ABSTRAK E-procurement adalah sistem pengadaan barang atau jasa dengan menggunakan media elektronik seperti internet atau jaringan komputer. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana penerapan layanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik di Kota Yogyakarta?. Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian empiris. Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam mencari informasi yang digunakan yaitu observasi, wawancara dan kepustakaan. Teknik yang dipakai adalah mengembangkan suatu kerangka kerja deskriptif untuk mengorganisasikan studi kasus atau deskriptif kasus. Penganalisaan data hasil penelitian memakai metode analisa deskriptif kualitatif. Kesimpulan pertama penelitian ini adalah penerapan layanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik di Kota Yogyakarta sudah berjalan dengan baik. Kedua, peran dan fungsi Unit Layanan Pengadaan (ULP), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah (LKPP) dan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) terhadap sistem e-procurement di Indonesia sangat penting dalam menyelenggarakan, menerapkan, melaksanakan dan menjalankan proses pengadaan barang atau jasa. Ini akan membantu untuk menuju proses pengadaan barang/jasa yang efektif, efisien, terbuka, akuntabilitas, bersaing, dan mendukung praktek bebas KKN. Ketiga, terdapat keterkaitan antara manajemen sumber daya manusia dengan efektif dan efisiensi pelaksanaan pengadaan barang/jasa di Yogyakarta. Unsur yang mempunyai nilai tertinggi yaitu unsur manajemen sumber daya manusia yaitu sebesar 3,07. Hal ini juga sesuai dengan nilai koefisien korelasi yang diperoleh antara manajemen sumber daya manusia dengan efektif dan efisiensi sebesar 0,448 dengan nilai p=0,013 (p<0,05). Selain manajemen sumber daya manusia, terdapat unsur lain yang juga berkorelasi dengan efektivitas dan efisiensi penerapan implementasi sistem E-Procurement yaitu unsur perundang-undangan dan peraturan serta sistem (sistem E-GP). Koefisien korelasi antara perundang-undangan dan peraturan dengan efektif dan efisiensi sebesar 0,464 dengan nilai p=0,010 (p<0,05), yang berarti terdapat korelasi yang signifikan antara perundang-undangan dan peraturan dengan efektif dan efisiensi dalam efektifitas penerapan implementasi sistem E-Procurement. Koefisien korelasi antara sistem (sistem E-GP) dengan efektif dan efisiensi sebesar 0,374 dengan nilai p=0,042 (p<0,05), yang berarti terdapat korelasi yang signifikan antara sistem (sistem E-GP) dengan efektif dan efisiensi dalam efektifitas penerapan implementasi sistem E-Procurement. Kata Kunci: Penerapan Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik PENDAHULUAN Di Indonesia, pengadaan barang dan jasa harus melalui proses lelang yang memakan waktu lebih dari 90 hari atau sekitar tiga bulan. Mulai dari pengumuman lelang di media massa, pendaftaran calon penawar, pemilihan pemenang tender, sampai banding jika ada peserta tender yang tidak terima. Proses yang berbelit dalam tender itu 1 berpotensi menimbulkan beragam penyelewengan. “Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada awal 2007, sekitar 75% kasus korupsi berasal dari proses pengadaan barang dan jasa (procurement). Kemudian diteruskan lagi oleh Juru Bicara KPK “Johan Budi SP” menyatakan hampir 80% kasus yang ditangani adalah korupsi dari pengadaan barang dan jasa” (Jakarta, Rabu 18 April 2012). E-Procurement merupakan salah satu pendekatan terbaik dalam mencegah terjadinya koruspsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Adanya e-procurement peluang untuk kontak langsung antara penyedia barang/jasa dengan panitia pengadaan menjadi semakin kecil, lebih transparan, lebih hemat waktu dan biaya serta dalam pelaksanaannya mudah untuk melakukan pertanggung jawaban keuangan. Hal tersebut dikarenakan