pengaruh model pembelajaran dan gaya kognitif

advertisement
Pengaruh Model Pembelajaran dan Gaya Kognitif ... (T. Gerson R)
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN GAYA KOGNITIF
TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA
SISWA SLTP DI KOTA AMBON
Tanwey Gerson Ratumanan*
Abstrak: Penelitian ini mengkaji perbedaan hasil belajar model pembelajaran interaktif
dengan setting kooperatif (model PISK) dengan model pengajaran langsung (model PL).
Dalam tiga aspek, yakni kemampuan berpikir kritis, penguasaan bahan ajar, dan sikap
terhadap matematika serta gaya kognitif dilibatkan sebagai variabel moderator. Hasil
belajar siswa SLTP Negeri 4 sebagai kelompok eksperimen, dan SLTP Negeri 6 sebagai
kelompok control dianalisis dengan menggunakan Analisis Varians Multivariat Dua Jalur
(Two Way Manova).Hasilnya menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan
menggunakan model PISK lebih baik dibandingkan dengan menggunakan model PL, dan
hasil belajar matematika siswa field independent lebih baik pada siswa field dependent.
Abstrak: This research aims at investigating the defferent learning results-getvees those
using Interactive leasning with cooperative setting model (PTSK) and those using Direct
Instructian (PL model). Whereas the moderatos variables consisted of three aspects, I,e;
(1) critical thinking abicity, (2) mastery of cearning material and (3) attitude and
cognitive style towarde mathematics. The learning achievemcats of students of SLTP
Negeri 4, ambon as an experimental gsorep and those SLTP Negeri 6 as a control groep
werw analysed using Two-way manova. The finding shows that the learning of
mathematics using PISK model is getter than that using PL model, and the learning
result of field independent students is getter than that of the field dependent.
Kata Kunci: model pembelajaran, model PISK, model PL, gaya kognitif.
Akhir-akhir ini banyak model pembelajaran dikembangkan oleh para ahli, di antaranya model
pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran penemuan, dan
pembelajaran interaktif. Berkaitan dengan model pembelajaran kooperatif saja, saat ini dikenal
sedikitnya ada 10 tipe, yakni (1) learning together & alone, dikembangkan oleh Johnson &
Johnson tahun 1960-an, (2) team games tournaments (TGT), dikembangkan oleh De Vries &
Edwards awal tahun 1970-an, (3) group investigation (GI), dikembangkan oleh Sharan & Sharan
pada pertengahan tahun 1970-an, (4) constructive controversy, dikembangkan oleh Johnson &
Johnson student pada pertengahan tahun 1970-an, (5) Jigsaw, dikembangkan Aronson, dkk pada
akhir tahun 1970-an, (6) teams achievement divisions (STAD),
______________________________
*Dosen Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Pattimura Ambon.
dikembangkan oleh Slavin, dkk pada akhir tahun 1970-an, (7) complex instruction (CI),
dikembangkan oleh Cohen pada awal tahun 1980-an, (8) team accelerated instruction (TAI),
dikembangkan oleh Slavin, dkk pada awal tahun 1980-an, (9) cooperative learning structures
1
Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 5, No. 1, 2003: 1 – 10
(CLS), dikembangkan oleh Kagan pada awal 1980-an, dan (10) cooperative integrated reading and
composition (CIRC), dikembangkan oleh Stevens, Slavin, dkk pada akhir tahun 1980-an.
Berbeda dengan model pembelajaran konvensional, yang cenderung berpusat pada
guru (teacher centered instruction), model-model baru di atas menempatkan siswa sebagai subjek
belajar, pembelajaran lebih berpusat pada siswa (student centered learning). Model-model
pembelajaran tersebut memberikan perhatian besar pada aktivitas aktif siswa, interaksi dan
negosiasi makna, yang mengarahkan siswa pada konstruksi pengetahuan. Pembaharuan dalam hal
pembelajaran ini memang penting untuk disadari dan diimplementasikan dalam pendidikan karena
belajar bukan proses penyerapan pengetahuan, tetapi belajar haruslah merupakan upaya
mengonstruksi pengetahuan. Relevan dengan hal ini, Resnik (de Lange, 1996) menegaskan bahwa
Learning is not a process of passively absorbing information and storing it in easily retrievable
fragments as a result of repeated practice and reinforcement. Instead, students approach each new
task with some prior knowledge, assimilate new information, and construct their own meanings.
