PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT HUKUM ISLAM DAN

advertisement
PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT HUKUM ISLAM DAN
PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
( Studi Kasus Pelaku Poligami di Desa Suruh Kec. Suruh
Kab. Semarang 2011)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar (S1) Sarjana Hukum Islam (SH.I)
EMMA NAYLY SYIFA
21106017
JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI AHWAL AS SYAKHSIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )
SALATIGA
2011
ii
PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT HUKUM ISLAM DAN
PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
( Studi Kasus Pelaku Poligami di Desa Suruh Kec. Suruh
Kab. Semarang 2011)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar (S1) Sarjana Hukum Islam (SH.I)
EMMA NAYLY SYIFA
21106017
JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI AHWAL AS SYAKHSIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )
SALATIGA
2011
iii
iv
v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Emma Naily Syifa
NIM
: 21106017
Jurusan
: Syari’ah
Program Studi
: al Ahwal Al Syakhsiyyah
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang
lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 25 September 2011
Emma Naily Syifa
NIM. 21106017
vi
MOTTO
“ Hidup itu awal dari proses kita menuju sebuah impian,
dengan proses yang kita alami dan disertai ikhtiar yang
kuat niscaya kita akan mereguk hasilnya”
Salatiga, 25 September 2011
Emma Naily Syifa
NIM. 21106017
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini aku persembahkan untuk.....
1. Bapak, yang telah membiayai seluruh pendidikanku selama ini dan doa dari
Ibu, kakak-kakakku yang telah memberikan supportnya selama ini.
2. Keluarga besarku yang telah memberikan doa serta support yang luar biasa.
3. Teman-teman serta sahabat-sahabat yang telah memberikan dorongan agar
cepat lulus.
4. Tak lupa untuk untuk teman-teman AHS 06 fiah, kuni,nikmah, fuad,hanic,
udin,aziz, titik, dan teman-teman lain yang telah mendukung serta
mendoakan terselesaiknnya skripsi ini.
5. Untuk orang-orang yang spesial, yang pernah mengisi hari-hari dan
kehidupanku trima kasih atas doa dan dukungan kalian.
6. Buat mas dhani yang selama ini telah memberikan semangat dan
dukungan,serta perhatian penuh untukku..
viii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha
Penyayang. Segala puji bagi Allah Dzat Penguasa alam, atas limpahan rahmat,
hidayah, taufiq dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan lancar.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan pada panutan umat Islam
Nabi Muhammad SAW, anak kerabat dan para sahabat yang telah menunjukkan
jalan yang benar dengan perantara agama Islam.
Penukisan skripsi ini dimaksudkan guna memenuhi kewajiban sebagai syarat
untuk memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Hukum Islam.
Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan serta bimbingan dari
berbagai pihak, maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima
kasih kepada :
1. Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Salatiga.
2. Bapak Drs. Badwan, M.Ag selaku dosen pembimbing yang penuh dengan
kesabaran telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan dan
bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
3. Bapak Illya Muhsin, M.Si selaku Ketua Program Studi Al Ahwal Al
Syakhsiyah.
ix
4. Para responden yang telah meluangkan waktunya dan memberikan informasi
sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.
5. Kepada bapak,ibu, dan kakak-kakakku, yang telah memberikan segenap
perhatian dan mencurahkan kasih sayangnya dalam mendidik dan
membesarkan penulis.
6. Kepada teman-teman, sahabat serta kerabat yang telah memberikan perhatian
dan dukungan terhadap penulis.
7. Orang-orang spesial yang pernah mengisi hari dan kehidupanku, dan telah
memberikan dukungan moril maupun spirituil.
Penulis menyadari dan mengakui bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, semua itu dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan
penulis. Sehingga masih banyak kekurangan yang perlu untuk diperbaiki dalam
skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap dan berdo’a semoga skripsi ini memberikan
sumbangan positif bagi para pembaca yang budiman.
Salatiga, September 2011
Emma Naily Syifa
NIM. 21106017
x
ABSTRAK
Syifa Naily Emma. 2011. Perkawinan Poligami Menurut Hukum Islam Dan
perundang-Undangan di Indonesia ( studi kasus perilaku poligami Di desa
suruh Kab. Semarang 2011). Skripsi, jurusan syariah. Program Al Ahwal Al
syakhsiyah. Sekolah tinggi Agama Islam Negeri Salatiga.Pembimbing: Drs.
Badwan M.Ag
Kata kunci : Perkawinan, Perundang-undangan di Indonesia, Hukum Islam.
Penelitian ini merupakan tolak ukur dari penerapan perundang-undangan di
Indonesia No. 1 tahun 1974 dalam mengatur hal-hal yang menyangkut tentang
perkawinan,yang khususnya membahas perkawinan poligami. Pertanyaan utama
yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana tinjauan Hukum
Islam dan Perundang-undangan No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Poligami?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif deskriptif analisis yang bersifat natural setting dengan
rancangan studi yang sumber datanya berasal dari manusia (human instrument).
Metode pengumpulan data yang dipakai oleh peneliti adalah metode
interview, metode observasi,metode dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data
peneliti menggunakan metode analisis data deduksi.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa perkawinan poligami
diperbolehkan dalam Hukum Islam jika memang terdapat alasan yang jelas sesuai
dengan perundang-undangan di Indonesia yaitu UU perkawinan No 1 tahun 1974 dan
Kompilasi Hukum Islam. Sedangkan jawaban dari pertanyaan diatas yang sesuai
dengan hasil penelitian di lapangan adalah sebagai berikut : (1) perkawinan adalah
suatu hakikat manusia yang diberikan fitrah untuk berpasangan, melanjutkan
keturunan dan membentuk jiwa yang sakinah. Pada dasarnya perkawinan hanya
berasaskan monogami, tetapi dalam Hukum Islam seorang suami diperbolehkan
memiliki lebih dari satu istri. Dalam penelitian yang ada dilapangan suami
berpoligami karena memang ada halangan yang dihadapi dalam kehidupan rumah
tangganya.
xi
DAFTAR ISI
SAMPUL .............................................................................................................. i
LEMBAR BERLOGO .......................................................................................... ii
JUDUL .................................................................................................................. iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ........................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................................ vi
MOTTO ................................................................................................................ vii
PERSEMBAHAN ................................................................................................. viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
ABSTRAK ............................................................................................................ x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar belakang masalah .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 6
E. Penegasan Istilah .............................................................................. 7
F. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 8
G. Metode Penelitian ............................................................................. 11
1. Pendekatan dan jenis penelitian ................................................. 11
2. Kehadiran peneliti ...................................................................... 12
xii
3. Lokasi penelitian ........................................................................ 12
4. Sumber data ................................................................................ 12
5. Prosedur pengumpulan data ....................................................... 14
6. Analisis data ............................................................................... 15
7. Pengecekan keabsahan data ....................................................... 15
8. Tahap-tahap penelitian ............................................................... 16
H. Sistematika penulisan skripsi ........................................................... 17
BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................................................. 19
A. Poligami Menurut Hukum Islam ...................................................... 19
1. Sejarah ........................................................................................ 20
2. Syarat Poligami .......................................................................... 21
3. Hukum Poligami dalam Islam .................................................... 22
4. Akibat Hukum dari Poligami ..................................................... 24
5. Hikmah Poligami ....................................................................... 26
B. Poligami Menurut Perundang-Undangan di Indonesia .................... 29
1. Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 ......................... 29
2. Kompilasi Hukum Islam ............................................................ 31
BAB III PRAKTIK PERKAWINAN POLIGAMI DIDESA SURUH KAB.
SEMARANG .......................................................................................... 32
A. Profil Desa Suruh Kec. Suruh Kab. Semarang
1. Letak geografis Desa Suruh ...................................................... 32
2. Administrasi Kependudukan Desa Suruh. ................................. 32
3. Sosial dan Keagamaan ............................................................... 32
xiii
B. PRAKTIK PERKAWINAN POLIGAMI ........................................ 33
1. Faktor pendorong Suami melakukan Poligami .......................... 33
2. Alasan Istri memperbolehkan Suaminya berpoligami ............... 41
C. KEHIDUPAN RUMAH TANGGA PASANGAN POLIGAMI ...... 43
D. PANDANGAN MASYARAKAT TENTANG PRAKTIK
PERKAWINAN POLIGAMI ........................................................... 48
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERHADAP PRAKTIK PERKAWINAN POLIGAMI DI DESA
SURUH KAB. SEMARANG ................................................................. 51
A. Analisis Terhadap Faktor Pendorong Suami Melakukan Poligami . 51
B. Analisis Terhadap Istri Tentang Poligami Yang Dilakukan Oleh
Suaminya .......................................................................................... 52
C. Analisis Terhadap pandangan Masyarakat Tentang Adanya
Poligami ............................................................................................ 54
D. Analisis Terhadap Hukum Islam Dan Undang-Undang No. 1
tahun 1974 .......................................................................................... 57
E. Manfaat dan madharat Poligami ....................................................... 60
BAB V PENUTUP ................................................................................................. 65
A. Kesimpulan ....................................................................................... 65
B. Saran .................................................................................................. 65
C. Kata Penutup .................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................
LAMPIRAN .........................................................................................................................
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Islam adalah agama yang membawa misi rahmat lil „alamin (rahmat
bagi alam semesta), dan sangat memperhatikan arti penting perkawinan
sebagai satu-satunya cara yang sah untuk berketurunan. Tidak kurang dari 80
ayat di dalam al-Qur’an yang berbicara tentang perkawinan, baik yang
memakai kata
nikah (berhimpun), maupun menggunakan kata zawwaja
(berpasangan). Keseluruhan ayat tersebut memberikan tuntunan kepada
manusia bagaimana seharusnya menjalani perkawinan itu dapat menjadi
jembatan yang mengantarkan manusia, laki-laki dan perempuan, menuju
kehidupan sakinah (damai, tenang, dan bahagia) yang diridhai Allah.
Pada dasarnya prinsip perkawinan adalah monogami, namun dalam
prakteknya, pilihan monogami atau poligami dianggap persoalan parsial.
Status hukumnya akan mengikuti kondisi ruang dan waktu. Sunnah Nabi
sendiri menunjukkan betapa persoalan ini bisa berbeda dan berubah dari satu
kondisi ke kondisi lain. Karena itu, pilihan monogami atau poligami bukanlah
sesuatu yang didasarkan pilihan bebas, melainkan harus selalu merujuk pada
prinsip-prinsip dasar syari’ah, yaitu terwujudnya keadilan yang membawa
kemashlahatan dan tidak mendatangkan mudarat atau kerusakan.
Perkembangan poligami dalam sejarah manusia mengikuti pola
pandangan masyarakat terhadap kaum perempuan. Ketika masyarakat
1
memandang kedudukan dan derajat perempuan berada di bawah laki-laki maka
poligami menjadi subur, sebaliknya pada masa masyarakat yang memandang
kedudukan dan derajat perempuan itu terhormat dan setara dengan laki-laki,
poligami pun berkurang. Jadi, perkembangan poligami mengalami pasang
surut mengikuti tinggi-rendahnya kedudukan dan derajat perempuan di mata
masyarakat. Sebenarnya poligami
dilakukan oleh berbagai kalangan
didasarkan pada pertimbangan moral untuk menghindari perbuatan asusila,
pelecehan seksual, perdagangan perempuan (trafficking), serta tindakantindakan moral lainnya. Akan tetapi pada zaman sekarang ini tidak menutup
kemungkinan poligami dilakukan karena hanya untuk pemuasan hasrat
biologis saja, tanpa mempertimbangkan hak-hak perempuan. Poligami berakar
pada mentalitas dominasi (merasa berkuasa) dan sifat despostis (semenamena) kaum pria, dan sebagian lagi berasal dari perbedaan kecenderungan
alami antara perempuan dan laki-laki dalam hal fungsi-fungsi reproduksi.
Dalam UU Perkawinan No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam
(KHI) menganut kebolehan poligami bagi suami, walaupun terbatas hanya
empat orang istri. Ketentuan itu termaktub dalam pasal 3 dan 4 UndangUndang Perkawinan dan Bab XI pasal 55 s/d 59 KHI. Dalam KHI antara lain
disebutkan bahwa syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu
berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya (pasal 55 ayat 2). Selain
syarat utama tersebut, ada lagi syarat lain yang harus dipenuhi sebagaimana
termaktub dalam pasal 5 UU No. 1 Tahun 1974, yaitu adanya persetujuan istri
dan adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin kehidupan istri-istri dan
2
anak-anak mereka. Perkawinan poligami adalah
suatu perkawinan yang
dilakukan oleh seseorang (suami) karena adanya sebab/alasan tertentu yang
menyebabkan perkawinan itu terjadi (Zuhdi, 1993: 30).
Di dalam KHI pasal 57 dijelaskan bahwa alasan-alasan bagi suami
berpoligami adalah :
1. istri tidak dapat melayani suami seperti pada umumnya.
2. istri mengalami cacat badan atau penyakit yang tidak kunjung sembuh.
3. istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Ketiga alasan yang tertuang di atas tidak sesuai tuntutan Allah swt
seperti yang tertuang dalam Q.s. An–Nisa’ ayat 16 yang artinya: "Dan
pergaulilah dengan mereka (istri) secara patut. Kemudian, bila kamu tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
Dengan merujuk ayat di atas tampak dengan jelas bahwa semua alasan
yang dikemukakan dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah untuk
membolehkan suami berpoligami hanya dilihat dari kepentingan suami sama
sekali tidak mempertimbangkan perspektif kepentingan istri. Lagi pula, jika
dihayati dengan hati yang jernih, mau tidak mau harus diakui bahwa kondisi
istri yang mandul atau berpenyakit bukanlah kondisi yang disengaja. Kondisi
itu lebih merupakan takdir dari Tuhan, karena tidak ada istri yang
menginginkan dirinya mandul atau berpenyakit. Semua perempuan tentu
menginginkan dirinya sehat, hanya saja tidak semua keinginan manusia dapat
terwujud sesuai harapan. Akan tetapi pada prakteknya, pelaku poligami tidak
3
berdasar pada hal tersebut bahkan justru pelaku menyimpangkan hal-hal
tersebut. Secara jasmani dan rohani sang istri masih dapat melakukan seluruh
kewajibannya, baik mengurus suami maupun mendidik anak-anaknya.
