Infeksi SSP - WordPress.com

advertisement
TUGAS FARMAKOTERAPI II
INFEKSI SISTEM SYARAF PUSAT
Disusun oleh :
1. Farida Ulfa S.
1041411062
2. Fatimatuz Zahroh
1041411063
3. Fera Febriani
1041411064
4. Fikriyah Melinda S.
1041411065
5. Fildzah Hasyati A.
1041411066
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI “YAYASAN PHARMASI”
SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1. Sistem Saraf
Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas
menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh tubuh.
Sistem saraf memungkinkan makhluk hidup tanggap dengan cepat terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan luar maupun dalam. Untuk
menanggapi rangsangan, ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh sistem saraf,
yaitu:
 Reseptor, adalah alat penerima rangsangan atau impuls. Pada tubuh kita yang
bertindak sebagai reseptor adalah organ indera.
 Penghantar impuls, dilakukan oleh saraf itu sendiri. Saraf tersusun dari berkas
serabut penghubung (akson). Pada serabut penghubung terdapat sel-sel khusus
yang memanjang dan meluas. Sel saraf disebut neuron.
 Efektor, adalah bagian yang menanggapi rangsangan yang telah diantarkan oleh
penghantar impuls. Efektor yang paling penting pada manusia adalah otot dan
kelenjar
2. Fungsi saraf
a. Menerima rangsangan (oleh indera)
b. Meneruskan impuls saraf ke sistem saraf pusat (oleh saraf sensorik)
c. Mengolah rangsangan untuk menentukan tanggapan (oleh sistem saraf
pusat)
d. Meneruskan rangsangan dari sistem saraf pusat ke efektor (oleh saraf
motorik).
3. Susunan Saraf Manusia
Sistem Saraf Pusat
1. Otak
Otak merupakan organ yang telah terspesialisasi kompleks. Berat total otak
dewasa adalah sekitar 2% dari total berat badannya sekitar 1,4 kg dan
mempunyai sekitar 12 miliar neuron. Pengolahan informasi di otak dilakukan
pada bagian-bagian khusus sesuai dengan area penerjemahan neuron sensorik.
Permukaan otak tidak rata, tetapi berlekuk-lekuk sebagai pengembangan neuron
yang berada di dalamnya. Semakin berkembang otak seseorang, semakin
banyak lekukannya. Lekukan yang berarah ke dalam (lembah) disebut sulkus
dan lekukan yang berarah ke atas (gunungan) dinamakan girus.
Otak mendapatkan impuls dari sumsum tulang belakang dan 12 pasang saraf
kranial. Setiap saraf tersebut akan bermuara di bagian otak yang khusus. Otak
manusia dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu otak depan, otak tengah, dan
otak belakang. Otak belakang berfungsi dalam menjaga tingkah laku, otak
tengah berfungsi dalam penglihatan, dan otak depan berfungsi dalam
penciuman.
2. Sumsum Tulang Belakang
Sumsum tulang belakang (medulla spinalis) merupakan perpanjangan dari
sistem saraf pusat. Seperti halnya dengan sistem saraf pusat yang dilindungi
oleh tengkorak kepala yang keras, sumsum tulang belakang juga dilindungi oleh
ruas-ruas tulang belakang. Sumsum tulang belakang memanjang dari pangkal
leher, hingga ke selangkangan. Bila sumsum tulang belakang ini mengalami
cidera ditempat tertentu, maka akan mempengaruhi sistem saraf disekitarnya,
bahkan bisa menyebabkan kelumpuhan di area bagian bawah tubuh, seperti
anggota gerak bawah (kaki).
4. Infeksi sistem saraf pusat (SSP)
a. Meningitis
Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges, lapisan yang
tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung,
disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi
secara akut dan kronis.
Miningitis dapat disebabkan oleh berbagai organisme yang
bervariasi, tetapi ada tiga tipe utama yakni:
1. Infeksi bakteri, piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus,
terutama meningokokus, pneumokokus, dan basil influenza.
2. Tuberkulosis, yang disebabkan oleh basil tuberkel (Mycobacterium
tuberculose).
3. Infeksi virus, yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat
bervariasi.
Meningitis Bakteri
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah Haemofilus
influenza, Nersseria, Diplokokus pnemonia, Sterptokokus group A,
Stapilokokus Aurens, Eschericia coli, Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh
akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan
terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan
eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan
subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat
menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan
cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan
menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
Meningitis Tuberkulosa
Meningitis
tuberkulosa
adalah
infeksi
bakteri
Mycobacterium
tuberkulosa di jaringan pelindung otak, piamater dan atau arachmeter.
Tuberkulosis intra kranial merupakan komplikasi yang paling serius pada
anak dan bersifat mematikan tanpa pengobatan yang efektif. Meningitis
tuberkulosa biasanya terbentuk dari lesi perkejuan metastasik di dalam
korteks serebri atau meninges yang berkembang selama penyebaran
limfohematogen
infeksi
primer.
Lesi
awal
bertambah
besar
dan
mengeluarkan sedikit basil tuberkel ke dalam ruang subarachnoid. Kejadian
meningitis tuberkulosa paling sering pada anak umur 6 bulan hingga 4 tahun.
Perjalanan meningitis tuberkulosa pada anak dibagi menjadi tiga stadium
dan kejang-kejang terjadi pada stadium dua. Stadium pertama yang secara
khas berakhir 1-2 minggu ditandai dengan gejala nonspesifik seperti demam,
sakit kepala, nyeri kepala, iritabilitas, mengantuk dan malaise. Tidak terdapat
tanda neurologis fokal tetapi pada perkembanganya anak dapat mengalami
stagnasi atau kehilangan perkembangan merupakan masalah yang serius.
Stadium dua biasanya mulai lebih mendadak dengan tanda lesu, kaku
kuduk, kejang-kejang, tanda kernig atau burdzinski positif, hipertoni,
muntah, kelumpuhan saraf kranial dan tanda neurologis fokal.
Stadium tiga ditandai dengan terjadinya koma, hemiplegi, sikap
deserebrasi, kemunduran tanda vital dan akhirnya terjadi kematian.
Meningitis tuberkulosa pada pemeriksaan cairan serebrospinal akan memberi
gambaran angka leukosit MN 10-500 sel/mm3 dan biasanya limfosit
poliMononuklear pada saat awal dan selanjutnya diganti dengan limfosit.
Kadar glukosa memiliki ciri khas yaitu kurang dari 40 mg/dl tetapi jarang
dibawah 20 mg/dl Sedangkan kadar protein akan naik sangat tinggi 4005000mg/dl akibat adanya penyumbatan dan blokade spinal.
Meningitis Virus
Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya
disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti;
gondok, herpez simplek dan herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi
pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak
ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada
seluruh koteks cerebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan
otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.
Beberapa tahapan yang terjadi hingga terjadinya infeksi pada
meningen, yaitu :

Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis
yang dapat menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosefalus
dan peningkatan tekanan intrakranial. Efek patologi dan peradangan
tersebut adalah hiperemi pada meningen. Edema dan eksudasi yang
semuanya itu menyebabkan tekanan intrakranial.

Organisme masuk melalui sel darah merah pada blood brain barrier.
Masuknya dapat melalui trauma penetrasi, prosedur pembedahan atau
kelainan sistem saraf pusat. Otorrhea atau rhinorrhea akibat fraktur dasar
tengkorak dapat menimbulkan meningitis, dimana terjadi hubungan
antara Cerebro Spinal Fluid (CSF) dan dunia luar.

Masuknya organisme ke saraf pusat melalui ruang sub-arachnoid dan
menimbulkan respon peradangan via arachnoid, CSF dan ventrikel.

Dari reaksi radang muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada
ventrikel, edema jaringan sekeliling ventrikel menyebabkan obstruksi
pada CSF dan menimbulkan hidrosefalus.

Pembentukan eksudat pada meningitis bakteri : netrofil, monosit,
limfosit dan yang lainnya merupakan respon radang. Eksudat terdiri dari
bakteri fibrin dan leukosit yang dibentuk di ruang sub-arachnoid.
Penumpukan pada CSF akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di
sekitar otak dan medulla spinalis. Terjadi vasodilatasi yang cepat dari
pembuluh darah yang dapat menimbulkan ruptur atau trombosis dinding
pembuluh darah dan jaingan otak dapat menjadi infark.

