fakultas kedokteran universitas kristen krida wacana

advertisement
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Makalah PBL Mandiri A3
Blok 15
Psoriasis
DISUSUN OLEH
Fatihah Anisah Bt Mukhtar NIM: 202009285
Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11470
Email: [email protected]
Skenario 3
Seorang laki-laki usia 55 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin dengan keluhan berupa
bercak merah bersisik tebal seperti mika pada dada, perut, punggung, pinggang, kedua
tungkai atas dan bawah yang terasa gatal sejak 4 minggu yang lalu. Selan kelainan kulit
pasien juga menderita penyakit kencing manis yang diketahuinya sejak 6 bulan yang lalu.
Pasien berobat teratur untuk kencing manisnya. Pemeriksaan fisik umum didapatkan gizi
kurang, konjungtiva anemis +/+, lain-lain dalam batas normal.
PENDAHULUAN
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup
manusia. Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu,
a. Lapisan epidermis atau kutikel
b. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin)
c. Lapisan subkutis (hypodermis)
Gambar 1: Lapisan-lapisan utama kulit.
Tidak ada garis yang tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis di tandai dengan
adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.
Lapisan epidermis terdiri daripada:
1. Stratum Korneum
Lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang
mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk)
2. Stratum Lucidum
Langsung di bawah stratum korneum, merupakan lapisan sel gepeng tanpa inti
dengan protoplasmanya yang berubah menjadi protein yang dsebut eleidin.
3. Stratum Granulosum
Merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasardan
terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin.
4. Stratum Spinosum
Disebut juga sebagai prickle cell layer terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk
polygonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya prose mitosis. Di antara selsel spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum mempunyai
banyak glikogen.
5. Stratum Basale
Terdiri dari sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertical pada
perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Lapisan ini
merupakan lapisan epidermis yang paling bawah.
Gambar 2: Lapisan-lapisan epidermis secara histologi.
Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada
epidermis lapisan ini terdiri atas lapisan elastic dan fibros padat dengan elemen-elemen
seluler dan folikel rambut.
Lapisan subkutis adalah lanjutan dermis terdiri atas jaringan ikat longgar berisi selsel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar dengan inti terdesak ke
pinggir sitoplasma lemak bertambah.
Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang
fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose, berfungsi sebagai cadangan
makanan.
Kulit berfungsi sebagai proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh
(termoregulasi), pembentukkan pigmen, pembentukkan vitamin D dan keratinisasi.1
PEMBAHASAN
Hasil dari diskusi kelompok.
Laki-laki berusia 55 tahun dengan keluhan bercakcak merah, bersisik tebal seperti mika pada dada,
perut, pinggang, punggung dan kedua tungkai atas
dan bawah.
Anamnesis
Komplikasi
Prognosis
Pemeriksaan
Working Diagnosis
Gejala Klinis
Penatalaksaan
Etiologi
Pathogenesis
Differential Diagnosis
1.0 Anamnesis
Anamnesis adalah salah satu cara pengumpulan data status pasien yang didapat dengan cara
operator mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keadaan pasien :
Anamnesis meliputi:
1. Keluhan Utama (chief complain/main complain)
Keluhan utama merupakan alasan atau motivasi yang menyebabkan pasien datang
untuk dirawat.
Contohnya pada kasus ini, pasien datang berobat ke doctor karena keluhan kulitnya
yang bercak-cak merah dan bersisik tebal seperti mika pada tempat-tempat tertentu.
2. Riwayat Kasus (Case History)
Disini dimaksudkan agar operator dapat menelusuri riwayat pertumbuhan dan
perkembangan pasien yang melibatkan penyakit yang di deritainya.
2.0 Pemeriksaan
I.
Pemeriksaan Kulit
Bisa ditemukan eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhannya
sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di pingir. Skuama berlapislapis, kasar dan berwarna putih seperti mika (mica-like scale), serta transparan. Besar
kelainan bervariasi dari milier, lentikular, numular, sampai plakat, dan berkonfluensi, dengan
gambaran yang beraneka ragam, dapat arsinar, sirsinar, polisiklis atau geografis.
