31 BAB 3 ANALISIS DATA 3.1 Analisis Hubungan Antara Obon

advertisement
BAB 3
ANALISIS DATA
3.1 Analisis Hubungan Antara Obon Dengan Shinto
Walaupun upacara obon tidak berasal dari kebudayaan Jepang sendiri namun
dapat diterima dengan baik oleh adat kepercayaan dan sistem religi tradisional yang
telah ada di Jepang sebelumnya yaitu Shinto. Hal ini dapat dilihat dari upacara obon
yang telah dianggap sebagai bagian dari upacara pemujaan leluhur yang telah ada
sebelumnya dan juga sebagai bagian dari festival matsuri bangsa Jepang yang dikenal di
dalam Shinto.
Menurut analisis penulis, hingga saat ini obon telah menjadi salah satu festival
matsuri yang paling vital di dalam kehidupan masyarakat Jepang dalam hal melanjutkan
tradisi pemujaan leluhur yang telah mereka kenal sebelumnya.
Dibawah ini penulis akan menjabarkan beberapa ritual obon yang berhubungan
dengan Shinto.
3.1.1 Analisis Penyiapan Sesaji Sebelum Upacara Obon Yang Berhubungan
Dengan
Shinto
Menurut analisis penulis ada beberapa sesaji penting yang harus disiapkan
sebelum melaksanakan upacara obon. Sesaji - sesaji ini mempunyai arti dan nilai penting
tersendiri dalam hubungannya dengan Shinto. Sesaji pertama yang akan dibahas oleh
penulis disini adalah bunga. Bunga-bunga obon yang biasa orang - orang Jepang
kumpulkan untuk melaksanakan upacara obon antara lain adalah Petrinia scabiosafolia,
broad bell flower, lilies, balloon flower, chrysanthemum ( bunga serunai ) bush clover
31
( bunga semanggi ), gold banded lily ( bunga bakung ) dan wild pink. Bunga - bunga ini
biasa mereka petik dari puncak gunung atau bukit. Mengumpulkan bunga untuk obon
matsuri ini biasa dikenal dengan istilah bon bana mukae. Menurut konsep Shinto,
mereka mempercayai bahwa roh - roh nenek moyang mereka akan memasuki bunga
bunga obon ini agar dapat menemukan jalan untuk pulang ke rumah mereka. Jika
wilayah tempat tinggal atau perkampungan tersebut jauh dari gunung/bukit maka para
penduduknya dapat mengunjungi bon ichi ( pasar obon ) untuk dapat membeli bunga
bon dan peralatan lainnya yang dibutuhkan untuk merayakan obon matsuri. Bon ichi ini
menjadi semacam pasar temporer yang hanya muncul pada tanggal 12 atau 13 pada
masa obon tersebut.
Sesajian lain yang juga dianggap penting adalah sayur-sayuran segar, mentimun
( kyuuri ), jagung ( toumorokoshi ), terong ( nasu ). Biasanya akan dibutuhkan
semangkok air dan sikat kecil dari tangkai bunga yang digunakan untuk memercikkan
air pada sayuran tersebut. Mentimun tersebut biasanya akan dibentuk menyerupai kuda.
Mentimun yang telah dibentuk menjadi kuda ini biasa disebut dengan kyuuri - uma.
Kyuuri - uma ini menurut kepercayaan Shinto adalah kendaraan yang dibuat bagi roh roh leluhur yang akan digunakan ketika roh - roh leluhur ini datang dan pergi dari rumah
dengan membawa sesajian menuju dunia lain.
Selain itu ada sesaji penting yang tidak boleh dilupakan yaitu sake. Minuman
sake ini dibuat dari beras yang diolah, mengapa sake dianggap sebagai salah satu sesaji
penting dalam ritual obon?
Menurut analisis penulis sake adalah minuman yang terbuat dari beras.
Tanaman padi yang merupakan penghasil beras adalah tanaman yang mendapat tempat
istimewa sebagai bahan makanan suci bagi rakyat Jepang. Dengan tradisinya yang
32
panjang, budidaya padi bukanlah sekedar kegiatan pertanian, melainkan sebuah kegiatan
budaya dengan beragam corak keagamaan. Menurut mitos Jepang, padi dianugerahkan
kepada rakyat Jepang oleh dewa nenek - moyang bangsa Jepang, Amaterasu Omikami.
