1 RULE EXTRACTION CLASSIFICATION

advertisement
RULE EXTRACTION CLASSIFICATION MENGGUNAKAN
JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA DATA MINING
Amroni, S.Kom, M.Kom
email: [email protected]
Abstrak
Klasifikasi merupakan salah satu bagian dalam data mining yang memprediksikan tiaptiap record data ke dalam kelas-kelas tertentu berdasarkan pola data, karena itu klasifikasi
termasuk pembelajaran yang terawasi. Namun dikarenakan jumlah data yang ada
sekarang ini bervolume besar, data mining kesulitan untuk mendapatkan pengetahuan atau
pola dari data tersebut. Biasanya pola yang didapat memiliki tingkat akurasi prediksi yang
kurang bagus, dan hal ini sangat merugikan dalam proses prediksi klasifikasi data mining
selanjutnya. Jaringan Syaraf Tiruan (JST) merupakan salah satu bagian dari kecerdasan
buatan yang memiliki keandalan dalam melakukan pembelajaran, ada dua pembelajaran
yaitu terawasi dan tidak terawasi. JST memiliki keakuratan yang tinggi dalam melakukan
prediksi berdasarkan pembelajaran yang dilakukan. Akan tetapi JST sekarang ini hanya
dapat memberikan pengetahuan yang bersifat implisit, dikarenakan pengetahuan
pembelajaran disimpan dalam bobot-bobot keterhubungan antar node. Adapun tujuan
dilakukanya penelitian tugas akhir ini adalah mendapatkan pola klasifikasi pada data
mining menggunakan jaringan syaraf tiruan yang eksplisit dari data latih yang diberikan,
sehingga mudah dimengerti dalam bahasa manusia. Gambaran secara umum dari
penelitian Tugas Akhir ini adalah membangun metode ekstraksi dari Jaringan Syaraf
tiruan(JST) yang diterapkan pada klasifikasi data mining dimana keluarannya berupa pola.
Secara umum, jaringan syaraf tiruan mampu memberikan tingkat keakuratan prediksi yang
relative tinggi. Namun begitu, JST cukup sulit dimengerti karena tidak secara eksplisit
memberikan pola atau aturan (rules) dalam bahasa manusia yang dapat dimengerti.
Ekstraksi pola klasifikasi menggunakan JST pada Data mining merupakan salah satu
jawaban atas permasalahan itu.
Kata kunci : data mining, decision tree, Rule Extraction menggunakan JST
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Klasifikasi merupakan salah satu bagian dalam data mining yang memprediksikan
tiap-tiap record data ke dalam kelas-kelas tertentu berdasarkan pola data, karena itu
klasifikasi termasuk pembelajaran yang terawasi. Namun dikarenakan jumlah data yang ada
sekarang ini bervolume besar, data mining kesulitan untuk mendapatkan pengetahuan atau
pola dari data tersebut. Biasanya pola yang didapat memiliki tingkat akurasi prediksi yang
kurang bagus, dan hal ini sangat merugikan dalam proses prediksi klasifikasi data mining
selanjutnya.[1]
Jaringan Syaraf Tiruan (JST) merupakan salah satu bagian dari kecerdasan buatan yang
memiliki keandalan dalam melakukan pembelajaran, ada dua pembelajaran yaitu terawasi
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
1
dan tidak terawasi. JST memiliki keakuratan yang tinggi dalam melakukan prediksi
berdasarkan pembelajaran yang dilakukan. Akan tetapi JST sekarang ini hanya dapat
memberikan pengetahuan yang bersifat implisit, dikarenakan pengetahuan pembelajaran
disimpan dalam bobot-bobot keterhubungan antar node.
Adapun tujuan dilakukanya penelitian tugas akhir ini adalah Mendapatkan pola klasifikasi
pada data mining menggunakan jaringan syaraf tiruan yang eksplisit dari data latih yang
diberikan, sehingga mudah dimengerti dalam bahasa manusia.
Gambaran secara umum dari penelitian Tugas Akhir ini adalah membangun metode
ekstraksi dari Jaringan Syaraf tiruan(JST) yang diterapkan pada klasifikasi data mining
dimana keluarannya berupa pola.
Secara umum, jaringan syaraf tiruan mampu memberikan tingkat keakuratan prediksi yang
relative tinggi. Namun begitu, JST cukup sulit dimengerti karena tidak secara eksplisit
memberikan pola atau aturan (rules) dalam bahasa manusia yang dapat dimengerti.
Ekstraksi pola klasifikasi menggunakan JST pada Data mining merupakan salah satu
jawaban atas permasalahan itu.
1.2 Perumusan Masalah
Dari Penjelasan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan pokok diantaranya
adalah :
1.
JST biasanya berupa sebuah layer-layer grafik, dimana keluaran dari satu node
merupakan masukan bagi node selanjutnya. Pola klasifikasi yang didapat dengan
menggunakan JST biasanya berada di dalam struktur grafik dan juga bobot dari JST
sendiri atau hanya berupa sebuah ‘black box’ saja. Sehingga pola klasifikasi sulit
untuk dimengerti oleh manusia.
2.
Query pada Database Management System memberikan akses terhadap data yang
disimpan, namun memiliki keterbatasan untuk menggali informasi lain seperti
bagaimana melakukan prediksi berdasarkan data yang ada.
1.3 Tujuan
Berdasarkan pada masalah yang telah didefinisikan di atas, maka tujuan Tugas Akhir ini
adalah Mendapatkan pola klasifikasi pada data mining menggunakan jaringan syaraf tiruan
yang eksplisit dari data latih yang diberikan, sehingga mudah dimengerti dalam bahasa
manusia.
1.4 Batasan Masalah
Dalam Tugas Akhir ini, yang akan dibahas adalah suatu implementasi Rule Extraction
menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan dengan batasan masalahnya sebagai berikut :
1.Basis Data yang akan dijadikan kajian hanya pada data bertipe record yang telah
terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu data latih dan data uji.
2.Jumlah Hidden Layer, 1 layer
3.Tidak menangani data pre-processing
4.Fungsi Aktivasi menggunakan fungsi sigmoid
5.Data input telah terdiskretisasi.
2. LANDASAN TEORI
2.1. Knowledge Discovery in Database(KDD) Processes
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
2
Proses KDD adalah proses yang kompleks untuk mengidentifikasi validitas, pola yang baru,
pola yang berguna dan pada akhirnya pola yang dapat dipahami dalam data.
