3 PERAN KOMPETENSI TERHADAP KINERJA KARYAWAN DENGAN KEBIJAKAN SEBAGAI VARIABEL MODERATOR Pendahuluan Dalam rangka mewujudkan sistem pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta mewujudkan pelayanan publik yang baik, efisien, efektif dan berkualitas perlu didukung adanya sumber daya manusia (SDM). SDM merupkan salah satu aset yang mempunyai peran penting dalam suatu organisasi, baik oerganisasi swasta maupun organisasi publik. Ketersediaan modal, teknologi dan berkembangnya informasi jika tidak didukung oleh kemampuan SDM yang memadai akan sulit bagi suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Oleh karena itu SDM harus dikelola dengan baik, sehingga dapat menghasilkan SDM yang berkualitas. PNS dalam menjalankan tugasnya harus berdasarkan pada profesionalisme dan kompetensi yang sesuai kualifikasi bidang ilmu yang dimilikinya, dalam rangka pemberian pelayanan umum kepada masyarakat. Pegawai perlu diberikan dan dilakukan pembinaan dengan mengarahkan karyawan pada kompetensi yang diinginkan. Perubahan paradigma dalam pemerintahan juga menuntut adannya perubahan dalam proses pengangkatan pegawai dalam pembenahan manajemen sumber daya aparatur negara yang berbasis kompetensi. Wacana kompetensi di lingkungan birokrasi ini yang menjadi dasar PUSTAKA ingin menerapkan standar kompetensi untuk mencapai kinerja aparatur yang lebih baik. Berdasarkan wacana tersebut kemudian PUSTAKA melakukan perumusan terhadap standar kompetensi yang ingin diterapkan di lingkungan organisasinya. Dari hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian ini untuk melihat apakah ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kompetensi dan kinerja karyawan. Metodologi 1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Moeheriono (2009) dan Palan (2007) untuk menjawab permasalahan yang ada, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah seperti yang tersaji pada Gambar 6. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini bertempat di kantor Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (PUSTAKA), Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember sampai Februari 2012. 3. Populasi dan Teknik pengambilan sampel Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Dalam penelitian ini subyek penelitian adalah seluruh karyawan kantor PUSTAKA Bogor. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan cara sensus, sehingga sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi yaitu 106 karyawan. Teknik pengambilan sampel ini dipakai dengan tujuan agar dapat memperoleh informasi yang lebih lengkap tentang kondisi sebenarnya. Alasan lainnya kenapa metode ini digunakan yaitu jumlah populasi dianggap tidak terlalu banyak dan mudah dalam pengumpuan datanya. Cara sensus ini biasanya dikenal dengan istilah total sampling atau Complete Enumeration yang digunakan jika jumlah populasi dari suatu penelitian tidak terlalu banyak. Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (PUSTAKA) Visi dan Misi PUSTAKA - Kompetensi Umum: Berpikir analisis Berorientasi pada kualitas Fleksibilitas berpikir Integritas Kepemimpinan Kerjasama Komunikasi Manajemen waktu Membangun hubungan kerja Mengarahkan/memberi perintah Pencarian informasi Pengambilan keputusan Pendelegasian wewenang Perbaikan terus menerus Perencanaan dan pengorganisasian - - Kinerja: Jumlah artikel yang diterbitkan Jumlah publikasi yang dikelola oleh LITBANG Persentase perpustakaan digital Jumlah data base tambahan koleksi jurnal ilmiah internasional yang dilanggan Jumlah diseminasi inovasi dan perpustakaan Kebijakan: Pengadaan, Pelatihan, Pembinaan, Pemberhentian karyawan Kinerja karyawan Gambar 6. Kerangka pemikiran 4. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen : kuesioner. Kuesioner adalah seperangkat pertanyaan tertulis yang disusun untuk diajukan kepada responden. Kuesioner ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi secara tertulis dari responden berkaitan dengan tujuan penelitian. 