Tempat predileksi pada ekstremitas bagian ekstensor terutama (siku, lutut, lumbosakral),
daerah intertigo (lipat paha, perineum, aksila), skalp, perbatasan skalp dengan muka, telapak
kaki dan tangan, tungkai atas dan bawah, umbilikus, serta kuku.
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik). Fenomena
tetesan lilin dan Auspitz merupakan gambaran khas pada lesi psoriasis dan merupakan nilai
diagnostik, kecuali pada psoriasis inverse (psoriasis pustular) dan digunakan untuk
membandingkan psoriasis dengan penyakit kulit yang mempunyai morfologi yang sama,
sedangkan Kobner tidak khas, karena didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken planus,
liken nitidus, veruka plana juvenilis, pitiriasis rubra pilaris, dan penyakit Darier. Fenomena
Kobner didapatkan insiden yang bervariasi antara 38-76 % pada pasien psoriasis.2
3.0 Working Diagnosis
Psoriasis adalah sejenis penyakit kulit yang penderitanya mengalami proses pergantian (kulit)
yang terlalu cepat. Kemunculan penyakit ini kadang-kadang dalam jangka waktu lama atau
kambuhan dalam waktu yang tidak menentu. Penyakit ini secara klinis bersifat tidak
mengancam jiwa dan tidak menular. Akan tetapi, penyakit ini dapat muncul pada bagian
tubuh mana saja sehingga dapat menurunkan kualitas hidup dan mengganggu kekuatan
mental penderita bila tidak dirawat dengan baik.
Gambar 3: Gambaran Psoriasis
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai
dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapirlapir dan transparan, disertai dengan fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner.
Psoriasis juga di sebut psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena ada psoariasis
lain, misalnya psoriasis pustulosa.3
3.1 Etiopatogenesis
Faktor penyebab Psoriasis adalah idiopatik yang puncanya tidak dapat dipastikan secara jelas.
Tetapi beberapa faktor dapat menyumbang kearah penyakit ini, yaitu:
1. Faktor Genetik
Bila orang tuanya tidak menderita Psoriasis risiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika
salah seorang orang tuanya menderita psoriasis risikonya mencapai 34-39%.
Berdasarkan awitan penyakit, psoariasis dikenal dengan dua tipe:
a) Psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial
b) Psoariasis tipe II dengan awitan lambat yang bersifat nonfamilial
2. Faktor Imunologik
Defek genetik pada psoriasis dapat di ekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni
limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan
stimuli untuk aktivasinya.
Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan lmfosit T pada dermis yang
terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam epidermis.
Sedangkan pada lesi baru umumnya lebih banyak didominasikan oleh sel limfosit T CD8.
Sel Langerhans juga berperan dalam imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi
epidermis diawali dengan adanya pergerakkan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh
sel Langerhans.
Gambar 4: Pembandingan Proliferasi Kulit Yang Sehat Dengan Kulit Psoriasis
Pada psoriasis pembentukkan epidermis (turn over time) lebih cepat, hanya 3-4 hari,
sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari.
3. Pelbagai Faktor Pencetus
Di antaranya adalah:
a) Stress psikis
Merupakan faktor pencetus utama
b) Infeksi fokal
c) Trauma (fenomena Kobner)
d) Endokrin
e) Ganguan metabolic
f) Obat
g) Alcohol
h) Merokok4
3.2 Gejala Klinis
Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjad eritroderma,.
Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi, yaitu.
a)
b)
c)
d)
Scalp
Perbatasan daerah scalp dengan muka
Ekstremitas bagian ekstensor terutama di siku dan lutut
Daerah lumbosakral
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama dia
atasnya. Eritrema sirkumstripta dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering
eritrema di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir.
