BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Strategi Kyai 1. Pengertian strategi Secara harfiah, kata strategi dapat diartikan sebagai seni (art) melaksanakan stratagem yakni siasat atau rencana, sedangkan menurut Reber sebagaimana yang dikutip Muhaimin mendefinisikan : “Strategi sebagai rencana tindakan yang terdiri atas seperangkat langkah untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan.”1 Strategi pada dasarnya merupakan seni dan ilmu menggunakan dan mengembangkan kekuatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan.2 Strategi pada intinya adalah langkah-langkah terencana yang bermakna luas dan mendalam yang dihasilkan dari sebuah proses pemikiran dan perenungan yang mendalam berdasarkan pada teori dan pengalaman tertentu. Dengan demikian, strategi bukanlah sembarangan langkah atau tindakan, melainkan langkah atau tindakan yang telah difikirkan dan 1 Muhaimin,Paradigma Pendidikan Islam,Upaya Mengefektifkan Agama Islam,(Bandung : Remaja Rosdakarya,2004),hal.214 2 Abuddin Nata,Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran,(Jakarta : Kencana,2011),hal.205 13 14 dipertimbangkan dampak positif dan negatifnya dengan matang,cermat dan mendalam. 2. Macam-macam strategi Strategi dalam kajian ilmiah dimaknai dalam kaitannya dengan metodologi atau tata cara pelaksanaan dalam pembinaan karakter. Ada berbagai macam strategi yang sering diimplementasikan di negaranegara Barat yaitu :3 a. Strategi pemanduan (cheerleading) Dalam strategi pemanduan setiap bulan ditempel posterposter dan di pasang spanduk-spanduk serta ditempel di papan khusus buletin tentang berbagai nilai kebajikan yang selalu berganti-ganti. Juga dimungkinkan penempelan poster, pemasangan spanduk atau pemasangan baliho misalnya dalam sajian malam kesenian, tontonan panggung di udara terbuka yang bersponsor dan di penuhi dengan slogan-slogan tentang karakter atau nilai. b. Strategi pujian dan hadiah Strategi pujian dan hadiah berlandaskan pada pemikiran yang positif dan mnerapkan penguatan positif. c. Strategi penegakan disiplin Strategi ini pada prinsipnya ingin menegakkan disiplin dan melakukan pembiasaan 3 kpada siswa untuksecara rutin Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,2012),hal.144 15 melakukan sesuatu yang bernilai moral, misalnya mengucapkan salam. 3. Bentuk-bentuk strategi Strategi kyai untuk mewujudkan/menciptakan budaya religius pada masyarakat diantaranya yaitu : a. Keteladanan Keteladanan dapat dilakukan melalui pendekatan keteladanan dan pendekatan persuasif atau mengajak kepada warga dengan cara halus, dengan memberikan alasan dan prospek baik yang bisa meyakinkan mereka.4 b. Pembiasaan dalam beragama Pembiasaan dalam beragama dapat menciptakan kesadaran dalam beragama, yaitu dengan cara melakukan pembiasaan kepada para warga dengan memberikan contoh dalam hal kebaikan.5 c. Pembudayaan Budaya mempunyai fungsi sebagai wadah penyalur keagamaan dan hal ini hampir dapat ditemui dalam setiap agama. Karena agama menuntut pengalaman secara rutin di kalangan pemeluknya. Pembudayaan dapat muncul dari amaliyah keagamaan, baik yang dilakukan kelompok maupun perseorangan.6 4 Muhaimin, Paradigma Pendidikan....2012,hal.301 Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah : Upaya mengembangkan PAI dari Teori ke Aksi, (Malang : UIN Maliki Press,2010), hal.131 6 Muhaimin, Paradigma Pendidikan...hal.294-295 5 16 4. Pengertian kyai Kyai bisa juga disebut dengan pemuka agama, namun dikalangan umat Islam pemuka agama lebih sering dikenal dengan sebutan ulama/kyai. Pemuka agama adalah orang yang terkemuka dan ternama dalam bidang agama dan diteladani oleh pendukugnya. Pemuka agama adalah tokoh komunitas umat beragama baik seorang pemimpin ormas keagamaan maupun yang tidak memimpin ormas keagamaan yang diakui dan atau dihormati oleh masyarakat setempat sebagai panutan. Pendapat lain mengatakan bahwa pemuka agama bisa diartikan sebagai ulama, pendeta, bhiksu dan lain sebagainya yang memiliki kontribusi dalam agama tersebut. Para pemuka agama merupakan tokoh penting yang memegang peranan sangat strategis dalam mewujudkan persatuan dan kerukunan umat beragama. Seorang tokoh agama akan selalu menjadi rujukan dalam berbagai masalah pribadi atau keagamaan bagi para pendukungnya. Bahkan pendukung yang fanatik akan sangat bangga jika disuruh-suruh oleh sang pemuka atau tokoh untuk melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan kepentingan pemuka agama tersebut, meskipun tidak dibayar karena berharap dapat brkah dalam hidupnya.7 7 Zubidi, Pandangan Pemuka Agama Terhadap Kebijakan Pemerintah Bidang Keagamaan, ( Puslitbang : Jakarta, 2013), hal. 15 17 Seorang tokoh agama selalu menjadi panutan umatnya, sepanjang ia dapat diteladani, karena disamping sangat mengetahui tentang agama, ia juga hidup penuh keteladanan di lingkungannya. Hidupnya sederhana, meskipun kaya. Ia mudah membantu kesulitan orang lain, dan rendah hati. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh seseorang agar daat menjadi tokoh agama. Diperkotaan misalnya, jalur menjadi tokoh agama dapat dimulai dari menjadi aktifis remaja masjid, ormas kemahasiswaan Islam, ormas keagamaan, sering mengelola kegiatankegiatan keagamaan, suka berhubungan dengan pemuda masjid dan tokoh agama yang ada dan sebagainya. Sementara itu, di pedesaan, jalur menuju posisi sebagai tokoh agama lebih sederhana, apalagi bila sudah menjadi aktifis organisasi keagamaan. Mobilitas vertikal seseorang menjadi tokoh atau pemuka agama akan lebih cepat jika yang bersangkutan telah memiliki seperangkat ilmu pengetahuan agama.8 Selain definisi diatas, ada definisi lain terkait dengan ulama. Ulama yaitu seseorang yang telah sampai pada derajat keutamaan. Yakni berpengetahuan agama dan mengamalkan ilmu itu untuk dirinya sendiri serta mengajarkan kepada murid-muridnya. Kiai memiliki sebutan yang berbeda-beda tergantung daerah tempat tinggalnya. Di Jawa disebut Kiai, di Sunda disebut Ajengan, di 8 Ibid., hal 16 18 Aceh disebut Tengku, di Sumatra Barat/Tapanuli disebut Syaikh, di Minangkabau disebut Buya, di Nusa Tenggara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah di sebut Tuan Guru. Mereka semua juga bisa disebut Ulama sebagai sebutan yang lebih umum (menasional), meskipun pengertian ulama mengalami pergeseran.9 Menurut Imam Al-Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Hamid Ahmad : Ulama atau Kyai adalah dokter spiritual. Kalau dokter medis bertugas mengobati penyakit-penyakit fisik, maka ulama bertugas mengobati penyakit-penyakit hati. Ulama juga melakukan diagnosa terhadap penyakit-penyakit kemasyarakatan dan berusaha mengobatinya. Kenyataannya, jika telah mencapai derajat kearifan yang tinggi, ulama siap menampung segala keteduhan pada mereka. Ulama, bagi masyarakat ibarat air telaga yang tenang dan menenangkan. Seperti halnya dokter klinis tak kan dapat menjalankan tugasnya dengan baik jika dia sendiri sakit, begitu pula ulama. Jika masih mengidap penyakit hati, dia akan mengalami kesulitan mengobati penyakit hati masyarakatnya dengan maksimal. Penyakit itu akan bertahan lama di masyarakat, dan semakin lama mungkin semakin parah. Dengan demikian, seorang kyai harus memiliki hati yang relatif bersih. Dia mesti melakukan riyadlah (olah spiritual) guna mencapai ketenangan jiwa (an-nafsul muthmainnah) sehingga dia sanggup membimbing masyarakat dandapat mnampung keluh kesah mereka. 9 Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi menuju Demokratisasi Institusi, ( Jakarta : Erlangga), hal.20 19 Dalam kata-kata sufi, “Dia ibarat awan yang menaungi semua benda yang dibawahnya, tanpa pandang bulu. Dia adalah air hujan yang membasahai siapapun, baik yang jahat maupun yang lemah.10 Kyai atau ulama dengan kelebihannya, terutama pengetahuannya tentang Islam, seringkali dilihat sebagai orang yang senantiasa dapat memahami keagungan Tuhan dan rahasia alam, dan karenanya mereka dianggap memiliki kedudukan yang terjangkau, terutama oleh kebanyakan orang awam. Dalam beberapa hal mereka menunjukkan kekhususannya dalam bentuk-bentuk pakaian yang merupakan simbol kealiman yang berupa kopiah dan sorban.11 Sayyid Abdullah bin ‘Alwi Al-Haddad dalam kitabnya An- Nashaihud Diniyah mengemukakan sejumlah kriteria kyai sejati adalah :12 a. Dia takut kepada Allah b. Bersikap zuhud pada dunia c. Merasa cukup (qana’ah) dengan rezeki yang sedikit d. Menyedekahkan harta yang berlebih dari kebutuhan dirinya e. Suka memberi nasihat kepada masyarakat f. Ber-ammar ma’ruf nahi munkar g. Suka membimbing ke arah kebaikan dan mengajak pada hidayah 10 Hamid Ahmad, Percik-Percik Keteladanan Kiai Ahmad Pasuruan, ( Pasuruan : Lembaga Informasi dan Studi Islam , 2003), hal xx 11 Sindu Galba, Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi, (PT Rineka Cipta : Jakarta, 1995), hal.62 12 Ibid., hal.xxi 20 h. Bersikap tawadhu’, lapang dada dan tidak tamak pada apa yang ada pada mereka serta tidak mendahulukan orang kaya dari pada yang miskin i. Selalu bergegas melakukan kebaikan j. Tidak kasar sikapnya, hatinya tidak keras dan akhlaknya baik, tidak banyak omong, penampilannya tenang, tidak tergesa-gesa k. Kepada penguasa dia tidak mondar-mandir mendatanginya, tidak silau oleh kekuasaan, prestise dan harta l. Tidak diam bila melihat kemungkaranyang dilakukan penguasa, jika dia mampu. Ulama atau kyai banyak ragamnya. Dilihat dari kiprahnya dalam masyarakat, ada kiai yang melibatkan diri dalam organisasi kemasyarakatan (NU misalnya) atau organisasi politik, ada kiai yang mengambil jarak dengan yang namanya organisasi. Diantara kelompok kedua ini bahkan ada kiai-kiai (terutama di zaman dulu) yang bersikap antipati terhadap organisasi, termasuk NU. Umumnya, terutama di kalangan NU, seorang kiai memiliki pesantren atau lembaga pendidikan, tempat ia menularkan ilmunya. Tapi ada juga, sebagian kecil yang tidak punya. Mereka menjadi semacam “pekerja lepas”. Dilihat dari corak keilmuan dan amaliahnya, kiai terbagi atas beberapa jenis. Diantaranya : a. Kiai ahli fiqih 21 b. Kiai ahli ilmu alat c. Kiai sufi Umumnya dua kelompok kiai pertama cukup aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Sedangkan kiai sufi, terutama yang sudah mencapai derajat wali, lebih banyak tenggelam dalam kegiatan mendekatkan diri kepada Allah, dibanding kegiatan belajar-mengajar. Sebenarnya, pembagian yang terakhir ini kurang tepat. Sebab yang namanya ulama itu (terutama para kiai dengan kultur “Ahlus Sunah Wal Jama’ah” di Indonesia) tidak ada yang hanya mengkhususkan diri pada satu disiplin ilmu. Misalnya mereka yang dikelompokkan sebagai ulama ahli ilmu fikih sebenarnya juga ahli dibidang ilmu alat. Mereka juga belajar ilmu tasawuf, karena semua ilmu-termasuk ilmu tasawufmenjadi bagian dari “kurikulum pesantren”. Dengan demikian, pembagian itu hanya memperhatikan segi kemenonjolannya . Yang pasti, apapun macam ulama atau kiai, mereka memiliki ciriciri yang sama, yaitu memiliki ilmu agama yang memadai, melakukan kegiatan ajar-mengajar dan berkiprah melayani masyarakat. Hanya derajatnya yang berbeda-beda pada masing-masing ulama. Yang pasti juga adalah, ulama atau kiai (harus bisa) menjdi panutan atau teladan masyarakat. Kiai menjadi tempat bertanya, tempat mengadu, juga menjadi personifikasi ajaran Islam, tempat masyarakat bercermin. Demikianlah figur seorang ulama sejati.13 13 Ibid., hal xxi-xxii 22 Dengan demikian strategi ulama atau kyai adalah usaha sistematis dan terkoordinasi untuk secara terus menerus memperbaiki tatanan masyarakat menjadi lebih baik. Maksudnya strategi yang digunakan oleh seorang ulama atau kyai dalam menciptakan budaya religius pada masyarakat agar masyarakat menjadi lebih baik baik dari segi ilmu dan akhlaknya. B. Tinjauan Tentang Budaya Religius 1. Pengertian budaya Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berfikir, merasa, mempercayai, dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktik komunikasi, tindakan-tindakan sosial,kegiatan ekonomi,politik dan teknologi, semua itu berdasarkan pola-pola budaya. Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan,nilai, sikap, makna dan diwariskan dari generasi melalui usaha individu dan kelompok. Budaya menampakkan diri dalam polapola bahasa dan bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku ;gaya komunikasi;obyek materi,seperti rumah,alat dan mesin yang digunakan dalam industri dan pertanian,jenis transportasi,dan alat-alat perang.14 14 H.Ahmad Sihabudin,Komunikasi Antar Budaya,( Jakarta : PT.Bumi Aksara,2013),hal19 23 Budaya berasal dari kata “culture” (bahasa Inggris). Sama dengan “Cultur” (bahasa Belanda), sama dengan “Tsaqafah” (bahasa Arab),sama dengan “Colore” (bahasa Latin), yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan terutama mengolah tanah. Dari arti itu berkembanglah arti “Culture”sebagai segala daya dan aktifitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Budaya (Budhidaya) yang berasal dari bahasa Sansekerta, budhi dan daya. Budhi artinya akal atau pikiran, daya artinya kemampuan. Jadi kata budaya itu berarti kemampuan akal atau pikiran. Secara lengkapnya kebudayaan itu hasil budi atau akal manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup. Hidup manusia lebih sempurna dibandingkan hewan. Sebab manusia berbudaya, sedangkan hewan tidak. Semula budaya atau kultur itu sangat terbatas kepada hal-hal yang indah saja. Misalnya candi, tarian, seni rupa,seni suara,seni kesusastraan dan filsafat. Akhirnya pengertian kebudayaan itu berkembang. Banyak para ahli-ahli yang mendefinisikannya. Berikut adalah definisi budaya menurut para ahli :15 a) E.B Taylor Budaya merupakan kebulatan yang kompleks termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum adat, kebiasaan dan kemampuan serta kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. b) R.Linton 15 Ibid.,Ilmu Budaya Dasar, hal.8-9 24 Budaya adalah konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku, yang unsur pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu. c) White Budaya itu sebagai suatu organisasi dari gejala, tindakan (tingkah laku), obyek (alat-alat), ide (kepercayaan,pengetahuan), dan sentimen (nilai-nilai dan sikap) yang mengguakan simbol. d) Coon Budaya adalah sebagai jumlah menyeluruh dari cita-cita tempat manusia tinggal (hidup) yang dialihkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui proses belajar. e) Gazalba Budaya itu sebagai cara berfikir dan cara merasa, yan menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan sekelompok manusia, yang terbentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang dan waktu. 2. Pokok-pokok Budaya Definisi kebudayaan meskipun berbeda dalam peredaksiannya dan sangat banyak dalam mendefinisikannya, namun perlu juga kita temukan pokok-pokok yang terkandung di dalamnya. Pokok-pokok itu antara lain :16 a. Kebudayaan yang terdapat antara umat manusia itu sangat beragam b. Kebudayaan didapat dan diteruskan secara sosial melalui pelajaran c. Kebudayaan terjabarkan dari komponen-komponen biologi, psikologi dan sosiologi 16 Ibid., hal.10 25 d. Kebudayaan itu berstruktur dan terbagi dalam aspek-aspek, serta kebudayaan itu bersifat dinamis, dan nilai-nilai dalam kebudayaan itu relatif. 3. Ciri-ciri Budaya Budaya selain melibatkan hasil-hasil tingkah laku yang dipelajari, termasuk ide-ide pengetahuan, nilai dan obyek-obyek materi, juga mempunyai ciri-ciri lain, misalnya :17 a. Kebudayaan dapat memuaskan. Kebudayaan dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan biologis dan sosial budaya manusia, bukan hanya yang menyangkut makanan dan pakaian, tetapi juga membantu dalam memelihara hubungan dengan pihak-pihak lain. Baik perorangan maupun kelompok. b. Kebudayaan bersifat adaptif. Ia dapat menyesuaikan diri dengan kekuatan luar yang braneka ragam. c. Kebudayaan bersifat integratif. Disamping adanya tarikan dari unsur-unsur yang berbeda dalam kebudayaan ke sudut yang berlainan, juga ada suatu kecenderungan umum menuju konsistensi dan integrasi yang mengikat anggota masyarakat menyeluruh. d. Kebudayaan merupakan suatu abtraksi kenyataan dasar manusia, yaitu tingkah laku manusia dan hasil-hasilnya. 17 Ibid.,hal 10 26 4. Aspek Budaya Telah kita ketahui bersama bahwa kebudayaan itu sangat luas, sebab bisa meliputi hampir seluruh aktifitas manusia dalam kehidupannya. Kebudayaan itu bisa diartikan secara abstrak dan kongkret dan dapat diekspresikan atau ditangkap dengan perantaraan bahasa, sebagai salah satu bentuk yang terpenting dari kemampuan manusia untuk menggunakan lambang atau tanda. Dengan perantaraan bahasalah pengertian yang abstrak sifatnya itu dapat disimpan didalam pikiran manusia, yang kemudian dapat diajarkan secara sosial kepada manusia lain. Manusia mampu berbudaya, makhluk lain tidak. Kemampuan manusia itu misalnya : a. Dapat membebaskan diri dari respon-respon yang otomatis terhadap lingkungannya b. Mempunyai potensi yang elastis untuk mengembangkan intelegensinya yang kompleks. Dengan kata lain manusia dapat dididik c. Dapat mengembangkan simbolis, kemampuannya untuk berfikir bisa menggunakan pengertian-pengertian abstrak dengan alat bahasa d. Dapat berbicara e. Dapat mengembangkan kapasitasnya untuk inovasi yang 27 Sedangkan budaya yang sifatnya kongkret, misalnya segala tingkah laku, sikap dan pernyataan dari manusia dapat diamati oleh panca indera. Pengertian budaya yang bersifat abstrak dan kongkret adalah respon-respon yang mempunyai dasar organis yang dilakukan oleh manusia dalam menanggapi lingkungan alam, sosial. Mengingat kebudayaan itu sangat luas, maka untuk menganalisis konsep kebudayaan secara luas, dapat dirinci dalam unsur yang lebih khusus. Unsur rincian itu kita sebut sebagai unsur kebudayaan yang universal, karena unsur ini dapat kita temukan pada semua kebudayaan di dunia baik di desa-desa maupun dimasyarakat perkotaan yang besar dan kompleks. Unsur-unsur universal yang sekaligus merupakan isi dari semua kebudayaan di dunia, misalnya :18 a. Sistem religi dan upacara keagamaan b. Sistem dan organisasi kemasyarakatan c. Sistem pengetahuan d. Bahasa e. Kesenian f. Sistem mata pencaharian hidup g. Sistem teknologi dan peralatan 5. Wujud kebudayaan dan unsur-unsurnya Ada 3 macam wujud kebudayaan :19 18 19 Ibid.,hal.11-12 Ibid., Ilmu Budaya Dasar., hal.32-33 28 a. Wujud kebudayaan sebagai kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya b. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia Wujud pertama adalah wujud ideal kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba dan difoto. Letaknya dalam alam pikiran manusia. Sekarang kebudayaan ideal ini banyak tersimpan dalam arsip kartu komputer, pita komputer, dan sebagainya. Ide-ide dan gagasan manusia ini banyak yang hidup dalam masyarakat dan memberi jiwa pada manusia. Gagasan-gagasan itu tidak terlepas satu sama lain melainkan berkaitan menjadi suatu sistem, disebut sistem budaya atau cultural system, yang dala bahasa Indonesia disebut adat istiadat. Wujud kedua adalah yang disebut sistem sosial, yaitu mengenai tindakan berpola manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktifitas-aktifitas manusia yang berinteraksi satu dengan lainnya dari waktu ke waktu, yang selalu menurut pola tertentu. Sistem sosila ini bersifat konkrit sehingga bisa diobservasi, difoto, dan didokumentir. Wujud ketiga adalah yang disebut kebudayaan fisik, yaitu seluruh hasil fisik karya manusia dalam masyarakat. Sifatnya sangat konkrit berupa benda-benda yang bisa diraba, difoto dan dilihat. Ketiga wujud kebudayaan tersebut di atas dalam kehidupan manusia tidak terpisah satu dengan yang lainnya. Kebudayaan ideal 29 dan adat-istiadat mengatur mengarahkan tindakan manusia baik gagasan, tindakan dan karya manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan secara fisik. Sebaliknya kebudayaan fisik membentuk lingkungan hidup tertentu yang makin menjaukan manusia dari lingkungan alamnya sehingga bisa mempengaruhi pola berpikir dan berbuatnya. Adapun unsur kebudayaan yang bersifat universal yang dapat kita sebut sebagai isi pokok tiap kebudayaan di dunia ini adalah :20 a. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia sehari-hari misalnya: pakaian, perumahan, alat rumah tangga, senjata, dan sebagainya. b. Sistem mata pencaharian dan siste ekonomi. Misalnya : pertanian, peternakan, sistem produksi c. Sistem kemasyarakatan, misalnya : kekerabatan, sistem perkawinan, sistem warisan d. Bahasa sebagai media komunikasi, baik lisan maupun tertulis e. Ilmu pengetahuan f. Kesenian, misalnya seni suara, seni rupa, seni gerak g. Sistem religi Masing-masing unsur kebudayaan universal ini pasti menjelma dalam ketiga wujud budaya tersebut diatas, yaitu wujud sistem budaya, sistem sosial, dan unsur budaya fisik. 20 Ibid.,hal.33 30 6. Pengertian Religius Kata dasar dari religius adalah religi yang berasal dari bahasa asing religion sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati diatas manusia. Sedangkan religius berasal dari kata religious yang berarti sifat religi yang melekat pada diri seseorang. Religius sebagai salah satu nilai karakter dideskripsikan oleh Suparlan sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.21 Menurut Poerwadarminta, religius adalah sifat-sifat yang terdapat dalam agama atau segala sesuatu yang mengenai agama-agama.22 Religius adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh seseorang yang berkaitan dengan hal-hal yang ada hubungannya dengan keagamaan. Pendapat Muhaimin sebagaimana yang dikutip Ngainun Naim : Kata ‘religius’ memang tidak selalu identik dengan kata agama. Religius lebih tepatnya diterjemahkan sebagai keberagamaan. Keberagamaan lebih melihat aspek yang didalam lubuk hati nurani pribadi dan bukan aspek yang bersifat formal.23 Menurut Gay Hendricks dan Kate Ludeman terdapat beberapa sikap religius yang tampak dalam diri seseorang dalam menjalankan tugasnya, diantaranya ialah :24 21 Elearning Pendidikan. 2011. Membangun Karakter Religius Pada siswa Sekolah Dasar. Dalam, (http:/www.elearningpendidikan.com), diakses 28 November 2016 22 Poerwadarminta, Kamus Besar Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1987), hal.19 23 Ngainun Naim, Character Building : Optimalisasi Peran Pendidikan Dalam Pengembangan Ilmu Karakter Bangsa, ( Yogyakarta : Ar-Ruzz Media,2012) hal 24 24 Jamal Ma’mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, (Yogyakarta : DIVA Press, 2011), hal.36-37 31 a. Kejujuran Jujur atau kejujuran merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan diri sebagai orang yang selalu dapat dipercaya. Hal ini diwujudkan dengan perkataan, tindakan, dan pekerjaan baik terhadap diri sendiri maupun pihak lain. Kejujuran merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan diri sebagai orang yang selalu dapat dipercaya baik terhadap diri sendiri maupun pihak lain. b. Keadilan Salah satu skill seseorang yang religius adalah mampu bersikap adil kepada semua pihak, bahkan saat ia terdesak sekalipun. c. Bermanfaat bagi orang lain Hal ini merupakan salah satu bentuk sikap religius yang tampak dari diri seseorang, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW : “ Sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lain”. d. Rendah hati Sikap rendah hati merupakan sikap tidak sombong mau mendengarkan pendapat orang lain dan tidak memaksakan gagasan dan kehendaknya. e. Bekerja efisien 32 Mereka mampu memusatkan semua perhatian mereka pada pekerjaan saat itu dan begitu juga saat mengerjakan pekerjaan selanjutnya. f. Visi kedepan Mereka mampu mengajak ke dalam angan-angannya. Kemudian menjabarkan begitu rinci cara untuk menuju kesana. g. Disiplin tinggi Mereka sangatlah disiplin. Kedisplinan mereka tumbuh dari semangat penuh gairah dan kesadaran bukan dari keharusan dan keterpaksaan. h. Keseimbangan Seseorang yang memiliki sifat religius sangat menjaga keseimbangan hidupnya. 7. Macam-macam Nilai Religius Landasan religius dalam pendidikan merupakan dasar yang bersumber dari agama. Tujuan dari landasan religius dalam pendidikan adalah seluruh proses dan hasil dari pendidikan dapat mempunyai manfaat dan makna hakiki. Agama memberikan dan mengarahkan fitrah manusia memenuhi kebutuhan batin, menuntun kepada kebahagiaan dan menunjukkan kebenaran. Menurut Zayadi, sumber nilai yang berlaku dalam kehidupan manusia digolongkan menjadi dua macam :25 25 Zayadi, Desain Pendidikan Karakter, (Jakarta : Kencana Pramedia Group, 2001), hal.73 33 a. Nilai ilahiyat Nilai ilahiyat adalah nilai yang berhubungan dengan ke-Tuhan-an atau habluminallah , dimana inti dari ke Tuhan-an adalah keagamaan. Kegiatan menanamkan nilai keagamaan menjadi inti kegiatan pendidikan. Nilai-nilai yang paling mendasar adalah : 1. Iman, yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Allah 2. Islam, yaitu sebagai lanjutan dari iman, maka sikap pasrah kepada-Nya dengan meyakini bahwa apapun yang datang dari Allah mengandung hikmah kebaikan dan pasrah kepada Allah. 3. Ihsan, yaitu kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir atau berada bersama kita dimanapun kita berada. 