Penelitian ini selanjutnya diarahkan untuk mengkaji pengaruh penerapan model
pembelajaran baru, yang dinamakan model pembelajaran interaktif dengan setting kooperatif atau
model PISK (lebih jauh mengenai model ini lihat Ratumanan, 2002a dan 2002b). Pemberian nama
ini didasarkan pada pertimbangan bahwa model ini dapat dipandang sebagai hasil modifikasi dari
model pembelajaran interaktif (model PI) dengan cara (1) memasukkan setting kooperatif pada fase
aktivitas atau pemecahan masalah dan pada fase berbagi dan diskusi (sharing and discussing, pada
model PI), (2) mengganti fase berbagi dan diskusi (sharing and discussing, pada model PI) menjadi
fase presentasi dan diskusi, (3) memperluas tipe-tipe interaksi, (4) memberikan peran yang jelas
pada setiap anggota kelompok dan (5) memberikan kemungkinan yang lebih besar pada negosiasi
dan konstruksi pengetahuan.
Dalam pembelajaran matematika, perbedaan siswa perlu mendapat perhatian guru.
Setiap siswa di kelas sebenarnya merupakan pribadi yang unik. Sedekat apapun hubungan
keluarganya tetap memiliki berbagai perbedaan, baik dalam hal minat, sikap, motivasi, kemampuan
dalam menyerap suatu informasi, gaya belajar, dan sebagainya. Semua faktor siswa tersebut
idealnya turut menjadi perhatian guru dalam perencanaan dan pelaksanaan KMB. Salah satu faktor
siswa yang juga penting untuk diperhatikan guru adalah gaya kognitif. Gaya kognitif berhubungan
dengan cara penerimaan dan pemrosesan informasi seseorang. Menurut Woolfolk (1998), gaya
kognitif merupakan cara seseorang dalam menerima dan mengorganisasi informasi. Pendapat
serupa dikemukakan oleh Messick (Lusiana, 1992), yakni gaya kognitif merupakan kecenderungan
perseorangan dalam melakukan pemrosesan informasi. Menurut Lusiana (1992), gaya kognitif
mempunyai peran dalam menentukan keberhasilan pembelajaran.
Gaya kognitif dapat dibedakan atas beberapa cara pengelompokan, salah satunya
adalah berdasarkan kontinum global analitik dari Witkin, et al. (1977). Berdasarkan cara
pengelompokan ini gaya kognitif dapat dibedakan atas (1) field independent dan (2) field
dependent. Orang yang mengoperasikan efek pengecoh dengan cara analitik disebut orang yang
field independent, sedangkan orang yang mengoperasikan efek pengecoh dengan cara global
disebut orang yang field dependent.
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang dikaji dalam penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut (1) Apakah terdapat perbedaan antara hasil belajar matematika (kemampuan
berpikir kritis, penguasaan bahan ajar, dan sikap terhadap matematika) siswa yang menggunakan
model PISK dan yang menggunakan model pengajaran langsung (PL), dan (2) Apakah terdapat
perbedaan antara hasil belajar matematika siswa field independent (FI) dan siswa field dependent
(FD).
Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini, sebagai berikut (1) hasil belajar
matematika siswa yang menggunakan model PISK lebih baik daripada siswa yang menggunakan
model PL, (2) hasil belajar matematika siswa FI lebih baik daripada siswa FD.