5. Hipotesis Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah: H1 = ada pengaruh positif dan signifikan antara kompetensi dengan kinerja karyawan H2 = ada pengaruh positif dan signifikan antara kompetensi dengan kebijakan H3 = kebijakan memoderasi kompetensi dan kinerja 6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data a. Teknik Pengolahan Data Untuk memudahkan proses pengolahan data, maka pendapat responden tersebut diberi skala. Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah skala Likert., yaitu: Sangat Tidak Setuju (STS) = 1 Tidak Setuju (TS) =2 Kurang Setuju (KS) =3 Setuju (S) =4 Sangat Setuju (SS) =5 b. Teknik Analisis Data Permodelan dengan SEM bertujuan untuk membantu merumuskan pola keterkaitan atau kausalitas dari banyak peubah yang terakit. Melalui pemodelan yang berbasis pada landasan teori tertentu upaya perumusan pola kasualitas umumnya menjadi lebih mudah, karena aspek validitas model dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu SEM juga dapat digunakan untuk menguji validitas dan reabilitas kuesioner yang digunakan dalam penelitian melalui pendekatan confirmatory factor analysis (Wibowo, 2007). Menurut Ghozali (2001), confirmatory factor analisis adalah metode analisis yang digunakan dalam model pengukuran (measurement model) yaitu model yang menganalisis hubungan antara peubah laten dengan peubah-peubah indikator. Dalam model pengukuran ini dapat dilihat berapa kontribusi dan bagaimana signifikansi dari masing-masing peubah indikator terhadap peubah laten. Persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Model persamaan struktural (peubah laten) adalah sebagai berikut: η= βη+ Γξ+ ζ................ (1) Keterangan: η= Vektor dengan peubah laten tak bebas (latent endogenous) berukuran mxl ξ= Vektor dengan peubah laten bebas (latent eksoogenous) berukuran nxl β= Matriks koefisien dari η berukuran mxm Γ= Matriks koefisien dari ξ berukuran mxn ζ= Vektor sisaan hubungan antara η dan ξ berukuran mxl Model persamaan pengukuran untuk peubah eksogen sebagai berikut: y = Ʌ yη+ ɛ ........................ (2) x = Ʌ xβ+ δ..................... (3) Keterangan: y = x = ɛ = Vektor-vektor peubah indikator yang dapat diamati secara langsung (peubah indikator) bagi η berukuran pxl Vektor-vektor peubah indikator yang dapat diamati secara langsung (peubah indikator) bagi ξ berukuran qxl Vektor-vektor galat pengukuran dari y dan x dengan ukuran masing-masing pxl δ= Vektor-vektor galat pengukuran dari y dan x dengan ukuran masing-masing qxl Ʌ y= Ʌx= Matriks berukuran pxm Matriks berukuran qxm Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode SEM (Structural Equation Model) dengan menggunakan program PSL. Structural equation modeling merupakan suatu teknik statistik yang dipakai untuk menguji serangkaian hubungan antara beberapa variabel yang terbentuk dari variabel faktor atau variabel terobservasi. Menurut Wijayanto (2008) SEM dapat dikerjakan melalui tahapan yang digambarkan pada Gambar 8. Pada penelitian ini indikator kompetensi mengacu kepada teori yang diungkapkan oleh Zwell (2007), dimana indikator kompetensi adalah sebagai berikut : a. Berpikir analisis (BA) Mengidentifikasi, menguraikan, menghubungkan masalah-masalah yang ada serta membuat kesimpulan untuk mencari solusi. b. Berorientasi pada kualitas (BpK) Melaksanakan tigas-tugas dengan mempertimbangkan semua aspek pekerjaan secara detil untuk mencapai mutu yang lebih baik. c. Fleksibilitas berpikir (FB) Menggunakan berbagai sudut pandang dalam menghadapi beragai situasi d. Integritas (Int) Bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan etika kerja dan menerapkan prinsip nilai yang berlaku dengan menjadikan dirinya sebagai panutan melalui tindakan nyata. e. Kepemimpinan (Kp) Tindakan