaksanaan pengadaan, artinya unit inilah yang melaksanakan
proses pengadaan mulai dari menyusun rencana pemilihan penyedia barang dan
jasa sampai dengan melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap
penawaran yang masuk. Unit ini bersifat permanen artinya bersifat tetap bukan
panitia atau unit ad-hoc, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah
ada, karena ULP merupakan unit dari K/L/D/I.
8
3.2.3. E-Procurement
Galliers (Croom and Jones, 2005: 371) menyatakan bahwa “...dengan
adanya
sistem
inter-organisasiona
dan
perdagangan
secara
elektronik
(e-commerce) khususya, maka jelas bahwa pertanyaan tentang suatu kejelasan
melampaui apa yang kita miliki untuk mengetahui kejelasan mengenai isu bisnisTI. Secara sederhana, tidak ada kasus internal yang bertahan lama. Saat ini,
beberapa isu meliputi kejelasan dengan mengkolaborasikan beberapa perusahaan
dan
strategi
TI
serta
perlengkapan
pelanggan
(baru-baru
ini
menandai/megutamakan menajemen hubungan antar pelanggan). Terbukanya
organisasi terhadap e-business memiliki dampak yang signifikan terhadap strategi
suplier IT (Information Technologi) dan sistem informasi (Information System)
serta dampak terhadap bentuk pemerintahan, atau perjanjian, struktur yang dipakai
dalam penyediaan barang.
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian yang ada di kerangka teori, maka kerangka pemikiran
dalam penelitian ini sebagai berikut:
Input
Proses
Pekerjaan yang ditender
Output
Outcome
- Regulasi
- Kontrak
- Transparasi
- ULP
- Pelaksanaan kontrak
- Efisiensi
- Kelembagaan - Evaluasi kontrak
- Efektivitas
e-government yang baik
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa input yang ada merupakan
pekerjaan yang ditender sedangkan prosesnya meliputi regulasi, ULP serta
kelembagaan. Output dari kegiatan yaitu kontrak, pelaksanaan kontrak dan
evaluasi. Outcome kegiatan yaitu transparasi, efisiensi maupun efektivitas.
9
Definisi Konsepsional dan Operasional
a. Definisi Konsepsional
1. LPSE
Implementasi LPSE adalah penerapan unit kerja atau pelaksana yang
menfasilitasi Panitia Pengadaan atau Unit Layanan Pengadaan pada proses
pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik. LPSE ini ialah unit kerja
yang berada di lingkungan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat
Daerah/Institusi (K/L/D/I) yang dibentuk untuk menyelenggarakan sistem
pelayanan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik.
2. ULP
Implementasi ULP adalah sistem dan unit organisasi pemerintah yang
berfungsi melaksanakan pengadaan barang/jasa, artinya unit inilah yang
melaksanakan proses pengadaan
mulai dari menyusun rencana pemilihan
penyedia barang dan jasa sampai dengan melakukan evaluasi administrasi,
teknis dan harga terhadap penawaran yang masuk.
b. Definisi Operasional
1. Penerapan LPSE
a. Mengelola sistem e-procurement.
b. Menyediakan pelatihan kepada PPK atau Panitia dan Penyedia barang
atau jasa.
c. Menyediakan sarna akses internet bagi PPK/Panitia dan Penyedia
barang atau jasa.
d. Melakukan pendaftaran dan verifikasi terhadap PPK atau Panitia dan
Penyedia barang atau jasa.
2. Penerapan ULP
a. Melaksanakan proses pengadaan mulai dari menyusun rencana pemilihan
penyedia barang dan jasa sampai dengan melakukan evaluasi
administrasi, teknis dan harga terhadap penawaran yang masuk.
b.
Memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan pengadaan
barang/jasa kepada PA/KPA.
10
Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian
empiris. Penelitian empiris yaitu metode penyusunan yang mendeskripsikan
fakta-fakta yang digali dari objek penelitian apakah sesuai atau tidak
pelaksanaannya dengan peraturan perundang-undangan.
b. Sumber Data
Mengenai sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu
dengan menggunakan:
1. Data Primer
Data yang diperoleh dari wawancara mendalam (in-depth interview) dengan
pihak-pihak yang terkait yaitu LPSE dan ULP dengan obyek yang diteliti
serta memberikan pertanyaan lisan kepada yang terkait seperti Unit Layanan
Pengadaan.
