bab ii. tinjauan pustaka - Perpustakaan Universitas Mercu Buana

advertisement
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Merek
Sejumlah bukti sejarah mengungkapkan bahwa merek dalam bentuk tanda identitas
(identity marks) telah digunakan sejak ribuan tahun yang lalu, yaitu pada jaman mesir kuno,
terbukti dengan adanya tulisan dan gambar di dinding-dinding kuburan yang menunjukan
ternak pada jaman itu telah diberi merek atau tanda sejak tahun 2000 SM. Kata “brand” dalam
bahasa Inggris berasal dari kata “brandr” dalam bahasa old nurse, yang berarti “to burn”,
mengacu pada pengidentifikasian ternak (Tjiptono, 2005). Pada waktu itu pemilik hewan ternak
menggunakan “cap” khusus untuk menandai ternak miliknya dan membedakannya dari ternak
lain. Melalui “cap” tersebut, konsumen lebih mudah mengidentifikasi ternak yang berkualitas
dari perternak yang bereputasi bagus.
Suatu
merek
adalah
suatu
nama,
istilah,
simbol,
desain,
atau gabungan
keempatnya, yang mengidentifikasikan produk para penjual dan membedakannya dari produk
pesaing (Lamb, Hair and Mc Daniel, 2001). Nama merek merupakan bagian dari merek yang
dapat diucapkan, termasuk huruf-huruf, kata-kata dan angka-angka. Merek mempunyai manfaat
utama: identifikasi produk, penjualan berulang dan penjualan produk baru. Dan tujuan yang
paling utamanya adalah identifikasi produk. Merek memperbolehkan para pemasar
membedakan produk mereka dari semua produk lainnya.
Arti dan peran merek dalam suatu bisnis sangatlah penting menurut Kotler dan Keller
(2003) mengatakan merek adalah suatu nama, istilah, simbol atau desain atau kombinasi dari
hal-hal tersebut yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan produk atau jasa yang dihasilkan
oleh penjual atau kelompok penjual dan membedakannya dari para pesaing.
1
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
Menurut Kotler dan Keller (2003) merek adalah suatu produk yang telah ditambahkan
dengan
dimensi-dimensi
lainnya
yang
membuat
produk tersebut menjadi berbeda
dibandingkan dengan produk lainnya yang sama- sama di desain untuk memenuhi kebutuhan
yang sama. Perbedaan tersebut dapat berupa sesuatu yang emosional dan tidak berwujud yang
berhubungan dengan apa yang diharapkan direpresentasikan oleh merek.
Menurut Kotler (2004), pengertian merek adalah sebagai berikut: “A brand is a name,
term, sign, symbol or services of one seller of groups of seller and differentiate them from
those of competitors”. Jadi merek membedakan penjual, produsen atau produk dari penjual,
produsen atau yang lain. Merek dapat berupa nama, merek dagang, penjual diberi hak eksklusif
untuk
menggunakan
mereknya
selama-lamnya.
Jadi
merek berbeda dari aktiva lain
seperti paten dan hak cipta yang mempunyai batas waktu (Kotler, 2004).
Menurut UU Merek No 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1 menyebutkan, merek adalah
“tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinai
dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan atau jasa”.
Dalam menentukan suatu kebijakan merek, perusahaan memerlukan strategi merek.
Menurut Kotler (2004), strategi merek ada lima pilihan antara lain:
a) Merek baru (new brand)
Yaitu menggunakan merek baru untuk kategori produk baru. Strategi ini paling
sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan.
b) Perluasan lini (line extension)
Strategi pengembangan merek ini menggunakan nama merek yang sudah
dikenal oleh konsumen untuk memperkenalkan tambahan variasi seperti
rasa
baru,
warna, ukuran kemasan, dsb, pada suatu kategori produk dengan menggunakan nama
2
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
merek yang sama.
c) Perluasan merek (brand extension)
Yaitu menggunakan merek yang sudah ada untuk produk baru, atau strategi
menjadikan semua produk memiliki merek yang sama.
d) Multi-merek (multibrand)
Yaitu menggunakan merek baru untuk kategori produk lama. Dalam pendekatan ini
produknya sama, tetapi mereknya berbeda sehingga sebuah perusahaan bisa memiliki
beberapa merek untuk produk yang sama.
e) Merek bersama (co-brand)
Yaitu dua atau lebih merek yang terkenal dikombinasikan dalam satu tawaran.
Tiap sponsor merek mengharapkan bahwa merek lain akan memperkuat preferensi merek
atau minat pembeli.
Gambar 2.1
Identitas Merek dan Piramida Merek
Brand Core
Culture
Personality
Physical
Brand Style Self Image Reflection Relationship Brand Themes Sumber: Kapfferer J N.,1994 Strategic Brand Management, Free Press, New York
3
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
Konsep piramida merek diperkenalkan oleh Kapfferer (1994), dimana piramida tersebut
terdiri dari tiga lapis tingkatan. Lapisan pertama adalah brand core, yaitu hal fundamental atau
kode genetik dari intisari sebuah merek, dimana sifatnya tetap di sepanjang waktu. Lapisan
tengah adalah brand style, yaitu lapisan yang menyampaikan brand core. Brand style meliputi:
hal nilai budaya yang disampaikan,misalnya budaya western; kepribadian merek,misalnya
percaya diri; dan citra atau proyeksi dari merek itu sendiri, misalnya profesional.
Sedangkan lapisan terakhir dalam piramida adalah brand themes, yaitu cara bagaimana
suatu merek dikomunikasikan melalui iklan, publikasi, kemasan, dsb. Tema sebuah merek terdiri
dari tampilan fisik dari suatu produk seperti warna, logo, dan kemasan; refleksi dari merek,
misalnya endoserser iklan; dan hubungan yang diekspresikan,misalnya glamor, bersahabat.
Dengan mengerti dan memahami konsep piramida merek akan membantu pemasar dalam
menciptakan, merencanakan, memelihara, mengembangkan, serta mengkomunikasikan identitas
merek produk atau perusahaan.
2.2.
Sikap terhadap Merek (Attitude)
Sikap (attitude) adalah suatu mental dan syaraf sehubungan dengan kesiapan untuk
menanggapi, diorganisasi melalui pengalaman dan memiliki pengaruh yang mengarahkan dan
atau dinamis terhadap perilaku (Gordon Allport dalam Nugroho J. Setiadi, 2003; 214).
Sikap menurut Allport dalam Basu Swastha (1998, p. 45) adalah suatu status mental dan
syaraf sehubungan dengan kesiapan untuk menanggapi, di organisasi melalui pengalaman dan
memiliki pengaruh yang mengarahkan terhadap perilaku. Hal yang sama dikemukakan oleh
Mittal (1994), menurutnya sikap memainkan peranan utama dalam membentuk perilaku, sikap
mengevaluasi
suatu
kegiatan
pemasaran
yang
akan dilaksanakan, memahami sikap
4
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
masyarakat saat ini, membantu dalam suatu kegiatan periklanan yang lebih baik. Sedangkan
menurut McGuire (1986) sikap adalah perasaan atau evaluasi secara umum baik positif atau
negatif kepada orang atau objek.