2
Pengaruh Model Pembelajaran dan Gaya Kognitif ... (T. Gerson R)
Pemilihan model PL sebagai model pembanding dalam penelitian ini didasarkan pada
pertimbangkan bahwa model PL paling dekat dengan model konvensional yang saat ini banyak
digunakan di sekolah-sekolah.
Metode
Penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai penelitian eksperimental semu (quasi
experimental) dengan menggunakan kelas eksperimen dan kelas kontrol yang ekuivalen. Penelitian
ini melibatkan dua variabel bebas, dua variabel moderator, dan pada pengukuran (posttest) terdapat
tiga variabel terikat yang diukur. Variabel bebas adalah model pembelajaran, yang terdiri atas 2
(dua) model, yakni (1) pembelajaran interaktif dengan setting kooperatif (PISK), dan (2)
pengajaran langsung (PL). Yang merupakan variabel moderator adalah gaya kognitif berdasarkan
konsep Witkin, et al. Dengan demikian, gaya kognitif dibedakan atas (1) field independent, dan (2)
field dependent. Sedangkan yang merupakan variabel terikat adalah hasil belajar. Hasil belajar
dibedakan atas 3 (tiga) aspek, yakni (1) kemampuan berpikir kritis, (2) penguasaan bahan ajar; dan
(3) sikap terhadap matematika.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas II SLTP Negeri 4 dan SLTP Negeri 6
Ambon Tahun ajaran 2002/2003. Kedua SLTP ini memiliki level kualitas yang relatif sama. Pada
kedua SLTP tersebut dipilih dua kelas pada SLTP Negeri 4 dan dua kelas pada SLTP Negeri 6
yang kemampuan siswanya relatif tidak berbeda secara signifikan. Dengan demikian, sampelnya
adalah 4 (empat) kelas siswa kelas II, yakni dua kelas pada SLTP Negeri 4 Ambon (dijadikan kelas
eksperimen) dan dua kelas pada SLTP Negeri 6 Ambon (dijadikan kelas kontrol).
Untuk menguji hipotesis penelitian ini digunakan Analisis Varians Multivariat Dua
Jalur (Two-Way Manova). Statistik yang digunakan adalah uji statistik Wilks dengan mengambil α
= 0,05. Kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis adalah H0 ditolak jika Λ < Uα(p, k-1, N-k).
Untuk memudahkan perhitungan, digunakan bantuan program SPSS.
Hasil dan Pembahasan
Deskripsi Hasil Belajar
Setelah seluruh KMB yang direncanakan (12 pertemuan) dilakukan, diberikan tes dan
angket pada kelas kontrol dan kelas eksperimen. Siswa kelas eksperimen (2 kelas) dan siswa kelas
kontrol (2 kelas) diberikan tes kemampuan berpikir kritis (TKBK), tes penguasaan bahan ajar
(TPBA), dan angket sikap terhadap matematika (ASTM), hasilnya disajikan pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Deskripsi Hasil Belajar
3
Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 5, No. 1, 2003: 1 – 10
Hasil Belajar
Berpikir Kritis
Kelas
Eksperimen
Gaya Kognitif
Field Indepen.
Field Depend.
Total
Field Indepen.
Field Depend.
Total
N
37
44
81
36
44
80
Mean
12,7568
12,0455
12,3704
12,0556
10,5682
11,2375
Std. Dev.
3,7294
2,8971
3,4569
2,8177
2,9914
2,9905
Field Indepen.
Field Depend.
Total
Field Indepen.
Field Depend.
Total
37
44
81
36
44
80
17,6216
15,4545
16,4444
15,2500
12,9318
13,9750
3,7294
2,8971
3,4569
3,2809
3,8301
3,7551
Eksperimen
Field Indepen.
37
57,0811
7,5033
Kontrol
Field Depend.
Total
Field Indepen.
Field Depend.
Total
44
81
36
44
80
53,6136
55,1975
53,1944
50,7273
51,8375
5,8795
6,8509
6,7900
6,0246
6,4581
Kontrol
Bahan Ajar
Eksperimen
Kontrol
Sikap
Mat.
