Presentasi Kasus Demam Tifoid 1 TINJAUAN PUSTAKA DEMAM

advertisement
Presentasi Kasus Demam Tifoid
TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM TIFOID
DEFINISI
Demam tifoid (Tifus abdominalis, Enterik fever, Eberth disease) adalah penyakit
infeksi akut pada usus halus (terutama didaerah illeosekal) dengan gejala demam selama 7
hari atau lebih, gangguan saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran.
Penyakit ini ditandai oleh demam berkepanjangan, ditopang dengan bakteriemia tanpa
keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke
dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyer’s patch.1
EPIDEMIOLOGI
Cara penyebaran dan konsekuensi demam enterik sangat berbeda di negara maju dan
yang sedang berkembang. Insiden sangat menurun di negara maju. Demam tifoid merupakan
penyakit endemis di Indonesia. 96% kasus demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi,
sisanya disebabkan oleh Salmonella paratyphi. Sembilan puluh persen kasus demam tifoid
terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun.2 Sebagian besar dari
penderita (80%) yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM berumur di atas lima
tahun.3
ETIOLOGI
Demam tifoid (termasuk para-tifoid) disebabkan oleh kuman Salmonella typhi,
Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan Salmonella paratyphi C. Untuk
memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan biakan kuman untuk konfirmasi
Salmonella typhi dapat bertahan hidup lama di lingkungan kering dan beku, peka
terhadap proses klorinasi dan pasteurisasi pada suhu 63 0C. Manusia merupakan satu-satunya
sumber penularan alami Salmonella typhi melalui kontak langsung maupun tidak langsung
dengan seorang penderita demam tifoid atau karier kronis.3
Bakteri ini berasal dari feses manusia yang sedang menderita demam tifoid atau karier
Salmonella typhi. Mungkin tidak ada orang Indonesia yang tidak pernah menelan bakteri ini.
Bila hanya sedikit tertelan, biasanya orang tidak menderita demam tifoid. Namun bakteri
yang sedikit demi sedikit masuk ke tubuh menimbulkan suatu reaksi serologi Widal yang
positif dan bermakna.4
Salmonella typhi sekurang-kurangnya mempunyai tiga macam antigen, yaitu:
1
Presentasi Kasus Demam Tifoid
- Antigen O = Somatik antigen (tidak menyebar)
- Antigen H = flagella dan bersifat termolabil.
- Antigen Vi = Kapsul; merupakan kapsul yang melindungi kuman dari fagositosit
Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan
pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.
Dalam serum penderita terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut. Mempunyai makromolekuler lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar
dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid
faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik.1
Dosis infeksius S. enterica serotipe typhi pada pasien bervariasi dari 1000 hingga 1
juta organisme. Untuk dapat mencapai usus halus biasanya Salmonella typhi ini harus dapat
bertahan melalui sawar asam lambung dan kemudian melekat pada sel mukosa serta
melakukan invasi. 5 Sel M sebagai sel epitel khusus yang melapisi sepanjang lapisan Peyer ini
merupakan tempat potensial Salmonella typhi untuk invasi dan sebagai transpor menuju
jaringan limfoid. Pasca penetrasi, bakteri ini menuju ke dalam folikel limfoid intestinal dan
nodus limfe mesenterik dan kemudian masuk dalam sel retikuloendotelial dalam hati dan
limpa. Pada keadaan ini terdapat perubahan degeneratif, proliferatif, dan granulomatosa pada
villi, kelenjar kript, lamina propria usus halus, dan kelenjar limfe mesenterica.6
PATOLOGI
Huckstep membagi patologi dalam plaque Peyeri dalam empat fase. Keempat fase ini
akan terjadi secara berurutan bila tidak segera diberikan antibiotik yaitu :
Fase 1 : hiperplasia folikel limfoid
Fase 2 : nekrosis folikel limfoid selama seminggu kedua melibatkan mukosa dan submukosa
Fase 3 : ulserasi pada aksis panjang bowel dengan kemungkinan perforasi dan pendarahan
Fase 4 : penyembuhan terjadi pada minggu keempat dan tidak menyebabkan terbentuknya
struktur seperti pada tuberkulosis bowel.7
Ileum merupakan lokasi patologi tifoid klasik, tetapi folikel limfoid pada bagian
traktus gastrointestinal lainnya juga dapat terlibat seperti yeyunum dan kolon ascending.
Ileum biasanya mengandung plaque Peyeri lebih banyak dan luas dibandingkan yeyunum.
Jumlah folikel limfoid akan berkurang seiring dengan pertambahan usia.7
2
Presentasi Kasus Demam Tifoid
PATOFISIOLOGI
Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut bersamaan
dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Setelah kuman sampai lambung maka
mula-mula timbul usaha pertahanan non spesifik yang
bersifat kimiawi yaitu, adanya
suasana asam oleh asam lambung dan enzim yang dihasilkannya. 8 Ada beberapa faktor yang
menentukan apakah kuman dapat melewati barier asam lambung, yaitu (1) jumlah kuman
yang masuk dan (2) kondisi asam lambung.9
Untuk menimbulkan infeksi, diperlukan Salmonella typhi sebanyak 103-109 yang
tertelan melalui makanan atau minuman. Keadaan asam lambung dapat menghambat
multiplikasi Salmonella dan pada pH 2,0 sebagian besar kuman akan terbunuh dengan cepat.
Pada penderita yang mengalami gastrektomi, hipoklorhidria atau aklorhidria maka akan
mempengaruhi kondisi asam lambung. Pada keadaan tersebut Salmonella typhi lebih mudah
melewati pertahanan tubuh.8
Sebagian kuman yang
tidak mati akan mencapai usus halus yang
memiliki
mekanisme pertahanan lokal berupa motilitas dan flora normal usus. Tubuh berusaha
menghanyutkan kuman keluar dengan usaha pertahanan tubuh non spesifik yaitu oleh
kekuatan peristaltik usus. Di samping itu adanya bakteri anaerob di usus juga akan merintangi
pertumbuhan kuman dengan pembentukan asam lemak rantai pendek yang
akan
menimbulkan suasana asam. Bila kuman berhasil mengatasi mekanisme pertahanan tubuh di
lambung, maka kuman akan melekat pada permukaan usus. Setelah menembus epitel usus,
kuman akan masuk ke dalam kripti lamina propria, berkembang biak dan selanjutnya akan
difagositosis oleh monosit dan makrofag. 9
Kemudian kuman akan masuk kedalam organ–organ system retikuloendotelial (RES)
terutama di hepar dan limpa sehingga organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada
perabaan. Dari sini kuman akan masuk ke dalam peredaran darah, sehingga terjadi
bakteriemia kedua yang simptomatis (menimbulkan gejala klinis). Disamping itu kuman yang
ada didalam hepar akan masuk ke dalam kandung empedu dan berkembang biak disana, lalu
kuman tersebut bersama dengan asam empedu dikeluarkan dan masuk ke dalam usus halus.
Kemudian kuman akan menginvasi epitel usus kembali dan menimbulkan tukak yang
berbentuk lojong pada mukosa diatas plaque peyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya perdarahan dan perforasi usus yang menimbulkan gejala peritonitis.1
3
Presentasi Kasus Demam Tifoid
Pada masa bakteriemia kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimianya
sama dengan somatic antigen (lipopolisakarida). Endotoksin sangat berperan membantu
proses radang lokal dimana kuman ini berkembang biak
yaitu merangsang sintesa dan
pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen
yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hypothalamus yang
mengakibatkan terjadinya demam.1 Sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan
oleh kelainan pada usus.5
Kelainan utama terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi (minggu
pertama), nekrosis (minggu kedua), dan ulserasi (minggu ketiga) serta bila sembuh tanpa
adanya pembentukan jaringan parut. Sifat ulkus berbentuk bulat lonjong sejajar dengan
sumbu panjang usus dan ulkus ini dapat menyebabkan perdarahan bahkan perforasi.
Gambaran tersebut tidak didapatkan pada kasus demam tifoid yang menyerang bayi maupun
tifoid kongenital.2
Bagan Patofisiologi Demam Typhoid
KUMAN S. TYPHI
Makanan + Minuman
Lambung
mati
Usus halus
Folikel getah bening
intestinum
Multiplikasi Sel PMN
Aliran getah bening
Mesenterika
Hidup dan
Berkembang Biak
Airan Darah
Aliran Darah
(Bakteremia Primer)
( Bakteremia Sekunder)
Multiplikasi
Lokal
Usus
4
Presentasi Kasus Demam Tifoid
RES
Hati dan Limpa
GEJALA KLINIK
Demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan bahkan
asimtomatik. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi namun gejala yang timbul setelah
inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam, (2) gangguan saluran pencernaan, dan (3) gangguan
kesadaran.5
Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Demam
pada pasien demam tifoid disebut step ladder temperature chart yang ditandai dengan demam
timbul indisius, kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada
akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam
turun perlahan secara lisis. Pada saat demam sudah tinggi pada kasus demam tifoid dapat
disertai gejala sistem saraf pusat seperti kesadaran berkabut atau delirium, atau penurunan
kesadaran.1
Masa inkubasi rata-rata 10-14 hari, selama dalam masa inkubasi dapat ditemukan
gejala prodromal, yaitu: anoreksia, letargia, malaise, dullness, nyeri kepala, batuk non
produktif, bradicardia. Timbulnya gejala klinis biasanya bertahap dengan manifestasi demam
dan gejala konstitusional seperti nyeri kepala, malaise, anoreksia, letargi, nyeri dan kekakuan
abdomen, pembesaran hati dan limpa, serta gangguan status mental.1 Pada sebagian pasien
lidah tampak kotor dengan putih di tengah sedang tepi dan ujungnya kemerahan juga banyak
dijumpai meteorismus. Sembelit dapat merupakan gangguan gastrointestinal awal dan
kemudian pada minggu kedua timbul diare.2
Fase relaps adalah keadaan berulangnya gejala penyakit tifus, akan tetapi berlangsung
lebih ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal
kembali. Terjadi sukar diterangkan, seperti halnya keadaan kekebalan alam, yaitu tidak
pernah menjadi sakit walaupun mendapat infeksi yang cukup berat Menurut teori, relaps
terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh
obat maupun oleh zat anti. Mungkin pula terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi
invasi basil bersamaan dengan pembentukan jaringan-jaringan fibroblas.5
5
Presentasi Kasus Demam Tifoid
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Demam yang naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada akhir
minggu pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi. Anak sering mengigau
(delirium), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut, diare atau konstipasi,
muntah, perut kembung. Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran,
kejang, dan ikterus.
2. Pemeriksaan fisik
Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi. Kesadaran
menurun, delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah tifoid yaitu di bagian tengah kotor
dan bagian pinggir hiperemis, meteorismus, hepatomegali lebih sering dijumpai daripada
splenomegali. Kadang-kadang dijumpai terdengar ronki pada pemeriksaan paru.
3. Pemeriksaan penunjang
# Darah tepi perifer
-
Anemia ; Pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau
perdarahan usus.
-
Leukopenia, Namun jarang kurang dari 3000/ul
-
Limfositosis relatif
-
Trombositopenia, Terutama pada demam tifoid berat.
# Pemeriksaan serologi
-
Serologi Widal; Kenaikan titer Salmonella typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4 kali
titer fase akut ke fase konvalesens.
-
Kadar IgM dan IgG (Typhidot)
# Pemeriksaan biakan Salmonella
-
Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit.
-
Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4.
# Pemeriksaan radiologik
-
Foto toraks; Apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia.
-
Foto abdomen
Apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal seperti perforasi usus atau
perdarahan saluran cerna. Pada perforasi usus tampak distribusi udara tak merata, tampak air
fluid level, bayangan radiolusen di daerah hepar, dan udara bebas pada abdomen.1
6
Presentasi Kasus Demam Tifoid
PEMERIKSAAN FISIK
Gejala-gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
1. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris
remittent dan tidak terlalu tinggi. Pada minggu I, suhu tubuh cenderung meningkat
setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore hari dan
malam hari. Dalam minggu II, penderita terus berada dalam keadaan demam.
Dalam minggu III suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir
minggu III.
2. Gangguan saluran cerna
Pada mulut; nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah- pecah (rhagaden),
lidah ditutupi oleh selaput putih kotor (coated tongue)., ujung dan tepinya
kemerahan. Pada abdomen dapat dijumpai adanya kembung (meteorismus). Hepar
dan lien yang membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya terdapat juga
konstipasi pada anak yang lebih tua dan remaja, akan tetapi dapat juga normal
bahkan terjadi diare pada anak yang lebih muda.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walau tidak berapa dalam berupa apatis
sampai somnolen. Jarang terjadi sopr, coma atau gelisah.
Disamping gejala-gejala diatas yang biasa ditemukan mungkin juga dapat ditemukan
gejala-gejala lain:
-
Roseola atau rose spot; pada punggung, upper abdomen dan, lower chest dapat
ditemukan rose spot (roseola), yaitu bintik-bintik merah dengan diameter 2-4 mm
yang akan hilang dengan penekanan dan sukar didapat pada orang yang bekulit
gelap. Rose spot timbul karena embolisasi bakteri dalam kapiler kulit. Biasanya
ditemukan pada minggu pertama demam.
-
Bradikardia relatif; Kadang-kadang dijumpai bradikardia relative yang biasanya
ditemukan pada awal minggu ke II dan nadi mempunyai karakteristik notch
(dicrotic notch).5,13
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gambaran klinis pada anak tidak khas karena tanda dan gejala klinisnya ringan
bahkan asimtomatik. Akibatnya sering terjadi kesulitan dalam menegakkan diagnosis bila
