FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI LEBIH PADA ANAK PRA SEKOLAH DI TK SALMAN ITB CIPUTAT TAHUN 2013 Skripsi Diajukan kepada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Oleh Anis Karomah NIM: 109101000078 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H./2013 M. i NIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN GIZI MASYARAKAT Skripsi, November 2013 Anis Karomah, NIM. 109101000078 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Lebih pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Ciputat Tahun 2013 xviii + (77) halaman, (17) tabel, (2) bagan, (2) gambar, (4) lampiran ABSTRAK Latar Belakang. Status gizi lebih menjadi salah satu masalah kesehatan yang umum pada anak. Karakteristik anak, orang tua dan lingkungan mempunyai andil yang cukup besar pada kejadian gizi lebih anak pra sekolah. Ditemukan 21,4% anak pra sekolah di TK Salman ITB yang mengalami gizi lebih. Jumlah ini melebihi batasan minimal masalah kesehatan masyarakat tentang gizi lebih yaitu 15%. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain cross sectional study. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dengan alat bantu kuesioner dan pengukuran secara langsung terhadap responden dan Ibu responden. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa selain play group di TK Salman ITB Ciputat tahun ajaran 2013/2014. Sampel penelitian ini berjumlah 56 responden. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat. Hasil. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa anak pra sekolah yang mengalami gizi lebih di TK Salman sebesar 16,1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 1 variabel yang memiliki hubungan yang bermakna dengan status gizi lebih yaitu variabel persen asupan lemak. Sedangkan variabel lain seperti jenis kelamin, lama menonton televisi, status gizi lebih orang tua, dan riwayat penyakit jantung orang tua tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan status gizi lebih anak pra sekolah. Saran. TK Salman ITB Ciputat perlu mengadakan permainan, cerita, maupun cara edukatif lainnya yang berhubungan dengan pola makan yang baik agar secara tidak langsung anak-anak mengenal dan mulai terbiasa dengan pola makan yang baik terutama sayur dan buah guna membantu metabolisme lemak dan energi dalam tubuh ii mengingat konsumsi anak di TK Salman adalah tinggi lemak, tinggi energi dan rendah serat. Hendaknya sekolah memberikan program olahraga bagi siswanya secara rutin satu minggu sekali minimal 30 menit agar energi dalam tubuh dapat digunakan dan tidak tersimpan sebagai lemak. Perlu juga mengadakan kerjasama dengan instansi kesehatan misalnya Puskesmas untuk membantu mengecek status gizi anak dan melakukan usaha preventif dan promotif tentang pentingnya menerapkan pola makan yang baik khususnya edukasi mengenai perlunya asupan sayur buah dan sayur di setiap harinya. Kata Kunci : pra sekolah, status gizi lebih, persen asupan lemak. Daftar Bacaan : 38 (1997 – 2013) iii SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH CONCENTRATION HEALTH PUBLIC NUTRITION Undergraduated Thesis, November 2013 Anis Karomah, NIM. 109101000078 The Factors in which Related with Overweight Status of Pre School Children at TK Salman ITB Ciputat in 2013. xviii + 77 pages, 17 table, 2 bagan, 2 drawing, 4 attachment ABSTRAK Background. The overweight status is one of common health problems in children. Characteristic of children , parents, and environment have great contribute in forming overweight of pre school children. it was found amount 21,4% of pre school children at TK Salman ITB who get overweight. This amount exceeds the minimum limit public health problem in the overweight, it is about 15%. Methode. This research is quantitative research methode using cross sectional study design. In collecting data used interview methode by questioner and measuring directly toward respondence and mother's respondence. The study population was all students besides play group at TK Salman ITB Ciputat in school year 2013/2014. Sample of this research is 56 respondence. data analysis is using univariat and bivariat analysis. Result. Based on the result, known that pre school children who gets the overweight at TK Salman amount 16,1 %. the result shown that only 1 variable which has related significant with the overweight status , it is variable percent fat intake. Where as the other variable such sex, spent time to watching tv, the better parental nutritional status, and parental history of heart disease do not have significant relation with overweight status of pre school children. Suggestion. TK Salman ITB Ciputat needs hold game playing, telling story, or the another education way in which related with good consumption so that inditectly children know and getting usual with good consumption especially vegetables and fruits to help fat metabolism and energy in the body remembering consumption of children at TK salman are high fat, high energy and low fiber. The schools should iv provide sports programs for their students on a regular basis once a week for at least 30 minutes so that the energy in the body can be used and it is not stored as fat. The schools also need hold cooperation with health instance such community health center to help in checking nutritional status of children and doing preventing and promoting about the importance of applying good consumption especially education in demanding of vegetables and fruits everyday. Keywords : pre school, overweight status, percent fat intake. List References: 38 (1997 – 2013) v vi vii RIWAYAT HIDUP IDENTITAS PRIBADI Nama Lengkap TTL Jenis Kelamin Alamat Agama Kebangsaan Telp/Hp Email : Anis Karomah :Magelang, 10 Oktober 1990 :Perempuan :Pluberan, Sucen , Salam, Magelang, 56484 :Islam :Indonesia :085780845059 : [email protected] RIWAYAT PENDIDIKAN 1997-2003 : Sekolah Dasar (SD) Salam 2003-2006 : Madrasah Tsanawiyah (MTs) Yajri Payaman Magelang 2006-2009 : Madrasah Aliyah (MA) Yajri Payaman Magelang 2003-2009 : Pondok pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman 2009-sekarang : Mahasiswi Peminatan Gizi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidyatullah Jakarta RIWAYAT ORGANISASI 2007-2009 : Koordinator bag kemahasiswaan Badan Eksekutif Siswa dan Santri (BESS) MA Yajri Payaman Magelang 2009- 2010 : Anggota Muda Pecinta Alam ARKADIA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010-2011 : Staff Kesenian dan Olahraga Pergerakan Mahasiswa Indonesia (PMII), 2011-sekarang: Staff Kesenian dan Olahraga Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah, Solois Paduan Suara LAMYUZARD, dan aktif dalam kegiatan marawis KESMAS. viii KATA PENGANTAR اللسال م عليكم ورحمة هللا وبركا ته االحمد هلل, segala puji bagi Allah Subhanahu Wata’ala yang telah melimpahkan Rahmat dan Kuasa-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah atas baginda Nabi Muhammad SAW berkat kasih sayangnya, membawa kita dari jaman kegelapan dan kebodohan menuju jaman yang terang benderang dan kaya akan ilmu pengetahuan. Skripsi yang berjudul “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Lebih pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Ciputat Tahun 2013” telah diuji pada tanggal 12 November 2013 ini merupakan tugas akhir untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa Skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa bantuan, dukungan, motivasi dan inspirasi dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaiakan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Allah SWT yang senantiasa memberikan kekuatan, kesabaran serta petunjuk di kala penulis mengalami berbagai kesulitan. 2. Keluarga tercinta, ayahanda Parjiman dan ibunda Ginem Lestari serta adikku tersayang Anif Khusnan Hanafi yang telah memberikan motivasi dan dukungan penuh baik secara moril maupun materil serta doa yang tiada pernah putus-putusnya. Terimakasih atas kasih sayang kalian. I Love U so much. ix 3. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Febrianti, Msi, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Bapak Drs. M. Farid Hamzeins, Msi dan bapak dr Yuli Prapanca Satar, MARS selaku pembimbing fakultas yang telah memberikan pengarahan, masukan dan inspirasi serta terimakasih atas ilmu yang telah diberikan. 6. Ibu Narila Mutia Nasir Ph.D, ibu Yuli Amran, MKM, dan ibu dr Andarini yang telah memberikan banyak masukan dan arahan dalam perbaikan skripsi ini. 7. Departemen Agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa dan kesempatan pada penulis untuk dapat menimba ilmu di UIN Syarif Hidayatullah sampai saat ini. 8. Kepala TK Salman ITB Ciputat yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di TK Salman ITB Ciputat. 9. Seluruh guru-guru di TK Salman yang telah mendukung dan membantu proses pengambilan data. 10. Seluruh orang tua dan siswa TK Salman ITB Ciputat yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 11. Ka Nia Pratiwi 2007, ka Ami 2007 dan ka Septi, terimakasih atas bantuannya dan semangatnya agar penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. x 12. Teman-teman gidza holic, terimakasih atas kebersamaan yang telah kita jalani hingga tahun ini. Semoga persahabatan ini akan kekal selamanya. Sukses bareng ya semuanya ,,^_^. 13. Temen-temen CSS MORA 2009, terimakasih atas dukungan dan doanya selama ini. Tetep eksis, narsis, dan berprestasi ya kawan. 14. Temen-temen Kesmas Angkatan 2009, yang telah memberikan inspirasi melalui semangat kalian. 15. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis mengharapkan semoga segala yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan kebaikan dari Allah SWT. Dan atas semua kekhilafam dan kekurangan yang penulis lakukan, dengan segenap hati penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak. Tiada gading yang tak retak. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran semua pihak atas skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya penulis. Amin. واللسال م عليكم ورحمة هللا وبركا ته Jakarta, November 2013 Penulis xi DAFTAR ISI DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Pertanyaan Penelitian 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum 1.4.2 Tujuan Khusus 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti 1.5.2 Bagi Pengelola Yayasan 1.5.3 Bagi Prodi Kesehatan Masyarakat 1.5.4 Bagi Peneliti Lain 1.6 Ruang Lingkup Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi 2.1.1 Pengertian 2.1.2 Penilaian Status Gizi 2.1.2.1 Indeks Antropometri 2.1.2.2 Figure Rating Scale 2.1.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi 2.2 Gizi Lebih pada Anak Pra Sekolah 2.2.1 Anak Pra Sekolah 2.2.2 Kecukupan Gizi Anak Pra Sekolah 2.2.3 Batasan Normal Konsumsi Lemak 2.2.4 Gizi Lebih pada Anak Pra Sekolah 2.3 Patofisiologi dan Dampak Gizi Lebih 2.3.1 Patofisiologi Gizi Lebih pada Anak Pra Sekolah 2.3.2 Dampak Gizi Lebih pada Anak Pra Sekolah 2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gizi lebih 2.4.1 Karakteristik Anak 2.4.1.1 Umur 2.4.1.2 Jenis Kelamin 2.4.2 Ketidak Seimbangan Energi 2.4.3 Asupan Makanan 2.4.3.1 Persen Asupan Lemak 2.4.4 Kerentanan Terhadap Kenaikan Berat Badan 2.4.5 Perilaku Menetap 2.4.6 Aktivitas Fisik 2.4.6.1 Kebiasaan Olahraga 2.4.7 Gaya Pengasuhan dan karakteristik Keluarga 2.4.8 Karakteristik Masyarakat, Demografi dan Sosial xii 1 5 5 6 6 6 8 8 8 8 8 8 10 10 10 11 18 20 22 22 23 23 24 24 24 26 28 28 28 29 30 31 31 32 34 35 35 35 36 2.5 Kerangka teori 38 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep 39 3.2 Definisi Operasional 42 3.3 Hipotesis 44 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian 45 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 45 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 45 4.3.1 Populasi Penelitian 45 4.3.2 Sampel Penelitian 45 4.3.3 Penentuan Jumlah Sampel 46 4.4 Instrumen Penelitian 46 4.5 Pengumpulan Data 47 4.6 Pengolahan Data 47 4.7 Analisis Data 48 4.7.1 Univariat 48 4.7.2 Bivariat 49 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum TK Salman ITB Ciputat 50 5.2 Analisis Univariat 51 5.2.1 Gambaran Responden berdasarkan Status Gizi Lebih 51 5.2.2 Gambaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin 52 5.2.3 Gambaran Responden berdasarkan Persen Asupan Lemak 53 5.2.4 Gambaran Responden berdasarkan Perilaku Menetap (Menonton Televisi) 53 5.2.5 Gambaran Responden berdasarkan Kerentanan Familial terhadap Kenaikan Berat Badan (Status Gizi Lebih Orang Tua dan Riwayat Penyakit Jantung) 54 5.3 Analisis Bivariat 55 5.3.1 Hubungan antara Jenis Kelamin degan Status Gizi Lebih 55 5.3.2 Hubungan antara Persen Asupan Lemak dengan Status Gizi Lebih 56 5.3.3 Hubungan antara Perilaku Menetap (Menonton Televisi) dengan Status Gizi Lebih 57 5.3.4 Hubungan antara Kerentanan Familial terhadap Kenaikan Berat Badan dengan Status Gizi Lebih 58 5.3.4.1 Hubungan antara Status Gizi Lebih Orang Tua dengan Status Gizi Lebih 58 5.3.4.2 Hubungan antara Riwayat Penyakit Jantung Orang Tua dengan Status Gizi Lebih 58 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian 60 6.2 Gambaran Status Gizi Lebih pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 60 6.