Thd.
Tabel 1 memperlihatkan bahwa dalam hal kemampuan berpikir kritis, diketahui bahwa
(1) skor rata-rata siswa field independent lebih baik bila dibandingkan dengan siswa field
dependent, baik pada kelas eksperimen (yang menggunakan model PISK) maupun pada kelas
kontrol (yang menggunakan model PL), dan (2) skor rata-rata siswa kelas eksperimen lebih baik
bila dari pada skor rata-rata siswa kelas kontrol.
Dalam hal penguasaan bahan ajar dan sikap terhadap matematika, Tabel 1 juga
memperlihatkan hal yang sama, yakni (1) skor rata-rata (mean) siswa kelas eksperimen lebih baik
daripada skor rata-rata siswa kelas kontrol, dan (2) skor rata-rata siswa Field Independent lebih
baik bila dibandingkan dengan siswa Field Dependent, baik pada kelas eksperimen maupun pada
kelas kontrol.
Dengan demikian, dari Tabel 1 ini dapat disimpulkan bahwa (1) hasil belajar siswa
yang mengikuti kegiatan mengajar belajar matematika dengan menggunakan model PISK lebih
baik bila dibandingkan dengan yang menggunakan model PL, dan (2) siswa FI memiliki hasil
belajar matematika yang lebih baik daripada siswa FD.
Pengujian Hipotesis
Mengawali uji hipotesis ini, perlu dilakukan uji kesamaan matriks kovarians. Menurut
Gaspersz (1992:541), analisis varians multivariat dilakukan berdasarkan asumsi kesamaan matriks
kovarians.
Untuk pengujian kesamaan matriks kovarians digunakan tes Box’s. Hasil pengujian
dengan menggunakan bantuan program SPSS. Kriteria yang digunakan adalah matriks kovarians
homogen jika Box’s M < χ2(α, 0,5(k-1)(p)(p+1))., dengan α = 0,05. Dari hasil pengujian tersebut
diperoleh Box’s M = 46,434 dengan Sig. = 0,045. Ini berarti bahwa matriks kovarians di antara
kombinasi perlakuan adalah sama. Karena asumsi kesamaan matriks kovarians dipenuhi, maka
dapat dilakukan analisis varians multivariat.
Terdapat dua hipotesis yang diuji dalam bagian ini, yakni:
4
Pengaruh Model Pembelajaran dan Gaya Kognitif ... (T. Gerson R)
1. Hipotesis B
H1 : β1 ≠ β2
H0 : β1 = β2
2. Hipotesis A
H0 : α1 = α2 H1 : α1 ≠ α2
Untuk pengujian kedua hipotesis tersebut digunakan bantuan Program SPSS. Dari
hasil perhitungan dengan program tersebut, dapat dibuat tabel rata-rata sel (Cell Means), seperti
terlihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Rata-Rata Sel Hasil Belajar
B1 (PISK)
B2 (PL)
Rata-Rata
A1 (FI)
[12,7568, 17.6216,
57,0811]
[12.0556, 15.2500,
53.1944]
[12.4110, 16.4521, 55.1644]
A2 (FD)
[12.0455, 15.4545,
53.6136]
[12.3704, 16.4444,
55.1975]
[10.5682, 12.9318,
50.7273]
[11.2375, 13.9750,
51.8375]
[11.3068, 14.1932, 52.1705]
Rata-Rata
[11.8589, 15.3227, 53.6675]
Grafik rata-rata sel tiap-tiap aspek hasil belajar pada suatu waktu dapat disajikan pada
gambar berikut.