Kaisar Jepang, Tenno, yang merupakan tokoh kepala simbolis bagi Jepang, juga
melakukan kegiatan menanam padi dengan tangannya sendiri di kebun istana Fukiage
dan mempersembahkannya kepada Dewi Amaterasu serta dewa - dewi lainnya.
(http://situshijau.co.id/tulisan_detail.php?tulisanID=38&PHPSESSID=8fd8a4f0a5bcc3b
bdef275d1051fd224).
Selain itu adapula kue onde - onde ( okuri danggo) dan kue mochi. Kue mochi
adalah kue nasi ketan yang dibentuk bulat - bulat. Menurut kepercayaan Shinto kue
okuri danggo ini disebut dengan kue perpisahan. Kue - kue ini selalu ada dalam setiap
perayaan obon matsuri.
Sesajian yang terakhir adalah dupa. Dupa ini akan dibawa untuk dibakar ketika
mereka pergi ke makam. Dalam ajaran Shinto dupa yang dibakar ini, asapnya atau wangi
dupa yang dibakar dipercaya dapat mengundang arwah - arwah leluhur.
Gambar 1 : Terong dan mentimun yang telah dibentuk
33
3.1.2 Analisis Ritual-Ritual Dalam Obon Yang Berhubungan Dengan Konsep
Shinto
Seperti yang telah diketahui ajaran Shinto sejak dahulu mengakui bahwa arwah
orang-orang atau keluarga yang telah meninggal akan menjadi dewa. Upacara obon
sebagai upacara arwah merupakan suatu wujud tradisi atau ritual Shinto yang menjadi
bagian dari kebudayaan Jepang.
Obon pada umumnya dilaksanakan pada musim panas. menurut analisis penulis
dalam pelaksanaan upacara obon waktu dan ruang akan berbeda - beda bergantung dari
daerahnya masing-masing. Ada yang melaksanakan hanya pada tanggal 14 - 15 Juli atau
Agustus, dan ada pula yang memulainya sejak tanggal 13 Juli atau Agustus. Upacara
obon yang mulai dilaksanakan pada tanggal 7 Juli disebut sebagai nanoka bon atau
ikekae bon; sedangkan jika dimulai pada tanggal 1 Agustus akan disebut dengan hassaku
bon atau tsuitachi bon. Pada awalnya upacara obon ini biasa dilakukan selama kira-kira
sebulan, namun karena dirasakan terlalu lama maka ada beberapa daerah tertentu yang
mulai mempersingkat masa upacara obon ini.
Pada masa obon, akan terjadi arus penduduk yang mengalir dari daerah
perkotaan menuju daerah pedesaan atau kota-kota kecil. Para penduduk ini datang ke
daerah dari mana mereka berasal untuk ikut merayakan obon matsuri. Karena itu
tidaklah aneh bila sarana transportasi penuh dan lalu lintas menjadi padat. Sekalipun
bukan hari libur nasional, hari raya obon dijadikan libur fakultatif. Perusahaan misalnya
memperbolehkan karyawan untuk tidak masuk kerja selama tiga hari agar dapat
merayakan obon ini bersama keluarga. Obon dirayakan bertepatan dengan liburan
musim panas anak sekolah. Anak laki-laki dan perempuan berusaha untuk bisa pulang,
para pasien di rumah sakit berharap mereka akan segera sembuh agar boleh pulang
34
dalam perayaan obon. Mereka datang untuk mengunjungi butsudan keluarganya dan
memperbaharui ikatan dengan saudara - saudaranya. Keluarga induk ( honke ) sangat
mengharapkan kedatangan keluarga - keluarga cabangnya ( bunke ) untuk membantu
dan ikut serta dalam pelaksanaan obon matsuri. Obon kemudian menjadi suatu reuni
keluarga besar. Biasanya mereka akan menghamburkan uangnya untuk membeli hadiah
- hadiah yang akan diberikan kepada sanak keluarganya. Hasil kerja keras selama
setahun bagi seorang karyawan bisa dibelanjakan hanya dalam beberapa hari
Dibawah ini penulis akan menganalisis ritual-ritual obon sehubungan dengan
konsep Shinto
3.1.2.1 Bon Michi
Menurut kepercayaan Shinto, bon michi ini adalah jalan yang akan dilalui oleh
arwah para leluhur yang akan datang atau pulang selama masa obon berlangsung. Pada
hari - hari biasa, hakaba atau rantojo banyak yang berada dalam keadaan tidak terawat,
namun menjelang upacara obon rumput - rumput yang merimbun di kuburan - kuburan
maupun yang ada disepanjang jalan dari kuburan ke desa akan dipotong untuk memberi
jalan bagi para arwah leluhur. Di setiap halaman depan rumah yang merayakan
kedatangan arwah leluhur akan dibuat sao yaitu semacam tiang dari bambu yang tinggi
dan pada sao tersebut akan digantungkan takatoro atau sejenis sejenis lentera yang di
percaya digunai untuk menerangi jalan yang dilalui oleh para arwah. Pencanangan tiang
dari bambu yang tinggi ini biasa disebut dengan sao o tateru Menurut ajaran Shinto
pencanangan tiang kayu atau bambu ini diyakini oleh mereka bahwa dewa-dewa akan
turun dari tempat yang tinggi melalui tiang itu.