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Lebih 62 xiii 6.3.1 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih 62 6.3.2 Hubungan antara Persen Asupan Lemak dengan Status Gizi Lebih 64 6.3.3 Hubungan Antara Perilaku Menetap (Menonton Televisi) dengan Status Gizi Lebih 68 6.3.4 Hubungan Antara Keterntanan Familial terhadap Kenaikan Berat Badan dengan Status Gizi Lebih 70 6.3.4.1 Hubungan Antara Status Gizi Orang Tua dengan Status Gizi Lebih 70 6.3.4.2 Hubungan Antara Riwayat Penyakit Jantung Orang Tua dengan Status Gizi Lebih 72 BAB VII PENUTUP 7.1 Simpulan 75 7.2 Saran 76 7.2.1 Bagi TK Salman ITB 76 7.2.2 Bagi Peneliti Lain 77 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiv DAFTAR TABEL Nama Tabel Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 3.1 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4 Tabel 5.5 Tabel 5.6 Tabel 5.7 Tabel 5.8 Tabel 5.9 Tabel 5.10 Tabel 5.11 Tabel 5.12 Halaman Kategori Ambang Batas IMT (Depkes,1994) 15 Kategori Ambang Batas Status Gizi Anak Menurut Indeks IMT/U 16 Angka Kecukupan Gizi Anak 23 Klasifikasi status gizi orang dewasa menurut IMT 33 Definisi Operasional 42 Jumlah Siswa di TK Salman ITB Ciputat Tahun Ajaran 2013/2014.50 Distribusi Responden berdasarkan Status Gizi pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Ciputat Tahun 2013 52 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Ciputat Tahun 2013 52 Distribusi Responden berdasarkan Persen Asupan Lemak pada Anak 53 Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 Distribusi Responden berdasarkan lama Menonton Televisi pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 54 Distribusi Responden berdasarkan Status Gizi Orang Tua pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 54 Distribusi Responden berdasarkan Riwayat Penyakit Jantung Orang Tua pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 55 Distribusi Status Gizi Lebih menurut Jenis Kelamin pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 56 Distribusi Status Gizi Lebih menurut Persen Asupan Lemak pada 56 Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 Distribusi Status Gizi Lebih menurut Lama Menonton Televisi pada 57 Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 Distribusi Status Gizi Lebih menurut Status Gizi Lebih Orang Tua pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 58 Distribusi Status Gizi Lebih menurut Riwayat Penyakit Jantung Orang Tua pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 59 xv DAFTAR GAMBAR Nama Gambar Gambar 2.1 Instrumen Figure Rating Scale untuk Perempuan Gambar 2.2 instrumen Figure Rating Scale untuk Laki-laki xvi Halaman 19 19 DAFTAR BAGAN Nama Bagan Bagan 2.1 Kerangka Teori Bagan 3.1 Kerangka Konsep Halaman 38 41 xvii DAFTAR LAMPIRAN Nama Lampiran Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian Lampiran 2 Lembar Pengukuran Antropometri Lampiran 3 Kuesioner Penelitian Lampiran 4 Output Analisis Univariat dan Bivariat xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa balita hingga masa pra sekolah merupakan masa yang penting bagi anak. Pada masa ini, terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang cepat sehingga membutuhkan dukungan dari segi kesehatan, pendidikan serta lingkungan anak. Salah satu sisi kesehatan yang perlu dilihat adalah kecukupan gizi anak. Usia anak pra sekolah berkisar antara antara 3-6 tahun (Biechler dan Snowman (1993) dalam Patmonodewo (2000)). Pada usia ini dengan anak bergerak aktif bermain bersama teman-temannya, tertarik mempelajari hal baru, terus menerus mempraktekkan hal yang baru didapat, diperlukan perhatian lebih agar kesehatan anak tetap optimal salah satunya dengan memperhatikan pola makan anak. Tingkat aktifitas yang cukup tinggi, maka diperlukan asupan yang tinggi juga agar tercapai keseimbangan antara jumlah asupan dengan kalori yang dikeluarkan. Hal ini dapat dicapai dengan pemenuhan nutrisi sesuai umur anak dalam kehidupan sehari-hari. Realitanya, beberapa masalah pola makan dan gizi yang kerap terjadi di rentang 3-5 tahun antara lain adalah tidak suka sayuran, pilih-pilih makanan, dan cenderung menyukai “junk food” (Kurniasih dkk, 2010). Menurut Badjeber, dkk (2009) melalui penelitiannya menunjukkan bahwa anak yang sering mengkonsumsi fast food minimal 3 kali per minggu mempunyai risiko 3,28 kali menjadi gizi lebih. Apalagi anak usia pra sekolah merupakan usia yang rentan 1 2 terhadap segala macam penyakit. Oleh karena itu perlu diusahakan untuk meningkatkan dan mempertahankan status gizi anak agar tetap berada pada status gizi yang baik. Status gizi adalah keadaan fisiologis tubuh yang merupakan akibat dari konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi dalam tubuh. Status gizi dapat dibedakan menjadi status gizi buruk, kurang, baik dan lebih (Almatsier, 2009). Sedangkan untuk pengukuran status gizi khususnya untuk anak dan remaja menggunakan pengukuran antropometri berdasarkan BB/U, TB/U dan BB/TB atau IMT/U. Masing-masing mempunyai kekurangan dan kelebihan dalam pengukurannya. Pengukuran antropometri yang digunakan untuk melihat status gizi akut (sekarang) adalah dengan menggunakan IMT/U. Dewasa ini, sebagai negara yang berkembang Indonesia memiliki masalah status gizi ganda antara lain gizi kurang dan gizi lebih. Masalah gizi ini tidak mengenal tingkat ekonomi maupun tingkat pendidikan seseorang, artinya dapat dialami oleh siapa saja. Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang antara lain kemiskinan, persediaan pangan, tingkat pendidikan, kurangnya pengetahuan tentang gizi dan lingkungan (Almatsier, 2009). Di samping masalah gizi kurang pada anak yang sampai saat ini belum tuntas dapat diatasi, muncul masalah gizi lebih pada anak yang harus diwaspadai. Gizi lebih akan menimbulkan berbagai penyakit seperti obesitas, darah tinggi, diabetes, jantung dan stroke dalam jangka waktu pendek maupun panjang. Fisiologis anak yang mengalami gizi lebih, hal ini akan menyebabkan depresi pada 3 anak karena bentuk tubuh yang tidak ideal, merusak liver (hati), penyakit jantung koroner, diabetes, stroke dan osteoartritis (Devi, 2012). Menurut Dunne (2002), overweight (gizi lebih) adalah kondisi seseorang dengan berat badan melebihi 20% dari berat badan ideal. Pada tahun 2010 prevalensi kegemukan secara nasional di Indonesia mencapai 14,0% (Riskesdas, 2010). Angka ini lebih rendah dibandingkan hasil dari WNPG tahun 2004 yang menemukan kasus gizi lebih pada orang dewasa sudah mencapai 21% bahkan 11,1% diantaranya sudah masuk ke dalam kategori obesitas. Kasus gizi lebih tidak hanya terjadi pada orang dewasa (> 18 tahun) saja tetapi juga terjadi pada remaja hingga anak-anak. Prevalensi gizi lebih pada balita diperkirakan sekitar 5,3% di kota dan 4,27% di perdesaan (WNPG, 2004). Penelitian untuk mendapatkan gambaran status gizi lebih dan mencari faktorfaktor yang berhubungan pernah dilakukan oleh Wati (2006) di TK Al Azhar Kemang yang menghasilkan prevalensi gizi lebih sebesar 31,3%. Status gizi anak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain lingkungan, sosial ekonomi, gaya hidup, kognitif, perilaku, biologis dan kesehatan (Brown (2005) dan Shills (2004) dalam Mardayanti (2009)). Sedangkan menurut Jellieffe dalam Mardayanti (2009), faktor-faktor yang secara langsung mempengaruhi status gizi antara lain pola konsumsi makanan sehari-hari, aktifitas fisik, keadaan kesehatan, pendapatan, pendidikan orangtua dan kebiasaan makan. Seorang anak dikatakan gemuk atau obesitas apabila Indeks Masa Tubuh (IMT) per umur di atas normal. Anak akan kelebihan berat badan jika asupan energi yang masuk tidak seimbang dengan energi yang dibutuhkan untuk aktivitas 4 dan pertumbuhan. Faktor lainnya adalah keturunan, metabolisme dan lingkungan. Anak yang orang tuanya gemuk cenderung untuk mengalami kegemukan (Devi, 2012). TK Salman merupakan salah satu TK yang bisa disebut favorit yang terletak di daerah Ciputat Tangerang Selatan. Banyak orang tua dari berbagai tempat membawa anaknya untuk disekolahkan di sini. Sekitar 60% dari siswa yang berada di TK Salman adalah orang-orang dengan tingkat ekonomi menengah ke atas. Kasus gizi lebih dan obesitas banyak terjadi pada keluarga yang mempunyai tingkat ekonomi menengah ke atas. Di samping itu, anak-anak di TK Salman banyak meraih prestasi baik di bidang akademik maupun di perlombaanperlombaan yang diadakan antar TK. Oleh karena itu tidak heran kalau TK ini menjadi salah satu TK yang banyak diminati orang tua untuk mendaftarkan anaknya agar bisa sekolah di TK Salman ini. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 14 anak di TK Salman dengan melakukan pengukuran antropometri Indeks Masa Tubuh per Umur (IMT/U), ditemukan sebanyak 28,57% anak mempunyai masalah gizi berupa gizi kurang sebesar 7,1%, dan gizi lebih 21,4%. Masalah gizi lebih di TK Salman sebesar 21,4%, menunjukkan bahwa masalah ini sudah termasuk ke dalam masalah kesehatan yaitu minimal 15% (WHO, 2000). Gizi lebih merupakan salah satu masalah kesehatan yang menjadi faktor risiko terjadinya berbagai penyakit seperti penyakit jantung koroner, stroke, tekanan darah tinggi, diabetes dan penyakit lainnya bila tidak segera diatasi. Beberapa faktor yang diduga menyebabkan gizi lebih antara lain umur, jenis 5 kelamin, asupan makanan, aktivitas fisik, perilaku menetap dan kerentanan terhadap kenaikan berat badan ) (Davidson dan Birch, 2001). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di TK Salman dengan melakukan pengukuran antropometri (IMT/U), ditemukan sebanyak 28,57% anak mempunyai masalah gizi berupa gizi kurang sebesar 7,1%, dan gizi lebih 21,4%. Dengan adanya masalah gizi lebih sebesar 21,4%, maka masalah gizi lebih sudah termasuk ke dalam masalah kesehatan yaitu minimal 15% (WHO, 2000). Dengan adanya masalah gizi lebih yang mempunyai persentasi lebih dari 15% pada anak pra sekolah di TK Salman, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman tahun 2013. 1.3 Pertanyaan penelitian 1. Bagaimana gambaran status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013? 2. Bagaimana gambaran distribusi jenis kelamin pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013? 3. Bagaimana gambaran persen asupan lemak pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013? 4. Bagaimana gambaran perilaku menetap (menonton televisi) pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013? 6 5. Bagaimana gambaran kerentanan familial terhadap kenaikan berat badan (status gizi orang tua, dan riwayat penyakit jantung) dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013? 6. Apakah ada hubungan antara faktor jenis kelamin dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013? 7. Apakah ada hubungan antara faktor persen asupan lemak dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013? 8. Apakah ada hubungan antara faktor perilaku menetap (menonton televisi) dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013? 9. Apakah ada hubungan antara faktor kerentanan familial terhadap kenaikan berat badan (status gizi orang tua, dan riwayat penyakit jantung) dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013? 1.4 Tujuan penelitian 1.4.1 Tujuan umum Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013. 1.4.2 Tujuan khusus 1. Diketahuinya gambaran status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013 2. Diketahuinya gambaran distribusi jenis kelamin pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013 7 3. Diketahuinya gambaran persen asupan lemak pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013 4. Diketahuinya gambaran perilaku menetap (menonton televisi) pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013 5. Diketahuinya gambaran kerentanan familial terhadap kenaikan berat badan (status gizi orang tua, dan riwayat penyakit jantung) dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013 6. Diketahuinya hubungan antara faktor jenis kelamin dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013? 7. Diketahuinya hubungan antara faktor persen asupan lemak dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013? 8. Diketahuinya hubungan antara faktor perilaku menetap (menonton televisi) dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013? 9. Diketahuinya hubungan antara faktor kerentanan familial terhadap kenaikan berat badan (status gizi orang tua, dan riwayat penyakit jantung) dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013? 8 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi peneliti Agar menjadi wadah bagi penambahan wawasan dan pengembangan skill mahasiswa serta mengaplikasikan keilmuan yang telah didapat dalam bidang penelitian 1.5.2 Bagi Pengelola Yayasan Sebagai salah satu sumber informasi mengenai status gizi anak didiknya sehingga dapat dipantau status gizi secara lebih teratur lagi demi mempertahankan meningkatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya. 1.5.3 Bagi Prodi Kesehatan Masyarakat Agar menjadi bahan referensi keilmuan khususnya dalam bidang gizi. Sebagai informasi dan dokumentasi yang dapat digunakan untuk data dalam penelitian serupa di masa mendatang. 1.5.4 Bagi Peneliti Lain Agar menjadi bahan referensi, informasi dan pertimbangan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai status gizi lebih pada anak pra sekolah. 1.6 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini dilakukan oleh peneliti yang berstatus mahasiswi kesehatan masyarakat peminatan gizi UIN Jakarta, dilakukan di TK Salman ITB Ciputat, pada bulan Juni-Oktober 2013 dengan menggunakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional yang menggunakan data primer berupa data yang dilakukan dengan pengukuran antropometri menggunakan timbangan dan 9 microtoise dan melakukan wawancara dengan menggunakan alat bantu kuesioner yang telah disiapkan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi 2.1.1 Pengertian Status gizi adalah keadaan fisiologis tubuh yang merupakan akibat dari konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi dalam tubuh. Status gizi dapat dibedakan menjadi status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2009). Gibson (2005) juga menyatakan bahwa status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi) dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan. 2.1.2 Penilaian Status Gizi Untuk mengetahui status gizi seseorang, diperlukan pengukuran tertentu baik secara langsung maupun tidak. Pengukuran status gizi secara langsung dibagi ke dalam empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian secara tidak langsungnya dibagi dalam tiga cara penilaian yaitu dengan survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa dkk, 2001). Status gizi bisa didapatkan dengan melakukan pengukuran pada dimensi tubuh. Pengukuran dilakukan menggunakan parameter umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit (Anggraeni, 2012). Menurut standar 10 11 antropometri WHO 2005 dalam Kepmenkes 2010, umur dihitung dalam bulan penuh. Contoh : umur 2 bulan 29 hari dihitung sebagai umur 2 bulan. Berat badan merupakan parameter terpenting dalam antropometri. Berat badan digunakan untuk menggambarkan jumlah protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Parameter tinggi badan penting untuk mengetahui gizi masa lalu dan sekarang jika umur tidak diketahui secara tepat. Lingkar lengan atas dapat digunakan sebagai salah satu pilihan untuk menilai status gizi. Namun, parameter ini tidak bisa menjadi pilihan tunggal untuk menilai status gizi karena tidak dapat mewakili perubahan status gizi seseorang dalam jangka pendek (Supariasa dkk, 2001). Dalam kondisi normal, pengukuran berat badan, tinggi badan dan parameter lain berbeda pelaksanaannya pada bayi, balita, remaja hingga dewasa. Pengukuran pada berat badan pada anak, remaja ataupun dewasa disesuaikan dengan alat dan cara masing-masing. Berat badan bayi diukur menggunakan timbangan bayi, balita menggunakan timbangan dacin, remaja hingga dewasa menggunakan timbangan injak. Pengukuran tinggi badan dan parameter lain juga menyesuaikan dengan kondisi yang ada (Anggraeni, 2012). 