meyakinkan, mempengaruhi dan memotivasi orang lain dengan tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung rencana kerja unit/organisasi. f. Kerjasama (KS) g. Menyelesaikan pekerjaan secara bersama-sama dengan menjadi bagian dari suatu kelompok untuk mencapai tujuan unit/organisasi. Komunikasi (Kom) Berkomunikasi secara efektif melalui berbagai media dengan pihak lain baik secara individual maupun dalam kelompok dalam rangka meningkatkan kemajuan kerja. h. Manajemen waktu (MW) Mengelola waktu dan prioritas tanggung jawab sehingga tugas pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu. i. Membangun hubungan kerja (MHK) Menjalin, membina, menjaga, serta mengembangkan hubungan dengan mitra kerja untuk mencapai tujuan organisasi. j. Mengarahkan/memberi perintah (MMP) Memerintah dan mengarahkan orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai dengan posisi dan kewenangannya. k. Pencarian informasi (Pi) Mengumpulkan data/informasi yang dibutuhkan secara sistematik untuk menunjang kelancaran pelaksanaan pekerjaan dan pengambilan keputusan. l. Pengambilan keputusan (PK) Mengambil tindakan secara cepat dan tepat dengan mempertimbangkan dampak serta bertanggung jawab dengan keputusannya. m. Pendelegasian wewenang (PW) Melimpahkan kewenangan pengambilan keputusan kepada bawahan agar pelaksanaan pekerjaan lebih efisien dan efektif n. Perbaikan terus menerus (PTM) Mencari peluang untuk meningkatkan proses, sistem dan metode yang sudah ada untuk mendorong keandalan, kualitas, dan efisiensi pekerjaan. o. Perencanaan dan pengorganisasian (PP) Menyusun rencana kerja dan tindakan dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan indikator kinerja adalah : a. Jumlah artikel yang diterbitkan b. Jumlah publikasi yang dikelola dalam LITBANG c. Persentase perpustakaan digital d. Jumlah data base tambahan koleksi jurnal ilmiah internasional yang dilanggan e. Jumlah diseminasi inovasi dan perpustakaan Peubah laten biasanya diukur oleh beberapa indikator yang dapat langsung diobservasi. Terdapat tiga komponen pada model persamaan struktural yaitu analisis jalur, konsep peubah laten dan model pengukuran serta penguraian pengaruh peubah laten. Pada diagram jalur dipresentasikan sebuah persamaan simultan. Salah satu keuntungan dari penggunaan diagram lintas adalah dapat menggambarkan hubungan antar peubah seperti pada Gambar 7. X2 11 X1 Gambar 7. Struktur dugaan model penelitian Y1 Y2 Spesifikasi Model (Model Spesification) Estimasi (Estimation) Uji Kecocokan (Testing Fit) Respesifikasi (Re-specification) Interpretasi dan Komunikasi (Interpretation and communication) Gambar 8. Tahapan SEM (Wijayanto, 2008) H1 H3 H2 Gambar 9. Struktur dugaan penelitian menggunakan PLS Hasil dan Pembahasan Teknik pengolahan data dengan menggunakan metode SEM berbasis Partial Least Square (PLS) memerlukan 2 tahap untuk menilai Fit Model dari sebuah model penelitian (Ghozali, 2005). Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut : 1. Menilai Outer Model atau Measurement Model Terdapat tiga kriteria di dalam penggunaan teknik analisa data dengan SmartPLS untuk menilai outer model yaitu Convergent Validity, Discriminant Validity dan Composite Reliability. Convergent validity dari model pengukuran dengan refleksif indikator dinilai berdasarkan korelasi antara item score/component score yang diestimasi dengan Soflware PLS. Ukuran refleksif individual dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0,70 dengan konstruk yang diukur. Namun menurut Chin, 1998 (dalam Ghozali, 2005) untuk penelitian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading 0,5 sampai 0,6 dianggap cukup memadai. Dalam penelitian ini akan digunakan batas loading factor sebesar 0,60. Hasil pengolahan dengan menggunakan SmartPLS dapat dilihat pada Lampiran. Nilai outer atau korelasi antara konstruk dengan variabel pada