Kemampuan Berpikir Kritis
Penguasaan Bahan Ajar
15
20
15
10
B1
B2
5
B1
10
B2
5
0
0
A1
A1
A2
Sikap Terhadap Matematika
60
55
B1
50
B2
A2
Keterangan:
A1 : Field Independent
A2 : Field Dependent
B1 : Model PISK
B2 : Model PL
45
A1
A2
Gambar 1. Grafik Rata-Rata Sel Ketiga Aspek Hasil Belajar
Perhitungan dengan menggunakan SPSS juga sekaligus menampilkan hasil uji statistik
Pillai (V(s)), Wilks (Λ), Lawley-Hotelling (U(s)), dan Roy (θ(s)). Keempat uji statistik tersebut
memberikan simpulan yang sama terhadap penerimaan atau penolakan H0. Hal ini dapat dilihat
5
Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 5, No. 1, 2003: 1 – 10
pada nilai signifikansi (Sig) yang selalu sama. Karenanya pada bagian ini hanya akan disajikan
salah satu uji, yakni uji Wilks. Hasil pengujian ketiga hipotesis tersebut disajikan pada Tabel 3
berikut.
Tabel 3. Hasil Uji Statistik Wilks untuk Hipotesis Mayor
Hipotesis
B
A
Interaksi (AB)
Wilks (Λ)
0,882
0,902
0,993
U0,05(p,vh,ve)
0,961981
0,961981
0,961981
Sig.
0,000
0,001
0,761
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa untuk pengujian hipotesis B, diperoleh Sig =
0,000. Ini menunjukkan bahwa H0 ditolak, atau H1 diterima. Atau dengan memper-hatikan hasil
perhitungan statistik Wilks diperoleh Λ = 0,882, sedangkan pada tabel distribusi U, dengan α =
0,05, p = 2, vh= dbB=2-1=1, dan ve = dberror = 157, diperoleh Uα(p, vh, ve) = 0,961981. Karena Λ <
U0,05(2, 1, 156), maka H0 ditolak, atau H1 diterima Dengan demikian H0 hipotesis B yang
menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang
menggunakan model PISK dengan siswa yang menggunakan model PL, ditolak. Ini berarti bahwa
pembelajaran matematika dengan menggunakan model PISK memberikan hasil yang berbeda
secara signifikan dengan model PL.
Hasil di atas ternyata didukung pula oleh hasil uji F terhadap hasil belajar kelas PISK
dan PL, seperti disajikan pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4 Uji F Hasil Belajar Kelas PISK dan PL
Hasil Belajar
Sum of Square
Mean Difference
F
Sig
Berpikir Kritis
Bahan Ajar
51,655
245,441
1,333
2,469
7,133
18,853
0,008
0,000
Sikap Thd. Mat.
454,397
3,360
10,249
0,002
Dengan memperhatikan bahwa untuk ketiga aspek hasil belajar, diperoleh Sig. < 0,05,
maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan hasil belajar antara kelas kelas PISK dan PL adalah
signifikan.
Dari deskripsi hasil belajar pada Tabel 1 diketahui skor rata-rata berpikir kritis,
penguasaan bahan ajar, dan sikap terhadap matematika siswa kelas eksperimen masing-masing
adalah 12,3704; 16,4444; dan 55,1975. Skor rata-rata ketiga aspek hasil belajar tersebut pada siswa
kelas kontrol masing-masing adalah 11,2375; 13,9750; dan 51,8375. Dengan demikian, jelas
bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan model PISK memberikan hasil belajar
(berpikir kritis, penguasaan bahan ajar, dan sikap terhadap matematika) yang lebih baik bila
dibandingkan dengan menggunakan model PL.
Tabel 3 di atas juga menunjukkan bahwa untuk pengujian hipotesis A, diperoleh Sig =
0,000. Ini menunjukkan bahwa H0 ditolak, atau H1 diterima. Sehingga H0 hipotesis A yang
menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa FI dan FD,
ditolak. Ini berarti bahwa hasil belajar matematika dari siswa FI dan FD, berbeda secara signifikan.