hanya berdasarkan gejala klinis. Oleh karena itu untuk menegakkan diagnosis demam tifoid
7
Presentasi Kasus Demam Tifoid
perlu ditunjang pemeriksaan laboratorium yang diandalkan. Pemeriksaan laboratorium untuk
membantu menegakkan diagnosis demam tifoid meliputi pemeriksaan darah tepi,
bakteriologis dan serologis.
a. Pemeriksaan darah tepi.
Terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan
sakit. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan. Pemeriksaan darah tepi ini
sederhana, mudah dikerjakan di laboratorium yang sederhana akan tetapi berguna untuk
membuat diagnosis yang cepat.5
Pada 2 minggu pertama demam dijumpai leukopenia dengan neutropenia dan
limfositosis relatif. Leukopenia dapat dijumpai tetapi jarang hingga di bawah 3000/ul.
Trombositopenia juga dapat terjadi bahkan dapat berlangsung beberapa minggu. Adanya
leukositosis menunjukkan kemungkinan perforasi usus atau supurasi.
b. Pemeriksaan sumsum tulang
Dapat digunakan untuk menyokong diagnosis. Pemeriksaan ini tidak termasuk
pemeriksaan rutin yang sederhana. Terdapat gambaran sumsum tulang berupa hiperaktif RES
dengan adanya sel makrofag, sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis, dan trombopoesis
berkurang.5
Pemeriksaan untuk membuat diagnosa
a. Pemeriksaan kultur
Diagnosis pasti dengan Salmonella typhii dapat diisolasi dari darah, sumsum tulang,
tinja, urin, dan cairan duodenum dengan cara dibiakkan dalam media ( kultur). Salmonella
typhi dapat diisolasi dari darah atau sumsum tulang pada 2 minggu pertama demam. Pada
90% penderita demam tifoid, kultur darah positif pada minggu pertama demam dan pada saat
penyakit kambuh. Setelah minggu pertama, frekuensi Salmonella typhi yang dapat diisolasi
dari darah menurun. Pada akhir minggu ke 3 hanya dapat ditemukan pada 50% penderita,
setelah minggu ke 3 pada kurang dari 30% penderita. Sensitifitas kultur darah menurun pada
penderita yang mendapat pengobatan antibiotik. Kultur sumsum tulang lebih sensitif bila
dibandingkan dengan kultur darah dan tetap positif walaupun setelah pemberian antibiotik
dan tidak dipengaruhi waktu pengambilan.2
Salmonella typhi lebih mudah diisolasi dari tinja antara minggu ke-3 sampai minggu
ke-5. Pada penderita karier Salmonella typhi dapat dijumpai 1011 organisme per gram tinja.
Salmonella typhi dapat diisolasi dari urin setelah minggu ke-2 demam. Pada 25% penderita,
kultur urin positif pada minggu ke 2-3.
8
Presentasi Kasus Demam Tifoid
Kultur merupakan pemeriksaan baku emas, akan tetapi sensitifitasnya rendah, yaitu
berkisar antara 40-60%. Hasil positif memastikan diagnosis demam tifoid sedangkan hasil
negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Hasil negatif palsu dapat dijumpai bila jumlah kuman
atau spesimen sedikit, waktu pengambilan spesimen tidak tepat atau telah mendapat
pengobatan dengan antibiotik.15
b. Tes Widal
Pada awalnya pemeriksaan serologis standar dan rutin untuk diagnosis demam
tifoid adalah uji Widal yang telah digunakan sejak tahun 1896. Uji serologi Widal memeriksa
antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik (O), flagela ( H) banyak dipakai untuk membuat
diagnosis demam tifoid.14
Dasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita
dicampur dengan suspensi antigen salmonella. Untuk membuat diagnosa dibutuhkan titer zat
anti thd antigen O. Titer thd antigen O yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan
kenaikan yang progresif pada pemeriksaan 5 hari berikutnya (naik 4 x lipat) mengindikasikan
infeksi akut. Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan penderita..5
Pada umumnya peningkatan titer anti O terjadi pada minggu pertama yaitu pada
hari ke 6-8. Pada 50% penderita dijumpai peningkatan titer anti O pada akhir minggu pertama
dan 90% penderita pada minggu ke-4. Titer anti O meningkat tajam, mencapai puncak antara
minggu ke-3 dan ke-6. Kemudian menurun perlahan-lahan dan menghilang dalam waktu 6-12
bulan.
Pada individu yang pernah terinfeksi Salmonella typhi atau mendapat imunisasi,
anti H menetap selama beberapa tahun. Adanya demam oleh sebab lain dapat menimbulkan
reaksi anamnestik yang menyebabkan peningkatan titer anti H. Peningkatan titer anti O lebih
bermakna.
Pemeriksaan Penunjang Lain
Pemeriksaan antibodi
Antibodi terhadap antigen O merupakan IgM yang mendominasi, muncul pada
awal penyakit dan menghilang lebih dini. Antibodi terhadap H baik IgM maupun IgG muncul
lebih lambat tetapi bertahan lebih lama. Biasanya antibodi O muncul pada hari ke 6-8
sedangkan antibodi H pada hari 10-12 dari onset penyakit.10
9
Presentasi Kasus Demam Tifoid
Mengingat tingkat sensitivitas dan spesifisitas tes Widal rendah maka
pemeriksaan serologis untuk diagnosis dini demam tifoid mulai beralih dari tes Widal menuju
pelacakan antibodi terhadap antigen Salmonella typhi yang lebih spesifik seperti:
# Dot EIA ( Dot Enzyme Immunoabsorbent Assay ), pemeriksaan ELISA untuk mendeteksi
protein spesifik pada membran luar atau outer membrane protein (OMP) dimana OMP
dengan berat 50 kDa ternyata sangat spesifik pada serum pasien tifoid. Sensitivitas Dot EIA
mencapai 95-100% jauh lebih baik daripada sensitivitas Widal yang hanya 60%. Pemeriksaan
Dot EIA tidak ada reaksi silang dengan salmonelosis non tifoid dibandingkan dengan Widal.
Produk komersial pemeriksaan ini dikenal sebagai Typhidot.13 Salah satu modifikasi
Typhidot dengan inaktivasi IgG dalam sampel serum untuk menyingkirkan kemungkinan
ikatan kompetitif dan memungkinkan akses antigen terhadap IgM spesifik, dikenal sebagai
Typhidot M.6
# Polymerase Chain Reaction (PCR)
Untuk amplifikasi DNA dari teknik hibridisasi asam nukleat. Pada sistem
hibridisasi ini, sebuah molekul asam nukleat yang sudah diketahui spesifisitasnya (DNA
probe) digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya urutan asam nukleat yang sepadan dari
target DNA (kuman). Penggandaan target DNA dilakukan dengan teknik PCR menggunakan
enzim DNA polimerase. 16
# IgM Dipstick test
Pemeriksaan ini didasarkan pada ikatan antibodi IgM spesifik Salmonella typhi
pada LPS antigen Salmonella typhi. Tes Tubex merupakan tes aglutinasi kompetitif semi
kuantitatif sederhana dan cepat. Hasil positif tes Tubex menunjukkan adanya infeksi
Salmonella walaupun tidak dapat menunjukkan Salmonella grup D mana yang menjadi faktor
kausatifnya. Infeksi Salmonella serotipe lainnya seperti Salmonella paratyphi A memberikan
hasil yang negatif. Oleh sebab itu, tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena
hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu
singkat.10,18
KOMPLIKASI
Komplikasi typoid dapat terjadi pada :
1. Intestinal (usus halus) :
Umumnya jarang terjadi, tapi sering fatal, yaitu:
a. Perdarahan (haemorrhage) usus.
10
Presentasi Kasus Demam Tifoid
Bervariasi dari mikroskopik sampai terjadi melena. Pada anak lebih jarang.
Dilaporkan di Surabaya terjadi pada hari ketujuh belas atau awal minggu ke-3. Insidennya
berbeda-beda berkisar antara 0,8%-8,6%
Diagnosis dapat ditegakkan dengan:

Penurunan tekanan darah

Denyut nadi bertambah cepat dan kecil

Kulit pucat

Penurunan suhu tubuh

Mengeluh nyeri perut

Sangat iritabel

Darah tepi: sering diikuti peningkatan lekosit dalam waktu singkat
b. Perforasi usus
Timbul pada minggu ketiga atau setelah itu dan sering terjadi pada ileum
terminalis. Lebih jarang dibandingkan pada orang dewasa. Angka kejadian antara 0,4-2,5%.
Apabila hanya terjadi perforasi tanpa peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara
dalam rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara bebas (free air
sickle) diantara hati dan diafragma pada foto Rontgen abdomen yang dibuat dalam posisi
tegak.
c. Peritonitis
Pada umumnya tanda/gejala peritonitis sering didapatkan, penderita nampak kesakitan
di daerah perut yang mendadak, perut kembung, dinding abdomen tegang ( defense musculair
), nyeri tekan, tekanan darah menurun, suara bising usus melemah, pekak hati berkurang.
Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan peningkatan lekosit dalam waktu singkat.
2. Ekstraintestinal
Terjadi umumnya karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteriemia):
a. Liver, gallbladder, dan pancreas
b. Kardiorespiratory
c. Nervous system
d. Hematologi dan renal
Terjadi DIC yang subclinical pada typhoid fever yang mana merupakan
manifestasi sindrom uremia hemolitik, dan hemolisis. Glomerulonefritis, pielonefritis, dan
perinefritis.5,13
11
Presentasi Kasus Demam Tifoid
TATALAKSANA
Penderita yang harus dirawat dengan diagnosis praduga demam tifoid harus dianggap dan
dirawat sebagai penderita demam tifoid yang secara garis besar ada 3 bagian yaitu:
 perawatan
 diet
 obat
Perawatan
Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta
pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas panas, tetapi tidak harus tirah baring
sempurna seperti pada perawatan demam tifoid di masa lampau. Mobilisasi dilakukan
sewajarnya, sesuai dengan situasi dan kondisi penderita.
Diet
Beberapa penelitian menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai dengan
keadaan penderita dengan memperhatikan segi kualitas maupun kuantitas ternyata dapat
diberikan dengan aman. Kualitas makanan disesuaikan kebutuhan baik kalori, protein,
elektrolit, vitamin maupun mineralnya serta diusahakan makan yang rendah/bebas selulose,
menghindari makan iritatif sifatnya. Pada penderita dengan gangguan kesadaran maka
pemasukan makanan harus lebih diperhatikan.
Obat-obatan
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian menurun secara
drastis(1-4%).
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain:
- Kloramfenikol
- Tiamfenikol
- Co trimoxazol
- Ampisilin
- Amoksisilin
- Seftriakson
- Sefiksim
12
Presentasi Kasus Demam Tifoid
Kloramfenikol
Bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini terikat pada
ribosom subunit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan
peptide tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman. Meskipun telah dilaporkan
adanya resistensi kuman Salmonella terhadap kloramfenikol di berbagai daerah.
Kloramfenikol tetap digunakan sebagai drug of choice pada kasus demam tifoid. Dalam
pemberian kloramfenikol tidak terdapat keseragaman dosis, dosis yang dianjurkan ialah
50-100 mg/kg.bb/hari, oral atau IV, dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari serta untuk
neonatus sebaiknya dihindarkan, bila terpaksa dosis tidak boleh melebihi 25
mg/kgbb/hari.2,3
Tiamfenikol
Mempunyai efek yang sama dengan kloramfenikol, mengingat susunan
kimianya hampir sama hanya berbeda pada gugusan R-nya. Dengan pemberian
tiamfenikol demam turun setelah 5-6 hari, hanya komplikasi hematologi pada
penggunaan tiamfenikol lebih jarang dilaporkan, sedangkan strain salmonella yang
resisten terhadap tiamfenikol. Dosis oral yang dianjurkan 50-100 mg/kg.bb/hari.
Co Trimoxazole
Efektifitasnya
terhadap
demam
tifoid
masih
banyak
pendapat
yang
kontroversial. Kelebihan co trimoxazole antara lain dapat digunakan untuk kasus yang
resisten terhadap kloramfenikol. Kelemahannya ialah terjadi skin rash (1-15%). Steven
Johnson sindrome, agranulositosis, tromositopenia, megaboblastik anemia, hemolisis
eritrosit terutama pada penderita defisiensi G6PD.
Dosis oral: 30-40 mg/kg.bb/hari dari sulfametoxazole dan 6-8 mg/kg.bb/hari,
oral, selama 10 hari untuk trimetoprim, diberikan dalam 2 kali pemberian.
Ampisilin dan Amoksisilin
Merupakan derivat penisilin yang digunakan pada pengobatan demam tifoid,
terutama pada kasus yang resisten terhadap kloramfenikol, tetapi pernah dilaporkan
adanya Salmonella yang resisten terhadap ampisilin di Thailand.
Ampisilin umumnya lebih lambat menurunkan demam bila dibandingkan
dengan kloramfenikol, tetapi lebih efektif untuk mengobati karier serta kurang
toksisitas.
Kelemahannya dapat terjadi skin rash (3-18%), diare (11%).
13
Presentasi Kasus Demam Tifoid
Dosis yang dianjurkan:
Ampisilin 100-200 mg/kg.bb/hari, oral atau IV selama 10 hari
Amoksisilin 100 mg/kg.bb/hari,
Pengobatan demam tifoid yang menggunakan obat kombinasi tidak memberikan
keuntungan yang lebih baik bila diberikan obat tunggal.
Seftriakson
Lebih aman dari Kloramfenikol. DOC jika terdapat resistensi terhadap
kloramfenicol. Seftriakson tersedia dalam bentuk bubuk obat suntik. Dosisnya 80
mg/kgbb/hari, IV atau IM, sekali sehari, 5 hari.
Sefiksim
10mg/kgbb/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis, selama 10 hari.
# Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi yang tepat karena dapat menyebabkan
perdarahan usus dan relaps. Diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran.
Dexametason 1-3mg/kgbb/hari intravena, dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik.2,3
# Antipiretik
Diberikan apabila demam > 39ºC, kecuali pada riwayat kejang demam dapat
diberikan lebih awal.
Lain-lain
Transfusi darah
Bedah
Monitoring
Evaluasi demam reda dengan memonitor suhu. Apabila pada hari 4-5 setelah
pengobatan demam tidak reda, maka segera harus dievaluasi adakah komplikasi, sumber
infeksi lain, resistensi Salmonella typhi terhadap antibiotik, atau kemungkinan salah
menegakkan diagnosis.
Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa
antipiretik, nafsu makan membaik, klinis perbaikan dan tidak dijumpai komplikasi.
Pengobatan dapat dilanjutkan di rumah.3
PENCEGAHAN
Higiene perorangan dan lingkungan
14
Presentasi Kasus Demam Tifoid