awalnya belum memenuhi convergen validity karena masih cukup banyak indikator yang memiliki nilai loading factor di bawah 0,60. Modifikasi model dilakukan dengan mengeluarkan indikator-indikator yang memiliki nilai loading factor di bawah 0,60. Pada model modifikasi sebagaimana pada lampiran tersebut menunjukkan bahwa semua loading factor memiliki nilai di atas 0,60, sehingga konstruk untuk semua variabel sudah tidak ada yang dieliminasi dari model. Dari lampiran dapat dilihat bahwa nilai loading factor untuk setiap indikator dari masing-masing variabel laten memiliki nilai loading factor yang lebih besar dibanding nilai loading jika dihubungkan dengan variabel laten lainnya. Hal ini berarti bahwa setiap konstruk laten memperediksi indikator pada blok mereka lebih baik dibandingkan dengan indikator blok lainnya. Kriteria validity dan reliabilitas juga dapat dilihat dari nilai reliabilitas suatu konstruk dan nilai Average Variance Extracted (AVE) dari masing-masing konstruk. Konstruk dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi jika nilainya 0,70 dan AVE berada diatas 0,50. Pada Tabel 10 akan disajikan nilai Composite Reliability dan AVE untuk seluruh variabel. Tabel 10. Nilai Composite Reliability, AVE, Cronbanch Alpha Kebijakan Kinerja Kompetensi kompetensi * kebijakan Composite Reliability AVE Cronbachs Alpha 0.784662 0.821266 0.950683 0.942343 0.508077 0.539936 0.502206 0.503192 0.651764 0.707102 0.946795 0.981189 Berdasarkan Tabel 10 dapat disimpulkan bahwa semua konstruk memenuhi kriteria reliabel. Hal ini ditunjukkan dengan nilai composite reliability di atas 0,70 dan AVE diatas 0,50 sebagaimana kriteria yang direkomendasikan. Selain itu juga dapat dilihat dari nilai cronbanch alpha seperti pada tabel 10. semua nilai cronbanch alpha untuk masing-masing konstruk di atas 0.07. 2. Pengujian Model Inner Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat hubungan antara konstruk, nilai signifikansi dan R-square dari model penelitian. Model struktural dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk konstruk dependen uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural. 3. Pengujian Hipotesis Signifikansi parameter yang diestimasi memberikan informasi yang sangat berguna mengenai hubungan antara variabel-variabel penelitian. Dasar yang digunakan dalam menguji hipotesis adalah nilai yang terdapat pada output Path Coefficients. Gambar 10. Model struktural awal Gambar 11. Model struktural akhir Tabel 11. memberikan output estimasi untuk pengujian model struktural. Original Sample (O) kebijakan -> kinerja kompetensi -> kinerja kompetensi * kebijakan -> kinerja Sample Mean (M) Standard Deviation (STDEV) Standard Error (STERR) T Statistics (|O/STERR|) 0.069854 0.070378 0.012108 0.012108 5.769033 0.824879 0.823948 0.022196 0.022196 37.164128 -0.118549 -0.116433 0.031884 0.031884 3.718191 Dalam PLS pengujian secara statistik setiap hubungan yang dihipotesiskan dilakukan dengan menggunakan simulasi. Dalam hal ini dilakukan metode bootstrap terhadap sampel. Pengujian dengan bootstrap juga dimaksudkan untuk meminimalkan masalah ketidaknormalan data penelitian. Hasil pengujian dengan bootstrapping dari analisis PLS adalah sebagai berikut : a. Pengujian Hipotesis 1 (Kompetensi berhubungan positif terhadap kinerja) Hasil pengujian pertama menunjukkan bahwa hubungan variabel kompetensi dengan kinerja menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0.825 dengan nilai t sebesar 37. 