Langkah-langkah yang terdapat dalam proses KDD adalah sebagai berikut :
1.Pembersihan data (membuang noise dan data yang tidak konsisten).
2.Integrasi data (Penggabungan data dari beberapa sumber).
3.Seleksi data (memilih data yang relevan yang akan digunakan untuk analisa)
4.Transformasi data (data diubah dalam bentuk yang sesuai)
5.Data mining
6.Evaluasi pola
7.Presentasi pengetahuan dengan teknik visualisasi
Data Mining
Pengertian Data Mining
Data mining adalah proses ‘penambangan data’ dari sekumpulan data yang besar untuk
mencari pengetahuan yang tersimpan [2,3].
Fungsionalitas Data Mining
Suatu sistem data mining bisa menjalankan lebih dari satu fungsi sebagai berikut [2,3] :
1. Deskripsi konsep/kelas
Data dapat diasosiasikan dengan kelas atau konsep. Misalnya, pada sebuah toko
komputer adalah monitor dan keyboard, dengan konsep pelanggannya bigSpenders
(pembelian dalam jumlah besar) dan budgetSpender(pembelian yang teranggarkan).
Dengan demikian deskripsi konsep/kelas memberikan ringkasan yang jelas dan
tepat dari sekumpulan data. Deskripsi ini diperoleh melalui : (1) karakteristik data
yaitu menentukan, atau (2) diskriminasi data yaitu membandingkan serta
menganalisa perbedaan antar kelas, atau (3) kedua-duanya.
2. Analisa Asosiasi
Analisa asosiasi adalah penemuan aturan asosiasi yang didapat dari frekuensi suatu
atribut pada sekumpulan data. Analisa asosiasi biasanya digunakan untuk market
basket atau analisa data transaksi.
3. Klasifikasi dan prediksi
Klasifikasi merupakan proses pencarian sekumpulan model (atau fungsi) yang
menggambarkan dan membedakan kelas atau konsep data dengan maksud menggunakan
model tersebut sebagai prediksi terhadap kelas atau objek dimana label kelas tersebut tidak
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
3
diketahui. Sedangkan prediksi sama halnya seperti klasifikasi hanya saja label yang ingin
diketahui bertipe continues. Beberapa metode klasifikasi pada data mining yang biasa
digunakan adalah : decision tree, bayesain, neural networks (yang digunakan dalam
tugas akhir ini) , k-nearest neighbour, dan lain-lain.
4. Analisa Cluster
Seperti halnya klasifikasi dan prediksi yang menganalisa label kelas dari objek data,
analisa clustering objek data tidak menggunakan label kelas yang telah diketahui. Analisa
cluster digunakan untuk mengidentifikasi clusters (kumpulan objek data yang mirip satu
sama lain)
5. Analisa Outlier
Sebuah basis data mungkin saja mengandung objek data yang tidak mengikuti
perilaku umum atau model data. Model data itu disebut outliers. Kebanyakan metode data
mining membuang outliers sebagai noise atau pengecualiannya.
6. Analisa Evolusi
Merupakan suatu analisa untuk mengetahui trend dan deviasi, sequential pattern mining,
analisa periodesitas, dan analisa similarity-based.
2.3 Jaringan Syaraf Tiruan (JST)
Jaringan Syaraf Tiruan adalah sistem komputasi dimana arsitektur dan operasi
diilhami dari pengetahuan tentang sel syaraf biologi di dalam otak. JST dapat digambarkan
sebagai model matematis dan komputasi untuk fungsi aproksimasi nonlinier, klasifikasi
data, cluster dan regresi non parametrik atau sebagai sebuah simulasi dari koleksi model
syaraf biologi[4,5].
JST menyerupai otak manusia dalam 2 hal, yaitu[5] :
1. Pengetahuan diperoleh jaringan melalui proses belajar
2. Kekuatan hubungan antar sel syaraf (neuron) yang dikenal sebagai bobot-bobot
sinaptik digunakan untuk menyimpan pengetahuan.
JST mempunyai sifat dan kemampuan :
1. Nonlinearitas (Nonlinearity)
2. Pemetaan input-output (input-output mapping)
3. Adaptivitas (Adaptivity)
4. Respon yang jelas (Evidential response)
5. Informasi yang sesuai keadaan (Contextual Information)
6. Toleransi kesalahan (fault tolerance)
7. Kemampuan implementasi pada VLSI (VLSI Implementability)
8. Keseragaman analisis dan perancangan (Uniformity of Analysis and Design)
9. Analogi sel syaraf biologi (Neurobiological Analogy)
JST adalah jaringan yang keterhubungannya padat dari elemen komputasi yang sederhana
yaitu neurons. Terdapat beragam topologi jaringan yang berbeda.[1]. Diantaranya, multilayer perceptron biasanya digunakan untuk mengimplementasikan fungsi klasifikasi.
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
4
Gambar 2.2 : JST feedforward 3 layer
Gambar 2.2 menampilkan jaringan feedforward 3 layer, yang meliputi sebuah layer
input , sebuah layer hidden, dan sebuah layer output. Sebuah node(neuron) pada jaringan
memiliki sejumlah input dan sebuah output.sebagai contoh, misal sebuah neuron, Hj pada
layer hidden memiliki xi1, xi2,.., xin sebagai input dan aj sebagai output-nya. Link input Hj
memiliki bobot wj1,wj2,..,wjn. Node menghitung activation value, sebagai output dengan
menjumlahkan bobot-bobot input , substrac threshold, dan memasukkan hasilnya kedalam
sebuah fungsi non-linier,f(fungsi aktivasi). Output dari neuron di sebuah layer merupakan
masukan bagi neuron di layer berikutnya. Dalam hal ini, jika sebuah input tuple digunakan
pada layer input, maka output tuple didapat dari layer output. Untuk sebuah jaringan yang
merepresentasikan fungsi klasifikasi, jika tuple (x1,x2,..,xn) digunakan pada layer input
jaringan, maka output tuple (c1,c2,..,cm) harus didapatkan, dimana ci memiliki nilai 1 jika
input tuple merujuk kepada kelas ci dan nilai 0 bila selainnya.
Network Training
[1]Tujuan training jaringan adalah untuk mencari sekumpulan bobot pada jaringan
yang mampu untuk mengklasifikasikan input tuple sesuai dengan kelasnya pada batas
akurasi tertentu (MSE). Sekumpulan bobot diinisialisasi secara acak pada interval [0,1].
