TUGAS FARMAKOTERAPI II INFEKSI SISTEM SYARAF PUSAT Disusun oleh : 1. Farida Ulfa S. 1041411062 2. Fatimatuz Zahroh 1041411063 3. Fera Febriani 1041411064 4. Fikriyah Melinda S. 1041411065 5. Fildzah Hasyati A. 1041411066 SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI “YAYASAN PHARMASI” SEMARANG 2017 BAB I PENDAHULUAN 1. Sistem Saraf Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh tubuh. Sistem saraf memungkinkan makhluk hidup tanggap dengan cepat terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan luar maupun dalam. Untuk menanggapi rangsangan, ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh sistem saraf, yaitu: Reseptor, adalah alat penerima rangsangan atau impuls. Pada tubuh kita yang bertindak sebagai reseptor adalah organ indera. Penghantar impuls, dilakukan oleh saraf itu sendiri. Saraf tersusun dari berkas serabut penghubung (akson). Pada serabut penghubung terdapat sel-sel khusus yang memanjang dan meluas. Sel saraf disebut neuron. Efektor, adalah bagian yang menanggapi rangsangan yang telah diantarkan oleh penghantar impuls. Efektor yang paling penting pada manusia adalah otot dan kelenjar 2. Fungsi saraf a. Menerima rangsangan (oleh indera) b. Meneruskan impuls saraf ke sistem saraf pusat (oleh saraf sensorik) c. Mengolah rangsangan untuk menentukan tanggapan (oleh sistem saraf pusat) d. Meneruskan rangsangan dari sistem saraf pusat ke efektor (oleh saraf motorik). 3. Susunan Saraf Manusia Sistem Saraf Pusat 1. Otak Otak merupakan organ yang telah terspesialisasi kompleks. Berat total otak dewasa adalah sekitar 2% dari total berat badannya sekitar 1,4 kg dan mempunyai sekitar 12 miliar neuron. Pengolahan informasi di otak dilakukan pada bagian-bagian khusus sesuai dengan area penerjemahan neuron sensorik. Permukaan otak tidak rata, tetapi berlekuk-lekuk sebagai pengembangan neuron yang berada di dalamnya. Semakin berkembang otak seseorang, semakin banyak lekukannya. Lekukan yang berarah ke dalam (lembah) disebut sulkus dan lekukan yang berarah ke atas (gunungan) dinamakan girus. Otak mendapatkan impuls dari sumsum tulang belakang dan 12 pasang saraf kranial. Setiap saraf tersebut akan bermuara di bagian otak yang khusus. Otak manusia dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang. Otak belakang berfungsi dalam menjaga tingkah laku, otak tengah berfungsi dalam penglihatan, dan otak depan berfungsi dalam penciuman. 2. Sumsum Tulang Belakang Sumsum tulang belakang (medulla spinalis) merupakan perpanjangan dari sistem saraf pusat. Seperti halnya dengan sistem saraf pusat yang dilindungi oleh tengkorak kepala yang keras, sumsum tulang belakang juga dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Sumsum tulang belakang memanjang dari pangkal leher, hingga ke selangkangan. Bila sumsum tulang belakang ini mengalami cidera ditempat tertentu, maka akan mempengaruhi sistem saraf disekitarnya, bahkan bisa menyebabkan kelumpuhan di area bagian bawah tubuh, seperti anggota gerak bawah (kaki). 4. Infeksi sistem saraf pusat (SSP) a. Meningitis Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges, lapisan yang tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis. Miningitis dapat disebabkan oleh berbagai organisme yang bervariasi, tetapi ada tiga tipe utama yakni: 1. Infeksi bakteri, piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama meningokokus, pneumokokus, dan basil influenza. 2. Tuberkulosis, yang disebabkan oleh basil tuberkel (Mycobacterium tuberculose). 