Hubungan antara Emisi Karbon Dioksida, Efisiensi Energi, dan Konsumsi Energi Terbarukan di ASEAN (2000-2011) Atikah Fathinah1, Djoni Hartono2 1. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia 2. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia E-mail: [email protected], [email protected] Abstrak Penelitian ini menguji hubungan antara emisi karbon dioksida dari penggunaan energi (CO2), efisiensi energi, dan konsumsi energi terbarukan di ASEAN periode 2000-2011. Dengan menggunakan model STIRPAT dan estimasi data panel random-effects, efisiensi energi dan konsumsi energi terbarukan berhubungan negatif dan signifikan dengan emisi CO2. Peningkatan efisiensi energi sebesar 1% akan menurunkan emisi karbon dioksida sebesar 0,59% secara signifikan, sedangkan peningkatan 1 percentage point proporsi konsumsi energi terbarukan akan menurunkan emisi CO2 sebesar 1,46% secara signifikan, ceteris paribus. Energi terbarukan memberikan efek lebih besar kepada penurunan emisi CO2, sehingga pemerintah dapat lebih fokus kepada pengembangan konsumsi energi terbarukan. Kata Kunci: Efisiensi Energi; Emisi Karbon Dioksida; Konsumsi Energi Terbarukan The Relationship of Carbon Dioxide Emission, Energy Efficiency, and RenewableEnergy Consumption in ASEAN (2000-2011) Abstract This study examines the relationship between energy-related carbon (CO2) emission, energy efficiency, and renewable-energy consumption in ASEAN during 2000-2011. By using STIRPAT model and panel data estimation random-effects, energy efficiency and renewable-energy consumption have negative impact to CO2 emission significantly. The increase of 1% energy efficiency will reduce CO2 emission by 0,59%, whereas the increase of 1 percentage point of proportion of renewable-energy consumption will reduce CO2 emission by 1,46%. Therefore, government should focus on renewable-energy, since it has greater impact to CO2 emission reduction. Key words: Carbon Dioxide Emission; Energy Efficiency; Renewable-Energy Consumption Hubungan antara…, Atikah Fathinah, FE UI, 2014 1. Pendahuluan Karbon dioksida (CO2) merupakan penyusun utama gas rumah kaca di dunia dan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Netherlands Environmental Assessment Agency (NEAA, 2006) melaporkan bahwa proporsi karbon dioksida mencapai 75% dari total emisi gas rumah kaca dunia pada tahun 2004. Selain itu, data World Development Indicator (WDI, 2014) menunjukkan bahwa emisi karbon dioksida di dunia mengalami peningkatan sebesar 35,51% pada periode 2000-2010. Apabila dianalisis dari sumbernya, sebagian besar emisi CO2 dunia dihasilkan oleh penggunaan energi. Grafik 1.1. menunjukkan bahwa pada tahun 2000 emisi gas rumah kaca dunia dihasilkan terutama oleh penggunaan energi, yaitu sebesar 65% dari total emisi. Kondisi tersebut berlanjut hingga satu dekade kemudian. Pada tahun 2010, emisi karbon dioksida dunia masih didominasi oleh penggunaan energi, yaitu sebesar 76% dari total emisi karbon dioksida (Organisation for Economic Co-operation and Development atau OECD, 2012). Daya Listrik 100% Industri 50% Transportasi Bangunan 0% 2000 2010 Grafik 1.1. Emisi Gas Rumah Kaca Tahun 2000 dan 2010 Sumber: Stern (2007) dalam Dawson (2009) dan IPCC–WGIII AR5 (2014), diolah Emisi karbon dioksida dari penggunaan energi disebabkan oleh ketergantungan dunia pada sumber energi fosil, yaitu sekitar dua-per-tiga dari total penggunaan energi (Luukkanen dan Kaivo-oja, 2002). Energi fosil, seperti minyak bumi, batu bara, dan gas bumi, mengandung hidrokarbon (senyawa kimia dengan kandungan unsur hidrogen dan karbon) yang menghasilkan emisi karbon dioksida dalam proses pembakarannya. International Energy Agency (IEA Statistics, 2012) melaporkan bahwa emisi CO2 dari bahan bakar fosil didominasi oleh batu bara (43%), minyak bumi (36%) dan gas bumi (20%) pada tahun 2009. Hubungan antara…, Atikah Fathinah, FE UI, 2014 Grafik 1.2. menunjukkan bahwa rata-rata proporsi minyak bumi pada bauran energi global sekitar 34%, sedangkan rata-rata kontribusi batu bara adalah 28,43% dan gas bumi sebesar 23,57% pada periode 2000-2012. 100% 80% 60% 40% 7% 23% 7.2% 23% 7.4% 7.8% 8% 8.2% 8.6% 24% 23% 24% 24% 24% 25% 28% 28% 29% 29% 30% 30% 2000 2007 2008 2009 2010 2011 2012 20% 0% Minyak Bumi Batu Bara Energi Terbarukan Biofuel dan Nuklir Gas Bumi Grafik 1.2. Struktur Bauran Energi Dunia Periode 2000-2012 Sumber: Pricewaterhouse Coopers (PwC, 2013), diolah Pada level dunia, lima negara penghasil emisi CO2 dari konsumsi energi terbesar pada tahun 2010 adalah Cina, Amerika Serikat, Rusia, India, dan Jepang. Cina memiliki tingkat emisi yang cukup tinggi pada tahun 1980 dan meningkat pesat selama tiga dekade berikutnya. Amerika Serikat merupakan negara dengan tingkat emisi karbon tertinggi pada tahun 1980. Namun, pada satu dekade kemudian, Amerika Serikat menunjukkan penurunan emisi karbon. Rusia, India, dan Jepang cenderung memiliki tren peningkatan emisi karbon selama tiga dekade terakhir. Kawasan Eropa memiliki tingkat emisi cukup tinggi, namun mampu menguranginya