Perubahan bobot secara normal dilakukan dengan menggunakan informasi yang meliputi
threshold(MSE) dari fungsi error. Training berhenti saat nilai threshold(MSE) dari fungsi
error ini berada dibawah nilai yang ditentukan.
Misalkan sebuah input tuple pada sebuah bentuk n-dimensi akan diklasifikasikan
kedalam 3 kelas; A, B, C. Jumlah node pada layer input berkoresponden dengan dimensi
(total diskrit) dari input tuple. Jumlah node pada layer output sebanding dengan jumlah
kelas yang diklasifikasikan, dimana pada kasus ini, 3. Jaringan dilatih dengan nilai target
{1,0,0} untuk pola kelas A, {0,1,0} untuk pola kelas B, {0,0,1} untuk pola kelas C. Sebuah
input tuple akan diklasifikasikan masuk ke dalam kelas A,B, atau C jika nilai aktivasi
terbesar di dapat oleh node pertama, kedua atau ketiga. Untuk proses training kami
menggunakan algoritma Backpropagation.
2.3.1.1 Algoritma Backpropagation
 Inisialisasi bobot (ambil bobot awal dengan nilai random yang cukup kecil)
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
5
 Kerjakan langkah-langkah berikut selama kondisi berhenti bernilai FALSE :
1. Untuk tiap-tiap pasangan elemen yang kan dilakukan pembelajaran, kerjakan :
Feedforward :
a. Tiap-tiap unit input (Xi,, i=1,2,3,..,n) menerima sinyal xi dan meneruskan sinyal
tersebut ke semua unit pada lapisan yang ada diatasnya (lapisan tersembunyi)
b. Tiap-tiap unit tersembunyi(Zi , j=1,2,3,..,p) menjumlahkan sinyal-sinyal input
terbobot :
n
z_inj = v0j +

i 1
xi vij
gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya :
zj = f(z_inj)
dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit output)
c. Tiap-tiap unit output (Yk, k=1,2,3,..,m) menjumlahkan sinyal-sinyal input
terbobot.
p
y_ink = w 0k +

i 1
zi wjk
gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya :
yk = f(y_ink)
dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit output)
tiap-tiap unit output hitung :
Backpropagation
d. Tiap-tiap unit output (Yk, k=1,2,3,..,m) menerima target pola yang
berhubungan dengan pola input pembelajaran, hitung informasi errornya :
 k = (tk-yk) f’(y_ink)
kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakan untuk
memperbaiki nilai wjk) :
 wjk =  k Zj
hitung juga koreksibias (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai
w 0k) :
w 0k =  k
kirimkan  k ini ke unit-unit yang ada di lapisan bawahnya
e. Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j=1,2,3,..,p) menjumlahkan delta inputnya (dari
unit-unit yang berada pada lapisan atasnya) :
 _inj =
m

k 1
 k wjk
kalikan nilai ini dengan turunan dari fungsi aktivasinya untuk menghitung
informasi error :
 vjk =  j xi
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
6
hitung juga koreksi bias (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai
v0j) :
 v0j =  j
f. Tiap-tiap unit output (Yk, k=1,2,3,..,m) memperbaiki bias dan
bobotnya(j=0,1,2,..,p) :
wjk (baru) = wjk (lama) +  wjk
Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj,j=1,2,3,..,p) memperbaiki bias dan bobotnya
(i=0,1,2,..,n) :
vij(baru) = vij(lama)+  vij
2. Hitung average sum square
3. Tes Kondisi Berhenti
4. Tiap-tiap Bobot Input, Vij buatkan nilai koefisiennya, KVi. Dimana KVi Total
dari Bobot Input, Vij sesuai tiap Input node-nya ke sejumlah node pada hidden
layer.
total _ hidden_ node
KVi =
 | Vij | ,
j 1
i=1,2,..,total diskrit input
j=1,2,..,total hidden node
5. Tiap-tiap Bobot Output, Wij buatkan nilai koefisiennya, KWi. Dimana KWi
Total dari Bobot Input, Wij sesuai tiap Input node-nya ke sejumlah node pada
hidden layer.
total _ hidden _ node
KWi =
 | Wij | ,
j 1
i=1,2,..,total diskrit jumlaj kelas
j=1,2,..,total hidden node
2.3.2 Network Pruning
[1]Jaringan yang keterhubungannya secara penuh akan kita dapatkan dari proses
training. Biasanya terdapat sejumlah besar link pada jaringan. Dengan n node input, h node
hidden, dan m node output, maka terdapat h(m+n) link. Hal ini sangat menyulitkan untuk
meng-articulate jaringan tersebut. Tujuan dari fase pruning adalah menghilangkan
sejumlah link tanpa mempengaruhi akurasi klasifikasi jaringan secara besar.
Pada proses pruning ini kita menggunakan konsep dimana kita dapatkan nilai
akurasi terendah mungkin sampai mendapatkan nilai akurasi diatas batas tertentu.
Algoritma pruning Jaringan Syaraf Tiruan
1. Tentukan variabel  1 , antara 0-1, biasanya kita gunakan nilai awal = 0.5
2. Uji Jaringan hasil training. Latih jaringan sampai nilai akurasi tertentu didapat
dan untuk tiap pola yang terklasifikasi benar memenuhi kondisi satu (1).
Dimana (w,v) bobot dari jaringan
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
7
3. Ambil Jaringan Hasil Training.
4. Untuk tiap wml , jika |wml |<  1 maka hilangkan wml dari jaringan
5. Untuk tiap vmp , jika |vmp| <  1 , maka hilangkan vmp dari jaringan.
6. Latih ulang jaringan lagi, turunkan nilai  1. Jika akurasi dari jaringan berada di
atas tingkat yang ditentukan, maka berhenti. Selain itu kembali ke langkah ke-3.
2.3.3 Rule Extraction
[1]Sejumlah masalah timbul mengenai sulitnya menghasilkan pola dari jaringan
yang telah di-pruning. Pertama, meskipun telah di-pruning, link yang ada mungkin
masih terlalu banyak untuk mengekspresikan hubungan antara input tuple dan label
kelas-nya dalam bentuk pola if..then.. . jika sebuah node memiliki sejumlah n input
link dengan nilai binary, maka akan terdapat setidaknya 2n pola berbeda. Pola
setidaknya cukup kompleks meskipun dengan input yang relatif sedikit. Kedua, nilai
aktivasi dari node hidden dapat memiliki nilai yang tersebar antara [0,1] tergantung
dari input tuple. Dengan jumlah data uji yang besar, nilai aktivasi kemungkinan
besar bernilai continuous. Hal itu masih menyulitkan untuk menghasilkan hubungan
yang eksplisit pada nilai aktivasi antara node hidden dan node pada layer output.