3. Infeksi virus, yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat bervariasi. Meningitis Bakteri Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah Haemofilus influenza, Nersseria, Diplokokus pnemonia, Sterptokokus group A, Stapilokokus Aurens, Eschericia coli, Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark. Meningitis Tuberkulosa Meningitis tuberkulosa adalah infeksi bakteri Mycobacterium tuberkulosa di jaringan pelindung otak, piamater dan atau arachmeter. Tuberkulosis intra kranial merupakan komplikasi yang paling serius pada anak dan bersifat mematikan tanpa pengobatan yang efektif. Meningitis tuberkulosa biasanya terbentuk dari lesi perkejuan metastasik di dalam korteks serebri atau meninges yang berkembang selama penyebaran limfohematogen infeksi primer. Lesi awal bertambah besar dan mengeluarkan sedikit basil tuberkel ke dalam ruang subarachnoid. Kejadian meningitis tuberkulosa paling sering pada anak umur 6 bulan hingga 4 tahun. Perjalanan meningitis tuberkulosa pada anak dibagi menjadi tiga stadium dan kejang-kejang terjadi pada stadium dua. Stadium pertama yang secara khas berakhir 1-2 minggu ditandai dengan gejala nonspesifik seperti demam, sakit kepala, nyeri kepala, iritabilitas, mengantuk dan malaise. Tidak terdapat tanda neurologis fokal tetapi pada perkembanganya anak dapat mengalami stagnasi atau kehilangan perkembangan merupakan masalah yang serius. Stadium dua biasanya mulai lebih mendadak dengan tanda lesu, kaku kuduk, kejang-kejang, tanda kernig atau burdzinski positif, hipertoni, muntah, kelumpuhan saraf kranial dan tanda neurologis fokal. Stadium tiga ditandai dengan terjadinya koma, hemiplegi, sikap deserebrasi, kemunduran tanda vital dan akhirnya terjadi kematian. Meningitis tuberkulosa pada pemeriksaan cairan serebrospinal akan memberi gambaran angka leukosit MN 10-500 sel/mm3 dan biasanya limfosit poliMononuklear pada saat awal dan selanjutnya diganti dengan limfosit. Kadar glukosa memiliki ciri khas yaitu kurang dari 40 mg/dl tetapi jarang dibawah 20 mg/dl Sedangkan kadar protein akan naik sangat tinggi 4005000mg/dl akibat adanya penyumbatan dan blokade spinal. Meningitis Virus Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti; gondok, herpez simplek dan herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh koteks cerebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat. Beberapa tahapan yang terjadi hingga terjadinya infeksi pada meningen, yaitu : Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang dapat menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranial. Efek patologi dan peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen. Edema dan eksudasi yang semuanya itu menyebabkan tekanan intrakranial. Organisme masuk melalui sel darah merah pada blood brain barrier. Masuknya dapat melalui trauma penetrasi, prosedur pembedahan atau kelainan sistem saraf pusat. Otorrhea atau rhinorrhea akibat fraktur dasar tengkorak dapat menimbulkan meningitis, dimana terjadi hubungan antara Cerebro Spinal Fluid (CSF) dan dunia luar. Masuknya organisme ke saraf pusat melalui ruang sub-arachnoid dan menimbulkan respon peradangan via arachnoid, CSF dan ventrikel. Dari reaksi radang muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada ventrikel, edema jaringan sekeliling ventrikel menyebabkan obstruksi pada CSF dan menimbulkan hidrosefalus. Pembentukan eksudat pada meningitis bakteri : netrofil, monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan respon radang. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan leukosit yang dibentuk di ruang sub-arachnoid. Penumpukan pada CSF akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di sekitar otak dan medulla spinalis. Terjadi vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah yang dapat menimbulkan ruptur atau trombosis dinding pembuluh darah dan jaingan otak dapat menjadi infark. Pembentukan eksudat pada meningitis virus pada umunya tidak terjadi dan tidak ada mikroorganisme pada kultur CSF. Gejala Gejala awal dari meningitis bakterialis sangat umum dan mirip dengan penyakit lain, di antaranya demam, sakit kepala parah, badan merasa tidak enak, mual, muntah-muntah. Saat meningitis bakterialis bertambah parah, kondisi ini bisa menyebabkan beberapa hal seperti berikut ini: Bernapas cepat Bingung Mengantuk Leher kaku, meski hal ini jarang terjadi pada anak kecil Ruam merah terang yang tidak memudar atau berubah warna saat gelas ditekan di atas ruam itu. Tapi gejala ini tidak selalu ada pada setiap orang Sensitif terhadap cahaya (fotofobia), hal ini jarang terjadi pada anak kecil Kejang-kejang Gejala Meningitis Bakterialis Pada Anak Kecil dan Bayi Anak kecil dan bayi memiliki gejala-gejala meningitis bakterialis berbeda. Ada kemungkinan terjadi pembengkakan pada bagian ubunubun pada sebagian bayi yang mengidap meningitis. Gejala-gejala yang mungkin terjadi di antaranya: Terus menerus menangis tanpa alasan Mudah marah dan tidak mau digendong Kehilangan selera makan Muntah-muntah Pucat dan muncul bintik-bintik merah Sangat mengantuk dan tidak ingin bangun Lunglai dan tidak responsif Tatapan kosong Gejala-gejala meningitis virus dapat berupa: Diare Mual dan muntah-muntah Leher kaku Nyeri otot atau persendian Mata menjadi sensitif terhadap cahaya (fotofobia) Gejala meningitis tuberkulosa dapat dibagi menjadi 3 stadium : 1. Stadium I (stadium awal) Gejala prodromal nonspesifik : apatis, iritabilitas, nyeri kepala, malaise, demam, anoreksia 2. Stadium II (intermediate) Gejala mengantuk, kejang, defisit neurologik fokal (hemiparesis, paresis syaraf kranial, gerakan involunter), hidrosefalus, dan papil edema 3. Stadium III (advanced) Gejala penurunan kesadaran, disfungsi batang otak, dekortikasi, deserebrasi. Diagnosis Ada beberapa tanda-tanda klinis dan gejala yang dapat menimbulkan kecurigaan meningitis. Namun, sebelum mendiagnosa meningitis kondisi lain yang memiliki presentasi klinis yang serupa harus dapat dikesampingkan. diantar anya: Demam Abses dalam otak Kebingungan dan keadaan mental berubah Infeksi otak (ensefalitis), pendarahan dalam otak atau stroke (pendarahan subarachnoid), tumor otak dll. Penyelidikan yang disarankan untuk diagnosis meningitis termasuk pungsi lumbal, hitung darah lengkap dan sebagainya. Tusukan lumbalis Hal ini dilakukan segera ketika ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, termasuk sakit kepala, kejang, kehilangan kesadaran dll. Sampel Cairan serebrospinal yang diambil dari pungsi lumbal dikirim ke laboratorium untuk di tes noda dengan pewarna khusus yang menunjukkan organisme yang mengarah ke meningitis. Noda yang umum dan tes yang digunakan adalah: Noda gram (untuk mendiagnosis bakteri gram negatif Meningococci, E. coli, Pseudomona dan gram positif staphylococci dan Pneumococci) Noda Ziehl-Neelsen (untuk mendiagnosa tuberkulosis) sitologi (untuk sel-sel abnormal) virologi (untuk virus penyebab) glukosa, protein, kultur (untuk memeriksa pertumbuhan bakteri tertentu) Metode lain yang digunakan untuk mendiagnosa meningitis ini termasuk: 1. Penghitungan darah dengan lengkap untuk mendeteksi anemia dan infeksi (oleh jumlah WBC yang mengangkat) 2. Tes darah untuk mendiagnosis infeksi dan septicaemia 3. Glukosa darah untuk membandingkannya dengan CSF glukosa 4. Tes fungsi ginjal dan hati 5. Tes untuk memeriksa kemampuan pembekuan darah yang