164. Nilai tersebut lebih besar dari nilai t tabel (1.96). hasil ini berarti bahwa kompetensi memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap kinerja yang berarti sesuai dengan hipotesis pertama dimana kompetensi mempengaruhi kinerja. Hal ini berarti Hipotesis 1 diterima. Hasil yang diperoleh juga didukung oleh teori yang diungkapkan oleh Boyatzits (1992) yang menyatakan bahwa kompetensi berkaitan dengan kinerja, dimana mengindikasikan bahwa motif, sifat, konsep diri dan kompetensi dapat ditimbulkan oleh situasi yang mengharapkan kecakapan perilaku kinerja. Kompetensi itu sendiri termasuk juga intense, tindakan, dan hasil, sehingga kompetensi merupakan karakteristik seseorang yang dapat membedakan tingkat kinerja, seperti yang terlihat pada Gambar 12. Intent Karakteristik individu Action Kebiasaan Outcome Kinerja Motif Konsep diri Pengetahuan Gambar 12. Model aliran kompetensi Hal tersebut juga sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Ma’arif (2012) bahwa kompetensi tdak otomatis menjadi kinerja. Kompetensi membutuhkan lingkungan dan suasana yang tepat untuk bisa menghasilkan kinerja. Sebaliknya kinerja tidak akan pernah memuaskan tanpa adanya kompetensi yang memadai. Jadi, kompetensi adalah persyaratan yang harus erpenuhi untuk dapat menghasilkan kinerja, karena kompetensi menggambarkan bagaimana karyawan melakukan pekerjaannya untuk mencapai hasil. Tovey dan lawlor (2004) mengatakan bahwa, kompetensi menegaskan tiga hal, yaitu: a. Kompetensi harus didemonstrasikan dalam perilaku bukan hanya pengetahuan. Seseorang dikatakan kompeten bkn karena dia mengetahui, tetapi dia mampu melakukan suatu pekerjaan. b. Kompetensi merujuk pada kinerja individu yang memuaskan. Kompetensi tidak mengenal gradasi kompetensi, misalnya kurang kompeten, cukup kompeten, atau kompeten sekali. Konsep ini hanya mengenal kompeten atau tidak kompeten. c. Karena tidak ada gradasi, konsep kompetensi memerlukan standar yang independen dan jelas yang berfungsi sebagai alat ukur apakah seseorang kompeten atau tidak. Dalam undang-undang nomor 43 Tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian disebutkan bahwa PNS sebagai unsur utama sumber daya manusia aparatur negara mempunyai peranan yang menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Sosok PNS yang mampu memainkan peranan tersebut adalah PNS yang mempunyai kompetensi yang diindikasikan dari sikap dan perilakunya yang penuh dengan kesetiaan dan ketaatan kepada negara, bermoral dan bermental bai, professional, sadar akan tanggung jawabnya sebagai pelayan publik serta mampu menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa. Kompetensi pada suatu organisasi akan menjadi landasan bagi pengelolaan SDM dalam organisasi tersebut. Kompetensi merupakan kunci untuk penerapan strategi organisasi melalui individu-individu yang ada dalam organisasi.penerapan pengelolaan sumber daya berbasis kompetensi akan memungkinkan adanya pendekatan yang terintegrasi dalam sistem manajemen sumber daya manusia dalam organisasi. Manajemen sumber daya berbasis kompetensi adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pelkasanaan dan pengendalian aktifitas sumber daya muali dari rekrutmen sampai dengan pension dengan menggunakan pendekatan yang berbasis kompetensi jabatan dan individu untuk mencapai visi dan misi organisasi. Penerapan pengelolaan sumber daya berbasis kompetensi akan memungkinkan adanya pendekatan yang terintegrasi dalam sistem manajemen sumber daya manusia manusia dalam organisasi. Pada tahap rekrutmen pegawai baru, untuk mendapatkan pegawai yang tepatdibutuhkan persyaratan kompetensi yang jelas pada setiap jabatan yang akan direkrut. Selain itu metode seleksi yang tepat juga akan mampu memilih pegawai yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. Setelah pegawai diterima, pegawai dalam organisasi memiliki ha untuk mendapatkan pelatihan dan pengembangan. Pelatihan dan pengembangan yang berdasarkan kompetensi akan dapat membantu organisasi untuk lebih fokus pada pengembangan kompetensi yang dibutuhkan dalam meningkatkan kinerja organisasi. Selain itu dalam hal pembinaan karir, organisasi akan lebih mudah dalam mengidentifikasi dan mengembangkan pegawai yang memiliki kompetensi tinggi sehingga pengambilan