35
3.1.2.2 Kusaichi
Kusa ichi atau sering juga disebut dengan bon ichi . Kusaichi ini merupakan
pasar kaget yang menjual barang barang yang dibutuhkan sewaktu obon. Pasar bon ini
biasanya hanya dibuka pada tanggal 12 malam sampai tanggal 13 dan banyak muncul di
berbagai tempat di sekitar jinja atau kuil - kuil yang berafiliasi pada kepercayaan
Shinto. Selain menjual barang - barang dan benda - benda untuk keperluan upacara obon
akan dijual pula boneka - boneka kuda atau sapi yang terbuat dari ogara, sejenis rami,
terong atau semangka, yang dianggap akan membantu kelancaran pelaksanaan upacara
obon tersebut. Sama halnya dengan kyuuri-uma yang telah dijelaskan sebelumnya,
boneka-boneka kuda atau sapi yang biasa terbuat dari ogara ini menurut
Shinto
dipercaya sebagai kendaraan yang digunakan roh - roh leluhur atau dewa - dewa yang
datang dan pergi dari rumah.
Gambar 2: Kusaichi
3.1.2.3 Bondoro
Bondoro adalah lentera yang dipasang sewaktu obon. Lentera ini umumnya akan
dipasang di dalam rumah, teras ataupun di halaman rumah; didepan rumah akan
didirikan sao. Mengenai sao telah dijelaskan sebelumnya yaitu tiang dari bambu yang
tinggi. Pada umumnya bondoro ini akan mulai dipasang sejak tanggal 7 malam pada
36
setiap masa obon. Diatas bukit biasanya akan dipasang lentera tinggi. Menurut
kepercayaan Shinto, lentera - lentera yang dipasang diatas bukit itu dimaksudkan untuk
memberi ucapan selamat datang pada arwah leluhur yang datang. Hal ini diperkuat
dengan kepercayaan masyarakat Shinto dimana mereka mempercayai bahwa roh - roh
leluhur yang telah meninggal ini berada ditempat dunia lain, yang bila kembali kerumah
asalnya akan melewati shide no yama yaitu gunung yang menuju dunia lain. Shide no
yama, karena pengaruh ajaran Buddha menjadi keadaan kesepian dan kepedihan karena
ada setan yang menyiksa jiwa orang mati. Itulah mengapa dalam kepercayaan rakyat,
bukit dan gunung dianggap suci dan menjadi jalan bagi roh - roh nenek moyang yang
akan kembali ke kediaman asalnya selama masa obon.
3.1.2.4 Shoryoudana
Shoryoudana atau sering juga disebut dengan tamadana, bondana, atau
senzodana, merupakan tempat untuk meletakkan ihai yaitu papan nama leluhur dan juga
merupakan tempat untuk meletakkan berbagai sesajian yang disiapkan untuk leluhur.