memadai 6. Sinar X dada untuk mendeteksi patologi paru-paru seperti paru-paru abses, tuberkulosis dll. 7. Tes urin untuk mendeteksi organisme Pemeriksaan cairan otak pada meningitis akut : 1. Tekanan cairan otak meningkat 2. Jumlah leukosit meningkat 3. Kadar protein meningkat 4. Kadar klorida menurun 5. Kadar gula menurun b. Ensefalitis Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam mikro-organisme baik bakteri, virus atau parasit. Ensefalitis ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskopis jaringan otak. Dalam prakteknya di klinik diagnosis sering dibuat berdasarkan manifestasimanifestasi neurologis dan temuan-temuan epidemiologis tanpa dilakukan pemeriksaan bahan histologis. Ensefalitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan juga parasit. Virus adalah penyebab terbanyak sebagai pendahulu sebelum infeksi lain menyertai. Golongan virus yang banyak ditemukan menyebabkan ensefalitis adalah Arbo virus (arthropod-borne) yang mencakup virus equie dan west niel, Enterovirus, Paramyxovirus (mumps), herpes virus, dan virus rabies. Tanda klinik pada ensefalitis yang paling besar adalah adanya gejala neurologis fokal karena melibatkan rusaknya sebagian parenkim otak. Tanda klinik lain yang dapat ditemui adalah demam, sakit kepala, pada bayi biasanya menangis dengan keras atau menjerit, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, pucat, halusinasi, kaku kuduk, gelisah, iritabel, gangguan kesadaran dan kejang. Kejang pada ensefalitis memiliki mekanisme yang hampir sama dengan epilepsi. Hal ini dikarenakan adanya kerusakan fokal parenkim otak yang dapat berperan sebagai neuron eksitatorik timbulnya kejang dengan kejang dapat berbentuk parsial atau komplek. Ensefalitis supuratif akut Bakteri penyebab Esenfalitis adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus, E. Coli, Mycobacterium dan T. Pallidum. Ensefalitis Siphylis Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui epithelium yang terluka, kuman tiba di sistim limfatik, melalui kelenjar limfe kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunan saraf pusat. Treponema pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagian bagian lain susunan saraf pusat. Ensefalitis Virus Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia : 1. Virus RNA Paramikso virus (virus parotitis, virus morbili), Rabdovirus (virus rabies), Togavirus (virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus dengue)), Picornavirus enterovirus (virus polio, coxsackie A,B, echovirus) dan Arenavirus (virus koriomeningitis limfositoria) 2. Virus DNA Herpes virus (herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus, virus Epstein-barr), Poxvirus (variola, vaksinia) dan Retrovirus (AIDS). Ensefalitis Karena Parasit a. Malaria serebral Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral. Sel darah merah yang terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu sama lainnya sehingga menimbulkan penyumbatanpenyumbatan. Gejala-gejala yang timbul : demam tinggi.kesadaran menurun hingga koma. Kelainan neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan. b. Toxoplasmosis Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala gejala kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak. c. Amebiasis Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan meningoencefalitis akut. Gejala-gejalanya adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun. d. Sistiserkosis Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus mukosa dan masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel dan parenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh didalam meninges atau tersebar didalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula disekitarnya. Ensefalitis Karena Fungus Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : Candida albicans, Cryptococcus neoformans, Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang menurun. Riketsiosis Serebri Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yang terdiri atas sebukan sel-sel mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh darah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh darah yang terkena akan terjadi trombosis. Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar tidur, kemudian mungkin kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi yang tersebar. BAB III TUJUAN DAN TATA LAKSANA TERAPI A. Tujuan Terapi : o Menentukan rancangan terapi yang rasional o Menghilangkan infeksi dengan cara menurunkan tanda-tanda dan gejala. o Mencegah kerusakan neurologi o Menunda perkembangan / progresivitas penyakit o Memelihara fungsi-fungsi pasien selama mungkin o Mencegah dan mengurangi resiko terjadinya komplikasi o Meningkatkan kualitas hidup pasien B. Terapi Farmakologi Isolasi dan identifikasi penyebab dapat langsung memilih terapi antimikroba yang sesuai untuk pasien. Peningkatan inflamasi selaput otak akan meningkat penetrasi antibiotic. Secara intra lekal, intrasisternal atau intraventikular. Factor-faktor yang meningkatkan penetrasi ke CSS adalah berat molekul yang rendah, molekul yang tidak terionkan, kelarutan dalam lemak, dan ikatan protein yang kecil. 1. Meningitis Neisseria meningitidis (MENINGOCOCCUS) Meningitis ini umumnya terjadi pada anak dan dewasa muda. Sebagian besar kasus terjadi biasanya pada musim dingin atau semi. Terapi dan pencegahan : Terapi agresif yang direkomendasikan Penisilin G dosis tinggi 50.000/unitkg tiap 4 jam Kloramfenikol dan sefalosporin generasi ketiga yang dapat digunakan sebagai pengganti penisilin G. Contoh : sefatoksin Pasien dewasa : Rifampisin 600mg secara oral setiap 12 jam untuk 4 dosis. Anak-anak umur 1bulan-12tahun : Rifampisin 10mg/kgBB setiap 12 jam untuk 4 dosis. Dan Bayi < 1 bulan : Rifampisin 5mg/kgBB secara oral untuk 4 dosis. 2. Meningitis Streptococcus pneunomia (PNEUMOCOCCUS ATAU DIPLOCOCCUS) Meningitis streptococcus terjadi pada usia sangat muda (1-4 bulan) dan usia sangat tua. Ini adala pneumonia yang sangat umum pada dewasa dan sekitar 12% pada anak-anak berumur 2 bulan – 10 tahun. Terapi : Terapi pilihan sebelum sensitivitas mikroba penyebab diketahui adalah kombinasi vankomisin dan seftriakson. Terapi dengan penisilin G IV pada orang dewasa yang fungsi ginjalnya normal akan memberikan hasil yang baik. Akan tetapi, sekitar 35% S.pneumonia dapat sangat atau intermediet resisten terhadap penisilin. Kombinasi vankomisin dan seftriakson mungkin regimen yang paling efektif untuk strain yang resisten terhadap penisilin. 3. Meningitis Bakteri Gram Negatif Bakteri enterik gram negatif yang menyebabkan keempat terbesar meningitis. Terapi : Terapi awal menggunakan ceftazidime atau piperacillin, cefepime atau meropenem ditambah dengan aminioglikosida umumnya tobramisin. Bila bakteri dicuriagai resisten atau menjadi resisten terhadap terapi maka, harus dipertimbangkan untuk memberikan aminoglikosida intraventrikuler (sediaan tidak boleh mengandung pengawet). Dosis aminoglikosida intraventrikuler disesuaikan dengan volume prediksi cairan serebrospinal (0,003mg trobamisin atau gentamisin per ml cairan cerebrospinal dan 0,1mg amikacin/ml cairann cerebrospinal setiap 24 jam). Cairan aminoglikosida di ventrikuler di monitor 2-3 hari, sebelum dosis