9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengaruh dan Penerapan Sebelum membahas lebih lanjut tentang pengaruh penerapan manajemen mutu terpadu terhadap kinerja perusahaan ini, ada baiknya diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan pengaruh dan penerapan. Pengertian pengaruh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:849), adalah sebagai berikut: “Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk suatu watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang”. Sementara definisi pengaruh menurut Badudu-Zain dalam bukunya “Kamus Umum Bahasa Indonesia” (1994:1031), adalah sebagai berikut: 1. Daya yang menyebabkan sesuatu terjadi. 2. Sesuatu yang dapat membentuk, atau mengubah sesuatu yang lain. 3. Tunduk atau mengikuti karena kuasa atau ketekunan orang lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang menyebabkan sesuatu terjadi yang dapat membentuk ataupun mengubah sesuatu yang lain. Pengertian penerapan menurut Kamus Istilah Manajemen (1994:155), adalah sebagai berikut: “Penerapan adalah pemanfaatan keterampilan dan pengetahuan baru di bidang manajemen”. 9 10 Dengan demikian pengertian penerapan pada penelitian ini adalah tindakan pelaksanaan atau pemanfaatan keterampilan dan pengetahuan baru di bidang manajemen untuk suatu kegunaan ataupun tujuan khusus. 2.2 Tinjauan Total Quality Management Proses peningkatan kualitas (proses perbaikan kualitas) memerlukan komitmen umtuk perbaikan yang melibatkan secara seimbang antara aspek manusia (motivasi) dan aspek teknologi (teknik). Total Quality Management (TQM) dapat diartikan sebagai perbaikan secara terus (continuous improvement). Vincent Gaspersz (2011). Berikut akan dipaparkan mengenai Total Quality Management berkaitan dengan pengertian, unsur-unsur, prinsip-prinsip, manfaat, dan faktor-faktor penyebab kegagalan atau kendala dalam Total Quality Management. 2.2.1 Pengertian Total Quality Management Pengertian Total Quality Management yang dikemukakan para ahli pada dasarnya sama, yaitu merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. Menurut W. Edward Deming (1987) sebagai perintis, Total Quality Management adalah komitmen budaya organisasi untuk memuaskan pelanggan melalui penggunaan suatu sistem terpadu terhadap alat-alat, tehniktehnik, dan pelatihan. Total Quality Management meliputi perbaikan secara terus- 11 menerus atas proses-proses organisasional yang menghasilkan produk yang berkualitas. Vincent Gasperz (2001:6) mengemukakan bahwa: “Total Quality Management didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan performansi secara terus-menerus (continous performance improvement) pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia”. Selanjutnya Amin Wijaya Tunggal (2001:1), mengatakan bahwa: "Total Quality Management merupakan suatu pengelolaan organisasi secara menyeluruh agar organisasi memperoleh keunggulan pada semua dimensi produk dan jasa yang penting bagi pelanggan dan bahwa kualitas mencakup keseluruhan organisasi pada setiap organisasi yang pada akhirnya kualitas akan didefinisikan pelanggan”. Menurut Mulyadi (1998:181), yaitu: “Total Quality Management merupakan suatu system manajemen yang berfokus kepada orang yang bertujuan untuk meningkatkan secara berkelanjutan kepuasan customers pada biaya yang sesungguhnya secara berkelanjutan terusmenerus”. Berdasarkan pengertian tersebut dapat penulis jelaskan bahwa Total Quality Management adalah suatu alat manajemen dalam meningkatkan kualitas mutu dalam suatu perusahaan yang bertujuan memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan secara terus-menerus atas produk atau jasa, manusia, proses, dan lingkungan. Total Quality Management berusaha menjaga keseimbangan diantara pencapaian tujuan ekonomi dan tujuan masyarakat. 2.2.2 Unsur-Unsur Total Quality Management Menurut Banker (1993:41) ada empat unsur total quality management, yaitu: 12 1. 2. 3. 4. Menghargai karyawan. Reward untuk karyawan. Standar kualitas. Output yang dihasilkan. Dari komponen-komponen tersebut, berikut penjelasannya: 1. Menghargai karyawan Menurut Reader dan Heizer (2000) manajemen perusahaan melibatkan karyawan pada setiap proses yang diproduksi. Menghargai karyawan dapat dilakukan dengan mencakup tindakan: a. Membentuk jaringan komunikasi yang melibatkan karyawan b. Mendorong penyedia untuk bersikap terbuka dan sebagai motivator c. Memindahkan tanggungjawab manajerial dan staf kepada bagian produksi d. Membangun organisasi dengan sikap mental yang tinggi e. Menggunakan teknik-teknik formal seperti pembentukan tim (team building) dan Gugus Kendali Mutu (quality control). 2. Reward untuk karyawan Suroso (2003) menyatakan bahwa untuk memberikan penghargaan dapat digunakan beberapa alat manajemen kinerja, yaitu gaji pokok atau tunjangan tetap/pembayaran kinerja. Semakin banyak prestasi kinerja karyawan semakin banyak reward yang diberikan. Bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan kehidupan melalui gaji yang diperoleh dari organisasi, dengan gaji yang diperolehnya tenaga kerja dapat memenuhi kebutuhannya. Dalam hal besarnya pemberian gaji ini selalu ada perbedaan pendapat antara pemberi gaji dengan penerima gaji. Tenaga kerja menghendaki gaji yang setinggi mungkin dan kerja yang sedikit 13 mungkin. Sebaliknya perusahaan menghendaki gaji yang sedikit mungkin dengan jam kerja yang panjang (Siregar, 1997). 