Skuama berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar
kelainan bervariasi:
a. Lentikular
b. Numular
c. Plakat
d. Dapat berkonfluensi
Jika seluruh atau sebagian besar lentikular disebut psoriasis gutata, biasanya pada anak-anak
dan dewasa mudadan terjadi setelah infeksi akut oleh streptococcus.
Gambar 5: Gambaran Psoriasis Gutata
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik). Kedua
fenomena yang disebut terlebih dahulu dianggap khas, sedangkan yang terakhir tak khas,
hanya kira-kira 47% yang positif dan didapati pula pada penyakit lain , misalnya liken planus
dan veruka plana juvenilis.
Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan,
seperti llin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias.
Pada fenomena Auspitz, tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh
papilomatosis.
Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku, yakni sebanyak 50%, yang agak khas ialah
yang disebut sebagai pitting nail atau nail pit berupa lekukan –lekukan miliar. Kelainan tidak
khas ialah kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya terangkat karena terdapat lapisan tanduk
dibawahnya (hyperkeratosis subungual) dan onikolisis.
Gambar 6: Gambar Pitting Nail
Disamping menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat menyebabkan
kelainan pada sendi, tetapi jarang. Umumnya bersifat poliartikular. 5
3.2.1
Bentuk Klinis
Bentuk Klinis Psoriasis
Psoriasis Vulgaris
Psoriasis
Seboroik
Psoriasis
Eksudativa
Psoriasis Gutata
Psoriasis Inversa
Eritroderma
Psoriatik
Psoriasis Pustulosa
Psoriasis Putulosa
Generalisata akut
Psoriasis Pustulosa
Palmoplantar
3.3 Penatalaksanaan
Dalam kepustakaan terdapat banyak cara pengobatan. Pada psoriasis gutata yang biasanya
disebabkan oleh infeksi tersebut diobati umumnya psoriasisnya akan sembut sendiri.
Pengobatan
PUVA
Pengobatan Sistemik
Pengobatan Topikal
3.3.1
Pengobatan Sistemik
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis, Prednison 30mg per hari. Setelah membaik,dosis
diturunkan perlahan-lahan, kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara
mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadinya psoriasis pustulosa
generalisata.
2. Obat Sitostatik
Obat yang biasanya digunakan ialah Metotreksat. Indikasinya ialah untuk:
a.
b.
c.
d.
Psoriasis
Psoriasis pustulosa
Psoriasis arthritis dengan lesi kulit
Eritroderma kerana psoriasis
Kontraindikasinya ialah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Kelainan hepar
Kelainan ginjal
Kelainan hematopoetik
Kehamilan
Penyakit infeksi aktif
Ulkus peptikum
Colitis ulserosa
Psikosis
Efek sampingnya adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
Nyeri kepala
Alopesia
Sumsum tulang
Hepar
Lien
3. Levodopa
Levodopa sebenarnya dipakai untuk penyakit Parkinson. Di antara penderita Parkinson yang
sekaligus menderita psoriasis, ada yang membaik psoriasinya dengan pengobatan Levodopa.
Dosisnya adalah antara 2x250mg-3x500mg.
Efek sampingnya berupa:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Mual
Muntah
Anoreksia
Hipotensi
Ganguan psikik
Ganguan jantung
4. Diaminodifenilsulfon (DDS)
Dipakai sebagai pengobatan psoriasis pustulosa tipe Barber dengan dosis 2x100mg sehari.
5. Etrinat dan Asitresin
Etrinat merupakan retinoid aromatic, digunakan bag psoriasis yang sukar disembuhkan
dengan obat-obat lain. Dapat pula digunakan untuk eritroderma psoriatika.
Cara kerjanya belum dapat dipastikan. Pada psoriasis, obat tersebut mengurangi prolferasi
sel epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal.
3.3.2
Pengobatan Topikal
1. Preparat Ter
Preparat ter yang berasal dari fosl biasanya kurang efektf untuk psoriasis, yang cukup efektif
adalah yang berasal dari batu bara dan kayu.