4. Taqwa, yaitu sikap menjalankan perintah dan mejauhi larangan Allah. 5. Ikhlas, yaitu sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan tanpa pamrih, semata-mata mengharap ridho dari Allah. 6. Tawakal, yaitu sikap senantiasa bersandar kepada Allah dengan penuh harapan kepada Allah. 7. Syukur, yaitu sikap penuh rasa terimakasih dan penghargaan atas ni’mat dan karunia yang telah diberikan oleh Allah. 8. Sabar, yaitu sikap batin yang tumbuh karena kesadaran akan asal dan tujuan hidup yaitu Allah. b. Nilai Insaniyah 34 Nilai insaniyah adalah nilai yang berhubungan dengan sesama manusia atau habluminannas yang berisi budi pekerti. Berikut adalah n ilai yang tercantum dalam nilai insaniyah :26 1. Silaturrahim, yaitu pertalian rasa cinta kasih antara sesama manusia. 2. Al-ukhuwah, yaitu semangat persaudaraan 3. Al-Musawah, yaitu pandangan bahwa harkat dan martabat semua manusia adalah sama 4. Al-Adalah, yaitu wawasan yang seimbang 5. Husnu dzan, yaitu berbaik sangka kepada Allah dan manusia 6. Tawadlu, yaitu sikap rendah hati 7. Al-Wafa, yaitu tepat janji 8. Insyirah, Insyirah,yaitu lapang dada 9. Amanah, yaitu bisa dipercaya 10. Iffah atau ta’affuf, yaitu sikap penuh harga diri, tetapi tidak sombong tetap rendah hati 11. Qawamiyah, yaitu sikap tidak boros 12. Al-Munfikun, yaitu sikap kaum beriman yang memiliki kesediaan yang besar menolong sesama manusia 26 Ibid.,hal.95 35 C. Macam-macam Budaya Religius Budaya religius adalah sekumpulan nilai-nilai agama yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh setiap warga masyarakat. Proses pembudayaan keagamaan dilakukan melalui tiga tataran :27 1. Tataran nilai yang dianut (merumuskan secara bersama nilanilai agama yang disepakati dan yang perlu dikembangkan di masyarakat untuk selanjutnya dibangun komitmen dan loyalitas bersama diantara semua warga masyarakat terhadap nilai-nilai yang disepakati) 2. Tataran praktik keseharian (nilai-nilai keagamaan yang elah disepakati tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku keseharian oleh semua warga masyarakat) 3. Tataran simbol-simbol budaya (pengganti simbol-simbol budaya yang kurang sejalan dengan ajaran dan nilai-nilai agama dengan simbol budaya yang agamis). Macam-macam budaya religius antara lain : 1. Pengajian kitab kuning Kitab kuning adalah kitab-kitab islam klasik yang ditulis oleh ulama’ zaman dahulu yang identik dengan kertas berwarna kuning dan 27 Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah ....hal.116-117 36 berbahasa Arab, serta tidak memakai harokat.28 Sedangkan menurut Ahmad Sarwat kitab kuning adalah Istilah yang disematkan pada kitab-kitab berbahasa Arab yang biasa digunakan dibanyak pesantren sebagai bahan pelajaran.29 Sebenarnya warna kuning itu kebetulan saja, lantaran dahulu barang kali belum ada jenis kertas seperti zaman sekarang yang warnanya putih. Mungkin di masa lalu yang tersedia hanya itu saja. Sistem dan metode yang dipakai dalam pengajian kitab kuning ini biasanya dengan cara wetonan atau bandongan, yaitu mengaji dengan bersama-sama sekian banyak santri dengan seorang guru atau kyai yang membaca kitab kuning tertentu. Para santri mendengarkan dan sekaligus memberi makna didalam kitab kuning itu secara langsung (makna gundul). Disamping wetonan juga diajarkan dengan cara sorogan. Yaitu secara perorangan setiap santri menghadap kiai (ustadz) untuk menerima pelajaran secara langsung. Cara sorogan ini tentu lebih efektif daripada wetonan, karena kemampuan santri dapat terkontrol oleh kiai. Namun sangat tidak efisien karena terlalu memakan waktu lama. Sedangkan wetonan akan lebih efisien namun sangat kurang efektif karena tidak akan terkontrol oleh pengajarnya. Akan tetapi untuk kedua system tersebut budaya Tanya jawab dan perdebatan tidak dapat tumbuh; terkadang terjadi kesalahan yang diperbuat oleh sang kiai lantaran kantuk, umpamanya, 28 Bahril Ghozali, Pesantren Berwawasan Lingkungan,( Jakarta : Prasasti, 2002) hal.24 Ahmad Sarwat, “Apakah Kitab Kuning Itu” dalam file://client3/sharedocs/apakah_kitab_kuning_itu” htm diakses 29 september 2016 29 37 tidak pernah ada teguran atau kritik dari santri. Bahkan tidak mustahil tanpapikir panjang para santri menerima mentah-mentah kesalahan tersebut sebagai kebenaran. Tentu kemungkinan besar akan ketahuan oleh santri ketika ia telah meningkat menjadi pengajar, yakni setelah bertanggung jawab akan arti tadi. Disampig cara tersebut, ada system klasikal atau madrasi yang mulai muncul dan berkembang di awal tahun 1930-an. Modelya seperti sekolah pada umumnya,meskipun kurikulum dan silabusnya sangat bergantung pada kiai. Artinya bias berubah-ubah sesuai dengan pertimbangan dan kebijakan kiai. Inisemua masih dalam satu pembicaraan, yaitu hanya pelajaran agama, kitab-kitab kuning saja yang diajarkan cara penyampaiannya pun biasanya dengan bahasa daerah, khususnya Jawa dengan tuisan Arab (Arab Pegon).30 2. Manaqiban Yang dimaksud dengan istilah manaqib ialah membaca kisah cerita tentang orang sholeh, seperti kisah Nabi atau Waliyullah (kekasih allah). Dalam tradisinya, kisah-kisah tersebut ditulis menggunakan bahasa yang sangat indah dengan susunan kalimatnya yang benar-benar indah( balaghi), misalnya saja membaca manaqib Syaikh Abdul Qadir Al-Jilaniy. Tradisi membaca manaqib tersebut, biasanya di lakukan oleh masyarakat yang berfaham ahlus sunnah wal jama'ah, khususnya 30 Ahmad Qodri A.Azizy, Islam dan Permasalaan Sosial Mencari Jalan Keluar, (LKiS : Yogyakarta,2000), hal. 106-107 38 kaum Nahdliyyin dan biasanya dibaca pada malam Jum’at atau ketika ada hajatan khusus. Inti dari kegiatan ini sebenarnya dzikrulloh dalam rangka taqarrub ilallah (mendekatkan diri pada Allah SWT). Jika manusia sebagai hamba selalu dekat dengan sang Khaliq, maka segala keinginannya akan dikabulkan oleh-Nya.31 Pendapat lain mengatakan, manaqib adalah selamatan yang diselenggarakan sebagai ungkapan rasa syukur atas suatu keberhasilan, atau disebut juga dengan selamatan nazar. Inti kegiatan ini adalah membaca kitab manaqib. Kitab berbahasa Arab ini berisi tentang riwayat hidup Syek Abdul Qodir Al-Jailani, yang bergelar shultonil auliya’ (rajanya para wali). Beliau adalah seorang ulama pendiri aliran tariqat