Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 2, Juli 2017, Hal. 81-87 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang ISSN: 2088-5326 e-ISSN : 2502-8766 PENERIMAAN DIRI IBU YANG MEMILIKI ANAK PENDERITA SKIZOFRENIA Harry Theozard Fikri, Nepi Andriani Universitas Putra Indonesia YPTK Padang Email: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerimaan diri ibu yang memiliki anak penderita skizofrenia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif menggunakan pendekatan fenomenologi. Proses pengumpulan data dilakukan dengan wawancara. Data dianalisis mengunakan analisis tematik dan subjek penelitian diambil secara purposive sampling, dengan subjek berjumlah 2 orang. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa penerimaan diri ibu yang memiliki anak penderita skizofrenia memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Pada subjek I dan II ditemukan memiliki karakteristik satu sampai lima, yaitu: individu mempunyai keyakinan menghadapi persoalan, individu menganggap dirinya sederajat dengan orang lain, tidak ada harapan ditolak, individu tidak malu atau hanya memperhatikan dirinya sendiri, individu berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya. Pada subjek I tidak ditemukan karakteristik Individu dapat menerima pujian atau celaan secara objektif. Sedangkan pada subjek II ditemukan semua karakteristik penerimaan diri. Kata Kunci: Penerimaan Diri, Skizofrenia 1. PENDAHULUAN Seseorang yang memutuskan untuk menikah, pada umumnya selain karena ingin hidup bersama dengan orang yang disayangi dan dicintai, orang tersebut juga ingin memiliki keturunan. Anak adalah suatu anugrah dari tuhan yang sangat berharga. Semua orang tua selalu berharap mendapatkan anak yang sehat dan normal, namun tidak semua individu dilahirkan dalam keadaan sempurna. Harapan orang tua dapat berubah menjadi kecewa yang dalam, apabila diketahui anak yang selama ini selalu didambakan mengalami gangguan psikologis dalam perkembangan beranjak remaja kedewasa. Seseorang yang mengalami gangguan psikologis banyak mengalami hambatan dalam perkembangan normal seperti hambatan dalam komunikasi dan interaksi sosial, serta hambatan mengelola emosi (dalam http://eprint.unika.ac.id, Padang, 30/10/2013). Menurut Craighead dkk (dalam Ikmaliyati & Sriningsih, 2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa prognosis bagi penderita skizofrenia pada umumnya kurang begitu menyenangkan, sekitar 25% dapat pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali pulih pada tingkat premorbid (tingkat stres pada stadium tertentu). Selain itu Skizofrenia tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi individu yang mengalaminya, tetapi juga bagi orang-orang terdekat dengannya, biasanya keluargalah yang paling rentan terkena dampak kehadiran orang dengan skizofrenia. Berdasarkan studi awal yang dilakukan di RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang, diketahui bahwa kasus penderita Skizofrenia pada remaja dan anak yang berusia 9 sampai 20 tahun, tercatat 58 kasus dari bulan November 2011 sampai September 2013. Adapun tingkat keterjangkitan gangguan berdasarkan jenis kelamin, terdapat 16 kasus pada perempuan dan 42 kasus pada laki-laki, sehingga perbandingannya 1:3. 81 Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 2, Juli 2017, Hal. 81-87 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang ISSN: 2088-5326 e-ISSN : 2502-8766 Gambaran gangguan skizofrenia beraneka ragam dari mulai gangguan pada alam pikir, perasaan dan perilaku yang mencolok sampai pada yang tersamar. Sebelum seseorang sakit, pada umumnya penderita sudah mempunyai ciri-ciri kepribadian tertentu. Kepribadian penderita sebelum sakit disebut sebagai Kepribadian Pramorbid, seringkali digambarkan sebagai orang yang mudah curiga, pendiam, sukar bergaul, lebih senang menarik diri dan menyendiri serta eksentrik (aneh). Seseorang dikatakan menderita Skizofrenia apabila perjalanan penyakitnya sudah berlangsung lewat 6 bulan. Sebelumnya didahului oleh gejala-gejala awal disebut sebagai fase prodromal yang ditandai dengan mulai munculnya gejala-gejala yang tidak lazim misalnya pikiran tidak rasional, perasaan yang tidak wajar, perilaku