2.1.2.1 Indeks Antropometri 1. BB/U Berat badan merupakan salah satu parameter yang menggambarkan massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil. Oleh karena itu parameter 12 ini sangat labil dan hanya bisa akurat jika tubuh dalam keadaan normal. Saat kondisi normal, berat badan berkembang selaras dengan umur. Sedangkan saat kondisi abnormal, berat badan mungkin lebih lambat maupun lebih cepat dari yang seharusnya (Anggraeni, 2012) Indeks BB/U lebih mudah dimengerti oleh masyarakat. Indeks ini dapat digunakan untuk menilai status gizi akut atau kronis, sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil dan dapat mendeteksi kegemukan (overweight) (Supariasa dkk, 2001). Disamping mempunyai kelebihan, beberapa kekurangan indeks ini antara lain menimbulkan imterpretasi status gizi yang salah jika ternyata yang diukur mengalami asites/edema, umur tidak dapat ditaksir dengan tepat di daerah pedesaan karena pencatatan yang kurang baik, sedangkan untuk mengetahui status gizi pada balita memerlukan data umur yang akurat, selain itu sering terjadi kesalahan dalam pengukuran seperti gerakan anak saat penimbangan, yang terakhir adalah pada pengukuran ini sering mengalami hambatan dengan sosial dan budaya masyarakat setempat yang merasa anaknya dijadikan sebagai barang dagangan (Supariasa dkk, 2001). 13 2. TB/U Tinggi badan adalah parameter yang dapat melihat status gizi sekarang dan keadaan yang telah lalu. Pertumbuhan tinggi / panjang badan tidak secepat dan sesignifikan berat badan, serta relatif kurang sensitif untuk menilai masalah kekurangan gizi dalam waktu singkat. Status kekurangan gizi baru terlihat dalam waktu yang relatif lama (Anggraeni, 2012). Beberapa kelebihan dalam indeks TB/U ini antara lain baik untuk menilai gizi masa lampau, dan untuk ukuran panjang dapat dibuat sendiri dan murah. Sedangkan untuk kelemahan indeks ini antara lain tinggi badan tidak cepat naik dan turun, diperlukan dua orang untuk melakukan pengukuran pada anak agar anak bisa berdiri tegak, serta ketepatan umur yang sulit didapat (Supariasa dkk, 2001). 3. BB/TB Berat badan mempunyai hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks ini merupakan indeks yang baik untuk menilai status gizi saat ini. Indeks BB/TB merupakan indeks yang independen terhadap umur (Anggraeni, 2012). Indeks BB/TB tidak memerlukan data umur dan dapat digunakan untuk membedakan proporsi badan (gemuk, normal 14 dan kurus). Di sisi lain, indeks ini ternyata tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya karena indeks ini tidak mempertimbangkan faktor umur. Terdapat kesulitan juga dalam melakukan pengukuran karena memerlukan dua alat ukur, waktu yang lama, kesulitan dalam mengukur anak balita serta sering terjadi kesalahan terutama jika dilakukan oleh tenaga non-profesional (Supariasa dkk, 2001). 4. LLA/U Lingkar Lengan Atas (LLA) dapat memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan kulit. LLA biasanya digunakan untuk menngidentifikasi adanya malturisi pada anakanak. Pada ibu hamil, LLA digunakan untuk memprediksi kemungkinan bayi yang dilahirkannya (Anggraeni, 2012). Parameter ini biasanya digunakan bersama parameter umur yang disebut dengan indeks LLA/U. Indeks LLA/U mempunyai beberapa keuntungan karena indeks ini merupakan indikator yang baik untuk menilai KEP berat, alat yang digunakan pun murah, sangat ringan dan dapat dibuat sendiri. Indeks LLA/U hanya dapat digunakan untuk mendeteksi KEP berat saja, sulit menentukan ambang batas, serta sulit digunakan untuk melihat pertumbuhan anak umur 2 15 tahun yang pertumbuhannya tidak nampak nyata (Supariasa dkk, 2001). 5. IMT FAO/WHO/UNU tahun 1985 menyatakan bahwa batasan berat badan normal orang dewasa ditemukan berdasarkan nilai body mass indeks (BMI). Di Indonesia BMI biasa disebut dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) (Anggraeni, 2012). IMT digunakan untuk memantau status gizi orang dewasa. Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut: Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia menurut RISKESDAS 2007 yang mengacu pada Depkes 1994 dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.1 Kategori Ambang Batas IMT Kategori Kekurangan BB tingkat berat Kekurangan BB tingkat ringan Kurus Normal Gemuk Kelebihan BB tingkat ringan Kelebihan BB tingkat berat IMT <17,0 17,0-18,5 18,5-25,0 >25,0-27,0 >27,0 Sumber:Depkes 1994 IMT tidak dapat digunakan untuk mengukur status gizi anak dan remaja. Oleh karena itu untuk mengukur status gizi anak dan remaja saat kini (sekarang) menggunakan IMT/U. 16 Indeks ini merujuk pada standar antropometri penilaian status gizi anak menurut WHO 2005 yang dikeluarkan oleh Kepmenkes pada tahun 2010. Indeks IMT/U menggunakan ambang batas standar deviasi. Standar deviasi disebut juga dengan Z-skor. WHO menyarankan menggunakan cara ini untuk meneliti dan memantau pertumbuhan. Standar deviasi dapat juga dipakai dalam indeks BB/U, TB/U dan BB/TB. Pada Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2010 memutuskan bahwa klasifikasi status gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Kategori ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks IMT/U pada Kepmenkes 2010 adalah sebagai berikut: Tabel 2.2 Kategori Ambang Batas Status Gizi Anak menurut Indeks IMT/U Indeks Indeks Massa menurut (IMT/U) Anak 0-60 Bulan Indeks Massa menurut (IMT/U) Anak 5-18 tahun Kategori Status Gizi Tubuh Sangat kurus Umur Kurus Umur Normal Gemuk Tubuh Sangat kurus Umur Kurus Umur Normal Gemuk Obesitas Sumber: Kepmenkes, 2010 Ambang Batas (Z-Score) <-3 SD -3 SD sampai <-2 SD -2 SD sampai 2 SD >2 SD <-3 SD -3 SD sampai <-2 SD -2 SD sampai 1 SD >1 SD sampai 2 SD >2 SD 17 6. Tebal Lemak Bawah Kulit Menurut Umur Tebal lemak di bawah kulit merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam pengukuran status indeks antropometri untuk mengukur status gizi. Parameter ini digunakan untuk memperkirakan jumlah lemak di dalam tubuh. Jumlah tubuh seseorang tergantung dari berat badan, jenis kelamin, umur dan aktivitas. Pengukuran tebal lemak di bawah kulit disebut dengan skonfold (Anggraeni, 2012). Pengukuran tebal lemak dibawah kulit (skinfold) dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misal pada bagian lengan atas, lengan bawah, tulang belikat, di tengah garis ketiak, sisi dada, perut, suprailiaka, paha, tempurung lutut dan pertengahan tungkai bawah. Hasilnya dinyatakan dalam persen terhadap tubuh total. Secara umum jumlah lemak tubuh untuk pria 3,1 kg dan pada wanita 5,1 kg (Supariasa dkk, 2001). 7. Rasio Lingkar Pinggang dengan Pinggul Rasio lingkar pinggang dan pinggul adalah cara penilaian obesitas terbaik untuk mengukur risisko serangan jantung. Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk mengetahui seberapa besar risiko seseorang terhadap berbagai penyakit seperti diabetes tipe II, kolesterol yang tidak terkontrol, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung (Anggraeni, 2012). 18 Rasio lingkar pinggang dan pinggul untuk perempuan adalah 0,77 dan 0,90 untuk laki-laki. Penyakit yang berhubungan dengan rasio lingkar pinggang dan pinggul ini adalah penyakit kardiovaskuler. Rata-rata rasio orang yang terkena penyakit kardiovaskuler dengan orang sehat adalah 0,938 dan 0,925 (Supariasa dkk, 2001). 2.1.2.2 Figure Rating Scale Figure Rating Scale (FRS) atau a novel pictorial method merupakan salah satu cara pengukuran yang dapat digunakan untuk menilai status gizi berdasarkan BMI seseorang meggunakan gambar ukuran tubuh manusia, laki-laki dan perempuan sehingga bisa didapatkan status gizi seseorang melalui persepsi yang didapatkan dari gambar pada instrumen (Harris et.al, 2008). Cara ini telah diuji validitas dan rebilitasnya sehingga dapat menjadi salah satu instrumen untuk menilai status gizi seseorang tanpa melakukan pengukuran secara langsung. FRS menentukan status gizi berdasarkan size seseorang dalam gambar seperti terlihat dalam gambar 2.1 dan 2.2. 19 Gambar 2.1 Instrumen Figure Rating Scale untuk Perempuan Gambar 2.2 Instrumen Figure Rating Scale untuk laki-laki 20 Instrumen ini sudah diuji validitas dan reabilitasnya sehingga dapat digunakan sebagai salah satu intrumen untuk menentukan status gizi tanpa melakukan pengukuran secara langsung. 2.1.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Supariasa (2001) mengatakan bahwa status gizi ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor secara langsung dan tidak langsung. Faktor yang mempengaruhi secara langsung antara lain faktor kesehatan dan konsumsi makanan. Sedangkan untuk faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi adalah: 1. Daya beli keluarga Kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga untuk membeli bahan pangan dipengaruhi oleh besar kecilnya pendapat keluarga, harga bahan makanan dan tingkat pengelolaan sumber daya lahan dan pekarangan. 2. Kebiasaan makan Pola makan yang benar dengan memperhatikan frekuensi makanan utama dan makanan selingan serta memperhatikan porsi yang pas akan menjadi salah satu cara seseorang mencapai status gizi yang optimal. Karena dengan hal tersebut, metabolisme akan lancar dan badan akan terasa lebih sehat. 3. Sosial budaya Penduduk yang tinggal di daerah perkotaan dan mempunyai pendapatan yang cukup tinggi, akan lebih memilih makanan kaleng 21 dan olahan pabrik dikarenakan adanya gengsi. Sedangkan penduduk yang tinggal di daerah pedesaan menganggap bahwa ayah mempunyai kedudukan yang tinggi sehingga ayah mendapatkan bagian yang paling besar. 4. Zat gizi dalam makanan Makanan yang baik adalah yang mengandung zat-zat gizi bagi tubuh. Terdiri dari makronutrien dan mikronutrien. Dengan asupan makanan yang bergizi diharapkan kesehatan akan terjaga dan status gizi baik. 5. Pemeliharaan kesehatan Seseorang yang sadar akan kesehatannya akan berusaha menjaga tubuhnya agar tetap dalam kondisi yang prima. Dengan pemeriksaan kesehatan secara rutin, maka secara tidak langsung akan berdampak baik bagi kesehatannya. Disamping itu individu perlu melakukan kegiatan-kegiatan preventive agar tidak mudah terserang penyakit. 6. Kebersihan lingkungan Penyakit infeksi berhubungan dengan kebersihan lingkungan. Bila penyakit infeksi ini menyerang pada individu maka akan menyebabkan terganggunya status gizi. Lingkungan yang sehat akan membuat makanan yang dikonsumsi terbebas dari kuman penyebab penyakit infeksi sehingga gizi baik dapat dicapai. 22 2.2 Gizi Lebih pada Anak Pra Sekolah 2.2.1 Anak Pra Sekolah Taman kanak-kanak merupakan salah satu ruang lingkup pendidikan anak dini. Anak-anak yang berada di taman kanak-kanak disebut dengan anak pra sekolah. Menurut Biechler dan Snowman (1993) yang dimaksud dengan anak usia pra sekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun. Sedangkan Solehuddin (1997) batasan tentang masa anak/anak usia pra sekolah tergantung kepada dasar pembatasan yang digunakan dan atau teori yang dirujukinya. Dalam pandangan mutakhir yang lazim dianut di negara-negara maju, istilah anak usia dini (early childhood) adalah anak yang berumur antara 0-8 tahun. Anak dalam usia pra sekolah sudah berani untuk menolak ataupun menerima ajakan. Anak kadang memprotes setiap ajakan, hal ini disebut dengan negativistik. Oleh karena itu orang tua hendaknya lebih sabar terhadap anak dan tidak memaksakan jika anak memang sedang tidak ingin makan. Karena dengan cara memaksa, anak malah tidak akan menyukai makanan tersebut seumur hidupnya (Uripi, 2004). 2.2.2 Kecukupan Gizi Anak Pra Sekolah Gizi yang seimbang perlu menjadi perhatian bagi setiap orang tua karena jika gizi yang masuk dalam tubuh anak tidak seimbang akan menyebabkan berbagai masalah kesehatan di kemudian hari. Anak 23 membutuhkan segala macam zat gizi mulai dari gizi makro yaitu karbohidrat, lemak dan protein dan gizi mikro. Kecukupan energi bagi anak umur 1-3 tahun adalah 1000 Kkal energi dan 25 gram protein. Sedangkan untuk anak umur 4-6 tahun kebutuhan energinya sebesar 1550 kkal dan 39 gram protein (AKG, 2004 dalam Depkes, 2004). Kecukupan gizi anak umur 1-3 dan 4-6 tahun menurut AKG disajikan dalam Tabel 2.3. Tabel 2.3 Angka Kecukupan Gizi Anak Umur 1-3 tahun 4-6 tahun BB (kg) TB (cm) Energi (kkal) Protein (g) 12 90 1000 25 17 110 1550 39 Sumber: AKG 2004 2.2.3 Batasan Normal Konsumsi Lemak Lemak merupakan salah satu makronutrien yang dibutuhkan untuk menunjang fungsi utama tubuh seperti membantu pencernaan dan penyerapan nutrisi. Kalori dalam molekul lemak (9 kalori per gram) menyediakan lebih dari dua kali energi yang dimiliki oleh karbohidrat dan protein (4 kalori per gram), sehingga pada saat sumber energi kita menipis (glikogen dalam level rendah), tubuh akan mengambil energi dari lemak. Lemak dalam makanan mengangkut vitamin larut lemak menuju usus. Hal ini yang memudahkan penyerapan nutrisi penting seperti vitamin A, D, E 24 dan K. Jika kekurangan lemak, maka kita akan berisiko kekurangan vitaminvitamin tersebut (Denny, 2013). Menurut Harsono (2006) kebutuhan lemak kita adalah 20% hingga 30% dari kebutuhan total energi dengan proporsi lemak tak jenuh lebih lebih dominan daripada lemak jenuh. Untuk asupan lemak tak jenuh, dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi kacang-kacangan, biji-bijian, buah-buahan seperti alpukat, zaitun, ikan laut dalam seperti salmon dan makarel. 2.2.4 Gizi lebih pada Anak Pra Sekolah Kegemukan /obesitas pada anak anak membuat pertumbuhan anak menjadi tidak seoptimal anak-anak seusianya. Kegemukan akan menjadikan anak akan cepat terengah-engah, ngos-ngosan atau sesak nafas ketika berjalan ataupun berlari. Anak menjadi tidak kuat dalam menjalankan aktifitas dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan berpengaruh terhadap daya tahan tubuh anak dalam melakukan suatu pekerjaan. Dengan begitu, anak menjadi lebih lamban dalam mengerjakan sesuatu (Devi, 2002). Batasan gizi lebih sehingga bisa disebut dengan masalah gizi adalah minimal 15%, obesitas sebesar 5% (WHO,2000). Anak yang mengalami gizi lebih memiliki struktur otot dan rangka yang besar (Uripi, 2004). 2.3 Patofisiologi dan Dampak Gizi Lebih 2.3.1 Patofisiologi Gizi Lebih pada Anak Pra Sekolah Davidson dan Birch (2001) mengatakan bahwa konsep perubahan berat badan disebabkan oleh asupan energi yang tinggi dan penggunaan energi yang rendah. 25 Hal serupa juga dikatakan oleh Supariasa (2001), gizi lebih disebabkan oleh dua hal yaitu : 1. Pemasukan kalori yang tinggi pada tubuh. Kalori yang tinggi dalam tubuh akan menyebabkan: a. Penyimpanan glikogen yang tinggi. Keadaan ini akan menyebabkan pertukaran glukosa juga tinggi. Dengan glukosa yang tinggi di dalam darah, maka insulin akan ikut naik yang disertai dengan meningkatnya trigliserida. Peningkatan insulin menyebabkan tingginya reabsorbsi natrium yang akan berpengaruh pada tekanan darah seseorang. b. Penyimpanan protein yang tinggi menyebabkan simpanan asam amino yang tinggi juga di dalam tubuh. 