sistem elektronik tersebut mendapatkan sertifikasi secara internasional. Sistem e-procurement merupakan sebagai wujud Good Governance. Saat ini e-procurement merupakan salah satu pendekatan terbaik dalam mencegah terjadinya KKN dalam pengadaanbarang dan jasa pemerintah. Dengan eprocurement peluang untuk kontak langsung antara penyedia barang atau jasa dengan panitia pengadaan menjadi semakin kecil, lebih transparan, lebih hemat waktu dan biaya serta dalam pelaksanaannya mudah untuk dilakukan pertanggungjawaban. Namun dalam pelaksanaannya, oleh karena prosese- procurement ini baru diterapkan, tentunya banyak kendala-kendala yang dihadapi. Salah satu instansi yang telahmenerapkaneprocurement yaitu Kota Yogyakarta. Proses pengadaan secara manual berimplikasi pada sulitnya informasi harga satuan khusus, juga perbedaan perlakuan kepada calon penyedia barang dan jasa. Juga lemahnya pertanggung jawaban terhadap proses pengadaan. Tidak adanya informasi stok barang digudang menyebabkan sulitnya mencapai sasaran stok optimal. Aplikasi E-Proc mampu membawa manfaat bagi perusahaan yakni adanya standarisasi proses pengadaan berbasis IT. Manfaat yang diperoleh e-procurement meliputi menghemat uang, waktu, dan beban kerja tambahan yang normalnya berhubungan dengan pekerjaan tulis-menulis. Proses pengadaan konvensional biasanya melibatkan banyak pemrosesan kertas-kertas, yang mana menghabiskan sejumlah besar waktu dan uang. Banyak perusahaan telah menerapkan e-procurement dengan sukses, dan memperoleh. Pemerintah kota Yogyakarta saat ini telah menerapkan e-procurement. Bentuk kelambagaan LPSE adalah Sekretariat di Sub Bagian Pengendalian Administrasi pada 2 Bagian Pengendalian Pembangunan Setda Kota Yogyakarta. Jumlah personil LPSE 15 orang, 5 orang diantaranya outshorching. Paket Pekerjaan wajib e-procurement yang ada di pemerintah Yogyakarta pada tahun 2008 adalah 11 paket pekerjaan (sesuai dengan MoU Bappenas), tahun 2009 sejumlah paket pekerjaan di atas 500 juta (sesuai dengan Perwal No. 18 Tahun 2009), dan di tahun 2010 berupa paket pekerjaan di atas 100 juta melalui ULP (sesuai dengan Perwal ULP). Penelitian yang berkaitan dengan penerapan layanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik di Kota Yogyakarta penting untuk dilakukan mengingak kota Yogyakarta telah menerapkan e-procurement sementara belum ada penelitian yang mengkaji efektivitas dari penerapannya. Penerapan e-procurement secara efektif akan mewujudkan manfaat dari e-procurement secara maksimal. Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana penerapan layanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik di Kota Yogyakarta? Kerangka Teori Untuk menjelaskan permasalahan yang ada, maka penulis akan menggunakan konsep E-Government, serta E-Procurement. 1. E-Government 1.1. E-Government dalam Governance Istilah “Governance” menunjukkan suatu proses di mana rakyat dapat mengatur ekonominya, institusi dan sumber-sumber sosial dan politiknya tidak hanya dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi, dan untuk kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, bahwa kemampuan suatu negara mencapai tujuan negara sangat tergantung pada kualitas tata kepemerintahan di mana pemerintah melakukan interaksi dengan sektor swasta dan masyarakat (Thoha; 2000, 12). Good governance tidak hanya penting bagi eksistensi negara bangsa yang berkeadilan dan berkemakmuran, namun juga penting juga diterapkan di daerah, termasuk unit-unit politik yang lebih bawah lagi. Lebih-lebih ketika otoritas dan kekuasaan negara banyak didesentralisasikan ke daerah. Konsep desentralisasi sebenarnya tidak hanya berkaitan dengan pendelegasian masalah-masalah teknis administratif, tetapi juga masalah-masalah kekuasaan. Melalui good governance, di 3 daerah akan ditemukan sebuah entitas atau