Pembentukan eksudat pada meningitis virus pada umunya tidak terjadi
dan tidak ada mikroorganisme pada kultur CSF.
Gejala
Gejala awal dari meningitis bakterialis sangat umum dan mirip dengan
penyakit lain, di antaranya demam, sakit kepala parah, badan merasa tidak
enak, mual, muntah-muntah. Saat meningitis bakterialis bertambah parah,
kondisi ini bisa menyebabkan beberapa hal seperti berikut ini:

Bernapas cepat

Bingung

Mengantuk

Leher kaku, meski hal ini jarang terjadi pada anak kecil

Ruam merah terang yang tidak memudar atau berubah warna saat
gelas ditekan di atas ruam itu. Tapi gejala ini tidak selalu ada pada
setiap orang

Sensitif terhadap cahaya (fotofobia), hal ini jarang terjadi pada
anak kecil

Kejang-kejang
Gejala Meningitis Bakterialis Pada Anak Kecil dan Bayi
Anak kecil dan bayi memiliki gejala-gejala meningitis bakterialis
berbeda. Ada kemungkinan terjadi pembengkakan pada bagian ubunubun pada sebagian bayi yang mengidap meningitis. Gejala-gejala yang
mungkin terjadi di antaranya:

Terus menerus menangis tanpa alasan

Mudah marah dan tidak mau digendong

Kehilangan selera makan

Muntah-muntah

Pucat dan muncul bintik-bintik merah

Sangat mengantuk dan tidak ingin bangun

Lunglai dan tidak responsif

Tatapan kosong
Gejala-gejala meningitis virus dapat berupa:

Diare

Mual dan muntah-muntah

Leher kaku

Nyeri otot atau persendian

Mata menjadi sensitif terhadap cahaya (fotofobia)
Gejala meningitis tuberkulosa dapat dibagi menjadi 3 stadium :
1. Stadium I (stadium awal)
Gejala prodromal nonspesifik : apatis, iritabilitas, nyeri kepala,
malaise, demam, anoreksia
2. Stadium II (intermediate)
Gejala mengantuk, kejang, defisit neurologik fokal (hemiparesis,
paresis syaraf kranial, gerakan involunter), hidrosefalus, dan papil
edema
3. Stadium III (advanced)
Gejala penurunan kesadaran, disfungsi batang otak, dekortikasi,
deserebrasi.
Diagnosis
Ada beberapa tanda-tanda klinis dan gejala yang dapat menimbulkan
kecurigaan meningitis. Namun, sebelum mendiagnosa meningitis kondisi lain
yang memiliki presentasi klinis yang serupa harus dapat dikesampingkan. diantar
anya:

Demam

Abses dalam otak

Kebingungan dan keadaan mental berubah

Infeksi otak (ensefalitis), pendarahan dalam otak atau stroke (pendarahan
subarachnoid), tumor otak dll.
Penyelidikan yang disarankan untuk diagnosis meningitis termasuk pungsi
lumbal, hitung darah lengkap dan sebagainya.
Tusukan lumbalis
Hal ini dilakukan segera ketika ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial,
termasuk sakit kepala, kejang, kehilangan kesadaran dll.
Sampel Cairan serebrospinal yang diambil dari pungsi lumbal dikirim ke
laboratorium untuk di tes noda dengan pewarna khusus yang menunjukkan
organisme yang mengarah ke meningitis.
Noda yang umum dan tes yang digunakan adalah:

Noda gram (untuk mendiagnosis
bakteri gram negatif Meningococci, E. coli,
Pseudomona dan gram positif staphylococci dan Pneumococci)

Noda Ziehl-Neelsen (untuk mendiagnosa tuberkulosis)

sitologi (untuk sel-sel abnormal)

virologi (untuk virus penyebab)