Algoritma yang kami gunakan pertama kali akan mendiskritkan nilai aktivasi node
hidden tanpa mengorbankan akurasi klasifikasi jaringan. Sekumpulan nilai yang
sedikit dari nilai aktivasi yang terdiskretisasi memudahkan untuk menentukan
ketergantungan diantara nilai
node output dan nilai node hidden, serta
ketergantungan diantara nilai aktivasi node hidden dan nilai input. Dengan adanya
ketergantungan maka pola akan dengan mudah dihasilkan.
2.3.3.1 Algoritma Rule Extraction
1. Diskretisasi nilai aktivasi menggunakan clustering :
(a). Tentukan nilai e  (0,1). Misalkan D adalah jumlah nilai aktivasi terdiskretisasi
pada node hidden. Misalkan  1 adalah nilai aktivasi pada node hidden untuk pola
pertama pada data uji.. Misalkan H(1) =  1 , count(1) = 1, sum(1) =  1 dan D = 1
(b). Untuk seluruh pola i = 2,3,..k pada data uji :
 Misalkan  adalah nilai aktivasi pola.
 Jika terdapat index j :

Isi nilai H dengan rata-rata dari seluruh nilai aktivasi yang telah di-cluster
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
8
Cek akurasi jaringan dengan nilai aktivasi,  pada node hidden ganti dengan
 d , nilai aktivasi dari cluster pada node hidden yang bersesuaian.

 Jika akurasi berada di bawah nilai/level yang ditentukan turunkan nilai e dan
ulangi langkah pertama (a)
2. Enumerasi nilai aktivasi yang terdiskretisasi dan hitung nilai output jaringan. Generate
pola yang meng-cover seluruh tuple dari nilai aktivasi pada node hidden ke nilai output
3. Untuk nilai aktivasi node hidden terdiskretisasi yang terdapat di pola pada langkah
sebelumnya, enumerasi nilai input yang bersesuaian dan generate pola terbaik.
4. Generate pola yang berelasi dengan nilai input dan nilai output dengan mensubstitusi
pola dari hasil yang didapatkan sebelumnya.
3. Analisa dan Perancangan Sistem
3.1
Gambaran Umum
Secara umum sistem yang dibangun adalah Ekstraksi Pola Klasifikasi, dimana JST
digunakan sebagai alat peng-klasifikasi dari data latih yang diberikan. Analisa yang
dilakukan adalah membandingkan pola hasil ekstraksi dengan pola asli, sehingga bisa
dilihat sejauh mana tingkat keakuratan dan kesederhanaannya, disamping itu dapat pula
dilakukan perbandingan pola menggunakan decision tree, sehingga dapat dilakukan analisa
trade-off selanjutnya.. Hipotesa awal menunjukan bahwa pola yang dihasilkan dari JST
lebih mendekati pola asli data dibandingkan dengan pola yang didapatkan oleh decision
tree, sehingga untuk proses yang membutuhkan hasil yang akurat lebih baik menggunakan
JST sebagai alat klasifikasi, sedangkan untuk mendapatkan through put yang tinggi dapat
menggunakan decision tree sebagai alat klasifikasi karena membutuhkan waktu proses
relatif lebih rendah dibanding menggunakan JST.
Alur proses yang terjadi adalah :
1. Membangun Jaringan Syaraf Tiruan
2. Training Jaringan Syaraf Tiruan, untuk mendapatkan bobot
3. Pruning Jaringan Syaraf Tiruan, untuk menurunkan tingkat kompleksitas tanpa
menghilangkan akurasi Klasifikasi
4. Rule Extraction dari Jaringan Syaraf Tiruan, dengan melakukan substitusi ke
dalam bahasa yang mudah dimengerti manusia
3.2 Analisa Kebutuhan
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
9
Spesifikasi kebutuhan merupakan deskripsi dari apa yang dibutuhkan oleh sistem
yang akan dibangun.
Telah disebutkan dalam Bab I bahwa tujuan dari Tugas Akhir ini adalah
Mendapatkan pola dari JST. Adapun hal-hal yang harus dicapai :
1. Diskretisasi Data, mendapatkan nilai diskrit data latih untuk mempermudah
pembangunan arsitektur JST.
2. Training, untuk mendapatkan bobot Jaringan Syaraf Tiruan
3. Pruning, menurunkan kompleksitas Jaringan Syaraf Tiruan
4. Rule Extraction, menghasilkan pola dari Jaringan Syaraf Tiruan Hasil Pruning
3.3
Analisa Perancangan Sistem
Dalam Analisa Perancangan Sistem ini akan dibangun sebuah konsep pembentukan pola
dari data latih yang diberikan melalui Jaringan Syaraf Tiruan.
3.3.1
Diskretisasi data
Seperti yang telah dijelaskan dalam batasan masalah bahwa Data Input telah
terdiskretisasi, yang berarti data inputan ke dalam Jaringan Syaraf Tiruan (JST) telah di
diskretisasi. Dalam hal ini tidak dijelaskan menggunakan dengan apa metode diskretisasi
data input tersebut, yaitu dalam pembentukan konsep sistem ini dapat dilakukan diskretisasi
data dapat menggunakan metode apapun.
Penulis menyarankan proses diskretisasi data dapat dilakukan menggunakan metode
Entropy Based Discretization[2].
Adapun dasar diskretisasi yang dilakukan yaitu melakukan diskrit terhadap data inputan
pada JST, yaitu jumlah input node pada JST adalah jumlah total diskrit data pada data latih
yang diberikan.Begitu pula dengan jumlah output node pada JST tergantung dari jumlah
diskrit dari atribut kelasnya. Untuk jumlah hidden layer adalah 1 dimana tidak dibatasi
berapa jumlah hidden nodenya.
Untuk nilai input node maupun output node kita menggunakan nilai biner. Sebagai contoh :
misalkan kita memiliki 2 nilai diskrit untuk atribut pertama dan 2 nilai diskrit untuk atribut
kedua. Maka kita ketahui bahwa akan terdapat 4 input node, dimana selanjutnya untuk
input node pertama merupakan inputan dari nilai diskrit pertama dari atribut pertama data
tersebut, dan seterusnya sama untuk nilai diskrit dan input node yang sesuainya.