berikutnya dan konsentrasi minimal berkisar 2-10 mg/L. Meningitis karena gram negatif juga dapat di terapi dengan sefalosporin generasi ketiga seperti sefotaksim, seftriakson, atau seftazidim. Pada orang dewasa dosis harian sefalosporin 8-12g/hari atau 2g seftriakson sehari dua kali seharusnya menyebabkan konsentrasi di CSS 5-20mg/L. Terapi meningitis karena gram negatif diteruskan sampai 21 hari. 4. Meningitis Haemophilus influenzae Dimasa lalu, Haemophilus influenzae adalah penyebab utama meningitis pada anak usia 6 bulan – 3 tahun, tetapi menurun drastis sejak vaksin yang efektif dipasarkan. Penyakit ini sering berupa komplikasi dari infeksi primer ditelinga tengah, sinus paranassal atau paru. Terapi : Sekitar 30-40% Haemophilus influenzae resisten terhadap penisilin. Oleh sebbaitu, menggunakan sefalosporin sefotaksim, seftiakson atau kloramfenikol. generasi ketiga, misalnya 5. Meningitis Listeria monocytogenes Listeria monocytogenes adalah bakteri gram positif yang mirip dengan diftheri dan bertanggung jawab untuk 8% kasus meningitis yang dilaporkan. Penyakit ini terutama mempengaruhi pada neonatus, alkoholik, pasien dengan gangguan sistem imun dan orang tua. Terapi : Kombinasi penisilin G atau ampisilin dengan aminoglikosida memberikan efek bakterisid Trimetoprim-sulfametoksazol mungkin efektif alternatif karena penetrasi adekuat ke cairan serebrospinal. 6. Meningitis Mycrobacterium tuberculosis M. tuberculosis adalah penyebab utama mengitis tuberkulosis . pada pemeriksaan awal, CSS biasanya mengandung 100-1000 sdp/mm3, yang diantaranya 75-80% adalah sel polimorfonukleus . kemudian, pola sdp di CSS akan berubah ke limposit dan monosit. Terapi : Isoniasid adalah pilihan utama untuk mengatasi M. Tuberculosis. Pada anak dosis lazim 10-20mg/kg/hari (maksimum 300mg/hari). Dewasa 510mg/kg/hari atau 300mg/hari. Tambahan piridoksin HCL (Vit B6) 50mg/hari, direkomendasikan untuk mencegah neuropati perifer yang berkaitan dengan pemberian isoniazid CDC merekomendasiakn regimen 4 obat untuk terapi empirik M. Tuberculosis yaitu isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol. 15-20mg/kg/hari (maksimal 1,6g/kg/hari) untuk 2 bulan pertama. Pemberian rifampisin dalam kombinasi direkomendasikan pada dosis 10-20mg/kg/hari (maksimum 600mg/kg/hari)untuk anak dan 600mg/hari untuk dewasa. 7. Meningitis Cryptococcus neoformans Meningitis cryptokokal adalah bentuk umum utama meningitis jamur dan penyebab utama morbiditas dan mortilitas pada pasien dengan penurunan imunitas. Kultur CSS positif pada > 90% kasus. Terapi : Amfoterisin B adalah obat pilihan utama untuk meningitis Cryptococcus neoformansakut. Amfoterisin 0,5-1mg/kg/hari, dikombinasikan dengan flusitosin 100mg/kg/hari, lenih efektif daripada amfoterisin B tunggal. 8. Meningitis Virus Tanda umum pada dewasa meliputi sakit kepala,demam ringan (<400), kekakuan leher belakang, malaise, mengantuk, mual, mual, muntah, fotofobia. Pada bayi, hanya demam dan gelisah yang ditemui, dan meningitis harus dikesampingkan sebagai penyebab demam bilatemuan lokal lain tidak terobservasi pada anak. Terapi : Asiklofir adalah obat pilihan untuk ensefalitis herpes simplex. Pada pasien dengan fungsi ginjal normal, asiklofir biasa diberika 10mg/kg tiap 8 jam unutuk 2-3minggu. Herpes virus yang resisten terhadap asiklofir dilaporkan meningkat insidennya, terutama dari pasien immunocompromised yang menggunaka asiklofir sebelum atau secara kronik. Terapi alternatif bagi pasien yang resisten terhadap asiklofir adalah foscarnet dan harus disesuaikan dengan fungsi ginjalnya. ALGORITMA MENINGITIS DEWASA ALGORITMA MENINGITIS