2. Data Sekunder
Pemakaian data sekunder dalam penelitian merupakan keperluan utama,
karena penelitian ini berkaitan dengan data sekunder yang digunakan
diantaranya peraturan perundang-undangan, literatur-literatur, dokumendokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah dan lain-lain yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti yaitu implementasi layanan pengadaan barang
dan jasa secara elektronik di Kota Yogyakarta.
c. TeknikPengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam mencari
informasi yang dibutuhkan adalah:
1. Wawancara
Bungin (2008: 108) menjelaskan bahwa wawancara mendalam (in-depth
interview) secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara
dengan informan untuk mendapatkan data secara detail. Teknik ini
dipergunakan untuk mendapatkan informasi secara lisan dari pada informan
yang telah ditentukan.
Pada penelitian ini akan dilakukan wawancara awal dengan anggota ULP
11
dan LPSE yang bernama Bapak “Sulistio Handoko, Bagian Administrasi
System. Berdasarkan dari wawancara tersebut dijadikan landasan untuk
memahami tentang implementasi pengadaan barang/jasa di Kota Yogyakarta,
kemudian melakukan secara luas dan mendalam mengenai segala sesuatu
informasi dengan mengajukan tanya jawab atau percakapan secara langsung
berdasarkan daftar pertanyaan sebagai panduan kepada informan.
2. Observasi
Teknik observasi ini dipergunakan untuk memperoleh gambaran tempat
penelitian, sejarahnya, keadaan penduduk dan pendapatnya tentang
pelaksanaan kebijakan. Pelaksanaan teknik ini adalah dengan cara penelitian
turun langsung ke dalam lingkungan subyek untuk membuat catatan lapangan
yang dikumpulkan secara sistematis.
3. Dokumentasi
Melalui teknik ini mempelajari berbagai sumber data melalui laporan
hasil penelitian, catatan, buku, agenda, surat kabar dan majalah. Tujuannya
adalah untuk mencari kebenaran ilmiah secara umum sebagai landasan
berpijak dalam menganalisa data dan menjawab permasalahan yang diajukan.
4. Quesioner
Quesioner digunakan untuk mengetahui pendapat tentang implementasi
pengadaan barang/jasa di Kota Yogyakarta. Quesioner disajikan dalam
bentuk pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada subjek penelitian.
d. Validitas Data
Untuk mengukur derajat kepercayaan (kredibilitas) menggunakan teknik
pemeriksaan keabsahan data. Teknik pemeriksaan keabsahan data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan teknik triangulasi data. Triangulasi
data adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain
diluar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data
tersebut.
5. Teknik Analisis Data
Teknik yang dipakai adalah mengembangkan suatu kerangka kerja
deskriptif untuk mengorganisasikan studi kasus atau deskriptif kasus.
Penganalisaan data hasil penelitian memakai metode analisa deskriptif kualitatif.
12
Jangkauan Penelitian
Jangkauan dalam penelitian ini, penulis akan membagi batasan-batasan yang
akan menyulitkan untuk melakukan penelitian dan pengumpulan data. Sehingga
penulis membatasi cakupan itu. Penelitian ini akan merucut kepada pemerintah
Kota Yogyakarta. Kemudian Penelitian ini akan memetakan beberapa hal yang
terkait dengan penelitian seperti Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang sebagai
pihak pengelola Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Yogyakarta,
kemudian LPSE itu sendiri, baik LPSE Pusat yang sebagai sample. Seperti di
lingkungan Kementerian dan LPSE Daerah. Dan terakhir Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Sebagai Pusat pengendalian keseluruhan LPSE
di Indonesia.
Kesimpulan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Penerapan layanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik di Kota
Yogyakarta sudah berjalan dengan baik. Hal ini nampak dari nilai korelasi antara
aspek kepemimpinan pemerintahan, manajemen sumber daya manusia,
perencanaan dan manajemen, kebijakan, perundang-undangan dan peraturan,
infrastruktur dan web services, standar, swasta integrasi, sistem (e-Gp),serta
efisiensi dan efektifitas dianggap sudah berjalan dengan baik oleh responden.
Hal ini dapat dilihat dari hasil kuesioner yang menanyakan tentang penerapan
implementasi pengadaan barang dan jasa secara elektronik di Kota Yogyakarta
sejumlah 22 responden menyatakan bahwa implementasinya sudah baik.
2. Peran dan fungsi Unit Layanan Pengadaan (ULP), Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah (LKPP) dan Layanan Pengadaan Secara
Elektronik (LPSE) terhadap sistem e-procurement di Indonesia sangat penting
dalam menyelenggarakan, menerapkan, melaksanakan dan menjalankan proses
pengadaan barang atau jasa. Ini akan membantu untuk menuju proses pengadaan
barang/jasa yang efektif, efisien, terbuka, akuntabilitas, bersaing, dan
mendukung praktek bebas KKN. Selain itu, perannya dapat mengawal proses
pengadaan
barang/jasa
sehingga
penyelewengan.