Hasil di atas ternyata didukung pula oleh hasil uji F terhadap hasil belajar siswa FI dan
FD, seperti disajikan pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Uji F Hasil Belajar Siswa FI dan FD
Hasil Belajar
Berpikir Kritis
Bahan Ajar
6
Sum of Square
Mean Difference
F
Sig
48,644
203,593
1,104
2,259
6,700
15,329
0,011
0,000
Pengaruh Model Pembelajaran dan Gaya Kognitif ... (T. Gerson R)
Sikap Thd. Mat.
357,654
2,994
7,957
0,005
Dengan memperhatikan bahwa untuk ketiga aspek hasil belajar, diperoleh Sig. < 0,05,
maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan hasil belajar kedua kelompok gaya kognitif adalah
signifikan.
Skor rata-rata kemampuan berpikir kritis, penguasaan bahan ajar, dan sikap terhadap
matematika siswa FI masing-masing adalah 12,420; 16,4521; dan 55,1644. Sedangkan skor ratarata masing-masing aspek hasil belajar matematika dari siswa FD adalah 11,3068; 14,1932; dan
52,1705. Dengan membandingkan masing-masing aspek hasil belajar tersebut, dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar siswa FI lebih baik dari siswa FD.
Selanjutnya perlu dilakukan pengujian apakah faktor model pembelajaran dan
pengelompokan gaya kognitif tidak “berinteraksi”. Tabel 3 memperlihatkan bahwa untuk
pengujian interaksi (AB), Sig = 0,761. Karena Sig > α = 0,05, maka H0 yang menyatakan bahwa
tidak terdapat pengaruh interaksi yang signifikan dari model pembelajaran dan gaya kognitif
terhadap hasil belajar siswa diterima. Perhitungan dan simpulan ini relevan dengan diagram ratarata variabel yang disajikan pada Gambar 1 di atas, yang memperlihatkan bahwa kedua garis
cenderung sejajar. Kondisi ini dapat diinterpretasi sebagai ada kecenderungan tidak terdapat
interaksi yang signifikan antara pengelompokan A (gaya kognitif) dan faktor B (model
pembelajaran).
Terdapat tiga aspek hasil belajar matematika yang merupakan variabel terikat di dalam
penelitian ini, yakni (1) kemampuan berpikir kritis, (2) penguasaan bahan ajar, dan (3) sikap
terhadap matematika. Dari deskripsi tiap-tiap hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol, diketahui dua hal, yakni (1) untuk setiap aspek hasil belajar, perolehan siswa yang
menggunakan model PISK dalam KMB matematika lebih baik bila dibandingkan dengan siswa
yang menggunakan model PL, dan (2) untuk setiap aspek hasil belajar, perolehan siswa FI lebih
baik daripada siswa FD.
Hasil analisis statistik deskriptif ini juga didukung oleh hasil analisis multivariat. Dari
perhitungan dengan menggunakan statistik Wilks (dapat juga dengan menggunakan statistik Pillai,
Lawley-Hotteling, dan Roy) diperoleh informasi yang lebih rinci, yakni (1) terdapat perbedaan
yang signifikan antara hasil belajar siswa yang menggunakan model PISK dan model PL. Untuk
setiap aspek hasil belajar, perolehan daripada siswa yang menggunakan model PISK lebih baik
daripada siswa yang menggunakan model PL, dan (2) terdapat perbedaan yang signifikan antara
hasil belajar siswa FI dan siswa FD. Setiap aspek hasil belajar, perolehan siswa FI lebih baik
daripada siswa FD.
