LAPORAN PENELITIAN PENERAPAN KONSEP TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DALAM KEBIJAKAN KORPORASI (SUATU KAJIAN NORMATIF) Oleh: Dewi Tuti Muryati, S.H. M.H. Efi Yulistyowati, S.H. M. Hum. Proyek Penelitian ini dibiayai oleh Universitas Semarang Dengan Surat Perjanjian Nomor : 239.25/ USM. H8/L/ 2009 YAYASAN ALUMNI UNIVERSITAS DIPONEGORO UNIVERSITAS SEMARANG FAKULTAS HUKUM 2010 i LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN DOSEN MUDA --------------------------------------------------------------------------------------------------1. a. Judul Penelitian : Penerapan Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Kebijakan Korporasi (Suatu Kajian Normatif) b. Bidang Ilmu : Ilmu Hukum (Hukum Perusahaan) --------------------------------------------------------------------------------------------------2. Ketua Peneliti a. Nama : Dewi Tuti Muryati, S.H. M.H. b. Jenis Kelamin : Perempuan c. NIS : 06557003801003 d. Pangkat / Golongan : Penata / III-C e. Jabatan Fungsional : Lektor f. Fakultas/Jurusan : Hukum/ Ilmu Hukum g. Universitas : Universitas Semarang --------------------------------------------------------------------------------------------------3. Jumlah Anggota Peneliti : 1 (satu) orang Efy Yulistyowati, SH. MHum. --------------------------------------------------------------------------------------------------4. Lokasi Penelitian : Kota Semarang --------------------------------------------------------------------------------------------------5. Jangka Waktu Penelitian : 6 ( enam ) bulan --------------------------------------------------------------------------------------------------6. Biaya Penelitian : Rp. 2.500.000,(dua juta lima ratus ribu rupiah) --------------------------------------------------------------------------------------------------7. Sumber Biaya : Universitas Semarang --------------------------------------------------------------------------------------------------Semarang, Mei 2010 Mengetahui, Dekan Fakultas Hukum Ketua Peneliti, Efi Yulistyowati, S.H., M.Hum. NIS: 06557003801006 Dewi Tuti Muryati, S.H. M.H. NIS: 06557003801003 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Semarang Indarto, S.E., Msi. NIS:06557000504065 ii LEMBAR REVIEWER __________________________________________________________________ 1. a. Judul : Penerapan Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Kebijakan Korporasi (Suatu Kajian Normatif) b. Bidang Ilmu : Ilmu Hukum ( Hukum Perusahaan) __________________________________________________________________ 2. Ketua Peneliti a. Nama : Dewi Tuti Muryati, S.H. M.H. b. Jenis Kelamin : Perempuan c. N I S : 06557003801003 d. Pangkat / Gol. : Penata / III-C e. Jabatan Fungsional : Lektor f. Fakultas / Jurusan : Hukum / Ilmu Hukum g. Perguruan Tinggi : Universitas Semarang __________________________________________________________________ 3. Jumlah Anggota Peneliti : 1 (satu) orang Efy Ylistyowati,S.H. M. Hum. __________________________________________________________________ 4. Jangka Waktu Penelitian : 6 (enam) bulan __________________________________________________________________ 5. Lokasi Penelitian : Kota Semarang __________________________________________________________________ Semarang, Mei 2010 Menyetujui, Reviewer, Ketua Penelitian Muzayanah, S.H. M.H. Dewi Tuti Muryati, S.H. M.H. NIS: 06557003801033 NIS: 06557003801003 iii DOKUMENTASI UPT PERPUSTAKAAN Kepala UPT Perpustakaan Universitas Semarang dengan ini menerangkan bahwa laporan di bawah ini : Judul : Penerapan Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Kebijakan Korporasi (Suatu Kajian Normatif) Nama : 1. Dewi Tuti Muryati, S.H. M.H. 2. Efi Yulistyowati,S.H. M.Hum. Unit : Fakultas Hukum Telah didokumentasikan dengan nomor : …………………………………….. diperpustakaan Universitas Semarang untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Semarang, Mei 2010 Kepala UPT Perpustakaan Universitas Semarang N u r l i s t i a n i, S.Sos. NIS. 06557060687230 DAFTAR ISI iv Halaman Judul …………………………………………………… i Lembar Identitas dan Pengesahan ……………………………… ii Lembar Pengesahan Reviewer ………………………………….. iii Lembar Dokumentasi Perpustakaan …………………………… iv Daftar Isi ………………………………………………………….. v Daftar Tabel ……………………………………………………… vii Kata Pengantar …………………………………………………… viii BAB I BAB II PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ………………………… 1 B. PERUMUSAN MASALAH …………………... 