Konsentrasi yang biasa digunakan 2-5%, dimulai dengan konsentrasi rendah, jika tiada
pembaikkan konsentrasi akan di naikkan. Supaya lebih efektif penetrasinya harus dinaikkan
dengan cara menambah asam salisilat dengan konsentrasi 3-5%. Sebagai vahikulum harus
menggunakan salep, karena daya penetrasi salep adalah yang terbaik.
2. Kortikosteroid
Kortkosteroid topical memberi hasil yang baik. Potensi dan vahikulum bergantung pada
lokasinya.
Pada scalp, muka dan daerah lpatan digunakan krim, di tempat lain digunakan salep.
3. Ditranol (Antralin)
Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya adalah mewarnai kulit dan pakaian. Konsentrasi
yang biasanya digunakan adalah 0,2-0,8% dalam pasta, krim dan salap.
4. Pengobatan dengan penyinaran
Sinar ultraviolet menghambat mitosis, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan
psoriasis. Cara terbaik adalah penyinaran secara alamiah, tetapi tidak dapat diukur dan jika
berlebihan malah dapat memperparah psoriasis.
Kerana itu digunakan ultraviolet yang artificial yaitu sinar A yang dikenal sebagai UVA. Sinar
tersebut dapat digunakan secara bersendiri atau berkombinasi dengan Psoralen (8metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersamaan dengan preparat ter yang
dikenal dengan cara pengobatan cara Goeckerman.
5. Calcipotriol
Sintetik vitamin D. preparatnya berupa salap atau krim 50mg/g, efeknya ialah antiproliferasi.
6. Tazaroten
Merupakan molekul retinoid asetilinik topical, efeknya menghambat proliferasi dan
normalisasi petanda dferensiasi keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi pada
sel radang yang menginfiltrasi kulit.
7. Emolien
Efeknya adalah melembutkan permukaan kulit. Fungsinya emolien ini adalah untuk
meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Emolien ini terdiri daripada lanolin dan minyak
mineral. Jadi emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis.
3.3.3
Pengobatan PUVA
Kerana psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjasi efek sinergik. Mula-mula
10-20mg psoralen diberikan pada pasien, 2 jam kemudian dilakukan penyinaran. 6
3.4 Prognosis
Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat kronis dan residif.
3.5 Komplikasi
Komplikasi bagi psoriasis biasanya jarang terjadi. Antara komplikasi-komplikasi yang dapat
berlaku adalah:
1. Psoariasis pustulosa dan eritroderma yang disebabkan pengobatan yang tidak benar
dan terapi yang agresif
2. Psoriasis arthritis
3. Infeksi, terutama infeksi Staphylococcus pada bercak-bercak merah
4. Eczema oleh kerana pengobatan secara topical yang terlalu lama
4.0 Differential Diagnosis
4.1.0
Pitiriasis Rosea
Pitiriasis rosea ialah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, dimulai dengan
sebuah lesi inisial yang berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian disusul oleh lesi-lesi
yang kecil di badan, lengan, paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan
biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu.
4.1.1
Epidemiologi
Pityriasis rosea relatif umum di seluruh dunia. Pada daerah-daerah yang beriklim sedang,
penyakit ini lebih sering selama musim dingin. Di daerah tropis, kejadiannya sedikit
bervariasi mengikuti musim. Perubahan kejadian penyakit ini dari tahun ke tahun, meskipun
tidak terlalu besar, bisa signifikan secara statistik.
4.1.2
Etiologi
Etiologinya belum di ketahui, demikian pula cara infeksi. Ada yang mengemukakan hipotesis
bahwa penyebabnya virus, karena penyakit ini merupakan swasima (self limiting disease).
Umumnya sembuh dalam 3-8 minggu.

Faktor cuaca. Hal ini karena Pityriasis rosea lebih kerap ditemukan pada musim semi
dan musim gugur.

Faktor penggunaan obat-obat tertentu, seperti bismuth, barbiturat, captopril,
mercuri, methoxypromazine, metronidazole, D-penicillamine, isotretinoin,
tripelennamine hydrochloride, ketotifen, dan salvarsan.