Sikap terhadap merek tertentu sering mempengaruhi apakah konsumen akan membeli
atau tidak. Sikap positif terhadap merek tertentu akan memungkinkan konsumen melakukan
pembelian terhadap merek itu, sebaliknya sikap negatif akan menghalangi konsumen untuk
melakukan pembelian(Sutisna; 2002;98).
Selanjutnya Chaundhuri (1999) mengatakan bahwa sikap terhadap merek (brand
attitude) adalah evaluasi keseluruhan konsumen terhadap merek, dalam model ekuitas merek
ditemukan bahwa peningkatan pangsa pasar terjadi ketika sikap terhadap merek makin positif.
Sikap terhadap merek tertentu sering mempengaruhi apakah konsumen akan membeli atau
tidak. Sikap positif terhadap merek tertentu akan memungkinkan konsumen melakukan
pembelian terhadap merek itu, sebaliknya sikap negatif akan menghalangi konsumen untuk
melakukan pembelian (Sutisna; 2002;98).
Kinnear dan Taylor (1987) menyatakan bahwa sikap adalah pemandangan individu
berdasarkan pengetahuan penilaian dan proses orientasi tindakan terhadap suatu obyek atau
gejala. Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1994), sikap sebagai suatu evaluasi
menyeluruh yang menunjukkan orang berespon dengan cara menguntungkan atau tidak
menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan obyek atau alternatif yang diberikan. Sikap
dalam kamus Marketing (Norman A. Hart dan John Stapleton, 1995) juga didefinisikan
sebagai kondisi mental atau akal budi tertentu yang mencerminkan suatu pandangan pribadi
yang negatif ata positif mengenai suatu obyek/konsep; atau suatu keadaan acuh tak acuh yang
5
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
menunjukkan titik tengah (mid point) diantara dua titik ataupun dua pokok yang saling
berlawanan.
Definisi sikap yang paling klasik dikemukakan oleh Gordon Allpport (Sutisna, 2002;
99); sikap adalah mempelajari kecenderungan memberikan tanggapan pada suatu objek atau
kelompok objek baik disenangi atau tidak disenangi secara konsisten.
Sikap (attitudes) dan perilaku pengetahuan kognitif yang dimiliki konsumen dengan
mengaitkan atribut, manfaat, dan obyek (dengan mengevaluasi informasi), sementara itu sikap
mengacu pada perasaan atau respon efektifnya. Sikap berlaku sebagai acuan yang
mempengaruhi dari lingkungannya (Loudon dan Dela Bitta, 1993).
Perilaku menurut
Mowen (1990) dalam Oliver (1997) adalah segala sesuatu yang dikerjakan konsumen
untuk membeli, membuang, dan menggunakan produk dan jasa.
Sikap menurut Loudon dan Dela Bitta (1993) mempunyai empat fungsi:
a) Fungsi Penyesuaian
Fungsi ini mengarahkan manusia menuju obyek yang menyenangkan atau
menjauhi obyek yang tidak menyenangkan. Hal ini mendukung konsep utilitarian
mengenai maksimasi hadiah atau penghargaan dan minimisasi hukuman.
b) Fungsi Pertahanan Diri
Sikap dibentuk untuk melindungi ego atau citra diri terhadap ancaman serta
membantu untuk memenuhi suatu fungsi dalam mempertahankan diri.
c) Fungsi Ekspresi Nilai
Sikap ini mengekspresikan nilai-nilai tertentu dalam suatu usaha untuk
menerjemahkan nilai-nilai tersebut ke dalam sesuatu yang lebih nyata dan lebih
mudah ditampakkan
6
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
d) Fungsi Pengetahuan
Manusia membutuhkan suatu dunia yang mempunyai susunan teratur
rapi, oleh karena itu mereka mencari konsistensi, stabilitas, definisi dan
pemahaman dari suatu kebutuhan yang selanjutnya berkembanglah sikap ke arah
pencarian pengetahuan.
Loudon dan Dela Bitta (1993) juga menjelaskan bahwa sikap dapat dibentuk melalui
tiga faktor, yaitu: (1) personal experience, (2) group associations, (3) influential others.
Pengalaman pribadi seseorang akan membentuk dan mempengaruhi penghayatan terhadap
stimulus sosial. Tanggapan akan menjamin salah satu dasar dari terbentuknya sikap. Syarat
untuk mempunyai tanggapan dan penghayatan adalah harus memiliki pengalaman yang
berkaitan dengan obyek psikologi.
Semua orang dipengaruhi pada suatu derajat tertentu oleh anggota lain dalam kelompok
yang nama orang tersebut termasuk didalamnya. Sikap kita terhadap produk, ilmu etika,
peperangan dan jumlah besar obyek yang lain dipengaruhi secara kuat oleh kelompok yang kita
nilai serta dengan mana kita lakukan atau inginkan untuk asosiasi (kelompok). Beberapa
kelompok, termasuk keluarga, kelompok kerja, dari kelompok budaya dan sub budaya, adalah
penting dalam mempengaruhi perkembangan sikap seseorang. Pengaruh orang lain dianggap
penting, orang lain merupakan salah satu komponen sosial yang dapat mempengaruhi sikap
individu. Pada umumnya individu cenderung memilih sikap yang searah dengan orang yang
dianggap penting. Kecenderungan ini dimotivasikan oleh keinginan untuk berafiliasi.
Sikap terhadap merek didefinisikan sebagai evaluasi keseluruhan tentang merek
yang dilakukan oleh konsumen (Keller, 1998) dan merefleksikan respon konsumen terhadap
merek tersebut. Sikap terhadap merek dapat dibentuk dari kepercayaan tentang atribut intrinsik
dari suatu merek dan juga manfaat fungsional serta pengalaman yang menyertainya
7
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
(Zeithaml, 1988; Keller, 1998)
Sikap terhadap merek dapat juga dibentuk melalui kepercayaan dasar seseorang
tentang atribut ekstrinsik dari suatu merek dan juga manfaat simbolik yang ada di dalamnya
(Lutz,1975; Keller, 1998).
Sikap terhadap merek (attitude toward the brand) adalah perilaku konsumen yang erat
kaitannya dengan nilai merek bagi konsumen dan ekspektasi konsumen (Percy dan Rossiter,
1992). Sikap terhadap merek dinilai positif tergantung pada merek tersebut lebih disukai, merek
tersebut lebih diingat (Till dan Baack, 2005); Shapiro dan Krishnan (2001), merek tersebut
lebih dipilih dibanding merek pesaing (Hyun Seung Jin, 2004).