Tabel 3.1 diskretisasi input node
Atribut
pertama
a
b
Atribut
Kedua
c
d
Class
x
y
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
10
Input Pertama  bernilai 1 jika atribut pertama bernilai ‘a’, bernilai 0
jika selainnya
Input Kedua  bernilai 1 jika atribut pertama bernilai ‘b’, bernilai 0 jika
selainnya
Input Ketiga  bernilai 1 jika atribut pertama bernilai ‘c’, bernilai 0 jika
selainnya
Input Keempat  bernilai 1 jika atribut pertama bernilai ‘d’, bernilai 0
jika selainnya
Output Pertama  bernilai 1 jika atribut pertama bernilai ‘x’, bernilai 0
jika selainnya
Output Kedua  bernilai 1 jika atribut pertama bernilai ‘y’, bernilai 0
jika selainnya
Contoh 1 :
Tabel 3.2 Klasifikasi kasus OR
dalam kasus diatas kita ketahui bahwa pola yang dapat kita lihat secara manual
adalah
If X1=0 and X2=0 then Class=0
Else Class=1
Untuk kasus yang memiliki data yang relatif sedikit kita memang masih mampu untuk
menganalisa pola yang ada secara manual. Namun bagaimana untuk data yang ratusan
ataupun bahkan jutaan record.
Dalam penelitian kali ini akan kita bangun konsep ekstraksi pola tersebut
menggunakan JST. Langkah awal adalah seperti yang dijelaskan pada bagian 3.3.1 yaitu
diskretisasi data.
Adapun Jumlah input node pada JST adalah total jumlah diskrit data pada data latih
yang diberikan. Pada contoh 1 ini kita dapat ditentukan untuk jumlah input node JST, yaitu
:
 diskrit data dari atribut pertama X1 adalah 2 yaitu 0 dan 1
 diskrit data dari atribut pertama X2 adalah 2 yaitu 0 dan 1
 jadi jumlah input node untuk JST yang akan kita bangun 2+2=4
sedangkan untuk jumlah output node dapat kita tentukan sama seperti input
node, akan tetapi ia hanya bergantung pada diskrit atribut kelas dari data
latihnya saja, dalam hal ini adalah :
 diskrit data pada atribut kelasnya yaitu Class adalah 2
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
11
 jadi jumlah output node untuk JST ini adalah 2
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa untuk jumlah hidden layer
adalah 1 sedangkan jumlah nodenya dapat sembarang saja, misalkan dalam hal ini
kita tentukan 4.
Hal ini dapat kita lihat melalui ilustrasi dari gambar berikut :
Gambar 3.2 Arsitektur JST data OR
Untuk bobot yang menghubungkan tiap node kita tentukan symbol sebagai berikut:
1. link yang menghubungkan antara input node 1 I[1] dengan hidden node 1 H[1] kita
namakan v[1][1] sehingga secara umum link yang menghubungkan antara input
node dengan hidden node adalah v[i][j], i = 1,2,..n, n = banyak input node, j =
1,2,..m, m = banyak hidden node
2. link yang menghubungkan antara hidden node 1 H[1] dengan Output node 1 O[1]
kita namakan w[1][1] sehingga secara umum link yang menghubungkan antara
hidden node dengan output node adalah w[j][k], j= 1,2,..m, m = banyak hidden
node, k = 1,2,..p, p = banyak output node
3.3.2
Training JST
Tahap selanjutnya adalah proses Latih Jaringan atau lebih dikenal dengan istilah
Training JST, dimana dalam tahap ini bertujuan untuk mendapatkan bobot yang optimal
pada arsitektur yang kompak atau Fully Connected. Langkah – langkah training adalah
sebagai berikut
1. Inisialisasi bobot awal dari tiap link atau jalur yang menghubungkan dari tiap node
seperti dari I[1] ke H[1], I[2] ke H[1] dan seterusnya. Bobot awal kita dapatkan
secara random atau acak. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan dengan
metode acak apapun, akan tetapi range atau jangkah yang diberikan adalah random
antara -0.5 sampai 0.5.
2. Untuk proses Latih JST sendiri telah disebutkan pada Bab II Landasan teori yaitu
menggunakan Algoritma Propagasi Balik. Sehingga didapatkan bobot yang
maksimal. Dalam hal ini Epoh dilakukan maksimal 1000 Epoh, sedangkan MSE
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
12
atau kesalahan toleransi yang diperbolehkan adalah lebih kecil dari 0,001b untuk
batas berhentinya latih JST tersebut.
3. Untuk contoh 1 tersebut diatas dapat kita lihat melalui ilustrasi berikut Inisialisasi
bobot
1. Bobot input node ke hidden node
Tabel 3.3 bobot input node ke hidden node (v) kasus klasifikasi OR
v
1
2
3
4
1
-4.976
0.959
-3.419
-1.521
2
3.968
-4.951
3.907
-4.282
3
-2.861
-1.951
1.429
2.926
4
-2.825
3.693
3.847
-3.359
v [i][j] : bobot input ke hidden
i = 1..n, n = banyak input node
j = 1..m, m = banyak hidden node
2. Bobot hidden node ke output node
Tabel 3.4 bobot hidden node ke output node (w) kasus klasifikasi OR
w
1
2
1
3.113
-3.291
2
3.442
3.941
3
4.394
1.211
4
1.956
4.167
w [j][k] : bobot hidden ke output
j = 1..m, m = banyak hidden node
k = 1..p, p = banyak output node
Bobot Hasil Latih menggunakan Algoritma Propagasi Balik
1.