glukosa, protein, kultur (untuk memeriksa pertumbuhan bakteri tertentu)
Metode lain yang digunakan untuk mendiagnosa meningitis ini termasuk:
1. Penghitungan darah dengan lengkap untuk mendeteksi anemia dan infeksi
(oleh jumlah WBC yang mengangkat)
2. Tes darah untuk mendiagnosis infeksi dan septicaemia
3. Glukosa darah untuk membandingkannya dengan CSF glukosa
4. Tes fungsi ginjal dan hati
5. Tes untuk memeriksa kemampuan pembekuan darah yang memadai
6. Sinar X dada untuk mendeteksi patologi paru-paru seperti paru-paru
abses, tuberkulosis dll.
7. Tes urin untuk mendeteksi organisme
Pemeriksaan cairan otak pada meningitis akut :
1. Tekanan cairan otak meningkat
2. Jumlah leukosit meningkat
3. Kadar protein meningkat
4. Kadar klorida menurun
5. Kadar gula menurun
b. Ensefalitis
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai
macam mikro-organisme baik bakteri, virus atau parasit. Ensefalitis
ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskopis jaringan otak. Dalam
prakteknya di klinik diagnosis sering dibuat berdasarkan manifestasimanifestasi neurologis dan temuan-temuan epidemiologis tanpa dilakukan
pemeriksaan bahan histologis.
Ensefalitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan juga parasit.
Virus adalah penyebab terbanyak sebagai pendahulu sebelum infeksi lain
menyertai. Golongan virus yang banyak ditemukan menyebabkan ensefalitis
adalah Arbo virus (arthropod-borne) yang mencakup virus equie dan west
niel, Enterovirus, Paramyxovirus (mumps), herpes virus, dan virus rabies.
Tanda klinik pada ensefalitis yang paling besar adalah adanya gejala
neurologis fokal karena melibatkan rusaknya sebagian parenkim otak.
Tanda klinik lain yang dapat ditemui adalah demam, sakit kepala, pada bayi
biasanya menangis dengan keras atau menjerit, pusing, muntah, nyeri
tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, pucat, halusinasi, kaku kuduk,
gelisah, iritabel, gangguan kesadaran dan kejang.
Kejang pada ensefalitis memiliki mekanisme yang hampir sama dengan
epilepsi. Hal ini dikarenakan adanya kerusakan fokal parenkim otak yang
dapat berperan sebagai neuron eksitatorik timbulnya kejang dengan kejang
dapat berbentuk parsial atau komplek.
Ensefalitis supuratif akut
Bakteri
penyebab
Esenfalitis
adalah
Staphylococcus
aureus,
Streptococcus, E. Coli, Mycobacterium dan T. Pallidum.
Ensefalitis Siphylis
Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui
permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi
melalui epithelium yang terluka, kuman tiba di sistim limfatik, melalui
kelenjar limfe kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal
ini berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunan saraf pusat.
Treponema pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagian
bagian lain susunan saraf pusat.
Ensefalitis Virus
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :
1. Virus RNA
Paramikso virus (virus parotitis, virus morbili), Rabdovirus (virus
rabies), Togavirus (virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang
B, virus dengue)), Picornavirus enterovirus (virus polio, coxsackie
A,B, echovirus) dan Arenavirus (virus koriomeningitis limfositoria)
2. Virus DNA
Herpes virus (herpes zoster-varisella, herpes simpleks,
sitomegalivirus, virus Epstein-barr), Poxvirus (variola, vaksinia) dan
Retrovirus (AIDS).
Ensefalitis Karena Parasit
a. Malaria serebral
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral.
Sel darah merah yang terinfeksi plasmodium falsifarum akan