2.3.
Perluasan Merek (Brand Extension)
Menurut Afiff (2006), Strategi brand extension adalah pengenalan produk baru dengan
memanfaatkan merek yang telah dikenal dan laku dipasar, dimana kategori produk baru
tersebut berbeda dengan kategori produk yang lamanya. Contoh dari strategi ini di indonesia
adalah ketika produk wings dari awal mulanya hanya sebuah produk deterjen, kemudian
mengeluarkan produk
kemudian contoh
mie instannya
(mie sedap), dimana Wings menjadi merek
induk,
lainnya adalah produk deterjen So Klin menge1uarkan produk cairan
pembersih lantai So Klin.
Menurut Keller (2003),
perusahaan
menggunakan
memperkenalkan
memperluas
produk
jangkauan
Brand extension didefinisikan sebagai situasi dimana
merek
yang
sudah
baru.
Brand extension
merek
karena
mapan
digunakan
awareness dari
sebelumnya
sebagai
merek
untuk
strategi
telah
untuk
berbentuk
sebelumnya. Dengan pengetahuan tentang merek yang telah dikenal sebelumnya, konsumen
berpeluang untuk mengurangi risiko mengalami kinerja buruk dari produk baru tersebut.
8
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
Mortimer (2003) menyatakan bahwa suatu produk dengan merek yang telah dikenal
sebelumnya tidak lagi hanya dilihat fungsi produknya semata, namun juga dilihat dari nilai
emosional keseluruhan.
Menurut Rangkuti (2004, p113), apabila sebuah merek digabung dengan merek yang
sudah ada, maka perluasan merek tersebut dinamakan Submerek. Tingkat keberhasilan suatu
perluasan merek sangat tergantung kepada merek induknya (parent brand). Merek induk
dapat pula memiliki berbagai macam produk, contohnya: Betadine. Ia mengeluarkan berbagai
macam produk seperti obat luka, obat antiseptik, shampoo,dan sebagainya. Semua ini disebut
sebagai family brand.
Strategi merek (branding) tidak diragukan lagi merupakan elemen penting dalam strategi
pemasaran suatu produk untuk menciptakan keunggulan
daya saing bagi perusahaan.
Merek yang dibangun atas dasar karakteristik emosional seperti kepercayaan, reputasi,
citra dan responsifitas dipercaya memiliki daya tahan yang lebih baik dalam persaingan
(Doyle,2002).
Dari pemahaman ini, perusahaan tidak lagi mengembangkan merek hanya sekedar
nama tetapi sudah terintegrasi dalam strategi jangka panjangnya. Salah satu strategi
yang
banyak digunakan oleh perusahaan untuk mengembangkan merek adalah strategi brand
extension (Mortimer 2003).
Dengan memahami bahwa ekuitas merek memiliki dampak yang besar dalam keputusan
konsumen dalam pemilihan suatu produk dan adanya kondisi riil bahwa diperlukannya biaya
iklan yang tinggi untuk membangun brand awareness suatu produk baru dengan merek yang
baru, maka strategi perluasan merek banyak digunakan oleh perusahaan untuk mensiasati kondisi
pasar, kondisi ekonomi, dan kondisi persaingan yang ada.
9
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
Menurut Helen Wing,
Director of the Marketing Science Centre at Research
International menyatakan bahwa produk baru dengan merek yang
benar – benar baru
membutuhkan usaha pemasaran dari segi waktu dan biaya yang lebih banyak untuk
memperkenalkan merek dan membangun awareness konsumen. Pertimbangan lain adalah bahwa
perusahaan merasa bisa mendapatkan keuntungan dari adanya ikatan emosional yang telah
terbentuk antara merek induk dengan perluasannya sehingga inventasi yang dibutuhkan untuk
perluasan merek bisa lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan merek yang baru.
Macam-macam jenis perluasan merek, Berdasarkan pendapat Rangkuti (2004, p114),
perluasan merek secara umum dapat dibedakan berdasarkan:
1.
Perluasan Lini (Line Extension).
Perusahaan membuat produk baru dengan
menggunakan merek lama yang
terdapat pada merek induk. Meskipun target market produk yang baru tersebut
berbeda, tetapi kategori produknya sudah dilayani oleh merek induk (atau merek lama).
Contohnya; Sunsilk, Head & Shoulder Shampoo mengeluarkan produk baru tetapi
dengan flavour berbeda, ukuran dan campuran bahan kimia yang
berbeda
untuk melayani pasar sasaran yang berbeda.
Semua produk
shampoo tersebut tetap menggunakan satu merek asalnya (merek induk).
2.
Perluasan Kategori (Categery Extension).
Artinya, perusahaan
tetap
menggunakan merek induk
yang lama untuk
memasuki kategori produk yang sama sekali berbeda dari yang dilayani oleh merek
induk sekarang.
Contohnya; Astra motor, Astra Kartu Kredit, dan sebagainya.
Adapun keunggulan-keunggulan dari sebuah
perluasan
merek (brand extension)
berdasarkan pendapat Freddy Rangkuti (2004,p121), yaitu:
10
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
1.
Mengurangi persepsi risiko ditolaknya produk tersebut oleh pelanggan.
2.
Memanfaatkan kemudahan saluran distribusi yang sudah ada.
3.
Meningkatkan efisiensi biaya promosi.
4.
Mengurangi biaya perkenalan produk baru serta program tindak lanjut.
5.
Mengurangi biaya pengembangan produk baru.
6.
Meningkatkan efisiensi desain logo dan kemasan.
7.
Menyediakan variasi pilihan produk kepada pelanggan.
Selain adanya keunggulan dari perluasan merek (Brand Extension) ada pula kelemahan –
kelemahannya, menurut Rangkuti (2004,pp121 - 123), yaitu:
1.
Dapat membingungkan pelanggan dalam memilih produk mana yang paling baik.
2.
Retail cenderung beranggapan bahwa perluasan lini semata-mata merupakan me-too
produce yaitu semata-mata merupakan fotokopi dari merek yang sudah ada, sehingga
mereka tidak perlu menyimpan stok produk tersebut.
3.
Dapat merusak merek induk yang sudah ada. Kasus yang pernah terjadi adalah pada
saat General Motor memperkenalkan mobil Cadillac Cimarron bagi pasar sasaran
mereka
yang
tidak
mampu
membeli mobil
Cadillac mewah
yang sudah ada.
Akibatnya, pemilik mobil Cadillac mewah merasa ditipu karena perusahaan tidak
konsisten dengan prestise yang melekat pada mobil Cadillac. Pelanggan Cadillac
merasa gengsinya turun.
4.