3. Standar kualitas Menurut Mizuno (1994:91) standar kualitas suatu produk dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu : a. Pemeriksaan Kualitas Merupakan suatu tindakan yang diambil untuk mengetahui apakah produk tersebut sudah tepat dan sesuai dengan yang diharapkan dan diinginkan konsumen atau tidak. b. Pengendalian Kualitas Adalah suatu tindakan atas kualitas produk bila terdapat yang tidak sesuai dengan pemeriksaan kualitas dengan cara membawa produk itu ke dalam kondisi sesuai yang diinginkan. c. Pemastian Kualitas Merupakan tindakan untuk memastikan apakah suatu produk telah sesuai dengan yang diharapakan dan diinginkan sehingga konsumen merasa puas akan produk yang hendak dibelinya. 4. Output yang dihasilkan Soekartawi (1987) menjelaskan bahwa tersedianya sarana atau faktor produksi (input) belum berarti produktifitas yang diperoleh perusahaan akan tinggi. Namun bagaimana karyawan melakukan usahanya secara efisien adalah upaya yang sangat penting. Efisiensi teknis akan tercapai bila karyawan mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi tinggi tercapai. Bila hasil kerja karyawan mendapat keuntungan besar pada perusahaannya dikatakan bahwa alokasi faktor produksi efisien secara alokatif. Cara ini dapat ditempuh dengan membeli faktor produksi pada harga murah dan menjual hasil pada harga relatif tinggi. Bila karyawan mampu meningkatkan produksinya dengan harga sarana produksi dapat ditekan tetapi harga jual tinggi, maka karyawan 14 tersebut melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga atau melakukan efisiensi ekonomi. 2.2.3 Prinsip-prinsip Total Quality Management Menurut Hensler dan Brunell (dalam Scheuing dan Christopher, 1993: 165), ada empat prinsip utama dalam Total Qulaity Management, yaitu: 1. 2. 3. 4. Kepuasan Pelanggan. Respek Terhadap Setiap Orang. Manajemen Berdasarkan Fakta. Perbaikan Berkesinambungan. Adapun penjelasan mengenai prinsip-prinsip tersebut, sebagai berikut: 1. Kepuasan Pelanggan. Tujuan utama dari implementasi Total Qulaity Management dan peralatan strategis lainnya adalah untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Dalam konteks ini, fokus pada pelanggan dipandang sebagai seberapa besar perhatian dan usaha organisasi untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Survey dari Sinclair dan Zairi (1995) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan hal yang terpenting yang akan mendorong organisasi kearah perbaikan. Kepuasan pelanggan memiliki dampak yang besar pada implementasi Total Quality Management agar terjadi peningkatan kualitas produk dan layanan (Fefry Indra Arza, 2008). 2. Respek Terhadap Setiap Orang. Dalam perusahaan yang kualitasnya tergolong kelas dunia, setiap karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas yang khas. Dengan demikian, karyawan merupakan sumber 15 daya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang di dalam organisasi diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan (Nasution, 2002). 3. Manajemen Berdasarkan Fakta. Perusahaan yang berkelas dunia berorientasi pada fakta. Maksudnya, bahwa setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan hanya sekedar pada perasaan (feeling). Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini. Pertama, prioritas (prioritization), yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh karena itu, dengan menggunakan data, maka manajemen dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital. Kedua, variasi atau variabilitas kinerja manusia. Dan statistik dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas yang merupakan bagian yang wajar dari setiap sistem organisasi. Dengan demikian, manajemen dapat memprediksikan hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan (Fandy Tjiptono & Anastasia Diana, 2003). 4. Perbaikan Berkesinambungan. Perbaikan berkesinambungan adalah perbaikan berulang pada segala ukuran. Dalam organisasi, apabila terjadi persoalan kritis terhadap sistem atau jasa, perlu melakukan perubahan berulang yang berkadar kreativitas. Selanjutnya apabila yang terjadi adalah penyimpangan rutin dari standar 16 yang ada, perlu dilakukan perubahan berulang yang kecil atau inkrimental. Dengan demikian perbaikan berkesinambungan sama sekali tidak mengabaikan inovasi dan kreativitas. Dalam organisasi perlu dilakukan perbaikan inkrimental, inovasi dan kreativitas secara berkelanjutan (Soewarso Hardjosoedarmo, 2002). Menurut Tenner dan Toro (1994:3233) disebut sebagai process improvement. 2.2.4 Manfaat Total Quality Management Penerapan Total Qulaity Management yang efektif membawa pengaruh positif yang pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi organisasi itu sendiri. Menurut Hessel yang dikutip oleh M. N Nasution (2002: 353) beberapa manfaat penerapan Total Qulaity Management bagi organisasi antara lain: 1. 2. 3. 4. Proses desain produk menjadi lebih efektif, yang akan berpengaruh pada kinerja kualitas, yaitu keandalan produk, product features, dan serviceability. Penyimpangan yang dapat dihindarkan pada proses produksi mengakibatkan produk yang dihasilkan sesuai dengan standar, meniadakan pekerjaan ulang, mengurangi waktu kerja, mengurangi kerja mesin, dan menghemat penggunaan material. Hubungan jangka panjang dengan pelanggan akan berpengaruh positif bagi kinerja organisasi, antara lain dapat merespon kebutuhan pelanggan dengan lebih cepat, serta mengantisipasi perubahan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Sikap pekerja yang baik menimbulkan partisipasi dan komitmen pekerja pada kualitas, rasa bangga bekerja sehingga akan bekerja secara optimal, perasaan tanggung jawab untuk meningkatkan kinerja organisasi. Zulian Yamit (2001:186) berpendapat bahwa pelaksanaan Total Qulaity Management tidak hanya bermanfaat bagi perusahaan saja, melainkan juga bermanfaat bagi pelanggan dan staff atau karyawan perusahaan. Manfaat Total Qulaity Management bagi pelanggan antara lain: 17 1. 