Sekiranya apa yang digambarkan di atas itu benar-benar terjadi,
disinilah muncul suatu konflik antara teori dan praktek, artinya syarat-syarat
yang telah disebutkan diatas tadi sama sekali tidak dijadikan acuan orang
dalam melakukan poligami. Perkawinan poligami tidak dilakukan berdasar
pada alasan-alasan yang ditentukan oleh perundang-undangan, melainkan
karena alasan-alasan lain termasuk untuk pemenuhan kebutuhan biologis saja.
Seseorang bisa saja membuat alasan dengan menganggap pasangannya tidak
mampu memberikan kepuasan batin. Faktor inilah yang patut diduga sering
melatar belakangi perkawinan poligami sebagaimana yang terjadi di Desa
Suruh. Ada empat kasus praktek perkawinan poligami yang akan dikaji oleh
penulis.
Poligami yang marak terjadi di kalangan masyarakat kita, tidak semua
orang mengetahui dengan jelas bagaimana sebenarnya perkawinan poligami
itu terjadi dan sah secara hukum (baik perundang-undangan yang dibuat oleh
negara maupun menurut hukum syari’at Islam). Sebenarnya perkawinan
poligami tidak hanya menimbulkan rasa kekecewaan terhadap istri, tetapi juga
menimbulkan rasa ketidakadilan terhadap kaum perempuan pada umumnya.
Istri yang dipoligami selalu merasa tersisihkan karena suami cenderung lebih
memperhatikan istri yang baru (isteri mudanya) ketimbang istri pertama.
Agaknya keharusan berlaku adil kepada kedua istrinya sulit diwujudkan,
4
sehingga bukanlah surga yang diperoleh tetapi akan menambah dosa
disebabkan berkembangnya rasa saling curiga antara isteri pertama dengan
isteri kedua. Dengan demikian tujuan utama membangun rumahtangga jauh
dari harapan, bahkan yang dirasakan adalah timbulnya kemudharatan.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana praktik poligami terjadi di Desa Suruh?
2. Mengapa terjadi praktik perkawinan poligami di Desa Suruh?
3. Apakah pelaku perkawinan poligami menegakkan perlakuan yang adil
terhadap istri-istrinya?
4. Bagaimana respon mayarakat terhadap praktik poligami di Desa Suruh?
5. Bagaimana tinjauan Hukum Islam dan Perundang-undangan di Indonesia
terhadap praktik poligami di Desa Suruh kab. Semarang.
C. Tujuan penelitian
Adapun yang menjadi tujuan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana perkawinan poligami di Desa Suruh.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkawinan poligami.
3. Untuk mengetahui konsep adil yang diterapkan oleh suami terhadap istriistrinya yang sesuai dengan Hukum Islam dan Perundang-undangan.
4. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat tentang praktek perkawinan
poligami yang terjadi di Desa Suruh.
5
5. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan Hukum Islam dan Perundangundangan dalam menanggapi praktik perkawinan poligami di Desa Suruh.
D. Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang hendak dicapai dari penelitian skripsi ini adalah :
1. Teoritis
a. Untuk menambah khasanah pengembangan ilmu hukum, khususnya
hukum tentang poligami.
b. Untuk mengetahui bagaimana ketetapan Hukum Islam dan Perundangundangan tentang poligami.
c. Untuk mengetahui tentang praktik poligami yang ada di lapangan.
2. Praktis
a. Progdi AS
Memberikan informasi tentang praktik poligami yang sesuai dengan
Hukum Islam dan perundang-undangan di Indonesia.
b. KUA
Memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi pihak-pihak
yang berkepentingan dengan permasalahan poligami.
c. Masyarakat
Memberikan sumbangan pengetahuan tentang praktik poligami sesuai
dengan fakta yang ada.
6
E. Penegasan istilah
Untuk menghindari adanya kesalahan penafsiran pada judul yang
penulis ajukan, maka perlu kiranya penulis jelaskan pengertian serta maksud
dari judul sebagai berikut :
1. Poligami
Poligami adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami)
mengawini beberapa (lebih dari satu) istri dalam waktu yang bersamaan
(Mulia, 2000 : 2). Ringkasnya, poligami adalah perkawinan antara satu
pria dengan lebih dari satu perempuan sebagai isteri-isterinya.
2. Hukum Islam
Hukum Islam adalah peraturan yang dirumuskan berdasarkan
Wahyu Allah subhanahu wa ta‟ala dan Sunnah Rasul Muhammad
shallallah „alaihi wa sallam tentang tingkah laku mukallaf yang diakui
dan diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluk Islam. (Ali, 2000 :
112)
3. Perundang-undangan Perkawinan NO. 1 tahun 1974 dan Kompilasi
Hukum Islam (KHI)
Perundang-undangan dalam arti formil, yaitu keputusan (beslising)
tertulis yang diadakan badan-badan negara. Dalam arti materiil, yaitu
peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa atau
negara (Purnadi, 1989 : 3) .
7
4. Perilaku Poligami
Kata “perilaku” adalah tindakan atau perilaku suatu organisme
yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Sedang yang dimaksud
dengan “perilaku poligami” adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh
individu yang berada dalam ikatan perkawinan dikarenakan adanya sebab
tertentu (Hamdani, 2001 :38).
Karya ini dibuat oleh penulis bertujuan menganalisa tentang
bagaimana pelaku perkawinan poligami dapat menegakkan sistem keadilan
seperti yang diajarkan oleh syari’at Islam. Benarkah dalam praktek poligami
orang telah mampu menegakkan keadilan dengan menunjang apa-apa yang
dibutuhkan oleh istri dan anak-anaknya. Sebagaimana kita tahu bahwa peran
pelaku poligami dituntut lebih dari yang bukan poligami karena tanggung
jawab yang lebih besar terhadap keluarga.
F. Tinjauan Pustaka
Banyak karya ilmiah atau penulisan yang membahas tentang kasuskasus poligami, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terus dikaji dan
ditelusuri lebih dalam lagi. Banyaknya kasus yang berhubungan dengan
perkawinan poligami mendorong penulis mencoba mengungkap fenomena
tersebut dengan mengamati dalam praktek kehidupan pasangan poligami.
Dengan demikian diharapkan penelitian ini tidak sama dengan yang sudah
ada. Pada umumnya kajian kasus poligami - sejauh pengkajian penulis hanya terbatas pada teori saja, seperti pada penulisan skripsi yang ditulis oleh
8
Sudibyo (2001:25) yang berjudul "Konsep Keadilan Dalam Berpoligami
menurut Hukum Islam". Sudibyo menjelaskan bahwa konsep adil dalam
perkawinan poligami harus sesuai dengan apa yang ada di dalam aturan Islam
serta penerapan konsep keadilan yang benar menurut Al-Qur’an dan hukum
Tuhan. Menurutnya, adil di sini tidak hanya adil dalam pemberian nafkah saja
tetapi juga adil terhadap pembagian terhadap cinta dan kasih sayang kepada
istri-istrinya seperti pembagian jatah malam, nafkah lahiriah maupun batiniah.
Bukan hanya itu, adil terhadap pemberian kasih sayang kepada anak-anaknya
pun harus diperhatikan yaitu dengan memberikan hak-haknya secara penuh
dan tidak berbuat aniaya kepada mereka.
Begitu juga karya dari Siti Mulyani (1997:18) yang mengangkat tema
"Poligami Dalam Perspektif Keadilan Gender" , dalam karyanya dijabarkan
bahwa poligami yang dilakukan oleh suami terhadap istri adalah merupakan
suatu perbuatan yang sangat merendahkan kaum perempuan karena terdapat
unsur diskriminasi sosial maupun kejiwaan. Tidak hanya itu, jika dilihat dari
sisi suami itu sendiri maka tampak sangat jelas unsur yang terkandung di
dalamnya lebih mementingkan kepentingan pribadi ketimbang dari sisi kaum
perempuan yang jelas-jelas lebih merasakan dampak dari poligami itu sendiri.
Jelas di sini bahwa, kaum perempuan merasa seperti tersisihkan karena
adanya sebab yang menjadi alasan-alasan bagi suami untuk berpoligami
seperti yang telah disebutkan di atas.
Berbeda dengan karya-karya di atas, M. Sholihan (1999:30) "Poligami
Dalam Perspektif Fazlur Rahman" menjelaskan bahwa Fazlur Rahman
9
memaparkan pendapat bahwa adanya kontradiksi di antara izin untuk beristri
sampai empat orang dan keharusan untuk berlaku adil kepada mereka dengan
pernyataan tegas bahwa keadilan terhadap istri-istri tersebut adalah mustahil.
Menurut penafsiran yang tradisional izin untuk berpoligami itu mempunyai
kekuatan hukum, sedang keharusan untuk berbuat adil kepada mereka
walaupun sangat penting, terserah kepada kebaikan si suami (walaupun
Hukum Islam yang tradisional memberikan hak kepada kaum wanita untuk
meminta pertolongan atau perceraian apabila mereka dianiaya atau dikejami
oleh suami mereka). Dari sudut pandang agama yang normatif keadilan
terhadap istri yang memiliki posisi lemah ini tergantung kepada kebaikan
suami, walaupun pasti akan dilanggar. Sebaliknya modernis-modernis
muslim cenderung untuk mengutamakan keharusan untuk berbuat adil
tersebut, bahwa perlakuan adil tersebut adalah mustahil, mereka mengatakan
bahwa izin untuk berpoligami itu hanya untuk sementara waktu dan tujuan
tertentu saja. Beliau memang membenarkan pendapat di atas bahwa izin
berpoligami merupakan hukum, sedang sanksinya adalah untuk mencapai
ideal moral yang harus diperjuangkan masyarakat karena poligami itu tidak
dapat dihilangkan begitu saja.
Dari karya-karya di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa orang
yang melakukan poligami tidak mudah, di dalamnya terdapat ketentuanketentuan yang harus dijalankan. Serta banyak kontradiksi yang terjadi
tentang hal tersebut, dan hal inilah yang ingin penulis bahas lebih lanjut
karena perkawinan poligami masih belum ada pemecahan yang ada
10
khususnya praktek di lapangan. Hal inilah yang membuat peneliti mencoba
menggali kembali tentang poligami, meskipun telah banyak pula para peneliti
yang mengangkat tema di atas. Sedikit berbeda dengan karya-karya ilmiah
lainnya disini penulis mengemukakan penelitian secara lapangan, yang lebih
terperinci secara utuh berdasarkan fakta yang ada.
G. Metode Penelitian
Metode dalam hal ini diartikan sebagai salah satu cara yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu,
sedangkan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan
dan menguji suatu pengetahuan, usaha dimana dilakukan menggunakan
metode-metode tertentu (Hadi, 1997 : 30 ).
Adapun metode yang digunakan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan
yuridis empiris, yaitu sebagai usaha mendekati masalah yang diteliti sifat
hukum yang nyata atau sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan.
Pendekatan yuridis ini dimaksudkan untuk memperoleh fakta hukum yang
mengatur tentang perkawinan poligami menurut Hukum Islam, sedangkan
pendekatan empiris dalam penelitian ini dimaksudkan memperoleh fakta
atau kenyataan yang sebenarnya mengenai bagaimana pelaksanaan
perkawinan poligami.
11
Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian
kualitatif yaitu suatu penelitian yang mencoba mengungkapkan gejala
secara menyeluruh dan sesuai dengan konteks (holistik-kontekstual)
melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri
peneliti sebagai instrumen kunci.
b. Kehadiran Peneliti
Dalam penulisan skripsi ini peneliti menggunakan metode dua arah
di mana ada interaksi antara peneliti dengan subyek penelitian. Dalam hal
ini peneliti menggunakan pendekatan psikologis untuk memperoleh data
yang relevan sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu dengan mencari
informan guna melengkapi data. Kehadiran peneliti disini mencoba
menggali lebih jauh tentang poligami dan melibatkan secara langsung
subyek peneliti, dengan kata lain penelitian ini telah diketahui oleh subyek
penelitian.
c. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi di Desa Suruh Kabupaten
Semarang karena merupakan salah satu terjadinya perkawinan poligami dan
peneliti menemukan adanya 3 kasus praktik perkawinan tersebut.
d. Sumber data
a. Data primer
Data ini merupakan sejumlah keterangan-keterangan dan fakta
langsung yang diperoleh dari lapangan melalui wawancara dengan
pihak-pihak yang dipandang mengetahui obyek yang diteliti. Yaitu
dengan mencari informan yang terpercaya dan mengetahui kondisi dari
12
informan seperti keluarga, tetangga, orang-orang terdekat, maupun
langsung kepada subyek penelitian.
1.1.1
No.
Subyek Penelitian (pelaku Poligami)
Pelaku
Pekerjaan
Istri
1
2
1 Hadi Suryo
Wiraswasta
Kenanga
Emi
2 Mus’ab
Wiraswasta
Lis
Hanna
3 Andri
Wiraswata
Lusi
Khadijah
b.
Data sekunder
Data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka berupa, buku,
literatur, dokumen-dokumen resmi, Al-Qur’an dan Al-Hadits
yang berhubungan dengan obyek masalah.
1.2 Informan lain
No.