Seandainya
produk
baru dengan
perluasan lini tersebut sukses dipasar, ada
kemungkinan ia memakan merek induk yang sudah ada. Penyebabnya adalah
konsumen produk yang sudah ada beralih ke produk baru.
11
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
5.
Apabila merek
fokus
induk menurun
ke salah satu
kekuatannya. Merek yang sebelumnya memiliki
kategori, akibat
adanya perluasan
merek, menjadi memilki
bermacam-macam kategori sehingga tidak memiliki identitas yang jelas.
6.
Seandainya perluasan merek tersebut dilakukan tidak secara konsisten, artinya, atribut
atau manfaat yang melekat pada merek tersebut saling bertentangan dengan merek
induk,sehingga konsumen merubah persepsinya.
7.
Seandainya perluasan merek tersebut dilakukan secara besar-besaran. Misalnya, Gucci
dengan lini produk sebanyal lebih dari 20.000 jenis didistribusikan keseluruh dunia
melalui berbagai saluran distribusi, sehingga merek tersebut menjadi tidak terkontrol
dan mudah dipalsukan. Hal ini akan menyebabkan menurunnya persepsi terhadap merek
tersebut.
2.4.
Citra Merek (Brand Image)
Merek adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari semua
ini yang dimaksudkan untuk mengenali produk atau jasa dari seseorang atau kelompok penjual
dan untuk membedakan dari produk pesaing atau dapat juga dikatakan sesuatu yang terkait
dengan janji, penerimaan, kepercayaan, dan pengharapan, sehingga suatu merek dari suatu
produk yang kuat akan membuat konsumennya merasa lebih yakin, nyaman, dan aman ketika
mereka membeli produk tersebut (Kotler, 2000).
Merek adalah entitas yang mudah dikenali, dan menjanjikan nilai‐nilai tertentu
(Nicolino, 2004: 4). Merek juga dapat diartikan sebagai nama, istilah, tanda, simbol desain,
ataupun kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu produk atau jasa yang dihasilkan
oleh suatu perusahaan (Durianto, 2001: 1). Identifikasi tersebut juga berfungsi untuk
membedakan dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing. Lebih jauh, sebenarnya
12
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
merek merupakan nilai tangible dan intangible yang terwakili dalam sebuah trademark yang
mampu menciptakan nilai dan pengaruh tersendiri di pasar bila diatur dengan tepat. Saat ini
merek
sudah
menjadi
konsep
yang
komplek
dengan
sejumlah ratifikasi teknis dan
psikologis.
Merek (brand) bukanlah sekedar nama, istilah (term), tanda (sign), simbol atau
kombinasinya. Lebih dari itu merek adalah janji perusahaan secara konsisten memberikan
features, benefits, dan services kepada para pelanggan. Dan “janji” inilah yang membuat
masyarakat luas mengenal merek tersebut, lebih dari yang lain (Keagan, et al, 1995; Aaker
1996). Kenyataannya sekarang ini karakteristik unik dari pemasaran dari pemasaran modern
bertumpu pada penciptaan merek‐merek yang bersifat membedakan (different) sehingga
memperkuat citra merek perusahaan.
Citra merek : persepsi rasional dan emosional terhadap suatu merek tertentu Dobni dan
Zinkhan (1990), Low dan Lamb (2000). Dewasa ini persaingan perusahaan untuk
memperebutkan konsumen tidak lagi terbatas pada atribut fungsional produk seperti kegunaan
produk, melainkan sudah dikaitkan dengan merek yang mampu memberikan citra khusus bagi
pemakainya, dengan kata lain peranan merek mengalami pergeseran (Aaker, 1991). Pada
tingkat persaingan yang rendah, merek hanya sekedar membedakan antara satu produk
dengan produk lainnya atau merek sekedar nama (just a name). Sedangkan pada tingkat
persaingan yang tinggi, merek memberikan kontribusi dalam menciptakan dan menjaga daya
saing sebuah produk. Merek akan dihubungkan dengan citra khusus yang mampu memberikan
asosiasi tertentu dalam benak konsumen. Dalam pekembangannya, perusahaan semakin
menyadari merek sebagai aset perusahaan yang paling bernilai.
Hoeffler dan Keller (2003), Mengemukakan dimensi dari citra perusahaan (corporate
image), yang secara efektif dapat mempengaruhi brand equity terdiri dari:
13
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
a)
Atribut produk, manfaat, dan perilaku secara umum, terkait kualitas dan inovasi
b)
Orang dan relationship, terkait pada pelanggan (customer orientation)
c)
Nilai dan program, terkait kepedulian lingkungan dan tanggung jawab social
d)
Kredibilitas perusahaan (corporate credibility), terkait keahlian, kepercayaan, dan
menyenangkan.
Dalam penelitian ini, dimensi atau indikator dari variabel citra merek perusahaan (citra
merek), diproksi berdasarkan dimensi corporate image yang dikemukakan oleh Keller (2003)
terse but, yang dikembangkan menjadi 5 dimensi sebagai berikut :
1.
Profesionalisme yang mewakili pendekatan kualitas (quality) dari atribut,
manfaat dan perilaku.
2.
Modern yang mewakili pendekatan inovasi dari atribut, manfaat dan perilaku.
3.
Melayani semua segmen masyarakat yang mewakili nilai dan program dari
keperdulian terhadap lingkungan dan tanggung jawab social
4.
Concern pada konsumen yang merupakan pendekatan dari orientasi pada
pelanggan (customer orientation).
5.
Popular pada konsumen yang merupakan strategi agar masuk dalam benak
pelanggan dengan baik.
Pentingnya pemahaman tentang merek diungkapkan oleh Fournier (1998). Fournier
menyebutkan bahwa persepsi konsumen terhadap suatu merek merupakan salah satu kunci
dalam membangun hubungan jangka panjang. Lebih lanjut, Morris (1996) mengungkapkan
bahwa membangun persepsi yang kuat terhadap merek merupakan prioritas utama pada
beberapa perusahaan saat ini.
14
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
Meenaghan (1995) mengemukakan pentingnya pengembangan citra merek dalam
organisasi bisnis. Meenaghan menyatakan bahwa citra merek yang dikelola dengan baik akan
menghasilkan konsekuensi yang positif, meliputi:
1.
Meningkatkan
pemahaman
pengetahuan
terhadap
aspek-aspek
perilaku
konsumen dalam mengambil keputusan.
2.
Memperkaya orientasi konsumen terhadap hal-hal yang bersifat simbolis lebih
dari pada fungsi-fungsi produk.
3.
Meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk.
4.
Meningkatkan keunggulan bersaing berkelanjutan, mengingat inovasi teknologi
sangat mudah untuk ditiru oleh pesaing.