keputusan mengenai promosi dan mutasi pegawai akan lebih tepat dan mempunyai dasar yang kuat. Sistem manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi juga akan membantu organisasi untuk fokus pada pengembangan kompetensi organisasi dalam menciptakan daya saing bagi organisasi. Pengelolaan sumber daya manusia yang berbasis kompetensi juga dapat memperjelas sistem penghargaan dan pengakuan dengan memberikan imbalan yang diberikan kepada pegawai. Hal ini dipandang akan mampu member motivasi kepada pegawai untuk meningkatkan kompetensi dan kinerjanya. b. Pengujian Hipotesis 2 (Kebijakan Berhubungan Positif Dengan Kinerja) Hasil pengujian kedua menunjukkan bahwa hubungan variabel kebijakan dengan kinerja menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0.069 dengan nilai t sebesar 5.760. Nilai tersebut lebih besar dari nilai t tabel (1.96). Hasil ini berarti bahwa kebijakan memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap kinerja yang berarti sesuai dengan hipotesis kedua dimana kebijakan mempengaruhi kinerja. Hal ini berarti Hipotesis 2 diterima. Nilai positif pada koefisien jalur menunjukkan bahwa kebijakan memiliki hubungan yang positif dengan kinerja, artinya bahwa semakin baik kebijakan yang diterapkan maka kinerja akan semakin baik. Hasil pengujian hipotesis 2 di atas juga di dukung oleh Musakabe (2010), yang menyatakan bahwa pelaksanaan kebijakan yang efektif dan efisien akan mampu meningkatkan kinerja. Pelaksanaan kebijakan dapat dilakukan dengan beberapa upaya sebagai berikut: 1. Pengisisan personil sesuai latar belakang pendidikan yang diperlukan untuk mengisi jabatan-jabatan yang tersedia. Penempatan orang yang tepat pada jabatan yang tepat akan menunjang keberhasilan tugas, sebaliknya penempatan orang yang salah akan mengakibatkan menurunnya kinerja organisasi. 2. Pelatihan keterampilan dan kemampuan SDM. SDM yang terampil dan berkualitas akan menunjang pelaksanaan kebijakan pemimpin, sebaliknya kebijakan yang baik tanpa dukungan SDM yang terampil dan berkualitas tidak akan berhasil dalam pelaksanaannya. 3. Pemimpin harus memahami bahwa sejumlah orang yang mengerjakan suatu pekerjaan memiliki motivasi dan member kontribusi yang berbeda-beda. Ada kelompok yang memberi kontribusi kepada organisasi karena memiliki motivasi dan kemampuan, tetapi ada sebagian yang tidak/kurang memberi kontribusi dan mungkin ada yang menjadi penghambat atau beban bagi organisasi. Dari ketiga hal tersebut di atas dapat kita ketahui bahwa semakin baik kebijakan yang dilakukan oleh pemimpin maka kinerja karyawan akan semakin baik dan tujuan organisasi dapat tercapai. Tetapi sebaliknya, apabila kebijakan yang diterapkan oleh pemimpin kurang baik, maka kinerja akan menjadi kurang baik. Hal tersebut juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Rakhmanto (2012) yang menyatakan bahwa dalam instansi pemerintahan, sebagian besar atasan atau pimpinan dalam melakukan kebijakan belum sepenuhnya dilakukan secara baik. Hal ini dapat dilihat dari sifat mereka yang berkaitan dengan: a. Kecerdasannya, bahwa mayoritas pimpinan lebih menekankan pad aide dan gagasan dalam merencanakan program kerja kantornya, daripada hanya menjaring masukan dari koleganya, mengacu pada program-program sebelumnya, atau mengikuti perintah pejabat yang lebih tinggi. b. Motivasinya, bahwa mayoritas pimpinan dalam memberi motivasi kepada para PNS di bawahnya lebih didasarkan pada tujuan semata daripada suatu kebutuhan yang harus diberikan atu hanya sekedar keinginan dan tindakan saja. c. Hubungan sosial, bahwa mayoritas pimpinan sangat minim dalam menjalin hubungan dengan komunitas lain. d. Inisiatifnya, bahwa mayoritas pimpinan apabila mendapatkan suatu persoalan bisa diselesaikan dengan inisiatifnya daripada meminta bantuan orang lain ataupun menundanya. e. Keterbukaannya, bahwa mayoritas pimpinan bila mendapatkan