Nama
Pekerjaan
Hubungan
1. Aminah
Wiraswasta
Ibu kandung
2. Sulistiyowati
Ibu rumah tangga
Tetangga
3. Nur jawad
Wiraswasta
Tetangga
4 Yahya
Wiraswasta
Tetangga
5 Nur zainal
Pegawai
Saudara kandung
6 Mila
Ibu rumah tangga
Tetangga
13
e. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah :
a.
Kajian pustaka dan dokumentasi, yaitu mengumpulkan karya-karya
yang diperkirakan dapat mendukung penelitian ini, yaitu karya-karya
yang memberikan informasi tentang perkawinan poligami secara
umum.
b.
Wawancara, yaitu pengumpulan data dimana penulis mengadakan
tanya jawab secara langsung dengan sumber data terkait. Wawancara
akan dilakukan terhadap pelaku maupun orang terdekat seperti,
keluarga, tetangga, maupun pihak-pihak yang mengetahui praktik
perkawinan poligami di Desa Suruh.
c.
Observasi, yaitu peneliti mengamati apakah benar ekspresi yang
diperlihatkan subyek penelitian sesuai dengan respon verbal yang
diberikannya (Mulyana, 2006:30).
Lebih lanjut menurut Patton (Poerwandari,1998:23) hasil observasi
menjadi data yang penting karena :
a.
Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks
hal yang diteliti atau terjadi.
b.
Observasi
berorientasi
memungkinkan
pada
peneliti
penemuan
untuk
daripada
bersikap
terbuka,
pembuktian,
dan
mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif.
14
Dengan berada dalam situasi lapangan yang nyata, kecenderungan
untuk dipengaruhi berbagai konseptualisasi tentang topik yang
diamati akan berkurang.
c. Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang
menyangkut penelitian, dan karena berbagai sebab tidak diungkap oleh
informan secara terbuka dalam wawancara, seperti kegiatan informan
sehari-hari, hubungan informan dengan pasangannya, keadaan rumah, dan
lingkungan tempat tinggal dan lain sebagainya.
f. Teknik Analisa Data
Dalam penulisan ini, setelah data yang diperoleh, kemudian
dianalisis dengan menggunakan metode yaitu :
a.
Metode induksi, yaitu cara berfikir dari pernyataan yang bersifat
khusus untuk ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum.
b.
Metode deduksi, yaitu cara berpikir dari pernyataan yang bersifat
umum untuk ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus.
g. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam suatu penelitian, validitas data mempunyai pengaruh yang
sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian sehingga
untuk mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknis untuk
memeriksa keabsahan suatu data. Keabsahan data dalam penelitian ini
menggunakan teknik triangulasi sumber, menurut Patton (2002:180)
berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
15
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
metode kualitatif (Moleong, 2002:178).
Untuk menggunakan teknik triangulasi dengan sumber dapat
ditempuh dengan cara, membandingkan data hasil pengamatan dengan
data hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan orang di
depan
umum
dengan
apa
yang
dikatakannya
secara
pribadi,
membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian
dengan
apa
yang
dikatakannya
sepanjang
waktu.
Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan (Moleong, 2002 : 178).
h.
Tahap-Tahap Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan berbagai tahap, pertama pra
lapangan, peneliti menentukan topik penelitian, mencari informasi tentang
adanya praktik perkawinan poligami. Tahap selanjutnya peneliti terjun
langsung ke lapangan untuk mencari informan atau pelaku dan melakukan
observasi, dokumentasi dan wawancara terhadap informan yaitu pelaku
perkawinan poligami, keluarganya, tokoh agama atau masyarakat dan
tetangga pelaku perkawinan poligami. Tahap terakhir yaitu penyusunan
laporan atau penelitian dengan cara menganalisis data atau temuan
kemudian memaparkannya dengan narasi deskriptif.
H. SISTEMATIKA PENULISAN
16
Untuk memudahkan dalam pembahasan dan pemahaman yang lebih lanjut
dan jelas dalam membaca penelitian ini, maka disusunlah sistematika penulisan
penelitian ini sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan; Bab ini berisi Latar Belakang Masalah, Fokus Penelitian,
Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Metode Penelitian yang
berisi tentang Pendekatan dan Jenis Penelitian, Kehadiran Peneliti, Lokasi Penelitian,
Sumber Data, Prosedur Pengumpulan Data, Analisis Data, Pengecekan Keabsahan
Data, Tahap-tahap Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
Bab II Poligami; bab ini berisi Poligami Menurut Hukum Islam, Sejarah
Poligami, Syarat Poligami, Hukum Poligami Dalam Islam, Akibat Hukum Dari
Poligami, Hikmah Poligami, Poligami Menurut Perundang-Undangan di Indonesia.
Bab III Praktik Perkawinan Poligami Di Desa Suruh Kab. Semarang; bab ini
berisi tentang Gambaran Umum Desa Suruh, Jaminan Terhadap Identitas Diri dan
Status Kewarganegaraan, Jaminan Terhadap Pendidikan dan Pengajaran Serta
Jaminan Terhadap Pelayanan Kesehatan Dan Jaminan Sosial.
Bab IV Tinjauan Hukum Islam dan Perundang-Undangan Terhadap Praktik
Perkawinan Poligami Di Desa Kab. Semarang. Bab ini berisi tentang Analisis
Terhadap Faktor Suami melakukan Poligami dan Analisis Terhadap pendapat istri
Tentang Poligami yang dilakukan oleh Suaminya .
Bab V Penutup; Berisi kesimpulan dan saran.
17
BAB II
POLIGAMI
A.
Poligami Menurut Hukum Islam
Secara etimologis atau lughowi bahwa kata Poligami bersal dari
bahasa Yunani gabungan dari dua kata poli dan polus yang berarti banyak,
serta gamien dan gamos yang berarti perkawinan. Dengan demikan
poligami berarti perkawinan yang banyak. Secara terminologi atau istilah
poligami adalah salah satu perkawinan yang pihak
memiliki
atau
mengawini beberapa lawan jenis dalam waktu yang bersamaan. Dalam
Hukum Islam poligami berarti suatu perkawinan yang dilakukan oleh salah
satu pihak (suami) mengawini beberapa (lebih dari satu) istri dalam waktu
yang bersamaan. Laki-laki yang melakukan bentuk perkawinan seperti itu
dikatakan bersifat poligam yaitu perkawinan yang dilakukan karena adanya
sebab-sebab tertentu yang mengakibatkan seseorang melakukan hal tersebut.
Selain poligami dikenal juga poliandri, sebaliknya justru istri yang
mempunyai beberapa suami dalam waktu yang bersamaan. Akan tetapi,
dibandingkan dengan poligami, bentuk poliandri tidak banyak dipraktekkan.
(Mulia, 2000:2)
18
Islam memperbolehkan seseorang untuk berpoligami, tetapi hanya
terbatas pada jumlah bilangan istri yaitu hanya dengan 4 orang istri dan
tidak dianjurkan atau tidak diperbolehkan untuk menambah lebih dari
jumlah bilangan tersebut.
Syarat utama bagi pelaku poligami adalah
mampu bersikap adil dalam memenuhi semua kebutuhan istri-istri dan anakanaknya. Maka apabila tidak mampu dalam pemenuhan kebutuhan hidup
maupun kesejahteraan keluarga tidak diperbolehkan melakukan poligami.
Tidak terjaminnya kesejahteraan hidup keluarga yang dibinanya akan
berdampak buruk terhadap kelangsungan rumah tangganya.
Undang-Undang Perkawinan juga menegaskan bahwa jika seorang
suami ingin melakukan poligami maka harus dengan ijin dari istri, baik
secara lisan maupun tertulis.
1. Sejarah poligami
Poligami sudah berlangsung sejak jauh sebelum datangnya
Islam. Orang-orang Eropa yang sekarang kita sebut Rusia, Yugoslavia,
Cekoslovakia, Jerman, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia, dan Inggris
semuanya adalah bangsa-bangsa yang berpoligami. Demikian juga
bangsa-bangsa Timur seperti Ibrani dan Arab, mereka juga berpoligami.
Karena itu tidak benar apabila ada tuduhan bahwa Islam yang
melahirkan aturan tentang poligami, sebab nyatanya aturan poligami
yang berlaku sekarang ini juga hidup dan berkembang di negeri-negeri
yang tidak menganut Islam, seperti Afrika, India, Cina, dan Jepang.
(Ali:2001)
19
Agama Nasrani pada mulanya tidak mengharamkan poligami,
karena tidak ada satu ayatpun dalam Injil yang secara tegas melarang
poligami. Apabila orang-orang Kristen di eropa melaksanakan
monogami tidak lain hanyalah karena kebanyakan seperti orang Yunani
dan Romawi sudah lebih dulu melarang poligami, kemudian setelah
mereka memeluk agama Kristen mereka tetap mengikuti kebiasaan
nenek moyang mereka yang melarang poligami. Dengan demikian,
peraturan tentang monogami atau kawin dengan seorang istri bukanlah
peraturan dari agama Kristen yang masuk ke negeri mereka, tetapi
monogami adalah peraturan lama yang sudah berlaku sejak mereka
menganut agama berhala. Gereja hanya meneruskan larangan poligami
dan menganggapnya sebagai peraturan dari agama, padahal lembaranlembaran dari Kitab Injil sendiri tidak menyebutkan adanya larangan
poligami (Hamdani, 39 : 2001).
2. Syarat Poligami
Dalam berpoligami tercatat beberapa alasan-alasan yang
dianggap kondusif, seperti yang tercantum pada UU No. 1 1974 pasal
40 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 57
yaitu :
1) Istri tidak dapat melayani suami seperti pada umumnya.
2) Istri mengalami cacat badan atau penyakit yang tidak kunjung
sembuh.
3)
Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
20
Selain alasan-alasan di atas, dijelaskan pula bahwa pelaku
poligami harus mendapat persetujuan dari istri terlebih dahulu baik
secara lisan maupun tertulis, dan persetujuan tersebut harus disebutkan
di depan Sidang Pengadilan. Pada saat proses pengijinan berpoligami di
sini (suami) harus bisa menunjukkan bukti-bukti kepada Pengadilan
Agama bahwa suami tersebut sanggup menghidupi keluarga dan anakanaknya, baik dari istri pertama maupun kedua serta berlaku adil sesuai
dengan syariat agama yang telah ditetapkan. Bukti-bukti tersebut antara
lain dengan melampirkan surat keterangan mengenai penghasilan suami
yang ditanda tangani oleh bendahara tempat bekerja atau dengan
menunjukkan surat keterangan pajak penghasilan atau dengan surat
keterangan lain yang dapat diterima Pengadilan.
Permohonan ijin poligami dapat dikabulkan oleh pihak
Pengadilan Agama menurut pertimbangan majlis hakim yaitu dengan
melihat persetujuan dari istri pertama tentang kesediaannya di poligami
atau tidak dan ada beberapa pengajuan persyaratan yang terdapat di
dalam UU No. 1 1974. Apabila ada salah satu persyaratan yang
diajukan oleh pemohon itu kurang, maka Pengadilan Agama berhak
memutuskan menolak berpoligami.
3. Hukum Poligami Dalam Islam
Perkawinan merupakan bagian dari sunnah Rasul, dan termasuk
salah satu bentuk ibadah dalam Islam. Islam menganjurkan bagi
umatnya untuk melaksanakan perkawinan yang pada asasnya menganut
21
asas monogami. Dalam situasi dan kondisi tertentu laki-laki muslim di
perbolehkan kawin paling banyak dengan empat orang perempuan
dalam satu waktu apabila ia sanggup memelihara dan berlaku adil
terhadap istri-istri mereka dalam soal nafkah, tempat tinggal, dan
pembagian waktu. Apabila dikhawatirkan tidak dapat berlaku adil,
maka dilarang kawin dengan perempuan lebih dari satu, sama seperti
dilarang kawin dengan perempuan lebih dari empat.
Allah berfirman:
Artinya:
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya),
maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi:dua,tiga, atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.S An
Nisa: 3)
Maksud adil disini adalah sekedar yang dapat dilakukan
seseorang untuk berlaku adil, misalnya dalam soal membagi waktu,
nafkah, pakaian, dan tempat tinggal. Adapun yang tidak dapat
dilakukan oleh manusia, seperti melebihkan cintanya kepada salah
22
seorang istri mereka, maka tidak termasuk dosa. Rasulullah s.a.w
sendiri pernah bersabda:
Artinya :
Ya Allah, inilah bagian yang yang aku punya, tapi janganlah
Engkau cela atas sesuatu yang Engkau miliki tapi aku tidak memilikinya.
(H.R. Abu Daud, Turmudzi, dan Nasa‟i)
4. Akibat Hukum Dari Poligami
Dalam Islam memang diperbolehkan melakukan poligami,
namun harus ada alasan-alasan yang tepat seperti yang diatur dalam
Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam (KHI). Dari beberapa pernyataan diatas, perkawinan
poligami merupakan suatu sunnah yang boleh dilakukan apabila
seseorang yang melakukan poligami mampu baik secara materi maupun
rohani.
Dari sini tuntutan adil memang sangat diutamakan, karena Islam
menganjurkan sikap adil terhadap penghidupan keluarga. Hal ini
memang sangat berpengaruh dalam kehidupan rumah tangga yang
dibangun, begitu juga dalam perkembangan pertumbuhan anak.
Jika suami sendiri tidak mampu berlaku adil terhadap istriistrinya, maka tidak menutup kemungkinan juga bagi anak-anaknya
23
tidak diperlakukan adil oleh orang tuanya. Hal ini juga menyangkut
tentang keadaan sosial disekitarnya, seperti pandangan dari tetangga
yang melihat perkawinan poligami tersebut.