kehidupan politik yang berkarakteristik seperti adanya partisipasi, memiliki visi yang strategis, rule of law, transparansi, responsif, pertanggungjawaban dan efektivitas serta efisien. Karakteristik demikian sangat diperlukan guna mencapai tujuan desentralisasi itu, yakni adanya pengelolaan daerah yang sesuai dengan konteks kedaerahan. Teori governance dengan salah satu pendekatannya yang disebut socio cybernatics approach (Rhodes, 1996). Inti dari pendekatan ini adalah bahwa sejalan dengan pesatnya perkembangan masyarakat dan kian kompleknya isyu yang harus segera diputuskan, beragamnya institusi pemerintah serta kekuatan masyarakat madani (civil society) yang berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan (policy making), maka hasil akhir (outcome) yang memuaskan dari kebijakan publik tidak mungkin dicapai jika hanya mengandalkan sektor pemerintah saja. Berkaitan dengan hal tersebut Wahab (1999: 5) menyatakan bahwa “Kebijakan publik yang efektif dari sudut teori governance adalah produk sinergi interaksional dari beragam aktor atau institusi”. World Bank memberikan definisi istilah governance sebagai cara kekuasaan negara digunakan untuk mengatur sumber daya ekonomi dan sosial dalam pembangunan masyarakat (the way state power is used in managing economic and social resources for development of society). Sementara UNDP dalam LAN dan BPKP (2000: 5) mendefinisikan sebagai berikut “the exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels”. Menurut definisi terakhir ini, governance mempunyai tiga kaki (three legs), yaitu economic, political, dan administrative. Economic governance meliputi prosesproses pembuatan keputusan (decision-making processes) yang memfasilitasi aktivitas ekonomi di dalam negeri dan interaksi diantara penyelenggara ekonomi. Economic governance mempunyai implikasi terhadap keadilan, kesejahteraan, dan kualitas hidup (equity, poverty and quality of live). Revitalisasi birokrasi melalui penataan kembali sistem manajemen publik dalam mengantisipasi tuntutan sektor swasta dan masyarakat pada umumnya menjadi sangat penting. Good governance mengarahkan kepada upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan proses manajemen pemerintahan sehingga kinerjanya menjadi lebih baik. Pola dan gaya pemerintahan harus segera dibenahi 4 dan dikembangkan dengan menggunakan konsep good governance. Untuk mewujudkan good governance, maka dapat didukung dengan diterapkannya e-government. 1.2. E-Government dalam Birokrasi Revolusi teknologi komunikasi dan teknologi informasi telah melahirkan high-tech komunikasi dan informasi atau dikenal dengan singkatan ICT. Keuntungan yang ditawarkan ICT sudah banyak dipraktekkan dalam administrasi pembangunan dan pelayanan pemerintahan. Salah satu cara yang ditempuh dalam aplikasi ICT dalam mekanisme birokrasi pemerintahan adalah melalui penerapan electronic Government (e-government). Di Indonesia telah diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-government. Dengan diberlakukannya Inpres tersebut maka semakin banyak daerah yang mempunyai kekuatan dan payung hukum untuk berkiprah dalam menerapkan e-government. Implementasi e-government system yang mendominasi di seluruh dunia saat ini berupa integrasi data kependudukan secara nasional dan pelayanan pendaftaran warga negara antara lain pendaftaran kelahiran, pernikahan, kematian, penggantian alamat, dan perpajakan. Disinilah peran pemerintah sebagai koordinator utama untuk menciptakan lingkungan penyelenggaraan pemerintahan. Agar pelayanan publik berjalan lebih efektif, perlu ada dorongan pada pemerintah agar menyegerakan penerapan e-government system (Shalahuddin dan Rusli, 2005). Pemerintah dapat memanfaatkan peluang dari teknologi yang digunakan dalam e-government system yaitu teknologi informasi dan komunikasi, mengingat