Qadiriyah yang berasal dari Baghdad, Irak. Meskipun kitab ini berisi riwayat hidup seorang tokoh ulama, kenyataannya hanya dibaca tanpa diterjemahkan. Sehingga sebagian besar para peserta manaqiban tidak mengetahui isi sebenarnya tentang sejarah tokoh tersebut. Namun demikian, keyakinan yang berkaitan dengan penyelenggaraan tradisi ini menyatakan bahwa mengetahui atau tidak isi kitab bukan persoalan utama. Mereka meyakini bahwa membaca atau mendengarkan orang yang sedang membaca kitab manaqib itu saja sudah mendapat pahala. Bahkan sejumlah warga desa juga meyakini bahwa dari manaqib inilah orang Islam, terutama warga 31 Ibid., Mewujudkan Budaya..., hal.121 39 NU menerima pancasila sebagai ideology Negara, yang lambanglambang silanya tertera di dada burung garuda.32 3. Shalawatan/hadrah Membaca shalawat untuk Nabi Muhammad Saw adalah amalan yang mempunyai banyak keutamaan untuk dilakukan. Orang-orang yang membaca shalawat atas Nabi SAW satu kali saja—menurut Beliau—akan mendapatkan balasan sepuluh kali lipat. Itulah kenapa bagi orang-orang yang menginginkan hidupnya mendapatkan banyak keberkahan dari Allah SWT hendaknya memperbanyak shalawat untuk Nabi SAW.33 Untuk menciptakan budaya cinta shalawat, biasanya dengan cara hadrohan. Hadrah adalah sebuah musik yang bernafaskan Islami yaitu dengan melantukan Sholawat Nabi diiringi dengan alat tabuhan dengan alat tertentu, hadrah berasal dari Kebudayaan Timur Tengah lebih tepatnya dikenal dengan Marawis di Negeri Asalnya. Akar dari kesenian hadroh ini adalah pembacaan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalam kesenian hadroh alat musik/instrumen yang digunakan berupa rebana atau terbang. Dalam kesenian Hadroh rebana/terbang ini pada dasarnya hanya berjumlah empat buah dengan ukuran yang sama, 32 Tadjoer Ridjal Baedoeri, Tamparisasi Tradisi Santri Pedesaan Jawa, (Yayasan Kampusian : Surabaya, 2004), hal 294 33 Akhmad Muhaimin Azzet, Amalan dan Doa Menjadi Kaya, (Jogjakarta : Starbooks, 2010),hal.74 40 dan dimainkan oleh empat orang dengan tabuhan/ketukan yang berbeda-beda yang jika disatukan menimbulkan nada yang indah. Lagu-lagu yang digunakan dalam kesenian Hadroh biasanya diambil dari kitab-kitab dan buku-buku kumpulan Qasidah, seperti kitab Simthud Duror, Al Barzanji, kumpulan Qasidah Islamiyah, dan lain sebagainya. Biasanya para pecinta shalawat membentuk sebuah grup yang masing-masing personil memegang alat musik dan ada juga yang sebagai vokalis. Hadrah masuk ke Indonesia diperkirakan sudah agak lama dan dibawa oleh pedagang-pedagang Arab ke tanah Melayu setelah agak lama di Melayu kemudian tersebarlah ke penjuru Nusantara dengan dibawa pedagang-pedagang Arab atau Melayu dan diperkirakan sekitar Abad 18 masuklah Hadrah di Tanah Madura tepatnya di Sumenep dibawa oleh para Pedagang-Pedagang Arab dan Melayu, mereka membaur ke masyarakat sekitar dan memperkenalkan Hadrah kepada masyarakat dan secara tidak langsung Hadrah mulai dikenal oleh masyarakat sampai saat ini. Di Sumenep Hadrah menjadi popular karena masuk di PesantrenPesantren yang ada di Sumenep dan uniknya lagi Hadrah di Sumenep mempunyai perbedaan tersendiri yaitu mulai dari nama alat tabuhnya 41 sampai nama-nama pemainnya, berikut penjabaran dari nama-nama alat tabuh dan para pemain Hadrah :34 Alat Tabuh Berupa Gendang dan dibagi menjadi 3 Jenis yaitu : a. Gendhang Korbiyen b. Gendhang Budu’en c. Gendhang Peca’an Dan berikut nama-nama pemainnya :35 a. Hadi Hadi adalah Orang yang melantukan Sholawat Nabi. b. Tokang Tabbuh Tokang Tabbuh adalah Orang yang menabuh Gendhang. c. Tokang Ruddhat Tokang Ruddhat adalah Orang yang betugas melakukan Ruddhat yaitu gerakan duduk dan bergerak serentak dengan irama-irama tertentu d. Tokang Shap Tokang Shap adalah Orang yang bertugas melakukan Shap yaitu gerakan berdiri dan bergerak dengan mengikuti irama dengan gerakan tertentu. Hadrah biasanya terdiri dari 5 Tokang Tabbuh, 15 Tokkang Ruddhat dan 16 Tokang Shap, Hadrah di Sumenep semakin hari 34 https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=473171186071074&id=472421182 812741. Diakses tanggal 15-01-2016 jam 20.32 WIB 35 Ibid 42 semakin popular dengan adanya modernisasi mulai dari kombinasi tabuhan dan kombinasi gerakan. Hadrah biasanya diadakan ketika ada acara Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, Syukuran dan bisa juga acara rutinitas sebuah grup Hadrah tertentu misalnya 1 minggu sekali di rumah anggota grup Hadrah tersebut, dengan seperti ini Hadrah terus lestari di Sumenep dan Di Tanah Madura ini walau merupakan budaya adopsi dari Timur Tengah tapi Hadrah Sumenep masih terus lestari dengan eksistensinya dan keunikannya tersendiri. 4. Tahlilan Tahlil berasal dari Bahasa Arab, yakni kata hallala yang mempunyai beberapa pengertian. Diantara maknanya adalah menjadi sangat, gembira, menyucikan, dan mengucapkan kalimat laa ilaaha illa Allah. Dari sekian banyak sekian arti yang ada, definisi terakhirlah yang dimaksudkan dalam pengertian tahlil. Jika ditarik lebih jauh, maka kegiatan tahlil adalah kegiatan membaca kalimat laa ilaaha illallah ditambah dengan bacaan-bacaan tertentu yang mengandung fadhilah (keutamaan). Pahala dari bacaan tahlil ditujukan kepada orang muslim yang sudah meninggal dunia. Pada dasarnya, refleksi utama dari tahlil adalah do’a untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Beranjak dari sinilah kita harus memahami bahwa tahlil jelas memiliki nuansa berdimensi spiritual. Tradisi semacam ini bisa dikategorikan dalam simbol-simbol sebagai 43 media dakwah untuk melestarikan aksistensi agama sebagai ajaran maupun sebagai ideologis. Namun di samping itu, kegiatan tahlil tidak pernah diajarkan bahkan dicontohkan oleh Rasululullah saw. Di sisi lain, hal ini sangat berbeda dengan kaum muslim NU “tradisionalis” yang sangat memegang teguh tradisi tahlil. Dari generasi ke generasi, tradisi tahlil merupakan warisan yang senantiasa hidup di tengah-tengah masyarakat. Mereka atau masyarakat Muslim NU sudah terbiasa, setiap ada orang yang meninggal dunia, maka anggota keluarganya mengadakan tahlilan dengan memberitahukan segenap kerabat dekat maupun jauh dan juga masyarakat setempat. Umumnya tahlilan diadakan selepas shalat maghrib di kediaman keluarga almarhum. Biasanya