2. 3. Sedikit atau bahkan tidak memiliki masalah dengan produk atau pelayanan. Kepedulian terhadap pelanggan lebih baik atau pelanggan lebih diperhatikan. Kepuasan pelanggan terjamin. Manfaat pelaksanaan Total Qulaity Management bagi staff atau karyawan perusahaan menurut Zulian Yamit (2001:186) antara lain: 1. 2. 3. 2.2.5 Adanya pemberdayaan karyawan. Perusahaan selalu melibatkan karyawan, mengajak berdiskusi dan berpendapat. Mereka juga diserahkan tanggung jawab yang sesuai serta mendapatkan kesempatan untuk berkembang dan mendapatkan penghargaan atas prestasi yang diraih. Karyawan menjadi lebih terlatih dan berkemampuan. Dengan adanya pemberdayaan karyawan tersebut merasa dirinya lebih dihargai dan diakui oleh perusahaan. Faktor-faktor Penyebab Kegagalan Total Quality Management Total quality management merupakan suatu pendekatan baru menyeluruh yang membutuhkan perubahan total atas paradigma manajemen tradisional, komitmen jangka panjang, kesatuan tujuan, dan pelatihan-pelatihan khusus. Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan atau bisa disebut juga kendala pada saat organisasi memulai inisiatif perbaikan kualitas. Beberapa faktor penyebab kegagalan atau kendala yang sering dilakukan menurut Menurut Malayu Hasibuan (2002:225) antara lain: 1. 2. Kendala dari bawahan. a. adanya ketidaksetujuan. b. merasa dimanfaatkan oleh pimpinan. c. merasa sebagai beban tambahan. d. adanya sikap mengapa saya harus menolong/membantu perusahaan. e. tidak dijalankan/dilakukan di tempat kerjanya. f. tidak ada waktu berkelompok (circle). Kendala dari atasan. a. atasan tidak mendukung gagasan Total Qulaity Management. b. sangat sibuk, tidak ada waktu. c. kurangnya kewenangan yang dimiliki. d. belum memahami secara jelas konsep Total Qulaity Management. 18 e. atasan menganut sentralisasi wewenang. 2.3 Kinerja Perusahaan 2.3.1 Pengertian Kinerja Perusahaan Menurut Indra Bastian (2005:267) dimaksud dengan kinerja adalah: “Ukuran pencapaian kuantitatif suatu sasaran dan kualitatif atau tujuan yang yang menggambarkan telah ditetapkan, tingkat dengan memperhitungkan indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak”. Menurut Hansen, Mowen (2003:396) kinerja adalah: “Activity performance measures exist in both financial and non financial form. There measures are designed to assess how well an activity was performed and the result achieved. They are also designed to reveal if constant improvement is being realized. Measure of activity performance center on three major dimension, efficiency, quality, and time”. Pengertian di atas mengemukakan bahwa aktivitas kinerja diukur secara keuangan dan non keuangan. Ukuran tersebut dirancang untuk menilai seberapa baik aktivitas dilakukan dan hasil yang dicapai. Ukuran tersebut juga dirancang untuk memperlihatkan peningkatan yang sedang direalisasikan. Ukuran dari aktivitas ini terpusat dalam tiga dimensi utama, yaitu efisiensi, kualitas, dan waktu. Pengertian kinerja menurut Kae H. Chung dan Leon C. Magginson (2000:67) yaitu: “Performance is a function of ability and motivation. An employee’s satisfaction increase when he or she is able to perform the job effectively, when performance equitably, and when the rewards match the employee’s needs”. 19 Pengertian di atas mengemukakan bahwa kinerja merupakan fungsi dari kemampuan dan motivasi. Kepuasan karyawan muncul ketika mereka mampu mengerjakan tugasnya dengan efektif, saat hasil kerjanya secara ekuitas terbayarkan, dan ketika yang terbayarkan tersebut sesuai engan apa yang dibutuhkannya. Pengertian kinerja perusahaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:570) adalah: “Suatu yang mencapai prestasi yang ingin diperhatikan dan kemampuan kerja”. Menurut Husein Umar (2005:1) dimaksud dengan perusahaan adalah: “ Sebuah organisasi yang memproses perubahan keahlian dan sumber daya ekonomi menjadi barang dan/atau jasa yang ditujukan bagi pemuasan kebutuhan para pembeli serta diharapkan akan memberikan laba bagi para pemiliknya”. Menurut Edy Sukarno (2002:23) yang dimaksud dengan kinerja perusahaan adalah: “Tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada rantai perusahaan, hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaipenyesuai atas aktifitas perencanaan dan pengendalian”. Berdasarkan definisi-definisi di atas bahwa penilaian kinerja adalah suatu proses dimana organisasi mengevaluasi secara sistematis efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawan berdasarkan sasaran atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dengan menggunakan segala potensi yang dimiliki oleh individu untuk mencapai pengembangan organisasi. Kinerja 20 akan dapat memberikan arti apabila ia telah diukur dengan suatu tolak ukur tertentu yang telah ditentukan sebelumnya sehingga dapat ditentukan tingkat keberhasilannya. 2.3.2 Pengertian Penilaian Kinerja Kinerja yang baik dilakukan untuk mencapai target ideal, karena itu diperlukan penilaian yang dapat membandingkan pencapaian kinerja yang sebenarnya dengan target yang sebelumnya sudah ditentukan. Seberapa jauh tujuan organisasi tercapai dengan kinerja yang sudah berjalan dan terlaksana. Pengertian penilaian kinerja sendiri menurut Mangkunegara (2000:69) adalah: “Merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai dan kualitas, atau status dari beberapa objek barang dan jasa”. Pengertian pengukuran kinerja (performance appraisals) menurut Simamora (2004:215-216) adalah: “Proses dengan organisasi dalam rangka mengevaluasi pelaksanaan kinerja individu”. Pengertian dari pengukuran kinerja menurut Atkinson (2001:51) adalah: “The role of performance measurement in helping organization members to manage the value chain”. Atkinson pun berpendapat bahwa suatu penilaian kinerja sebaiknya didukung oleh beberapa indikator, yakni: 21 1. 