kelak masyarakat memiliki alternatif dalam mengakses pelayanan publik secara tradisional maupun modern (Indrajit, 2002). Namun demikian, ada dua hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah saat menerapkan e-government system, yaitu: a. Kebutuhan masyarakat menjadi prioritas utama dalam pelayanan pemerintah. Pemerintah seyogyanya tidak lagi memposisikan sebagai pihak yang dominan, tetapi mempertimbangkan posisinya sebagai penyedia layanan bagi masyarakat. b. Ketersediaan sumber daya, baik dari sisi warga negara maupun pihak pemerintah. Sumber daya dimaknai sebagai sumber daya manusia yang 5 terampil dan ketersediaan sumberdaya teknologi yang merata. Tujuan besar dari penerapan e-government system adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. E-government system dapat mendorong terwujudnya tata kelola pemerintahan yang transaparan, akuntabel, bebas korupsi, ramping birokrasi, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan. Pelayanan publik yang baik, efektif, dan efisien, dapat menjadi tolok ukur keberhasilan pembangunan di suatu negara. Pemerintah di Indonesia perlu menyediakan secara proporsional tenaga ahli di bidang teknologi informasi dan komunikasi dalam tubuh lembaga pemerintahan dan penyedia layanan publik, serta menjembatani kesenjangan aksesibilitas teknologi di seluruh wilayah Indonesia. Semenjak 2004, pemerintah melalui Departemen Komunikasi dan Informatika telah membuat blue-print untuk pengembangan aplikasi sistem egovernment. Dalam lembar cetak biru tersebut telah dijelaskan bagaimana penggunaan dan pengkoneksian jaringan di tingkat daerah maupun pusat. Hal-hal yang sudah tertuang dalam blue print itu seyogyanya dapat dimanfaatkan oleh instansi pemerintah untuk menjawab tantangan pelayanan publik yang lebih modern dan efektif. Implementasi e-government system di Indonesia masih separuh jalan dan masih jauh di bawah standar yang ideal dan yang diinginkan. Agar mencapai kondisi yang ideal, harus dilakukan penyempurnaan konsep dan strategi pelaksanaan e-government system dari berbagai sisi. Berkaca dari Kabupaten Sragen yang sudah menerapkan e-government system dalam penyelenggaraan pemerintahan dari tingkat Kabupaten hingga Desa, menjadi bukti jika teknologi informasi dan komunikasi dapat diterapkan di Indonesia dan menjadi sarana terpenting dalam perbaikan tata kelola pemerintahan. 2. Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Kegiatan untuk memperoleh barang dan jasa oleh lembaga, perangkat daerah atau institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan memperoleh barang atau jasa. Proses e-procurement ini akan menjadi transparan dan dapat mudah diawasi oleh masyarakat sehingga proses pengadaan barang dan jasa pemerintah akan adil (fair). Pemilihan penyedia barang dan jasa dengan menggunakan sistem e-procurement 6 diaplikasikan untuk mewujudkan tujuan pelaksanaan barang dan jasa pemerintah yang efektif, efisien, transparan, adil atau tidak diskriminatif dan akuntabel. E-procurement atau lelang secara elektronik adalah proses pengadaan barang atau jasa dalam lingkup pemerintah yang menggunakan perangkat teknologi dan komunikasi dalam setiap proses dan langkahnya. E-procurement dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu e-tendering dan e-purchasing. Instrumen ini memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi meliputi pelelangan umum secara elektronik yang diselenggarkan oleh Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Barang menurut Yamit (2001: 16) merupakan benda yang dapat digunakan untuk keperluan tertentu, sedangkan jasa adalah pelayanan yang diberikan individu atau organisasi kepada konsumen. Pengertian service (pelayanan) menurut Pendit dan Sudarta (2004: 33) adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang penyedia jasa untuk