secara konsisten dalam tiga dekade terakhir. Negara-negara pada kawasan Asia Tenggara, terutama negara yang tergabung dalam Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), memiliki tingkat emisi yang cukup rendah. Apabila dibandingkan dengan negara lainnya, tingkat emisi di ASEAN berada di bawah Afrika dan tidak jauh berbeda dengan India pada tahun 1980. Namun, pertumbuhan emisi karbon dari penggunaan energi di ASEAN selalu lebih dari 50% pada setiap dekade. Grafik 1.3. menunjukkan total emisi karbon di ASEAN adalah sebesar 232,07 juta metrik ton pada tahun 1980. Pada tahun 2011, total emisi karbon dioksida di ASEAN melebihi emisi di Afrika dan Jepang. Asian Development Bank (ADB, 2009) melaporkan bahwa emisi gas rumah kaca di kawasan ASEAN akan mengalami peningkatan sebanyak empat kali lipat selama periode Hubungan antara…, Atikah Fathinah, FE UI, 2014 2000-2050 tanpa upaya mitigasi yang tepat. Selain itu, sektor energi merupakan sektor terbesar kedua yang menghasilkan emisi karbon dioksida di kawasan tersebut, yaitu sebesar juta metrik ton 15% dari total emisi (ADB, 2009). 10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 1980 1990 2000 2011 Grafik 1.3. Emisi CO2 dari Konsumsi Energi di Dunia Sumber: U.S. Energy Information Administration (EIA), diolah Pada level dunia, OECD (2012) memproyeksikan bahwa tanpa penerapan inovasi kebijakan energi yang tepat, emisi CO2 dari penggunaan energi di dunia akan meningkat sebesar 70% pada tahun 2050, yang kemudian diikuti peningkatan gas rumah kaca sebesar 50%. IEA mengidentifikasi dua perkembangan teknologi di dunia saat ini sebagai upaya mitigasi emisi CO2 dari penggunaan energi, yaitu efisiensi energi dan pergeseran struktur energi kepada sumber energi terbarukan (PwC, 2013). PwC (2013) menyatakan bahwa perubahan intensitas karbon di dunia disebabkan oleh perbaikan efisiensi energi (92%) dan bauran energi yang lebih bersih (8%), seperti energi terbarukan. Berbagai negara di dunia yang telah menerapkan pengembangan teknologi tersebut adalah Amerika Serikat, Jepang, dan berbagai negara di Eropa dalam sektor industri, serta beberapa negara berkembang, seperti Cina, Brazil, dan India (Lv, Ma, dan Li, 2010). Beberapa negara dalam kelompok 20 ekonomi terbesar (G20), seperti Italia, Inggris raya, dan Turki, merupakan negara dengan tingkat efisiensi energi paling baik (kurang dari 90 toe energy-use per juta dollar PDB secara rata-rata). Berbagai negara lainnya juga melakukan perbaikan efisiensi energi, seperti Argentina (3,7% per tahun), Australia (2,5% per tahun), dan Amerika Serikat (2,0% per tahun). Selain itu, beberapa negara berkembang lainnya juga Hubungan antara…, Atikah Fathinah, FE UI, 2014 mampu meningkatkan efisiensi energi, seperti Indonesia (1,6% per tahun) dan Afrika Selatan (1,9% per tahun). PwC (2013) melaporkan bahwa proporsi konsumsi sumber energi terbarukan dalam bauran energi dunia cenderung mengalami peningkatan dari 7% hingga 8,6% pada periode 2000-2012, seperti yang ditunjukkan sebelumnya pada Grafik 1.2. Amerika Serikat mampu menurunkan tingkat emisi karbon sebesar 5,9% pada tahun 2013 dengan penggunaan shale gas pada bauran energi nasionalnya. Penggunaan biofuel juga diterapkan oleh Amerika Serikat dan Brasil untuk memitigasi emisi karbon, dengan proporsi sebesar 1,2% (Amerika Serikat) dan 4,2% (Brasil) dari total permintaan energi. Selain itu, Cina mampu menurunkan intensitas karbon dioksida rata-rata sebesar 1,9% per tahun, dengan penggunaan sumber energi terbarukan secara masif sejak tahun 2007, khususnya tenaga surya (solar). Pertumbuhan konsumsi energi terbarukan (tidak termasuk sumber energi air) di berbagai negara cukup besar, seperti di Cina (25%), Italia (30%), Inggris raya (29%), Brasil (25%), Australia (24%), dan Perancis (23%). Upaya mitigasi emisi karbon dioksida turut dikembangkan oleh negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang tergabung dalam kelompok ASEAN, terutama Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam, telah menyepakati pengembangan dua jenis teknologi, yaitu efisiensi energi dan pergeseran struktur bauran energi kepada sumber energi terbarukan, termasuk sumber energi air (hydro), angin (wind), surya (solar), biomasa (biomass), dan panas bumi (geothermal). Sejak tahun 2000, ASEAN telah mengikutsertakan isu lingkungan, yaitu emisi gas rumah kaca, dalam penentuan kebijakan energi di tingkat regional. Letchumanan (2010) menyebutkan bahwa, pada tahun 2004-2009, ASEAN telah mencapai target untuk meningkatkan konsumsi sumber energi terbarukan pada power generation sebanyak 10%. Letchumanan (2010) juga menyatakan bahwa efisiensi energi merupakan upaya mitigasi yang sangat efektif pada kawasan tersebut. Selain itu, dalam pertemuan tahunan para Menteri Energi negara anggota (ASEAN Ministers on Energi Meeting atau AMEM) yang ke-27, dicanangkan bahwa ASEAN akan meningkatkan target konsumsi energi terbarukan hingga mencapai 15% dari total power generation pada 2015. Konsumsi sumber energi terbarukan juga akan dikembangkan secara