Mungkin bagi sebagian orang poligami adalah hal yang
dianggap aneh, karena bukan hal yang umum dikalangan masyarakat.
Pada umumnya perkawinan hanya memiliki satu orang istri saja, tetapi
lain hal dengan penelitian ini, dalam penelitian ini dapat diambil
kesimpulan bahwa informan-informan yang ada melakukan poligami
lebih mengacu pada syari’at Islam. Ditinjau dari alasan-alasan mereka
sebenarnya lebih kepada kebaikan ummat saja, yang dimaksud disini
adalah perlindungan terhadap kaum perempuan yang belum mampu
berjalan sebagaimana mestinya.
Menurut cara pandang bahwa wanita jumlahnya cenderung
lebih banyak ketimbang laki-laki, sehingga dikhawatirkan akan banyak
terjadi tindakan-tindakan yang mengancam keselamatan perempuan,
dari itu poligami dapat dipandang akan menyelamatkan jiwa, harkat
dan martabat mereka.
Seorang imam yang baik dapat menuntun mereka menuju jalan
yang baik serta menjaga hati mereka dari fitnah yang keji. Karena
wanita sangat rentan terhadap fitnah dan perbuatan-perbuatan amoral.
Meski demikian, orang-orang disekitar menilai hal tersebut adalah hal
yang tidak pada umumnya, karena bukan persoalan yang mudah jika
suatu perkawinan memiliki pasangan lebih dari satu orang dan tinggal
24
dalam satu atap. Mengingat perkawinan bukanlah persoalan yang
mudah, dibutuhkan kesabaran dan keadilan yang sama terhadap seluruh
anggota keluarga. Tidak ada kata lebih baik dari A atau B dan lainnya,
dan ketika terjadi perselisihan harus dibicarakan bersama.
Perkawinan poligami
merupakan
komunikasi
tiga
arah,
sehingga cenderung menambah lebih banyak dan lebih banyak
tanggung jawab suami daripada memiliki satu istri.
5. Hikmah Poligami
Islam adalah agama yang mengatur tentang kemasyarakatan.
Islam mempunyai konsep kemanusiaan yang luhur, harus dibebankan
kepada manusia untuk menegakkannya dan harus disebarluaskan
kepada seluruh umat manusia. Risalah Islamiyah tidak akan tegak
melainkan
apabila
ada
kekuatan
yang
mendukung,
adanya
pemerintahan yang mengelola segala segi, pertahanan keamanan,
pendidikan, industri, perdagangan, dan sektor-sektor lain yang
menunjang tegaknya suatu pemerintahan. Semuanya itu tidak akan
sempurna tanpa adanya orang-orang yang hidup pada tiap generasi
yang banyak jumlahnya. Jalan untuk mendapatkan massa yang banyak
ini ialah dengan kawin dan memperbanyak keturunan.
Negara-negara yang maju banyak membutuhkan sumber daya
manusia untuk tenaga kerja maupun untuk keperluan pertahanan
keamanan. Di negara-negara yang sedang dilanda peperangan tidak
jarang rakyatnya gugur di medan perang dan dan banyak janda-janda
25
yang harus dilindungi. Tidak ada jalan yang terbaik untuk melindungi
mereka selain dengan mengawini mereka dan tidak ada jalan untuk
menggantikan orang yang gugur di peperangan itu selain dengan
memperbanyak
keturunan,
dan
poligami
adalah
jalan
untuk
memperbanyak keturunan.
Demikian pula di beberapa negara, penduduk perempuannya
lebih banyak dari laki-lakinya, seperti yang lazim terjadi di negara yang
habis berperang. Bahkan pertambahan jumlah kaum perempuan pasti
terjadi pada banyak negara meskipun dalam suasana damai, karena
kesibukan kerja menyebabkan kaum lelaki cepat tua dan berarti
membuat mereka cepat mati, oleh karenanya jumlah kaum perempuan
akan lebih banyak dari kaum laki-laki. Perbedaan jumlah ini
mengharuskan adanya poligami untuk menjaga dan melindungi
perempuan. Apabila mereka dibiarkan hidup sendiri mereka lebih
mudah terombang-ambing dan gampang terjerumus ke dalam perbuatan
nista yang akan merusakkan kehidupan masyarakat, akhlak mereka
akan rusak dan mereka akan merana sendirian.
Kemudian, bahwa kesanggupan seorang laki-laki untuk
berketurunan lebih kuat daripada perempuan. Laki-laki sanggup
melaksanakan tugas biologisnya sejak ia baligh sampai usia akhirnya.
Sedang kaum perempuan tidak mampu melaksanakannya di waktu
sedang haid, nifas, hamil dan waktu menyusui. Kesanggupan kaum
26
perempuan untuk berketurunan terbatas sampai usia antara 40 hingga
50 tahun, sedangkan kaum lelaki sanggup sampai usia 60 tahun lebih.
Apabila perempuan dalam keadaan seperti tersebut di atas tidak
dapat melaksanakan fungsinya sebagai seorang istri lantas apa yang
harus dilakukan oleh suaminya? Ia harus menyalurkannya kepada
istrinya yang halal untuk menjaga kehormatannya ataukah ia harus
mencari penyaluran seperti yang dilakukan oleh binatang? Tanpa
perkawinan sah? Padahal islam secara tegas melarang pelacuran.
‫سبِيلًا‬
َ َ‫وَلَا تَقْ َربُوا ال ِّزنَا ِإنَهُ كَانَ فَاحِشَ ًة وَسَاء‬
Janganlah kamu mendekati perbuatan zina, sungguh zina itu keji dan
jalan yang buruk. (Q.S 17, Al-Isra’ : 33)
Kadang-kadang ada seorang suami mempunyai istri berpenyakit
atau mandul yang tidak dapat diharapkan sembuhnya, padahal si istri
ingin tetap bersama suaminya, sedang suami menginginkan adanya
anak serta punya istri yang dapat mengatur rumah tangganya. Dalam
keadaan seperti ini apakah suami harus tetap rela dengan menanggung
beban yang menyedihkan? Tetap bersama istrinya yang berpenyakit
atau mandul, yang tidak dapat mengatur rumah tangganya, dan beban
itu harus dipikul suami sendirian? Ataukah si istri harus diceraikan
padahal ia masih mencintai suaminya dan suami juga masih
mencintainya, ia tidak mau menyakiti istri dengan menceraikan
27
istrinya? Ataukah kasih sayang suami istri itu tetap diteruskan tetapi
suami kawin dengan perempuan lain tanpa harus berpisah dengan istri
lama dan maslahat keduanya masih tetap terjaga? Inilah petunjuk
terbaik yang lebih layak untuk diterima.
Kadang-kadang juga ada seorang laki-laki yang karena
kejiwaannya atau karena fisiknya sangat kuat nafsu seksnya, ia belum
akan puas kalau hanya dilayani oleh seorang istri,
maka sebagai
gantinya agar ia tidak mengambil gundik yang akan merusakkan
moralnya, ia diizinkan untuk memuaskan nafsu (gharizahnya) dengan
jalan yang halal, yaitu berpoligami.
B. Poligami Menurut Perundang-undangan di Indonesia
1. Undang- undang perkawinan No. 1 Tahun 1974
Sebagai
komponen
terkecil
dalam
tata
kehidupan
bermasyarakat, keharmonisan keluarga berperan penting dalam
membentuk kepribadian setiap anggota keluarga. Banyak masalah
sosial yang muncul karena ketidak harmonisan dalam keluarga,
sehingga dipandang perlu adanya peraturan perundangan mengenai
Perkawinan.
Undang-undang ini bertujuan untuk melindungi hak-hak
individu untuk berkeluarga, sekaligus menjamin kepentingan dan hakhak setiap anggota keluarga. Hal utama yang menjadi pijakan dari
28
Undang-undang ini adalah asas monogami, tetapi didalamnya pun
mencakup tentang perkawinan poligami.
Dalam pasal 40 ayat 1 tentang Poligami dijelaskan bahwa
seorang suami yang ingin memiliki istri lebih dari seorang harus
mengacu kepada sebab-sebab yang tercantum pada
perundang-
undangan. Di sini pihak Pengadilan memiliki peran penting dalam
memutuskan alasan-alasan yang memungkinkan seorang suami kawin
lagi, ialah:
a. Bahwa istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri
b. Bahwa istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak
kunjung sembuh
c. Bahwa istri tidak dapat melahirkan keturunan
Selain itu ada syarat yang diperuntukkan bagi istri diantaranya,
ialah:
1. Dzahir batin tercukupi
2. Semua kebutuhan sandang, pangan, papan tercukupi.
3. Kebutuhan serta kesejahteraan bagi anak-anak tercukupi.
4. Adil terhadap anak-anaknya.
Dijelaskan pula, jika seorang suami ingin menikahi perempuan
lebih dari seorang harus mendapat ijin terlebih dahulu dari istri
pertama secara lisan maupun tertulis yang disahkan dan diucapkan di
depan Sidang pengadilan.
29
Pemohon harus memiliki jaminan kehidupan yang layak
terhadap istri dan anak-anaknya, baik secara materiil maupun spiritual.
Hal
ini
bertujuan
untuk
menghindari
diskriminasi
terhadap
kesejahteraan keluarga, selain itu suami harus berlaku adil sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki.
2. Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Dalam KHI dijelaskan tentang bagaimana hukum perkawinan
yang sah menurut hukum dan agama. Bahwa suatu perkawinan yang
dilakukan dengan istri kedua, ketiga, atau keempat tanpa izin dari
Pengadilan Agama, tidak memiliki kekuatan hukum . Akan tetapi
dalam pasal 58 (3) dijelaskan bahwa persetujuan istri tidak diperlukan
jika memang istri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan
tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada
kabar dari istri atau istri-istrinya sekurang-kurangnya 2 tahun atau
karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian Hakim.
Di sini jelas bahwa jika seorang istri tidak mau memberikan
persetujuan kepada suami untuk berpoligami, maka pihak Pengadilan
tidak dapat memaksakan untuk memberikan ijin terhadap suami. Hal ini
dilihat karena adanya pertimbangan majlis Hakim. Akan tetapi
Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah
memeriksa dan mendengar istri yang bersangkutan dipersidangan
Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini istri atau suami dapat
mengajukan banding atau kasasi.
30
BAB III
PRAKTIK PERKAWINAN POLIGAMI
DI DESA SURUH KAB. SEMARANG
A.
Profil Desa Suruh Kec. Suruh Kab. Semarang
1.
Letak Geografis Desa Suruh
Desa Suruh adalah sebuah Desa kecil yang terletak di Kec.
Suruh Kab. Semarang yaitu tepatnya di sebelah timur Kota Salatiga.
Desa Suruh terletak 15 km dari Kota Salatiga yang memiliki luas 505
935 ha dan memiliki batas-batas wilayah desa seperti sebelah utara
Desa krandon lor , Desa Purworejo, Suruh, dan Medayu.
Kondisi cuaca yang sejuk dan curah hujan yang cukup tinggi di
daerah ini sangat potensial untuk para penduduknya yang umumnya
sebagai petani, hal ini disebabkan karena terletak di 581 m diatas
permukaan laut dan suhu rata-rata mencapai 36’ C.
2. Administrasi Kependudukan Desa Suruh
Desa Suruh merupakan pusat pemerintahan, karena diwilayah
ini hanya memiliki satu kecamatan saja. Jumlah penduduknya 1250
jiwa dari seluruh desa yang ada di Kec. Suruh.
3. Sosial dan Keagamaan
Untuk mengetahui dampak perkawinan
poligami di Desa
Suruh, maka perlu kiranya memahami lingkungan dan keadaan
31
disekelilingnya. Praktik perkawinan poligami sangat erat hubungannya
dengan sosial keagamaan, khususnya agama Islam.
B.
PRAKTIK PERKAWINAN POLIGAMI
1. Faktor Pendorong Suami Melakukan Poligami
Dari 1250 penduduk Suruh, ada tiga suami yang melakukan
poligami. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti adanya
keinginan untuk memiliki banyak keturunan. Hal tersebut diungkapkan
oleh Ussy dan Khadijah warga Rt 05 Rw 2. Andri menikah dengan istri
yang pertama pada tahun 1993, kemudian menikah lagi pada tahun 1997.
Awalnya suami hanya bercanda saja dengan istri saat bangun tidur, ia
berkata “ nopo tow bi kok nguyu-ngguyu dewe ki”? suami menjawab
“ ora, kok lucu wae mi..,aku kok yo ngimpi nikah meneh? ” dan istri
menjawab dengan candaan “yo ra popo tow bi..,nek emang wes siap?” l
suami berujar “ aku gelem wae ning umi wae sing golekke calonne aku
ga pengen golek dewe, ngko wedi nak ono opo-opo kan iki gawe
kebaikan awake dewe mi...” sang istri pun menanggapi “ yo ga popo bi,
nek pancen wes siap,iyo tapi ga usah kesusu laah...” Setelah beberapa
hari dari kejadian itu tanpa sengaja Ussy melihat pesan singkat di
handphone suaminya yang menanyakan kepada teman-teman dekatnya
apakah ada calon yang pas untuk dijadikan istri?