seseorang sebagai penerima pelayanan agar menikmati suatu manfaat atau merasa puas dan senang. Disimpulkan bahwa e-purchasing sebagai tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik. Untuk mengatur pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan BI, BHMN, BUMN atau BUMD yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari APBN, APBD, pinjaman atau hibah. Tujuannya ialah agar pelaksanaan pengadaan barang atau jasa dilakukan secara efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil atau tidak diskriminatif, dan akuntabel. Ini sesuai dengan Peraturan Presiden No.54 Tahun 2010. 3. Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) 3.1. Pengertian LPSE LPSE adalah unit kerja atau pelaksana yang menfasilitasi Panitia Pengadaan atau Unit Layanan Pengadaan pada proses pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik.Layanan Pengadaan Secara Elektronik yang selanjutnya disebut LPSE ini ialah unit kerja yang berada di lingkungan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi (K/L/D/I) yang dibentuk untuk menyelenggarakan sistem pelayanan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik. Sistem Pengadaan Secara Elektronik atau disingkat SPSE adalah aplikasi eprocurement yang dikembangkan oleh LKPP untuk digunakan oleh LPSE di 7 instansi pemerintah seluruh Indonesia. Fungsi LPSE ialah Menyelenggarakan Proses Lelang yang dimulai dari Informasi-infromasi terkait lelang. Seperti, Informasi Pendaftaran sampai kepada informasi Pengumuman. Sistem pengadaan secara elektronik inilah yang mengatur semua bentuk proyek atau tender dengan sistem e-procurement. Artinya bahwa Sistem e-procurement merupakan proses pengadaan barang/jasa pemrintah yang pelaksanaannya dilakukan secara elektronik dan berbasis web atau internet dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi dalam proses pengadaan barang atau jasa secara elektronik yang diselenggarakan oleh layanan pengadaan secara elektronik (LPSE). 3.2. Unsur-Unsur LPSE 3.2.1. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Pada bulan Desember 2007, presiden mengeluarkan Keppres No.106 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Lembaga ini merupakan ‘pemekaran’ Pusat Pengadaan yang sebelumnya berada di Bappenas. Dengan adanya Keppres ini, seluruh tugas menyangkut kebijakan pengadaan barang dan jasa pemerintah menjadi tanggung jawab LKPP, termasuk di dalamya pengembangan dan implementasi electronic government procurement. 3.2.2. Unit Layanan Pengadaan Unit Layanan Pengadaan sebagaimana yang tercantum dalam Perpres dimaksud, Unit Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP adalah unit organisasi pemerintah yang berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa di K/L/D/I (Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya) yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada (pasal 1 angka 8). Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa fungsi utama ULP adalah pelaksanaan pengadaan, artinya unit inilah yang melaksanakan proses pengadaan mulai dari menyusun rencana pemilihan penyedia barang dan jasa sampai dengan melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap penawaran yang masuk. Unit ini bersifat permanen artinya bersifat tetap bukan panitia atau unit ad-hoc, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada, karena ULP merupakan unit dari K/L/D/I. 8 3.2.3. E-Procurement Galliers (Croom and Jones, 2005: 371) menyatakan bahwa “...dengan adanya sistem inter-organisasiona dan perdagangan secara elektronik (e-commerce) khususya, maka jelas bahwa pertanyaan tentang suatu kejelasan melampaui apa yang kita miliki untuk mengetahui kejelasan mengenai isu bisnisTI. Secara sederhana, tidak ada kasus internal yang bertahan lama. Saat ini, beberapa isu meliputi kejelasan dengan mengkolaborasikan beberapa