2. Pemakaian energi yang rendah. Pemakaian energi lebih rendah dari asupan kalori, akan menyebabkan penimbunan lemak dalam tubuh. Penimbunan dapat terjadi pada beberapa tempat yaitu: a. Sel lemak pada gluteal, sehingga lipolisis basal akan tinggi. Hal in berakibat pada penurunan kadar HDL dan peningkatan risiko terhadap penyakit jantung koroner. b. Sel lemak pada abdominal, sehingga asam lemak portal meningkat. Dengan demikian akan terjadi pertukaran kolesterol yang tinggi yang berpengaruh pada tingginya ekskresi kolesterol serta meningkatnya risiko terkena batu empedu. 26 2.3.2 Dampak Gizi Lebih pada Anak Pra Sekolah Anak dengan overweight (gizi lebih) mampunyai risiko yang cukup besar terhadap berbagai penyakit. Gizi lebih dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan obesitas. Obesitas merupakan gangguan status kesehatan berupa timbunan lemak akibat dari kelebihan asupan yang tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh (Uripi,2004). Orang tua merasa bahwa anak dengan kondisi gemuk malah merasa senang karena anggapan bahwa anak gemuk adalah lucu. Padahal, kegemukan merupakan faktor pencetus terjadinya penyakit yang menurunkan usia harapan hidup. Menurut Devi (2012), jika anak mengalami gizi lebih, maka akan menyebabkan gangguan kesehatan seperti: 1. Memicu depresi Anak akan depresi dengan bentuk badannya yang tidak ideal, apalagi jika anak mendapatkan ejekan dari teman-temannya, susah berteman, dan tidak diikutsertakan dalam kegaiatan olahraga karena dianggap lamban. 2. Merusak liver (hati) Lemak pada tubuh yang semakin lama semakin menumpuk akan mengganggu metabolisme liver dan menyebabkan peradangan dan luka pada liver. Hal berikut akan mengundang penyakit hati lainnya mudah menyerang lever. 27 3. Penyakit Jantung koroner Penyakit jantung terjadi karena adanya plak yang disebabkan oleh adanya kolesterol dan trigliserida di dalam darah. Oleh karena itu kelebihan berat badan harus segera diatasi agar tidak terjadi masalah gizi yang tidak diharapkan. 4. Diabetes Terjadinya diabetes adalah karena tingginya kadar gula dalam darah. Tingginya kadar glukosa dalam darah jangka waktu yang lama akan menyebabkan diabetes 5. Stroke Stroke diawali dengan tingginya kolesterol dan trigliserida di dalam darah. Menurut WHO, stroke adalah gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak. 6. Osteoartritis Kegemukan dapat menyebabkan adanya gangguan di bagian sendi terutama sendi lutut karena sendi ini terbebani oleh berat badan yang lebih, dengan begini tulang rawan akan semakin menipis dan menjadi aus. Akibatnya, dengan gerak sendi yang terbatas, dapat menyebabkan nyeri dan bisa menyebabkan peradangan. Gejala ini disebut dengan osteoartritis. 28 2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gizi Lebih 2.4.1 Karakteristik Anak Pra Sekolah Menurut Dunne (2002), overweight (gizi lebih) adalah kondisi seseorang dengan berat badan melebihi 20% dari berat badan ideal. Pada tahun 2010 prevalensi kegemukan secara nasional di Indonesia mencapai 14,0% (Riskesdas, 2010). Karakteristik anak seperti umur dan jenis kelamin mempunyai partisipasi dalam aktivitas fisik termasuk olahraga dan mempengaruhi manfaat yang berbeda pada pemeliharaan status berat badan yang sehat. Penelitian mengatakan, anak laki-laki lebih aktif dan lebih sehat daripada anak perempuan (Davidson dan Birch, 2001). Masa pra sekolah adalah masa bagi anak mempunyai keasyikan tersendiri dalam bermain sebagai cara untuk mengenal dunia sekitar dan mengembangkan seluruh potensinya. Jika orang tua tidak memperhatikan jadwal makan anak, bisa jadi setelah anak kelelahan karena bermain seharian baru minta makan. Padahal masa- masa balita cukup rawan karena pertumbuhan dan perkembangannya akan menentukan perkembangan fisik dan mental anak di usia remaja dan ketika dewasa (Kurniasih dkk, 2010). 2.4.1.1 Umur Berdasarkan hasil penelitian oleh Nelson (2001) pada anak sekolah bahwa anak yang berumur 3-4 tahun memiliki prevalensi gizi lebih besar (44%) dibandingkan dengan anak yang berusia dua tahun yaitu 31%. 29 Davidson dan Birch (2001) mengatakan bahwa semakin bertambahnya usia, maka penurunan aktivitas fisik semakin terlihat. Menurunnya aktivitas fisik ini dimungkinkan dapat dijelaskan dengan adanya masa pubertas pada remaja, perubahan emosional dan sosial. Hal ini lah yang pada akhirnya mendukung terjadinya peningkatan kasus gizi lebih pada anak-anak dan remaja. 2.4.1.2 Jenis Kelamin Anggraini (2008) hasil penelitiannya di Kota Bogor mengenai obesitas pada anak TK menunjukkan bahwa obesitas cenderung terjadi pada anak laki-laki (58.7%) dibandingkan pada anak perempuan (38.9%). Penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa obesitas cenderung terjadi pada laki-laki (Partiwi, 2011). Nelson (2001) mengatakan ada hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi. Sedangkan menurut Australian Institute of Helath and Welfare (AIHW) (2003) dalam News South Wales (NSW) Centre (2005) laki-laki lebih berpotensi untuk mengalami gizi lebih dibandingkan perempuan. Sedangkan menurut Davidson dan Birch (2001), perempuan lebih berisiko untuk mengalami obesitas dibandingkan dengan anak laki-laki terutama pada anak yang salah satu atau lebih orangtuanya mengalami obesitas sehingga kerentanan untuk naiknya berat badan lebih besar. 30 Menurut WHO (2000), perempuan cenderung mengalami peningkatan penyimpanan lemak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan cenderung mengonsumsi sumber karbohidrat yang lebih kuat sebelum masa pubertas, sementara laki-laki lebih cenderung mengonsumsi makanan yang kaya protein. Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Proper, Cerin, Brown, dan Owen (2006) menyatakan bahwa laki-laki secara signifikan lebih berkemungkinan untuk menjadi overweight atau obesitas daripada wanita, karena laki-laki cenderung untuk menghabiskan lebih banyak waktu untuk santai pada saat akhir minggu atau waktu senggang. 2.4.2 Ketidakseimbangan Energi Keseimbangan energi dalam tubuh ditentukan oleh asupan kalori dari makanan dan pengeluaran energi melalui aktivitas fisik. Jika energi melebihi kebutuhan tubuh, maka energi akan diubah menjadi lemak tubuh sehingga tubuh akan mengalami kegemukan atau berlebih. Kegemukan bisa terjadi karena kebanyakan makan makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak dan kurang bergerak/ beraktivitas (Almatsier, 2009). Hal selaras juga dikatakan oleh NSW Centre (2005) bahwa peningkatan berat badan dan obesitas berkembang dari akumulasi ketidakseimbangan energi, dimana asupan energi melebihi keluaran energi. 31 Tercapainya keseimbangan energi hingga dapat dicegahnya obesitas menyatakan pentingnya peran orang tua dalam membentuk pola makan anak-anak, aktivitas dan perilaku menetap (Davidson dan Birch, 2001). 2.4.3 Asupan Makanan 2.4.3.1 Persen Asupan Lemak Pola diet anak-anak sangat penting dalam mempertahankan berat badan anak. Pemasukan kalori yang berlebih, relatif sedikit pada penggunaan energi akan menghasilkan lemak pada penyimpanan energinya. Selain itu, lemak lebih mudah disimpan sebagai lemak juga dibandingkan dengan makronutrien lainnya seperti karbohidrat dan protein (Davidson dan Birch, 2001). Harsono (2013) menyebutkan maksimal kebutuhan lemak kita adalah 30% dan didominasi oleh lemak tidak jenuh. Asupan persen lemak yang lebih tinggi telah dikaitkan dengan peningkatan yang lebih besar pada ketebalam lipatan kulit anak-anak dan peningkatan BMI pada anak lebih dari 2 tahun. Sedangkan Almatsier (2009) menyebutkan bahwa asupan lemak dibagi ke dalam 3 kategori kurang (persen lemak dari asupan total kita kurang dari 10%), cukup (10-25%) dan lebih ( > 25%). Anak yang mempunyai konsumsi lemak berlebih memiliki risiko sebesar 4.257 kali dibandingkan dengan anak yang tidak mengkonsumsi lemak berlebih. Konsumsi lemak mempunyai 32 hubungan yang signifikan terhadap obesitas dengan didapatkannya p value sebesar 0,027 (Anggraini, 2008). Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok dengan asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan 1.7 kali dibanding kelompok dengan asupan rendah lemak (OR 1.7). Penelitian lain menunjukkan peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 1.46 kali. Keadaan ini disebabkan karena makanan berlemak mempunyai kandungan energi lebih besar dan mempunyai efek pembakaran dalam tubuh yang lebih kecil dibandingkan makanan yang banyak mengandung protein dan karbohidrat (Hidayati et.al, 2006). 2.4.4 Kerentanan Terhadap Kenaikan Berat Badan Anak yang salah satu atau lebih orang tuanya mengalami obesitas, akan mempunyai kerentanan untuk mengalami obesitas juga. Seorang anak dari orang tua yang memiliki penyakit jantung memungkinkan untuk mempunyai kebiasaan dalam menghindari makanan yang berlemak karena mengikuti pola diet orang tua mereka yang mulai mengurangi konsumsi makanan yang mengandung banyak lipid. Pada dasarnya, anak dari salah satu atau lebih orang tua obesitas akan lebih rentan bertambah berat badannya saat mengkonsumsi lemak dibandingkan anak yang salah satu atau lebih orang tuanya tidak obesitas (Davidson dan Birch, 2001). 33 WHO (2000) mengatakan bahwa orang tua yang salah satu / keduanya mengalami obesitas, maka anaknya akan mengalami obesitas juga sebesar 50-60%. Menurut klasifikasi WHO, orang dewasa dikatakan overweight jika IMT nya > 25, dan jika IMT nya >30, maka disebut dengan obesitas. Berikut klasifikasi Status gizi orang dewasa menurut WHO (CDC,2006). Tabel 2.4 Klasifikasi Status Gizi Orang Dewasa menurut IMT IMT <18,5 18,5-24,9 25-29,9 >30 STATUS Underweight Healthyweight Overweight Obese Sumber: Supariasa, 2001 Penelitian dari Permatasari, et.al (2013) yang menghasilkan p value = 0,05 yang berarti adanya hubungan yang signifikan antara status gizi orang tua terhadap kasus obesitas pada anak dengan risiko masing-masing OR=1,1 untuk ayah dan OR=2,5 untuk ibu. Walau demikian menurut penelitian yang dilakukan Internasional Obesity Task Force (IOTF) yaitu bagian dari WHO yang mengurusi masalah kegemukan pada anak, faktor genetik hanya berpengaruh 1 % dari kejadian obes pada anak sedangkan 99 % disebabkan faktor lingkungan (Anggraini, 2008). 34 2.4.5 Perilaku Menetap Menurut Kurniasih dkk (2010), aktivitas fisik yang baik dilakukan anak adalah aktivitas yang mengeluarkan banyak tenaga sehingga anak bergerak aktif. Ini bermanfaat untuk menghasilkan tenaga dari asupan kalori yang didapat agar tidak tertimbun menjadi lemak. Aktivitas fisik dapat mengurangi risiko penambahan berat badan pada anak, tapi tidak untuk perilaku menetap seperti menonton televisi atau video. Beberapa kemungkinan alasan tingginya anak-anak yang menonton televisi meliputi aksesbilitas, banyak program yang disukai anak-anak, kurangnya pengawasan orang tua, kurangnya area bermain outdoor, lingkungan aman dan penggunaan televisi sebagai baby sitter bagi anak-anak (Davidson dan Birch, 2001). Study of Parents and Children yang meneliti anak sejak dalam kandungan hingga usia 7 tahun, menemukan kaitan antara menonton televisi dengan kejadian obesitas. Anak yang menonton televisi 4 sampai 8 jam per minggu diusia 3 tahun, mempunyai kemungkinan sebesar 1,37 kali untuk menjadi obes (odds ratio) pada usia 7 tahun. Secara keseluruhan anak yang menonton televisi lebih dari delapan jam seminggu memiliki kemungkinan menjadi obes 1,55 kali lebih besar dibandingkan anak yang menonton televisi kurang dari delapan jam perminggu (Reilly et.al, 2005). Menonton televisi akan menyebabkan adanya permintaan anak untuk dibelikan makanan yang akhirnya akan berpegaruh pada pola diet anak-anak. Selain itu, menonton televisi lebih dari satu jam per hari telah terkait dengan 35 tingginya konsumsi makanan cepat saji, permen, keripik, dan pizza serta sedikitnya konsumsi buah dan sayur (Davidson dan Birch, 2001). 2.4.6 Aktivitas Fisik Aktivitas yang tinggi dapat mengimbangi asupan energi yang berlebih sehingga tubuh akan tetap sehat. Survey terbaru menemukan bahwa hanya 36% dari anak-anak yang mempunyai aktivitas lebih berat sehingga peluang anak-anak untuk kelebihan berat badan masih sangat tinggi (Davidson dan Birch, 2001). 2.4.6.1 Kebiasaan olahraga Fungsi olahraga antara lain untuk merangsang pertumbuhan anak. Olahraga seperti lari pagi dengan kaki berjinjit, bola basket, lompat dengan skipping atau berenang bisa menambah tinggi badan apalagi jika dilakukan pada pukul 6-7 pagi. Ada baiknya mencoba olahraga rutin yaitu olahraga di atas 30-60 menit dan dilakukan 3-5 kali seminggu (Devi, 2012). Aktivitas olahraga yang diadakan oleh pihak sekolah seminggu sekali akan menambah aktivitas anak-anak sehingga dapat menyeimbangkan asupan energi dan dapat mempertahankan berat badan (Davidson dan Birch, 2001). 2.4.7 Gaya Pengasuhan dan Karakteristik Keluarga Perilaku anak-anak tidak terlepas dari konteks keluarga. Secara tidak sadar, orang tua adalah sosial model bagi anaknya. Partisipasi orang tua dalam pola diet dan aktivitas akan sangat berpengaruh pada perilaku anak. 36 Orang tua yang aktif lebih mungkin untuk menikmati aktivitas dan percaya dalam kesehatan dan mendapatkan manfaat positif secara emosional. Orang tua seperti ini akan menciptakan lingkungan yang mempromosikan kegiatan yang mendorong anak-anak untuk lebih aktif dengan mendaftarkan anakanak mereka pada acara olahraga ataupun kegiatan lainnya (Davidson dan Birch, 2001). Orang tua khususnya ibu memiliki peran yang cukup besar bagi anak. Latar belakang pendidikan ibu, yang akhirnya tergambar pada keterampilan ibu dalam menyiapkan makanan dan pemenuhan gizi bagi anak-anaknya menyumbang besar terhadap status gizi keluarga. Dalam pengasuhan, perilaku ibu dalam pemenuham nutrisi sangat berkaitan dengan indeks masa tubuh atau status gizi anak (Prakoso et.al, 2012). 2.4.8 Karakteristik Masyarakat, Demografi dan Sosial Etnis dan pengaruh sosial ekonomi juga merupakan faktor risiko yang walaupun secara tidak langsung ikut mempengaruhi terjadinya kasus kelebihan berat badan. Orang dengan sosial ekonomi tinggi mempunyai aktivitas yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan orang dengan sosial ekonomi rendah. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang manfaat olahraga bagi kesehatan, dan kurangnya waktu luang (Davidson dan Birch, 2001). Masyarakat dengan ekonomi yang rendah cenderung memiliki lingkungan dengan sanitasi yang kurang baik. Kebiasaan dan pola hidup yang tidak sehat ini akan berdampak pada kesehatan masyarakat. Gaya hidup 37 yang tidak sehat, pola asuh yang tidak baik bisa muncul dari lingkungan masyarakat seperti ini. Di dalam keluarga, Ibu cenderung memberikan nutrisi yang menurutnya umum di masyarakatnya tanpa mengetahui pentingnya nutrisi yang terkandung di dalam makanan yang disediakannya. Ini didukung pula oleh rendahnya pengetahuan dan pendidikan yang ada di lingkungan sekitar (Masithah et.al, 2005). Lingkungan yang akrab dengan anak-anak adalah lingkungan sekolah. Anak-anak menghabiskan waktu seharian di sekolah. Oleh karena itu, sekolah sebenarnya mempunyai banyak peluang untuk mengekspos anakanak dengan berbagai kegiatan aktivitas fisik. Sayangnya pendidikan jasmani menerima prioritas yang rendah dalam anggaran sekolah. Akibatnya banyak sekolah yang tidak menyediakan pendidikan jasmani selama hari sekolah (Davidson dan Birch, 2001). 38 2.5 Kerangka Teori Berdasarkan penjelasan dari bab sebelumnya maka kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagan 2.5 Kerangka Teori Sumber: Davidson and Birch (2001) BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Status gizi lebih dipengaruhi oleh karakteristik anak dan faktor risiko anak, karakteristik orang tua dan gaya hidup orang tua, dan karakteristik lingkungan, demografi dan sosial. Karakteristik anak dan faktor risiko anak saling berinteraksi meningkatkan berat badan anak secara langsung terhadap kenaikan berat badan anak. Sedangkan karakteristik orang tua dan demografi sosial mempengaruhi secara tidak langsung terhadap karakteristik dan faktor risiko anak. Berdasarkan kerangka teori, peneliti bermaksud untuk meneliti faktor yang berhubungan terhadap obesitas yaitu semua variabel yang ada di karakteristik anak dan faktor risiko anak kecuali variabel umur dan aktifitas fisik. Variabel umur tidak diteliti karena sampelnya berupa anak pra sekolah adalah yang usianya antara 3-6 tahun. Pada umur sekian, mereka mempunyai karakteristik yang tidak terlalu berbeda dari pertumbuhan dan perkembangannya pada setiap tingkatan umurnya walaupun untuk penentuan status gizinya dibedakan menurut tingkatan umurnya karena memang berat badan dan tinggi badan tumbuh searah dengan bertambahnya umur seseorang. Oleh karena itu peneliti menganggap bahwa variabel umur adalah homogen. 39 40 Aktifitas fisik tidak diteliti karena adanya beberapa penelitian yang telah dilakukan, tidak terdapat hubungan yang signifikan pada aktifitas fisik dengan obesitas. Hasil yang didapat dari penelitian Sallis dan kawan-kawan dalam Davidson dan Birch (2001) mengemukakan bahwa ada hubungan yang tidak tentu antara aktivitas fisik dengan status gizi lebih pada anak. Akhirnya faktor aktivitas fisik dianggap tidak penting dalam usaha menurunkan kelebihan berat badan pada anak. Aktivitas fisik anak terbentuk dengan adanya kombinasi dari pola aktivitas orang tua, aktivitas dengan teman sebaya dan karakteristik dari anak. Oleh karena itulah peneliti tidak meneliti aktivitas fisik. Adapun kerangka konsep pada penelitian ini dapat dilihat pada bagan 3.1 yaitu: 41 Bagan 3.1 Kerangka konsep Variabel independen Variabel dependen Jenis Kelamin Persen Asupan Lemak Perilaku menetap: Waktu menonton Televisi / video Kerentanan familial terhadap kenaikan berat badan : Status gizi lebih orang tua Riwayat penyakit jantung orang tua GIZI LEBIH PADA ANAK PRA SEKOLAH 42 3.2 Definisi Operasional No Variabel Definisi Variabel dependen 1 Gizi lebih Suatu keadaan kelebihan berat badan yang diukur berat badan dan tinggi badannya serta diketahui umurnya menggunakan indeks IMT/U menurut Kepmenkes 2010 Variabel independen 2 Jenis Kelamin Golongan tipe individu yang dibedakan menurut kondisi biologis yang ada 3 Persen Jumlah asupan lemak Asupan dalam persen dari total Lemak asupan energi Cara ukur Alat ukur Pengukuran antropometri Hasil ukur Skala Referensi Timbangan, Indeks IMT/U microtoise 1. Gizi lebih: >2SD (u/ umur 3-5 tahun) dan >1 SD sampai 2 SD (u/ umur >5 tahun) 2. Gizi tidak lebih: ≤2 SD (u/ umur 3-5 tahun), ≤1 SD dan > 2 SD (u/ umur >5 tahun) Ordinal Kepmenkes, 2010 Wawancara Kuesioner 1. Perempuan 2. Laki-laki Ordinal Davidson dan Birch (2001) Wawancara Food Recall 2 kali 24 jam 1. Lebih : > 25% asupan energi total 2. Cukup: 10-25% asupan energi total 3. Kurang: <10% Ordinal Almatsier (2001) 43 4 Lama menonton tv / video 5 Status gizi lebih orang tua 6 Riwayat penyakit jantung orang tua Waktu yang dihabiskan Wawancara Kuesioner untuk melakukan kegiatan santai seperti menonton televisi / video Suatu kelebihan berat Pengukuran Timbangan badan yang merupakan antropomet dan hasil dari berat badan ri (Ibu) microtoise dibagi dengan tinggi Figure Instrumen badan dikuadratkan Rating FRS (dalam meter) Score (Ayah) Adanya salah satu orang tua responden yang memiliki riwayat penyakit jantung Wawancara Kuesioner asupan energi total 1. Lebih (>1 jam/hari) 2. Cukup (≤1 jam sehari) 1. Ayah dan / ibu overweight: IMT antara 25-29,9 / > gambar C 2. Ayah dan / ibu tidak overweight: IMT tidak di antara 25-29,9 / ≤ gambar C 1. Tidak 2. Ya Ordinal Davidson dan Birch (2001) Ordinal Depkes (1994), Harris et al (2008) Ordinal Davidson dan Birch (2001) 44 3.3 Hipotesis 1. Ada hubungan antara faktor jenis kelamin dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013 2. Ada hubungan antara faktor persen asupan lemak dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013 3. Ada hubungan antara faktor perilaku menetap (lama menonton televisi) dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013 4. Ada hubungan antara faktor status gizi lebih orang tua dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013 5. Ada hubungan antara faktor riwayat penyakit jantung orang tua dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain cross sectional yaitu penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk faktor risiko dan variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama (Amran, 2012). 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di TK Salman ITB Ciputat dan dilaksanakan pada bulan Juni-Oktober 2013. 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian Populasi penelitian ini adalah anak usia pra sekolah baik TK A maupun TK B dan terdaftar sebagai murid TK Salman tahun ajaran 2013/2014. 4.3.2 Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode simple random sampling. Kriteria yang bisa masuk ke dalam sampel penelitian harus memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut: Kriteria inklusi: Berumur 3-6 tahun di bulan Juni 2013. Sedang tidak sakit/ masuk saat penimbangan dilakukan. 45 46 Mau menjadi responden Diijinkan oleh orang tua untuk mengikuti penelitian 4.3.3 Penentuan Jumlah Sampel Penentuan jumlah sampel ini menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi (Lemeshow, 1997), dengan rumus perhitungan sebagai berikut: n = {Z1-α/2 + Z1- β }2 (P1-P2)2 Keterangan : n : Jumlah sampel Z1-α/2 : Tingkat kemaknaan pada α = 5% (Z1-α/2 = 1,96) Z1- β : Kekuatan uji pada 1-β = 80% (Z1- β = 0,84) P1 :Proporsi persen asupan lemak >25% anak gizi lebih pada penelitian sebelumnya yaitu 16,7% (Wati, 2006) P2 :Proporsi persen asupan lemak ≤25% anak gizi lebih pada penelitian sebelumnya yaitu 41,9% (Wati, 2006) P : P1+P2 /2 (0,293) Dari hasil perhitungan dengan rumus besar sampel di atas maka didapat jumlah sampel minimal sebesar 50 dan diputuskan untuk mengambil sebanyak 56 sampel. 4.4 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Kuesioner. 47 2. Timbangan digital Secca dengan kapasitas 150 kg dan ketelitian 0,1 kg 3. Alat pengukur tinggi badan yaitu microtoise yang memiliki ketelitian 0,1 cm 4. Form pengukuran berat badan dan tinggi badan anak pra sekolah TK Salman ITB tahun 2013 4.5 Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan antara lain data profil TK Salman ITB Ciputat, data antropometri anak, data karakteristik sampel dan orang tua sampel. Data profil TK Salman diambil melalui data sekunder, data antropometri anak dan orang tua didapatkan melalui pengukuran tinggi badan dan berat badan. Data karakteristik sampel, orangtua sampel dan variabel lainnya diperoleh dengan cara wawancara kepada ibu menggunakan alat bantu kuesioner. Data Asupan makanan ditanyakan kepada yang mengurusi dan mengatur makan anak, baik ibu maupun pengasuh anak. 4.6 Pengolahan Data Data diolah dengan menggunakan program nutri survey, dan program komputer. Pengolahan data dilakukan dengan perlakuan sebagai berikut: 1. Data Coding Kegiatan untuk memberi kode pada masing-masing kelas dan mengklasifikannya dengan tujuan untuk mengumpulkan data. 2. Data Editing Kegiatan dalam pengeditan atau penyuntingan data sebelum data dimasukkan. Penting untuk mengecek data saat di lapangan sebelum akhirnya 48 proses memasukkan data agar kesalahan masih dapat diperbaiki dan ditanyakan kembali kepada responden yang bersangkutan. 3. Data Structur Penentuan atau penetapan masing-masing variabel; nama, skala ukur variabel, dan jumlah digit. Data structure ini tergantung pada perkembangan masing-masing perangkat yang digunakan untuk menganalisis data. 4. Data Entry Proses pengisian data/ memasukkan data ke dalam perangkat lunak yang telah terisi program dan fasilitas analisis data. 5. Data Cleaning Setelah data dientri, maka tiba saatnya pembersihan data. Caranya adalah dengan menilai kelogisan variabel-variabel melalui distribusi frekuensinya. (Amran,2012). 4.7 Analisis Data 4.7.1 Univariat Analisa univariat digunakan untuk menganalisis data kategorik, maka nilai yang dapat diinformasikan dengan metode ini adalah ukuran tengah dan ukuran variasi yang digambarkan dengan presentasi atau proporsi (Amran, 2012). 49 4.7.2 Bivariat Analisa bivariat yang dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan dependen adalah menggunakan uji Chi-Square dengan menggunakan derajat kemaknaan α = 0,05 (derajat kepercayaan 95%). Jika diperoleh P value 0.05, maka uji statistik bermakna, artinya ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Dan jika hasil uji menunjukkan P value sebesar >0,05, maka uji tidak bermakna artinya tidak ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum TK Salman ITB Ciputat TK Salman ITB merupakan salah satu sekolah favorit yang terletak di Kelurahan Pisangan, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. TK ini berada di bawah Yayasan Pembina Pendidikan Keluarga Sakinah Salman ITB dan telah didirikan sejak 28 April 1987. Taman kanak-kanak Salman berperan sebagai suatu lembaga pendidikan pra sekolah yang memberikan ruzang bagi siswa untuk mendapatkan hak nya bermain dan mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Anak-anak dapat dilibatkan dalam berbagai kegiatan untuk mengembangkan diri dalam proses pembentukan kepribadian yang mantap, bertanggung jawab dan cinta pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan agama tentunya. TK Salman menganut beberapa konsep dalam menerapkan proses belajar mengajar yaitu konsep pendidikan yang berbasis kepedulian, partisipatif, kreatif serta islami. Metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar adalah belajar dengan bermain (learning by playing) dan belajar melalui pembiasaan (habit forming). TK Salman ITB membuka pendidikan bagi anak yang berumur 2,5 tahun sampai maksimal 5,5 tahun untuk dapat masuk ke dalam 7 kelas yang telah dibagi sesuai umur anak. Namun karena peneliti hanya meneliti anak pra sekolah yaitu anak yang berumur 3 sampai 6 tahun, maka yang menjadi 50 51 populasi penelitian ini adalah semua kelas selain kelas play group. Jumlah siswa TK Salman selain play group tahun ajaran 2013/2014 dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1 Jumlah Siswa di TK Salman ITB Ciputat Tahun Ajaran 2013/2014 No 1 2 3 4 5 6 Kelas A1 A2 A3 B1 B2 B3 Total Jumlah Siswa 19 16 16 20 21 24 116 Sumber: Data TK Salman ITB Tahun Ajaran 2013/2014 5.2 Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi variabel dependen yaitu status gizi lebih anak pra sekolah dan variabel independen antara lain jenis kelamin, persen asupan lemak, menonton televisi, status gizi dan riwayat penyakit jantung orang tua. 5.2.1 Gambaran Responden berdasarkan Status Gizi Lebih Berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisis diperoleh gambaran status gizi lebih responden dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) berdasarkan Kepmenkes RI NO. 1995/MENKES/SK/XII/2010. Menurut Kepmenkes 2010, anak dikatakan mengalami status gizi lebih apabila IMT/U anak pada umur 3-5 tahun menunjukkan nilai z-score >2 SD dan >1 SD sampai 2 SD untuk anak 52 umur >5 tahun. Distribusi responden berdasarkan status gizi dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Distribusi Responden berdasarkan Status Gizi pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 Status Gizi Obesity Overweight Normal Underweight Jumlah Frekuensi (n) 1 9 45 1 56 Persentase (%) 1,8 16,1 80,3 1,8 100 Dari tabel di atas diperoleh bahwa walaupun status gizi normal paling banyak (80,3%), namun ditemukan masalah gizi lebih sebesar 16,1%. 5.2.2 Gambaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin Jenis kelamin yang terdiri dari laki-laki dan perempuan menjadi salah satu variabel yang akan diteliti oleh peneliti. Distribusi jenis kelamin responden dapat dilihat pada tabel 5.3. Tabel 5.3 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Jumlah Frekuensi (n) 30 26 56 Persentase (%) 53,6 46,4 100 Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.3 diperoleh bahwa anak pra sekolah yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan anak pra sekolah berjenis kelamin laki-laki. 53 5.2.3 Gambaran Responden berdasarkan Persen Asupan Lemak Persen asupan lemak menurut Almatsier (2006) dikategorikan menjadi 3: kurang jika kurang dari 10%, cukup jika antara 10-25% dan lebih jika lebih dari 25%. Distribusi persen asupan lemak responden dapat dilihat pada tabel 5.4. Tabel 5.4 Distribusi Responden berdasarkan Persen Asupan Lemak pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 Persen Asupan Lemak Lebih Cukup Kurang Jumlah Frekuensi (n) Persentase (%) 48 7 1 56 85,7 12,5 1,8 100 Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.4 diperoleh bahwa 85,7% responden mempunyai persen asupan lemak yang berlebih dibandingkan responden dengan persen asupan lemak cukup dan kurang. 5.2.4 Gambaran Responden berdasarkan Perilaku Menetap (Menonton Televisi) Perilaku menetap yang digambarkan dengan lamanya menonton televisi pada responden dibagi ke dalam 2 kategori yaitu lebih dari satu jam dan kurang dari satu jam (Davidson dan Birch, 2001). Distribusi lamanya menonton televisi responden dapat dilihat pada tabel 5.5. 