Akhirnya banyak pesan yang masuk yang memberikan respon,
tapi dia hanya mencari calon yang usianya jauh lebih muda, kisaran 19-
32
23 tahun dengan alasan masih dalam masa produktif untuk memperoleh
keturunan. Akhirnya ada 2 calon yang membuat Ussy tertarik yaitu dari
Lampung dan Boyolali, tapi setelah dipikir lagi kalau harus ke Lampung
saat walimah kasihan anak-anak ga ada yang ngurus... walaupun masih
ada orang tua yang mau dan bisa menjaga anak-anak, tapi kan kasian
kalo harus ditinggal jauh sama Abi dan Uminya? akhirnya Ussy
memutuskan untuk berkenalan dengan Khadijah yang berasal dari
Boyolali, saat itu ia masih berumur 20 tahun mereka bertemu dan
bercakap-cakap “ umi.. kenapa ya kok saya waktu liat raut wajah umi
kelihatannya sante-sante aj, kaya ga ada rasa keberatan sama sekali
kalo suaminya mau nikah lagi? kata Khadijah, lalu Ussy menegaskan
“ ya kalo anti udah siap ana ga masalah kok, yang penting anti harus
lebih memantapkan hati anti.. “ dan Khadijah pun menjawab
“ insyaallah ana sudah siap umi.., ana sudah ikhtiar dan istikharah,
mungkin ini memang sudah jalannya?”
“ ya sudah kalo gitu, anti harus tau kalo suami ana ini juga
punya banyak kekurangan dan kelebihan karena sudah sekian tahun
sudah hidup bersama dan sudah punya anak sekian banyaknya, anti bisa
menerima apa ga?”
“Lalu gimana dengan keluarga anti? Kata Ussy “ keluarga ana
ga ada masalah umi, itu semua terserah saya, mereka menyerahkan
keputusan kepada saya” ujar Khadijah. Dalam hati Ussy sedikit kuatir
karena tidak menyangka bahwa keluarganya tidak keberatan dengan
33
keputusannya itu, akhirnya tidak lama proses perkenalan pun berlanjut
ke tahap berikutnya. Dan suami juga mengingatkan “ umi..., kalo dari
proses awal sampe akhir setuju dan ga ada masalah, ya aku tak lanjut
aja? Tapi kalo ga setuju, mending aku tak mundur ae.. daripada nanti jd
ga baik akhirnya?”
Akhirnya keduanya saling cocok dan setelah 2 minggu
perkenalan itu langsung didakan akad nikah, ia pun tinggal di rumah
Ussy beserta anak-anaknya. Selama 2 tahun hidup dalam satu atap,
Khadijah belajar menjadi istri yang baik dengan bimbingan Ussy pada
akhirnya ketika Khadijah mempunyai anak ia sepakat untuk tinggal
terpisah, dengan alasan untuk lebih belajar mandiri dan lebih terampil
dalam mengurus anak-anak.
Pada
saat
melakukan
wawancara,
penulis
menanyakan
bagaimana cara suami berlaku adil kepada keluarga khususnya terhadap
istri-istrinya? Ussy mengatakan bahwa selama ini suami cukup adil
kepada saya maupun anak-anak, ” ya mungkin memang waktu yang
harus bisa dibagi-bagi karena dalam seminggu juga ga mungkin harus
disini terus toh..? lagian kan kalo di syari‟ itu kan udah jelas, yang
penting pas waktu malamnya harus sama-sama adil.. kalo disni Cuma 2
hari disana 3 hari ya ga masalah, kan juga kerja jadi kadang-kadang
ada urusan mendadak jadi ga bisa lama kumpul sama anak-anak?”
“Kecuali kalo ada diantara salah satu istri yang sakit, ya
tergantung ridhonya aja.. kalo lebih baik disana ya ga masalah? Penulis
34
juga menanyakan tentang biaya materiil, bagaimana pembagian nafkah
lahir dengan istri lain? Ia mengungkapkan “ kalo masalah nafkah ya
alhamdulillah adil lah ya.., ga harus banyak yang penting disesuaikan
dengan kebutuhan aja?”
Dari istri pertama beliau dikaruniai 7 orang anak, sedangkan dari
istri kedua dikaruniai 4 orang anak. Dari banyaknya keturunan, beliau
beranggapan bahwa jikalau nanti beliau terkena musibah, maka anakanaknya yang sholeh dan sholekhah akan mendo’akannya. Awalnya
pernikahan mereka dilakukan secara sirri pada tahun 2006 baru
kemudian dicatatkan ke KUA pada tahun 2008 dan pihak Pengadilan
Agama. Hal ini dikarenakan adanya berbagai pertimbangan dalam
mencatatkan pernikahan mereka di KUA. Namun sayangnya subyek
peneliti berkeberatan memberikan bukti ataupun dokumen kepada
peneliti.
Hal ini sejalan dengan metode penelitian kualitatif yang
menitik beratkan pada kesediaan subyek penelitian untuk memberikan
bukti otentik berupa data/dokumen.(wawancara, 6 april 2011)
Hal ini bertentangan dengan pendapat dari Hadi Suryo warga dari
Rt 01 Rw 2. Faktor beliau melakukan poligami adalah untuk
menjalankan Sunah Rasul. Beliau melakukan poligami atas dasar kaidah
Islam yang selama ini dipelajari, dengan alasan bahwa wanita di dunia
ini jumlahnya sangat banyak. Seperti yang diungkapkan oleh Emi,
bahwa seorang wanita membutuhkan mahram, dalam arti imam dalam
membentuk sebuah keluarga.
35
Pada saat melakukan wawancara, peneliti menanyakan beberapa
hal kepada obyek. “sebenere apa to mbak yang bikin mbak bersedia
poligami?” Emi menjelaskan “ awalnya saya itu baru belajar mengenal
agama,ya sedikit demi sedikit lah yaa...kan waktu itu kebetulan saya
baru belajar agama, dan emang saya juga yatim piatu. Setelah orang
tua saya meninggal saya diurus keluarga paman sampai akhirnya saya
menikah..”
dan pada waktu itu saya juga merasa kehilangan sosok
keluarga,karena memang orang tua saya sudah meninggal ketika saya
masih berumur 13 tahun. Dan saya merasa bahwa saya itu
membutuhkan sosok imam dunia akhirat, yang bisa menuntun saya.
Awalnya saya merasa bahwa poligami itu bukan hal yang aneh, karena
memang pada dasarnya boleh... kalo dilihat dari jumlah laki-laki dan
perempuan itu kan banyak banget perbandingannya? Jumlah laki-laki
jauh lebih sedikit ketimbang yang perempuan, maka bagi siapa aja yang
sudah siap dan mampu secara financial itu mbok ya‟o menikahi salah
satu dari mereka...”
“yaa... beberapa dari temen-temen banyak yang punya keinginan
kaya‟ gitu, tapi ya mungkin aja karena emang ga siap dari segi materi
tapi dari segi lahir udah siap... tapi ada juga yang lahir udah siap tapi
materi ga siap, makanya mereka itu minta dikasih saran ato mungkin
contoh dulu laah?” kalo orang yang berilmu itu kan bisa memberikan
contoh yang baik... dan akhirnya mbak Kenanga dan suami sepakat
36
untuk mencarikan istri kedua, dan itu juga beliau sendri yang nawarke
yaa...untuk jadi contoh ke temen-temen yang laen.”
Peneliti memberikan pertanyaan “lha trs gimana awalnya mbak
bisa ketemu sama suami?” Emi menjawab “ dulu saya itu sudah lama
temenan sama mbak Kenanga, udah tau gimana karakter masing-masing
laah... kebetulan kita itu juga punya yaa..bisa dibilang visi yang sama.”
Waktu itu mbak Kenanga langsung nawarke ke saya, tapi saya
ga langsung bilang iya.. tak pikir-pikir dulu, tak timbang-timbang dulu
dan akhirnya saya istikharah, alhamdulillah ternyata itu memang jodoh
saya.. dan dari awal komitmen itu bukan untuk yang laen-laen tapi bisa
dibilang untuk kemashlahatan.”
“Dan alhamdulillah setelah saya menikah banyak juga tementemen yang akhirnya pada brani, yang sudah siap secara lahir batin
laah ...”
“trus tanggapane keluarga mbak sendiri gimana?” ujar peneliti
“ tanggapannya yaa..jelas berat apa pun namanya keputusan yang baik
ato buruk pasti ada konsekuensinya...” mereka memang susah untuk
menerima keputusan saya, tapi dengan melakukan pendekatan terus
menerus dengan memberikan penjelasan yang memang masuk akal dan
kembali kepada Islam sebenenya yaa.. akhirnya mereka mau menerima
keputusan saya?”
“Bahwa memang seorang wanita tidak disarankan menikah
dengan seorang laki-laki yang tidak bisa mendidik dengan baik, maka
37
wanita dianjurkan memilih salah satu diantara mereka... dan dari situ
saya membuktikan kepada keluarga bagaimana kehidupan poligami bisa
berjalan dengan baik dan alhamdulillah sudah berjalan 19 tahun dan
sama sekali tidak ada masalah, yang sampe bikin keluarga jadi ga
karuan laah?”
“Perkara ujian itu biasa kan yaa.. itu smua kan juga tergantung
kita menyikapinya aja? Dan pasti dibalik ujian itu ada hal yang
nantinya jadi baik, dari situ alhamdulillah keluarga bisa mengerti... dan
mereka juga tidak melihat hal-hal yang selama ini dikhawatirkan?”
“Lha selama menikah dari tahun ‟92 sampe sekarang apa mbak
sudah merasa adil ato masih biasa-biasa aja?” tanya peneliti
Emi menjelaskan “ gini ya..., yang dimaksud adil kalo diayatnya
itu kan secara fisik kan? Ada pun masalah hati itu kita kembali ke Allah,
terserah kalo suami mau mencintai saya 20 % ato 100 % , yaa... itu hak
mereka? Kalo untuk saya pribadi, cinta itu kembali lagi kepada Allah
dan mencintai seseorang itu memang benar-benar karena Allah. Jadi,
mau diprosentase berapa pun itu ga masalah yang penting tidak
mengurangi hak dan kewajiban,gitu... kalo buat saya ga masalah suami
mau mencintai saya berapa besarnya, yang penting apa yang sudah
saya jalani ya disyukuri aja? Misalnya seperti nafkah ya.., orang
mungkin punya padangan dari nilainya kalo segini tuh kurang,ga cukup
ato apa?tapi kalo kita itu bersyukur insyallah apa yang ada itu ga akan
terus merasa kurang malah akan terus ditambah sama Allah, bahkan
38
waktu kita sendiri pun ya itu mungkin lum bisa dibilang cukup kalo kita
ga bersyukur?jadi ya relatif laah ya menurut saya adil itu...ga ada
masalah kok, malah saya lebih suka berbagi sebenernya.
Maksud saya gini, suami saya itu kan bukan tipe orang yang
suka diam dirumah, beliau cenderung sering diluar,jadi seberapa pun
suami punya waktu luang dirumah ga masalah. Mau cuma semalam pun
kita menghargai, dan ga menuntut waktu lebih karena emang keadaan
suami yang sedang sakit. jadi, tergantung dimana tempatnya aja?
Kalo mbak Kenanga sendiri emang tipe orang yang lebih telaten
banget tapi kalo saya sendiri emang cenderung kurang telaten.saya
lebih merasa kalo emang lebih baik yaa...monggo aja ga apa-apa? Jadi
kan sama-sama enaknya gitu lho...
Peneliti menanyakan “kalo biaya hidup anak-anak sendiri
gimana mbak?” Emi menjawab “ yaa.. kalo biaya untuk anak-anak
karena memang suami bertugas menjadi kepala keluarga itu kan
tanggung jawabnya, kita cuma bantu-bantu aja?ya kalo misalnya dari
suami itu kurang ya paling ga kita bisa dikit ngebantu laah... tapi kalo
masalah yang pokok kan udah ditanggung sama suami?”
“kalo tanggapan orang sekitar mbak gimana?” tanya peneliti
“ alhamdulillah tetangga bersikap baik,kuncinya satu bisa berhubungan
baik dengan orang sekitar..” ujar Emi.
“seneng ga mbak jadi istri kedua?” tanya peneliti “ saya merasa
ga keberatan atau beban ya.., saya ngejalaninya karena memang atas
39
dasar ibadah, tapi saya kuatir kalo nanti seandainya nanti mbak
kenanga yang meninggal saya takut ga bisa ngurusi anak-anak karena
memang beliau itu bener-bener partner yang baik? Tapi kalo
seandainya suami saya yang meninggal insyaallah saya dan mbak
Kenanga masih bisa saling bantu, dan kalo pun saya yang meninggal
malah saya berpikiran anak-anak bisa jadi lebih baik..” tegas Emi
Hadi Suryo menikah dengan istri yang pertama pada tahun 1988
dan menikah dengan istri kedua pada tahun 1992. Dari pernikahannya
dengan istri pertama dikaruniai 8 orang anak, sedangkan dengan istri
kedua dikaruniai 5 anak. Pernikahan mereka awalnya dilakukan secara
sirri, tetapi subyek penelitian tidak menyebutkan tahun pencatatan
pernikahan di KUA.(wawancara, 7 april 2011)
Selain Bapak Yahya dan Bapak Hadi Suryo, Bapak Mus’ab
seorang warga yang berada di Rt 08 RW 1 mempunyai faktor lain
beliau melakukan poligami. Faktor tersebut yaitu karena istri pertama
meninggal dunia dan istri kedua tidak mempunyai keturunan. Dari istri
pertama beliau mempunyai dua orang anak, dari istri kedua tidak
mempunyai keturunan sedangkan dari istri ketiga belum dikaruniai anak
karena baru saja melaksanakan
perkawinan.
Pada saat melakukan
penelitian subyek tidak memberikan keterangan jelas karena terbatasnya
waktu, sehingga data yang diperoleh kurang valid. Dari pernikahannya
yang ketiga belum dicatatkan ke Pengadilan karena memang butuh
40
proses yang panjang, selain itu mereka juga baru menikah.(wawancara, 7
april 2011)
2. Alasan Istri Memperbolehkan Suaminya Berpoligami
Dari beberapa faktor-faktor suami untuk berpoligami yang
dikemukakan diatas, maka berbeda dengan pendapat dari istri- istri
mereka.