Bobot input node ke hidden node
Tabel 3.5 bobot input node ke hidden node (v) kasus klasifikasi OR hasil training
v
1
2
3
4
1
0.219935468654
-0.23386508203
0.2640613263
-0.18618
2
-0.3105658119
0.31157400599
-0.3268058373
0.33443672675
3
-0.3183281134
0.33827925946
-0.2729880922
0.3822478516
4
-0.1511706059
0.1162816524
-0.1361447440
0.0971255405
v [i][j] : bobot input ke hidden
i = 1..n, n = banyak input node
j = 1..m, m = banyak hidden node
2. Bobot Hidden node ke Output node
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
13
Tabel 3.6 bobot hidden node ke output node (w) kasus klasifikasi OR hasil
training
w
1
2
1
0.271782975887161
-0.276761
2
-0.2966418163542
0.336611233690945
3
-0.3340814467522
0.32742906345636
4
-0.09749376100626
0.0591981918944736
w [k][j] : bobot hidden ke output
j = 1..m, m = banyak hidden node
k = 1..p, p = banyak output node
 MSE atau tingkat error JST : 0.00026080366991521
 Epoh : 1000
3.3.3
Pruning JST
Pruning JST adalah pemotongan link atau jalur keterhubungan antar node di JST
yang dianggap relatif kurang berarti, dalam arti pada proses ini kita akan membuang linklink mana saja yang tidak memenuhi batas tertentu. Pada penelitian ini kita mulai threshold
= 1, dengan nilai pengurangan 0.01, jika nilai bobot berada dibawah nilai threshold maka
dihilangkan bobot tersebut dengan melakukan penghitungan akurasi JST, jika akurasi JST
berada di bawah nilai akurasi yang telah ditentukan maka kita lakukan penurunan nilai
threshold dengan nilai pengurangannya dalam hal ini yaitu 0.01, sampai pada akhirnya kita
dapatkan nilai minimal atau lebih akurasi JST yang ditentukan. Untuk melihat daftar
ketentuan nilai pengurangan dapat dilihat pada lampiran D grafik pemilihan nilai
pengurangan threshold pruning.
Melalui pruning ini diharapkan JST yang memiliki keterhubungan yang kompak atau Fully
Connected tersebut dapat diturunkan kompleksitasnya secara signifikan tanpa
mempengaruhi akurasi keseluruhan JST secara signifikan pula. Jadi disini kita mencari titik
optimal diantara keduanya, yaitu sampai sejauh mana tingkat penurunan kompleksitas yang
relative bagus dengan keakuratan JST dimana dalam penelitian ini nilai akurasi JST adalah
minimal 85 persen.
Untuk algoritma pruning JST ini sendiri dapat kita lihat pada Bab II Landasan Teori. Untuk
implementasinya dapat kita gunakan contoh 1 diatas, kita set nilai ambang = 1. dan hasil
yang kita dapatkan adalah sebagai berikut :
 Nilai akurasi JST diatas 85% yaitu 100%
 Kompleksitas turun dari 100% menjadi 33,33%, turun sekitar 60% lebih
 Untuk lebih jelasnya kita lihat ilustrasi gambar berikut
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
14
Gambar 3.3 JST hasil pruning kasus OR
untuk menghitung nilai kompleksitas adalah jumlah link yang ada dibagi dengan
penjumlahan antara total input dengan total output dikalikan dengan jumlah hidden node
misalkan i = total input, h = total hidden, o = total output
kompleksitas sebelum di pruning = (24 / ((i+j) x h) ) x 100% = 100%
kompleksitas setelah di pruning = (8 / ((i+j) x h) ) x 100% = 33,33%
3.3.4
Ekstraksi Pola
Tahap ini adalah proses pengambilan pola dari JST hasil pruning. Akan tetapi kita
masih kesulitan untuk mengekstrak pola dikarenakan nilai aktivasi yang sangat banyak
tergantung dari jumlah record yang ada. Oleh karena itu kita perlu untuk mengumpulkan
nilai aktivasi tersebut terbagi dalam kelompok-kelompok atau cluster.
Untuk proses clustering tidak ditentukan algoritma mana yang akan digunakan, namun
pada Bab II telah penulis sertakan sebuah algoritma clustering untuk mengelompokkan
nilai aktivasi tersebut.
Sebagai contoh kita akan menggunakan contoh 1 untuk mengilustrasikan pengembangan
konsep ini. Berikut hasil clustering untuk nilai aktivasi contoh 1 untuk kasus klasifikasi
OR ini :
Nilai Aktivasi Hidden ke [2], Jumlah Cluster : 2
Cluster ke[1] : 0.32164352652196, cluster ke-1 : 0.32164352652196, Jumlah :2
Cluster ke[2] : 0.975862423219444, cluster ke-1 : 0.975862423219444, Jumlah :2
Nilai Aktivasi Hidden ke [3], Jumlah Cluster : 2
Cluster ke[1] : 0.944553039471549, cluster ke-1 : 0.966471676157058, Jumlah :3
Cluster ke[2] : 0.249402643725509, cluster ke-1 : 0.249402643725509, Jumlah :1
Disini kita lihat, sesuai dengan JST hasil pruning hidden node yang tersisa adalah
H[2] dan H[3].
Dari hasil clustering diatas maka selanjutnya kita dapat melakukan proses
ketergantungan antara hidden node dengan output node. Hal yang kita lakukan
adalah :
 Melakukan kombinasi dari hasil clustering tersebut, kemudian kita hitung nilai
output JST dari hasil penghitungan sesuai dengan JST yang tersedia. Berikut hasil
nya :
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
15
Kombinasi ke-1 :
z[2] : 0.32164352652196
z[3] : 0.944553039471549
Output [1] : 0.126552632761275
Output [2] : 0.953887883266552
Class  1
Kombinasi ke-2 :
z[2] : 0.32164352652196
z[3] : 0.249402643725509
Output [1] : 0.666352839246881
Output [2] : 0.625541592562752
Class  0
Kombinasi ke-3 :
z[2] : 0.975862423219444
z[3] : 0.944553039471549
Output [1] : 0.126552632761275
Output [2] : 0.995781504436528
Class  1
Kombinasi ke-4 :
z[2] : 0.975862423219444
z[3] : 0.249402643725509
Output [1] : 0.666352839246881
Output [2] : 0.950155428884562
Class  1
 Berikut daftar Ketergantungan antara hidden node dengan output
node :
Class  0 ditentukan oleh :
kombinasi ke-->2
z[2] : 0.32164352652196
z[3] : 0.249402643725509
Jumlah kombinasi : 1
Class  1 ditentukan oleh :
kombinasi ke-->1
z[2] : 0.32164352652196
z[3] : 0.944553039471549
kombinasi ke-->3
z[2] : 0.975862423219444
z[3] : 0.944553039471549
kombinasi ke-->4
z[2] : 0.975862423219444
z[3] : 0.249402643725509
Jumlah kombinasi : 3
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
16
 Setelah itu kita mencari nilai-nilai Ketergantungan antara input node dengan hidden
node, yaitu kita lakukan proses mapping atau pemetaan nilai input terhadap nilai aktivasi
pada hidden node, seperti berikut ini :
Input[1] : 0
Input[2] : 1
Input[3] : 1
Input[4] : 0
Menghasilkan :
0.32164352652196
0.944553039471549
Input[1] : 1
Input[2] : 0
Input[3] : 1
Input[4] : 0
Menghasilkan :
0.32164352652196
0.249402643725509
Input[1] : 1
Input[2] : 0
Input[3] : 0
Input[4] : 1
Menghasilkan :
0.975862423219444
0.944553039471549
Input[1] : 0
Input[2] : 1
Input[3] : 0
Input[4] : 1
Menghasilkan :
0.975862423219444
0.944553039471549
 Setelah itu baru kita lakukan mapping Ketergantungan antara input dengan
output dari hasil Ketergantungan antara hidden dengan output dengan
Ketergantungan antara input dengan hidden diatas, yaitu sebagai berikut :
Input[1] : 0
Input[2] : 1
Input[3] : 1
Input[4] : 0
Menghasilkan :
Class  1
Input[1] : 1
Input[2] : 0
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
17
Input[3] : 1
Input[4] : 0
Menghasilkan :
Class  0
Input[1] : 1
Input[2] : 0
Input[3] : 0
Input[4] : 1
Menghasilkan :
Class  1
Input[1] : 0
Input[2] : 1
Input[3] : 0
Input[4] : 1
Menghasilkan :
Class  1
 Hal terakhir yang kita lakukan adalah melakukan proses translasi hasil dari
Ketergantungan antara input dengan output kedalam bentuk if..then untuk tiap
kelasnya. Dan hasil yang kita dapat adalah sebagai berikut :
Pemetaan atribut :
X1 = 0  Input[1] = 1
X1 = 1  Input[2] = 1
X2 = 0  Input[3] =1
X2 = 1  Input[4] = 1
Class  0 ditentukan oleh :
IF
( x1 = 0 And x2 = 0 )
Class  1 ditentukan oleh :
IF
( x1 = 1 And x2 = 0 )
or
( x1 = 0 And x2 = 1 )
or
( x1 = 1 And x2 = 1 )
Pada contoh 1 kita ketahui bahwa terdapat 2 kelas yaitu kelas 0 dan 1 .