masif, khususnya sumber energi air dan biofuel. Bagaimanapun, emisi karbon dioksida di negara-negara ASEAN, khususnya Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam, masih memiliki tren meningkat Hubungan antara…, Atikah Fathinah, FE UI, 2014 hingga saat ini. Grafik 1.4. menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan total emisi CO2 dari penggunaan energi terbesar di ASEAN, yang kemudian disusul oleh Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Vietnam. Pada periode 2000-2011, Indonesia mengalami peningkatan emisi CO2 dari penggunaan energi, rata-rata sebesar 4,53% per tahun, yang kemudian diikuti oleh Thailand (4,67%), Malaysia (4,39%), Singapura (6,96%), Filipina (1,35%), dan Vietnam (8,89%). Dengan demikian, hubungan antara efisiensi energi, konsumsi energi terbarukan, dan emisi karbon dioksida dari penggunaan energi di ASEAN penting untuk dianalisis. Hal tersebut disebabkan oleh pengembangan efisiensi energi dan konsumsi energi terbarukan di ASEAN sebagai upaya mitigasi emisi karbon belum diikuti oleh penurunan emisi karbon dioksida saat ini. Hasil dari analisis hubungan tersebut diharapkan dapat dijadikan referensi pembuat kebijakan dalam upaya mitigasi emisi karbon dioksida dari penggunaan energi di negara-negara ASEAN. Filipina 400 Indonesia 300 Malaysia 200 Singapura 100 0 Thailand 1980 1983 1986 1989 1992 1995 1998 2001 2004 2007 2010 juta metrik ton 500 Vietnam Grafik 1.4. Total Emisi CO2 dari Penggunaan Energi di ASEAN Sumber: EIA, diolah 2. Tinjauan Teoretis 2.1. Teori IPAT dan STIRPAT Pada awalnya, teori Impacts of Population, Affluence, and Technology (IPAT) dirumuskan oleh Ehrlich dan Holdren (1972) untuk memahami faktor pendorong perubahan lingkungan dari aktivitas manusia. Ehrlich dan Holdren (1972) mengatakan bahwa populasi dan pendapatan merupakan dua faktor utama yang mempengaruhi lingkungan. Hal tersebut Hubungan antara…, Atikah Fathinah, FE UI, 2014 akan diikuti oleh pengembangan teknologi sebagai upaya untuk mengurangi dampak lingkungan yang dihasilkan. Teori tersebut diformulasikan dalam persamaan berikut. ! = !. !. ! ! = !. !"# ! (2.1.) . ! (2.2.) !"# di mana ! (impact on environment) merupakan dampak lingkungan, ! (population) merupakan populasi, ! (affluence) merupakan pendapatan dari aktivitas ekonomi per kapita (GDP/P), dan ! (technology) merupakan teknologi yang digambarkan oleh dampak lingkungan per unit aktivitas ekonomi (I/GDP). Ketiga faktor tersebut, yaitu P, A, dan T, diasumsikan independen, di mana perubahan pada ! tidak menyebabkan perubahan pada ! dan !, dan begitu pula sebaliknya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk simplifikasi penjelasan dari model tersebut. Ehrlich dan Holdren (1972) juga mengasumsikan bahwa setiap faktor memiliki pengganda secara proporsional bernilai satu. Selain itu, populasi dan pendapatan per kapita diasumsikan sebagai faktor utama yang dapat meningkatkan dampak lingkungan, yang kemudian diikuti oleh pengembangan teknologi guna menyeimbangi nilai dampak lingkungan dari sisi sebelah kanan. Studi Dietz dan Rossa (1997) dan York, Dietz, dan Rossa (2003) menilai bahwa pada persamaan 2.1. dan 2.2., masing-masing faktor pendorong tidak secara independen mempengaruhi dampak lingkungan. Hal ini dikarenakan setiap faktor dikalikan dengan faktor lainnya dan memiliki pengganda secara proporsional bernilai satu. Dengan demikian, faktor populasi dan teknologi yang bersifat konstan dapat mempengaruhi perubahan dari pendapatan per kapita. Ehrlich dan Holdren (1972) memandang bahwa perubahan lingkungan merupakan dampak dari ketiga faktor tersebut secara bersama-sama keseluruhan dari model tersebut, tanpa memberikan gambaran dengan analisis empiris mengenai faktor yang memiliki peran dominan atau kurang dominan. Hal tersebut perlu untuk diketahui guna mengetahui faktor yang lebih berpengaruh dan dapat dijadikan prioritas dalam upaya mengurangi dampak lingkungan tersebut. Dengan demikian, model pada persamaan 2.1. tersebut direformulasikan oleh Dietz dan Rossa (1997) sebagai persamaan berikut. !! = !"!! !!! !!! !! (2.3.) Hubungan antara…, Atikah Fathinah, FE UI, 2014 di mana subscript ! menjelaskan bahwa nilai setiap variabel tersebut beragam di antara tiap unit yang diobservasi. Koefisien !, !, dan ! masing-masing menentukan efek populasi, pendapatan per kapita, dan teknologi terhadap dampak lingkungan. Koefisien ! adalah konstanta dan ! adalah residual term. Dietz dan Rossa (1997) memperkirakan bahwa efek dari masing-masing variabel independen adalah tidak secara proporsional bernilai satu. Dalam persamaan tersebut, variabel ! dapat menggambarkan berbagai permasalahan lingkungan, seperti emisi gas rumah kaca, emisi gas karbon dioksida, kadar polutan, dan lain sebagainya. Variabel teknologi dapat digambarkan dengan berbagai cara, seperti dimasukkan sebagai residual term, inovasi teknologi, organisasi sosial, institusi, budaya, infrastruktur, dan faktor lain yang mempengaruhi lingkungan selain populasi dan pendapatan. Kemudian, York, Dietz, dan Rossa (2003) mereformulasi persamaan 2.3. menjadi bentuk logaritma agar dapat dilakukan analisis regresi dalam menginvestigasi efek dari masing-masing variabel independen. Teori tersebut dinamakan Stochastic Impacts by Regression on Population, Affluence, and Technology (STIRPAT). Persamaan 2.4. merupakan bentuk logaritma dari persamaan 2.3. agar dapat melakukan analisis pengujian hipotesis secara empiris. log !! = ! + ! (log !! ) + ! log !! + ! log !! + !! (2.4.) di mana ! merupakan dampak lingkungan (impact on environment), ! merupakan populasi, ! merupakan pendapatan per kapita (affluence), dan ! merupakan teknologi. Subscript ! menjelaskan bahwa nilai setiap variabel tersebut beragam di antara tiap unit yang diobservasi. Koefisien !, !, dan ! masing-masing menentukan efek populasi, pendapatan per kapita, dan teknologi terhadap dampak lingkungan, di mana efek dari masing-masing variabel independen adalah tidak bernilai satu. Koefisien ! adalah konstanta dan ! adalah residual term. 2.2. Kerangka Berpikir Shi (2001) memaparkan bahwa dalam diskusi determinan emisi CO2 di dunia, pandangan konvensional menganggap bahwa pertumbuhan total emisi CO2 yang pesat disebabkan oleh peningkatan konsumsi energi seiring dengan peningkatan affluence (pendapatan per kapita) masyarakat di dunia. Selain itu, Shi (2001) juga menyatakan bahwa pertumbuhan populasi dapat mendorong peningkatan total emisi karbon dioksida, baik di Hubungan antara…, Atikah Fathinah, FE UI, 2014 negara maju maupun di negara berkembang. Dengan demikian, efisiensi energi dari proses produksi (Shi, 2001) dan penggunaan energi terbarukan (Shafiei dan Salim, 2014) sebagai bentuk teknologi diharapkan mampu mengurangi total emisi karbon dioksida dari penggunaan energi yang dihasilkan negara tersebut. Populasi menggambarkan size atau ukuran dari sebuah negara. Shi (2001) menyatakan bahwa semakin besar jumlah populasi maka semakin besar size dari aktivitas manusia. Peningkatan aktivitas manusia menyebabkan kebutuhan akan energi turut mengalami peningkatan, dengan asumsi faktor lain adalah konstan atau ceteris paribus. Selain itu, pendapatan menggambarkan kemampuan untuk mengonsumsi (ability to consume) barang dan jasa. Peningkatan pendapatan akan menyebabkan peningkatan permintaan barang dan jasa. Untuk memenuhi permintaan tersebut, proses produksi membutuhkan lebih banyak energi. Namun, umumnya manusia masih bergantung pada sumber energi fosil yang menghasilkan emisi karbon dioksida. Dengan demikian, peningkatan populasi dan pendapatan dapat meningkatkan emisi CO2 dari penggunaan energi. Di lain sisi, Simon (Simon, 1981 dalam Shi, 2001) mengungkapkan bahwa tingginya aktivitas manusia dan perekonomian merupakan faktor pendorong terjadinya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk memenuhi kebutuhan manusia, inovasi teknologi diperlukan untuk menghasilkan lebih banyak output tanpa menyebabkan kerusakan lingkungan. Studi terdahulu umumnya memasukkan faktor teknologi berupa efisiensi energi. Dengan menerapkan efisiensi energi, sebuah proses produksi dapat menghasilkan output lebih banyak dengan tingkat energi tertentu. Selain itu, Shafiei dan Salim (2014) mengungkapkan bahwa faktor teknologi dapat digambarkan oleh disagregasi struktur sumber energi yang digunakan pada aktivitas manusia dan ekonomi. Penerapan efisiensi energi dan disagregasi struktur sumber energi menjadi energi yang lebih ramah lingkungan, seperti energi terbarukan, dapat mengurangi ketergantungan perekonomian pada energi fosil. Dengan demikian, emisi karbon dioksida dari penggunaan energi dapat dimitigasi dengan penerapan teknologi tersebut. 2.3. Studi Terdahulu Berbagai studi empiris telah dilakukan untuk menjelaskan hubungan efisiensi energi dan konsumsi energi terbarukan terhadap emisi karbon, di mana mayoritas objek penelitian Hubungan antara…, Atikah Fathinah, FE UI, 2014 adalah kawasan Amerika, Eropa, Afrika, dan beberapa negara Asia, serta kelompok negara OECD dan G20. Shi (2001), Li, et al. (2012), dan Rahmansyah (2012) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara efisiensi energi dan emisi CO2. Zaekhan (2012) dan Shafiei dan Salim (2014) mengemukakan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara konsumsi energi terbarukan dan emisi CO2. Literatur mengenai konsumsi energi terbarukan di negara-negara ASEAN sejauh ini merupakan studi kasus, analisis dekomposisi, dan skenario kebijakan. Siddiqi (1996), Thavasi dan Ramakrishna (2009), Mohamed dan Lee (2006), Karki, Mann, dan Salehfar (2005), dan Kumar, Shrestha, dan Salam (2013) dengan studi kasus memaparkan bahwa negara-negara Asia, terutama ASEAN, diharapkan dapat menjadi pelopor dalam upaya mitigasi emisi karbon dengan potensi energi terbarukan yang ada. Luukkanen dan Kaivo-oja (2002) dan Nurdianto dan Resosudarmo (2011) dengan menggunakan analisis dekomposisi mengungkapkan bahwa peningkatan intensitas energi dan peralihan struktur energi (fuel switching) kepada energi yang bersifat carbon intensive dapat meningkatkan CO2 di ASEAN. Gan dan Li (2008) mengemukakan bahwa skenario kebijakan energi terbarukan untuk power generation di Malaysia mampu mengurangi intensitas karbon hingga 12,4% pada tahun 2030. 