2. 3. 4. “Memperhatikan setiap aktivitas organisasi dan menekankan pada perspektif pelanggan Menilai setiap aktivitas dengan menggunakan alat ukur kinerja yang menekankan pada pelanggan Memperhatikan semua aktivitas kinerja secara komprehensif yang mempengaruhi pelanggan Menyediakan informasi berupa umpan balik untuk membantu anggota organisasi mengenai permasalahan dan peluang untuk melakukan perbaikan”. Menurut Gery dan Dessler (2001:14), ada 5 faktor yang popular dalam hal pengukuran kinerja, yakni: 1. 2. 3. 4. 5. “Kualitas pekerjaan: akurasi ketelitian, penampilan, dan penerimaan keluaran Kuantitas pekerjaan: volume keluaran dan kontribusi Supervisi yang diperlukan: adanya saran, arahan perbaikan Kehadiran: regulasi, dapat diandalkan dan terpercaya, tepat waktu Konservasi: pencegahan pemborosan, kerusakan dan pemeliharaan.” Berdasarkan penjelasan di atas, penilaian kinerja tidaklah hanya terbatas pada penilaian keuangan. Penilaian kinerja yang baik menilai dari sisi keuangan juga non keuangan. Sistem penilaian seperti ini dinamakan Balance Scorecard, sehingga balance scorecard menjadi alat ukur kinerja yang ideal. 2.3.3 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja Penilaian perusahaan khususnya kinerja sering dilakukan untuk tujuan- tujuan di bawah ini, menurut Diah Kusuma Wardani (2008) tujuan penelitian kinerja adalah: 1. Agar perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan memiliki nilai lebih dari perusahaan lain. 2. Untuk keperluan merger dan akuisisi, yaitu untuk mengetahui berapa nilai perusahaan dan nilai ekuitas dari masing-masing perusahaan. 22 3. 4. Untuk kepentingan usaha, yang bertujuan untuk mengetahui apakah nilai usaha lebih besar daripada nilai likuiditasnya. Memperoleh pembelanjaan penetapan besarnya pinjaman atau tambahan modal. Menurut Mulyadi (2002:420) manfaat dari penilaian kinerja adalah: 1. 2. 3. 4. 5. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana alasan mereka menilai kinerja mereka. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan. Menurut Supriyono (2006: 424) jika didesain dan diimplementasikan dengan baik, pengukuran kinerja dapat memberikan manfaat penting pada perusahaan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 2.3.4 Menelusuri kinerja dibandingkan dengan harapan-harapan para konsumen. Menjamin keterkaitan antara rangkaian para konsumen internal dan para pemasok internal. Mengidentifikasi pemborosan dalam berbagai bentuk dan mengarah kepada pengurangan atau pengeliminasian pemborosan. Membuat tujuan strategis lebih kongkrit. Membangun consensus untuk mengubah perilaku yang mendukung pencapaian keselarasan tujuan. Memungkinkan keterkaitan antara akuntansi aktivitas dengan ukuranukuran kinerja. Memusatkan perhatian pada driver-driver biaya. Driver-driver biaya dapat menjelaskan faktor sebab-akibat antara aktivitas dan biaya. Pengertian Pengukuran Kinerja Perusahaan Pengukuran kinerja merupakan proses untuk menentukan seberapa baik aktivitas-aktivitas bisnis dilaksanakan untuk mencapai tujuan strategis, mengeliminasi pemborosan-pemborosan, dan menyajikan informasi tepat waktu untuk melaksanakan penyempurnaan secara berkesinambungan (Supriyono, 2006: 23 22). Hansen dan Mowen (1995) membedakan pengukuran kinerja secara tradisional dan kontemporer. Pengukuran kinerja tradisional dilakukan dengan membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang dianggarkan atau biaya standar sesuai dengan karakteristik pertanggungjawabannya, sedangkan pengukuran kinerja kontemporer menggunakan aktivitas sebagai pondasinya. Menurut Hiro Tugiman (1999: 1) mengatakan bahwa: “Langkah awal penilaian kinerja adalah memilih alat ukur yang cocok, dimana alat ukur yang cocok adalah yang dipilih sesuai dengan perhatian manajemen pada semua aktivitas perusahaan”. Dengan demikian maka pengukuran menurut Hiro Tugiman (1999:1) meliputi seluruh aktivitas dari berbagai level organisasi atau perusahaan. Aktivitas organisasi dapat dilihat dari dua aspek, yaitu: a. Eksternal effectiveness yang pengukurannya berbasis pada stakeholders. b. Internal effectiveness yang pengukurannya berbasis pada efisiensi dan produktivitas. Anderson dan Clancy (1991) mendefinisikan pengukuran kinerja adalah: “Feedback from the accountant to management that provides informations about how well the actions represent the plans; it also identifies where managers may need to take corrections or adjusments in future planning ang cantrolling activities”. Berdasarkan pengertian-pengertian pengukuran kinerja diatas penulis menarik kesimpulan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu mekanisme untuk menilai keberhasilan organisasi dalam pelaksanaan startegi yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja memberikan informasi yang dibutuhkan oleh manajemen untuk melakukan evaluasi ulang terhadap rencana, strategis, dan titik- 24 titik dimana perusahaan harus mengambil inisiatif perubahan penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian. 2.3.5 Tolak Ukur Pengukuran Kinerja Memaksimalkan pengukuran kinerja, pengukuran kinerja harus mempunyai tolak ukur yang dapat dijadikan persyaratan agar dapat disebut ukuran kinerja yang efektif. Sellenheim (1991:15) memberikan tolak ukur kinerja, sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. Dipicu oleh kebutuhan pelanggan. Harus luwes untuk berubah. Harus mudah dan sederhana. Harus mencakup financial dan non financial. Menyediakan dukungan yang baik. Vitale dan Mavrinac (1995:44-47) mengemukakan tujuh buah indikator dalam menilai efektifitas sistem pengukuran kinerja organisasi, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Kinerja yang baik atas aspek non finansial diikuti dengan aspek finansial. Perusahaan mampu memperoleh pelanggan baru serta dapat mempertahankan pelanggan yang telah ada. Laporan pengukuran kinerja mendapat perhatian dan memiliki kegunaan bagi manajer. Informasi finansial yang dihasilkan dapat dipahami manajer Kinerja finansial yang baik ikut tercermin dalam harga saham. Secara terbuka, dilakukan perubahan-perubahan atas tolak ukur yang digunakan. Tolak ukur kinerja yang digunakan diselaraskan dengan strategi perusahaan. 