yang aneh, penarikan diri dan sebagainya (Hawari, 2000). Menurut Nevid (2003) Skizofrenia merupakan gangguan psikotik kronis yang ditandai oleh episode akut yang mencakup kondisi terputus dengan realitas yang ditampilkan dalam ciri-ciri seperti waham, halusinasi, pikiran tidak logis, pembicaraan yang tidak koheren, dan prilaku yang aneh. Defisit residual dalam area kognitif, emosional, dan sosial dari fungsi-fungsi yang ada sebelum episode akut. Selanjutnya menurut Halgin dan Whitbourne (2010) Skizofrenia adalah gangguan dengan serangkaian simtom yang meliputi gangguan konteks berfikir, bentuk pemikiran, persepsi, afek, rasa terhadap diri (sense of self), motivasi, prilaku dan fungsi interpersonal. Reaksi pertama orang tua ketika anaknya dikatakan bermasalah adalah tidak percaya, shock, sedih, kecewa, merasa bersalah, marah dan menolak. Begitu pula dengan ibu yang anaknya mengalami skizofrenia. Tidak mudah bagi ibu yang anaknya mengalami skizofrenia untuk mengalami fase ini, sebelum akhirnya sampai pada tahap penerimaan (acceptance). Ada masa orang tua merenung dan tidak mengetahui tindakan tepat apa yang harus diperbuat. Tidak sedikit orang tua yang kemudian memilih tidak terbuka mengenai keadaan anaknya kepada teman, tetangga bahkan keluarga dekat sekalipun, kecuali pada dokter yang menangani anaknya tersebut Safaria (dalam Khotimah, 2012). Ibu adalah orang tua perempuan seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. Umumnya ibu memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak, dan panggilan ibu dapat diberikan untuk perempuan yang bukan orang tua kandung (biologis) dari seseorang yang mengisi peranan ini. Seperti pada orang tua angkat (karena adopsi) atau ibu tiri (istri ayah biologis anak). Ibu yang lebih sering mengadakan komunikasi dengan anak ketimbang ayah yang lebih banyak beraktifitas di luar, dapat menjadi orang tua dan sekaligus teman yang baik bagi anak untuk berbagi permasalahan, kasih sayang dan hal-hal yang disenangi oleh anak. Dalam keluarga ibu yang bersikap lebih menerima, lebih mengerti, lebih koperatif terhadap anak dibandingkan dengan ayah, meskipun ibu seperti juga ayah dapat menunjukkan otoritasnya bila persoalan mengenai hal-hal yang prinsip (Younis dan Smollar dalam Monk dkk, dikutip Nora dan Widuri, 2011). Ibu merasakan rasa tanggung jawab terhadap kondisi normal-abnormal anaknya karena ibulah yang merawat anak sejak dalam kandungan, melahirkan, hingga masa pertumbuhan anak. Reaksi emosi ibu akan keberadaan anaknya yang mengalami gangguan psikologis akan lebih terasa karena interaksi ibu terhadap anak berlangsung lebih intens dibanding anggota keluarga lainnya (Zainal dalam mahabbati, 2010). Menurut Rogers (dalam Purnaningtyas, 2013) Penerimaan merupakan sikap seseorang yang menerima orang lain apa adanya secara keseluruhan, tanpa disertai persyaratan apapun penilaiannya, sehingga dapat mengembangkan pandangan tentang siapa dirinya sesungguhnya. Selanjutnya Maslow (dalam Simanjuntak dan Siregar, 2012) menyatakan penerimaan diri merupakan suatu tingkat kemampuan individu untuk hidup dengan segala kekhususan diri yang dapat melalui pengenalan diri secara utuh. Apabila dalam keluarga terutama pada ibu terdapat penerimaan, maka akan dapat membantu dalam perawatan dan akan mendukung perkembangan anak. Besar kecil 82 Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 2, Juli 2017, Hal. 81-87 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang ISSN: 2088-5326 e-ISSN : 2502-8766 penerimaan oleh keluarga akan mempegaruhi kualitas hubungan keluarga. Terlebih penerimaan ibu semakin kuat perasaan keibuan pada seorang wanita, maka semakin besar kemampuan untuk mencurahkan kasih sayang dan cinta kepada anaknya (Ibrahim dalam Khotimah, 2012). Bagaimanapun anak dengan gangguan jiwa tetaplah seorang anak yang membutuhkan kasih sayang, perhatian dan cinta dari orangtua, saudara dan keluarganya (Safaria dalam Rachmayanti, 2007). Menurut Waal (dalam Achmad, 2010) berpendapat bahawa fenomena dalam masyarakat masih banyak orang tua khususnya ibu yang menolak kehadiran anak yang tidak normal, kerena malu mempunyai anak yang mengalami gangguan dan tidak mandiri. Orang tua yang demikian akan cenderung menyangkal keberadaan anaknya dengan menyembunyikan anak tersebut jangan sampai diketahui oleh orang lain. Salah satu reaksi keluarga dengan anak mengalami gangguan dan tidak mandiri adalah penolakan sehingga anak diisolasi di kamar dan tidak diperlihatkan pada orang lain (karena malu) atau dibiarkan terlantar (Staf pengajar ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam Achmad, 2010). Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang ingin diteliti adalah mengenai gambaran penerimaan diri ibu yang memiliki anak penderita Skizofrenia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran penerimaan diri ibu yang memiliki anak penderita Skizofrenia. 2. METODOLOGI Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Dasar analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis tematik. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik sampel bertujuan (purposive sample) dengan kriteria: Ibu yang memiliki anak yang penderita skizoferenia; serta bersedia untuk menjadi subjek penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara. Pedoman wawancara berupa Open Endeed Question, yaitu pertanyaan dengan jawaban terbuka dan dapat dijawab oleh subjek dengan caranya sendiri. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi-terstruktur. 3. ANALISA DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan terhadap subjek I dan II mengenai penerimaan diri ibu yang memiliki anak penderita skizofrenia dengan menggunakan karakteristik penerimaan diri teori Sheerer (dalam Hermawati dan Widjanarko, 2011), individu mempunyai keyakinan akan kemampuannya menghadapi persoalan; individu menganggap dirinya berharga dan sederajat dengan orang lain; individu tidak tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal dan tidak ada harapan ditolak orang lain; individu tidak malu atau hanya memperhatikan dirinya sendiri; individu berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya, menerima pujian atau celaan secara objektif; individu tidak menyalahkan diri atas keterbatasan yang dimiliki ataupun menghindari kelebihannya. 4. HASIL DAN DISKUSI Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penerimaan diri ibu yang memiliki anak penderita skizofrenia memiliki karakteristik yang berbeda-beda. 1. Individu mempunyai keyakinan akan kemampuannya menghadapi persoalan. Subjek I dan subjek II sama-sama mempunyai keyakinan akan kemampuannya untuk 83 Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 2, Juli 2017, Hal. 81-87 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang 2. 3. 4. 5. ISSN: 2088-5326 e-ISSN : 2502-8766 menghadapi persoalan. Keyakinan subjek I dan subjek II muncul karena adanya dukungan dari keluarga, mantan suami subjek I, suami subjek II, anak-anak subjek dan kedua subjek selalu berdoa, merawat serta menerima kondisi anaknya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarasvati (dalam Rachmayanti dan Zulkaida, 2007) semakin kuatnya dukungan keluarga besar, orangtua akan terhindar dari merasa sendirian sehingga menjadi lebih kuat dalam menghadapi cobaan karena dapat bersandar pada keluarga besar mereka. Individu menganggap dirinya berharga dan sederajat dengan orang lain. Subjek I dan subjek II sama-sama menganggap dirinya dan anaknya berharga sebagai seorang manusia dan sederajat dengan orang lain, subjek I merasa dirinya sama seperti ibu lainya yang harus memperhatikan pendidikan, kesehatan, kebutuhan dan anak subjek serta memperlakukan anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Hal tersebut juga muncul pada subjek II karena subjek mendapatkan motivasi dari suami dan anakanaknya yang mebuat subjek menjadi kuat dan merasa dirinya sama seperti istri lainnya yang saling membantu suami mencari nafkah dan subjek dapat memperlakukan anak-anaknya dengan baik sehingga anaknya dapat membantu keluarga untuk kehidupan yang lebih baik. Hal tersebut di dukung juga oleh pendapat dari sesuai dengan pendapat Denmark (dalam Fahrial, 2014) bahwa standar diri seseorang tidak dipengaruhi lingkungan luar, keyakinan menjalani hidup, dirinya sama dengan orang lain, tidak ingin orang lain menolak kondisi apapun, dan tidak menganggap dirinya berbeda dengan orang lain. Individu Tidak menganggap