4 BAB II TEORI DASAR SISTEM C

advertisement
BAB II
TEORI DASAR SISTEM C-V METER
PENGUKUR KARAKTERISTIK KAPASITANSI-TEGANGAN
2.1.
C-V Meter
Karakteristik kapasitansi-tegangan (C-V characteristic) biasa digunakan
untuk mengetahui karakteristik suatu divais semikonduktor
1-3)
. Untuk keperluan
tersebut diperlukan instrumen ukur berupa suatu sistem C-V meter. Sistem C-V
meter secara umum digambarkan seperti pada Gambar 2.1.
a) pengukur kapasitansi,
Sistem terdiri atas:
b) pengkonversi besaran analog ke digital (analog
to digital conveter), c) Mikrokontroler / SoC (System on Chip) , d) tampilan
komputer, e) sumber tegangan yang dapat diatur nilainya (programmable voltage
source), f) sumber tegangan step,
g) divais yang akan diukur karakteristiknya
(fixture).
Gambar 2.1
Diagram blok sistem C-V meter pengukur
karakteristik kapasitansi-tegangan
4
Besarnya tegangan keluaran voltage source dan tegangan step yang
diberikan ke divais (fixture) yang akan dikarakterisasi diatur oleh SoC. Perubahan
tegangan akan menyebabkan aliran muatan pada fixture. Perubahan muatan ini
dibaca oleh pengukur kapasitansi dan diubah menjadi nilai tegangan analog. ADC
(analog to digital converter) mengubah nilai tegangan analog menjadi data digital
sehingga dapat diproses oleh SoC. Data digital hasil pengukuran kapasitansi ini
selanjutnya diolah oleh SoC dan dikirimkan ke komputer untuk ditampilkan dan
diolah lebih lanjut.
2.2.
Metode balikan muatan (feedback charge method)
Salah satu pengukuran kapasitansi metode kuasi-statik yang telah banyak
digunakan untuk aplikasi komersil adalah metode balikan muatan (feedback
charge method)
1,4)
. Rangkaian pada gambar 2.2 merupakan contoh rangkaian
yang menggunakan metode balikan muatan. Rangkaian ini merupakan integrator
yang berfungsi untuk megumpulkan semua muatan yang mengalir pada CF.
Kapasitor CX sebagai C masukan dihubungkan langsung ke op-amp dan sumber
tegangan untuk mengurangi noise. Metode ini disebut metode balikan muatan
4,7)
yang menggunakan tegangan masukan step (∆V) terhadap ground semu pada opamp. Metode ini mempunyai impedansi yang tinggi yaitu masukan impedansi
op-amp.
Gambar 2.2
Pengukur Kapasitansi menggunakan metode
balikan muatan
Nilai kapasitansi ditentukan dengan mengukur transfer muatan sebagai
respon dari kenaikan tegangan masukan (∆V). Tegangan ∆V jatuh semua pada CX
5
karena titik A berada pada ground semu. Muatan pada kapasitor umpan balik CF
dikosongkan dengan menutup saklar S. Ketika pengukuran dimulai, saklar S
dibuka dan ∆V menyebabkan muatan ∆Q terbentuk pada kapasitor CX dan secara
otomatis op-amp akan membentuk ∆Q yang sama pada kapasitor CF karena
keduanya terhubung seri., dan menghasilkan tegangan keluaran ∆Vo seperti pada
persamaan 2.1.
ΔV0 = −
ΔQ
CF
(2.1)
Karena ∆Q = CX ∆V, dapat diperoleh tegangan keluaran (∆Vo) yang proporsional
terhadap kapasitansi CX.
ΔV0 = −
CX
ΔV
CF
(2.2)
DUT direferensikan terhadap masukan virtual ground dari penguat balikan
muatan, sehingga tegangan step akan muncul seluruhnya pada DUT. Hal ini
memberikan pengontrolan yang lebih ketat pada tegangan yang diberikan ke Cx.
Penguatan yang lebih besar dapat mengurangi kebutuhan rangkaian pembaca Vout
dan memberikan hasil yang lebih stabil dan rendah gangguan (noise). Penguatan
dapat digunakan untuk pengukuran CX > CF dengan memilih rasio kapasitansi
CF /CX yang sesuai.
Metode balikan muatan cocok digunakan karena mempunyai kekebalan
noise yang tinggi akibat impedansi masukan op-amp yang sangat tinggi.