2.3.6 Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja Tujuan pokok pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memasuki standar perilaku yang 25 telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan (Wibowo, 2011:229). Menurut Lynch dan Cross (1993:10) manfaat dari suatu sistem pengukuran kinerja adalah sebagai berikut: 1. Serve as the links in the chain of internals costumers and supplier. 2. 3. 4. Identify waste in it’s various quises-delays, defects, mistakes and surpluses, and lead to reduction of waste. Make fuzzy strategic objective concrete, this accelerating the rate at which organization learn. Build consensus forchanges by rewarding the right behavior. Menurut Mulyadi (2001:416) menyebutkan manfaat dari pengukuran kinerja, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotifasian karyawan secara maksimum. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan seperti promosi, transfer, dan pemberhentian. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan untuk menyediakan kinerja, seleksi, dan evaluasi program pelatihan karyawan. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan. Menurut Hongren and Datar (2001:890) pengukuran secara garis besar berdasarkan kriteria dan informasi yang dihasilkan, dapat menjadi dua yaitu pengukuran kinerja keuangan (financial performance measures) dan pengukuran kinerja non keuangan (non financial performance). Kedua pengukuran tersebut menjabarkan tentang kinerja dari semua produk dan aktivitas jasa yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan dalam satuan mata uang. 26 Syarat bagi ukuran kinerja yang baik, antara lain berkaitan dengan tujuan organisasi, seimbang antara jangka panjang dan jangka pendek, mencerminkan aktivitas kunci manajemen, memberi efek pada tindakan karyawan, mudah dipahami oleh karyawan, dipergunakan sebagai dasar evaluasi kinerja dan penentuan balas jasa, rasional, objektif, dan dapat diukur, serta dipergunakan secara konsisten dan teratur (Wibowo, 2011:231). 2.3.7 Pengukuran Kinerja melalui Pendekatan Balance Scorecard Konsep scorecard (ukuran kinerja) model lama mulai ditinggalkan, karena dianggap hanya mengejar tujuan profit jangka pendek semata. Pimpinan Badan Usaha yang hanya mengejar anggotanya untuk memacu pencarian laba yang optimal biasanya menerapkan scorecard yang hanya berdimensi profitabilitas (Gunawan, 2000). Aspek-aspek eksternal organisasi kurang diperhatikan, seperti tingkat kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan, employee retention dan lain sebagainya, sehingga organisasi yang hanya berorientasi pada profit tidak dijamin kelanggengannya dalam persaingan global yang menunjukkan suatu persaingan yang hypercompetitive. Oleh karena muncul pemikiran baru yang dipelopori oleh Kaplan dan Norton (1996) untuk memperkenalkan konsep balance scorecard sebagai suatu surement system yang mencoba untuk menyeimbangkan alat ukur lama yang hanya berdimensi pada profitabilitas dengan dimensi-dimensi yang baru seperti aspek kualitas yang memiliki elemen-elemen penyeimbangnya. Dengan scorecard yang balanced ini diharapkan dapat mengintegrasikan energi, 27 kemampuan dan pengetahuan organisasi yang spesifik (specific knowledge & assets specifity) dari organisasi agar dapat mencapai long-term strategic goals (Nanang Sasongko, 2009). Perusahaan menggunakan fokus pengukuran balance scorecard dengan keunggulan sebagai berikut (Kaplan&Norton, 1996:9): 1. 2. 3. 4. Balance scorecard tidak hanya memperhatikan kinerja untuk tujuan jangka pendek tetapi juga memperhatikan kinerja untuk tujuan jangka panjang. Balance scorecard mencakup ukuran-ukuran financial dan non financial yang mencerminkan keterkaitan dalam suatu hubungan sebab akibat dan bukan semata-mata kumpulan ukuran-ukuran yang kompleks. Dengan tetap mempertahankan pendekatan pada tujuan financial, balance scorecard juga penggerak untuk mencapai hasil financial sambil memperhatikan kemajuan dalam membangun kapabilitas dan intangible asset yang diperluaskan untuk pertumbuhan di masa mendatang. Balance scorecard lebih dari sekedar sistem pengukuran kinerja, karena balance scorecard dapat digunakan sebagai kerangka bagi proses manajemen strategis. Artinya, balance scorecard dapat digunakan untuk mengklarifikasi, mengkomunikasikan dan mengelola strategi perusahaan. Berdasarkan uraian di atas bahwa balance scorecard digunakan sebagai alat ukur kinerja keuangan maupun non keuangan dan digunakan sebagai alat klarifikasi, komunikasi serta mengelola strategi perusahaan. Dengan adanya alat ukur balance scorecard, maka kinerja perusahaan tersebut akan mencapai tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjangnya. 2.3.7.1 Definisi Balance Scorecard Menurut Anthony and Govindarajan (2000:368), memberikan pengertian balance scorecard sebagai berikut: “Balance scorecard adalah suatu alat sistem untuk memfokuskan perusahaan, meningkatkan komunikasi antar tingkatan manajemen, menentukan tujuan organisasi dan memberikan umpan balik yang terus-menerus guna keputusan yang strategis”. 