tahlilan berlangsung selama tujuh hari sejak hari kematian almarhum. Terkadang ada juga masyarakat yang menyelenggarakannya hanya pada hari pertama, hari ketiga dan hari ketujuh. Setelah itu kegiatan tahlilan dihentikan. Untuk mengenang kepergian almarhum kepangkuan illahi rabbi, keluarga mengadakan kembali pada hari keempat puluh, hari keseratus, menginjak satu tahun, dan tiga tahun kemudian. Kegiatan tahlilan bertujuan agar almarhum yang telah tiada mendapatkan ampunan dan rahmat Allah swt. Ritual bacaan yang dilafalkan ketika kegiatan tahlil berlangsung sangat berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Kiranya tidak masalah apabila teks dan gayanya pun sangat bervariasi. Secara umum, 44 dalam kegiatan tahlil bacaan yang dibawakan antara lain surat alFatihah, surat al-Ikhlas, surat al-Muawwidzatain yaitu sutah al-Ikhlas, al-Falaq, dan an-Nass, permulaan dan akhiran surat al-Baqarah, ayat kursi, istighfar, tahlil (laa ilaaha illa Allah), tasbih (subhana Allah wa bihamdihi subhana Allah al-adhim), shalawat nabi dan do’a. Mengingat dari sekian materi bacaannya terdapat kalimat tahlil yang diulang-ulang maka selanjutnya acara itu biasa dikenal dengan istilah tahlilan.36 Tahlilan dari susunan bacaannya terdiri dari dua unsur yang disebut dengan syarat dan rukun, yang dimaksud dengan syarat ialah bacaan : a) Surat al-Ikhlas b) Surat al-Falaq c) Surat an-Nas d) Surat al-Baqarah ayat 1 sampai ayat 5 e) Surat al-Baqarah ayat 163 f) Surat al-Baqarah ayat 255 g) Surat al-Baqarah ayat dari ayat 284 samai ayat 286 h) Surat al-Ahzab ayat 33 i) Surat al-Ahzab ayat 56 Adapun bacaan yang dimaksud dengan rukun tahlil ialah bacaan : 36 http://zackszoilusz.blogspot.co.id/2011/05/gadis-sempurna.html diakses tanggal 3 Desember 2016 45 a. Surat al-Baqarah ayat 286 pada bacaan : واعف عنا واغفر لنا وارحمنا b. Surat al-Hud ayat 73: الراحمين ارحمنا ياأرحم c. Shalawat Nabi d. Istighfar e. Kalimat Thayyibah إالاهلل الإله f. Tasbih37 5. Istighosah g. Kata “istighotsah” استغاثة berasal dari “al-ghouts” الغوثyang berarti pertolongan. Dalam tata bahasa Arab kalimat yang mengikuti pola (wazan) “istaf’ala” menunjukkan istighotsah “ghufron” arti berarti غفران pemintaan meminta atau استفعل atau “istif’al” pemohonan. pertolongan. Seperti Maka kata yang berarti ampunan ketika diikutkan pola istif’al menjadi istighfar استغفارyang berarti memohon 37 Ibid 46 ampunan. Jadi istighotsah berarti “thalabul ghouts” طلب الغوث atau meminta pertolongan. Para ulama membedakan antara istghotsah dengan “istianah” استعانة, meskipun secara kebahasaan makna keduanya kurang lebih sama. Karena isti’anah juga pola istif’al dari kata “al-aun” العونyang berarti “thalabul aun” طلب العون yang juga berarti meminta pertolongan. Istighotsah adalah meminta pertolongan ketika keadaan sukar dan sulit. Sedangkan Isti’anah maknanya meminta pertolongan dengan arti yang lebih luas dan umum. Istighotsah sebenamya sama dengan berdoa akan tetapi bila disebutkan kata istighotsah konotasinya lebih dari sekedar berdoa, karena yang dimohon dalam istighotsah adalah bukan hal yang biasa biasa saja. Oleh karena itu, istighotsah sering dilakukan secara kolektif dan biasanya dimulai dengan wirid-wirid tertentu, terutama istighfar.38 Berikut ini adalah doa-doa yang dibaca dalam istighotsah yang diambil dari pendapat seorang kyai : ِ 1. حة َ ال َفات1x 38 http://smstausyah.blogspot.co.id/2011/06/pengertian-dan-bacaan-dalam-istighosah.html diakses tanggal 3 Desember 2016 47 ِ ْع ِظ ْي َم 2. ْ 3x أستَ ْغف ُر اهللَ ال َ َ 3xال حو َل وَال قُ َّوةَ َّإال بِا ِ هلل ال َْعلِ ِّي ال َْع ِظ ْيم َْ َ 3. صلِّي َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد 3xأللَّ ُه َّم َ َ 4. ت ِم َن الظَّالِ ِم ْي َن ت ُس ْب َحانَ َ ك إنِّي ُك ْن ُ َ 40xال إلهَ َّإال أنْ َ 5. يَا اَهللُ يَا قَ ِديْ ُم 6. 33xيا س ِم ْيع يا ب ِ ص ْي ُر َ َ َُ َ 7. 33xيَا ُم ْب ِدعُ يَا َخالِ ُق 8. ِ 33xيا ح ِف ْي ُ ِ ظ يَا نَص ْي ُر يَا َوك ْي ُل ياَ اهللُ َ َ 9. ك 33xيَا َخ ُّي يَا قَ يُّ ْو ُم بَِر ْح َمتِ َ ث 10. أستَ ِغ ْي ُ ْ 41xيَا ف 11. لَ ِط ْي ُ أستَ ْغ ِف ُر اهللَ ال َْع ِظ ْي َم إنَّهُ َكا َن ْ 33x ارا 12. غَ َّف ً ت ِح ْي لَتِي أ ْد ِرْكنِي يَا ضاقَ ْ صلِّي َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد قَ ْد َ 3xأللَّ ُه َّم َ اَهللُ 13. 48 فَرِج بِ ِه الْ ُكرب وتُ ْق َ ِ ص ََلةً َك ِاملَةً َو َسلِّ ْم َس ََل ًما تَ ًّاما صلِّي َ ضى بِه ألل ُّه َّم َ ُ َُ َ 14. ِ ِ ِ ِ ص ْحبِ ِه فِ ْي ُك ِّل لَ ْم َح ٍة َعلَى َسيِّدنَا ُم َح َّمد الّذي تَ ْن َح ُّل بِه ال ُْع َق ُد َوتَ ْن َو َ ِ ال بِ ِه َّ ِ َونَ َف ٍ ام ْح َوائِ ُج َوتُنَ ُ ب َو ُح ْس ُن الْ َخ َوات ِم َويُ ْستَ ْس َقى الْغَ َم ُ س ال َ الرغَائ ُ ٍ ك بَِو ْج ِه ِه الْ َك ِريْ ِم َو َعلَى آلِ ِه بِ َع َد ِد ُك ِّل َم ْعلُ ْوم لَ َ 41xيَا َ 33xح ْسبُ نَا اهللُ َونِ ْع َم ِ ع 15. بَديْ ُ ْوكِ ْيل 16. ال َ ُ 1xيس 17. ص ْرنَا َعلَى الْ َق ْوِم اهللُ أ ْكبَ ُر يَا َربَّنَا َوإلَ َهنَا َو َسيِّ َدنَا أنْ َ ت َم ْوَالنَا ُ ِ ن 18. الْ َكاف ِريْ َ 3xفَا ْن ِ َّار ُخ ْذ َم ْن َ 3xسألْتُ َ ار َع ْف ًوا َوتَ ْوبَةً َوبالْ َق ْه ِر يَا قَ ه ُ ك يَا غَ َّف ُ حيَّ ََل 19. تَ َ ِ حة 20. 1xال َفات َ َّهلِ ْيل 21. الت ْ 49 D. Hasil Penelitian Terdahulu Sebuah penelitian membutuhkan referensi sebelumnya. Hal ini digunakan untuk mencari fenomena sebuah kasus tertentu. Kajian terdahulu dari penelitian titik terang sebuah tersebut sebagai landasan berfikir agar peneliti memiliki rambu-rambu penentu yang jelas sehingga penelitian terbaru memiliki kedudukan yang jelas daripada penelitian sebelumnya. Selain itu juga untuk menghindari adanya pengulangan sekaligus plagiasi terhadap hasil-hasil penelitian terdahulu ke dalam hasil penelitian ini. Sebagai bahan pertimbangan peneliti memaparkan hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan kependidikan agama khususnya dalam bidang budaya religius di masyarakat. Adapun hasil peneliti yang terdahulu yang peneliti anggap mempunyai relevansi dengan penelitian ini. Studi peneliti terdahulu dapat peneliti paparkan sebagaimana yang termaktub dalam tabel berikut : Tabel 2.1 Perbandingan penelitian No 1. Nama dan Persamaan Judul Ardani,2012, 1. Teknik dengan judul pengumpulan Peran Pondok data : Pesantren Observasi “Ibaadurrahma Wawancara n Dokumentas Danukusuman i Surakarta dalm 2. Jenis Upaya Penelitian : Memberdayak