dirinya aneh atau tidak abnormal dan tidak ada harapan ditolak. Subjek I dan subjek II muncul aspek individu tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal dan tidak ada harapan ditolak orang lain. Subjek I dan subjek II sama-sama memiliki harapan terbesar pada anaknya, subjek I ingin anaknya tumbuh normal seperti anak lainya dan subjek ingin anaknya melanjutkan pendidikan yang tertunda sebelumya. Subjek II tidak menanggapi cemoohan dari orang lain dan selalu berharap anaknya dapat sembuh total, hidup mandiri dan menikah. Hal ini di dukukung oleh teori dari pendapat Jerslid (dalamTrismawati, 2013) terdapat aspek keseimbangan “real self dan ideal self” individu memiliki penerimaan diri adalah mempertahankan harapan dan tuntutan dari dalam dirinya dengan baik dan juga memiliki ambisi yang besar. Individu Tidak malu atau hanya memperhatikan dirinya sendiri. Subjek I dan subjek II sama-sama tidak malu menceritakan mengenai masalah pribadi maupun tentang keadaan anaknya justru subjek dapat menjelaskan dengan baik kepada orang lain dan subjek dapat bersosialisasi dengan mengikuti kegiatan sosial yang ada di lingkungan sekitar, namun subjek II kurang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar rumah. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Menurut Supratiknya (dalam Nurviana dkk, 2009) penerimaan diri adalah memiliki penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri, atau tidak bersikap sinis terhadap diri sendiri. Penerimaan diri berkaitan dengan kerelaan membuka diri atau mengungkapkan pikiran, perasaan dan reaksi kepada orang lain, kesehatan psikologis individu serta penerimaan terhadap orang lain. Individu Berani memikul tanggung jawab terhadap prilakunya. Subjek I dan subjek II berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya karena anak merupakan tanggub jawab subjek sebagai seorang ibu. Subjek I menyadari bahwa semua terjadi karena kesalahannya dan kegagalan dalam menjalani rumah tangga bersama mantan suaminya yang berdampak buruk pada perkembangan psikologis anaknya dan subjek merasa gagal dalam mendidik anaknya. Subjek menebus semua kesalahanya dengan melakukan segala upaya pengobatan seoptimal mungkin agar anaknya bisa normal seperti anak lainya dan bersekolah. Selanjutnya subjek II merasa bertanggung jawab terhadap anaknya sampai anaknya menikah dan bisa mandiri. Ini sesuai dengan 84 Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 2, Juli 2017, Hal. 81-87 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang ISSN: 2088-5326 e-ISSN : 2502-8766 pendapat Jerslid (dalam Trismawati, 2013) seorang individu memiliki spontanitas dan tanggung jawab terhadap perilakunya. 5. KESIMPULAN Dari ketujuh karakteristik penerimaan diri ditemukan karakteristik satu sampai lima pada subjek I yaitu individu mempunyai keyakinan menghadapi persoalan, individu menganggap dirinya sederajat dengan orang lain, tidak ada harapan ditolak, individu tidak malu atau hanya memperhatikan dirinya sendiri, individu berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya . Pada subjek II ditemukan semua karakteristik yaitu individu mempunyai keyakinan menghadapi persoalan, individu menganggap diri sederajat dengan orang lain, tidak ada harapan ditolak, tidak malu atau hanya memperhatikan dirinya sendiri, berani memikul tanggung jawab terhadap prilakunya, menerima pujian atau celaan secara objektif, tidak menyalahkan diri atas keterbatasan yang dimiliki. DAFTAR PUSTAKA Achamd, Anggian Putri Antiandany. 2010. Penerimaan Diri Ibu Terhadap Anak Yang Mengalami Gangguan Down syndrom Di Sekolah Luar Biasa Yayasan Wacana Asih Padang. Skripsi (tidak diterbitkan) Padang: Fakulatas Psikologi Universitas Putra Indonesia “YPTK” Alsa, Asmadi. 2003. Pendekatan Kuantitatif & Kualitatif Serta Kombinasi Dalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Bodanno. 2009. The Other Side of Sadness. New York : A member of the Perseus Book Group. Chaplin.J.P. 2009. Kamus lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Fahrial, Feby. 2014. Peneriama Diri Anak Yang Lahir Di Luar Nikah. Skripsi (tidak diterbitkan) Padang: Fakultas Psikologi Universitas Putra Indonesia “YPTK” Halgin, P. Richard & Whitbourne. 