Beberapa penelitian telah dilakukan oleh para ahli pemasaran mengenai merek. Namun
Low and Lamb (2000) mengemukakan bahwa belum ada kesepakatan yang tetap dalam
menentukan ukuran terhadap persepsi konsumen pada merek. Lebih lanjut, Low dan Lamb
menyebutkan adanya dua penelitian yang dianggap penting dalam memahami lebih lanjut
mengenai persepsi konsumen terhadap merek.
Penelitian pertama dilakukan oleh Keller (1993;1998) mengkategorikan persepsi
konsumen terhadap merek menjadi brand awareness dan citra merek. Brand awareness
merupakan proses recognition dan recall suatu merek. Sedangkan citra merek
didefinisikan oleh Keller sebagai persepsi tentang suatu merek yang terekam dalam
memori konsumen. Aaker (1991;1996) mendukung penelitian tersebut dengan mengungkapkan
bahwa asosiasi terhadap merek merupakan segala sesuatu tentang merek yang terhubung dengan
memori konsumen. Baik Keller maupun Aaker mengemukakan bahwa persepsi konsumen
terhadap merek bersifat multidimensional dan tidak dilakukan pengujian terhadap validasinya.
Dengan demikian perlu ada nya penelitian yang lebih lanjut agar didapatkan ukuran yang tepat
15
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
dan tetap (valid dan reliabel) berkaitan dengan citra merek.
Dobni and Zinkhan (1990) mengemukakan definisi citra merek sebagai persepsi
rasional dan emosional terhadap suatu merek tertentu. Citra merek atau citra merek muncul
berdasarkan keyakinan konsumen terhadap suatu merek tertentu baik secara fungsional
maupun simbolis. Sementara itu Park dan Sinivasan (1994) mengutarakan bahwa agar dapat
memahami citra merek secara lebih baik, hendaknya memperhatikan karakteristik yang unik
dari suatu produk.
Pendapat lain yang dikemukakan oleh Graeff (1996) menyebutkan bahwa perkembangan
pasar yang begitu pesat, akan mendorong konsumen untuk lebih mempertimbangkan citra
merek dibandingkan memperhatikan karakteristik produk yang dita:warkan. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa produk berada dalam posisi "mature" pada daur hidup produk. Murphy
(1990) menunjukkan adanya tiga tingkatan daur hidup produk, meliputi proprietary,
competitive dan image
stage.
Propietary
menjelaskan
bahwa
merek
mampu
menunjukkan keunikan suatu produk di pasar. Competitive menjelaskan bahwa merek mampu
menjelaskan suatu produk memiliki keunggulan bersaing yang akan menggerakkan pesaing
untuk melakukan pengembangan produk agar dapat bertahan di pasar. Sedangkan image stage
menjelaskan bahwa merek suatu produk mampu menjadi penentu dalam membedakan suatu
produk dibenak konsumen dalam memutuskan pembelian dibanding produk lainnya.
Dalam membangun citra merek yang baik ada beberapa variabel yang relevan untuk
dikaji lebih jauh. Meenaghan and Shipley (1999)
mengemukakan pentingnya komunikasi
pemasaran dalam meningkatkan citra merek. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Graeff (1996)
yang secara lebih khusus membahas pentingnya promosi dalam membangun suatu merek.
16
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
2.5.
Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
Menurut Aaker (1997), persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap
keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dnegan maksud
yang diharapkannya. Persepsi kualitas adalah salah satu kunci dimensi ekuitas merek.
Persepsi
kualitas
mempunyai
atribut
penting
yang
dapat diaplikasikan dalam
berbagai hal, seperti (Durianto dkk, 2004):
a. Kualitas aktual atau obyektif (actual or objective quality)
Perluasan ke suatu bagian dari produk atau jasa yang memberikan pelayanan
lebih baik.
b. Kualitas isi produk (product-based quality)
Karakteristik dan kuantitas unsur, bagian, atau pelayanan yang disertakan.
c. Kualitas proses (manufacturing quality)
Kesesuaian dengan spesifikasi, hasil akhir yang tanpa cacat (zero defect).
Terdapat lima nilai yang dapat menggambarkan nilai-nilai dari persepsi kualitas,
diantaranya:
Gambar 2.2
Nilai-Nilai Persepsi Kualitas
Alasan untuk membeli
Diferensiasi / posisi
Persepsi Kualitas
Harga Optimum
Minat Saluran distribusi
Perluasan merek
Sumber : Durianto dkk, 2004
17
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
Gambar tersebut menggambarkan nilai-nilai dari persepsi kualitas dalam bentuk:
a. Alasan untuk membeli
Konsumen seringkali tidak termotivasi untuk mendapatkan dan menyaring
informasi yang mungkin mengarah pada objektivitasnya mengenai kualitas atau
informasi itu memang tidak tersedia atau konsumen tidak mempunyai kesanggupan
atau sumber daya untuk mendapatkan atau memproses informasi.
Apabila kesan kualitas tinggi, kemungkinan besar periklanan dan promosi
yang dilancarkan akan efektif.
b. Diferensiasi / posisi
Suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi
persepsi kualitas, yaitu apakah merek tersebut super optimum, optimum, bernilai,
atau ekonomis. Apakah merek tersebut terbaik atau sekedar kompetitif terhadap
merek-merek lain.
c. Harga optimum
Keuntungan persepsi kualitas memberikan pilihan-pilihan dalam penetapan
harga optimum. Harga optimum dapat meningkatkan laba dan memberikan sumber
daya untuk reinvestasi pada merek tersebut. Harga optimum juga dapat menguatkan
persepsi kualitas, yaitu “anda mendapatkan yang anda bayar”.
d. Minat saluran distribusi
Sebuah pengecer atau pos saluran lainnya dapat menawarkan suatu produk
yang
memiliki
persepsi
kualitas
tinggi
dengan
harga
yang menarik dan
menguasai lalu lintas distribusi tersebut. Saluran distribusi dimotivasi untuk
menyalurkan merek-merek yang diminati oleh konsumen.
18
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
e. Perluasan merek
Sebuah merek yang kuat dapat dieksploitasi untuk meluaskan diri lebih jauh,
dan akan mempunyai peluang sukses yang lebih besar dibandingkan merek
dengan persepsi kualitas yang lemah.
Ada beberapa syarat agar perluasan merek tersebut berhasil:
1) Merek tersebut harus kuat karena hal ini akan mempermudah perluasan
merek.
2) Merek tersebut masih bisa diperluas, jadi belum overextension sehingga
akan mudah diterima oleh konsumen dan tidak menimbulkan kebingungan dalam
benak mereka.
3) Keeratan hubungan antara kategori produk yang satu dengan yang lain. Misalnya
produk betadine mempunyai asosiasi yang kuat mengenai antiseptik, sehingga
pada saat diperluas ke plester ternyata dapat diterima oleh konsumen karena
keduanya memiliki hubungan yang erat.