Diduga berhubungan dengan penyakit kulit lainnya (dermatitis atopi, seborrheic
dermatitis, acne vulgaris) dikarenakan Pityriasis rosea dijumpai pada penderita
penyakit dengan dermatitis atopik, dermatitis seboroik, acne vulgaris dan ketombe.6
4.1.3
Gejala Klinis
Tahap awal Pityriasis rosea ditandai dengan lesi (ruam) tunggal (soliter) berbentuk oval,
berwarna pink dan di bagian tepi bersisik halus. Diameter sekitar 1-3 cm. Kadang bentuknya
tidak beraturan dengan variasi ukuran 2-10 cm. Tanda awal ini disebut herald patch yang
berlangsung beberapa hari hingga beberapa minggu.
Gambar 7: Gambaran Herald Patch Bagi Pasien Pitiriasi Rosea
Tahap berikutnya timbul sekitar 1-2 minggu (rata-rata 4-10 hari) setelah lesi awal, ditandai
dengan kumpulan lesi (ruam) yang berbentuk seperti pohon cemara terbalik (Christmas tree
pattern). Tempat tersering (predileksi) adalah badan, lengan atas dan paha atas. Pada tahap
ini Pityriasis rosea berlangsung selama beberapa minggu. Selanjutnya akan sembuh sendiri
dalam 3-8 minggu.
Gambar 8: Gambaran Tempat Predileksi Bagi Pitiriasis Rosea
Selain bentuk ruam kemerahan bersisik halus, variasi bentuk yang tidak khas (atipik) dapat
dijumpai pada sebagian penderita Pityriasis rosea, terutama pada anak-anak.
4.1.4
Pengobatan
Mengingat penyebab Pityriasis rosea belum diketahui secara pasti, pengobatan lebih
ditujukan untuk meredakan keluhan (simptomatis).
Untuk meredakan gatal, dapat menggunakan antihistamin oral (diminum). Sedangkan obat
topikal (obat luar) yang lazim digunakan bedak diantaranya: bedak salisil dan lotion mentholphenol.
4.1.5
Prognosis
Prognosis baik kerana penyakit sembuh spontan biasanya dalam waktu 3-8 minggu.7
4.2.0
Eritroderma
Eritroderma ( dermatitis eksfoliativa ) adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya
eritema seluruh atau hampir seluruh tubuh, biasanya disertai skuama yang hampir
mengenai seluruh tubuh.
Gambar 9: Gambaran Kelainan Kulit Pada Pasien Erittroderma
4.2.1 Etiologi
1. Eritroderma eksfoliativa primer.
Penyebabnya tidak diketahui. Termasuk dalam golongan ini eritroderma iksioformis
konginetalis dan eritroderma eksfoliativa neonatorum(5±0%).
2.
Eritroderma eksfoliativa sekunder
Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya ,sulfonamide ,
analgetik / antipiretik dan ttetrasiklin.
Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh , dapat terjadi pada liken planus ,psoriasis , pitiriasis
rubra pilaris , pemflagus foliaseus , dermatitis seboroik dandermatitis atopik.
Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma.
4.2.2 Patofisiologi
Pada dermatitis eksfoliatif terjadi pelepasan stratum korneum ( lapisan kulit yang paling luar )
yang mencolok yang menyebabkan kebocoran kapiler , hipoproteinemia dan
keseimbangan nitrogen yang negatif . Karena dilatasi pembuluh darah kulit yang luas ,
sejumlah besar panas akan hilang jadi dermatitis eksfoliatifa memberikan efek yang nyata
pada keseluruh tubuh.
Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama ( pelepasan lapisan tanduk dari permukaan
kulit sel-sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu cepat dan sel-sel yang baru
terbentuk bergerak lebih cepat ke permukaan kulit sehingga tampak sebagai sisik atau plak
jaringan epidermis yang profus.
Mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi secara non imunologik dan imunologik
(alergik) , tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik. Pada mekanisme imunologik,
alergi obat terjadi pada pemberian obat kepada pasien yang sudah tersensitasi dengan obat
tersebut. Obat dengan berat molekul yang rendah awalnya berperan sebagai antigen yang
tidak lengkap (hapten ). Obat atau metaboliknya yang berupa hapten ini harus berkojugasi
dahulu dengan protein misalnya jaringan , serum atau protein dari membran sel untuk
membentuk antigen obat dengan berat molekul yang tinggi dapat berfungsi langsung
sebagai antigen lengkap.
4.2.3 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan keseimbangan cairan serta
elektrolit dan mencegah infeksi tetapi bersifat individual serta suportif dan harus segera
dimulai begitu diagnosisnya ditegakan.Pasien harus dirawat di rumah sakit dan harus tirah
baring. Semua obat yang terlibat harus dihantikan pemakaiannya, suhu kamar yang nyaman
harus dipertahankan karena pasien tidak memiliki kontrol termolegulasi yang normal
sebagai akibat dari fluktuasi suhu karena vasodilatasi dan kehilangan cairan lewat evaporasi.
Keseimbangan cairan dan elektrolit harus dipertahankan karena terjadinya kehilangan air
dan protein yang cukup besar dari permukaan kulit. Preparat expander mungkin diperlukan.8
4.3.0
Dermatitis Seboroik
Gambar 10: Gambaran Kelainan Dermatitis Seboroik Pada Skalp Pasien
Dermatitis Seboroik ( Seborrhoeic Dermatitis, Seborrheic Dermatitis ) merupakan
peradangan permukaan kulit berbentuk lesi squamosa (bercak disertai semacam sisik),
bersifat kronis, yang sering terjadi di area kulit berambut dan area kulit yang banyak
mengandung kelenjar sebasea ( kelenjar minyak, lemak ), seperti kulit kepala, wajah, tubuh
bagian atas dan area pelipatan tubuh (ketiak, selangkangan, pantat).
Gambar 11: Gambaran Tempat Predileksi Dermatitis Seboroik
4.3.1
Etiologi
Penyebab Dermatitis Seboroik hingga kini belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang
diduga sebagai penyebab Dermatitis Seboroik, antara lain:
 Infeksi jamur Malassezia ovale
 Faktor imunologi
 Iklim
 Genetik
 Lingkungan
 Hormonal

Aktifitas kelenjar sebasea yang berlebihan.
Selain itu, beberapa obat-obat tertentu diduga memicu terjadinya Dermatitis Seboroik,
seperti:
 Auranofin

Aurothioglucose
 Buspirone
 Chlorpromazine
 Cimetidine
 Ethionamide
 Griseofulvin
 Haloperidol
 Iinterferon alfa
 Lithium
 Methoxsalen
 Methyldopa
 Phenothiazines
 Psoralens
 Stanozolol
 Thiothixene
 Trioxsalen
4.3.2 Gejala Klinis
Dermatitis Seboroik relatif mudah dikenali karena tandanya yang khas, yakni dijumpainya
krusta (bercak disertai semacam sisik) berminyak.
Gejala Pada Bayi:


Di area kepala (bagian depan dan samping) ditandai: krusta tebal, pecah-pecah,
berwarna kekuningan dan berminyak. Tanda ini disebut cradle cap karena
bentuknya yang mirip topi menutupi kulit kepala.
Di bagian tubuh yang lain, ditandai: ruam berwarna kemerahan, merah kekuningan,
dengan krusta berminyak yang menutupi permukaannya.
Gejala Pada Dewasa:
Pada umumnya ditandai dengan:



Keluhan gatal
Peradangan pada area seboroik dengan gambaran berbagai bentuk lesi, berwarna
kemerahan atau kekuningan disertai dengan adanya skuama, krusta, basah
berminyak, dan bisa juga kering.
Residif (mudah kambuh) dan bersifat kronis. Diduga behubungan dengan faktor
stress, kelelahan, sinar matahari dan iklim.9
4.3.3
Pengobatan
Pada dasarnya, pengobatan Dermatitis Seboroik ditujukan untuk menghilangkan
penyebabnya, jika penyebabnya diketahui, dan untuk meredakan gejalanya.