Seperti
yang
diungkapkan
oleh
Kenanga
bahwa
ia
membolehkan suaminya menikah lagi karena memang ia membutuhkan
seorang partner dalam mengurus rumah tangga, khususnya anak-anak.
Karena mereka lebih membutuhkan perhatian lebih, sedangkan ia sibuk
mengurus suami yang sedang sakit dan bekerja.
Pada saat memutuskan hal tersebut, ia sudah memikirkannya
matang-matang baik akibat positif /negatifnya, karena semua itu demi
anak-anak. Pada saat itu ia sendiri yang memilih calon istri untuk
suaminya,yaitu Emi yang memang sudah lama dikenalnya. Dia merasa
bahwa Emi yang pantas untuk menjadi partner yang baik dalam
membina keluarga. Emi merupakan sosok yang bertanggung jawab. Jadi,
Kenanga tidak salah dalam memilih istri untuk suaminya. Selain itu
kesibukan suami yang sering pergi keluar kota membuatnya jarang
pulang kerumah, sehingga ditakutkan terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan. (wawancara, 6 april 2011)
Berbeda dengan pendapat Ussy, awalnya tidak menyetujui alasan
suami untuk berpoligami mengingat dari buah perkawinan mereka sudah
41
dikaruniai 7 anak. Jika ingin memperbanyak keturunan lagi, sudah tidak
sanggup untuk mengurusnya. Akan tetapi, dengan meyakinkan hatinya
dan mengingat ini adalah kebaikan untuk ummat akhirnya dijinkanlah
suami untuk menikah lagi.
Dari proses awalnya, suami menginginkan istrinya saja yang
memilih untuk jadi pasangannya. Hal ini dilakukan karena tidak ingin
dianggap memilih hanya karena keinginan hawa nafsu saja, tetapi lebih
kepada penunjang syari’at. Akhirnya Khadijah yang dipilih sebagai
calon istri, lalu ditahun 2000 mereka menikah dan telah dikaruniai 4
orang anak.
Sedangkan Lis Ambarwati memiliki alasan sendiri terhadap
suaminya yang berpoligami, dari pernikahan suaminya dari istri pertama
telah dikaruniai 2 anak. Ditahun 2007 istri pertamanya meninggal dunia
dikarenakan sakit, selama 5 tahun menikah dia menyadari bahwa tidak
bisa memperoleh keturunan sehingga tidak ada masalah jika suami ingin
menikah lagi. (wawancara, 7 april 2011)
C. KEHIDUPAN RUMAH TANGGA PASANGAN POLIGAMI
1. Pasangan Hadi Suryo, Kenanga dan Emi
Hadi Suryo 45 tahun seorang wiraswastawan yang memiliki usaha
di bidang pendidikan, selain itu ia merupakan seorang tenaga pengajar
disebuah pondok pesantren di Desa Tingkir. Menikah dengan Kenanga 35
tahun pada tahun 1990 dan telah dikaruniai 8 anak. Kehidupan rumah
42
tangga mereka sangat harmonis, awalnya mereka memulai usaha dengan
menjual busana muslimah yang disediakan di toko mereka.Secara
bersama-sama mereka berusaha menghidupi anak-anaknya, tidak hanya
itu mereka juga merintis sebuah sarana pendidikan yang dibangun dengan
kerja keras dan kemauan yang tinggi.
Dengan maksud membimbing anak-anak secara jasmani maupun
rohani, dibekali dengan ilmu pengetahuan dan ilmu agama yang baik.
Dalam jangka waktu 3 tahun sekolah rintisan mereka mampu berkembang
pesat, dan memiliki banyak peserta didik yang sudah cukup banyak
sampai sekarang.
Ditahun pertama saat anak ke 5 mereka lahir, banyak terjadi
cobaan yang menimpa keluarganya. Hadi Suryo jatuh sakit, dan tidak
mampu membantu istri yang sibuk mengurus segala urusan yang ada.
Dengan terpaksa Kenanga mengatasi semua persoalan dan kewajibannya
sendirian, pada akhirnya ia memutuskan untuk mencarikan pendamping
baru untuk suaminya. Dengan pertimbangan semua urusan yang ada di
dalam rumah terselesaikan dan anak-anak tidak merasa terganggu karena
kesibukannya.
Kenanga pun mengungkapkan niatnya kepada hadi Suryo,
awalnya ia kaget dan bingung karena memang istrinya sendiri yang
menawarkan diri untuk dipoligami. Namun, setelah diberi penjelasan
olehnya Hadi Suryo pun mengiyakan permintaan itu, ia menyerahkan
semua keputusan kepada Kenanga.
43
Tidak berselang lama setelah itu Kenanga memperkenalkan Emi
yang sudah lama dikenalnya, ia merasa bahwa Emi mampu bertanggung
jawab dan bisa diandalkan untuk mengurus rumah tangga.
Dari perkenalan itu selama 3 bulan mereka saling mengenal satu
sama lain, begitu pun dengan anak-anaknya yang butuh pendekatan
khusus. Tak lama kemudian mereka menikah di tahun 1992, dan telah
dikaruniai 5 orang anak.
Selama 17 tahun perkawinan Kenanga dan Emi saling membantu
dalam mengurus rumah tangga, mereka hidup dalam satu atap. Banyak
tanggapan negatif orang-orang tentang mereka, menganggap poligami
bukanlah hal yang wajar jika hidup satu atap.menurut mereka
suatu
perkawinan yang ideal hanya dengan satu istri saja, menurut mereka hal
itu menjadi sangat aneh.Tetapi, Kenanga dan Emi mematahkan anggapan
tersebut, kehidupan perkawinan mereka jauh lebih baik. Suami juga
berlaku adil kepada mereka, tidak ada perbedaan dalam pembagian kasih
sayang terhadap anak-anaknya.
Begitu juga dengan istri, tidak saling dibedakan satu sama lain
baik pembagian nafkah lahir maupun batin semuanya disama ratakan.
2. Pasangan Yahya, Ussy dan Khadijah
Yahya 52 tahun, adalah seorang wiraswastawan yaitu sebagai
pedagang disebuah pasar tradisional di karanggede. Ia menikah dengan
Ussy 35 tahun seorang ibu rumah tangga dan telah dikaruniai 10 orang
anak.
44
Kehidupan rumah tangga mereka terbina dengan baik, dan semua
berjalan dengan lancar. Saling menerti dan memahami satu sama lain
adalah kunci dari mereka, dengan itu mereka mampu memabangun
pondasi yang kokoh.
Di tahun 2007 Yahya menikahi Khadijah 25 tahun, pada awalnya
saat bangun tidur ia bercerita kepada istri kalau tadi malam ia bermimpi
menikah lagi. Saat mendengar hal tersebut dia terkejut, karena tidak
biasanya suami begitu. Lalu, istrinya menjawab dengan nada bercanda
“kalo udah siap ya ga apa..apa mau tak carike tow bi? Dari situ suami
meminta istrinya untuk mencarikan seorang calon istri yang dirasa cocok
dengannya, karena semua demi kebaikan bersama dan meminta untuk
tidak terburu-buru.
Awalnya ada 2 calon yaitu dari Lampung dan Boyolali, tetapi
karena ada pertimbangan yang lain akhirnya Ussy memilih Khadijah
sebagai calonnya. Pada saat itu Khadijah berusia 19 tahun, karena Yahya
menginginkan calon yang usianya masih produktif. Alasannya, ia ingin
memiliki banyak anak dan berharap anak-anaknya kelak bisa menjadi
sholeh/sholihah yang mampu mendoakan mereka jika sudah meninggal.
Sebenarnya Ussy tidak bisa menerima keputusan suaminya itu,
dengan alasan tidak yakin kalau nantinya suami mampu bersikap adil
kepada suatu saat ada apa-apa dengan Ussy maka akan ada yang
mengurus mereka. Dia berusaha untuk ikhlas, karena ini untuk kebaikan
bersama bukan semata-mata untuk kesenangan batiniah saja.
45
Lalu, mereka pun berkenalan lebih jauh dan menceritakan tentang
suaminya yang dirasa memiliki banyak kekurangan dan meminta
Khadijah untuk memahami apa-apa yang ada didalam suaminya. Dan
keduanya pun saling cocok dan berharap bisa bekerjasama dalam
membina rumah tangga, akhirnya tahun 2007 mereka menikah secara
resmi.
Di awal perkawinan mereka hidup satu atap, karena pada saat itu
Khadijah masih belum paham betul bagaimana mengurus kebutuhan
rumah tangga. Butuh waktu 1 tahun untuk membiarkan Khadijah mandiri,
dan pada saat itu ia telah mempunyai anak. Dari situ Ussy membiarkan
Khadijah untuk hidup terpisah, agar tahu bagaimana cara mengurus anak
dan suami serta melatih kedewasaannya.
Saat ini Khadijah tinggal bersama 4 orang anaknya di Ambarawa
dan bekerja sebagai guru disebuah play group, dan Ussy tinggal dengan
10 anaknya di desa Morangan Suruh.
Dalam pembagian jatah malam dan nafkah suami tidak
membandingkan, ia berusaha adil kepada istri dan anak-anaknya. Satu
minggu dibagi-bagi, 3 hari berada dirumah istri 1 dan 3 hari lagi tinggal
dirumah Khadijah (istri keduanya).
3. Pasangan Mus’ab ,Lis Ambarwati , Hanna
Mus’ab adalah seorang ustad di sebuah pesantren yang ada di
daerah Suruh, menikah dengan Lis Ambarwati yang berprofesi sebagai
dokter. Sebelumnya ia sudah menikah dan memiliki 2 orang anak dari
46
istri pertamanya, tetapi pada saat anak pertamanya berusia 10 tahun
istrinya meninggal karena sakit yang tidak kunjung sembuh.
Lalu, tahun 1993 ia bertemu dengan Lis (istri yang sekarang) dan
menikah. Selama
15 tahun perkawinan mereka tidak mempunyai
keturunan, hal ini disebabkan karena ada
kelainan dirahimnya yang
mengakibatkan rahimnya harus diangkat.
Setelah menikah Lis tidak lagi menjalankan profesinya, dia lebih
senang menjadi pengusaha dan telah memiliki perusahaan konfeksi yang
ada di Solo dan Yogyakarta. Kini ia sibuk dengan urusan bisnis tersebut,
begitu pun dengan suami yang jarang pulang kerumah karena
kesibukannya.
Pada bulan Februari 2011 Mus’ab menikahi seorang dokter gigi
yang bernama Hanna 28 tahun, dan belum memiliki keturunan. Ia
mengenal Hanna dari seorang temannya yang telah lama mengenal Hanna,
kebetulan
Hanna
juga
mencari
seorang
pendamping
kemudian
dikenalkanlah kepada Mus’ab.
Mus’ab memperkenalkan Hanna kepada Lis dan mengutarakan
keinginannya untuk menikah lagi, dan tanpa berpikir lama Lis pun
menyetujui hal tersebut. Karena dia tahu betul bagaimana keadaannya
saat ini, jadi tidak ada masalah untuknya.
47
D.
PANDANGAN
MASYARAKAT
TENTANG
PRAKTIK
PERKAWINAN POLIGAMI
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, ada beberapa
pandangan masyarakat tentang perkawinan Poligami. Ada yang pro maupun
kontra, yang pro berpendapat bahwa adalah sah-sah saja jika memang para
pelakunya mampu bersikap adil dan bertanggung jawab penuh kepada
keluarganya. Setiap pebuatan/keputusan yang telah diambil pasti ada
konsekuensinya.
Berbeda dengan yang kontra, mereka justru menentang Poligami,
mereka menganggap bahwa Poligami hanya menindas kaum perempuan dan
tidak sesuai dengan asas pekawinan yang sebenarnya. Dalam hukum Islam
asas perkawinan hanya menganut asas monogami, dan tidak ada asas poli.
Memang dalam Islam diperbolehkan untuk berpoligami, tetapi tidak
dianjurkan bagi orang yang tidak mampu berlaku adil. Karena didalamnya
terdapat syarat-syarat yang masuk akal dan tidak memberatkan posisi istri,
terkadang pelaku lebih mengesampingkan nurani. Justru mereka lebih
mengedepankan ego semata, dengan segala macam alasan yang mereka
miliki.
Selain mencari sumber dari masyarakat tentang hal tersebut, peneliti
juga meminta pendapat dari beberapa para ulama setempat. Menurut Bapak
Khazim, Perkawinan Poligami memang ada dalam Islam dan diperbolehkan,
asal kapasitasnya sesuai dengan ajaran syari’at. Dan keharusan berlaku adil
48
adalah tuntutan yang tidak bisa ditawar lagi,karena itu sudah dalam satu
paket. Berani mengambil keputusan berarti berani mengambil resiko.
Berbeda dengan Bapak Fuad yang menilai bahwa Perkawinan
Poligami adalah hal yang memang merupakan sunah, yang apabila tidak
dikerjakan bukanlah suatu perbuatan dosa dan jika dikerjakan mendapatkan
pahala.
Bisa dikatakan dosa jika dari pelaku sendiri tidak memahami
tentang konsep adil yang diajarkan dalam Islam,kita ini manusia biasa yang
kadang tidak adil kepada diri sendiri dan orang lain.
Setiap orang memiliki penilaian yang berbeda tentang keadilan, dan
itu merupakan hal yang sulit untuk dilakukan. Menurutnya hati dan perasan
tidak dapat dibagi, karena hati merupakan hal yang sensitif.
Bapak Nur Salim menyatakan pendapat Perkawinan Poligami boleh
dilakukan, tetapi jika tidak merasa mampu untuk berlaku adil lebih baik
jangan dilakukan. Lebih baik memiliki satu istri saja tapi adil kepada
keluarga, dan itu membuat kehidupan rumah tangga menjadi lebih tentram.