Pada waktu obon di depan altar ini seorang pendeta akan melakukan tangayo yaitu
pembacaan doa - doa. Shoryoudana atau bondana ini berbeda dari butsudan karena di
dalamnya terdapat tempat untuk meletakkan sesajian dan papan nama leluhur. Dengan
demikian dapat dikatakan bondana ini lebih lengkap dibandingkan dengan kotak
butsudan. Altar khusus obon ini berbentuk persegi
panjang yang biasanya berukuran
1 x 0,7 m dan di tiap tiap sudutnya ditopang dengan tiang - tiang setinggi 1 meter. Pada
ujung tiang kira kira satu meter di atas tempat menaruh sesajian dikaitkan sepasang tali
jerami ( shimenawa ) yang dianyam di antara tiang tiang tersebut dan dihiasi kertas kertas putih untuk digantungi dengan berbagai
37
benda lain yang dibutuhkan untuk
upacara seperti bunga bon. Ihai diletakkan di belakang altar dan didepannya dipajang
foto-foto dari orang yang baru meninggal, di depannya lagi ada piring besar yang
digunakan sebagai tempat untuk meletakkan sesajian Di beberapa daerah tertentu ada
juga yang tidak menggunakan bondana ini dan cukup hanya dengan menggunakan
butsudan. Altar ini umumnya mulai disiapkan pada tanggal 13 Juli pagi, tetapi biasanya
di keluarga yang memperingati niibon atau arabon yaitu perayaan obon pertama bagi
arwah orang yang meninggal ( setelah obon ditahun sebelumnya ) akan mempersiapkan
lebih awal lagi yaitu sekitar tanggal 1 Juli. Setelah membuat bondana ini para anggota
keluarga ( keluarga induk dan keluarga cabang ) akan berkumpul di rumah induk untuk
merayakan upacara obon. Mereka akan membersihkan rumah dan mempersiapkan
berbagai bagai ornamen yang dibutuhkan. Setelah itu, para anggota keluarga ( lebih
dianjurkan agar melibatkan seluruh anggota keluarga ) pergi ke makam untuk
memberikan sesajian dan berdoa. Mereka mempersembahkan bunga, mochi, membakar
dupa dan menyiramkan air di atas batu nisan. Dalam konsep Shinto penyiraman air ini
dimaksudkan untuk membersihkan makam - makam leluhur mereka, meskipun sudah
dibersihkan beberapa hari sebelumnya, dan untuk memberi minum bagi orang orang
yang telah wafat tersebut.
Gambar 3: Bondana
38
3.1.2.5 Bon Odori
Bon odori adalah tarian obon yang dilakukan secara bersama sama di kuil - kuil,
desa-desa ataupun pada tempat tempat terbuka selama masa perayaan obon dari tanggal
13 hingga 14 Juli. Tarian ini dilakukan sejak masa matahari terbenam. Masyarakat
Shinto mempercayai tarian ini dimaksudkan untuk menyambut para leluhur yang datang
dan menghibur serta menenangkan para jiwa yang datang kembali ke rumah mereka.
Dewasa ini bon odori yang dilakukan di kota - kota tampaknya semata - mata hanya
sebagai bagian dari suatu tradisi dan unsur hiburan saja namun di daerah pedesaan tarian
ini masih dianggap sebagai bagian dari ritus keagamaan yang mereka lakukan sebagai
hiburan bagi para dewa. Di daerah Prefektur Iwate menjelang obon orang orang akan
menarikan tarian ini dengan membentuk lingkaran dan bergerak dengan mengelilingi
rumah yang ada arwah orang yang baru meninggal. Di daerah Jepang bagian selatan
yaitu di daerah Fukuoka dalam membawakan tarian obon, laki-laki dan perempuan akan
berjalan berputar - putar sambil memutarkan tangkai payung dan menutup muka dengan
kain. Gerakan tarian yang dilakukan membentuk lingkaran dan pusat lingkaran ini
dianggap oleh mereka sebagai tempat turunnya dewa dari langit. Tarian yang dilakukan
dengan membentuk lingkaran ini sama halnya dengan ritual-ritual kebudayaan lain,
untuk mendatangkan atau mengundang arwah leluhur maka mereka membentuk sebuah
lingkaran dengan maksud agar kekuatan atau roh - roh leluhur yang mereka anggap
dewa ini akan hadir ditengah - tengah mereka. Demikian pelaksanaan bon odori ini
berbeda beda dari satu tempat dengan tempat lainnya di Jepang sesuai dengan tradisi di
daerah tersebut.