Pengukuran berdasarkan tegangan yang bisa diatur relatif mempermudah
pembuatan kurva karakteristik C-V. Dengan mengubah ∆V dalam suatu daerah
tegangan tertentu, dapat diperoleh.sebuah kurva CLF terhadap V. 1)
Rangkaian balikan muatan tidak terpengaruh oleh frekuensi sehingga
mempunyai daerah operasi yang lebar, ini digambarkan oleh gambar 2.3 4,7). Rasio
penguatan sinyal terhadap noise untuk rangkaian tidak menurun ketika waktu
tunda (delay) panjang digunakan.
6
Gambar 2.3
2.3.
Gambar penguatan terhadap frekuensi untuk rangkaian
metode balikan muatan
SoC (System on a Chip)
SoC / komputer mikro adalah suatu sistem yang terdiri atas mikroprosesor,
memori, masukan/keluaran dan jalur bus data dalam satu kemasan (single chip) 8)
. Pada sistem C-V meter, SoC berfungsi mengatur keluaran sumber tegangan
(voltage source), mengatur nilai tegangan step, mengatur kerja ADC, mengolah
data hasil pengukuran, dan mengirimkan hasil pengukuran ke PC. Saat ini terdapat
banyak jenis SoC dengan beragam fasilitas serta keunggulan dan kelemahannya
masing-masing. Salah satu SoC yang banyak diproduksi dan digunakan untuk
eksperimen dan penelitian adalah SoC dari keluarga MCS-51.
2.4.
ADC (Analog to Digital Converter)
ADC (analog to digital converter) berfungsi untuk menghasilkan data
digital yang merepresentasikan nilai yang proporsional dengan besaran analog
yang berupa tegangan atau arus 9) . Secara umum dilihat dari kemampuannya ada
tiga tipe ADC 8) :
1. Tipe integrating atau yang dikenal dengan dual-slope conversion.
Walaupun lambat, tipe ini keakuratannya sangat baik dan murah. ADC
jenis ini banyak digunakan pada voltmeter.
2. Tipe flash converter, ADC ini mempunyai respon paling cepat namun
harganya sangat mahal dan resolusinya terbatas.
7
3. Tipe succesive-approximation, jenis ADC ini paling banyak digunakan
karena kecepatan, akurasi dan variasi harganya.
Nilai kode digital yang dihasilkan dapat diperoleh dengan menggunakan
persamaan 2.3.
2n
KodeDigital =
Vin
VRef
(2.3)
Di mana n menunjukkan resolusi ADC yang ditunjukkan dengan jumlah
bit, Vin adalah tegangan masukan ADC dan VRef merupakan tegangan referensi
yang menjadi nilai skala penuh ADC. Dari persamaan 2.3, satu LSB adalah sama
dengan VRef / 2n.
Untuk akurasi yang lebih baik dapat diperoleh dengan menggunakan
resolusi yang lebih tinggi (n yang lebih tinggi), atau menggunakan tegangan
referensi yang lebih rendah. Masalah untuk resolusi ADC yang lebih tinggi adalah
pada harganya, dan juga semakin kecil LSB berarti akan semakin sulit untuk
mengukur sinyal karena sinyal yang diukur biasanya tenggelam dalam noise
(gangguan). Penggunaan tegangan referensi yang kecil akan mengakibatkan
berkurangnya masukan dynamic range. Terdapat beberapa kesalahan (error) yang
sering muncul pada penggunaan ADC, yaitu kesalahan kuantisasi (Quantization
Error), kesalahan offset (Offset Error), kesalahan skala penuh (Full Scale Error)
dan kesalahan penguatan (Gain Error). 10)
2.4.1 Kesalahan Kuantisasi (Quantization Error)
Gambar 2.4 merupakan contoh kasus untuk ADC 3 bit. Ketika masukan
ADC sama dengan nol, kode keluaran adalah nol (000). Ketika tegangan masukan
membesar mendekati VREF/8, kesalahan juga membesar karena masukannya tidak
lagi tegangan nol, tapi keluaran tetap nol karena daerah tegangan masukan
tersebut diwakili oleh satu kode keluaran, yaitu nol (000). Ketika masukan
mencapai VREF/8, kode keluaran berubah dari 000 menjadi 001 yaitu ketika kode
keluaran tepat mewakili tegangan masukan dan kesalahannya menjadi 0. Ketika
tegangan masukan membesar melebihi VREF/8, kesalahan membesar lagi hingga
mencapai VREF/4, di mana kesalahannya berubah kembali menjadi 0. Proses ini
berlanjut sepanjang daerah masukan dan kesalahan berbentuk gelombang gigi
8
gergaji. Kesalahan maksimumnya adalah 1 LSB. Daerah 0-1 LSB ini dikenal
dengan
“ketidakpastian
kantisasi”.