49
BAB IV
TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERHADAP PRAKTIK PERKAWINAN POLIGAMI DI DESA SURUH
KAB. SEMARANG
A. Analisis Terhadap Faktor Pendorong Suami Malakukan Poligami
Dalam melakukan poligami, seorang suami pasti mempunyai alasanalasannya. Alasan tersebut antara lain:
1. Jika terkena musibah akan banyak orang yang mendoakan
2. Menjalankan sunah Rasul
3. Tidak mempunyai keturunan
Faktor-faktor diatas diungkapkan oleh tiga orang suami. Faktor jika
suatu saat terkena musibah akan banyak orang yang mendo’akan diungkapkan
oleh Bapak Andri. Hal itu memang benar, karena jika memiliki istri lebih dari
satu, maka akan memperoleh banyak keturunan. Sehingga istri istri dan anakanaknya dapat mendoakan bersama-sama.
Menjalakan sunah Rasul juga merupakan faktor suami melakukan
poligami seperti yang diungkapkan oleh Bapak Hadi Suryo. Beliau
beranggapan bahwa salah satu cara untuk menjalankan ibadah yang
disunahkan oleh Rasul adalah dengan cara menikahi wanita lebih dari satu.
Agar wanita yang dinikahinya mempunyai panutan dalam menjalankan
kehidupan di dunia dan akhirat. Maka Bapak Hadi Suryo melakukan poligami
seperti yang dilakukan oleh Rasulullah saw.
50
Selain karena sunah rasul ada juga faktor suami melakukan poligami
yaitu tidak adanya keturunan dari perkawinannya. Hal ini terjadi pada Bapak
Mus’ab, ia menikah lagi karena istri tidak bisa memberikan keturunan seperti
yang diidamkan
setiap orang. Faktor semacam
ini wajar terjadi, karena
seorang suami pasti menginginkan datangnya seorang anak untuk meneruskan
kehidupan keluarganya. Maka dengan adanya hal tersebut seorang suami
dapat melakukan poligami atas dasar ijin dari istri.
B. Analisis Terhadap Pendapat Istri Tentang Poligami Yang Dilakukan
Oleh Suaminya
1. Karena membutuhkan patner dalam mengurus rumah tangga
2. Tidak ingin membebani anak-anak
3. Tidak mempunyai keturunan
Diatas merupakan alasan-alasan istri dalam memperbolehkan
suaminya untuk berpoligami. Dalam mengurus rumah tangga yang disibukkan
oleh urusan pekerjaan dan kesibukan lainnya, tidak jarang perhatian untuk
anak dan suami berkurang. Hal ini dirasa menjadi tidak sinkron dengan
kewajiban seorang istri yang seharusnya mengurus segala kebutuhan dan
kepentingan rumah tangga, maka dari itu dibutuhkan seorang partner untuk
mengurus segala urusan rumah tangga. Hal itu diungkapkan oleh Ibu Kenanga,
ia beranggapan bahwa dengan adanya seorang partner yang bisa diandalkan
maka segala urusan rumah lebih terkendali.
51
Selain menjadi partner dalam mengurus rumah tangga ia beranggapan
jika suatu saat nanti anak-anaknya kehilangan seorang ibu, maka masih ada
seorang ibu lagi untuk mendidik mereka dengan baik. Dari situ mereka tidak
akan kehilangan sosok seorang ibu dalam kehidupannya.
Tidak ingin anak-anaknya nanti kehilangan sosok ayah dalam
pertumbuhan mereka,
karena mereka akan
mendapatkan sosok ibu baru
karena hal itu dapat menjadi beban terberat bagi anak-anak. Khususnya dalam
perkembangan kejiwaannya, hal ini diungkapkan oleh Ibu Ussy. Ia
berpendapat dengan memperbolehkan suami berpoligami, maka kedekatan
mereka dengan ayahnya ditakutkan akan berkurang.
Dari sini ia beranggapan dengan memperbolehkan suaminya untuk
berpoligami, anak-anak masih bisa dekat dengan ayahnya. Selain itu ia juga
mendapatkan sosok ibu yang baru, yang bisa menjadi panutan mereka. Tidak
hanya mempunyai satu ibu, tapi ada dua ibu yang mampu memberikan kasih
sayang kepada mereka.
Tidak adanya kehadiran buah hati dalam kehidupan rumah
tangganya membuat Ibu Lis memperbolehkan suaminya untuk menikah lagi, ia
pasrah dalam menjalani kehidupan tersebut. Ia menyadari keadaannya, karena
dalam kehidupan rumah tangga tidak akan lengkap tanpa adanya kehadiran
seorang anak.
Keputusan ini memang berat untuk diterima, dalam hatinya ia merasa
bukan menjadi wanita yang sempurna. Tapi hal ini bukan salahnya atau siapa
pun, ini merupakan takdir dari Allah yang harus diterima. Ujian yang begitu
52
berat harus dijalani bagi seorang wanita, hal ini ia lakukan karena ingin
membahagiakan suaminya.
C. Analisis Terhadap Pandangan Masyarakat Tentang Adanya Poligami
Tiap masyarakat mempunyai pendapat yang berbeda-beda tentang hal
perkawinan poligami, hal itu disebabkan adanya faktor pengetahuan yang
minim dan prakteknya yang cenderung lebih sedikit ketimbang teori yang ada.
Dari masyarakat sendiri lebih memilih untuk mengikuti syari’at Islam yang
ada di dalam Al-Qur’an, maka dari itu dalam pandangan mereka perkawinan
Poligami merupakan sunah Rasul yang memang diajarkan. Tetapi jika tidak
mampu untuk melaksanakannya pun tidak dijatuhi hukum, boleh dilakukan
jika memang dianggap mampu untuk membagi cinta untuk keluarganya.
Sebagian masyarakat khususnya di Desa Suruh Kab. Semarang
memandang bahwa Perkawinan poligami belum menjadi hal yang umum/tabu
untuk diungkap, seperti yang diungkap oleh Bapak Khazim tentang poligami
itu sendiri sebenarnya diperbolehkan dan jika memang mampu untuk
dilakukan, hal itu sah-sah saja.
Beliau menyatakan jika seseorang mengambil keputusan maka akan
ada suatu kewajiban atau konsekuensi yang harus kita tanggung, sebuah
perkawinan merupakan dasar untuk membangun keluarga yang sejahtera
dengan menganut ajaran rasulullah saw. Memberikan sikap adil terhadap satu
istri saja belum tentu mampu seperti yang diharapkan apalagi dengan dua,tiga,
empat istri? Maka dari itu dalam melakukan Poligami harus memahami
53
sistem keadilan terlebih dahulu, agar nantinya tidak salah dalam menentukan
arah kehidupan rumah tangga.
Perasaan seseorang tidak bisa diukur dengan materi, terlebih seorang
wanita yang tidak rela jika hatinya dibagi dengan orang lain. Pernyataan ini
diujarkan oleh Bapak Fuad, perkawinan poligami bukanlah hal yang mudah
dijalani. Karena disini posisi wanita serba salah/terjepit keadaan, disatu sisi
dia ingin membahagiakan keluarganya dengan mengikuti ajaran Islam serta
mengharap ridhoNya. Namun, disisi lain ia harus rela suaminya membagi
kasih sayangnya dengan orang lain. Hal ini dapat menjadi beban yang berat
jika dari istri tidak mampu memberikan keikhlasannya, karena ini
menyangkut kehidupan rumah tangga.
Maka dari itu, Bapak Fuad menyatakan
perkawinan poligami
bukanlah hal yang mudah dijalani bagi seseorang karena ini sudah
menyangkut hati seseorang yang sifatnya lebih sensitif. Beliau beranggapan
bahwa seorang wanita bisa jadi korban utama dalam poligami, Mengapa?
Karena dalam prakteknya posisi wanita lebih dirugikan daripada diuntungkan,
kerugian yang diperoleh adalah jika sikap suami /pemahamannya kurang
menyeluruh tentang konsep keadilan dalam pelaksanaan perkawinan
poligami. Ini akan menjadi akar masalah dalam kehidupan rumah tangga,
seperti nafkah secara financial yang tidak maksimal. Serta pembagian jatah
menginap jika salah satu dari istri tinggal terpisah dan perhatian terhadap
anak-anaknya yang tidak bisa terpenuhi secara utuh. Karena dalam hal ini
suami mempunyai kewajiban lebih, yang biasanya menghidupi satu keluarga
54
tetapi kini harus menghidupi dua keluarga. Dan tanggung jawab yang dipikul
terasa lebih berat dari yang lain, hal ini menjadi konsekuensi yang harus
ditanggung.
Kemampuan seseorang dapat diukur dari tanggung jawab yang
dipikul, hal ini diungkapkan oleh Bapak Nur Salim tentang perkawinan
poligami. Tidak ada larangan bagi seseorang untuk berpoligami, jika orang
tersebut memiliki kemampuan untuk adil kepada istri-istrinya.
Yang dimaksud disini adalah mampu untuk bertanggung jawab atas
semua keputusan yang telah diambil yaitu memenuhi kewajiban serta hakhak istri dan anak-anak. Maka dari itu kadar dari kemampuan itu sendiri
cenderung kepada kebutuhan ekonomi, tidak dipungkiri lagi jika dalam suatu
perkawinan tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup maka akan muncul
masalah-masalah yang bisa merusak kehidupan rumah tangga. Begitu juga
dengan pembagian kasih sayang terhadap kedua istri dan anak-anaknya, harus
sama dan tidak boleh ada ketimpangan antara satu dengan yang lainnya.
Tetapi, jika memang tidak mampu berlaku adil maka tidak disarankan untuk
berpoligami lebih baik memiliki seorang istri saja agar hidupnya tentram.
Untuk apa memiliki banyak istri tapi kehidupan rumah tangganya tidak
tentram, dan hanya kemadharatan yang didapat. Perkawinan bukan untuk
mencari madharat akan tetapi mencari kebahagiaan dunia akhirat, karena
tujuan utama dari perkawinan adalah untuk membangun sebuah keluarga
yang utuh dan sejahtera lahir batin.
55
D. Analisis Terhadap Hukum Islam Dan Undang-Undang NO. 1
tahun 1974
Terdapat persamaan tentang ketentuan berpoligami dalam hukum
islam dan UU NO.1 tahun 1974. Dalam Hukum Islam poligami itu
diperbolehkan dengan ketentuan mendapat izin dari istri, mampu menafkahi
lahir dan batin serta berlaku adil terhadap istri-istrinya. Kemudian, didalam
UU NO. 1 tahun 1974 memperbolehkan jika ingin berpoligami yaitu dengan
syarat istri memberikan persetujuan baik secara lisan maupun tertulis pada
pihak Pengadilan. Selain itu juga mampu untuk berlaku adil dalam
memberikan nafkah lahir maupun batin, terhadap keluarga seperti yang
tertera dalam UU NO. 1 tahun1974 pasal 41. Jadi, pada dasarnya jika
seseorang ingin berpoligami diperbolehkan dengan syarat maupun ketentuan
yang ada.
Dalam Hukum Islam, terdapat perbedaan tentang boleh atau tidaknya
berpoligami. Ada pendapat ulama yang membolehkan maupun yang tidak
membolehkan.
Yang
menanggapi
dengan
positif
beralasan,
dalam
berpoligami ada beberapa syarat yaitu jika suami mampu dalam arti mampu
menafkahi lahir dan batin serta pembagian jatah malam kepada istri-istrinya.
Dan wajib untuk berlaku adil secara benar seperti yang diajarkan Rasul serta
tertulis didalam Al Qur’an dan Hadits.
Ulama yang berpendapat negatif mengatakan bahwa Poligami
bukanlah hal yang masuk akal, jika tidak disertai alasan yang jelas. Hal ini
jelas tidak diperbolehkan, karena jika dilihat dari faktor-faktor yang ada di
56
masyarakat pada umumnya hanya berdasar pada ketidak puasan saja. Yang
dimaksud adalah lebih kepada kepuasan biologis semata, dengan kata lain
hanya berdasarkan nafsu. Seorang suami merasa tidak puas dengan apa yang
diberikan oleh istri (kebutuhan biologis), maka hal itu yang pada akhirnya
menjadi pemicu seseorang berpoligami.
Padahal sebenarnya Poligami dilakukan karena Rasul mengajarkan
untuk menolong para janda-janda tua yang sudah tidak mampu serta yang
ditinggal mati suaminya saat berperang sehingga kehidupannya terlantar.
Ditakutkan jika tidak dinikahi maka tidak ada yang mampu melindungi
mereka secara utuh, karena pada masa itu masih banyak terjadi peperangan
sehingga wanita sering menjadi korban pelecehan oleh kaum kafir. Jadi,
Poligami diperbolehkan, asalkan bertujuan untuk ibadah bukan untuk
memuaskan hawa nafsu.
Dalam UU NO. 1 tahun 1974 pasal 41 poin b disebutkan bahwa
suami tidak dapat berpoligami jika tidak ada persetujuan dari istri baik secara
lisan maupun tertulis yang harus diucapkan di Pengadilan, dan jika ada suami
yang berpoligami tanpa adanya persetujuan istri maka perkawinannya
dianggap tidak sah secara Hukum.
Dengan demikian, hal-hal yang bersangkutan dengan proses tersebut
harus diketahui oleh pihak Pengadilan. Disini peran majlis Hakim sangat
membantu dalam mempertimbangkan/memutus permohonan tersebut, karena
merekalah yang memahami situasi maupun kondisi yang dihadapi oleh
57
pemohon dan mampu memberi keputusan yang bijak sekiranya dapat
memberi jalan keluar sebagaimana mestinya.