28 Menurut Mulyadi (2001:1) pengertian balance scorecard adalah sebagai berikut: “Balance scorecard adalah alat mengukur strategi secara komprehensif dengan pola manajemen strategi”. Hansen dan Mowen (2006:509) memberikan pengertian balance scorecard sebagai berikut: “Balance scorecard adalah sistem manajemen strategi yang mendefinisikan sistem akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan strategi”. Melalui balance scorecard memungkinkan para manajer perusahaan mengukur bagaimana unit bisnis melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap mempertimbangkan kepentingan-kepentingan di masa depan. Melalui balance scorecard memungkinkan mengukur apa yang yang telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur demi perbaikan kinerja di masa depan. 2.3.7.2 Empat Perspektif Balance Scorecard Gagasan untuk mengembangkan aspek keuangan dan non keuangan melahirkan apa yang disebut dengan balance scorecard. Balance scorecard mempunyai empat perspektif yang dijadikan alat ukur dalam menilai kinerja perusahaan, yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pertumbuhan dan pembelajaran. A. Perspektif Keuangan 29 Perspektif keuangan dalam konsep balance scorecard tetap mendapatkan perhatian, karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang diambil. Tujuan keuangan digunakan sebagai fokus pada indikator dan tujuan dalam semua scorecard pada perspektif lain. Sasaran keuangan bisa sangat berbeda pada tiap-tiap tahapan serta kehidupan bisnis. Dalam hal ini, Hoque (1997) mengidentifikasikan tiga ukuran perspektif keuangan, yaitu: 1. Laba Usaha Pengukuran laba bukan saja penting untuk menentukan prestasi perusahaan tetapi penting juga penting sebagai informasi bagi pembagian laba dan penentuan kebijakan investasi. Oleh karena itu, laba menjadi informasi yang dilihat oleh banyak seperti profesi akuntansi, pengusaha, analis keuangan, pemegang saham, ekonom, fiskus, dan sebagainya (Harahap, 2001: 259). 2. Pertumbuhan Penjualan Yaitu perusahaan mempunyai produk atau jasa dengan pertumbuhan potensial yang penting. Tujuan strateginya adalah meningkatkan penjualan. Sumber daya perusahaan difokuskan pada pengembangan produk sehingga arus kas negatif dan ROI (Return On Invesment) rendah. Sasaran keuangan dari bisnis yang berbeda pada tahap ini, seharusnya menekankan pengukuran pada tingkat pertumbuhan revenue atau penjualan dalam pasar yang telah ditargetkan (Kaplan dan Norton dalam Pasla, 1996:42). 3. Pengembalian Investasi 30 Return On Investment (ROI) adalah pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan didalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia diperusahaan (Lukman Syamsudin, 2004:63). B. Perspektif Pelanggan Penilaian kinerja yang kedua dari balance scorecard adalah pelanggan. Dalam era globalisasi, kinerja ini dianggap penting karena mengingat semakin ketatnya persaingan mempertahankan para pelanggan lama dan merebut para pelanggan baru. Sebelum tolak ukur kinerja pelanggan ditetapkan, Hansen dan Mowen menyarankan agar perusahaan menetapkan terlebih dahulu menentukan segmen para calon pelanggan yang berada dalam segmen tersebut, sehingga tolak ukurnya dapat lebih terfokus. Menurut Hoque (1997) cara mengukur perspektif pelanggan dilihat dari beberapa aspek, sebagai berikut: 1. Keluhan pelanggan Keluhan dari pelanggan tidak hanya harus ditanggapi dengan efektif namun perusahaan juga harus secara aktif mencari tahu keluhan pelanggan. Karena menurut penelitian, dari 1 keluhan yang disampaikan ada 25 keluhan yang tidak disampaikan ( Allen F. Wysocki,2001). 2. Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan adalah respon pemenuhan dari konsumen. Kepuasan merupakan hasil penelitian dari konsumen bahwa pelayanan telah 31 memberikann tingkat kenikmatan dimana tingkat pemenuhan ini bisa lebih atau kurang (Husein Umar, 2005 : 14). 3. Waktu merespon kepada pelanggan Hubungan yang baik dimulai dengan kesesuaian antara kebutuhan pelanggan dan kemampuan perusahaan. Perlu adanya komunikasi dengan pelanggan baik secara langsung maupun tidak langsung. Proses dimulai dari mengidentifikasi dan menargetkan pelanggan yang tepat. Perusahaan perlu selektif tentang segmen yang ditargetkan jika perusahaan ingin membangun hubungan yang baik dengan pelanggan. perusahaan (Lovelock dan Wirtz, 2006:366). 4. Waktu dari pemesanan sampai ke pengiriman Membuat dan mencetak pesanan dan mengirimkannya ke pelanggan, agar proses pembelian dapat berjalan dengan baik sesuai dengan jadwal dan spesifikasi yang diinginkan. Melakukan input biaya- biaya yang timbul untuk pengiriman barang yang dibebankan kepada penerima barang (Allen F. Wysocki,2001). 5. Pengembalian kembali karena kualitas yang buruk Beberapa cara untuk meminimalisir terjadinya pengembalian barang salah satunya dengan meningkatkan kualitas, menurut Hansen dan Mowen (2003: 963) mendefinisikan kualitas yang baik secara spesifik ke dalam 8 (delapan) dimensi kualitas, yaitu : a. Performance: merujuk pada konsistensi dan baiknya suatu produk. b. Aesthetics: berupa daya tarik produk berdasarkan penampilannya. 