54 Tabel 5.5 Distribusi Responden berdasarkan Lama Menonton Televisi pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 Lama Menonton Televisi >1 jam ≤1 jam Jumlah Frekuensi (n) 42 14 56 Persentase (%) 75 25 100 Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel diperoleh hasil bahwa responden yang menonton televisi lebih dari satu jam lebih banyak daripada responden yang menonton kurang dari satu jam. 5.2.5 Gambaran Responden berdasarkan Kerentanan Familial terhadap Kenaikan Berat Badan (Status Gizi Lebih Orang Tua dan Riwayat Penyakit Jantung) Status gizi orang tua diperoleh dengan melakukan pengukuran antropometri sehingga diperoleh nilai hasil perhitungan indeks massa tubuh atau BB/TB2 pada salah satu atau kedua orang tua responden antara 25-29,9 atau lebih dari gambar C menurut pengukuran FRS. Distribusi responden berdasarkan status gizi lebih orang tua dapat dilihat di tabel 5.6. Tabel 5.6 Distribusi Responden berdasarkan Status Gizi Lebih Orang Tua pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 Status Gizi Lebih Orang Tua Ya Tidak Jumlah Frekuensi (n) Persentase (%) 20 36 56 35,7 64,3 100 Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel diperoleh bahwa salah satu dan atau kedua orang tua dari responden yang 55 mengalami gizi lebih mempunyai persentase lebih kecil daripada yang tidak mengalami gizi lebih. Selain status gizi lebih orang tua, variabel yang termasuk kerentanan familial yaitu riwayat penyakit jantung. Variabel ini diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuesioner. Distribusi responden berdasarkan riwayat penyakit jantung salah satu dan atau kedua orang tua dapat dilihat pada tabel 5.7. Tabel 5.7 Distribusi Responden berdasarkan Riwayat Penyakit Jantung Orang Tua pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 Riwayat Penyakit Jantung salah satu dan atau kedua orang tua Tidak Ya Jumlah Frekuensi (n) Persentase (%) 53 3 56 94,6 5,4 100 Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel diperoleh bahwa orang tua responden yang salah satu dan atau keduanya mempunyai riwayat penyakit jantung sangat sedikit dibandingkan yang tidak mempunyai penyakit jantung 5.3 Analisis Bivariat 5.3.1 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih Hasil analisis bivariat antara jenis kelamin dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.8. 56 Tabel 5.8 Distribusi Status Gizi Lebih menurut Jenis Kelamin pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Total Status Gizi Lebih Tidak Gizi Gizi Lebih Lebih N % N % 6 20,0 24 24 3 11,5 23 88,5 9 16,1 47 83,9 P value Total N 30 26 56 % 100 100 100 0,481 Berdasarkan hasil uji statistik dengan α = 5%, diperoleh p value = 0,481 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah. 5.3.2 Hubungan antara Persen Asupan Lemak dengan Status Gizi Lebih Hasil analisis bivariat antara persen asupan lemak dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.9. Tabel 5.9 Distribusi Status Gizi Lebih menurut Persen Asupan Lemak pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 Persen Asupan Lemak >25% (lebih) 10-25% (cukup) <10% (kurang) Total Status Gizi Lebih Tidak Gizi Gizi Lebih Lebih N % N % 8 16,7 40 83,3 0 0 7 100 N 48 7 % 100 100 1 100 0 0 1 100 9 16,1 47 83,9 56 100 P value Total 0,037 57 Berdasarkan hasil uji statistik dengan α = 5% didapatkan p value = 0,037 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara persen asupan lemak dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah. 5.3.3 Hubungan antara Perilaku Menetap (Menonton Televisi) dengan Status Gizi Lebih Hasil analisis bivariat antara persen asupan lemak dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.10. Tabel 5.10 Distribusi Status Gizi Lebih menurut Lama Menonton Televisi pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 Lama Menonton Televisi >1 jam ≤1 jam Total Status Gizi Lebih Tidak Gizi Gizi Lebih Lebih N % N % 7 16,7 35 83,3 2 14,3 12 85,7 9 16,1 47 83,9 Total N 42 14 56 % 100 100 100 P value 1,00 Berdasarkan hasil uji statistik dengan α = 5% didapatkan p value = 1,00 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama menonton televisi dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah. 58 5.3.4 Hubungan antara Kerentanan Familial terhadap Kenaikan Berat Badan dengan Status Gizi Lebih 5.3.4.1 Hubungan antara Status Gizi Lebih Orang Tua dengan Status Gizi Lebih Hasil analisis bivariat antara status gizi lebih orang tua dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.11. Tabel 5.11 Distribusi Status Gizi Lebih menurut Status Gizi Lebih Orang Tua pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 Status Gizi Lebih Orang Tua Gizi lebih Tidak Gizi lebih Total Status Gizi Lebih Tidak Gizi Gizi Lebih Lebih N % N % 5 25,0 15 75,0 4 11,1 32 88,9 N 20 36 % 100 100 9 56 100 16,1 47 83,9 Total P value 0,256 Berdasarkan hasil uji statistik dengan α = 5% didapatkan p value = 0,256 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi lebih orang tua dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah. 5.3.4.2 Hubungan antara Riwayat Penyakit Jantung Orang Tua dengan Status Gizi Lebih Hasil analisis bivariat antara riwayat penyakit jantung orang tua dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.12. 59 Tabel 5.12 Distribusi Status Gizi Lebih menurut Riwayat Penyakit Jantung Orang Tua pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 Riwayat Penyakit Jantung Orang Tua Tidak Ya Total Status Gizi Lebih Tidak Gizi Gizi Lebih Lebih N % N % 9 17,0 44 83,0 0 0 3 100,0 9 16,1 47 83,9 P value Total N 53 3 56 % 100 100 100 1,00 Berdasarkan hasil uji statistik dengan α = 5% didapatkan p value = 1,00 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit jantung orang tua dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah. BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan baik yang murni dari peneliti maupun dari metode yang digunakan dan keadaan di luar kemampuan peneliti. Adapun keterbatasan yang ada pada penelitian ini yaitu: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, yaitu penelitian yang dilakukan pada saat ini dengan pengambilan data dependen dan independen dalam waktu yang bersamaan. Metode ini tidak dapat digunakan untuk melihat masalah kausalitas terjadinya gizi lebih pada anak pra sekolah. Tidak diketahui faktor-faktor yang mana yang lebih dulu atau yang paling utama menyebabkan terjadinya gizi lebih 6.2 Gambaran Status Gizi Lebih pada Anak Pra Sekolah di TK Salman ITB Tahun 2013 Anak merupakan aset bangsa yang akan menentukan masa suatu negara pada masa yang akan datang. Pertumbuhan anak dimulai dari bayi, balita, remaja hingga dewasa. Dalam tingkatan itu perlu bagi orang tua untuk selalu memperhatikan kesehatan anaknya termasuk asupan terutama pada anak balita. Gizi pada masa ini akan mempengaruhi gizi saat dewasa. Kebiasaan pola makan yang baik dari orang tua akan diikuti oleh anak. Kebutuhan gizi anak harusnya lebih diperhatikan juga saat anak mulai memasuki dunia pendidikan, play group dan TK. Anak-anak dengan usia 3-6 tahun yang masuk dalam taman kanak- 60 61 kanak disebut dengan anak pra sekolah. Salah satu masalah gizi yang mengenai anak pra sekolah adalah status gizi lebih. Status gizi lebih atau kegemukan pada anak memang cukup tinggi. Status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB sebanyak 16,1%. Persentase ini sudah masuk ke dalam masalah kesehatan masyarakat yaitu minimal 15% (WHO, 2000). Persentase yang ditemukan pada penelitian ini lebih rendah dari pada saat dilakukannya studi pendahuluan (21,4%). Hal ini terjadi karena responden pada saat ini berbeda dengan responden saat dilakukannya studi pendahuluan. Responden pada penelitian ini adalah siswa tahun ajaran 2013/2014 sedangkan responden saat studi pendahuluan adalah siswa tahun ajaran 2012/2013. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa orang tua responden dengan status gizi lebih sebesar 35,7%. Ditemukan juga besarnya persen asupan lemak yang dinilai dengan melakukan recall sebanyak dua kali menunjukkan bahwa sebanyak 85,7% responden memiliki persen asupan lemak yang berlebih (>25% dari energi total). Perilaku mengkonsumsi lemak dalam jumlah yang berlebih ini jika terus dibiarkan akan menyebabkan berbagai penyakit seperti depresi, penyakit jantung, diabetes mellitus tipe dua dan masalah kesehatan lainnya (Devi, 2012). Oleh karena itu perilaku ini perlu dihentikan agar masalah kesehatan yang terjadi akibat dari konsumsi lemak berlebih dapat diatasi. Cara yang bisa digunakan untuk mengatasi perilaku ini adalah dengan mengubah pola konsumsi dengan menambahkan buah dan sayur pada menu makan anak sehingga lemak 62 dapat dimetabolisme menjadi energi dan tidak langsung disimpan dalam bentuk lemak. 6.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Lebih 6.3.1 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih Jenis kelamin yang merupakan salah satu karakteristik anak ikut memberi peran dalam penentuan status gizi anak. Anak perempuan cenderung untuk mengalami gizi lebih dibandingkan dengan anak lakilaki dikarenakan anak laki-laki lebih aktif dibandingkan dengan anak perempuan (Davidson dan Birch, 2001). Nelson (2001) mengatakan ada hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi. Sedangkan menurut Australian Institute of Helath and Welfare (AIHW) (2003) dalam News South Wales (NSW) Centre (2005) laki-laki lebih berpotensi untuk mengalami gizi lebih dibandingkan perempuan. Hal ini selaras dengan penelitian Anggraini (2008) yang dilakukan di Kota Bogor mengenai obesitas pada anak TK menunjukkan bahwa obesitas cenderung terjadi pada anak laki-laki (58.7%) dibandingkan pada anak perempuan (38.9%). Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2011) juga menunjukkan bahwa obesitas cenderung terjadi pada laki-laki. Dari hasil uji yang dilakukan peneliti diperoleh hasil yang berbeda yaitu ditemukan bahwa anak perempuan cenderung mengalami gizi lebih (20%) dibandingkan anak laki-laki (11,5%). Penelitian ini ternyata selaras 63 dengan penelitian Wati (2006) yang menemukan bahwa perempuan cenderung mengalami gizi lebih dibandingkan dengan laki-laki. Dengan menggunakan α = 5%, diperoleh p value = 0,481 yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara gizi lebih anak pra sekolah dengan jenis kelamin di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013. Hasil penelitian ini kembali didukung oleh penelitian Wati (2006) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara anak laki-laki dan perempuan terhadap status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Al Azhar (p value= 0,633). Dijelaskan oleh WHO (2000), perempuan cenderung mengalami peningkatan penyimpanan lemak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan cenderung mengonsumsi sumber karbohidrat yang lebih kuat sebelum masa pubertas, sementara laki-laki lebih cenderung mengonsumsi makanan yang kaya protein. Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Proper, Cerin, Brown, dan Owen (2006) menyatakan bahwa laki-laki secara signifikan lebih berkemungkinan untuk menjadi overweight atau obesitas daripada wanita, karena laki-laki cenderung untuk menghabiskan lebih banyak waktu untuk santai pada saat akhir minggu atau waktu senggang. Di samping itu, bertambahnya usia hingga mencapai masa pubertas, perempuan akan mengalami perubahan hormonal yang berpengaruh pada metabolisme lemak dan akhirnya mempengaruhi peningkatan berat badan. Oleh karena itu, pada masa pra sekolah wajar jika tidak ditemukan 64 adanya hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi lebih karena memang perubahan hormonal yang mempengaruhi pengikatan lemak belum aktif hingga dicapainya masa pubertas (masa remaja) (Davidson dan Birch, 2001). Dalam hal kebutuhan asupan kalori antara anak laki-laki dan perempuan pada usia pra sekolah tidak mengalami perbedaan yang signifikan sehingga peluang untuk mengalami kenaikan berat badan sebenarnya sama. Oleh karena itu dimungkin juga tidak adanya perbedaan kejadian status gizi lebih ini antara jenis kelamin anak pra sekolah (Almatsier, 2001). Pada dasarnya gizi lebih terjadi akibat tingginya asupan lemak yang dikonsumsi dan rendahnya aktivitas fisik. Walaupun beberapa penelitian menyebutkan bahwa gizi lebih cenderung kepada salah satu dari jenis kelamin seseorang, persen asupan lemak menyumbang paling besar terhadap terjadinya gizi lebih. Oleh karena itu penting perlunya untuk memperhatikan asupan lemak yang dikonsumsi sehari-hari, mengkonsumi sayur dan buah untuk membantu metabolisme lemak serta melakukan aktivitas fisik untuk membakar kalori sehingga lemak tidak tertimbun di dalam tubuh. 6.3.2 Hubungan antara Persen Asupan Lemak dengan Status Gizi Lebih Lemak dalam tubuh diperlukan dalam metabolisme sebagai pelarut vitamin A, D, E, K dan sebagai cadangan energi dalam tubuh. Namun 65 jika asupan lemak dalam tubuh sudah lebih dari yang dibutuhkan tubuh (>25%) sehingga tubuh mengalami gizi lebih akan menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti diabetes melitus tipe II, penyakit jantung, depresi dan gangguan kesehatan lainnya (Devi, 2012). Dalam bukunya Almatsier (2009) menyebutkan bahwa asupan lemak dibagi ke dalam 3 kategori kurang (persen lemak dari asupan total kita kurang dari 10%), cukup (10-25%) dan lebih ( > 25%). Almatsier juga menyebutkan bahwa lemak merupakan makonutrien yang lebih mudad disimpan dalam tubuh sebagai lemak daripada karbohidrat dan protein. Anak yang mempunyai konsumsi lemak berlebih memiliki risiko sebesar 4.257 kali dibandingkan dengan anak yang tidak mengkonsumsi lemak berlebih. Konsumsi lemak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap obesitas dengan didapatkannya p value sebesar 0,027 (Anggraini, 2008). Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok dengan asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan 1.7 kali dibanding kelompok dengan asupan rendah lemak (OR 1.7). Penelitian lain menunjukkan peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 1.46 kali. Keadaan ini disebabkan karena makanan berlemak mempunyai kandungan energi lebih besar dan mempunyai efek pembakaran dalam tubuh yang lebih kecil dibandingkan 66 makanan yang banyak mengandung protein dan karbohidrat (Hidayati et al 2006). Dari hasil penelitian diperoleh anak yang mengalami gizi lebih dengan persen asupan lebih dari 25% sebanyak 16,7%. Berdasarkan uji statistik dengan α = 5% diperoleh p value = 0,037 sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara persen asupan lemak dengan status gizi lebih pada anak. Penelitian ini selaras dengan penelitian Pratiwi (2011) yang menyatakan bahwa terhadap hubungan yang signifikan antara persen asupan lemak dengan obesitas dengan didapatkan p value sebesar 0,016. Faktor risiko obesitas pada anak menurut analisis multivariat adalah; IMT ayah, lama menonton TV, kurangnya waktu bermain di luar rumah, konsumsi energi dan konsumsi lemak. IMT ayah merupakan faktor yang berhubungan nyata dengan obesitas anak (P = 0.001) dengan OR = 8.449. Lama menonton TV menunjukkan hubungan yang nyata dengan obesitas pada anak (P = 0.018) dengan OR = 4.236. Kurangnya waktu bermain di luar rumah memiliki hubungan nyata dengan obesitas anak (P= 0.040) dengan OR = 3.840. Konsumsi energi (OR = 7.266) dan konsumsi lemak (OR = 4.257) berhubungan nyata dengan obesitas pada anak (P= 0.006 dan P = 0.027) (Hidayati, 2006). Harsono (2013) menyebutkan maksimal kebutuhan lemak kita adalah 30% dan didominasi oleh lemak tidak jenuh. Asupan persen lemak 67 yang lebih tinggi telah dikaitkan dengan peningkatan yang lebih besar pada ketebalam lipatan kulit anak-anak dan peningkatan BMI pada anak lebih dari 2 tahun. Status gizi lebih merupakan akibat dari tingginya asupan dibandingkan dengan pengeluaran energi. Asupan lemak dari makanan padat terutama lemak jenuh akan lebih cepat meningkatkan berat badan dibandingkan dengan lemak tidak jenuh. Asupan density (tinggi energi, tinggi lemak dan rendah serat) menyumbang besar terhadap penyimpanan lemak di dalam tubuh. Kurangnya asupan sayur yang mempunyai fungsi dalam metabolisme lemak semakin mendukung diubahnya makanan menjadi lemak dalam tubuh (Devi, 2012). Asupan yang melebihi batasan kecukupan gizi khususnya yang mengandung lemak (>25% dari kebutuhan energi total) dalam jangka waktu yang lama akan tertimbun di dalam tubuh dan berisiko tinggi menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti memicu depresi, merusak hati, penyakit jantung koroner, diabetes tipe II, stroke, dan osteoartritis (Devi, 2012). Mengingat gizi lebih mempunyai risiko terhadap berbagai masalah kesehatan, perlu hendaknya selalu menjaga asupan makanan terutama asupan lemak. Perlu juga menyeimbangkan dengan mengkonsumsi sayur dan buah untuk membantu metabolisme lemak dan melakukan olahraga 68 teratur untuk membakar kalori sehingga lemak dapat dibakar dan tidak tertimbun di dalam tubuh. 6.3.3 Hubungan antara Perilaku Menetap (Menonton Televisi) dengan Status Gizi Lebih Menonton televisi merupakan salah satu sarana mendapatkan hiburan dan informasi. Namun bagi anak, perlu bagi orang tua untuk memberikan tontonan yang pantas dan sesuai dengan umur anak. Di samping itu, lama menonton televisi rupanya memberikan kesempatan bagi anak / memberikan ruang anak untuk mengemil makanan. Hal ini lah yang menjadi salah satu faktor risiko terjadinya gizi lebih pada anak. Dikatakan bahwa menonton televisi lebih dari 1 jam merupakan salah satu faktor risiko anak menjadi gizi lebih (Davidson dan Birch, 2001). Study of Parents and Children) yang meneliti anak sejak dalam kandungan hingga usia 7 tahun, menemukan kaitan antara menonton televisi dengan kejadian obesitas. Anak yang menonton televisi 4 sampai 8 jam perminggu diusia 3 tahun, mempunyai kemungkinan sebesar 1,37 kali untuk menjadi obes (odds ratio) pada usia 7 tahun. Secara keseluruhan anak yang menonton televisi lebih dari delapan jam seminggu memiliki kemungkinan menjadi obes 1,55 kali lebih besar dibandingkan anak yang menonton televisi kurang dari delapan jam perminggu (Reilly et al, 2005). Dari hasil dari uji statistik dengan α = 5% diperoleh p value = 1,00 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna 69 antara lamanya menonton televisi dengan status gizi lebih. Anak yang mengalami gizi lebih berdasarkan lama menonton televisi lebih dari 1 jam sebanyak 16,7%. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan di Australia mengatakan bahwa menonton televisi membuat anak-anak senang dengan menampilkan iklan-iklan yang menarik bagi anak-anak terutama pada produk makanan cepat saji sehingga anak yang sudah bisa menangkap pesan dari iklan tersebut (biasanya bermula dari umur 3-4 tahun) akan meminta orang tua untuk membelikannya suatu saat (Crowle dan Turner, 2010). Namun pada riilnya, penelitian-penelitian yang dilakukan tidak bisa menjelaskan lamanya menonton televisi sebagai risiko terjadinya gizi lebih. Hingga pada akhirnya ditemukan bahwa hubungan antara lama menonton televisi terhadap status gizi lebih adalah adanya perilaku menetap saat menonton televisi (Crowle dan Turner, 2010). Sedangkan untuk anak pra sekolah tidak bisa dikatakan adanya perilaku menetap yang lama saat menonton televisi. Anak cenderung untuk aktif bergerak, mengikuti gerakan-gerakan yang ada di televisi serta menyanyi. Sehingga perilaku ini tidak bisa diterapkan pada anak pra sekolah. Lamanya perilaku menetap saat menonton televisi tidak dapat menyebabkan gizi lebih jika tidak disertai dengan adanya konsumsi asupan lemak yang tinggi misal melalui camilan-camilan pada saat menonton televisi. Asupan lemak memegang peranan yang penting 70 sebagai penyebab terjadinya gizi lebih dibandingkan dengan lamanya seseorang menonton televisi tanpa mengkonsumsi makanan apapun. Oleh karena itu penting untuk memperhatikan asupan lemak dalam pola makan karena asupan lemak mempunyai peranan yang sangat besar terhadap kejadian gizi lebih dan menyeimbangkannya dengan mengkonsumsi sayur dan buah. 6.3.4 Hubungan antara Kerentanan Familial terhadap Kenaikan Berat Badan dengan Status Gizi Lebih 6.3.4.1 Hubungan antara Status Gizi Orang Tua dengan Status Gizi Lebih Status gizi orang tua ternyata ikut memberikan andil terhadap status gizi anaknya. WHO (2000) mengatakan bahwa orang tua yang salah satu / keduanya mengalami obesitas, maka anaknya akan mengalami obesitas juga sebesar 50-60%. Permatasari, et al (2013) menemukan bahwa risiko ayah yang obesitas terhadap anak adalah sebesar 1,1 kali, sedangkan ibu yang obes berisiko 2,5 kali menyebabkan obesitas pada anak. Dari hasil uji statistik diperoleh orang tua yang mengalami gizi lebih mempunyai jumlah yang lebih besar (25%) dibandingkan yang tidak mengalami gizi lebih (11,1%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan α = 5% didapatkan p value = 0,256 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi lebih orang tua dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah. 71 Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian yang dilakukan Wati (2006) di TK Al Azhar yang menemukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara status gizi orang tua dengan status gizi anak. Hasil penelitian berlainan dengan penelitian dari Permatasari, et al (2013) yang menghasilkan p value = 0,05 yang berarti adanya hubungan yang signifikan antara status gizi orang tua terhadap kasus obesitas pada anak dengan risiko masingmasing OR=1,1 untuk ayah dan OR=2,5 untuk ibu. Davidson dan Birch (2001) mengatakan bahwa walaupun orang tua memiliki andil dalam gen untuk menyebabkan anak mengalami status gizi seperti orang tua, namun gen bukan merupakan satu-satunya faktor yang menyebabkan terjadinya gizi lebih. Kebiasaan makan orang tua yang diterapkan dalam gaya konsumsi di dalam keluarga secara tidak langsung akan mempengaruhi anak dalam memilih makanan seperti orang tuanya. Lingkungan anak terutama di lingkungan keluarga dan sekolahnya juga perlu diperhatikan. Sekolah memberikan andil yang cukup besar dalam pemilihan makanan bagi anak saat bersosialisasi dengan teman-temannya. Adanya preferensi (pemilihan) terhadap makanan tinggi energi dan lemak pada anak pra sekolah dan rendahnya 72 preferensi terhadap sayur dan buah merupakan penyebab terjadinya gizi lebih di TK Salman. Oleh karena itu Sekolah perlu memberikan edukasi dengan cara permainan maupun cara edukatif lainnya dalam pembentukan pola makan anak agar secara perlahan anak-anak mengetahui dan mau mengkonsumsi sayur dan buah. Perlu juga memprogramkan anak-anak untuk olahraga minimal 30 menit seminggu sekali bersama-sama. 6.3.4.2 Hubungan antara Riwayat Penyakit Jantung Orang Tua dengan Status Gizi Lebih Overweight atau gizi lebih merupakan faktor risiko terjadinya berbagai masalah kesehatan salah satunya penyakit degeneratif. Dalam perkembangannya penyakit degeratif seperti penyakit jantung ternyata dapat dipengaruhi juga oleh pola makan seseorang. Seseorang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak (lemak jenuh) apalagi yang tinggi kolesterolnya akan semakin membuka peluang untuk terjadinya penyakit jantung ini (Davidson dan Birch, 2001). Beberapa faktor risiko penyebab penyakit jantung antara lain usia dan jenis kelamin, keturunan dari keluarga, merokok, kegemukan, gaya hidup (kurangnya aktivitas) dan stress (Magdalena, 2013). Berdasarkan hasil uji statistik dengan α = 5% didapatkan p value = 1,00 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat 73 hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit jantung orang tua dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah. Anak yang salah satu atau lebih orang tuanya mengalami obesitas, akan mempunyai kerentanan untuk mengalami obesitas juga. Sedangkan seorang anak dari orang tua yang memiliki penyakit jantung memungkinkan untuk mempunyai kebiasaan dalam menghindari makanan yang berlemak karena mengikuti pola diet orang tua mereka yang mulai mengurangi konsumsi makanan yang mengandung banyak lipid (Davidson dan Birch, 2001). Dikatakan oleh Citrakesumari (2008) bahwa faktor perilaku (konsumsi frekuensi tinggi makanan beresiko lemak) sebagai risiko penyakit jantung menjadi faktor risiko baik obesitas (IMT)(OR=1,17, I 95% CI=1,113-1,227) maupun obesitas (LPi) (OR=1,20, 95% CI=1,127-1,266). Dengan ini berarti faktor konsumsi lemak mempunyai risiko sebesar 1,17 kali terhadap obesitas yang diukur melalui Indeks Masa Tubuh (IMT). Pada dasarnya, anak dari salah satu atau lebih orang tua obesitas yang tidak atau memiliki riwayat penyakit jantung akan lebih rentan bertambah berat badannya saat mengkonsumsi lemak dibandingkan anak yang salah satu atau lebih orang tuanya tidak obesitas (Davidson dan Birch, 2001). Keduanya 74 tidak bisa menjadi faktor utama, melainkan adanya konsumsi lemak yang berlebih yang lebih menyebabkan status gizi lebih pada anak. Walau demikian menurut penelitian yang dilakukan Internasional Obesity Task Force (IOTF) yaitu bagian dari WHO yang mengurusi masalah kegemukan pada anak, faktor genetik hanya berpengaruh 1 % dari kejadian obes pada anak sedangkan 99 % disebabkan faktor lingkungan (Anggraini, 2008). Fakta bahwa faktor asupan lemak yang lebih berpengaruh pada kejadian gizi lebih dibandingkan dengan faktor genetik, maka penting untuk mengurangi asupan lemak dan meningkatkan aktivitas fisik. Lingkungan anak seperti sekolah dapat membantu membentuk pola makan anak dengan mengecek status gizi anak setiap bulan, mengedukasi anak tentang manfaat buah dan sayur, bekerjasama dengan Puskesmas setempat. BAB VII PENUTUP 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Status gizi lebih pada anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013 adalah 16,1%, berjenis kelamin perempuan adalah 53,6%, laki-laki adalah 46,4%, asupan lemak kurang sebanyak 1,8%, cukup sebanyak 12,5% dan lebih sebanyak 85,7%, lama menonton televisi lebih dari 1 jam sebanyak 75%, status gizi lebih orang tua sebanyak 35,7%, mempunyai riwayat jantung orang tua sebanyak 5,4%. 2. Hanya satu variabel yang berhubungan dengan status gizi lebih anak pra sekolah di TK Salman ITB Ciputat tahun 2013 yaitu variabel persen asupan lemak dengan p value sebesar 0,037. 3. Variabel-variabel yang tidak berhubungan dengan status gizi lebih anak pra sekolah antara lain jenis kelamin (p = 0,481), lama menonton televisi (p = 1,00), status gizi lebih orang tua (p = 0,256), dan riwayat penyakit jantung orang tua (p = 1,00) 75 76 7.2 Saran 7.2.1 Bagi TK Salman ITB 1. Bagi Orang Tua Siswa Perlu adanya untuk lebih kreatif dan variatif tentang pemberian makanan pada anak agar anak menyukai beraneka ragam makanan khususnya sayuran dan buah mengingat pola makan pada anak di TK Salman adalah tinggi lemak tinggi energi dan rendah serat sehingga metabolisme lemak menjadi lebih cepat dan status gizi lebih dapat dihindarkan. 2. Bagi Guru Siswa Perlu diadakannya permainan, cerita, maupun cara edukatif lainnya yang berhubungan dengan pola makan yang baik khususnya terhadap sayur dan buah agar secara tidak langsung anak-anak mengenal manfaat sayur dan buah serta mulai terbiasa dengan pola makan yang baik. Hendaknya sekolah memberikan program olahraga bagi siswanya secara rutin satu minggu sekali minimal 30 menit agar energi dalam tubuh dapat digunakan dan tidak tersimpan sebagai lemak. 3. Bagi Manajemen TK Salman Perlu juga mengadakan kerjasama dengan instansi kesehatan misalnya Puskesmas untuk membantu mengecek status gizi anak dan melakukan usaha preventif dan promotif tentang pentingnya menerapkan pola makan yang baik khususnya edukasi mengenai 77 perlunya asupan sayur buah dan sayur di setiap harinya agar tidak ada lagi siswa dengan perilaku makan tinggi energi, tinggi lemak dan rendah serat. 7.2.2 Bagi Peneliti Lain Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa hanya variabel persen asupan lemak yang berhubungan dengan status gizi lebih. Oleh karena itu peneliti menyarankan untuk meneliti faktor lain seperti riwayat kesehatan anak, psikologi anak, hormonal, kebiasaan makan, suku/bangsa dan citra tubuh serta mengembangkan desain penelitian sehingga tidak terbatas pada desain cross sectional saja. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Utama Amran, Yuli. 2012. Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang Kesehatan. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN SYARIF HIDAYATULLAH Anggraeni, A.C. 2012. Asuhan Gizi; Nutritional Care Proses. Yogyakarta: Graha Ilmu Anggraini, dan Suciaty. 2008. Faktor Risiko Obesitas Pada Anak Taman KanakKanak Di Kota Bogor. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat Dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2010. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010. Kemenkes RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan (2008), RISKESDAS 2007, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Badjeber,F, Kapantouw, N.H dan Punuh,M. 2009. Konsumsi Fast Food Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Gizi Lebih pada Siswa SD Negeri 11 Manado. Manado: Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Citrakesumari. 2008. Analisis Faktor Lingkungan dan Perilaku Sebagai Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner pada Masyarakat di Indonesia. Research Report from JKPKBPPK / 2009-10-16 16:26:56. Makassar: Universitas Hasanudin Crowle, Jacqueline and Turner, Erin. 2010. Possible Causes of Overweight and Obesity. Australia: Australian Government Daryono. 2003. Hubungan Antara Konsumsi Makanan, Kebiasaan Makan, dan Faktor Faktor Lain dengan Status Gizi Anak Sekolah di SD Al Falah Jambi Tahun 2003. Tesis. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Denny. 2013. Berapa Banyak Lemak Yang harus Dikonsumsi Setiap Hari?. Diakses pada 14 Juli 2013 dari : http://duniafitnes.com/nutrition/berapa-banyak-lemakyang-harus-dikonsumsi-tiap-hari.html Departemen Kesehatan. 