3.4 Spesifikasi Perangkat Lunak dan Perangkat Keras
Berikut merupakan daftar spesifikasi perangkat lunak yang digunakan dalam
pembangunan sistem
1. Borland Delphi 7.0
2. Sistem Operasi : Microsoft Windows XP Professional
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
18
3.
4.
5.
6.
7.
DBMS Oracle 10g
Sedangkan spesifikasi perangkat keras yang digunakan adalah :
Processor : Pentium 4 2.0 Ghz
Memori : 512MB untuk Windows XP Profesional
Harddisk : 2 Gb untuk instalasi System (Delphi, Oracle), 1.2 Gb untuk
Sistem Operasi pada drive sistem
8. Display Super VGA (1024x768) atau yang lebih tinggi dengan 256
warna
3.5 Diagram Aliran Data (DAD)
Diagram Aliran Data (DAD) merupakan salah satu alat bantu pemodelan yang
cukup penting saat ini. Dengannya dapat digambarkan aliran data dari sebuah system yang
akan dibuat, menerangkan sumber serta tujuan data-data yang terkait dengannya, proses
pengolahan data tersebut, hingga tempat penyimpanannya. Berikut ini beberapa simbol
yang umum digunakan beserta artinya :
Simbol
Tabel 3.7 Notasi DAD
Arti
Proses
Subjek/Objek (Entitas luar) yang berinteraksi dengan proses
Tempat penyimpanan data (basis data)
Arah aliran data
Diagram Aliran Data selanjutnya dapat dilihat pada Lampiran A
3.6
Spesifikasi Proses
Spesifikasi proses merupakan penjelasan dari masing-masing proses yang terdapat pada
sistem,selanjutnya dapat dilihat pada lampiran B.
3.7
Kamus Data
Kamus data merupakan suatu daftar yang mendefinisikan semua elemen data yang terlibat
dalam sistem. Kamus data merupakan spesifikasi lebih rinci dari data yang terlibat dalam
aliran informasi. Kamus data pada sistem di atas dapat dilihat pada Lampiran C.
3.8
ER Diagram
Keberadaan basis data menjadi salah satu pendukung berdayagunanya representasi
pengetahuan (aturan) didalam mencari sebuah solusi. Adapun model perancangan
yang digunakan ialah beraliran terstruktur, yaitu menggunakan E-R (EntityRelationship) diagram, sebagai berikut :
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
19
4 Evaluasi Hasil
4.1 Metode Uji Coba Sistem
Pada Bab ini dilakukan pengujian dengan melihat perilaku Arsitektur Jaringan serta pola
yang dihasilkan dari setiap data set yang diberikan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagian 4.3
4.2 Data Uji yang digunakan
Dalam melakukan pengujian, data yang digunakan tidak dibatasi pada data tertentu. Jadi
dengan kata lain Sistem yang digunakan ini mampu untuk melakukan ekstraksi pola
dari data apapun, dimana sebelumnya data tersebut dilakukan proses pre-processing
terlebih dahulu.
4.3 Evaluasi Hasil Uji Pola
4.3.1 Menggunakan Data Latih Kontak Lensa (Lampiran E Tabel kontak lensa)
1. Jumlah Record : 10
2. Jumlah Field : 4
3. Total Diskrit Input : 9
4. Total Diskrit Output : 3
5. Hasil Pengujian menggunakan dengan beberapa nilai parameter berbeda
1. Percobaan Pertama
 Jumlah Hidden Layer : 9
 MSE dicapai : 0.00020359540366456
 Epoh Dicapai : 1000
 Tingkat Akurasi JST : 90%
 Kompleksitas JST hasil pruning : 22.22%
 Jumlah Input node hilang : 0
 Jumlah Hidden node hilang : 3
 Jumlah Output node hilang : 0
 Pola Yang dihasilkan :
Class  1 ditentukan oleh :
IF
( age = 11 And spectacle = 21 And astigmatis = 31 And tear_prod = 41 )
or
( age = 12 And spectacle = 22 And astigmatis = 32 And tear_prod = 41 )
or
( age = 12 And spectacle = 22 And astigmatis = 32 And tear_prod = 42 )
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
20
or
( age = 12 And spectacle = 22 And astigmatis = 32 And tear_prod = 41 )
or
( age = 11 And spectacle = 22 And astigmatis = 32 And tear_prod = 41 )
Hasil Uji Pola pada basis data :
gambar 4.1 hasil uji pola pada data set tabel kontak lensa percobaan pertama kelas = 1
jumlah record untuk kelas=1 : 6
jumlah benar prediksi = 5
Jumlah salah prediksi = 1
Class  2 ditentukan oleh :
IF
( age = 11 And spectacle = 22 And astigmatis = 32 And tear_prod = 42 )
or
( age = 11 And spectacle = 21 And astigmatis = 32 And tear_prod = 42 )
or
( age = 13 And spectacle = 22 And astigmatis = 32 And tear_prod = 42 )
Hasil Uji Pola pada basis data :
gambar 4.2 hasil uji pola pada data set tabel kontak lensa percobaan pertama kelas = 2
jumlah record untuk kelas=2 : 3
jumlah benar prediksi = 3
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
21
Jumlah salah prediksi = 0
Class  3 ditentukan oleh :
IF
( age = 13 And spectacle = 21 And astigmatis = 31 And tear_prod = 42 )
or
( age = 11 And spectacle = 21 And astigmatis = 31 And tear_prod = 42 )
Hasil Uji Pola pada basis data :
gambar 4.3 hasil uji pola pada data set tabel kontak lensa percobaan pertama kelas = 3
jumlah record untuk kelas=2 : 1
jumlah benar prediksi = 1
Jumlah salah prediksi = 1
Akurasi rule : 9 benar, 1 salah, total =10 record  9/10 * 100% = 90%
2. Percobaan Kedua
1.