melekat satu sama lainnya sehingga menimbulkan penyumbatanpenyumbatan. Gejala-gejala yang timbul : demam tinggi.kesadaran
menurun hingga koma. Kelainan neurologik tergantung pada lokasi
kerusakan-kerusakan.
b. Toxoplasmosis
Toxoplasma
gondii
pada
orang
dewasa
biasanya
tidak
menimbulkan gejala gejala kecuali dalam keadaan dengan daya
imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit ini dapat bertahan
dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak.
c. Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung
ketika berenang di air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan
meningoencefalitis akut. Gejala-gejalanya adalah demam akut,
nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.
d. Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva
menembus mukosa dan masuk kedalam pembuluh darah, menyebar
ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus,
berbentuk kista di dalam ventrikel dan parenkim otak. Bentuk
rasemosanya tumbuh didalam meninges atau tersebar didalam
sisterna.
Jaringan
akan
bereaksi
dan
membentuk
kapsula
disekitarnya.
Ensefalitis Karena Fungus
Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : Candida
albicans,
Cryptococcus
neoformans,
Coccidiodis,
Aspergillus,
Fumagatus dan Mucor mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi
fungus pada sistim saraf pusat ialah meningo-ensefalitis purulenta.
Faktor yang memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang
menurun.
Riketsiosis Serebri
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat
menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul
noduli yang terdiri atas sebukan sel-sel mononuclear, yang terdapat pula
disekitar pembuluh darah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh
darah yang terkena akan terjadi trombosis. Gejala-gejalanya ialah nyeri
kepala, demam, mula-mula sukar tidur, kemudian mungkin kesadaran
dapat menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi yang tersebar.
BAB III
TUJUAN DAN TATA LAKSANA TERAPI
A. Tujuan Terapi :
o Menentukan rancangan terapi yang rasional
o Menghilangkan infeksi dengan cara menurunkan tanda-tanda dan gejala.
o Mencegah kerusakan neurologi
o Menunda perkembangan / progresivitas penyakit
o Memelihara fungsi-fungsi pasien selama mungkin
o Mencegah dan mengurangi resiko terjadinya komplikasi
o Meningkatkan kualitas hidup pasien
B. Terapi Farmakologi
 Isolasi dan identifikasi penyebab dapat langsung memilih terapi
antimikroba yang sesuai untuk pasien.
 Peningkatan inflamasi selaput otak akan meningkat penetrasi antibiotic.
Secara intra lekal, intrasisternal atau intraventikular.
 Factor-faktor yang meningkatkan penetrasi ke CSS adalah berat molekul
yang rendah, molekul yang tidak terionkan, kelarutan dalam lemak, dan
ikatan protein yang kecil.
1. Meningitis Neisseria meningitidis (MENINGOCOCCUS)
Meningitis ini umumnya terjadi pada anak dan dewasa muda. Sebagian besar
kasus terjadi biasanya pada musim dingin atau semi.
Terapi dan pencegahan :
Terapi agresif yang direkomendasikan Penisilin G dosis tinggi
50.000/unitkg tiap 4 jam
Kloramfenikol dan sefalosporin generasi ketiga yang dapat digunakan
sebagai pengganti penisilin G. Contoh : sefatoksin
Pasien dewasa : Rifampisin 600mg secara oral setiap 12 jam untuk 4
dosis. Anak-anak umur 1bulan-12tahun : Rifampisin 10mg/kgBB setiap
12 jam untuk 4 dosis. Dan Bayi < 1 bulan : Rifampisin 5mg/kgBB secara
oral untuk 4 dosis.
2. Meningitis
Streptococcus
pneunomia
(PNEUMOCOCCUS
ATAU
DIPLOCOCCUS)
