alergi dalam perspektif sosial, serta hubungannya

advertisement
D Prafita dkk
Histopatologi lupus eritematosus diskoid kutan
Editorial
ALERGI DALAM PERSPEKTIF SOSIAL, SERTA HUBUNGANNYA
DENGAN REFORMASI KESEHATAN MASYARAKAT
Permasalahan alergi tampaknya tidak sesederhana
seperti yang diketahui. Sering berulangnya penyakit,
demikian luasnya sistem tubuh yang terganggu, dan
bahaya komplikasi yang terjadi tampaknya merupakan
akibat yang harus lebih diperhatikan. Beberapa keadaan
yang sering dikeluhkan pasien akibat alergi yang
dideritanya antara lain gangguan tidur. Tirosh tahun 1993
dalam penelitiannya menyebutkan bahwa pada pasien
alergi sering disertai adanya gangguan tidur berupa sering
terjaga, lama tidur lebih pendek, dan gangguan tidur
lainnya. Gangguan tidur pada pasien alergi bisa terjadi
sejak bayi. Pada penelitian Judarwanto W di Jakarta
menunjukan bahwa bayi yang beresiko dan mempunyai
gejala alergi sejak lahir sering pada 3 bulan pertama
mengalami kesulitan tidur terutama pada malam hari.
Biasanya bayi sering terbangun terutama tengah malam
hingga menjelang pagi, kadang disertai sering rewel dan
menangis pada malam hari. Pada usia yang lebih besar
biasanya ditandai dengan awal jam tidur yang larut
malam, tidur sering gelisah, kadang dalam keadaan tidur
sering mengigau, menangis dan berteriak. Pada anak usia
sekolah, remaja, dan dewasa biasanya ditandai dengan
mimpi buruk pada malam hari. Judarwanto W tahun 2002
mengemukakan bahwa dalam pengamatan pada 245 anak
dengan gangguan pencernaan karena alergi, didapatkan
80% anak mengalami gangguan tidur malam. Setelah
dilakukan penatalaksanaan diet alergi, menunjukan 90%
pasien tersebut terdapat perbaikan gangguan tidurnya.
Beberapa penelitian lain menunjukan adanya
hubungan antara penyakit alergi dengan gangguan
kepribadian seperti sifat pemalu dan sifat agresif. Pada tes
kepribadian dapat terlihat bahwa pasien alergi lebih
mengutamakan tindakan fisik, sulit menyesuaikan diri
dalam lingkungan sosial, dan mempunyai mekanisme
defensif yang kurang baik. Jumlah serangan alergi yang
dilaporkan oleh pasien ternyata meninggalkan kecemasan,
depresi, kesulitan berkonsentrasi, dan kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial.
Masalah lain yang terjadi di masyarakat kita saat ini
adanya prasangka yang berlebihan terhadap pasien terutama
anak-anak yang mengalami kelainan kulit yang disertai gatal.
Pada umumnya mereka langsung menghubungkan dengan
alergi makanan. Dugaan tersebut telah cukup dijadikan
alasan untuk menghindari makanan yang dicurigai tanpa
pembuktian yang jelas. Yang lebih memprihatinkan lagi
adalah dugaan tersebut dikemukakan pula oleh para
dokter, termasuk dokter umum, dokter spesialis anak, atau
dokter spesialis kesehatan kulit dan kelamin. Sehingga
akibat pelarangan tersebut akan menyebabkan berbagai
gangguan kuantitas makan dan kualitas nutrien yang
sangat diperlukan untuk pertumbuhan anak, dan akhirnya
akan mempengaruhi perkembangan fisik maupun mental.
Penanganan alergi harus dilakukan secara benar,
paripurna dan berkesinambungan. Pemberian obat terus
menerus bukanlah jalan terbaik dalam penanganan alergi,
tetapi yang paling ideal adalah menghindari penyebab
yang bisa menimbulkan keluhan alergi tersebut.
Realisasi paradigma sehat yang sebagian besar
tertuang di dalam Visi Indonesia Sehat 2010, masih cukup
jauh dari harapan. Salah satu faktor penting yang
menyebabkan program kesehatan di negara kita belum
berhasil baik adalah kebijakan kita masih terjebak dalam
level kuratif atau pengobatan. Ini sangat bertolak belakang
dengan Paradigma Sehat yang lebih menomorsatukan
terbangunnya kesadaran sehat di masyarakat. Kesadaran
sehat akan banyak berpengaruh terhadap status kesehatan
setiap orang. Sementara status kesehatan tergantung dari
perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan, dan genetika.
Reformasi bidang kesehatan bukan lagi bahasa
yang baru, hanya saja agendanya perlu dipertegas kembali
sebagai landasan pembangunan selanjutnya. Jika
disederhanakan, agenda reformasi kesehatan agar lebih
mengutamakan partisipasi masyarakat dalam menyusun
dan menyelenggarakan aspek kesehatannya dengan sedikit
mungkin intervensi pemerintah. Sudah saatnya penyelenggaraan kesehatan diprakarsai oleh masyarakat sendiri,
sehingga pemaknaan atas hidup sehat menjadi sebuah
budaya baru, di mana di dalamnya terbangun kepercayaan,
penghargaan atas hak hidup dan menyuburnya berbagai
norma kemanusiaan lainnya.
Endang Sutedja
Departemen IK. Kulit dan Kelamin
FK Universitas Padjajaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung
103
Download