2010. Psikologi Abnormal Pesfektif Klinis Pada Gangguan Psikologis. Jakarta: salemba Humanika Hartini & Machdan. 2012. Hubungan antara Penerimaan diri dengan Kecemasan menghadapi dunia kerja pada Tunadaksa di UPT Rehabilitasi Sosial cacat tubuh Pasuruan. Jurnal Psikologi Klinis dan kesehatan Mental Vol 1. no.02, 81-82. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Hawari, Dadang. 2000. Al Quran Ilmu Kedokteran Jiwa Dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: PT. Dana Bakti Prima Yasa Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta selatan: Salemba Humanika Hermawanti & Widjanarko. 2011. Penerimaan Diri Perempuan Pekerja Seks Yang Menghadapi Status HIV Positif di Pati Jawa Tengah. Psikobuana Jurnal Ilmiah Psikologi Vol 3. No. 2, 94-103. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Ikmalayati, Rifqi & Sriningsih. 2011. Penarimaan Anak Terhadap Ibu Dengan Skizofrenia. Skripsi (tidak diterbitkan) Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas mercu Buana 85 Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 2, Juli 2017, Hal. 81-87 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang ISSN: 2088-5326 e-ISSN : 2502-8766 Ismail, Amalia. 2008. Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Penerimaan Diri Ibu Dari Anak Autis. Skripsi (tidak diterbitkan) Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Kartono, Kartini. 2005. Patologi Sosial 3. Jakarta: Pt. Toko Gunung Agung Khotimah, Nuria. 2012. Penerimaan Ibu Yang Memiliki Anak Tunarungu. Skripsi (tidak diterbitkan) Jakarta Timur: Fakultas Psikologi Universitas Guna Darma Mahabbati, Aini. 2010. Penerimaan Dan Kesiapan Pola Asuh Ibu Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus. Skripsi (tidak diterbitkan) Jakarta: Fakultas Psikologi Maslim, Rusdi. 2003. Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya Moleong, J. Lexy. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Nevid & dkk. 2003. Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga Nora, Ariza Cilvia & widuri. 2011. Komunikasi Ibu Dan Anak Dengan Depresi Pada Remaja. Jurnal Humanitas Vol VIII. No. 1. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dhalan Nurkholisoh. 2009. Pelaksanaan Terapai Bagi Pasien Skizofrenia Di Madani Mantal Haelth Care Jakarta Timur. Skripsi (tidak diterbitkan) Jakarta: Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Nurviana dan dkk. 2009. Penerimaan diri Pada Penderita Epilepsi. Skripsi (tidak diterbitkan) Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Pancawati, 2013. Penerimaan diri dan dukungan orang tua terhadap anak autis. Ejournal Psikologi fisip-unmul. 1, 41-42. Poerwandari, S.K. 2007. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Purnaningtyas, Arry Avrilya. 2013. Penerimaan Diri Pada Laki-laki Dewasa Penyandang Disabilitas Fisik Karena Kecelakaan. Jurnal Psikologi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dhalan Rachmayanti, Zulkaida. 2007. Penerimaan Diri Orang Tua terhadap Anak Autisme dan Peranannya dalam Terapi Autisme. Jurnal Psikologi Vol 1. No. 1, 8-9. Jawa Barat: Fakultas Psikologi Universitas Guna Darma Sari. 2010. Faktor yang mempengaruhi pernerimaan diri: sebuah penelitian dikalangan anak berhadapan dengan hukum (ABH) diPanti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani. Skripsi (tidak diterbitkan) Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. Diakses 13 november 2013. Satyaningtyas, R. & Abdullah, S.M. 2010. Penerimaan Diri dan Kebermaknaan Hidup Penyandang Cacat Fisik. Jurnal Psikologi. Jakarta: Fakultas Psikologi Mercu Buana 86 Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 2, Juli 2017, Hal. 81-87 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang ISSN: 2088-5326 e-ISSN : 2502-8766 Simajuntak, Devi Lestari Dan Ade rahmawati Siregar. 2012. Hubungan Penerimaan Diri Dengan Kompetensi Sosial Pada Remaja Obesitas. Jurnal Psikologi Sosial Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif. Bandung: Alfabeta Trismawati, Merry. 2013. Hubungan Antara Penerimaan Diri Terhadap Perubahan Fisik Dengan Kecemasan Menghadapi Menoupause Di Kubu Dalam Parak Karakah Padang. Skripsi (tidak diterbitkan) Padang: Fakultas Psikologi Universitas Putra Indonesia “YPTK” 87