Kualitas produk adalah mencerminkan kemampuan produk untuk menjalankan
tugasnya yang mencakup daya tahan, kehandalan atau kemanjuran, kekuatan,
kemudahan dalam pengemasan dan reparasi produk dan ciri-ciri lainnya (Kotler, 2004).
Berbicara mengenai kualitas produk, ada beberapa hal yang terkait dengan
kualitas produk yang dapat diuraikan sebagai berikut (Lupiyoadi, 2004):
a. Keandalan (reliability)
Keandalan produk diartikan produk tersebut memiliki kemampuan untuk
digunakan dalam jangka waktu yang lama atau dapat dikatakan sebagai produk yang
awet. Selain itu produk memiliki kemampuan dalam memberikan kemudahan kepada
konsumen dalam menggunakannya.
19
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
b. Penampilan (performance)
Penampilan produk berkaitan dengan berbagai hal seperti wujud atau
bentuk produk, warna, dan bahan pembuatnya. Bentuk produk yang menarik akan
meningkatkan daya beli konsumen untuk menggunakan produknya.
c. Nilai seni suatu produk (aesthetics)
Kualitas suatu produk juga dilihat dari seni produk tersebut. Produk yang
memiliki nilai estetika (seni) yang tingi akan mempengaruhi harga jual dan daya beli
masyarakat.
d. Kemampuan produk memberikan pelayanan (service ability)
Kualitas produk dalam memberikan pelayanan merupakan bagian penting,
terutama untuk produk-produk tertentu yang memerlukan pelayanan yang cepat, tepat
dengan hasil yang memuaskan.
Persepsi kualitas (perceived quality), adalah persepsi pelanggan terhadap
kualitas dari suatu merek produk / jasa perusahaan. Persepsi kualitas ini akan
membentuk persepsi kualitas dari suatu produk di mata pelanggan karena persepsi
kualitas merupakan persepsi konsumen. Produk tidak akan disukai dan tidak akan
bertahan lama di pasar jika persepsi kualitas pelanggan negatif, sebaliknya jika persepsi
kualitas pelanggan positif, maka produk akan disukai dan dapat bertahan lama di pasar.
Berdasarkan pengertian diatas, maka bagi penyedia produk merupakan sesuatu
yang harus dikerjakan dengan baik, untuk penampilan produk dan kinerja yang
dihasilkan. Perusahaan harus membuat kualitas produk dan jasa yang dihasilkannya
lebih dari pesaingnya, sebagai bagian utama dari strategi perusahaan dalam meraih
keunggulan yang berkesinambungan, baik sebagai pemimpin pasar maupun sebagai
strategi harus tumbuh.
20
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
2.7. Minat Pembelian
Sebelum sampai pada tahap mengkonsumsi suatu produk, secara psikologis konsumen
akan melalui sejumlah tahapan dalam pengambilan keputusan. Minat menjadi awal dari
keputusan konsumen untuk membeli atau tidak membeli suatu produk, setelah menyadari dan
mengetahui adanya produk tersebut di pasar.
Minat didefinasikan sebagai kemungkinan pembeli bermaksud membeli suatu produk.
Fishbein dan leek Azjen menjelaskan yang dimaksud dengan minat adalah:
“…An intention is a plan or a likelihood that someone will behave in a particular way in
specific situation – wheter or not they actually do so” (Sebuah rencana, atau yang sepertinya
seseorang akan berperilaku di situasi tertentu dengan cara-cara tertentu baik seseorang akan
melakukannya atau tidak.)
Sedangkan menurut Assael minat beli
(purchase intentions) adalah perilaku yang
muncul akibat respon terhadap objek, atau merupakan minat yang menunjukkan keinganan
pelanggan untuk melakukan pembelian ulang. Intensitas membeli merupakan tahap terakhir dari
suatu proses keputusan pembelian yang kompleks. Proses ini muncul akibat adanya kebutuhan
akan suatu produk atau merek, dilanjutkan dengan pemrosesan informasi oleh konsumen
(consumer information processing). Selanjutnya konsumen mengevaluasi produk atau merek
tersebut, hasil evaluasi ini yang akhirnya memunculkan niat atau intensi untuk membeli sebelum
akhirnya konsumen benar-benar melakukan pembelian.
Minat termasuk bagian dari sikap, dimana sikap adalah evaluasi, perasaan, dan
kecendurungan seseorang terhadap suatu objek atau gagasan. Dalam kegiatan pemasaran, objek
yang dimaksud didefinisikan secara luas, seperti produk, kategori produk, merek, kegiatan
promosi dsb. Sikap menempatkan seseorang ke dalam kerangka pikiran menyukai (bersikap
21
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
positif) atau tidak menyukai (bersikap negative) seseuatu yang kemudian dapat mendekatkan
atau menjauhkannya terhadap hal tersebut.
Para pemasar mempelajari sikap dalam perilaku konsumen untuk mengetahui respon
konsumen terhadap suatu objek. Terhadap suatu model yang menggambarkan tiga komponen
sikap. Dalam model di bawah ini masing-masing komponen sikap saling interdependen satu
sama lainnya.
Cognitive Conative Affective Gambar 2.3
Model Tiga Komponen Sikap
Tiga komponen sikap tersebut adalah kognitif, afektif dan konatif. Dengan melihat ketiga
sikap tersebut, pemasar dapat melihat respon dari target audience. Oleh sebab itu pembelajaran
tentang sikap konsumen seringkali dihubungkan dengan proses pembentukan minat dan
keputusan pembelian konsumen. Pemasar selalu memiliki keinginan untuk mempengaruhi
pikiran konsumen, merubah sikap konsumen, dan akhirnya menarik minat konsumen untuk
bertindak, dalam hal ini melakukan tindakan pembelian.
22
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
Konsumen dapat menyadari keberadaan suatu produk atau jasa lewat berbagai macam
cara. Pesan dalam komunikasi pemasaran, dalam penelitian ini diharapkan dapat merubah sikap
dan memunculkan minat konsumen untuk memanfaatkan perluasan merek yang ditawarkan ke
arah yang positif.
Transformasi pesan yang dilakukan produsen / pemasar sangat penting untuk menggiring
minat konsumen sehingga sampai pada tahap yakin (conviction), dan ditindaklanjuti oleh
keputusan pembelian. Proses transformasi pesan tersebut dimulai ketika sumber menentukan
informasi apa yang harus dikomunikasikan kepada konsumen sasarannya. Informasi tersebut
dikemas sedemikian rupa untuk menarik minat konnsumen dari adanya perluasan merek.
Tindaklanjutnya dapat berupa keyakinan untuk membeli dan kemudian pada akhirnya benarbenar membeli produk tersebut, atau sebaliknya.
Schiffman dan Kanuk (2004:25), menjelaskan bahwa pengaruh eksternal, kesadaran akan
kebutuhan, pengenalan produk dan evaluasi alternatif adalah hal yang dapat menimbulkan minat
beli konsumen. Pengaruh eksternal ini terdiri dari perluasan merek dan faktor sosial budaya.