39
Gambar 4: Bon odori
3.1.2.6 Bon Bana Mukae
Untuk menyambut arwah leluhur biasanya akan disediakan bunga - bunga yang
dipetik dari puncak gunung atau bukit. Bunga-bunga obon yang biasa orang-orang
Jepang kumpulkan untuk melaksanakan upacara obon antara lain adalah
Petrinia
scabiosafolia, broad bell flower, lilies, balloon flower, chrysanthemum ( bunga serunai )
bush clover ( bunga semanggi ), gold banded lily ( bunga bakung ) dan wild pink.
Kadang kala dewasa ini mereka juga menggunakan bunga-bunga buatan sendiri yang
terbuat dari kertas. Selain untuk menyambut arwah leluhur menurut pandangan Shinto,
mereka mempercayai bahwa roh - roh nenek moyang mereka akan memasuki bunga
bunga obon tersebut agar dapat menemukan jalan untuk pulang ke rumah mereka. Jika
wilayah tempat tinggal atau perkampungan tersebut jauh dari gunung / bukit maka para
penduduknya dapat mengunjungi bon ichi ( pasar bon ) untuk dapat membeli bunga bon.
40
Gambar 5: Bunga Bon Tiruan
3.1.2.7 Mukaebi
Pada sore hari di tanggal 13 Juli yang merupakan awal dari puncak peringatan
arwah pada masa obon, akan dinyalakan mukaebi yaitu menyalakan lampu atau lentera
untuk menyambut kedatangan para arwah yang datang berkunjung. Lampu - lampu
tersebut menurut pandangan Shinto selain untuk menyambut para arwah juga
mempunyai arti sebagai penerang atau penunjuk jalan bagi para arwah untuk mencapai
rumah mereka. Pada malam itu orang - orang akan pergi berziarah ke kuburan
keluarganya dengan membawa berbagai sesajian yang disiapkan.
Di Gunung Gassan, Prefektur Yamagata, Mukaebi ini pertama kali dinyalakan
oleh rahib ketua sekte Haguro (Shugen-do) dan kemudian diikuti oleh penyalaan api
yang lain secara berurutan dari atas kebawah. Manakala api terakhir di gunung itu telah
dinyalakan maka tiap tiap keluarga di kaki gunung juga akan menyalakan mukaebi yang
disiapkan di depan rumah mereka untuk menyambut nenek moyang keluarga tersebut.
Kebiasaan ini menggambarkan bahwa pertama kali arwah para leluhur tersebut datang di
puncak Gunung Gassan dan kemudian perlahan lahan bergerak turun menuju ke rumah
keluarga masing-masing.
41
Gambar 6: lentera-lentera ( Chouchin )
3.1.2.8 Okuribi
Jika pada tanggal 13 Juli diadakan acara penyambutan arwah dengan penyalaan
mukaebi maka pada tanggal 15 atau 16 para arwah leluhur akan diantar kembali pulang
dengan menyalakan api atau lampu yang disebut dengan nama okuribi. Di beberapa
daerah okuribi ini dikenal pula dengan nama toro nagashi. Okuribi ini dapat disebut juga
dengan api selamat jalan. Menurut konsep Shinto api ini dipercaya dapat membantu
menerangi roh - roh dalam perjalanannya menuju ke dunia lain tempat roh tersebut
berasal. Okuribi ini bisa dibuat dalam bentuk lentera yang dihanyutkan bersama dengan
sesajian yang dibawa tadi di atas kapal jerami di sungai - sungai ataupun danau. Karena
banyaknya lentera yang dihanyut kan inilah maka obon matsuri sering pula dikenal
dengan istilah Festival Of the Lanterns.
Gambar 7 : Okuribi
42
3.1.2.9 Shoryoubune
Shoryoubune sering juga disebut dengan bonbane. Hidangan atau sesajian yang
biasanya disajikan di depan bondana pada tanggal 16 Juli akan dibungkus dan akan
dihanyutkan ke sungai. Mereka akan membuat boneka kuda dan sapi dari sumpit, terong
dan ketimun yang melambangkan kendaraan yang akan digunakan oleh para arwah.