BAYI DAN ANAK – ANAK ALGORITMA LAIN C. Terapi Non Farmakologi Pola hidup, pemantauan tekanan darah, nadi, respirasi, Cegah kekeringan kornea dengan boor water, Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah posisi penderita sesering mungkin. BAB IV KASUS MENINGITIS Kasus Terapi Meningitis 1. Subjek Nama : An Ab Jenis Kelamin : Laki-Laki Umur : 5 tahun 2 hari MRS : 6 Mei 2013 Keluhan : Muntah sekitar 10x sehari sebelum masuk rumah sakit, asupan sulit dan demam. Pada 10 mei pasien mengalami muntah dan sesak Riwayat Penyakit : Meningoensefaloke anterior prorekonstruksi Post operasi april 2013 Pengobatan : Tidak diketahui untuk pengobatan Penyakit keluarga : Tidak ada yang memiliki penyakit serupa Riwayat alergi : Tidak diketahui 2. Objective a. Kondisi klinik Kondisi umum 10 Mei 11 Mei 12 Mei 13 Mei 14 Mei Muntah + - - - - Sesak + - - - - Kesadaran + + + + + Sianosis - - - - - 13 Mei 14 Mei b. Tanda-tanda vital Tanda-tanda vital TD 10 Mei 11 Mei 12 Mei 90/60 Nadi 100 98 98 100 RR 24 20 22 20 Suhu 38 37 38 36,5 38 c. Hasil laboratorium Parameter Darah Perifer Tanggal Nilai Rujukan Satuan 6 Mei Lengkap Hemoglobin 11,9 (12,5 – 16,1) g/dL Hematokrit 35,4 (36,0 – 47,0) % Eritrosit 4,04 (4,00 – 5,20) 10^6/µL MCV/VER 77,9 (78,0 – 95,0) fL MCH/HER 26,1 (26,0 – 32,0) Pg MCHC/KHER 33,5 (32,0 – 36,0) g/dL Trombosit 691 (150 – 400) 10^3/µL Leukosit 36,5 (4,00 – 10,50) 10^3/µL Natrium (Na) Darah 136 (132 – 147) mEq/L Kalium (K) Darah 3,6 (3,30 – 5,40) mEq/L Klorida (Cl) Darah 100 (94,0 – 111,0) mEq/L Elektrolit Analisa gas darah 9 Mei 9 Mei 7,606 (7,350 – Ph 7,450) PCO2 15,4 (35 - 45) PO2 170,2 (75 – 100) O2 Saturasi 99,8 (95 – 98) HCO3 15,4 (21 – 25) Total CO2 16,0 ( 21 – 27) Hitung jenis 13 Mei Basofil 0 (0 – 1) % Eosinofil 0 (2 – 4 ) % Neutrofil Batang 2 (2 – 6) % Neutrofil Segmen 92 (50 – 70) % Limfosit 4 (20 – 40) % Monosit 2 ( 2 – 8) % d. Data penunjang lain Analisis cairan otak 7 Mei 2013 Makroskopik : Warna (tidak berwarna) Kejernihan (agak keruh) Bekuan (negatif) Mikroskopik : Hitung sel (560 sel / µL) Hitung Jenis : segmen (532 / µL) limfosit (28 / µL) Kimia Protein cairan otak (140mg/dl) glukosa cairan otak (35mg/dl) glukosa serum (123 mg/hari) klorida (109 meq/liter) e. Terapi Obat Dosis Rute 10 Mei 11 Mei 12 Mei 13 Mei 14 Mei Ceftriaxon 2x750 mg Iv √ √ √ √ √ Paracetamol 3x180 mg Po √ √ √ Dexametason 3x 2,5 mg Iv √ √ √ Iv √ √ √ Nacl Microlax 1 x sup 1 Dexametason 3x 0,5 mg Rektal √ √ √ √ √ Po 3. Assesment Adanya diagnosis Meningitis bakterialis adalah dikarenakan : a. Demam dilihat dari suhu tubuh yang meningkat b. Nilai Leukosit menunjukan adanya infeksi c. Pasien mengalami muntah terus menerus d. Hasil dari cairan otak terdapat kelaian pada kejernihan cairan yang agak keruh Terapi yang diberikan a. Ceftriaxon Indikasi Tepat indikasi: diberikan untuk indikasi sebagai antibakteri pada meningitis bakteri Dosis Tepat dosis : Karena dosis menurut Literatur (Tunkel et al, 2004 dan Goodwin dan Hartis 2008) Ceftriaxon dapat diberikan 80mg-100mg/kg BB/hari diberikan tiap 12 jam\ BB anak umur 5 tahun = 16 kg 80mg-100mgx16 kg = 1280 mg -1600 mg/hari Dosis pada resep 2x750 mg = 1500mg/ hari dosis masuk dalam range dosis menurut literature. Regimen terapi Tidak tepat obat Pada tanggal 13 mei setelah pemberian ceftriaxone 4 hari berturut turut hasil dari nilai neutrofil segmen menunjukan nilai diatas normal yaitu 92% sedangkan normalnya adalah 50-70% b. Paracetamol Indikasi Tepat indikasi karena pasien mengalami demam diberikan untuk indikasi demam Dosis Dosis menurut Literatur (DIH ) Dosis : 10-15 mg/kg diberikan setiap 4-6 jam Dosis 1xpakai 