10)
Kesalahan
kuantisasi
merupakan
ketidakpastian kantisasi maksimum.
Gambar 2.4
Kesalahan kuantisasi (Quantization Error)
9
Kesalahan kuantisasi 1 LSB bisa disebut ± ½ LSB jika diberikan offset
masukan sebesar ½ LSB seperti diilustrasikan pada gambar 2.5.
Gambar 2.5
Kesalahan kuantisasi ± ½ LSB
10
2.4.2 Kesalahan Offset (Offset Error)
Pada ADC ideal, tegangan masukan ½ dari VREF/2n akan menyebabkan
perubahan kode keluaran dari nilai nol ke nilai satu. Setiap deviasi dari nilai ini
disebut dengan kesalahan ofset skala nol (Zero Scale Offset Error), atau kesalahan
offset (offset error)
10)
. Kesalahan ini bisa bernilai positif atau negatif ketika titik
transisi pertama lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai ideal. Kesalahan offset
adalah konstan dan bisa dengan mudah dikalibrasi. Kesalahan offset dapat
diekspresikan dalam bentuk persen tegangan skala penuh, Volt, atau dalam
LSB.ADC) Gambar 2.6 mengilustrasikan kesalahan offset untuk ADC 3 bit, di mana
titik perubahan kode keluaran dari nilai nol ke satu bergeser lebih besar dari
idealnya.
Gambar 2.6
Kesalahan offset (Offset Error)
11
2.4.3 Kesalahan Skala Penuh (Full Scale Error)
Pada ADC ideal, transisi kode keluaran ke nilai skala penuh terjadi ketika
tegangan masukan seperti pada persamaan 2.4.ADC)
2n − 1,5
Vin =
xVRef
2n
(2.4)
di mana Vref adalah tegangan referensi ADC dan n merupakan resolusi ADC.
Pada ADC yang sebenarnya tegangan masukan skala penuh yang menyebabkan
perubahan kode keluaran ini dapat berbeda dari kondisi idealnya. Kesalahan skala
penuh adalah kesalahan pada titik transisi keluaran skala penuh. Salah satu
sumber kesalahannya bisa akibat dari tegangan offset dan sisanya karena
kesalahan pada kemiringan atau fungsi transfernya).10) Kesalahan skala penuh bisa
diekspresikan dalam LSB, Volt atau persen dari nilai ideal tegangan masukan
skala penuh. Gambar 2.7 mengilustrasikan kesalahan skala penuh untuk ADC
3 bit, di mana titik perubahan kode keluaran menjadi nilai skala penuh bergeser
lebih rendah dari idealnya.
Gambar 2.7
Kesalahan Skala Penuh (Full Scale Error)
12
2.4.4 Kesalahan Penguatan (Gain error)
Kesalahan penguatan (Gain Error), atau kesalahan penguatan skala penuh
(Full Scale Gain Error), merupakan deviasi dari kurva kemiringan ideal dari
sebuah fungsi transfer ideal ADC. Ini adalah sama dengan kesalahan skala penuh
dengan kesalahan offset-nya dikurangi. Gambar 2.6 mengilustrasikan kesalahan
penguatan. Pada gambar 2.8 jika kita geser kurva transfer ADC aktual sedemikian
rupa sehingga kesalahan skala nol menjadi nol, perbedaan antara transisi skala
penuh kurva aktual dan ideal adalah kesalahan penguatan (gain error)10).
Kesalahan penguatan diekspresikan dalam LSB atau persen dari tegangan skala
penuh ideal.
Gambar 2.8
Kesalahan Penguatan (Gain Error)
13
2.5.
Prinsip Kerja DAC (Digital to Analog Converter)
DAC (digital to analog converter) berfungsi mengubah nilai data digital
menjadi besaran analog berupa tegangan atau arus
9)
. Gambar 2.9 menunjukkan
rangkaian dasar DAC 4 bit yang terdiri dari rangkaian penguat jumlah dengan 4
buah saklar yang mewakili masukan kode digital.