32 c. Serviceability: kemampuan produk untuk memberikan jasa. d. Features: karakteristik pelengkap yang membedakan suatu produk dengan produk lain yang bisa memberikan kesan berbeda. e. Reliability: keandalan suatu produk jika digunakan selama waktu tertentu. f. Durability: tingkat keawetan produk yang digambarkan dengan umur ekonomis produk atau seberapa lama produk memberi manfaat ekonomis. g. Conformance: kesesuaian produk dengan spesifikasi yang telah ditentukan. h. Fitness for use: kesesuaian produk dengan fungsi-fungsinya seperti yang diiklankan. C. Perspektif Proses Bisnis Internal Perspektif proses bisnis internal menunjukkan bahwa, pihak manajemen mengidentifikasikan proses-proses penting dalam mencapai tujuan perusahaan. Fokus pada perspektif proses bisnis internal adalah mencapai kepuasan pelanggan dan memperbesar tingkat pencapaian pada sasaran keuangan. Menurut Hoque (1997) pendekatan balance scorecard membagi pengukuran dalam perspektif proses bisnis internal menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Tingkat kerugian materi Bahan (material) dari bermacam-macam jenis digunakan oleh organisasi dalam usaha untuk menghasilkan keluaran. Karakteristik dari bahan- 33 bahan yang dipakai tersebut memenuhi persyaratan atau kebutuhan dengan standar kualitas terbaik untuk mencegah adanya kerugian pada bahan (David Bain, 1992:116). 2. Efisiensi tenaga kerja Menurut N. Gregory Mankiw (2006 : 212 ), Efisiensi tenaga kerja mencerminkan pengetahuan masyarakat tentang metode-metode produksi. Ketika teknologi mengalami kemajuan, efisiensi tenaga kerja meningkat. Sebagai contoh, efisiensi tenaga kerja meningkat ketika produksi liniperakitan mentransformasikan sistem manufaktur pada awal abad kedua puluh, dan meningkat lagi ketika komputerisasi diperkenalkan diakhir abad kedua puluh. Efisiensi tenaga kerja juga meningkat ada pengemabangan dalam kesehatan , pendidikan, atau keahlian angkatan kerja. 3. Efisiensi bahan baku Dalam proses produksi suatu perusahaan manufaktur biasanya membutuhkan bahan baku untuk menghasilkan suatu produk. Untuk melakukan efisiensi bahan baku sebaiknya perusahaan menentukan bahan baku apa yang akan digunakan. Menurut Carter usry (2002 : 40) jenis bahan baku ada dua macam, yaitu: 1. Bahan baku langsung Semua bahan baku yang membentuk bagian integral dari produk jadi dan dimasukkan secara eksplisit dalam perhitungan biaya produk. 34 2. Bahan baku tidak langsung Bahan baku yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu produk tetapi tidak diklasifikasikan sebagai bahan baku langsung karena bahan baku tersebut tidak menjadi bagian dari produk atau karena secara jumlah tidak signifikan. D. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Berdasarkan teori Hoque (1997), merincikan bahwa dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ada tiga yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. Adanya produk yang rusak/cacat yang dikirim Produk cacat merupakan produk gagal yang secara teknis atau ekonomis masih dapat diperbaiki menjadi produk yang sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan tetapi membutuhkan biaya tambahan. Pengertian produk cacat menurut Bustami & Nurlela (2007;136) adalah produk yang dihasilkan dalam proses produksi, dimana produk yang dihasilkan tersebut tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan, tetapi masih bisa diperbaiki dengan mengeluarkan biaya tertentu. Sedangkan produk rusak menurut Kholmi & Yuningsih (2009), adalah barang yang dihasilkan tidak dapat memenuhi standar yang telah ditentukan dan tidak dapat diperbaiki secara ekonomis. 2. Jumlah produk baru Produk baru pada dasarnya dibuat dengan inovasi-inovasi baru agar konsumen tertarik untuk mencoba produk baru tersebut. Menurut Kotler 35 (2002) inovasi produk adalah gabungan dari berbagai macam proses yang saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain, inovasi bukan hanya konsep mengenai ide-ide baru atau penemuan-penemuan baru. Banyaknya produk baru yang dibuat dengan inovasi berbeda merupakan pilihan bagi konsumen untuk menentukan mana yang sesuai dengan kebutuhan. 3. Waktu untuk memasarkan produk baru Target pemasaran dari suatu perusahaan untuk produk baru memerlukan tiga tahap utama (Kotler, 2002:279), yaitu: 1. Mengidentifikasi dan membagi sekelompok pembeli berdasarkan pilihan dan kebutuhan yang beragam (market segmentation) 2. memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki (market segmentation) 3. menetapkan dan mengkomunikasikan kelebihan produk dari perusahaan lain untuk setiap segmen (positioning). 4. Waktu pengiriman tepat waktu Bertanggung jawab atas kelancaran pesanan, pengiriman dan pengembalian pembelian barang (Sofjan Assauri, 2008:228). 2.3.7.3 Manfaat Balance Scorecard Kaplan dan Norton (2000:17) mengemukakan beberapa manfaat dari konsep pengukuran kinerja balance scorecard yaitu: a. b. c. d. e. Mengklarifikasi dan menghasilkan konsensus mengenai strategi. Mengkomunikasikan strategi ke seluruh perusahaan. Menyelaraskan berbagai tujuan departemen dan pribadi dengan strategi perusahaan. Mengaitkan berbagai tujuan strategis dengan sasaran jangka panjang dan anggaran tahunan. Mengidentifikasikan dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis. 36 f. g. 2.4 Melaksanakan peninjauan ulang strategis secara periodik dan sistematis. Mendapatkan umpan balik yang dibutuhkan untuk mempelajari dan memperbaiki strategi. Kerangka Pemikiran Persaingan yang semakin ketat, dimana semakin banyak produsen yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, menyebabkan setiap perusahaan harus berorientasi pada kinerja perusahaan sebagai tujuan utama. Untuk memenangkan persaingan, perusahaan harus mampu memberikan yang terbaik kepada pelanggan, misalnya dengan memberikan produk yang mutunya lebih baik, harganya lebih murah, penyerahan produk yang lebih cepat dan pelayanan yang lebih baik daripada para pesaingnya (J. Supranto, 2001: 1). Atas dasar hal tersebut, maka tidak dapat dipungkiri pengembangan dan peningkatan kualitas suatu jasa merupakan