Demam tifoid ditularkan melalui rute oro fekal, maka pencegahan utama
memutuskan rantai tersebut dengan meningkatkan higiene perorangan dan lingkungan,
seperti mencuci tangan sebelum makan, penyediaan air bersih, dan pengamanan
pembuangan limbah feses, pemberantasan lalat, pengawasan terhadap kebersihan
penjual makanan.2,3
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar Salmonella typhi,
maka setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang
mereka konsumsi. Salmonella typhi dalam air akan mati apabila dipanaskan setinggi
57°C beberapa menit atau dengan proses iodinasi/ klorinasi.3
Imunisasi
Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid.
Beberapa vaksin telah ditemukan untuk mencegah demam tifoid, bentuknya berupa
vaksin demam tifoid oral, dan vaksin polisakarida parenteral.1
Vaksin Demam Tifoid Oral
Vaksin demam tifoid oral dibuat dari kuman Salmonella typhi galur non
patogen yang telah dilemahkan. Kuman dalam vaksin akan mengalami siklus
pembelahan dalam usus dan dieliminasi dalam waktu 3 hari setelah pemakaiannya.
Tidak seperti vaksin parenteral, respon imun pada vaksin ini termasuk sekretorik IgA.
Secara umum efektivitas vaksin oral sama dengan vaksin parenteral yang diinaktivasi
dengan pemanasan, namun vaksin oral mempunyai reaksi samping lebih rendah. Vaksin
tifoid oral dikenal dengan nama Ty-21a. Cara pemberian 1 kapsul vaksin dimakan
setiap hari ke 1,3,5 satu jam sebelum makan dengan minuman yang tidak lebih dari
37°C. Kapsul ke 4 pada hari ke 7, Daya proteksi vaksin ini hanya 50-80%, maka yang
sudah divaksinasi juga dianjurkan untuk melakukan seleksi pada makanan dan
minuman.
Vaksin Polisakarida Parenteral
Susunan vaksin polisakarida setiap 0,5ml mengandung kuman Salmonella
typhi, polisakarida 0,025mg, fenol, dan larutan buffer yang mengandung natrium
klorida, disodium fosfat, monosodium fosfat, dan pelarut untuk suntikan. Penyimpanan
pada suhu 2°C-8ºC, jangan dibekukan. Vaksin ini akan kadaluarsa dalam jangka waktu
15
Presentasi Kasus Demam Tifoid
3 tahun. Pemberian secara intramuskuler atau subkutan pada daerah deltoid atau paha.
Imunisasi ulangan dilakukan tiap 3 tahun.Kontraindikasi pemberian vaksin ini adalah
pasien yang alergi terhadap bahan-bahan dalam vaksin, saat demam, penyakit akut,
penyakit kronik progresif. Daya proteksi 50-80%.15
PROGNOSIS
Prognosis pasien Demam Tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan
kesehatan sebelumnya, dan ada atau tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi
antibiotik yang adekuat, angka mortalitas <1%. Di negara berkembang, angka
mortalitasnya >10%, mortalitas pada penderita yang dirawat 6%, biasanya karena
keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan yang meningkatkan kemungkinan
komplikasi dan waktu pemulihan.19
Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S.ser Typhi ≥ 3
bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Risiko menjadi karier pada anakanak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronik dapat terjadi pada 1-5% dari
seluruh pasien demam tifoid. Insidens penyakit traktus biliaris lebih tinggi pada karier
kronis dibandingkan dengan populasi umum. Sebanyak 5% penderita demam tifoid
kelak akan menjadi karier sementara, sedangkan 2% yang lain akan menjadi karier
kronis.7
Umumnya prognosis tifus abdominalis pada anak baik asal penderita cepat
datang berobat dan istirahat total. Prognosis menjadi buruk bila terdapat gejala klinis
yang berat seperti:
-
Hiperpireksia atau febris kontinua
-
Kesadaran yang menurun sekali; sopor, koma, delirium.
-
Komplikasi berat; dehidrasi dan asidosis, peritonitis, bronkopneumonia.
-
Keadaan gizi buruk (malnutrisi energi protein).5
16
Presentasi Kasus Demam Tifoid
DATA PASIEN
I.
IDENTITAS
Nama Pasien
:An. Zumri
Tempat/ Tgl lahir
: Bekasi, 7 Juni 1999
Umur
:14 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Agama
: Islam
Alamat Rumah
: Kp. Harapan Baru
Pendidikan
: Kelas 2 SMP
No. RM
: 523097
Masuk RS
: 23 April 2013
Orang tua/Wali
Ayah
Ibu
II.
Nama
: Tn. Armin
Usia
: 50 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pedagang
Nama
: Ny. Ramih
Usia
: 45 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis (dengan ibu pasien) pada tanggal
26 April 2013
A.
Keluhan Utama
Panas tinggi sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit
B.
Keluhan Tambahan
Pusing  , mual , muntah -, batuk , berdahak kuning campur lendir, sakit
tenggorokan .
C.
Riwayat Penyakit Sekarang
17
Presentasi Kasus Demam Tifoid
Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan badan
panas naik turun sejak 7 hari SMRS. Panas timbul mendadak , bersifat naik turun
dan panas mulai meninggi ketika sore menjelang malam hari, panas tidak disertai
kejang. Saat panas pasien sempat menggigil, mengigau dan tidak mengalami
penurunan kesadaran. Pasien sudah sempat dibawa ke Puskesmas dan diberi obat
puyer penurun panas namun belum ada perbaikan dan panas kembali meninggi.
Pasien tidak mengeluh nyeri sendi, tidak ada mimisan ataupun gusi berdarah dan
tidak timbul bintik merah pada kulit. Pasien juga kadang-kadang batuk berdahak
sejak sakit tetapi tidak ada darah namun disertai sedikit sesak napas dan nyeri
dada.
Hari pertama panas, pasien mengeluh mual, nyeri pada ulu hati dan ada
muntah 1 kali, cair, ada sisa makanan, ada lendir, tidak ada darah, kira-kira
sebanyak ½ gelas aqua (±100 cc). Pasien juga mengeluh belum BAB ± 3 hari
SMRS. BAK normal.
Pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Di keluarga
dan lingkungan keluarga pasien tidak ada yang menderita demam berdarah
ataupun mengalami sakit serupa.
D.
Riwayat Penyakit Dahulu
Orang tua pasien mengatakan pasien tidak pernah sakit seperti ini
sebelumnya.
E.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita seperti pasien.
III. RIWAYAT PASIEN
A.
Riwayat Pasien
Pasien adalah anak kelima dari 5 bersaudara.
B.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Selama hamil ibu pasien tidak pernah memeriksakan kandungannya ke bidan
di klinik terdekat. Menurut ibu pasien tidak ada kelainan selama masa
18
Presentasi Kasus Demam Tifoid
kehamilannya. Pasien lahir spontan, cukup bulan sesuai masa kehamilan,
lahir ditolong oleh paraji. Pada saat lahir, pasien enangis kuat. BB lahir
3500gram, PB tidak diketahui.
Kesan : riwayat antenatal care dan persalinan buruk
C.
Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi I
: 7 bulan
Psikomotor
:

Tengkurap : 4 bulan

Duduk
: 5 bulan

Berdiri
: 9 bulan

Berjalan
: 12 bulan

Bicara
: 1 tahun 3 bulan
Kesan : riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik
D.
Riwayat Pemberian Makanan
0 - 4 bulan
: ASI
4 - 8 bulan
: ASI + bubur susu
8-12 bulan
: ASI+ nasi tim
12 - 24 bulan
: ASI + menu keluarga
24 - sekarang
: menu keluarga.
Kesan : kualitas dan kuantitas makanan cukup
E.
Riwayat Imunisasi
Jenis Imunisasi
Umur Pemberian (bulan)
BCG
-
DPT
-
Polio
-
Campak
-
Hepatitis
-
Kesan : Riwayat imunisasi pasien tidak pernah mendapat imunisasi
19
Presentasi Kasus Demam Tifoid
F.
Riwayat Tempat Tinggal dan Sanitasi
Pasien tinggal bersama kedua orangtua dan ketiga kakak nya. Pasien tinggal
disuatu perkampungan yang cukup padat penduduknya. Rumah berdinding
tembok dengan lantai semen, Ventilasi kurang baik, sinar matahari cukup
masuk ke dalam rumah
Kesan : Perumahan dan sanitasi lingkungan kurang
IV. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal : 26 April 2013)
Kesadaran
: Compos Mentis
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Berat badan
: 44 kg
Tinggi badan
: 155 cm
Tekanan darah
: 110/ 70 mmHg
Frekuensi nadi
: 88 x/mnt
Frekuensi nafas
: 26 x/mnt
Suhu tubuh
: 36,7 0C
Kepala
: Normocephali, rambut hitam lurus, distribusi merata,
tidak mudah dicabut.
Mata
: Pupil bulat isokor, conjungtiva anemis -/Sklera ikterik -/-, Reflex cahaya langsung +/+
Reflex cahaya tidak langsung +/+
Telinga
: Normotia, Serumen -/-, Sekret -/-
Hidung
: Bentuk normal, Septum deviasi Ө, Sekret -/-
Mulut
: Cyanosis Ө, Lidah kotor , Tremor Ө
Tenggorokan
: Tonsil T3 – T3 membesar, faring hiperemis 
Leher
: Trakhea lurus ditengah, KGB tidak teraba membesar,
kelenjar tiroid tidak teraba membesar.
20
Presentasi Kasus Demam Tifoid
Paru
: Vocal fremitus simetris, suara nafas vesikuler, Rhonkhi -/, Wheezing -/-
Jantung
: S1-S2 reguler, murmur -, gallop -
Abdomen
: Datar, supel, Nyeri tekan , Bising usus  normal, Hepar
- lien tidak teraba membesar.
x
x
x
Extremitas
x
x
: Akral hangat, cyanosis Ө, oedem Ө
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah (tgl 23 April 2013) :
Nilai
Haemoglobin
10,9 g/dl
Leukosit
6.100/mm
LED
90 /jam
B/E/B/S/L/M
0/1/1/79/14/6
Eritrosit
39 jumlah/mm3
Hematokrit
33,5
Trombosit
244.000/mm
Kimia Darah
Nilai
SGOT
28
SGPT
54
GDS
113
Ureum
26
Creatinin
0,6
Imunoserologi
Serologi Widal
21
Presentasi Kasus Demam Tifoid
Salmonella Typhi O
(+) 1/320
Salmonella Typhi H
(-)
Salmonella Paratyphi A O
(+)1/80
Salmonella Paratyphi A H
(-)
Salmonella Paratyphi B O
(-)
Salmonella Paratyphi B H
(-)
Salmonella Paratyphi C O
(+) 1/80
Salmonella Paratyphi C H
(-)
VI. RESUME
Telah diperiksa seorang anak laki-laki berusia 14 tahun datang ke RSUD
Kabupaten Bekasi dengan keluhan utama demam tinggi mendadak yang hilang
timbul sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam bersifat naik turun
terutama sore menjelang malam hari, menggigil dan mengigau. Saat panas pasien
kadang-kadang batuk berdahak dan sedikit sesak serta nyeri dada. Pasien juga
menderita mual dan sempat muntah 1x cair, ada lendir,tidak ada darah, kira-kira
sebanyak 1/2 gelas aqua sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengeluh susah BAB sejak ± 3hari SMRS, BAK pasien normal. Tidak ada yang
menderita kelainan serupa di keluarga dan lingkungan tetangga. Pasien sering
jajan makanan di luar rumah. Pada pemerisaan fisik didapatkan keadaan umum
lemah, tampak sakit sedang, dengan kesadaran compos mentis.
Tanda vital :