Gambar 2.9
Rangkaian DAC 4 bit
Resistor R1, R2, R3 dan R4 dipilih sedemikian rupa sehingga nilai
R1=8xR4, R2 = 4xR4, R3 = 2xR4 dan nilai R dapat dipilih sesuai dengan nilai
keluaran maksimum yang diinginkan. Nilai tegangan keluaran DAC sebanding
nilai data biner yang diberikan. Saklar SW1 merupakan LSB dan SW3 merupakan
MSB dengan kondisi saklar pada posisi tertutup menyatakan data biner bernilai 1.
Untuk nilai R4 = ½ R fungsi transfer untuk DAC 4 bit pada gambar 2.9 diberikan
oleh persamaan 2.5 yang merupakan persamaan umum untuk DAC, di mana Vo
adalah tegangan analog keluaran, VRef merupakan tegangan referensi dan kode
digital merupakan kombinasi nilai masukan digital yang diwakili oleh saklar
SW1, SW2, SW3 dan SW4.
Vo =
VRef
2n
KodeDigital
(2.5)
14
2.6.
Multiplekser Analog
Multiplekser analog merupakan deretan atau kombinasi saklar analog yang
dapat dikendalikan secara digital. Gambar 2.10 menunjukkan salah satu contoh
multiplekser analog 3 bit. Salah satu dari 8 buah masukan analog akan dipilih
dengan mengatur 3 bit masukan pengaturan alamat. Salah satu jenis multiplekser
yang banyak digunakan adalah IC CMOS 4051.
Masukan
Analog
X0
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X
A
B
Keluaran
C
Pengaturan
Alamat
Gambar 2.10 Multiplekser 3 bit
15
2.7.
Penguat Penjumlah
Penguat penjumlah terdiri dari op-amp dengan dua atau lebih masukan
dihubungkan menggunakan penguatan inverting seperti ditunjukkan pada gambar
2.11.
Gambar 2.11 Rangkaian penguat penjumlah
Keluaran dari penguat penjumlah merupakan penjumlahan dari tegangan
masukan dikalikan dengan penguatan masing-masing masukan yang ditentukan
dengan rasio nilai R terhadap R1, R2 dan R3 yaitu seperti pada persamaan 2.3. 11)
R
R
⎛ R
⎞
Vo = − ⎜ V 1 +
V2+
V 3⎟
R2
R3 ⎠
⎝ R1
2.3
16
2.8.
Rangkaian Nilai Mutlak
Rangkaian nilai mutlak merupakan penguat penyearah tegangan yang
menghasilkan keluaran bernilai positif untuk setiap masukannya baik itu masukan
positif atau pun negatif. Salah satu bentuk rangkaian penguat nilai mutlak
penguatan satu ditunjukkan pada gambar 2.12. 12)
Gambar 2.12
(a) Rangkaian nilai mutlak
(b) Rangkaian ekivalen untuk Vi > 0
(c) Rangkaian ekivalen untuk Vi < 0
17
Pada sinyal masukan positif dioda D1 terbuka, D2 terhubung singkat opamp A2 akan berfungsi sebagai penguat dengan penguatan 1x seperti
diilustrasikan pada gambar 2.10 (b) sehingga sinyal keluaran akan sama dengan
masukan. Pada sinyal masukan negatif, dioda D1 terhubung, D2 terbuka dan opamp A2 akan berfungsi sebagai penguat inverting dengan penguatan -1x
digambarkan oleh gambar 2.10 (c). R3 berfungsi sebagai kompensasi masukan
agar masukan op-amp A2 melihat kedua masukan berimbang. Keluaran dari
rangkaian nilai mutlak pada gambar 2.10 (a) adalah nilai mutlak dari tegangan
masukan seperti pada persamaan 2.4
Vo = Vi
2.9.
2.4
Pengendali tegangan tinggi
Pengendali tegangan tinggi yang dibahas pada tesis ini adalah
pengendalian tegangan yang lebih tinggi dari tegangan yang digunakan pada
sistem kontrol. Tegangan tinggi akan dikendalikan oleh tegangan yang jauh lebih
rendah dengan resolusi yang berbeda. Contoh rangkaian pengendali tegangan
tinggi ditunjukkan pada gambar 2.13. Pada penerapannya, tegangan tinggi yang
dikendalikan dapat mencapai 220 V dengan penggunaan komponen yang sesuai.