Obat Sistemik
 Antihistamin untuk meredakan gatal dan reaksi alergi, misalnya: Loratadine 10 mg,
Cetirizine 10 mg atau antihisamin golongan lainnya.
 Steroid, digunakan pada Dermatitis Seboroik yang berat. Pada pemakaian jangka
lama, steroid digunakan secara tappering down, yakni dosis obat diturunkan secara
bertahap dan berkala.
 Antibiotika, digunakan jika Dermatitis Seboroik disertai infeksi sekunder oleh kuman
akibat garukan, gesekan, dan lain-lain.
 Obat Topikal ( obat luar: salep, krim, gel, lotion, shampo, dll )
 Krim atau salep steroid. Pada area wajah digunakan steroid potensi rendah agar kulit
wajah tidak menipis pada penggunaan jangka lama.
 Krim atau salep yang mengandung asam salisilat 2-5%, atau sulfur 4%, atau ter 2%,
atau ketokonazole 2%, atau obat kombinasi.
 Shampo yang mengandung asam salisilat, sulfur, selenium sulfida 2%, zinc pirition 12 %. Digunakan untuk keramas 2-3 kali seminggu selama 5-10 menit, kemudian
dibilas dengan air bersih.
Obat Topikal
 Krim atau salep steroid. Pada area wajah digunakan steroid potensi rendah agar kulit
wajah tidak menipis pada penggunaan jangka lama.
 Krim atau salep yang mengandung asam salisilat 2-5%, atau sulfur 4%, atau ter 2%,
atau ketokonazole 2%, atau obat kombinasi.
 Shampo yang mengandung asam salisilat, sulfur, selenium sulfida 2%, zinc pirition 12 %. Digunakan untuk keramas 2-3 kali seminggu selama 5-10 menit, kemudian
dibilas dengan air bersih.10
DAFTAR PUSTAKA
1. Syarif M. Wastaatmadja. Anatomi kulit. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. 2008: ed 5th:
3-8.
2. Nestle FO, Kaplan DH, Barker J (July 2009). "Psoriasis". N. Engl. J. Med. 361 (5): 496–
509. Review article: Mechanisms of Disease.
3. Hankin CS, Bhatia ND, Goldenberg G, et al. (2010). "A comparison of the clinical
effectiveness and cost-effectiveness of treatments for moderate to severe psoriasis".
Drug Benefit Trends 21: 17–27.
4. Adhi Djuanda. Dermatosis ertroskuamosa. Ilmu Penyakit Dan Kelamin. 2008:ed
5th:189-203
5. Henseler T, Christophers E. Psoriasis of early and late onset: characterization of two
types of psoriasis vulgaris. J Am Acad Dermatol 2008: ed 13th: 450-456.
6. David L. Duffy, Md. Psoriasis. 2008. Diunduh dari
http://www.arnoldehret.org/docs/PSORIASIS.pdf , 20 April 2011.
7. Linda Vorvick, MD, Medical Director, MEDEX Northwest Division of Physician
Assistant Studies, University of Washington School of Medicine. Pityriasis rosea.
Updated 28 Oktober 2010. Diunduh dari
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000871.htm , 20 April 2011.
8. MA Gonzalo-Garijo. Allergology Department. Infanta Cristina University Hospital.
Badajoz, Spain. Erythroderma due to aztreonam and clindamycin. 2006. Diunduh
dari http://www.jiaci.org/issues/vol16issue03/10.pdf . 20 April 2011.
9. Schwartz, Robert A. Janusz. (July 2006)."Seborrheic dermatitis: an
overview". American Family Physician 74 (1): 125–30.
10. Eamonn Brady MPSI. Whelehans Pharmacy. Seborrhoeic dermatitis. 2008. Diunduh
dari http://www.whelehans.ie/ailments/Seborrhoeic%20Dermatitis.pdf . 21 April
2011.
Download