10 mg/kg x 16 = 160 mg 15 mg/kg x 16 kg =240 mg Dosis minimal perhari pada 4x pemakaian= 160 mg x 4 = 640 mg Dosis dalam resep Dosis 1xpakai 180mg Dosis perhari 3x180 mg= 540mg/hari Pada penggunaan parasetamol dihari ketiga pasien mengalami demam kembali kemungkinan dikarenakan interval pemakaian yang digunakan kurang menurut literature parasetamol dapat digunakan tiap 4-6 jam Masih adanya infeksi dilihat dari nilai neutrofil segmen yang masih tinggi pada tanggal 13 mei c. Deksametason Indikasi Tepat indikasi karena pada 10 mei -12 mei dexamethasone diberikan secara intravena 3x2,5 mg, deksametason tersebut diberikan untuk indikasi sebagai antiinflamasi pada system saraf pusat, edema cerebral dan sebagai pencegahan gangguan neurologis seperti kehilangan gangguan pendengaran (Goodwin dan Hartis 2008 2008, Tunkel et al, 2004) Dosis Tepat dosis karena Dosis Dexametason intravena untuk meningitis bacterial menurut literature (Tunkel et al, 2004 dan AHFS 2011) Dexametason diberikan 0,15mg/kgBB dosis tiap 6 jam selama 2-4 hari Dexametason untuk anak BB 16kg Dosis 1xpakai 0,15mgx 16kg=2,4mg Dosis harian 2,4 mg x 4 =9,6mg Dosis dalam resep Dexametason 3x2,5 mg = 7,5mg/hari diberikan selama tiga hari Setelah tiga hari dosis deksametason diturunkan menjadi pemakaian oral 3x0,5mg=1,5mg/hari hal ini dikarenakan pemakaian kortikosteroid jangka panjang untuk anak perlu diperhatikan untuk mengurangi efek samping. d. Microlax Indikasi Microlax memiliki indikasi sebagai pencahar untuk mengatasi susah buang air besar. Pasien diberikan microlax kemungkinan dikarena asupan makanan dan minuman sulit masuk kedalam tubuh sehingga pasien mengalami konstipasi, tetapi di kasus diatas tidak tertulis pasien mengalami konstipasi dan efek samping dari obat lain. Dosis Dosis pada anak microlax diberikan 1 tube per rektal e. NaCl Pemberian cairan NaCl penting dikarenakan pasien yang asupannya sulit akan rentan terjadinya dehidrasi. Dehidrasi perlu dikoreksi dengan cairan isotonis (Donovan. C & Blewejjit j, 2010). 4. Plan a. Rekomendasikan kepada dokter untuk mengkombinasi Ceftriaxon dengan vankomisin dengan dosis ceftriaxone intravena 80-100 mg/kg BB dan vankomisin intravena 60 mg/kg/hari tiap 6 jam b. Konfirmasikan dan rekomendasikan kepada dokter untuk penggunaan parasetamol dapat diberikan tiap4-6 jam c. Rekomendasikan untuk test kultur bakteri. Dari hasil kultur tersebut dapat dilihat jenis bakteri penyebab meningitis sehingga dapat diterapi antibiotic yang spesifik DAFTAR PUSTAKA 1. Donovan. C & Blewitt J, 2010 Signs, Symptoms and Managemnt of Bacterial Meningitis. 2. Goodwin SD, Hartis CE. 2008. Central Nervous System Infections. Dalam : Burns MAC, Wells BG, Schwinghammer TL, Malone PM, Kolesar JM, Rotschafer JC, Dipiro JT. 2008 JT (eds). Pharmacotherapy Principles & Practice. McGraw Hill Company. New York. Hlm. 1330. 3. Satyanegara, Hasan RY, Abubakar S, Maulana AJ, Sufarnap E, Benhadi I, Mulyadi S, Sionno J, Chandra IA, Suhartono IY, Saputra A. 2010. Ilmu Bedah Syaraf Satyanegara. Edisi IV. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hlm. 334. 4. Saux NL, Canadian Paediatric Society Infectious Diseases and Immunization Committee. 2014 Guidelines for the management of suspected and confirmed bacterial meningitis in Canadian children older than one month of age. Paediatr Child Health. 19(3) 5. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam. 262. 269-271. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta 6. Tunkel, Allan R et al. 2004 Practice Guidelines for Management of Bacterial Meningitis. Clinical Infectious Diseases. 2004(39). Hal 1267-1284