informasi segera disampaikan kepada yang bersangkutan. c. Pengujian Hipotesis 3 (Kebijakan Memoderasi Hubungan Antara Kompetensi Dan Kinerja) Hasil pengujian pertama menunjukkan bahwa kebijakan memoderasi hubungan kompetensi dan kinerja dengan nilai t sebesar 3.718. Nilai tersebut lebih besar dari nilai t tabel (1.96). Hasil ini mendukung hasil hipotesis penelitian bahwa kebijakan memoderasi hubungan kompetensi dan kinerja. Variabel moderating adalah variabel independen yang akan memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel independen lainnya terhadap variabel dependen lainnya. Hipotesis yang diajukan adalah semakin tinggi kompetensi dan kebijakan semakin tinggi, maka semakin tinggi kinerja karyawan. Sebaliknya semakin tinggi kompetensi dan kebijakan semakin rendah maka kinerja akan semakin menurun. Dari hasil pengujian yang dilakukan dapat kita ketahui bahwa hipotesis diterima. Hal ini juga didukung oleh Musakabe (2010), yang menyatakan bahwa SDM yang terampil dan berkualitas akan menunjang pelaksanaan kebijakan pemimpin, sebaliknya kebijakan yang baik tanpa dukungan SDM yang terampil dan berkualitas tidak akan berhasil dalam pelaksanaannya. Dari pernyataan tersebut dapat kita ketahui bahwa kebijakan yang akan diterapkan dalam sebuah organisasi akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Semakin tinggi kebijakan yang dilakukan oleh seorang pimpinan akan semakin baik apabila SDM yang dimiliki juga memiliki kompetensi yang baik. Akan tetapi apabila seorang pimpinan menerapkan kebijakan tanpa mempertimbangkan kompetensi karyawan pada proses penempatan maka akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan yang kurang baik, dan sebaliknya. Dalam lingkup instansi pemerintah hal seperti tersebut diatas terkadang sering terjadi. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Rakhmawanto (2012) di Kantor Pusat Kepegawaian Negara (BKN) juga menyebutkan bahwa sebagian PNS tidak memahami tanggung jawabnya khususnya pada pekerjaannya. Mereka tidak melakukan tugasnya dengan baik, yang disebabkan adanya tupoksi yang kurang jelas terhadap pekerjaan mereka. Disamping itu juga ada faktor yang dipengaruhi dari peran atasannya dalam memberikan perintah dan kuasanya Simpulan Dari hasil analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kompetensi berpengaruh secara postif dan signifikan terhadap kinerja dengan nilai t hitung sebesar 37.164 dengan nilai koefisien jalur sebesar 0.825. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kompetensi maka kinerja karyawan juga akan semakin baik. Kebijakan juga berpengaruh secara postif dan signifikan terhadap kinerja dengan nilai t hitung sebesar 5.760 dengan nilai keofisien jalur sebesar 0.069. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin baik kebijakan yang diterapkan oleh organisasi maka kinerja karyawan akan semakin baik pula. Pada penelitian ini kebijakan juga berperan sebagai variabel moderator. Dari hasil pengujian yang dilakukan, diketahui bahwa hipotesis yang diajukan diterima. Hal ini dapat terlihat dari nilai t hitung yang lebih besar dari nilai t tabel yaitu sebesar 3.718 (t tabel 2.326). Hasil tersebut menunjukkan bahwa kebijakan memoderasi kompetensi dan kinerja, yang artinya adalah semakin tinggi kompetensi dan kebijakan tinggi, maka kinerja akan semakin baik dan sebaliknya. Semakin tinggi kompetensi dan kebijakan rendah maka kinerja akan menjadi rendah. Kebijakan yang tinggi apabila tidak didukung dengan kompetensi yang baik, maka tidak akan menghasilkan kinerja yang baik pula. Penerapan kebijakan untuk menghasilkan kinerja yang baik dapat dilakukan dengan menempatkan karyawan pada posisi sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh karywan tersebut. Pelatihan dan pengembangan juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi karyawan agar tujuan organisasi dapat tercapai.