Meningitis streptococcus terjadi pada usia sangat muda (1-4 bulan) dan usia
sangat tua. Ini adala pneumonia yang sangat umum pada dewasa dan sekitar
12% pada anak-anak berumur 2 bulan – 10 tahun.
Terapi :
Terapi pilihan sebelum sensitivitas mikroba penyebab diketahui adalah
kombinasi vankomisin dan seftriakson.
Terapi dengan penisilin G IV pada orang dewasa yang fungsi ginjalnya
normal akan memberikan hasil yang baik. Akan tetapi, sekitar 35%
S.pneumonia dapat sangat atau intermediet resisten terhadap penisilin.
Kombinasi vankomisin dan seftriakson mungkin regimen yang paling
efektif untuk strain yang resisten terhadap penisilin.
3. Meningitis Bakteri Gram Negatif
Bakteri enterik gram negatif yang menyebabkan keempat terbesar meningitis.
Terapi :
Terapi awal menggunakan ceftazidime atau piperacillin, cefepime atau
meropenem ditambah dengan aminioglikosida umumnya tobramisin.
Bila bakteri dicuriagai resisten atau menjadi resisten terhadap terapi
maka, harus dipertimbangkan untuk memberikan aminoglikosida
intraventrikuler (sediaan tidak boleh mengandung pengawet). Dosis
aminoglikosida intraventrikuler disesuaikan dengan volume prediksi
cairan serebrospinal (0,003mg trobamisin atau gentamisin per ml cairan
cerebrospinal dan 0,1mg amikacin/ml cairann cerebrospinal setiap 24
jam). Cairan aminoglikosida di ventrikuler di monitor 2-3 hari, sebelum
dosis berikutnya dan konsentrasi minimal berkisar 2-10 mg/L.
Meningitis karena gram negatif juga dapat di terapi dengan sefalosporin
generasi ketiga seperti sefotaksim, seftriakson, atau seftazidim. Pada
orang dewasa dosis harian sefalosporin 8-12g/hari atau 2g seftriakson
sehari dua kali seharusnya menyebabkan konsentrasi di CSS 5-20mg/L.
Terapi meningitis karena gram negatif diteruskan sampai 21 hari.
4. Meningitis Haemophilus influenzae
Dimasa lalu, Haemophilus influenzae adalah penyebab utama meningitis pada
anak usia 6 bulan – 3 tahun, tetapi menurun drastis sejak vaksin yang efektif
dipasarkan. Penyakit ini sering berupa komplikasi dari infeksi primer ditelinga
tengah, sinus paranassal atau paru.
Terapi : Sekitar 30-40% Haemophilus influenzae resisten terhadap penisilin.
Oleh
sebbaitu,
menggunakan
sefalosporin
sefotaksim, seftiakson atau kloramfenikol.
generasi
ketiga,
misalnya
5. Meningitis Listeria monocytogenes
Listeria monocytogenes adalah bakteri gram positif yang mirip dengan diftheri
dan bertanggung jawab untuk 8% kasus meningitis yang dilaporkan. Penyakit
ini terutama mempengaruhi pada neonatus, alkoholik, pasien dengan gangguan
sistem imun dan orang tua.
Terapi :
Kombinasi
penisilin
G
atau
ampisilin
dengan
aminoglikosida
memberikan efek bakterisid
Trimetoprim-sulfametoksazol
mungkin
efektif
alternatif
karena
penetrasi adekuat ke cairan serebrospinal.
6. Meningitis Mycrobacterium tuberculosis
M. tuberculosis adalah penyebab utama mengitis tuberkulosis . pada
pemeriksaan awal, CSS biasanya mengandung 100-1000 sdp/mm3, yang
diantaranya 75-80% adalah sel polimorfonukleus . kemudian, pola sdp di CSS
akan berubah ke limposit dan monosit.
Terapi :
Isoniasid adalah pilihan utama untuk mengatasi M. Tuberculosis. Pada
anak dosis lazim 10-20mg/kg/hari (maksimum 300mg/hari). Dewasa 510mg/kg/hari atau 300mg/hari.
Tambahan piridoksin HCL (Vit B6) 50mg/hari, direkomendasikan untuk
mencegah neuropati perifer yang berkaitan dengan pemberian isoniazid
CDC merekomendasiakn regimen 4 obat untuk terapi empirik M.
Tuberculosis yaitu isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol.