Pada tanggal 15 malam atau tanggal 16 akan dibuat sampan atau perahu - perahu yang
diatasnya akan diletakkan sesajian yang telah disiapkan untuk kemudian dihanyutkan ke
sungai, inilah yang dikenal dengan nama shoryoubune. Perahu - perahu atau sampan ini
adalah kendaraan yang akan menghantarkan para roh leluhur kembali ke dunia mereka.
Di beberapa daerah perahu ini diberi nama gokuraku maru yang berarti perahu surga.
3.1.2.10 Segaki
Di setiap kuil maupun di rumah-rumah pada waktu upacara obon akan dilakukan
segaki, yaitu semacam kegiatan menyediakan sesajian berupa makanan dan minuman di
altar yang sebelumnya telah disiapkan. Secara bersama sama akan dibacakan doa - doa
bagi para arwah yang tidak lagi mempunyai keluarga. Upacara ini menurut pandangan
Shinto mempunyai tujuan agar dapat menghindarkan diri dari ancaman yang
ditimbulkan oleh para arwah yang tidak mempunyai keluarga tersebut. Menurut sejarah,
upacara segaki ini dilakukan sejak abad ke-9 dan dewasa ini ritual segaki ini dianggap
sebagai bagian dari ritual obon yang meskipun sebenarnya segaki ini ditujukan untuk
menenangkan para arwah yang tidak mempunyai keluarga lagi sementara obon adalah
upacara yang bertujuan untuk mendoakan arwah para leluhur.
43
3.2 Analisis Fungsi Obon Matsuri Pada Masyarakat Jepang Dewasa ini.
Menurut analisis penulis kegiatan upacara obon pada awalnya adalah merupakan
kegiatan yang hanya diperuntukan bagi arwah leluhur. Fungsi kegiatan ini tadinya hanya
dilakukan untuk menghormati arwah leluhur juga orang-orang tercinta yang telah
meninggal. Jadi intinya, dahulu upacara obon ini hanya diperuntukkan bagi orang yang
telah meninggal saja. Namun dewasa ini, ditengah kehidupan masyarakat Jepang yang
modern penulis melihat bahwa upacara obon sebenarnya lebih berfungsi bagi orang orang Jepang yang masih hidup.
Dibawah ini penulis akan menganalisis beberapa fungsi obon yang berkembang
pada masyarakat Jepang dewasa ini.
3.2.1 Obon Matsuri Sebagai Sarana Pemenuhan Kebutuhan Manusia
Manusia hidup bersama sama di dalam sebuah kelompok agar bisa menghadapi
tantangan alam secara kolektif. Kebutuhan manusia sedikit banyak bersifat emosional
dan psikologis yang meliputi persahabatan, kasih sayang, pengungkapan perasaan dan
sentimen-sentimen, penghiburan dan rekreasi, estetika dan keindahan dan sebagainya.
Diantara berbagai sarana yang ada, obon juga dapat bertindak sebagai salah satu sarana
yang dapat digunakan untuk melakukan pemenuhan bagi kebutuhan manusia tersebut.
Hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan upacara obon matsuri yang memungkinkan adanya
pertemuan dan perkumpulan di antara anggota anggota keluarga yang selama ini tinggal
terpisah - pisah. Pada saat perayaan obon maka anggota anggota keluarga akan kembali
ke daerah asal masing masing dan bergabung dengan keluarga besar mereka hal ini
menunjukkan bahwa dengan perayaan obon dapat menjembatani terjadinya pemenuhan
kebutuhan sosial manusia di antaranya adalah komunikasi, kegiatan bersama dengan
44
orang lain dalam hal ini adalah dengan anggota keluarga yang berkumpul tadi. Selain hal
tersebut obon juga dapat berperan untuk sarana yang dapat digunakan untuk
pengungkapan kasih sayang, rasa hormat dan berbagai sentimen lainnya terhadap
anggota anggota keluarga yang telah meninggal maupun yang masih ada. Dengan hal ini
berarti obon juga telah berperan dalam pemenuhan kebutuhan manusia.