13
akan
meminimalisir
bentuk-bentuk
3. Berdasarkan hasil kuesioner diketahui bahwa terdapat keterkaitan antara peran
kepemimpinan pemerintah dengan efektif dan efisiensi pelaksanaan pengadaan
barang/jasa di Yogyakarta. Unsur yang mempunyai nilai tertinggi yaitu unsur
manajemen sumber daya manusia yaitu sebesar 3,07. Mayoritas responden
memberikan jawaban bahwa manajemen sumber daya manusia dalam proses
pengadaan barang/jasa merupakan unsur penting untuk memenuhi prinsipprinsip pengadaan barang/jasa yang baik. Hal ini juga sesuai dengan nilai
koefisien korelasi yang diperoleh antara manajemen sumber daya manusia
dengan efektif dan efisiensi sebesar 0,448 dengan nilai p = 0,013 (p<0,05), yang
berarti terdapat korelasi yang signifikan antara manajemen sumber daya manusia
dengan efektif dan efisiensi dalam efektifitas penerapan implementasi sistem EProcurement. Selain manajemen sumber daya manusia, terdapat unsur lain yang
juga berkorelasi dengan efektivitas dan efisiensi penerapan implementasi system
E-Procurement yaitu unsur perundang-undangan dan peraturan serta sistem
(sistem E-GP). Koefisien korelasi antara perundang-undangan dan peraturan
dengan efektif dan efisiensi sebesar 0,464 dengan nilai p = 0,010 (p<0,05), yang
berarti terdapat korelasi yang signifikan antara perundang-undangan dan
peraturan dengan efektif dan efisiensi dalam efektifitas penerapan implementasi
sistem E-Procurement. Koefisien korelasi antara sistem (sistem E-GP) dengan
efektif dan efisiensi sebesar 0,374 dengan nilai p = 0,042 (p<0,05), yang berarti
terdapat korelasi yang signifikan antara sistem (sistem E-GP) dengan efektif dan
efisiensi dalam efektifitas penerapan implementasi sistem E-Procurement.
Artinya nilai yang terendah yaitu sistem. Kondisi sumber daya manusia yang
sangat berkorelasi dengan dengan efektif dan efisiensi karena manusia adalah
unsur utama yang menggerakkan kegiatan termasuk sistem yang ada. Hal ini
dikarenakan sebaik apapun sistem yang ada tanpa adanya sumber daya manusia
yang baik dalam melaksanakan sistem yang ada, maka sistem tersebut tidak
akan berjalan dengan lancar.
4. Hubungan antara LPSE dan ULP adalah saling menguatkan. SKPD membuat
Rencana Umum Pengadaan (RUP), setelah itu RUP diumumkan melalui LPSE.
SKPD selanjutnya membuat rencana pelaksanaan pengadaan bersama dengan
ULP. Tahap selanjutnya adalah SKPD menyerahkan rencana pelaksanaan
14
pengadaan ke ULP. Setelah itu ULP menyusun dokumen pengadaan. Kemudian
pokja pengadaan melakukan proses pengadaan. ULP selanjutnya menyerahkan
berita acara hasil pengadaan ke SKPD. Setelah itu PPK menerbitkan surat
penunjukan penyedia barang/jasa. Langkah berikutnya SKPD melaksanakan
kontrak pekerjaan, dan tahap terakhir adalah diketahuinya hasil pekerjaan
barang/jasa.
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan di atas, maka peneliti dapat
memberi saran sebagai berikut:
1. Meskipun Unit Layanan Pengadaan berupaya melakukan implementasi
pengadaan barang dan jasa secara elektronik di Kota Yogyakarta dengan baik,
namun kaitannya dengan kebijakan dan standar yang jelas nampaknya masih
perlu ditingkatkan agar dapat memberikan hasil yang lebih optimal dan
berkualitas.
2. Berdasarkan hasil penelitian dan observasi lapangan yang telah dilakukan,
diperoleh informasi bahwa Unit Layanan Pengadaan Yogyakarta masih
menumpang dan satu kepemimpinan bersama dengan Bagian Administrasi
Yogyakarta. Maka dari itu, untuk lebih meningkatkan kualitas kinerja Unit
Layanan Pengadaan ke depannya nanti, diharapkan Unit Layanan Pengadaan
dapat berdiri sendiri. Sehingga selain lebih mudah pengelolaannya, proses kerja
juga akan lebih fokus karena tidak ada lagi pegawai yang bekerja di dua tempat
sekaligus.
15
Download