Menurut Simamora (2002:131) minat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan
dengan sikap, individu yang berminat terhadap suatu obyek akan mempunyai kekuatan atau
dorongan untuk melakukan serangkaian tingkah laku untuk mendekati atau mendapatkan objek
tersebut.
Menurut Kotler, Bowen dan Makens (1999:156) mengenai minat beli : minat beli timbul
setelah adanya proses evaluasi alternatif dan di dalam proses evaluasi, seseorang akan membuat
suatu rangkaian pilihan mengenai produk yang hendak dibeli atas dasar merek maupun minat.
Menurut
Kotler
dan
Keller
(2003:181),
customer
buying
decision
–
all
their experience in learning, choosing, using, even disposing of a product. Yang
kurang lebih memiliki arti minat beli konsumen adalah sebuah perilaku konsumen dimana
23
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
konsumen mempunyai keinginan dalam membeli atau memilih suatu produk, berdasarkan
pengalaman dalam memilih, menggunakan dan mengkonsumsi atau bahkan menginginkan suatu
produk.
Menurut Kotler dan Keller (2003:186) the consumer may also form an intention to buy
the most preffered brand yang berarti bahwa konsumen mempunyai keinginan untuk membeli
suatu produk berdasarkan pada sebuah merek.
Menurut Boyd, Walker, dan Larreche (2000:6-7), seseorang menginginkan produk,
merek, dan jasa tertentu untuk memuaskan kebutuhan. Selain itu keinginan orang juga dibentuk
oleh pengaruh sosial, sejarah masa lalu, dan pengalaman konsumsi.
2.7.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Beli Konsumen.
Swastha dan Irawan (2001) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi
minat membeli berhubungan dengan perasaan dan emosi, bila seseorang merasa senang
dan puas dalam membeli barang atau jasa maka hal itu akan memperkuat minat membeli,
ketidakpuasan biasanya menghilangkan minat.
Super dan Crites (Lidyawatie, 1998) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi minat, yaitu :
a.
Perbedaan pekerjaan, artinya dengan adanya perbedaan pekerjaan seseorang dapat
diperkirakan minat terhadap tingkat pekerjaan yang ingin dicapainya, aktivitas yang
dilakukan, penggunaan waktu senggangnya, dan lain-lain.
b.
Perbedaan sosial ekonomi, artinya seseorang yang mempunyai sosial ekonomi tinggi
akan lebih mudah mencapai apa yang diinginkannya daripada yang mempunyai
sosial ekonomi rendah.
c.
Perbedaan hobi atau kegemaran, artinya bagaimana seseorang menggunakan waktu
senggangnya.
24
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
d.
Perbedaan jenis kelamin, artinya minat wanita akan berbeda dengan minat pria,
misalnya dalam pola belanja.
e.
Perbedaan usia, artinya usia anak-anak, remaja, dewasa dan orangtua akan berbeda
minatnya terhadap suatu barang, aktivitas benda dan seseorang.
Sedangkan menurut Kotler, Bowen, dan Makens (1999) terdapat dua faktor yang
mempengaruhi minat beli seseorang dalam proses pengambilan keputusan pembelian,
yaitu situasi tidak terduga (Unexpected situation) dan sikap terhadap orang lain (Respect
to Others).
Pada umumnya manusia bertindak rasional dan mempertimbangkan segala jenis
informasi yang tersedia dan mempertimbangkan segala sesuatu yang bisa muncul dari
tindakannya sebelum melakukan sebuah perilaku tertentu Para pemasar harus melihat
lebih jauh
bermacam-macam
faktor yang mempengaruhi para pembeli dan
mengembangkan pemahaman mengenai
cara
konsumen
melakukan
keputusan
pembelian. Pada dasarnya keputusan pembelian bukan merupakan suatu proses yang
dimulai jauh sebelum pembelian itu sendiri dilaksanakan dan tetap berlanjut hingga
paska pembelian. Dalam menganalisis perilaku konsumen, konsumen dapat berperan
sebagai berikut:
a. Pencetus
Pencetus adalah orang yang pertama kali mengusulkan gagasan untuk
membeli produk atau jasa.
b. Pemberi pengaruh
Pemberi pengaruh adalah orang-orang yang pandangan atau sarannya
mempengaruhi keputusan pembelian.
25
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
c. Pengambil keputusan
Pengambil keputusan adalah orang yang mengambil keputusan mengenai
setiap komponen keputusan pembelian, apakah membeli, tidak membeli, bagaimana
cara membeli, dan dimana akan membeli.
d. Pembeli
Pembeli adalah orang yang melakukan pembelian yang sesungguhnya.
e. Pemakai
Pemakai adalah seseorang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau
jasa tertentu.
2.8.
Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya berkaitan
dengan penelitian ini. Penelitian tersebut antara lain:
a. Penelitian yang dilakukan oleh DIMAS SURYA WIJAYA (2011) dengan judul
Analisis Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian Handphone
Blackberry dengan variabel-variabel penelitian adalah kesadaran merek,
asosiasi
merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek. Didapatkan hasil bahwa variabel
kesadaran merek, asoasiasi merek, dan persepsi kualitas berpengaruh positif dan
signifikan
terhadap
nilai pelanggan, sedangkan untuk variabel loyalitas merek
ternyata konsumen cenderung loyal.
b. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Humdiana (2005) dengan judul elemenelemen-elemen ekuitas merek pada produk rokok merek Djarum Black di Jakarta
dengan variabel-variabel penelitian adalah kesadaran merek,
persepsi kualitas, dan loyalitas merek.
asosiasi
merek,
Alat analisis pada penelitian tersebut
26
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
menggunakan analisis regresi ganda. Didapatkan hasil bahwa variabel kesadaran
merek, asoasiasi merek, dan persepsi
signifikan
terhadap
kualitas
berpengaruh
positif
dan
nilai pelanggan, sedangkan untuk variabel loyalitas merek
ternyata konsumen cenderung belum / kurang loyal.
c. Penelitian yang dilakukan oleh Mustafa (2000) dengan judul pengaruh brand
awareneess produk pengharum ruangan merek Stella dengan variabel penelitian
brand awareneess. Alat analisis pada penelitian tersebut menggunakan analisis
regresi ganda. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa variabel brand
awareneess memiliki nilai positif dan signifikan.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu tersebut, maka penelitian ini
memfokuskan
pada
elemen-elemen
dalam
perluasan merek,
yaitu: Citra merek,
Sikap terhadap merek, persepsi kualitas, dan minat pembelian dengan dimensi tempat,
obyek, dan waktu penelitian yang berbeda. Penelitian ini dilakukan di Kota Tangerang
dengan obyek penelitian adalah mahasiswa
Fakultas
Ekonomi
Universitas
Mercubuana konsumen Samsung Galaxy Tab.