Jumlah Hidden Layer : 9
2. MSE dicapai : 0.00030584018562930
3. Epoh Dicapai : 1000
4. Tingkat Akurasi JST : 100%
5. Kompleksitas JST hasil pruning : 43.3%
6. Jumlah Input node hilang : 0
7. Jumlah Hidden node hilang : 0
8. Jumlah Output node hilang : 0
9. Pola Yang dihasilkan :
Class  1 ditentukan oleh :
IF
( age = 11 And spectacle = 21 And astigmatis = 31 And tear_prod = 41 )
or
( age = 12 And spectacle = 22 And astigmatis = 32 And tear_prod = 41 )
or
( age = 13 And spectacle = 21 And astigmatis = 31 And tear_prod = 42 )
or
( age = 12 And spectacle = 22 And astigmatis = 32 And tear_prod = 42 )
or
( age = 12 And spectacle = 22 And astigmatis = 32 And tear_prod = 41 )
or
( age = 11 And spectacle = 22 And astigmatis = 32 And tear_prod = 41 )
Class  2 ditentukan oleh :
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
22
IF
( age = 11 And spectacle = 22 And astigmatis = 32 And tear_prod = 42 )
or
( age = 11 And spectacle = 21 And astigmatis = 32 And tear_prod = 42 )
or
( age = 13 And spectacle = 22 And astigmatis = 32 And tear_prod = 42 )
Class-->3 ditentukan oleh :
IF
( age = 11 And spectacle = 21 And astigmatis = 31 And tear_prod = 42 )
akurasi pola = 100%
3. Percobaan Ketiga
1. Jumlah Hidden Layer : 9
2. MSE dicapai : 0.00023316026306137
3. Epoh Dicapai : 1000
4. Tingkat Akurasi JST : 90%
5. Kompleksitas JST hasil pruning : 18.5185185185185%
6. Jumlah Input node hilang : 2
7. Jumlah Hidden node hilang : 7
8. Jumlah Output node hilang : 0
9. Pola Yang dihasilkan :
Class  1 ditentukan oleh :
IF
( age = 11 And spectacle = 21 And astigmatis = 31 And tear_prod = 41 )
or
( age = 12 And astigmatis = 32 And tear_prod = 41 )
or
( age = 13 And spectacle = 21 And astigmatis = 31 And tear_prod = 42 )
or
( age = 12 And astigmatis = 32 And tear_prod = 42 )
or
( age = 12 And astigmatis = 32 And tear_prod = 41 )
or
( age = 11 And astigmatis = 32 And tear_prod = 41 )
Class  2 ditentukan oleh :
IF
( age = 11 And astigmatis = 32 And tear_prod = 42 )
or
( age = 11 And spectacle = 21 And astigmatis = 32 And tear_prod = 42 )
or
( age = 13 And astigmatis = 32 And tear_prod = 42 )
Class  3 ditentukan oleh :
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
23
IF
( age = 11 And spectacle = 21 And astigmatis = 31 And tear_prod = 42 )
akurasi pola = 100 %
Jumlah hidden node : 9
Percobaan
1
2
3
Tabel 4.1 Hasil Uji coba tabel tabel kontak lensa
Tingkat Akurasi JST
Tingkat akurasi Pola
90%
90%
100%
100%
90%
100%
4.4 Kesimpulan Uji
Pola yang dihasilkan menggunakan JST memiliki akurasi relatif tinggi sesuai dengan
tingkat akurasi arsitektur Jaringannya.
5. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan proses penelitian, analisa serta pengujian terhadap konsep yang dibangun
ini, maka penulis menyimpulkan bahwa :
1.
Pola yang dihasilkan melalui ekstraksi dari JST dipengaruhi oleh ketergantungan
hubungan tiap node di dalam arsitektur JST , seperti input node dengan hidden
node, hidden node dengan output node, dan untuk tahap akhir pembentukannya
adalah ketergantungan antara input node dengan output node
2.
Tingkat akurasi pola dipengaruhi oleh tingkat akurasi JST.
3.
Banyak sedikitnya pola dipengaruhi oleh data set yang diberikan
5.2 Saran
1. Untuk mendapatkan tingkat akurasi pola yang relatif tinggi dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Search Based pada proses ekstraksi polanya.
2. Lakukan hybridasi dengan metode Search Based.
DAFTAR PUSTAKA
Lu, Hongjun , A Connectionist Approach to Data Mining, Department of Information
System and Computer Science National University of Singapore, 1995
Ananta, I G W N, Implementation Backpropagation neural networks for Data mining,
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom, 2005
Kamber, Han, Data mining: Concept and Techniques, Morgan Kaufmann Publishers,2001
Kusumadewi, Sri, Artificial intelligence (teknik dan aplikasinya),Graha Ilmu,Yogyakarta,
2003
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
24
Kristanto, Andri, Jaringan Syaraf Tiruan (konsep dasar, algoritma dan aplikasi),Gava
Media,Yogyakarta, 2004
Suyanto, Intelejensia Buatan, Jurusan Teknik Informatika STT Telkom, Bandung, 2002
Alam, Agus, Borland Delphi 7.0, Elex Media Komputtindo, 2004
____________________________________________________________________________________
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 6 No. 2 Agustus 2012 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
25
Download