Hasil analisis yang menunjukkan bahwa model PISK memberikan hasil yang lebih
baik daripada model PL (atau model konvensional) merupakan pembenaran terhadap hipotesis
pertama. Pada model PL aktivitas siswa lebih didominasi oleh aktivitas mendengar penjelasan
guru, membuat catatan dan mengerjakan tugas yang diberikan guru. Sedangkan dalam model PISK
lebih dimungkinkan terjadinya berbagai aktivitas aktif siswa. Siswa tidak hanya menjadi
pendengar, tetapi juga terlibat aktif dalam berbagai aktivitas seperti memecahkan masalah,
mengajukan pertanyaan, mengemukakan pendapat, membantu memberikan penjelasan pada
temannya, dan aktivitas berpikir. Keterlibatan siswa dalam berbagai aktivitas aktif tersebut
memungkinkan penguasaan siswa terhadap bahan ajar menjadi lebih baik, demikian pula dengan
kemampuan berpikir kritis dan sikap terhadap matematika.
Hal ini relevan dengan penjelasan Magnesen (dalam dePorter., dkk, 2000), yang
mengemukakan bahwa kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar,
30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita
katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan. Sheal (dalam Depdiknas, 2002)
kemudian melengkapi uraian Magnesen ini dalam kerucut pengalaman belajar seperti pada Gambar
6.1 berikut.
7
Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 5, No. 1, 2003: 1 – 10
Yang kita ingat
Modus
10% …………………..
20% …………………
30% …………….
50% ………….
70% ……….
90% …….
baca
Verbal
dengar
lihat
Visual
lihat dan dengar
katakan
katakan dan lakukan
Berbuat
Gambar 2. Kerucut Pengalaman Belajar
Model PISK juga memberikan penekanan pada interaksi secara luas. Terdapat lima
tipe interaksi di dalam model PISK, yakni interaksi antara (1) siswa dengan siswa (student-student
= S-S), (2) siswa dengan bahan ajar (student-learning material = S-LM), (3) siswa dengan guru
(student-teacher = S-T), (4) siswa-bahan ajar-siswa (student-learning material-student = S-LM-S),
dan (5) siswa-bahan ajar-guru (student-learning material-teacher = S-LM-T). Interaksi ini sangat
penting bagi upaya konstruksi pengetahuan, peningkatan kemampuan akademis, peningkatan
kecakapan sosial, dan sebagainya. Menurut Davidson, Lappan & Schram (dalam Baroody, 1993),
interaksi siswa penting untuk mengonstruksi pengetahuan matematika, mengembangkan
pemecahan masalah dan kompetensi berpikir, mendorong kepercayaan, dan perolehan kecakapan
sosial.
Baroody (1993) mengemukakan bahwa komunikasi (interaksi, pen.) dengan teman
sebaya dapat membantu perkembangan belajar materi (bahan ajar), pemahaman, dan perolehan
strategi. Baroody menjelaskan lebih jauh sebagai berikut.
a. Untuk menjadi melek secara matematis (mathematically literate), anak harus belajar aspekaspek dasar pengetahuan matematika sedikit demi sedikit. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kelompok belajar kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar matematika lebih tinggi
bila dibandingkan dengan pendekatan individual.
b. Untuk membantu siswa mengonstruksi pemahaman matematika, pembelajaran harus secara
teratur menantang siswa untuk berpikir. Interaksi dengan teman sebaya dapat memperbesar
kesempatan untuk hal tersebut. Bekerja dalam kelompok kecil memberikan anak kesempatan
untuk berbagi pertanyaan dan pemikiran (wawasan), yang lebih lanjut akan mempertinggi
pemahaman.
c. Interaksi antarsiswa akan memberikan siswa kesempatan untuk berbagi strategi.
Hasil analisis yang menunjukkan bahwa hasil belajar siswa FI lebih baik bila
dibandingkan dengan siswa FD merupakan pembenaran terhadap hipotesis kedua. Beberapa
penelitian sebelumnya juga memberikan dukungan terhadap hipotesis ini. Di antaranya, Woolfolk
8
Pengaruh Model Pembelajaran dan Gaya Kognitif ... (T. Gerson R)
(1998) mengemukakan bahwa orang yang FI lebih baik dalam pelajaran matematika dan sains
dibandingkan dengan orang yang FD. Threadgill (1979) juga melaporkan hal yang sama, yakni
hasil posttes siswa FI lebih tinggi secara signifikan dari siswa FD.
Simpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa model PISK memberikan hasil lebih baik bila
dibandingkan dengan model PL, baik dalam hal kemampuan berpikir kritis, penguasaan bahan ajar
matematika, maupun sikap terhadap matematika. Karenanya model PISK dapat dijadikan sebagai
model alternatif dalam pembelajaran matematika.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa FI lebih baik
bila dibandingkan dengan siswa FD. Hasil ini mendukung temuan sebelumnya yang menyatakan
bahwa orang yang FI lebih baik dalam pelajaran matematika dan sains (lihat Woolfolk, 1998;
Threadgill, 1979).
Daftar Acuan
Baroody. A.J. 1993. Problem Solving, Reasoning, and Communicating. Macmillan Publising, New
York.
Crowther, David T. 1997. The Constructivist Zone, Under Construction. Http://um.edu/
homepage/jeannon/ejse/ejsev2n2ed.1
De Lange, Jan. 1996. Assesment: No Change Without Problems. In Romberg, T.A (ed.). Reform in
School Mathematics and Authentic Assesment. New York: Suny Press.
Depdiknas. 2002. Pengelolaaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Pusat Kurikulum,
Balitbang.
DePorter, Boby., Mark Reardon., & Sarah Singer-Nourie. 2000. Quantum Teaching. Bandung:
Kaifa.
Eggen, D. Paul., & Donald P. Kauchack. 1996. Strategies for Teachers: Teaching Content and
Thinking Skills. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.
Gaspersz, Vincent. 1992. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Bandung: Tarsito.
Good, Thomas., & Jere E. Brophy. 1990. Educational Psychology, 4th ed. New York & London:
Longman.
Holmes, Emma. E. 1995. New Directions in Elementary School Mathematics, Interactive Teaching
and Learning. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Johnson, D.W., & Roger T. Johnson. 1994. Learning Together and Alone, Cooperative,
Competitive and Individualistic Learning. 4th ed. Boston: Allyn and Bacon.
Johnson, D. W., Roger T. Johnson., & Mary Beth Stanne. 2002. Cooperative Learning Methods: A
Meta Analysis. http://www.clcrc.com/pages/cl-methods.html.
Lusiana. 1992. Pengaruh Interaktif Antara Penggunaan Strategi Penataan Isi Mata Kuliah dan
Gaya Kognitif Mahasiswa terhadap Perolehan Belajar. Tesis. Malang: PPS IKIP
Malang.
Ratumanan, T. G. 2002a. Model Pembelajaran Interaktif dengan Setting Kooperatif. Surabaya:
PPS Universitas Surabaya.
Ratumanan, T. G. 2002b. Pengenalan Model Pembelajaran Interaktif dengan Setting Kooperatif.
Buletin Pendidikan Matematika. Vol. 4 No. 1, 27-39, Maret 2002.
Ratumanan, T. G. 2000. Pengajaran Interaktif: Arah Baru Dalam Pengajaran Matematika.
Makalah. Disampaikan pada Seminar Matematika di ITS Surabaya, pada tanggal 2
Nopember 2000.
Slavin, Robert E. 1997. Educational Psychology. 5th ed.. Boston: Allyn and Bacon.
Threadgill, Judith Ann. 1979. The Relationship of Field-Independent/Dependent Cognitive Style
and Two Method of Instruction in Mathematics Learning. Journal for Research in
Mathematics Education. May 1979, 219-221. NCTM.
9
Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 5, No. 1, 2003: 1 – 10
Witkin, H.A., C. A. Moore., D. R. Goodenough., & P. W. Cox. 1977. Field-Dependent and FieldIndependent Cognitive Styles and Their Educational Implications. Review of
Educational Research. Winter 1977, Vol. 47, No. 1, 1-64.
Woolfolk, Anita E. 1998. Educational Psychology. Singapore: Allyn and Bacon.
10
Download