Frekuensi nadi : 88x/menit, regular, isi cukup, teraba kuat

Tekanan darah : 110/80 mm Hg

Frekuensi napas : 26x/menit

Suhu tubuh
: 36,7ºC
Pada pemeriksaan sistematis didapatkan lidah yang kotor pada bagian
permukaan dan hiperemis pada tepi lidah. Cor dan pulmo dalam batas normal.
Pada pemeriksaan abdomen dalam batas normal dan nyeri tekan (+).
Pada pemeriksaan laboatorium pada tanggal 23 April 2013 didapatkan
hasil positif pada serologi Salmonella Typhi O (+) 1/320 , Salmonella Paratyphi
A O (+)1/80 dan Salmonella Paratyphi C O (+) 1/80.
22
Presentasi Kasus Demam Tifoid
Diagnosa Kerja
Demam Thypoid
Diagnosa Banding
 DHF
 Bronkitis
 TB paru
 Demam paratifoid
 Malaria
Pemeriksaan Anjuran :

Kultur darah (gaal)

Kultur feses

Pemeriksaan urine lengkap

Pemeriksaan foto thorax

Tes mantoux

Widal ulang
VII. PENATALAKSANAAN :
-
Tirah baring selama ±2 minggu
Diet makanan lunak cukup kalori, cukup protein, rendah serat
-
IVFD RL 20g tt/mnt
-
Ceftriaxone 2x1gr iv
-
Ondansetron
-
Ranitidin 2x1 amp
-
Antrain 1cc (bila panas tinggi)
-
Gentamisin 2x80 mg iv
-
Paracetamol 3x500mg po
VIII. PROGNOSIS
Ad. Vitam
: bonam
23
Presentasi Kasus Demam Tifoid
Ad. Functionam : bonam
Ad. Sanasionam : bonam
IX. FOLLOW UP PASIEN
Selama di bangsal:
TANGGAL
ANAMNESA
TERAPI
24 April 2013
S: Panas badan (+), nyeri
-
dada (+), Batuk (+).
IVFD
RL
20g
tt/mnt
O: KU: sakit sedang
-
KS : compos mentis
Ceftriaxone 2x1gr
iv
Tensi : 110/70mmHg
-
Ondansetron
Nadi : 80x/menit
-
Ranitidin
Respi :26x/menit
2x1
amp
Suhu : 37,7 ºC
-
P: Demam Tifoid
Antrain 1cc (bila
panas tinggi)
-
Gentamisin 2x80
mg iv
-
Paracetamol
3x500mg po
25 April 2013
S:
Panas
badan
(+),
-
Batuk(+), Sesak (+).
IVFD
RL
tt/mnt
-
O: KU: sakit sedang
Ceftriaxone 2x1gr
iv
KS : compos mentis
-
Ondansetron
Tensi : 100/60mmHg
-
Ranitidin
Nadi : 72x/menit
Respi :26x/menit
2x1
amp
-
Suhu : 36,7 ºC
P: Demam Tifoid
20g
Antrain 1cc (bila
panas tinggi)
-
Gentamisin 2x80
mg iv
-
Paracetamol
24
Presentasi Kasus Demam Tifoid
3x500mg po
26 september 2012
S: Panas badan (+) naik
-
turun, nyeri dada (+),
Batuk (+).
IVFD
RL
20g
tt/mnt
-
O: KU: sakit sedang
Ceftriaxone 2x1gr
iv
KS : compos mentis
Tensi : 110/70mmHg
-
Ondansetron
-
Ranitidin
Nadi : 88x/menit
2x1
amp
Respi :26x/menit
-
Suhu : 36,7 ºC
Antrain 1cc (bila
panas tinggi)
P: Demam Tifoid
-
Gentamisin 2x80
mg iv
-
Paracetamol
3x500mg po
29 April 2013
S: Panas badan (+) naik
turun
,
sariawan
-
OBH syr 3x Icth
-
IVFD
(+),
Batuk (+).
Tensi : 1o0/70mmHg
-
-
Ondansetron
-
Ranitidin
2x1
amp
-
Suhu : 36,5 ºC
P: Demam Tifoid
Ceftriaxone 2x1gr
iv
Nadi : 100x/menit
Respi :24x/menit
20g
tt/mnt
O: KU: sakit sedang
KS : compos mentis
RL
Antrain 1cc (bila
panas tinggi)
-
Gentamisin 2x80
mg iv
-
Paracetamol
3x500mg po
-
OBH syr 3x Icth
25
Presentasi Kasus Demam Tifoid
30 April 2013
S: Panas badan (-)Batuk
-
(+) jarang.
O: KU: sakit sedang
IVFD
RL
tt/mnt
-
KS : compos mentis
Ceftriaxone 2x1gr
iv
Tensi : 110/70mmHg
-
Ondansetron
Nadi : 88x/menit
-
Ranitidin
Respi :24x/menit
Suhu : 36,7 ºC
20g
2x1
amp
-
P: Demam Tifoid
Antrain 1cc (bila
panas tinggi)
-
Gentamisin 2x80
mg iv
-
Paracetamol
3x500mg po
-
OBH syr 3x Icth
ANALISA KASUS
Demam typhoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan
bahkan asimptomatis. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi, namun gejala yang
timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam, (2) gangguan saluran
pencernaan, (3) gangguan kesadaran. Pada kasus khas terdapat demam remitten pada
minggu pertama, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada malam hari.
Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam, yang turun secara
berangsur-angsur pada minggu ketiga.
Pada pasien ini di tegakkan diagnosa demam typhoid tanpa komplikasi.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan :
Anamnesis:
26
Presentasi Kasus Demam Tifoid