2004. Tabel Angka Kecukupan Gizi 2004 Bagi Orang Indonesia.Jakarta: Diakses pada 18 Juli 2013 dari: http://gizi.depkes.go.id/download/AKG2004.pdf Devi, Nirmala 2012. Gizi Anak Sekolah. Jakarta: Kompas Gibson, R.S. 2005. Principles of Nutritional Assessment. New York: Second Edition Oxford University Press Handayani, M.H. 2002. Hubungan Konsumsi Lemak dengan Pengetahuan Gizi serta Status Gizi Anak Usia Sekolah di Kota dan Desa Bogor. Skripsi. Jurusan Gizi Masyarakat Dan Sumber Daya Keluarga Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Harris, C.V, Bradlyn, A.S, Coffman, J, Gunel, E and Cottrell, L. 2008. BMI-based body size guides for women and men:development and validation of a novel pictorialmethod to assess weight-related concepts. International Journal of Obesity (2008) 32, 336-342. Harsono, Andry. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit ed, 2. Jakarta: EGC Hidayati, S.N, Irawan, R, dan Hidayat, B. 2006. Obesitas pada Anak. Diakses pada 13 Juli 2013 dari http://old.pediatrik.com/buletin/06224113652-048qwc.pdf Hilma, Irma. 2004. Hubungan Antara Kebiasaan Makan dan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas pada Anak Pra Sekolah di TK Don Bosco II Pulo Mas Jakarta Timur Tahun 2004. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Depok: Universitas Indonesia. Kaur, Harsohena, Choi, W.S, Mayo, M.S, Harris, K.J. 2003. Duration of Television Watching is Associated with Increased Body mass Indeks. Journal Pediatric 2003, vol.143,no. 506:11 Keputusan Menteri Kesehatan. 2010. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi. Jakarta: Direktorat Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kurniasih, Dedeh, Hilmansyah, H, Astuti M.P, Imam, Saiful. 2010. Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Jakarta: Gramedia Mardayanti, Purnama. 2008.Hubungan Faktor-faktor Risiko dengan Status Gizi pada Anak Remaja Kelas 8 yang berusia rata-rata 12-13 tahun di SLTPN 7 Bogor. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Martorrel, R, Khan, L.K, Hughes, M.L and Grummer-Strawn, L.M. .2000. Overweight And Obesity In Preschool Children From Developing Countries. International Jounal of Obesity 24, 959±967. Masithah, T, Sukirman, Martianto, D. 2005. Hubungan Pola Asuh Makan dan Kesehatan dengan Status Gizi Anak Batita di Desa Mulya Harja. Jurnal. Media Gizi dan Keluarga 29 (2): 29-39 Nelson, J.A, Chiasson, M.A, dan Ford,V. 2002. Childhood Obesity in a NEW YORK City Wic Population. New York: Journal of Medical and Health Research Association (MHRA) 2002, vol.1, no. 3 News South Wales Centre. 2005. A Literature Review of the Evidence Interventions Australians. to Address Overweight and Obesity in NSW CENTRE FOR OVERWEIGHT for Adults and Older AND OBESITY UNIVERSITY OF SYDNEY Patmonodewo, Soemiarti. 2000. Pendidikan Anak Pra Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta dan Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Prakoso, I.B, Yamin, A dan Susanti, R.D. 2012. Hubungan Perilaku Ibu dalam Memenuhi Kebutuhan Gizi dan Tingkat Konsumsi Energi dengan Status Gizi Balita di Desa Cibeusi Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang. Jurnal. Fakultas Ilmu Keperawatan. Bandung: Universitas Padjajaran Reilly, J.J et.al. 2005. The Avon Longitudinal Study of Parents and Children Study Team. Early life risk factors for obesity in childhood: cohort study. British Medical Journal 2005; 330: 1357 Rinjani, Citra.2006.Perilaku Makan dan Aktifitas Fisik Anak TK Berstatus Gizi Lebih dan Gizi Baik di Kota Bogor tahun 2006.Skripsi. Jurusan GMSK Fakultas Pertanian.Bogor: Institur Pertanian Bogor Solehuddin, M. 1997. Konsep Dasar Pendidikan Pra Sekolah. Bandung: Depdikbud Supariasa, dkk. 2001.Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC Uripi, Vera. 2004. Menu Sehat untuk Balita. Jakarta: Puspa Swara Wati, E. 2006. Gambaran Gizi Lebih dan Faktor-faktor yang Berhubungan pada Anak Pra Sekolah di TK Al Azhar Kemang Jakarta Selatan Tahun 2006. Skripsi.Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat. Depok: Universitas Indonesia Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII.2004.Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: LIPI Press World Health Organization. 2000.Obesity: Preventing and Managing. Geneva: WHO Tehnical Report Series Yulni, Hadju, V, Virani, D. 2013. Hubungan Asupan Zat Gizi Makro Dengan Status Gizi Pada Anak Sekolah Dasar Di Wilayah Pesisir Kota Makassar Tahun 2013. Jurnal. Makassar: UNHAS Lampiran 3 No. Responden: Kuesioner Penelitian Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Lebih pada Anak Pra Sekolah di RA Salman ITB Ciputat Tahun 2013 Assalamu’alaikum wr,wb. Perkenalkan, saya, Anis Karomah adalah mahasiswi tingkat akhir Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sedang melakukan penelitian untuk penyusunan tugas akhir skripsi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengtahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah di RA Salman ITB Ciputat tahun 2013. Oleh karena itu, saya mohon kerjasama dari ibu/bapak selaku wali murid siswa RA Salman, untuk bekerjasama demi kelancaran penelitian ini. Peneliti sangat menghargai privasi dari setiap orang, oleh karena itu informasi yang bapak/ibu berikan saya jamin kerahasiaannya. Berikut adalah kuesioner yang berisi beberapa pertanyaan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi lebih pada anak pra sekolah, oleh karena itu saya mohon kesediaan bapak/ibu untuk menjawab pertanyaan yang ada di dalam kuesioner ini. Dengan ini saya bersedia untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner yang diajukan kepada saya, Tanda tangan Responden ( ) No. Responden: (Petunjuk: Isilah titik-titik yang tersedia berikut dengan jawaban yang benar mengenai karakteristik anak) A. Karakteristik Anak 1. Nama Anak:........................................................................................... 2. Berat badan:........................................................................(diisi peneliti) 3. Tinggi badan:......................................................................(diisi peneliti) 4. Kelas :................................................................................................... 5. Jenis Kelamin: a. Laki-laki b. Perempuan 6. Tanggal lahir :...... / ...... / ............ (tanggal/bulan/tahun) 7. Anak ke: ............ dari ............ bersaudara 8. Alamat Lengkap:............................................................................................ ......................................................................................................................... ........................................................................................................................ 9. No. Telepon (penting diisi):.......................................................................... (Petunjuk : Isilah titik-titik yang tersedia berikut ini dan pilihlah jawaban yang sesuai dengan melingkari salah satu huruf yang ada mengenai karakteristik orang tua) B. Karakteristik Orang Tua B1. Karakteristik Ibu 1. Nama: .......................................................... 2. Umur: ........................ tahun 3. Berat Badan: .................. kg (diisi peneliti) 4. Tinggi badan: .................. cm (diisi peneliti) B2. Karakteristik Ayah 1. Nama: .......................................................... 2. Umur: ........................ tahun 3. Berat Badan: .................. kg 4. Tinggi badan: .................. cm No. Responden: 5. Menurut pendapat Ibu bagaimanakah postur tubuh suami ibu? (jawab dengan melingkari huruf di bawah gambar) Figure Rating Scale No. Responden: C. Asupan Makanan C1. Persen Asupan Lemak Waktu makan Nama makanan Jenis Nasi uduk Sayur bening Beras Bayam, wortel, daun seledri Tempe goreng Ayam bakar Keripik pisang Tempe Ayam Pisang Contoh Susu kedelai Teh manis Pagi Siang Bahan Banyaknya URT 1 centong 1 mangkuk 1 potong 1 potong 1 piring 1 gelas 1 gelas Gram Zat gizi Energi Protein (kkal) (kkal) No. Responden: Malam Keterangan: URT: Ukuran Rumah Tangga, misalnya: piring, mangkok, sendok, potong, gelas, dan lain-lain Apakah anak anda selalu menghabiskan makanannya? 1. Ya 2. Tidak D. Perilaku Menetap D1. Waktu Menonton Televisi dan Video 1. Apakah anak Ibu sering menonton televisi atau VCD di rumah? 1. Ya 2. Tidak Berapa kali dalam satu minggu, anak Ibu menonton televisi atau VCD Jawab:,,,,,,,,,,,,,,,, (dalam hari, contoh: 3 hari ) 2. Berapa jam dalam setiap kali anak Ibu menonton dalam sehari (misal, 2 jam, dari pukul 14.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB) 1. ........jam.,dari pukul ..............WIB sampai pukul ..............WIB 2. ........jam.,dari pukul ..............WIB sampai pukul ..............WIB 3. ........jam.,dari pukul ..............WIB sampai pukul ..............WIB 3. Apakah anak ibu melakukan aktifitas fisik selama menonton televisi atau VCD? 1. Tidak 2. Ya Jika ya, sebutkan aktifitas fisik yang dilakukan: ............................................................................................................... ............................................................................................................... No. Responden: 4. Apakah anak ibu mengkonsumsi makanan/camilan selama menonton televisi atau VCD? 1. Ya 2. Tidak Jika ya, sebutkan makanan/camilan apa saja yang dikonsumsi selama menonton televisi: ............................................................................................................... .............................................................................................................. E. Kecenderungan Kenaikan Berat Badan Familial 1. Apakah ibu memiliki riwayat penyakit jantung? 1. Tidak 2. Ya 2. Apakah bapak memiliki riwayat penyakit jantung? 1. Tidak 2. Ya ooOOO Terima kasih OOOoo LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian Lampiran 2 Lembar pengukuran antropometri No Nama Tgl lahir BB 1 (kg) BB 2 (kg) TB (cm) Lampiran 4 Output Analisis Univariat *status gizi anak stsgizianak Cumulative Frequency Valid overweight Percent Valid Percent Percent 9 16.1 16.1 16.1 tidak overweight 47 83.9 83.9 100.0 Total 56 100.0 100.0 *jenis kelamin jeniskelamin Cumulative Frequency Valid Percent Valid Percent Percent perempuan 30 53.6 53.6 53.6 laki-laki 26 46.4 46.4 100.0 Total 56 100.0 100.0 *persen lemak persenlemak1 Cumulative Frequency Valid Percent Valid Percent Percent 1 48 85.7 85.7 85.7 2 7 12.5 12.5 98.2 3 1 1.8 1.8 100.0 56 100.0 100.0 Total *lama menonton televisi nontontv Cumulative Frequency Valid Percent Valid Percent Percent >1jam 42 75.0 75.0 75.0 <=1jam 14 25.0 25.0 100.0 Total 56 100.0 100.0 *status gizi lebih orang tua stsgiziortu Cumulative Frequency Valid Percent Valid Percent Percent overweight 20 35.7 35.7 35.7 tidak overweight 36 64.3 64.3 100.0 Total 56 100.0 100.0 *riwayat jantung orang tua rwytjtgortu Cumulative Frequency Valid tidak ya Total Percent Valid Percent Percent 53 94.6 94.6 94.6 3 5.4 5.4 100.0 56 100.0 100.0 Output Analisis Bivariat *hubungan jenis kelamin dengan status gizi lebih anak jeniskelamin * stsgizianak Crosstabulation stsgizianak overweight jeniskelamin perempuan Count % within jeniskelamin laki-laki Total 24 30 20.0% 80.0% 100.0% 3 23 26 11.5% 88.5% 100.0% 9 47 56 16.1% 83.9% 100.0% Count % within jeniskelamin Total 6 Count % within jeniskelamin tidak overweight Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction df Likelihood Ratio Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- sided) sided) sided) a 1 .390 .245 1 .621 .755 1 .385 .739 b Asymp. Sig. (2- Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b N of Valid Cases .481 .726 1 .394 56 a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,18. b. Computed only for a 2x2 table .313 *hubungan persen asupan lemak tubuh dengan status gizi lebih anak persenlemak1 * stsgizianak Crosstabulation stsgizianak overweight persenlemak1 1 Count % within persenlemak1 2 40 48 16.7% 83.3% 100.0% 0 7 7 .0% 100.0% 100.0% 1 0 1 100.0% .0% 100.0% 9 47 56 16.1% 83.9% 100.0% Count Count % within persenlemak1 Total Count % within persenlemak1 Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases df sided) a 2 .037 6.122 2 .047 .234 1 .629 6.575 56 a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,16. Total 8 % within persenlemak1 3 tidak overweight *hubungan lamanya menonton televisi dengan status gizi lebih anak nontontv * stsgizianak Crosstabulation stsgizianak overweight nontontv >1jam Count % within nontontv <=1jam Total 35 42 16.7% 83.3% 100.0% 2 12 14 14.3% 85.7% 100.0% 9 47 56 16.1% 83.9% 100.0% Count % within nontontv Total 7 Count % within nontontv tidak overweight Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction df Likelihood Ratio Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- sided) sided) sided) a 1 .834 .000 1 1.000 .045 1 .832 .044 b Asymp. Sig. (2- Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b N of Valid Cases 1.000 .043 1 .835 56 a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,25. b. Computed only for a 2x2 table .601 *hubungan status gizi lebih orang tua dengan status gizi lebih anak stsgiziortu * stsgizianak Crosstabulation stsgizianak overweight stsgiziortu overweight Count % within stsgiziortu tidak overweight Total 15 20 25.0% 75.0% 100.0% 4 32 36 11.1% 88.9% 100.0% 9 47 56 16.1% 83.9% 100.0% Count % within stsgiziortu Total 5 Count % within stsgiziortu tidak overweight Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction df Likelihood Ratio Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- sided) sided) sided) a 1 .175 .953 1 .329 1.766 1 .184 1.839 b Asymp. Sig. (2- Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b N of Valid Cases .256 1.806 1 .179 56 a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,21. b. Computed only for a 2x2 table .164 *hubungan riwayat jantung orang tua dengan status gizi lebih anak rwytjtgortu * stsgizianak Crosstabulation stsgizianak overweight rwytjtgortu tidak Count % within rwytjtgortu ya 44 53 17.0% 83.0% 100.0% 0 3 3 .0% 100.0% 100.0% 9 47 56 16.1% 83.9% 100.0% % within rwytjtgortu Count % within rwytjtgortu Total 9 Count Total tidak overweight Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction df Likelihood Ratio Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- sided) sided) sided) a 1 .436 .000 1 1.000 1.083 1 .298 .607 b Asymp. Sig. (2- Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b N of Valid Cases 1.000 .596 1 .440 56 a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,48. b. Computed only for a 2x2 table .585