3. Metode Penelitian 3.1. Spesifikasi Model Model pada penelitian ini mengacu kepada model yang digunakan oleh Shi (2001) dan Shafiei dan Salim (2014). Studi tersebut menggunakan model STIRPAT dalam bentuk logaritma natural. Total emisi karbon dioksida dari penggunaan energi (CO2) sebagai proxy dari dampak lingkungan (I), merupakan fungsi dari total populasi (P), pendapatan per kapita (A), dan teknologi (T). Persamaan 3.1. merupakan model yang digunakan oleh Shi (2001). Variabel teknologi adalah efisiensi energi pada aktivitas ekonomi yang digambarkan oleh rasio PDB terhadap penggunaan energi. Persamaan 3.2. merupakan model yang digunakan pada studi Shafiei dan Salim (2014). Variabel teknologi pada studi tersebut adalah disagregasi konsumsi energi berdasarkan jenis sumbernya, yaitu sumber energi fosil atau non-renewable energy (N) dan energi terbarukan atau renewable energy (R). Hubungan antara…, Atikah Fathinah, FE UI, 2014 ln !!" = !! + !! (ln !!" ) + !! (ln !!" ) + !! (ln !!" ) + !! + !! + !!" (3.1.) ln !!" = ln !! + !! (ln !!" ) + !! (ln !!" ) + !! (ln !!" ) + !! (ln !!" ) + !!" (3.2.) di mana semua variabel dalam bentuk logaritma natural, ! adalah negara (individu), ! adalah tahun, !! adalah unobserved heterogeneity, !! adalah time specific effect, dan ! adalah error term. Penelitian ini mengombinasikan kedua model tersebut dengan sedikit modifikasi. Persamaan 3.3. menggambarkan total emisi karbon dioksida dari penggunaan energi (CO2) sebagai proxy dari dampak lingkungan, merupakan fungsi dari total populasi (POP), pendapatan per kapita (!"#!"# ), dan teknologi. Variabel teknologi terdiri dari efisiensi energi (EFI) dan disagregasi jenis energi yang dikonsumsi. Diagregasi tersebut digambarkan oleh proporsi konsumsi energi terbarukan dari total energi yang dikonsumsi (EBT). Semua variabel dalam bentuk logaritma natural (ln), kecuali variabel !"# dalam bentuk proporsi. ln !"2!" = !! + !! (ln !"!!" ) + !! (ln !"#!"# !" ) + !! (ln !"#!" ) + !! (!"#!" ) + !! + !!" (3.3.) di mana: ln !"2!" = Emisi karbon dioksida dari penggunaan energi negara ! pada tahun ! dalam bentuk logaritma natural ln !"!!" = Total populasi negara ! pada tahun ! dalam bentuk logaritma natural ln !"#!"# !" = Pendapatan per kapita, PPP, konstan 2011 US$, negara ! pada tahun ! dalam bentuk logaritma natural ln !"#!" = Efisiensi energi pada aktivitas ekonomi negara ! pada tahun ! dalam bentuk logaritma natural !"#!" = Proporsi konsumsi energi terbarukan dari total konsumsi energi negara ! pada tahun ! !! = unobserved heterogeneity pada negara ! !!" = error term ! = individu (negara) ! = time (tahun) Hubungan antara…, Atikah Fathinah, FE UI, 2014 3.2. Metode Estimasi Penelitian ini menggunakan metode estimasi data panel dengan pendekatan random- effects model (REM). Estimasi dengan random-effects model telah menggunakan GLS, sehingga tidak dilakukan identifikasi autokorelasi dan heteroskedastisitas pada estimasi random-effects (Wooldridge, 2009). Identifikasi multikolinieritas dilakukan dengan uji variance inflation factor (VIF). 3.3. Data dan Sumber Data Perincian data yang digunakan dirangkum dalam Tabel 3.1. Tabel 3.1. Data dan Sumber Data Variabel POP Deskripsi Total Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Energi Total Populasi PDB!"# Pendapatan per Kapita EFI Tingkat Efisiensi Energi CO2 EBT Individu Periode 4. Satuan Sumber Juta metrik ton EIA Orang PDB per kapita, PPP (konstan 2011 US$) PDB per unit penggunaan energi (konstan 2011 PPP $ per kg ekuivalen minyak) WDI WDI WDI Proporsi Konsumsi Energi Terbarukan British Petroleum (Air, Angin, Panas Bumi, Surya, Biomasa, statistical review Waste) dari Total Sumber Energi 2013 Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam 2000–2011 Hasil Penelitian Populasi dan pendapatan per kapita memiliki hubungan positif dengan emisi karbon dioksida dari penggunaan energi, secara signifikan dalam tingkat kepercayaan 99%. Peningkatan total populasi sebanyak 1% akan meningkatkan emisi karbon dioksida sebesar 0,92% secara rata-rata, ceteris paribus. Peningkatan pendapatan per kapita sebesar 1% akan meningkatkan emisi karbon dioksida sebesar 1,21% secara rata-rata, ceteris paribus. Pendapatan per kapita memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap emisi karbon Hubungan antara…, Atikah Fathinah, FE UI, 2014 dioksida, apabila dibandingkan dengan pengaruh yang diberikan oleh total populasi (Tabel 4.1.). Di sisi teknologi, hasil estimasi menunjukkan bahwa efisiensi energi dan konsumsi energi terbarukan berhubungan negatif dengan emisi karbon dioksida secara signifikan dalam tingkat kepercayaan masing-masing 99% dan 95%. Pengaruh yang diberikan oleh peningkatan 1 percentage point proporsi konsumsi energi terbarukan lebih besar (yaitu sebesar 1,46% penurunan emisi karbon secara rata-rata), apabila dibandingkan dengan peningkatan 1% efisiensi energi (yaitu sebesar 0,59% penurunan emisi karbon secara ratarata), ceteris paribus. Tabel 4.1. Hasil Estimasi ln_CO2 cons ln_POP ln_PDB!"