15-20mg/kg/hari (maksimal 1,6g/kg/hari) untuk 2 bulan pertama.
Pemberian rifampisin dalam kombinasi direkomendasikan pada dosis
10-20mg/kg/hari
(maksimum
600mg/kg/hari)untuk
anak
dan
600mg/hari untuk dewasa.
7. Meningitis Cryptococcus neoformans
Meningitis cryptokokal adalah bentuk umum utama meningitis jamur dan
penyebab utama morbiditas dan mortilitas pada pasien dengan penurunan
imunitas. Kultur CSS positif pada > 90% kasus.
Terapi :
Amfoterisin B adalah obat pilihan utama untuk meningitis Cryptococcus
neoformansakut. Amfoterisin 0,5-1mg/kg/hari, dikombinasikan dengan
flusitosin 100mg/kg/hari, lenih efektif daripada amfoterisin B tunggal.
8. Meningitis Virus
Tanda umum pada dewasa meliputi sakit kepala,demam ringan (<400),
kekakuan leher belakang, malaise, mengantuk, mual, mual, muntah, fotofobia.
Pada bayi, hanya demam dan gelisah yang ditemui, dan meningitis harus
dikesampingkan sebagai penyebab demam bilatemuan lokal lain tidak
terobservasi pada anak.
Terapi :
Asiklofir adalah obat pilihan untuk ensefalitis herpes simplex. Pada
pasien dengan fungsi ginjal normal, asiklofir biasa diberika 10mg/kg
tiap 8 jam unutuk 2-3minggu. Herpes virus yang resisten terhadap
asiklofir dilaporkan meningkat insidennya, terutama dari pasien
immunocompromised yang menggunaka asiklofir sebelum atau secara
kronik.
Terapi alternatif bagi pasien yang resisten terhadap asiklofir adalah
foscarnet dan harus disesuaikan dengan fungsi ginjalnya.
ALGORITMA MENINGITIS DEWASA
ALGORITMA MENINGITIS BAYI DAN ANAK – ANAK
ALGORITMA LAIN
C. Terapi Non Farmakologi
Pola hidup, pemantauan tekanan darah, nadi, respirasi, Cegah kekeringan
kornea dengan boor water, Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan
merubah posisi penderita sesering mungkin.
BAB IV
KASUS MENINGITIS
Kasus Terapi Meningitis
1. Subjek
Nama
: An Ab
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Umur
: 5 tahun 2 hari
MRS
: 6 Mei 2013
Keluhan
: Muntah sekitar 10x sehari sebelum masuk rumah sakit, asupan
sulit dan demam. Pada 10 mei pasien mengalami muntah dan
sesak
Riwayat
Penyakit
: Meningoensefaloke anterior prorekonstruksi Post operasi april
2013
Pengobatan
: Tidak diketahui untuk pengobatan
Penyakit keluarga : Tidak ada yang memiliki penyakit serupa
Riwayat alergi
: Tidak diketahui
2. Objective
a. Kondisi klinik
Kondisi umum
10 Mei
11 Mei
12 Mei
13 Mei
14 Mei
Muntah
+
-
-
-
-
Sesak
+
-
-
-
-
Kesadaran
+
+
+
+
+
Sianosis
-
-
-
-
-
13 Mei
14 Mei
b. Tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital
TD
10 Mei
11 Mei
12 Mei
90/60
Nadi
100
98
98
100
RR
24
20
22
20
Suhu
38
37
38
36,5
38
c. Hasil laboratorium
Parameter
Darah Perifer
Tanggal
Nilai Rujukan
Satuan
6 Mei
Lengkap
Hemoglobin
11,9 (12,5 – 16,1)
g/dL
Hematokrit
35,4 (36,0 – 47,0)
%
Eritrosit
4,04 (4,00 – 5,20)
10^6/µL
MCV/VER
77,9 (78,0 – 95,0)
fL
MCH/HER
26,1 (26,0 – 32,0)
Pg
MCHC/KHER
33,5 (32,0 – 36,0)
g/dL
Trombosit
691 (150 – 400)
10^3/µL
Leukosit
36,5 (4,00 – 10,50)
10^3/µL
Natrium (Na) Darah
136 (132 – 147)
mEq/L
Kalium (K) Darah
3,6 (3,30 – 5,40)
mEq/L
Klorida (Cl) Darah
100 (94,0 – 111,0)
mEq/L
Elektrolit
Analisa gas darah
9 Mei
9 Mei
7,606 (7,350 –
Ph
7,450)
PCO2
15,4 (35 - 45)
PO2
170,2 (75 – 100)
O2 Saturasi
99,8 (95 – 98)
HCO3
15,4 (21 – 25)
Total CO2
16,0 ( 21 – 27)
Hitung jenis
13 Mei
Basofil
0 (0 – 1)
%
Eosinofil
0 (2 – 4 )
%
Neutrofil Batang
2 (2 – 6)
%
Neutrofil Segmen
92 (50 – 70)
%
Limfosit
4 (20 – 40)
%
Monosit
2 ( 2 – 8)
%
d. Data penunjang lain
Analisis cairan otak 7 Mei 2013
Makroskopik :