Maka dari itu, dalam mengambil keputusan untuk berpoligami dari
pihak pemohon sendiri harus memiliki pertimbangan yang matang baik
secara materiil/immateriil. Selain itu di pertimbangkan juga tentang hak-hak
istri yang sering dilupakan oleh suami., karena pada umumnya jika seseorang
telah menikah dan memiliki istri lebih dari satu hak dari istri itu sendiri
terabaikan. Hal ini tidak diperbolehkan karena bisa berdampak buruk bagi
keutuhan rumah tangga itu sendiri.
Selain itu peran suami juga sangat berpengaruh besar terhadap
kelangsungan rumah tangga yang dibangun, demikian juga seorang istri yang
menjadi panutan bagi anak-anaknya kelak akan tumbuh menjadi manusia
dewasa.
Jika seorang suami tidak mampu menunjukkan bagaimana
memperlakukan istri secara adil, jasmani dan rohani maka akan berdampak
buruk juga pada psikologis istri itu sendiri.
Jika dicermati dengan seksama, disini istri lebih banyak berkorban
ketimbang suami. Karena pada dasarnya kaum perempuan harus lebih
berbesar hati atas apa yang dialaminya, penulis mencoba menganalisa
bagaimana seorang wanita berjuang dalam menghadapi kehidupan rumah
tangga yang lebih kompleks. Pada umumnya perkawinan Poligami banyak
ditentang oleh sebagian orang, karena dianggap perbuatan yang kurang
manusiawi dan mengesampingkan hak-hak perempuan.
58
Sebagai kaum mayoritas yang menghargai hak-hak kaum perempuan,
penulis sekiranya kurang sependapat dengan adanya Perkawinan Poligami.
Walaupun tidak banyak dari perkawinan tersebut dapat berjalan harmonis,
akan tetapi dalam praktek dilapangan yang ada perkawinan tersebut mampu
berjalan dengan baik. Tanpa menutup kemungkinan adanya perselisihan
dalam perkawinan itu sendiri.
E. Manfaat dan Madharat Poligami.
Tidak diragukan lagi bahwa poligami jika dilihat dari satu sisi akan
mempunyai manfaat yang sangat berarti bagi pelakunya, tetapi jika dilihat
dari sisi lain sebaliknya akan menimbulkan banyak madharat. Dari sisi
poligami akan menimbulkan banyak manfaat, diataranya
Pertama: Manfaat Poligami, diantaranya:
1. Dalam hal negara dimana jumlah perempuan lebih banyak dari pada lakilaki maka poligami dapat mengatasi masalah krisis perkawinan. Karena jika
harus dipaksakan satu laki-laki dengan satu perempuan maka akan terjadi
kesenjangan bagi wanita yang tidak memiliki jodoh. Demikian juga bagi
laki-laki yang mempunyai nafsu super extra kuat jiaka hanya memiliki satu
perempuan saja dan disaat itu pula isteri sedang ada halangan/datang
bulan dan ia mempunyai kemampuan dan memenuhi syarat poligami maka
ia akan tersiksa jika ia tidak poligami.
59
2. Dalam hal isteri tidak melahirkan keturunan, karena sakit, mandul dan
karena sebab lain maka poligami dapat dijadikan sebaggai solusi bagi suami
untuk mengatasi masalah keturunan. Jika suami tidak mengambil cara ini,
apakah suami rela dengan kondisi seperti itu tidak mempunyai anak karena
disebabkan isteri mandul? Jika suami harus dipaksakan dengan kondisi
seperti itu tentu isteri juga menzhalimi suami karena ia telah mengkang suami
harus menerima dengan kondisi isteri tidak melahirkan keturunan.
Kedua: Madharat Poligami, diantaranya:
1. Kemungkinan suami tidak berlaku adil, sebagai misal:seorang anak yang
bapaknya berpoligami menceritakan pengalamannya dalam Kompas (6
Oktober 2003). Penulis ini mempunyai kenangan indah dengan bapaknya
waktu masih kecil. Akan tetapi, saat bapaknya menikah lagi, dia dan delapan
saudaranya merasa tidak diperhatikan lagi. Menurut penulis ini, bapaknya
tidak berlaku adil. Misalnya, kedua istrinya melahirkan anak perempuan
dengan selisih hanya beberapa minggu. Untuk anak dari istri mudanya
dilaksanakan kenduri, sedangkan untuk anak dari istri tuanya tidak
diadakannya upacara apa-apa. Menurut penulis, adik bungsunya ini menjadi
pemberontak karena dia tidak pernah merasakan kasih sayang dari bapaknya.
2. Poligami berpotensi menciptakan rasa cemburu bagi sesama isteri. Jika
dipahami jiwa perempuan sangat sensitis dalam hal segala yang berhubungan
dengan cinta. Apapun bentuknya yang dapat menyerang kemerdekaannya
akan selalu ditolak oleh perempuan, terutama hal-hal yang berhubungan
60
dengan rasa cinta. Dalam istilah sisnis poligami sebenarnya merupakan
tindakan penyimpangan dari bentuk perkawinan dengan asas monogami.
Ada tiga hal penyimpangan di dalam perkawinan pada umumnya:
Pertama: Nikah poligami, sebagaimana telah penulis uraikan di atas,
dimana poligami itu merupakan perkawinan yang bertujuan untuk mengatai
masalah suami tetapi dibalik itu menimbulkan masalah baru yang
dibebankan kepada isteri yang dipoligami, istilah lain mengatasi masalah,
tetapi menimbulkan masalah.
Kedua: Nikah
mut’ah,
atau
dengan
istlah
lain
disebut kawin
kontrak. Dikatakan kawin kontrak karena orang hanya akan menikahi
perempuan yang ia kehendaki hanya untuk waktu tertentu, misalnya 1 (satu)
minggu atau 1 (satu) bulan. Setelah lewat waktu yang dijanjikan maka habis
dengan sendirinya. Perkawinan model ini tidak ada tujuan memperoleh atau
memelihara keturunan, melainkan hanya untuk memenuhi keperluan syahwat
semata. Perkawinan model ini dulu oleh Rasulullah SAW diperbolehkan,dan
berjalan tidak lama, tetapi kemudian Rasulullah melarang bentuk perkawinan
ini , sebagaimana disebutkan di dalam Hadis Riwayat Ibnu Majah:
ِ‫ح َّر َههَا اِلى يَىْمِ الِقيَاهَة‬
َ َ‫يَا ُيهَاالٌَاس اًِِى كٌُْتُ اَذًَْتُ َلكُن ْفِي االسْ ِتوْتَاعَ اَالَ َواِىَ اهلل‬
Artinya: Wahai manusia sesungguhnya dahulu saya mengizinkan kawin
mut‟ah kepada kamu sekalian, tetapi ingat sekarang Allah SWT telah
mengharamkan hingga hari qiamat.
61
Di dalam Hadis lain disebutkan sebagai berikut:
ِ‫ح ُوّر‬
ُ ‫علِى ابْي اَبِي طََا لِب اَىَ َرسُىلُ اهلل ًَهَى هُ ْتعَةَ ال ٌِسَاء يَىْمَ خَيْ َبّرَ وَعَيْ لُحُىْمِ ال‬
َ ْ‫عَي‬
ِ‫اال ًْسِيَة‬
Artinya:
Dari Ali bin Abi Talib bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW melarang
kawin mut’ah pada perang Khaibar dan melarang memakan daging Himar
Jinak.
Al-Khattabi menegaskan bahwa hukum keharaman kawin mut’ah itu
telah ijma’ (sepakat) ulama’ kecuali sebagian Ulama Syi’ah saja yang
tidak mengharamkan. Hukum keharaman nikah mut’ah itu bahkan menurut
Imam al-Baihaqi dari Ja’far bin Muhammad mengatakan bahwa nikah mut’ah
itu termasuk zina.
Ketiga: Nikah sirri. Istilah kawin sirri, baik di dalam kitab fiqh maupun di
dalam UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan tidak diatur dengan jelas,
tetapi secara tekstual di dalam UU No. 1 tentang perkawinan dapat
dipahami pada bab I Ps 1 disebutkan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir
bathin
antara
seorang
pria dengan
seorang wanita sebagai
suami
isteri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga) yang bahagia kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada ps 2 ayat 1 disebutkan
bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu Pada ayat 2 dijelaskan bahwa
62
tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Menurut penulis kawin sirri sah menurut agamanya, tetapi dari segi
perundang-undangani belum memenuhi kriteria, yaitu adanya pencatatan.
Pencatatan menurut penjelsan UU No. 1 tahun 1974 atau Peraturan
Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang penjelasan UU No. 1 tahun 1974
tentang Perkawinan ditegaskan bahwa pencatatan perkawinan dari mereka
yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam dilakukan oleh
pegawai pencatat sebagaimana dimaksud dalam UU No. 32 1954 tentang
pencatatan nikah talak dan rujuk.
Tegasnya Pegawai Pencatat Nikah itu adalah Pejabat KUA setempat.
Perkawinan yang tidak memenuhi syarat ini, termasuk kawin sirri tidak
mempunyai akibat hukum, sehingga dikhawatirkan jika dikemudian hari
terjadi perselisihan yang mengakibatkan perceraian semua hak-hak wanita
yang dikawini sirri, seperti hak nafkah, rumah tempat tinggal, hak anak, hak
saling mewarisi tidak dapat dituntut di muka pengadilan, dan ini sangat
merugikan kepada pihak wanita yang dinikahi secara sirri.
63
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu ikatan
atau akad yang sangat kuat/mitsaqan ghalidzan. Disamping itu perkawinan
tidak lepas dari unsur mentaati perintah Allah dan melaksanakannya adalah
ubudiyah (ibadat). Yang bertujuan untuk membina dan membentuk
terwujudnya hubungan ikatan lahir batin antara seorang
pria dan wanita
sebagai suami istri dalam kehidupan rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan agama Allah.
Faktor-faktor Poligami menurut Hukum Islam dan UU NO.1 tahun
1974 adalah istri tidak dapat menjalankan kewajibannya lagi, tidak dapat
menghasilkan keturunan, istri menderita sakit yang tidak bisa disembuhkan.
Hal ini menjadi acuan yang baku karena telah sah dimata hukum, akan tetapi
tidak menutup kemungkinan jika permohonan tersebut ditolak oleh pihak
pengadilan karena syarat yang disebutkan tidak tercantum didalamnya.
Dalam berpoligami seorang suami harus berlaku adil terhadap istriistrinya, jika dalam perkawinan tersebut suami tidak mampu berlaku adil maka
kehidupan rumah tangga tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Adil yang
dimaksud disini adalah
memberikan penghidupan yang layak terhadap
keluarganya serta memenuhi kebutuhan hidup secara jasmani dan rohani.
Selain itu kerelaan dari istri juga harus diperhatikan, hal ini akan
berdampak pada keharmonisan rumah tangga itu sendiri, selain itu tanggapan
64
masyarakat tentang poligami itu sendiri beragam. Masyarakat awam
beranggapan bahwa poligami merupakan perbuatan yang kurang manusiawi
khususnya terhadap kaum wanita, tetapi pada prakteknya perkawinan poligami
mampu berjalan secara harmonis. Hal itu disebabkan karena adanya rasa saling
pengertian terhadap pasangan, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi
perselisihan antara suami dan istri-istrinya.
B. Saran
1. Pelaku Poligami
a. Suami
Mengajarkan kepada orang-orang yang ingin berpoligami atau yang
sudah berpoligami, untuk memahami bagaimana konsep adil dalam
perkawinan poligami secara benar.
b. Istri
Memberikan panutan yang baik kepada para istri dalam menghadapi
persoalan hidup yang dihadapi, serta menjadi contoh yang baik bagi
para pelaku lainnya.
c. Lingkungan
Masyarakat memandang perkawinan poligami masih secara awam, dan
dianggap sebagai hal yang tabu. Hal yang tidak bisa diterima
dikalangan masyarakat umum lainnya. Maka dari itu masyarakat perlu
memahami bagaimana perilaku poligami yang ada dalam lingkungan
masyarakat.
65
2. Pembaca
Menjadikan sebuah wacana dan ilmu pengetahuan bagi para insan
pembaca yang budiman.
C. Kata penutup
Demikian skripsi ini kami buat semoga dapat dijadikan suatu
pembelajaran serta sarana ilmu pengetahuan dimasa yang akan datang.
66
DAFTAR PUSTAKA
Mulia, M. 2000. Pandangan Islam Tentang Poligami. Jakarta : Lembaga Kajian
Agama dan Gender dengan Perserikatan Solidaritas Perempuan dan The
Asia Foundation.
Wibisono, Y. 1980. Monogami atau Poligami, Masalah Sepanjang Masa. Jakarta :
bulan Bintang.
Departemen Agama RI. 1998. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta :
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.
Hamdani, Al H.S.A. 2001. Risalah Nikah (Hukum Perkawinan Islam). Jakarta :
Pustaka Amani.
Hadi Sutrisno, Prof. MA. 2004. Metodologi Research. Yogyakarta : ANDI
Ali Zaenudin. Drs. 2000. Filsafat Hukum Islam. Jakarta : Grafindo
Skripsi Sudibyo, 2001. “Konsep Keadilan Dalam Berpoligami Menurut Hukum
Islam”. STAIN Salatiga.
Nur Dimaan, Drs. H. 1993. Fiqh Munakahat. Semarang : DINA UTAMA
Skripsi Siti Mulyani. 1997. Poligami Dalam Perspektif Keadilan Gender”. STAIN
Salatiga.
Skripsi M. Sholihan. 1999. “Poligami Dalam Perspektif Fazlur Rahman”. STAIN
Salatiga.
Hamid Abdul Muhyiddin Abu Usamah. 2006. Legalitas Poligami menurut Sudut
Pandang Ajaran Agama Islam. Yogyakarta : SKETSA
Download