# ln_EFI EBT -21,03* 0,92* 1,21* -0,59* -1,46** (-16,8) (14,59) (20,81) (-6,96) (-2,29) sigma_u 0,21 Wald chi2 701,37 sigma_e 0,06 Prob > chi2 0,00 Rho 0,91 corr(u_i, X) 0 (assumed) R2 within 0,91 R2 between 0,97 2 R overall 0,96 Keterangan: *signifikan pada α = 1%; **signifikan pada α = 5%; ***signifikan pada α = 10%, angka dalam dua desimal 5. Pembahasan 5.1. Hubungan antara Efisiensi Energi dan Emisi Karbon Dioksida Grafik 5.1. menunjukkan bahwa efisiensi energi pada kawasan ASEAN mengalami peningkatan pada periode 2000-2011. Hal tersebut digambarkan oleh peningkatan rasio PDB per unit penggunaan energi. Peningkatan rasio tersebut mengindikasikan sebuah proses produksi dapat menghasilkan output lebih banyak dengan penggunaan energi tertentu. Tingkat output tertentu dengan penggunaan energi yang lebih sedikit juga dapat menyebabkan rasio tersebut meningkat. Penggunaan energi yang lebih efisien pada proses produksi akan menyebabkan penurunan emisi karbon dioksida yang dihasilkan. Hubungan antara…, Atikah Fathinah, FE UI, 2014 Bagaimanapun, tren pergerakan emisi karbon dioksida pada kawasan tersebut masih cenderung meningkat. Grafik 5.1. menunjukkan bahwa emisi karbon dioksida dari penggunaan energi di ASEAN mengalami peningkatan pada periode 2000-2011. Namun, apabila melihat pertumbuhan emisi CO2 selama tiga dekade terakhir, peningkatan emisi CO2 pada periode 2000-2011 lebih rendah daripada dua dekade sebelumnya. Tabel 5.1. menunjukkan bahwa pertumbuhan emisi karbon di kawasan ASEAN pada periode 2000-2011 adalah lebih rendah 14,7% daripada periode 1990-2000. Dengan mengacu pada hasil estimasi hubungan di antara keduanya, dapat dikatakan bahwa penurunan pertumbuhan emisi karbon dioksida dari penggunaan energi di ASEAN pada periode 2000-2011 salah satunya merupakan kontribusi dari penerapan efisiensi energi pada periode tersebut. Grafik 5.1. Emisi Karbon Dioksida dan Efisiensi Energi di ASEAN Tabel 5.1. Pertumbuhan Emisi CO2 di ASEAN (%) 1980 – 1990 1990 – 2000 2000 – 2011 ASEAN 85,61823 82,70235 67,99718 Sumber: EIA, diolah Selain itu, ADB (2009) melaporkan bahwa tanpa upaya mitigasi yang tepat, emisi gas rumah kaca, terutama gas karbon dioksida, di kawasan ASEAN akan mengalami peningkatan sebanyak empat kali lipat selama periode 2000-2050. Total emisi karbon dioksida di ASEAN pada tahun 2000 adalah sebesar 787,02 juta metrik ton. Tanpa upaya mitigasi, emisi karbon dioksida di kawasan tersebut akan mencapai 3.148,09 juta metrik ton pada tahun 2050. Hubungan antara…, Atikah Fathinah, FE UI, 2014 Dengan kata lain, diperkirakan akan terjadi peningkatan emisi karbon dioksida sebesar 300% pada periode 2000-2050. Hasil estimasi menunjukkan bahwa secara rata-rata setiap negara anggota ASEAN dapat mengurangi 0,59% emisi karbon dioksida dengan meningkatkan efisiensi energi sebesar 1% setiap tahunnya, ceteris paribus. Dengan mengacu kepada hasil estimasi tersebut, ASEAN dapat mempertahankan kondisi emisi karbon dioksida seperti kondisi pada tahun 2000 dengan meningkatkan efisiensi energi hingga 502,09%, atau sebesar 10,04% setiap tahunnya, selama periode 2000-2050. Indonesia merupakan negara penghasil emisi karbon dioksida dari penggunaan energi terbesar di kawasan ASEAN. Pada tahun 2000, Indonesia menghasilkan emisi karbon dioksida sebesar 266,21 juta metrik ton. Dengan mengacu kepada prediksi ADB (2009), Indonesia akan menghasilkan emisi karbon dioksida sebesar 1.064,82 juta metrik ton pada tahun 2050. Terjadi peningkatan emisi karbon dioksida sebesar 300% di Indonesia pada periode 2000-2050. Untuk mempertahankan kondisi emisi karbon dioksida seperti kondisi pada tahun 2000, Indonesia diharapkan dapat meningkatkan efisiensi energi hingga 502,09% pada periode tersebut, atau sebesar 10,04% setiap tahunnya. Hal tersebut juga berlaku bagi negara-negara anggota ASEAN lainnya. 5.2. Hubungan antara Emisi Karbon Dioksida dan Konsumsi Energi Terbarukan Grafik 5.2. menunjukkan bahwa proporsi konsumsi energi terbarukan pada kawasan ASEAN relatif mengalami fluktuasi. Meskipun secara rata-rata dapat dipertahankan pada tingkat 6,88%, proporsi konsumsi energi terbarukan cenderung mengalami penurunan pada periode 2000-2011. Hal tersebut disebabkan oleh ketergantungan ASEAN terhadap sumber energi fosil masih tinggi. Grafik 5.3. menunjukkan bahwa konsumsi energi fosil di ASEAN masih mengalami pertumbuhan yang cukup pesat pada periode 2000-2011, yaitu batu bara (211, 92%), gas bumi (76,48%), dan minyak bumi (41,19%). Dalam studinya, Aspergis, et al. (2010) mengemukakan bahwa energi terbarukan tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap mitigasi emisi karbon dioksida pada beberapa negara maju dan negara berkembang. Hal tersebut disebabkan oleh konsumsi energi terbarukan belum dikembangkan dengan baik, terutama di negara berkembang. Di lain sisi, konsumsi energi terbarukan di ASEAN terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, Hubungan antara…, Atikah Fathinah, FE UI, 2014 terutama sejak diterapkannya kesepakatan dalam pertemuan ASEAN Ministers on Energi Meeting atau AMEM pada tahun 2000. Grafik 5.4. menunjukkan bahwa rata-rata total konsumsi energi terbarukan (ebt_cons) pada kawasan ASEAN mengalami peningkatan pada periode 2000-2011. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengembangan konsumsi energi terbarukan terus dilakukan guna mengurangi ketergantungan terhadap sumber energi fosil. Bagaimanapun, hasil estimasi yang menunjukkan hubungan negatif dan signifikan antara proporsi konsumsi energi terbarukan dan emisi karbon dioksida di ASEAN mengindikasikan bahwa konsumsi energi terbarukan dapat mengurangi emisi karbon dioksida secara signifikan. Pengembangan konsumsi energi terbarukan diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, sehingga emisi karbon dioksida yang dihasilkan dapat berkurang. juta ton ekuivalen minyak Grafik 5.2. Emisi Karbon Dioksida dan Proporsi Konsumsi Energi Terbarukan di ASEAN 50 40 30 Batu Bara 20 Gas Bumi 10 Minyak Bumi 0 1970 1980 1990 2000 2011 Grafik 5.3. Konsumsi Energi Fosil di ASEAN Sumber: Britih Petroleum (BP), diolah Hubungan antara…, Atikah Fathinah, FE UI, 2014 Grafik 5.4. Konsumsi Energi Terbarukan di ASEAN Selain itu, dengan mengacu kepada prediksi ADB (2009) dan hasil estimasi pada penelitian ini, ASEAN secara rata-rata dapat mempertahankan kondisi emisi karbon dioksida seperti kondisi pada tahun 2000 dengan meningkatkan proporsi penggunaan energi terbarukan hingga 205,85% selama periode 2000-2050, atau sebesar 4,12% setiap tahunnya. Indonesia merupakan negara penghasil terbesar emisi karbon dioksida dari penggunaan energi di kawasan ASEAN. Pada tahun 2000, Indonesia menghasilkan emisi karbon dioksida sebesar 266,21 juta metrik ton. Dengan mengacu kepada prediksi ADB (2009), Indonesia akan menghasilkan emisi karbon dioksida sebesar 1.064,82 juta metrik ton pada tahun 2050. Terjadi peningkatan emisi karbon dioksida sebesar 300% di Indonesia pada periode 20002050. Untuk mempertahankan kondisi emisi karbon dioksida seperti kondisi pada tahun 2000, Indonesia diharapkan dapat meningkatkan proporsi konsumsi energi terbarukan hingga 205,85% pada periode tersebut, atau sebesar 4,12% setiap tahunnya. Hal tersebut juga berlaku bagi negara-negara anggota ASEAN lainnya. 6. Kesimpulan Hasil dari penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan. Efisiensi energi dan konsumsi energi terbarukan berhubungan negatif dan signifikan secara statistik dengan emisi karbon dioksida. Peningkatan efisiensi energi sebesar 1% akan menyebabkan penurunan emisi karbon dioksida sebesar 0,59% secara signifikan. Selain itu, peningkatan proporsi konsumsi energi terbarukan sebesar 1 percentage point akan menyebabkan penurunan emisi karbon dioksida sebesar 1,46% secara signifikan. Upaya mitigasi tersebut merupakan upaya yang Hubungan antara…, Atikah Fathinah, FE UI, 2014 tepat dilakukan ASEAN pada saat ini. Hal ini dikarenakan kedua fokus tersebut secara statistik mampu mengurangi emisi karbon dioksida dari penggunaan energi. Kemudian, hasil estimasi juga menunjukkan bahwa konsumsi energi terbarukan memberikan efek pengurangan emisi karbon dioksida yang lebih besar apabila dibandingkan dengan efek dari efisiensi energi di ASEAN. Kondisi ini berbeda dengan kondisi di dunia secara rata-rata. PwC (2013) menyatakan bahwa perubahan intensitas karbon di dunia disebabkan oleh perbaikan efisiensi energi (92%) dan bauran energi yang lebih bersih (8%), seperti energi terbarukan. Pada konteks ASEAN, hasil estimasi menunjukkan bahwa penurunan emisi karbon dioksida bersifat lebih elastis terhadap penggunaan energi terbarukan apabila dibandingkan dengan penerapan efisiensi energi. Dengan demikian, pemerintah dapat lebih fokus kepada pengembangan penggunaan energi terbarukan. Selain itu, dengan mengacu kepada prediksi ADB (2009) dan hasil estimasi pada penelitian ini, negara-negara di ASEAN terutama Indonesia diharapkan meningkatkan efisiensi energi sebesar 10,04% per tahun atau meningkatkan proporsi konsumsi energi terbarukan sebesar 4,12% per tahun. Hal ini dapat dilakukan selama periode 2000-2050 untuk mempertahankan kondisi emisi karbon dioksida di ASEAN seperti kondisi pada tahun 2000. 7. Saran Dari hasil penelitian ini, diajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut. Pemerintah, baik pada level nasional negara anggota maupun pada level regional ASEAN, dapat meningkatkan efisiensi energi dan konsumsi energi terbarukan sebagai upaya mitigasi emisi karbon dari penggunaan energi pada masa berikutnya. Selain itu, pemerintah dapat lebih fokus pada pengembangan konsumsi energi terbarukan sebagai upaya mitigasi emisi karbon. Untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan periode penelitian lebih panjang untuk dapat melakukan analisis yang lebih komprehensif. Penggunaan proxy lain dari variabel teknologi juga dapat dilakukan untuk memperkaya analisis dari hasil estimasi. Hubungan antara…, Atikah Fathinah, FE UI, 2014 8. Daftar