3.2.2 Obon Matsuri Sebagai Sarana Pengukuhan Solidaritas Keluarga Jepang
Masyarakat Jepang yang berada di perkotaan terkadang pasti mereka merindukan
susasana akrab di dalam keluarga mereka atau suasana akrab seperti ditempat mereka
berasal. Mereka menyadari bahwa tidak semudah itu untuk mentransfer nilai nilai
kekeluargaan yang telah tumbuh dan berkembang sejak lama ke dalam kehidupan di
perkantoran. Mereka menyadari bahwa hubungan dengan keluarga masih tetap penting.
Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan orang Jepang yang menyukai hiburan yang
menceritakan hubungan kehidupan kekeluargaan yang hangat seperti serial Chibi
Maruko-Chan. Dengan adanya upacara obon ini maka orang-orang Jepang diberikan
kesempatan untuk dapat meningkatkan dan mendekatkan hubungan kekeluargaan
mereka kembali di dalam keluarga baik dengan keluaraga yang masih hidup maupun
dengan anggota keluarga yang telah meninggal. Hal ini dimungkinkan karena pada saat
obon tiap tiap anggota keluarga yang selama ini terpencar - pencar ke berbagai daerah
kembali berkumpul bersama dan kembali merasakan kehangatan kehidupan dan
hubungan di dalam keluarga di tengah tengah arus kemajuan perekonomian, industri dan
teknologi di Jepang. Dari hal ini dapat kita lihat bahwa upacara obon ini berperan untuk
meningkatkan hubungan solidaritas di tengah tengah keluarga masyarakat pada Jepang.
45
3.2.3 Obon Sebagai Sarana Rekreasi Masyarakat Jepang
Pertumbuhan ekonomi yang pesat setelah perang dunia menyebabkan Jepang
menjadi negara yang makmur termasuk terjadinya peningkatan standar kehidupan dan
kekayaan di seluruh negeri. Hal in dibarengi dengan peningkatan aktifitas aktifitas di
waktu luang. Peningkatan taraf hidup dan pendapatan masyarakat secara umum diikuti
pula dengan meningkatnya kebutuhan akan hiburan. Dalam hal ini dapat kita lihat bahwa
perayaan yang ada di dalam obon dapat dikategorikan sebagai hiburan ataupun tidak
dapat dilepaskan dari hal tersbut walaupun ritualnya sendiri sebenarnya tidak termasuk
kedalam hiburan.
Salah satu yang paling diminati oleh masyarakat Jepang adalah pelaksanaan
upacara obon ini. Hal ini dapat dilihat dari minat masyarakat yang senantiasa tinggi
dalam mengikuti upacara ini walaupun sifat dari perayaan ini adalah sukarela dan tidak
bersifat paksaan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat menganggap bahwa perayaan
obon ini sebagai sebuah sarana hiburan bagi mereka untuk keluar dari rutinitas monoton
yang mereka hadapi sepanjang tahun.
Dengan mengikuti perayaan obon ini orang orang yang bersangkutan dapat
melupakan sejenak segala kesibukan yang mereka hadapi dalam kehidupan mereka
sehari hari dan berkumpul kembali dengan keluarga mereka walaupun hanya untuk
beberapa hari saja. Dalam upacara obon ini mereka mengekspresikan kebahagian
mereka dengan tertawa gembira.
3.3 Analisis Perkembangan Obon Matsuri Pada Masyarakat Jepang Modern
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan industrialisasi setelah perang Dunia II
menyebabkan bangsa Jepang bisa dikategorikan sebagai masyarakat post - industri,
46
maju, dan modern. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kebutuhan akan hal yang
bersifat sekunder dan tersier bertambah, termasuk dalam hal pendidikan.
Menurut analisis penulis tingkat pendidikan yang meningkat menyebabkan orang
yang benar-benar percaya bahwa roh - roh nenek moyang akan mengunjungi mereka
pada masa obon semakin menurun. Pada masyarakat modern yang mengalami
urbanisasi, industrialisasi dan sekulerisasi, ritual-ritual keagamaan dianggap mengalami
pengausan. Akan tetapi dalam kasus Jepang, anggapan tersebut tidaklah berlaku. Ritual ritual lama tetap dipertahankan dalam masyarakat yang mengalami kemakmuran
ekonomi, termasuk Jepang. Bahkan ritual - ritual keagamaan dilaksanakan di perusahaan
- perusahaan dan merupakan peristiwa yang penting.