Warna (tidak berwarna)

Kejernihan (agak keruh)

Bekuan (negatif)
Mikroskopik :

Hitung sel (560 sel / µL)

Hitung Jenis : segmen (532 / µL)

limfosit (28 / µL)
Kimia

Protein cairan otak (140mg/dl)

glukosa cairan otak (35mg/dl)

glukosa serum (123 mg/hari)

klorida (109 meq/liter)
e. Terapi
Obat
Dosis
Rute
10 Mei
11 Mei
12 Mei
13 Mei
14 Mei
Ceftriaxon
2x750 mg
Iv
√
√
√
√
√
Paracetamol
3x180 mg
Po
√
√
√
Dexametason 3x 2,5 mg
Iv
√
√
√
Iv
√
√
√
Nacl
Microlax
1 x sup 1
Dexametason 3x 0,5 mg
Rektal
√
√
√
√
√
Po
3. Assesment
Adanya diagnosis Meningitis bakterialis adalah dikarenakan :
a. Demam dilihat dari suhu tubuh yang meningkat
b. Nilai Leukosit menunjukan adanya infeksi
c. Pasien mengalami muntah terus menerus
d. Hasil dari cairan otak terdapat kelaian pada kejernihan cairan yang agak keruh
Terapi yang diberikan
a. Ceftriaxon
Indikasi
Tepat indikasi: diberikan untuk indikasi sebagai antibakteri pada meningitis
bakteri
Dosis
Tepat dosis : Karena dosis menurut Literatur (Tunkel et al, 2004 dan Goodwin
dan Hartis 2008)
Ceftriaxon dapat diberikan 80mg-100mg/kg BB/hari diberikan tiap 12 jam\
BB anak umur 5 tahun = 16 kg
80mg-100mgx16 kg = 1280 mg -1600 mg/hari
Dosis pada resep 2x750 mg = 1500mg/ hari dosis masuk dalam range dosis
menurut literature.
Regimen terapi
Tidak tepat obat Pada tanggal 13 mei setelah pemberian ceftriaxone 4 hari
berturut turut hasil dari nilai neutrofil segmen menunjukan nilai diatas normal
yaitu 92% sedangkan normalnya adalah 50-70%
b. Paracetamol
Indikasi
Tepat indikasi karena pasien mengalami demam diberikan untuk indikasi
demam
Dosis
Dosis menurut Literatur (DIH )
Dosis : 10-15 mg/kg diberikan setiap 4-6 jam
Dosis 1xpakai 10 mg/kg x 16 = 160 mg 15 mg/kg x 16 kg =240 mg
Dosis minimal perhari pada 4x pemakaian= 160 mg x 4 = 640 mg
Dosis dalam resep
Dosis 1xpakai 180mg
Dosis perhari 3x180 mg= 540mg/hari
Pada penggunaan parasetamol dihari ketiga pasien mengalami demam kembali
kemungkinan dikarenakan interval pemakaian yang digunakan kurang
menurut literature parasetamol dapat digunakan tiap 4-6 jam
Masih adanya infeksi dilihat dari nilai neutrofil segmen yang masih tinggi pada
tanggal 13 mei
c. Deksametason
Indikasi
Tepat indikasi karena pada 10 mei -12 mei dexamethasone diberikan secara
intravena 3x2,5 mg, deksametason tersebut diberikan untuk indikasi sebagai
antiinflamasi pada system saraf pusat, edema cerebral dan sebagai pencegahan
gangguan neurologis seperti kehilangan gangguan pendengaran (Goodwin dan
Hartis 2008 2008, Tunkel et al, 2004)
Dosis
Tepat dosis karena
Dosis Dexametason intravena untuk meningitis bacterial menurut literature
(Tunkel et al, 2004 dan AHFS 2011)
Dexametason diberikan 0,15mg/kgBB dosis tiap 6 jam selama 2-4 hari
Dexametason untuk anak BB 16kg
Dosis 1xpakai 0,15mgx 16kg=2,4mg
Dosis harian 2,4 mg x 4 =9,6mg
Dosis dalam resep
Dexametason 3x2,5 mg = 7,5mg/hari diberikan selama tiga hari
Setelah tiga hari dosis deksametason diturunkan menjadi pemakaian oral
3x0,5mg=1,5mg/hari hal ini dikarenakan pemakaian kortikosteroid jangka
panjang untuk anak perlu diperhatikan untuk mengurangi efek samping.
d. Microlax
Indikasi
Microlax memiliki indikasi sebagai pencahar untuk mengatasi susah buang air
besar. Pasien diberikan microlax kemungkinan dikarena asupan makanan dan
minuman sulit masuk kedalam tubuh sehingga pasien mengalami konstipasi,
tetapi di kasus diatas tidak tertulis pasien mengalami konstipasi dan efek
samping dari obat lain.
Dosis
Dosis pada anak microlax diberikan 1 tube per rektal
e. NaCl
Pemberian cairan NaCl penting dikarenakan pasien yang asupannya sulit akan
rentan terjadinya dehidrasi. Dehidrasi perlu dikoreksi dengan cairan isotonis
(Donovan. C & Blewejjit j, 2010).
4. Plan
a. Rekomendasikan kepada dokter untuk mengkombinasi Ceftriaxon dengan
vankomisin dengan dosis ceftriaxone intravena 80-100 mg/kg BB dan
vankomisin intravena 60 mg/kg/hari tiap 6 jam
b. Konfirmasikan dan rekomendasikan kepada dokter untuk penggunaan
parasetamol dapat diberikan tiap4-6 jam
c. Rekomendasikan untuk test kultur bakteri. Dari hasil kultur tersebut dapat
dilihat jenis bakteri penyebab meningitis sehingga dapat diterapi antibiotic
yang spesifik
DAFTAR PUSTAKA
1. Donovan. C & Blewitt J, 2010 Signs, Symptoms and Managemnt of Bacterial
Meningitis.
2. Goodwin SD, Hartis CE. 2008. Central Nervous System Infections. Dalam :
Burns MAC, Wells BG, Schwinghammer TL, Malone PM, Kolesar JM,
Rotschafer JC, Dipiro JT. 2008 JT (eds). Pharmacotherapy Principles &
Practice. McGraw Hill Company. New York. Hlm. 1330.
3. Satyanegara, Hasan RY, Abubakar S, Maulana AJ, Sufarnap E, Benhadi I,
Mulyadi S, Sionno J, Chandra IA, Suhartono IY, Saputra A. 2010. Ilmu Bedah
Syaraf Satyanegara. Edisi IV. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hlm. 334.
4. Saux NL, Canadian Paediatric Society Infectious Diseases and Immunization
Committee. 2014 Guidelines for the management of suspected and confirmed
bacterial meningitis in Canadian children older than one month of age. Paediatr
Child Health. 19(3)
5. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam. 262. 269-271. PT. Elex
Media Komputindo. Jakarta
6. Tunkel, Allan R et al. 2004 Practice Guidelines for Management of Bacterial
Meningitis. Clinical Infectious Diseases. 2004(39). Hal 1267-1284
Download