Pasien demam 7 hari yang remitten. Demam menjelang sore hari dan demam
turun pagi harinya sehingga pasien dapat bersekolah pada pagi harinya (aktivitas
pasien tidak terganggu)

Demam disertai dengan gangguan pencernaan berupa mual dan konstipasi

Pasien sering jajan makanan dan minumam di luar rumah, yang tidak jelas
kebersihannya
Pada pasien ini pemerikasaan fisiknya ditemukan :

Didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, keadaan umum yang
sedang, tanpa gangguan kesadaran

Pada lidah pasien ditemukan kotor pada tengahnya dan hiperemis pada
pinggirnya, tremor (-)

Pada pemeriksaan abdomen terdapat nyeri tekan (+)
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa demam typhoid dibagi
dalam 3 kelompok, yaitu (1) isolasi kuman penyebab demam typhoid melalui biakan
kuman dari spesimen penderita seperti darah, sumsum tulang, urin, tinja, cairan
duodenum dan rose spot, (2) uji serologis untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen,
(3) pemeriksaan melacak DNA kuman S. Tyhpi
Diagnosis demam typhoid dengan biakan kuman sebenarnya amat diagnostik,
namun identifikasi kuman memerlukan waktu 3-5 hari. Biakan darah positif pada 4060% kasus yang diperiksa pada minggu pertama sakit, sedangkan biakan feses atau
urin akan positif setelah minggu pertama. Biakan dari sumsum tulang akan positif
pada penyakit stadium lanjut, dan merupakan pemeriksaan yang paling sensitif.
Biakan darah positif memastikan demam typhoid, tetapi biakan darah negatif tidak
menyingkirkan demam typhoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah
bergantung pada beberapa faktor, antara lain (1) jumlah darah yang diambil, (2)
perbandingan volume darah dan media empedu, (3) waktu pengambilan darah.
Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan kultur darah karena membutuhkan
waktu yang cukup lama untuk mengetahui hasilnya dan pemeriksaan melacak DNA
tidak dilakukan karena biaya yang mahal dan fasilitas rumah sakit yang terbatas.
27
Presentasi Kasus Demam Tifoid
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan serologis dan didapatkan hasil positif
pada serologi Salmonella typhi O dan Salmonella paratyphi CO sebesar 1/80.
Walaupun uji serologi Widal untuk menunjang diagnosis demam typhoid telah luas
digunakan namun manfaatnya masih menjadi perdebatan.
Penatalaksanaan penderita dengan demam typhoid, terutama pada pasien ini
dengan perawatan bed rest, pemberian diet yang lunak yang mudah dicerna dengan
kalori dan protein yang cukup dan rendah serat. Pemberiaan obat-obatan diberikan
antibiotik ceftriaxone 2x1gr Iv sebagai pengobatan kausalnya. Selain itu diberikan
antipiretik (paracetamol), anti mual (Ranitidin), dan ekspektorant (OBH) sebagai
pengobatan simptomatis.
Untuk memastikan diagnosa dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kultur
darah atau urin atau feses.
Pasien diperbolehkan pulang setelah perawatan di rumah sakit karena tidak ada
keluhan dan ada perbaikan klinis. Namun pasien tetap dianjurkan untuk istirahat dan
mobilisasi bertahap, diet makanan lunak, dan melanjutkan antibiotik sampai 5 hari
bebas demam.
28
Presentasi Kasus Demam Tifoid
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku ajar ilmu kesehatan anak
infeksi dan penyakit tropis., ed 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia: h.36775.
2. Rampengan TH. Penyakit infeksi tropik pada anak, ed 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2008: h.46-62.
3. Pusponegoro HD, dkk. Standar pelayanan medis kesehatan anak, ed 1. Jakarta :
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2004: h.91-4.
4. NN. Mengenal demam typhoid. Available from :
http://abughifari.blogspot.com/2008/11/mengenal-demam-typhoid.html ( cited :
2013 May 3th).
5. Hassan R, dkk. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2, ed 11. Jakarta : Percetakan
Infomedika, 2005: h.592-600.
6. NN. Demam typhoid. Available from :
http://cetrione.blogspot.com/2008/11/demam-typhoid.html (cited : 2013 May
3th).
7. NN. Demam tifoid (typhoid fever). Available from :
http://www.jevuska.com/2008/05/10/demam-tifoid-typhoid-fever ( cited : 2013
May 4th).
8. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of
pediatrics, 18th ed. Philadelphia, 2007: p.1186-1190.
9. Partini P. Tritanu dan Asti Proborini. Demam Tifoid. Pediatrics Update. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, 2003: h.37-43.
10. Hartoyo E, Yunanto A, Budiarti L. UJi sensitivitas salmonella typhi terhadap
berbagai antibiotik di bagian anak RSUD Ulin Banjarmasin. Sari Pediatri.
September 2006;8(2):118-121.
11. Concise Reviews of Pediatrics Infectious Diseases. Management of Typhoid
Fever in Children. February 2002: p.157-159.
12. NN. Demam tifoid. Available from: http://www.medicastore.com (cited : 2013
May 3th).
13. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR. Current pediatrics
diagnosis & treatment., 18th ed. USA, 2007: p.279, 1184-5.
29
Presentasi Kasus Demam Tifoid
14. Hadinegoro SRS, Tumbelaka AR, Satari HI. Pengobatan Cefixime pada Demam
Tifoid Anak. Sari Pediatri. 2001;2(4):182-7.
15. Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB. Pedoman imunisasi
di Indonesia, ed 2. Jakarta : Badan Penerbit Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2005: h.173-4.
16. Retnosari S, Tumbelaka AR. Pendekatan diagnostik serologik dan pelacak
antigen salmonella typhi. Sari Pediatri. 2000;2(2):90-5.
17. World Health Organization. Backgroud Document: The Diagnosis, Treatment
and Prevention of Typhoid Fever. Geneva: WHO, 2003. Available from:
http://www.who.int/vaccines-documents/ (cited : 2013 May 5th).
18. Zulkarnain I. Patogenesis demam tifoid. Jakarta : Pusat informasi & penerbitan
bagian ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000:
h.3-5.
19. Brusch JL, Garvey T. Penyakit tipus fever. Available from :
http://www.medscape.com/files/public/blank.htm (cited : 2013 May 4th).
30
Download