perusahaan dan strategi TI serta perlengkapan pelanggan (baru-baru ini menandai/megutamakan menajemen hubungan antar pelanggan). Terbukanya organisasi terhadap e-business memiliki dampak yang signifikan terhadap strategi suplier IT (Information Technologi) dan sistem informasi (Information System) serta dampak terhadap bentuk pemerintahan, atau perjanjian, struktur yang dipakai dalam penyediaan barang. Kerangka Pemikiran Berdasarkan uraian yang ada di kerangka teori, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut: Input Proses Pekerjaan yang ditender Output Outcome - Regulasi - Kontrak - Transparasi - ULP - Pelaksanaan kontrak - Efisiensi - Kelembagaan - Evaluasi kontrak - Efektivitas e-government yang baik Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa input yang ada merupakan pekerjaan yang ditender sedangkan prosesnya meliputi regulasi, ULP serta kelembagaan. Output dari kegiatan yaitu kontrak, pelaksanaan kontrak dan evaluasi. Outcome kegiatan yaitu transparasi, efisiensi maupun efektivitas. 9 Definisi Konsepsional dan Operasional a. Definisi Konsepsional 1. LPSE Implementasi LPSE adalah penerapan unit kerja atau pelaksana yang menfasilitasi Panitia Pengadaan atau Unit Layanan Pengadaan pada proses pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik. LPSE ini ialah unit kerja yang berada di lingkungan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi (K/L/D/I) yang dibentuk untuk menyelenggarakan sistem pelayanan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik. 2. ULP Implementasi ULP adalah sistem dan unit organisasi pemerintah yang berfungsi melaksanakan pengadaan barang/jasa, artinya unit inilah yang melaksanakan proses pengadaan mulai dari menyusun rencana pemilihan penyedia barang dan jasa sampai dengan melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap penawaran yang masuk. b. Definisi Operasional 1. Penerapan LPSE a. Mengelola sistem e-procurement. b. Menyediakan pelatihan kepada PPK atau Panitia dan Penyedia barang atau jasa. c. Menyediakan sarna akses internet bagi PPK/Panitia dan Penyedia barang atau jasa. d. Melakukan pendaftaran dan verifikasi terhadap PPK atau Panitia dan Penyedia barang atau jasa. 2. Penerapan ULP a. Melaksanakan proses pengadaan mulai dari menyusun rencana pemilihan penyedia barang dan jasa sampai dengan melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap penawaran yang masuk. b. Memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa kepada PA/KPA. 10 Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian empiris. Penelitian empiris yaitu metode penyusunan yang mendeskripsikan fakta-fakta yang digali dari objek penelitian apakah sesuai atau tidak pelaksanaannya dengan peraturan perundang-undangan. b. Sumber Data Mengenai sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu dengan menggunakan: 1. Data Primer Data yang diperoleh dari wawancara mendalam (in-depth interview) dengan pihak-pihak yang terkait yaitu LPSE dan ULP dengan obyek yang diteliti serta memberikan pertanyaan lisan kepada yang terkait seperti Unit Layanan Pengadaan. 2. Data Sekunder Pemakaian data sekunder dalam penelitian merupakan keperluan utama, karena penelitian ini berkaitan dengan data sekunder yang digunakan diantaranya peraturan perundang-undangan, literatur-literatur, dokumendokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti yaitu implementasi layanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik di Kota Yogyakarta. c. TeknikPengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam mencari informasi yang dibutuhkan adalah: 1. Wawancara Bungin (2008: 108) menjelaskan bahwa wawancara mendalam (in-depth interview) secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan untuk mendapatkan data secara detail. Teknik ini dipergunakan untuk mendapatkan informasi secara lisan dari pada informan yang telah ditentukan. Pada penelitian ini akan dilakukan wawancara awal dengan anggota ULP 11 dan LPSE yang bernama Bapak “Sulistio Handoko, Bagian Administrasi System. Berdasarkan dari wawancara tersebut dijadikan landasan untuk memahami tentang implementasi pengadaan barang/jasa di Kota Yogyakarta, kemudian melakukan secara luas dan mendalam mengenai segala sesuatu informasi dengan mengajukan tanya jawab atau percakapan secara langsung berdasarkan daftar pertanyaan sebagai panduan kepada informan. 