prioritas dan tantangan yang harus dihadapi dalam persaingan dunia usaha yang kompetitif. Salah satu usaha organisasi yang diterapkan dalam peningkatan kualitas suatu jasa adalah penerapan peran Total Quality Management (TQM) atau di Indonesia dikenal dengan istilah Manajemen Mutu Terpadu. Salah satu cara yang dilakukan untuk memaksimumkan daya saing dalam suatu perusahaaan yaitu perlu menerapkan suatu teknik Total Quality Mangement (TQM). Apabila perusahaan menggunakan Total Quality Mangement (TQM), maka akan mengurangi biaya operasi dan meningkatkan penghasilan sehingga laba semakin meningkat. Beberapa penelitian bidang akuntansi seperti Goetsch dan Davis dalam Nasution (2001:29) menyatakan bahwa kinerja perusahaan yang rendah, disebabkan oleh ketergantungannya terhadap sistem akuntansi manajemen 37 perusahaan tersebut yang gagal dalam menentukan sasaran-sasaran yang tepat. Para manajer akan lebih termotivasi untuk meningkatkan kinerja operasioanal perusahaan, jika mereka menerima pengukuran kinerja yang tinggi dalam bentuk informasi yang diperlukan, yang memberi umpan balik untuk perbaikan dan pembelajaran (Fandy Tjiptono, 2003). Pengaruh dari penerapan total quality management terhadap kinerja perusahaan telah ditemukan banyak bukti nyata di lapangan bahwa yang menerapkan atau melaksanakan total quality management secara konsisten dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Melalaui penerapan total quality management perusahaan akan mampu menghasilkan produk yang berkualitas dengan harga yang bersaing. Total quality management yang berfokus pada perbaikan kualitas secara berkesinambungan akan mendorong perusahaan dalam memperbaiki posisi persaingan dan meningkatkan produk yang bebas dari kerusakan (Sri Mulyani, 2009). Secara teoritis total quality management dapat meningkatkan kinerja perusahaan, mengurangi resiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan yang menguntungkan sendiri. Umumnya Total Quality Management dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya yang akan berdampak terhadap kinerjanya. Dari beberapa penelitian dan penjelasan di atas telah memberikan indikasi bahwa Total Quality Management berpengaruh besar terhadap kinerja perusahaan (Hasan & Kerr, 2003). Berikut ini merupakan ringkasan dari beberapa peneliti terdahulu tentang pegaruh penerapan Total Quality Management terhadap kinerja perusahaan: 38 Tabel 2.4 Hubungan Total Quality Management (TQM) dengan Kinerja No 1. Judul Peneliti/Tahun Faktor-Faktor Kritis Aplikasi TQM pada Perguruan Tinggi Di Indonesia, Vol. 8, No. 1, September 2008, Hal. 53-64 Peneliti Fefri Indra Arza Hasil Penelitian Dilihat dari besarnya persentase pengaruh penerapan TQM terhadap kinerja organisasi dapat dilihat dari koefisien determinasi yang bernilai 0,172. Dan juga dapat dilihat nilai probabilitas (p-value) 0,00 yang lebih kecil dari tingkat signifikasi (α)0,05, sehingga hipotesis bahwa penerapan TQM berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi dapat diterima. 2. Quality management Practices and their impact on performance, 2006 Lakhal et al. Mereka melakukan penelitian tentang pengaruh Quality Management Practice terhadap kinerja (kinerja keuangan, kualitas produk, dan kinerja operasional). Data dikumpulkan dengan menggunakan survei terhadap 133 perusahaan sektor apparel di Tunisia (Sri Lanka). Hasil penelitian Lakhal (2006) menunjukkan bahwa manajemen Kualitas dengan pendekatan TQM memiliki hubungan positif langsung dan tak langsung dengan kinerja melalui variabel sarana praktek (infrastructure Practice) dan praktek 3. Pengaruh Penerapan Manajemen Mutu Terpadu Terhadap Kinerja Operasi Perusahaan, 2009 Daniel Julimar Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan menejemen mutu terpadu terhadap kinerja operasi perusahaan. Hasil analisis korelasi Rank Spearman menghasilkan hubungan yang positif, dimana berdasarkan kriteria, antara variabel independen dan variabel dependen, keduanya termasuk dalam hubungan yang cukup signifikan. Kesimpulan yang dapat ditarik bahwa penerapan menejemen mutu terpadu berpengaruh terhadap kinerja operasi perusahaan. 4. Management Practices and Performance reporting in the sri Lanka Apprrel Sector, Journal Vol. 22 No. 3, pp. 303318, 2007 Kapuge dan Smith Penelitian ini mengkaji tentang implementasi TQM pada perusahaan apparel di Sri Lanka. Penelitian ini menyatakan bahwa terjadi perbedaan pelaporan kinerja yang signifikan antara perusahaan yang menerapkan TQM dengan perusahaan yang tidak menerapkan TQM pada perusahaan sektor Apparel di Sri Lanka. Hasil penelitian mereka juga menunjukkan bahwa dengan menerapkan praktek manajemen dengan pendekatan TQM akan mempengaruhi kinerja perusahaan secara signifikan. 5. The Link Between Total Quality Management Practice and Organizational Percormance, International Journal of Quality & Reliability Management, Vol. 16 No. 3, 1999 Terziovski dan Samson Total Quality Management berhubungan signifikan positive dengan dimensi kinerja organisasi (growth in sales) 6. The Relationship Between Total Quality Management Practices And Organisational Performance In ServiceOrganisations, 2003 Hasan dan Kerr Penelitian tersebut menguji hubungan antara TQM dengan kinerja organisasi pada perusahaan jasa di Australia. Dengan menggunakan analisis model multiple regression, ditemukan bahwa dimensi dari “role of top management” dan “customer satisfaction” merupakan faktor paling penting yang berpengaruh pada kinerja organsasi. 39 Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: “Terdapat pengaruh yang signifikan penerapan Total Quality Management (TQM) terhadap kinerja perusahaan”.