Referensi Asian Development Bank (ADB). (2009). The Economics of Climate Change in Southeast Asia: A Regional Review. http://www.adb.org/sites/default/files/economics-climatechange-se-asia.pdf Aspergis, N., et al. (2010). On the Causal Dynamics between Emissions, Nuclear Energy, Renewable Energy, and Economic Growth. Ecological Economics, 69, 2255-2260. British Petroleum (BP). (2013). BP Statistical Review of World Energy, June 2013. http://www.bp.com/en/global/corporate/about-bp/energy-economics/statistical-reviewof-world-energy/statistical-review-downloads.html Dawson, R.J., et al. (2009). A blueprint for the integrated assessment of climate change in cities. Tyndall Working Paper 129, November 2009. Dietz, T. & Rosa, E.A. (1997). Effects of Population and Affluence on CO2 Emissions. National Academy of Sciences of the United States of America, Vol. 94, No.1, 175179. Ehrlich. P.R. & Holdren. J.P. (1972). One-Dimensional Ecology, The Closing Circle by Barry Commoner: Critique. A Bulletin Dialogue of the Atomic Scientists, May 1972. Gan, P.Y. & Li, Z.D. (2008). An econometric study on long-term energy outlook and the implications of renewable energy utilization in Malaysia. Energy Policy, 36, 890–899. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). (2014). Summary for Policymakers. http://report.mitigation2014.org/spm/ipcc_wg3_ar5_summary-forpolicymakers_approved.pdf International Energy Agency (IEA). (2012). IEA Statistics: CO2 Emissions from Fuel Combustion Highlights. http://www.iea.org/co2highlights/co2highlights.pdf Karki, S.K., Mann, M.D., & Salehfar, H. (2005). Energy and Environment in the ASEAN: challenges and opportunities. Energy Policy, 33, 499-509. Kumar, S., Shrestha, P., & Salam, P.A. (2013). A review of biofuel policies in the major biofuel producing countries of ASEAN: Production, targets, policy drivers, and impacts. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 26, 822-836. Letchumanan, R. (2010). Climate change: is Southeast Asia up to the challenge?: is there an ASEAN policy on climate change? LSE IDEAS, London School of Economics and Political Science, London, UK. Li, H., et al. (2012). Analysis of Regional Difference on Impact Factors of China’s EnergyRelated CO2 Emissions. Energy, 39, 319-326. Luukkanen, J. & Kaivo-oja, J. (2002). ASEAN Tigers and Sustainability of Energy Use – Decomposition Analysis of Energy and CO2 Efficiency Dynamics. Energy Policy, 30, 281-292. Lv, J., Ma, J., & Li, J. (2010). The Influence of Low Carbon Economy on Corporate Social Responsibility. Asian Social Science, Vol. 6, No. 11, 233-238. Hubungan antara…, Atikah Fathinah, FE UI, 2014 Mohamed, A.R. & Lee, K.T. (2006). Energy for Sustainable Development in Malaysia: Energy Policy and Alternative Energy. Energy Policy, 34, 2388-2397. Nurdianto, D.A. & Resosudarmo, B.P. (2011). Prospects and challenges for an ASEAN energy integration policy. Environment Economics Policy Studies, 13, 103-127. Netherlands Environmental Assessment Agency (NEAA). (2006). Global Greenhouse Gas Emissions Increased 75% since 1970. www.pbl.nl/en/dossiers/Climatechange/TrendGHGemissions1990-2004 Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). (2012). OECD Environmental Outlook to 2050: The Consequences of Inactions. http://dx.doi.org/10.1787/9789264122246-en Pricewaterhouse Coopers (PwC). (2013). Busting the carbon budget: Low carbon economy index 2013. http://www.pwc.co.uk/en_UK/uk/assets/pdf/low-carbon-economy-index2013.pdf Rahmansyah, T.A. (2012). The impact of human activities on carbon dioxide emission in the Asian Countries from a spatial econometric perspective. Depok: Graduate Program in Economics, Fakultas Ekonomi UI, 2012. Shafiei, S. & Salim, R.A. (2014). Non-Renewable and Renewable Energy Consumption and CO2 Emissions in OECD Countries: A Comparative Analysis. Energy Policy, 66, 547-556. Shi, A. (2001). Population Growth and Global Carbon Dioxide Emissions. Development Research Group, The World Bank, 2001. Siddiqi, T.A. (1996). Carbon Dioxide Emissions from the Use of Fossil Fuels in Asia: Overview. Royal Swedish Academy of Science, Ambio, Vol. 25, No. 4, 229-232. Thavasi, V. & Ramakrishna, S. (2009). Asia energy mixes from socio-economic and enivronmental perspectives. Energy Policy, 37, 4240-4250. U.S. Energy Information Administration (EIA). International Energy Statistics. http://www.eia.gov/cfapps/ipdbproject/IEDIndex3.cfm?tid=93&pid=44&aid=33# Wooldridge, J.M. (2009). Introductory Econometrics: A Modern Approach. South-Western, CENGAGE Learning. The World Bank. (2014). World http://data.worldbank.org/indicator Development Indicator (WDI). York, R.., Dietz, T., & Rossa, E.A. (2003). STIRPAT, IPAT and ImPACT: Analytic Tools for Unpacking the Driving Forces of Environental Impacts. Ecological Economics, 46, 351-365. Zaekhan. (2012). Dampak GDP per kapita dan energi terbarukan pada emisi karbon dioksida negara G-20. Depok: Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi UI, 2012. Hubungan antara…, Atikah Fathinah, FE UI, 2014