kualitatif an Masyarakat melalui Perbedaan Lokasi Penelitian: Di Pon.Pes Ibaadurrahman Danukusuman Surakarta Fokus penelitian : 1. bagaimana peran pondok pesantren Hasil penelitian Program pemberdaya an masyarakat melalaui pendidikan Islam yang diupayakan oleh Pondok Pesantren Ibadurrahma n di 50 Pendidikan Islam Nonformal 2. Rizal 1. Teknik Sholihudin pengumpulan pada tahun data : 2015 dengan Observasi judul Strategi Wawancara Guru PAI Dokumentas Dalam i Menerapkan 2. Jenis Budaya penelitian : Religius (Studi kualitatif Multi Situs di SMKN 1 Doko dan SMK PGRI Wlingi Blitar) Ibadurrahm an dalam memberday akan masyarakat melalui pndidikan Islam nonformal? kelompokka n ke dalam 4 bidang : Tahsin, dan Tahfidz Qur’an Majelis Taklim TPA Ibadurrahma n dan maktabah Ibadurrahma n keseluruhan program tersebut berjalan dengan baik dan menunjukka n kemajuan yang bagus dalam pengembang an wawasan keislaman masyarakat. Lokasi penelitian 1. Strategi guru PAI dalam : mengimpleme Di SMKN 1 ntasikan shalat Doko dan SMK fardhu PGRI Wlingi berjama’ah Blitar dan shalat Macam-macam sunnah untuk budaya religius : mewujudkan Sholat Fardhu budaya berjama’ah dan religious shalat Sunnah, melalui dzikir, dan strategi a) peraturan pembiasaan berbusana dengan di muslim. terapkannyash Fokus penelitian : alat dhuhur 1. Bagaimanakah berjama’ah Strategi guru PAI dan shalat dalam Dhuha mengimplementa berjama’ah sikan Sholat yang Fardhu dilakukan berjama’ah dan 51 shalat Sunnah untuk mewujudkan Budaya Religius di SMKN 1 Doko dan SMK PGRI Wlingi ? 2. Bagaimanakah Strategi guru PAI dalam mengimplementa sikan Dzikir untuk mewujudkan Budaya Religius di SMKN 1 Doko dan SMK PGRI Wlingi ? 3. Bagaimanakah Strategi guru PAI dalam mengimplementa sikan peraturan berbusana Muslim untuk mewujudkan Budaya Religius di SMKN 1 Doko dan SMK PGRI Wlingi ? 4. Apa Faktor Penghambat Implementasi budaya religius di SMKN 1 Doko dan SMK PGRI Wlingi ? setiap hari ketika jam istirahat ke dua b) melalui pemberian motivasi bahwa guru PAI di kedua SMK tersebut selalu memberikan motivasi baik secara kognitif, afektif, psikomotorik kepada siswa siswi untukselalu giat menjalankan ibadah shalat dengan memberikan penilaian di setiap akir pembelajaran c) melalui pembinaan kedisiplinan ; bahwa kedua SMK tersebut sama-sama menggunakan strategi ini dengan memberikan peringatan secara lisan dan juga ancaman kepada siswa siswi yang tidak menjalanka ibadah shalat 2. Strategi guru PAI dalam mengimpleme ntasikan dzikir 52 untuk mewujudkan budaya religious Guru PAI dalam mengimpleme ntasikan dzikir untuk mewujudkan budaya religious melalui : a) demonstrasi ; bahwa alasan dasar guru PAI menggunakan strategi tersebut guru PAI ingin nanti siswa dan siswi memiliki keberanian untuk tampil di Masyarakat dan menjadi generasi siap pakai b) mauidzah (nasehat). Strategi guru PAI dalam mengimpleme ntasikan busana muslim untuk mewujudkan budaya religious melalui a) mauidzah (nasehat) bahwa strategi ini diterapkan karena kesadaran akan berpakaian yang menutup 53 aurat masih rendah. b) penegakan disiplin, guru PAI memberikan sanksi bagi siswa siswi yang elanggar tidak memakai busana muslim islami, c) pemberian motivasi ; guru PAI selalu memberikan penilaan tambahan dan juga hadiah bagi siswa siswi yang tertib berbusana muslim 3. Factor penghambat dalam mengimpleme ntasikan budaya religious a) kesadaran siswa yang masih kurang b) keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki c) keteladanan guru yang masih kurang artinya kurangnya kerjasama antar guru untuk mewujudkan budaya 54 religious masih kurang 3. Danit 1. Teknik Henarusti pada pengumpulan tahun 2016 data : dengan judul Observasi Implementasi Wawancara Budaya Dokumentas Religius di i SMA Negeri 2. Jenis Ajibarang penelitian : Kabupaten kualitatif Banyumas Lokasi penelitian : di SMA Negeri Ajibarang Fokus penelitian : bagaimana implementasi budaya religius di SMA Negeri Ajibarang ? Implementasi budaya religius yang dilaksanakan di SMA Negeri Ajibarang bukan hanya termuat pada saat pembelajaran pendidikan Agama Islam saja, tetapi juga dilaksanakan dalam kehidupan peserta didik di lingkungan SMA Negeri Ajibarang baik dalam bentuk pembiasaan, kegiatan ROHIS maupun kegiatan ekstrakurikule r. Beberapa bentuk pengembanga n budaya religius di SMA Negeri Ajibarang yaitu program pningkatan imtaq pada pukul 06.30, membiasakan budaya 3s, membiasakan berdo’a pada saat akan mulai dan 55 akhir pembajaran, membaca AlQur’an sebelum pelajaran dimulai, membiasakan shalat dhuha, shalat dzuhur berjama’ah,sa btu bersih,infaq Jum’at, menyelenggar akan PHBI, kajian hadits dan Al-Qur’an untuk pendidik dan karyawan, ekstra seni dan MTQ,serta kegiatan ROHIS Dengan demikian, penulis dapat menegaskan posisinya secara signifikan dalam mengembangkan pokok bahasan yang ditelitinya. Pertama, hasil penelitian terbaru (sekarang ini) harus ada pembuktian posisi yang khas (orisinil) dalam mata rantai pengembangan ilmu dari penelitian terdahulu. Kedua, ditunjukkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh orang lain sebagai tanda bukti terjadi perbedaan., dan ketiga penelitian terbaru harus dititik tekankan pada sebuah pendalaman tema untuk penguatan atau bahkan pengkriutikan atas hasil penelitian terdahulu sebagai upaya pemberlakuan uji kebenaran teori yang telah lebih dahulu ditemukan sekaligus dikembangkan. 56 E. Paradigma Penelitian Gambar 2.2 Skema Paradigma Penelitian Menciptakan Budaya Religius Strategi Kyai Pengajian Kitab Shalawatan/ Kuning Hadrah 1. Wetonan 2. Tanya jawab Membentuk grub shalawat hadrah Terbentuknya budaya religius pada masyarakat Manaqiban 1. 2. Demonstrasi rutinan 57 Dari paradigma penelitian diatas dapat dijelaskan bahwa penelitian mengenai strategi kyai dalam menciptakan budaya religius pada masyarakat dalam pelaksanaannya adalah melalui upaya yang harus dilakukan oleh seorang kyai. Upaya-upaya tersebut adalah menciptakan budaya religius melalui kegiatankegiatan keagamaan seperti pengajian kitab kuning dengan menggunakan metode wetonan dan tanya jawab, manaqiban menggunakan strategi demonstrasi dan rutinan, serta shalawatan dengan cara membentuk sebuah grub sholawat hadrah. Sehingga diharapkan terciptanya budaya religius pada masyarakat.