18
Gambar 2.13 Rangkaian pengendali tegangan tinggi
Rangkaian ini pada dasarnya merupakan sebuah penguat dengan sistem
balikan negatif menggunakan rangkaian op-amp gabungan. Rangkaian op-amp
gabungan dibentuk dari U4, Q1, Q2, dan bermacam-macam resistor dan kapasitor
untuk pemberian bias dan kompensasi frekuensi. Balikan diberikan oleh RO3 dan
CO1. Masukan ke penguat inverting dibentuk oleh RO0 dari sumber (V In).
Penguatan rangkaian (Kv) diberikan oleh persamaan 2.5.
Kv =
RO3
RO0
(2.5)
19
2.10. Pembatas arus
Untuk membatasi arus keluaran dari suatu sumber tegangan dapat
digunakan rangkaian pembatas arus. Salah satu rangkaian pembatas arus
sederhana adalah dengan menggunakan transistor. Contoh rangkaian pembatas
arus ditunjukkan oleh gambar 2.14, rangkaian tersebut merupakan rangkaian
pengendali tegangan tinggi yang dilengkapi dengan pembatas arus. Arus positif
maksimum yang dapat dikeluarkan dibatasi oleh transistor Q3 dan RO7 dan arus
negatif oleh Q4 dan RO8.
Gambar 2.14
Rangkaian pengendali
pembatas arus
tegangan
tinggi
dengan
20
Arus maksimum rangkaian dapat diatur dengan menggunakan persamaan
2.6 dan 2.7.
I + maks =
VBE Q3
RO7
(2.6)
I − maks =
VBE Q4
RO8
(2.7)
2.11. Kapasitansi Pada Dioda
Gambar 2.15 (a) menunjukkan bagaimana lapisan deplesi dari sebuah
dioda pn terbentuk oleh muatan tetap (fixed charges) ion donor dan akseptor yang
terkonsentrasi pada titik pertemuan (junction) bahan p dan n. Lapisan ini
mempunyai karakteristik sebuah kapasitor yang disebut kapasitansi deplesi.
Kapasitansi lapisan deplesi, bergantung pada tegangan bias yang diberikan.
Karena lapisan deplesi bergantung pada konsentrasi ketidakmurnian dari substrat,
konsentrasi ketidakmurnian dan tegangan built-in dapat dihitung dengan
mengukur karakteristik C-V dari struktur dioda sambungan pn 13).
Gambar 2.15
Kapasitansi pada Dioda sambungan pn (a)
Lapisan Deplesi (b) Panjar Mundur (c) Panjar
Maju
21
Ketika tegangan luar diberikan pada dioda baik dalam arah panjar maju
ataupun arah panjar mundur, seperti ditunjukkan oleh bagian (b) dan (c) pada
gambar 2.15, akan mempengaruhi lebar lapisan deplesi. Tegangan yang cukup
untuk “melawan” tegangan penghalang dapat menyebabkan mengalirnya arus.
Lebar daerah deplesi dapat diatur dengan menjaga tegangan panjar pada tingkat
yang tidak dapat mengalirkan arus.
Salah satu jenis dioda yang khusus digunakan sebagai kapasitor adalah
dioda varactor. Varactor merupakan dioda semikonduktor dengan sifat kapasitor
yang bergantung tegangan, yaitu dioda sambungan pn yang memanfaatkan prinsip
kebergantungan kapasitansi daerah lapisan deplesi pada dioda. Karena lapisan
deplesi berlaku sebagai kapasitor, dioda varaktor akan membentuk kapasitor yang
dapat diatur (variable capacitor). Dioda varactor banyak digunakan sebagai
kapasitor penala (tuning capacitor) pada rangkaian osilator.
Gambar 2.16
Kurva C-V dioda varactor tipe MV2105 14)
22
Gambar 2.17
Kurva C-V dioda 13)
Kapasitansi dari varactor yang umum digunakan berkisar antara 2 sampai
50 pF untuk tegangan panjar sebesar 2 Volt. Gambar 2.16 dan 2.17 menunjukkan
contoh kurva karakteristik dari dioda.
23
Download