2.9.
Kerangka Pemikiran Teoritis.
Berdasarkan tinjauan landasan teori dan penelitian terdahulu, maka dapat
disusun sebuah kerangka pemikiran teoritis seperti yang tersaji dalam gambar berikut:
27
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
Gambar 2.4
Kerangka Pemikiran Teoritis
Produk Brand
Image Mobile
Device (HP)
H2
Sikap
H4
H1
H3
Persepsi
Kualitas
H5
Produk Brand
Image TAB
H6
Minat
Pembelian
2.10. Hipotesis.
Hipotesis identik dengan prediksi atau ramalan. Dari hipotesis ini timbul prediksi.
Prediksi adalah hasil yang diharapkan diperoleh dari hipotesis. Benar tidaknya suatu hipotesa
dapat di ketahui setelah di lakukan percobaan.
2.10.1 Pengaruh citra merek produk mobile device pada persepsi kualitas dan sikap
terhadap merek.
Brand Image (Citra merek) merupakan keseluruhan persepsi terhadap suatu
merek yang dibentuk dengan memproses informasi dari berbagai sumbersetiap waktu.
Brand Image dibangun berdasarkan kesan, pemikiran ataupun pengalaman yang dialami
seseorang terhadap suatu merek yang pada akhirnyaakan membentuk sikap terhadap
merek yang bersangkutan (Setiadi, 2003: 180)
Brand Image adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dan melekat
dibenak konsumen (Rangkuti, 2004:244)
28
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
Berdasarkan uraian diatas,
maka
diajukan
hipotesis
penelitian sebagai
berikut:
H1: citra merek produk mobile device memiliki pengaruh yang positif terhadap persepsi
kualitasnya.
H2: citra merek produk mobile device memiliki pengaruh yang positif pada sikap
terhadap merek.
2.10.2 Pengaruh Persepsi Kualitas Terhadap Sikap terhadap merek
Persepsi kualitas yang positif akan mendorong keputusan pembelian suatu
produk dan akan menciptakan loyalitas terhadap produk tersebut. Karena persepsi
kualitas merupakan persepsi konsumen maka dapat diramalkan jika persepsi kualitas
negatif, produk tidak akan disukai dan tidak akan bertahan di pasar.
Jika persepsi kualitas positif, produk akan disukai. Keterbatasan informasi,
uang, dan waktu membuat keputusan pembelian seorang pelanggan sangat dipengaruhi
oleh persepsi kualitas suatu merek yang ada di benak konsumen sehingga seringkali
alasan keputusan pembelian hanya didasarkan kepada persepsi kualitas dari merek yang
akan dibelinya (Durianto dkk, 2004).
Berdasarkan uraian diatas,
maka
diajukan
hipotesis
penelitian sebagai
berikut:
H3: persepsi kualitas memiliki pengaruh yang positif pada sikap terhadap merek.
2.10.3 Pengaruh sikap terhadap merek pada citra merek produk tab dan pada minat
pembelian.
Sikap terhadap
merek (brand
attitudes), komponen paling abstrak dari
asosiasi merek didefinisikan sebagai evaluasi keseluruhan tentang
merek yang
dilakukan oleh konsumen (Keller, 1998) dan merefleksikan respon konsumen terhadap
29
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
merek tersebut.
Brand attitudes dapat dibentuk dari kepercayaan tentang atribut intrinsik dari
suatu merek dan juga manfaat fungsional serta pengalaman yang menyertainya
(Zeithaml, 1988; Keller, 1993).
Chaudhuri (1999) mengatakan bahwa sikap terhadap merek adalah evaluasi
keseluruhan konsumen terhadap merek, dalam model ekuitas merek ditemukan bahwa
peningkatan pangsa pasar terjadi ketika sikap terhadap merek semakin positif, sikap
merek (brand attitudes) akan berpengaruh terhadap ekuitas merek.
Berdasarkan uraian diatas,
maka
diajukan
hipotesis
penelitian sebagai
berikut:
H4: sikap terhadap merek memiliki pengaruh yang positif terhadap citra merek produk
tab.
H5: sikap terhadap merek memiliki pengaruh yang positif terhadap minat pembelian.
2.10.4 Pengaruh citra merek produk tab terhadap minat Pembelian.
Citra merek didefinisikan sebagai persepsi atau kesan tentang suatu merek yang
direfleksikan oleh sekumpulan asosiasi yang menghubungkan pelanggan dengan merek
dalam ingatannya (Sitinjak dan Tumpal, 2005). Dalam hal ini citra merek juga dapat
dimengerti sebagai identitas di mana di dalamnya termuatpersonalitas, simbol, proposisi
nilai, brand essence dan posisi merek.
Temporal (2002:88) menyatakan bahwa citra dapat didasarkan kepada kenyataan
atau fiksi tergantung dari bagaimana konsumen mempersepsikannya. Perbedaan antara
identitas merek dan citra merek adalah terletak pada apa yang disebut sebagai perception
gap. Sitinjak dan Tumpal (2005) menyatakan bahwacitra merek memiliki dua komponen
yaitu asosiasi merek dan persona merek.
30
ARA BUDIDARMA R - 43110110123
Kotler dan Keller (2007) menyatakan bahwa kepercayaan terhadap merek akan
membentuk citra merek di mana citra merek bagi konsumen akan berbedabeda
tergantung pada pengalaman dengan merek tersebut yang disaring oleh efek persepsi
selektif, distorsi selektif dan retensi selektif.
Berdasarkan uraian diatas,
maka
diajukan
hipotesis
penelitian sebagai
berikut:
H6: citra merek produk tab memiliki pengaruh yang positif terhadap minat pembelian.
Karena Hipotesis adalah suatu pertanyaan sementara atau dugaan yang paling
memungkinkan yang masih harus dicari kebenarannya , maka dari uraian-uraian di atas mengenai
hipotesis yang diajukan dalam penelitian serta berdasarkan perumusan masalah, tinjauan pustaka,
dan tinjauan penelitian terdahulu dapat ditarik hipotesis secara keseluruhan pada penelitian ini yaitu:
H1: citra merek produk mobile device memiliki pengaruh yang positif terhadap persepsi
kualitasnya.
H2: citra merek produk mobile device memiliki pengaruh yang positif pada sikap terhadap
merek.
H3: persepsi kualitas memiliki pengaruh yang positif pada sikap terhadap merek.
H4: sikap terhadap merek memiliki pengaruh yang positif terhadap citra merek produk tab.
H5: sikap terhadap merek memiliki pengaruh yang positif terhadap minat pembelian.
H6: citra merek produk tab memiliki pengaruh yang positif terhadap minat pembelian.
31
Download