2. Observasi Teknik observasi ini dipergunakan untuk memperoleh gambaran tempat penelitian, sejarahnya, keadaan penduduk dan pendapatnya tentang pelaksanaan kebijakan. Pelaksanaan teknik ini adalah dengan cara penelitian turun langsung ke dalam lingkungan subyek untuk membuat catatan lapangan yang dikumpulkan secara sistematis. 3. Dokumentasi Melalui teknik ini mempelajari berbagai sumber data melalui laporan hasil penelitian, catatan, buku, agenda, surat kabar dan majalah. Tujuannya adalah untuk mencari kebenaran ilmiah secara umum sebagai landasan berpijak dalam menganalisa data dan menjawab permasalahan yang diajukan. 4. Quesioner Quesioner digunakan untuk mengetahui pendapat tentang implementasi pengadaan barang/jasa di Kota Yogyakarta. Quesioner disajikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada subjek penelitian. d. Validitas Data Untuk mengukur derajat kepercayaan (kredibilitas) menggunakan teknik pemeriksaan keabsahan data. Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan teknik triangulasi data. Triangulasi data adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data tersebut. 5. Teknik Analisis Data Teknik yang dipakai adalah mengembangkan suatu kerangka kerja deskriptif untuk mengorganisasikan studi kasus atau deskriptif kasus. Penganalisaan data hasil penelitian memakai metode analisa deskriptif kualitatif. 12 Jangkauan Penelitian Jangkauan dalam penelitian ini, penulis akan membagi batasan-batasan yang akan menyulitkan untuk melakukan penelitian dan pengumpulan data. Sehingga penulis membatasi cakupan itu. Penelitian ini akan merucut kepada pemerintah Kota Yogyakarta. Kemudian Penelitian ini akan memetakan beberapa hal yang terkait dengan penelitian seperti Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang sebagai pihak pengelola Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Yogyakarta, kemudian LPSE itu sendiri, baik LPSE Pusat yang sebagai sample. Seperti di lingkungan Kementerian dan LPSE Daerah. Dan terakhir Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Sebagai Pusat pengendalian keseluruhan LPSE di Indonesia. Kesimpulan kesimpulan sebagai berikut: 1. Penerapan layanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik di Kota Yogyakarta sudah berjalan dengan baik. Hal ini nampak dari nilai korelasi antara aspek kepemimpinan pemerintahan, manajemen sumber daya manusia, perencanaan dan manajemen, kebijakan, perundang-undangan dan peraturan, infrastruktur dan web services, standar, swasta integrasi, sistem (e-Gp),serta efisiensi dan efektifitas dianggap sudah berjalan dengan baik oleh responden. Hal ini dapat dilihat dari hasil kuesioner yang menanyakan tentang penerapan implementasi pengadaan barang dan jasa secara elektronik di Kota Yogyakarta sejumlah 22 responden menyatakan bahwa implementasinya sudah baik. 2. Peran dan fungsi Unit Layanan Pengadaan (ULP), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah (LKPP) dan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) terhadap sistem e-procurement di Indonesia sangat penting dalam menyelenggarakan, menerapkan, melaksanakan dan menjalankan proses pengadaan barang atau jasa. Ini akan membantu untuk menuju proses pengadaan barang/jasa yang efektif, efisien, terbuka, akuntabilitas, bersaing, dan mendukung praktek bebas KKN. Selain itu, perannya dapat mengawal proses pengadaan barang/jasa sehingga penyelewengan. 