JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menyetor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 1,196 triliun ke kas negara dan pemerintah daerah. Jumlah tersebut diperoleh dari hasil penanganan perkara tindak pidana korupsi sebesar Rp 1,178 triliun dan gratifikasi Rp 18,568 miliar sepanjang tahun 2013 ini. Ketua KPK Abraham Samad menjelaskan, uang itu di antaranya berasal dari pendapatan hasil denda, uang sitaan hasil korupsi, uang pengganti kerugian negara, serta pendapatan dari lelang barang-barang gratifikasi yang telah ditetapkan milik negara. “Tahun ini KPK berhasil menyetor ke kas negara dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari penanganan tindak pidana korupsi dan gratifikasi sebesar Rp 1,196 triliun,” kata Abraham dalam Konfrensi Pers Akhir Tahun KPK di Gedung KPK, Jakarta, Senin (30/12). Dalam Catatan Akhir Tahun KPK 2013 terungkap, pendapatan terbesar berasal dari pendapatan uang pengganti tindak pidana korupsi yang ditetapkan pengadilan sebesar Rp 654,533 miliar. Peringkat kedua ditempati pedapatan yang sitaan hasil korupsi sebesar Rp 232,195 miliar. Pendapan yang tak kalah besar juga diperoleh dari hasil denda yang mencapai Rp 36,668 miliar. Sedangkan pendapatan dari gratifikasi yang ditetapkan KPK milik negara mencapai Rp 18,568 miliar. Sementara itu, pendapatan dari penjualan hasil lelang tindak pidana korupsi mencapai Rp 12,965 miliar. Diikuti pendapatan jasa lembaga keuangan atau jasa giro sebesar Rp 12,427 miliar. “Jumlah PNBP dari hasil perkara tindak pidana korupsi tersebut yang disetor ke kas negara sebesar Rp 949,542 miliar. Sedangkan yang disetor ke kas daerah mencapai Rp 228,880 miliar,” kata Abraham. Menurut Abraham, pengembalian PNBP tersebut jauh lebih besar dari anggaran yang digunakan KPK. Dari pagu anggaran sebesar Rp 703,8 miliar untuk tahun anggaran 2013, KPK hanya menggunakan dana Rp 357,6 miliar. Abraham menjelaskan tidak dihabiskannya anggaran merupakan bentuk dari penghematan yang dilakukan KPK. Anggaran sisa itu selanjutnya akan dikembalikan ke negara. “Ini bentuk penghematan KPK. Sisa anggaran yang tidak terpakai akan dikembalikan lagi ke kas negara,” kata Abraham. Tangani 70 Kasus Sementara itu, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menambahkan, KPK juga telah berhasil meningkatkan kinerjanya selama tahun 2013. Hal ini terlihat dari peningkatan penanganan perkara korupsi dari hanya 49 perkara pada 2012 menjadi 70 perkara pada tahun ini. “Di tengah keterbatasan penyidik, sebenarnya ada peningkatan rasio penanganan kasus. Tahun ini ada 70 perkara yang ditangani atau naik dibanding tahun sebelumnya yang hanya 49 perkara,” kata Bambang. Secara total, kata Bambang, pada tahun ini KPK melakukan 76 kegiatan penyelidikan, 102 penyidikan, dan 66 kegiatan penuntutan baik kasus baru maupun sisa penangnan pada tahun sebelumnya. “Dalam tahun ini juga, KPK berhasil melakukan eksekusi terhadap 40 putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” kata Bambang. Selain itu, lanjut Bambang, KPK pun telah melakukan sejumlah terobosan dalam memberantas korupsi. Di antaranya adalah penggunaan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan penggunaan hukuman lain seperti pencabutan hak politik dan penerapan uang pengganti. “Dalam setiap kasus yang ditangani, KPK berupaya keras Hak Cipta Komisi Pemberantasan Korupsi. menuntut tersangka dengan tuntutan pidana yang tinggi untuk memberikan efek jera serta membuka peluang lebih besar pengembalian uang negara,” kata Bambang. Didominasi Suap Lebih lanjut dia mengatakan, dalam tahun ini KPK juga berhasil melakukan 10 operasi tangkap tangan (OTT). Meski angka OTT pada 2013 sama dengan 2012, Bambang menilai, hal itu sebagai pencapaian yang positif. “Sebagai contoh, pada 2010 hanya satu kasus, 2009 hanya dua kasus, 2008 hanya empat kasus,” kata Bambang. Hal ini berbanding lurus dengan jenis perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK yang didominasi perkara suap. Dari total 70 perkara yang diusut lembaga anti korupsi tersebut 51 di antaranya adalah perkara suap. Biasanya operasi tangkap tangan dilakukan KPK terhadap pelaku yang tengah melakukan transaksi suap. Selain perkara suap, peringkat kedua diduduki perkara dugaan korupsi yang terkait dengan pengadaan barang atau jasa dengan sembilan perkara. Selanjutnya, ditempat ketiga, ada perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dalam tahun ini terdapat tujuh perkara TPPU yang biasanya disertakan dalam dakwaan para tersangka kasus dugaan korupsi. Sedangkan yang terakhir jenis perkara dugaan korupsi yang paling sedikit ditempati oleh perijinan. Sepanjang tahun ini, KPK hanya menangani tiga perkara terkait perizinan. Untuk perkara korupsi berdasarkan tingkat jabatan, terbanyak ditempati oleh pihak swasta atau sebanyak 24 orang. Peringkat kedua ditempati anggota DPR dan DPRD sebanyak delapan orang. Selebihnya ditempati posisi eselon I, II, dan III sebanyak tujuh orang, Kepala lembaga/ kementrian empat orang, hakim/ jaksa empat orang, walikota/ bupati dan wakil tiga orang gubernur dua orang, dan lainlain tujuh orang. Berikutnya, untuk perkara korupsi berdasarkan instansi, kementerian atau lembaga negara menduduki posisi terbanyak. Dari 70 perkara, 46 di antaranya melibatkan kementerian atau lembaga negara. Peringkat berikutnya ditempati oleh pemkab atau pemkot yang mencapai 18 perkara, pemerintah provinsi empat perkara, dan terakhir DPR RI dua perkara. Sumber: Investor Daily, 31 Desember 2013 Informasi dan Pengetahuan Terkait: [ACCH] Focus Group Discussion: Menuju Sistem Politik Berintegritas [ACCH] Regulasi: Enam Strategi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi [ACCH] Edukasi: Bertrand de Speville dalam Revitalisasi Gerakan Antikorupsi [ACCH] Regulasi: UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Hak Cipta Komisi Pemberantasan Korupsi. Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)