Menurut analisis penulis, obon matsuri sebagai ritual keagamaan secara terus
menerus dari tahun ke tahun tidak pernah bervariasi. Para anggota keluarga
membersihkan makam keluarga dan jalan, menyalakan api / lentera ( bondoro ), berdoa,
mempersembahkan sesajian, menari obon dan pada akhir masa obon membawa sesajian
ke makam atau menghanyutkannya diatas perahu - perahu yang diberi penerangan.
Karena adanya komitmen individual, obon bagian dari matsuri atau karena adanya
keinginan / minat yang lain seperti ingin bertemu dengan sanak saudara, ingin
mengunjungi kampung halaman, bernostalgia dan keinginan - keinginan yang lain
menyebabkan obon matsuri cenderung terus berlanjut sekalipun ada perubahan perubahan yang terjadi.
Masyarakat Jepang modern biasanya masih mempertahankan ikatan dengan
furusato ( daerah asal-usul ) mereka. Mereka merasa bahwa mempertahankan ikatan itu
sebagai hal yang penting, meskipun faktanya mereka jarang mengunjungi kampung
halaman mereka. Ide tentang Furusato ini diperkuat lagi oleh telivisi atau media masa
47
lainnya yang mempromosikan nuansa pedusunan yang indah. Ditambah lagi para
penduduk daerah selalu berusaha untuk menanamkan keunggulan-keunggulan daerah
mereka masing-masing dibanding dengan daerah lain kepada para pendatang, orangorang asing ataupun generasi mudanya. Dengan demikian ada perasaan bangga terhadap
daerah asalnya.
Menurut analisa penulis salah satu faktor lain yang mendukung obon matsuri
tetap bertahan adalah manfaat praktis yang diperoleh partisipannya. Manfaat yang
merupakan efek samping dari obon matsuri adalah diberikannya kepada karyawan untuk
libur tiga hari berturut-turut. Industrialisasi menyebabkan penurunan orang - orang yang
bekerja sebagai petani ataupun nelayan, sehingga ritual permohonan panen atau
tangkapan ikan yang bagus menjadi tidak lagi penting. Sebagai gantinya, mereka
memohon kesuksesan karir dan kemakmuran bisnisnya.
Obon sebagai bagian dari ritual keagamaan diselenggarakan oleh para anggota
keluarga tersebut karena merupakan bagian dari pemujaan leluhur dan nenek moyang
dari para anggota keluarga tersebut. Pada masa modern ini nilai - nilai yang terkandung
dalam pelaksanaan upacara obon semakin bertambah luas tidak lagi hanya sebagai
bagian dari upacara keagamaan untuk memuja nenek moyang dan leluhur yang telah
meninggal namun juga telah berperan sebagai sebuah kebiasaan sosial bagi para
masyarakat yang melaksanakannya. Hal ini dapat dilihat dari makna dan fungsi
penyelenggaraan upacara obon di masa modern ini yang tidak hanya dibatasi untuk
menjalin hubungan dengan para leluhur yang telah meninggal namun juga sangat
menekankan pada pentingnya terjalin hubungan yang baik di antara para anggota
keluarga yang masih hidup. Dan pelaksanaan upacara obon ini dapat berperan untuk
meningkatkan keakraban hubungan antara para anggota keluarga tersebut. Selain itu
48
obon juga berperan sebagai waktu untuk melepaskan diri berbagai tekanan yang
menerpa dalam kehidupan sehari hari masyarakat Jepang karena obon memberikan
waktu kosong yang dapat dimanfaatkan untuk beristirahat dan rekreasi.
Dari berbagai perkembangan fungsi di atas dapat kita lihat bahwa di masa
modern ini, dimana sebagian masyarakat Jepang mempunyai pandangan yang sangat
sekuler dan tidak begitu peduli pada agama, obon tetap memegang peranan penting bagi
kehidupan orang jepang dan tidak lagi hanya sebagai bagian dari ritual keagamaan yang
berlangsung namun lebih dari itu pelaksanaan upacara obon bahkan telah menjadi
sebuah kebiasaan sosial di tengah tengah kehidupan masyarakat Jepang yang maju.
49
Download