13 akan meminimalisir bentuk-bentuk 3. Berdasarkan hasil kuesioner diketahui bahwa terdapat keterkaitan antara peran kepemimpinan pemerintah dengan efektif dan efisiensi pelaksanaan pengadaan barang/jasa di Yogyakarta. Unsur yang mempunyai nilai tertinggi yaitu unsur manajemen sumber daya manusia yaitu sebesar 3,07. Mayoritas responden memberikan jawaban bahwa manajemen sumber daya manusia dalam proses pengadaan barang/jasa merupakan unsur penting untuk memenuhi prinsipprinsip pengadaan barang/jasa yang baik. Hal ini juga sesuai dengan nilai koefisien korelasi yang diperoleh antara manajemen sumber daya manusia dengan efektif dan efisiensi sebesar 0,448 dengan nilai p = 0,013 (p<0,05), yang berarti terdapat korelasi yang signifikan antara manajemen sumber daya manusia dengan efektif dan efisiensi dalam efektifitas penerapan implementasi sistem EProcurement. Selain manajemen sumber daya manusia, terdapat unsur lain yang juga berkorelasi dengan efektivitas dan efisiensi penerapan implementasi system E-Procurement yaitu unsur perundang-undangan dan peraturan serta sistem (sistem E-GP). Koefisien korelasi antara perundang-undangan dan peraturan dengan efektif dan efisiensi sebesar 0,464 dengan nilai p = 0,010 (p<0,05), yang berarti terdapat korelasi yang signifikan antara perundang-undangan dan peraturan dengan efektif dan efisiensi dalam efektifitas penerapan implementasi sistem E-Procurement. Koefisien korelasi antara sistem (sistem E-GP) dengan efektif dan efisiensi sebesar 0,374 dengan nilai p = 0,042 (p<0,05), yang berarti terdapat korelasi yang signifikan antara sistem (sistem E-GP) dengan efektif dan efisiensi dalam efektifitas penerapan implementasi sistem E-Procurement. Artinya nilai yang terendah yaitu sistem. Kondisi sumber daya manusia yang sangat berkorelasi dengan dengan efektif dan efisiensi karena manusia adalah unsur utama yang menggerakkan kegiatan termasuk sistem yang ada. Hal ini dikarenakan sebaik apapun sistem yang ada tanpa adanya sumber daya manusia yang baik dalam melaksanakan sistem yang ada, maka sistem tersebut tidak akan berjalan dengan lancar. 4. Hubungan antara LPSE dan ULP adalah saling menguatkan. SKPD membuat Rencana Umum Pengadaan (RUP), setelah itu RUP diumumkan melalui LPSE. SKPD selanjutnya membuat rencana pelaksanaan pengadaan bersama dengan ULP. Tahap selanjutnya adalah SKPD menyerahkan rencana pelaksanaan 14 pengadaan ke ULP. Setelah itu ULP menyusun dokumen pengadaan. Kemudian pokja pengadaan melakukan proses pengadaan. ULP selanjutnya menyerahkan berita acara hasil pengadaan ke SKPD. Setelah itu PPK menerbitkan surat penunjukan penyedia barang/jasa. Langkah berikutnya SKPD melaksanakan kontrak pekerjaan, dan tahap terakhir adalah diketahuinya hasil pekerjaan barang/jasa. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan di atas, maka peneliti dapat memberi saran sebagai berikut: 1. Meskipun Unit Layanan Pengadaan berupaya melakukan implementasi pengadaan barang dan jasa secara elektronik di Kota Yogyakarta dengan baik, namun kaitannya dengan kebijakan dan standar yang jelas nampaknya masih perlu ditingkatkan agar dapat memberikan hasil yang lebih optimal dan berkualitas. 2. Berdasarkan hasil penelitian dan observasi lapangan yang telah dilakukan, diperoleh informasi bahwa Unit Layanan Pengadaan Yogyakarta masih menumpang dan satu kepemimpinan bersama dengan Bagian Administrasi Yogyakarta. Maka dari itu, untuk lebih meningkatkan kualitas kinerja Unit Layanan Pengadaan ke depannya nanti, diharapkan Unit Layanan Pengadaan dapat berdiri sendiri. Sehingga selain lebih mudah pengelolaannya, proses kerja juga akan lebih fokus karena tidak ada lagi pegawai yang bekerja di dua tempat sekaligus. 15