3 C. SISTIMATIKA PENULISAN ……………….. 4 TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN DAN KONSEP TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) ……………….. 6 B. RUANG LINGKUP PENERAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN ………… 11 C. PERKEMBANGAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CSR) DI INDONESIA 13 D. KEBERLANJUTAN KORPORASI DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CSR) …………………………………………. 17 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ……. 21 BAB IV METODE PENELITIAN BAB V A. METODE PENDEKATAN ………………….. 22 B. SPESIFIKASI PENELITIAN ……………….. 22 C. JENIS DAN SUMBER DATA ……………….. 22 E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ………… 23 F. ANALISIS DATA ……………………………. 23 HASIL DAN PEMBAHASAN v A. PENGATURAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CSR) BAGI KORPORASI 24 B. KONSEP TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CSR) MENURUT DUNIA USAHA ……………………………………….. 31 C. PENERAPAN KONSEP CSR DALAM KEBIJAKAN PERUSAHAAN ……………... BAB VI 37 PENUTUP A. SIMPULAN …………………………………… 48 B. SARAN …………………………………………. 50 DAFTAR PUSTAKA vi DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11 Triple Bottom Lines dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ………………………………………..... 11 Ilustrasi Kepres No. 90/1995 & Kepres No. 98/1998 25 Ilustrasi UU No. 19 Tahun 2003 …………………… 27 Ilustrasi UU No. 25 Tahun 2007 …………………… 28 Ilustrasi UU No. 40 Tahun 2007 …………………… 30 Contoh praktek CSR dengan focus product & Environment support ………………………………… 35 Contoh praktek CSR – INDOSAT DAN XL ……… 36 Contoh praktek CSR – TELKOM DAN PERTAMINA 36 Contoh program operasional CSR yang diklasifikasikan Dalam beberapa bidang ……………………………. 40 Contoh pembagian wilayah ………………………… 42 Contoh pengalokasian dana yang dilakukan oleh Salah satu BUMN …………………………………… 42 vii KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah berkenan melimpahkan rahmatNya sehingga penelitian ini dapat selesai dengan baik dan tepat waktu. Laporan hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca guna menambah wacana mengenai penerapan konsep tanggung jawab sosial perusahaan dalam kebijakan korporasi (suatu kajian normatif). Menyadari bahwa penelitian ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, maka pada kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih kepada : 1. Prof. Dr. H. Pahlawansjah Harahap, SE, ME., Rektor Universitas Semarang yang telah berkenan memberikan kepercayaan kepada Peneliti untuk melakukan penelitian. 2. Indarto,SE. MSi., Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Semarang yang telah menyeleksi dan menerima usulan penelitian ini. 3. Efy Yulistyowati, SH. MHum., Dekan Fakultas Hukum Universitas Semarang yang selalu memberikan dukungan dan kepercayaan kepada Peneliti untuk melakukan penelitian. 4. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah mendukung selesainya penelitian ini. Seiring doa dan terima kasih, semoga amal Bapak/ Ibu diberkati oleh Allah SWT. Peneliti sadar bahwa kesempurnaan belum sepenuhnya terwujud dalam penelitian ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan. Semarang, Mei 2010 Tim Peneliti viii BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dinamika pembangunan nasional pada satu sisi diharapkan memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas kesejahteraan hidup masyarakatnya, tetapi pada sisi lain juga dapat menimbulkan kekhawatiran terhadap merosotnya kualitas lingkungan hidup secara permanen dalam jangka panjang. Kekhawatiran ini cukup beralasan, karena kenyataan menunjukkan bahwa lingkungan hidup di negeri ini belum aman atau terhindar dari ancaman dan pencemaran akibat buangan limbah industri dan terjadinya degradasi lingkungan sebagai akibat eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan yang dilakukan oleh korporasi. Beberapa tahapan proses di dalam kegiatan korporasi dikenal banyak membawa masalah terhadap lingkungan, karena terjadinya eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan menghasilkan limbah yang mencemari lingkungan selama proses produksi serta dapat menimbulkan masalah kesehatan bagi pemakai produk akhir. 1 Jika berpegang kepada laporan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan, maka korporasi yang melakukan kegiatan usahanya dengan merusak lingkungan harus menerima tanggung jawab sosial yang luas dan berjanji akan mengacuhkan pertimbangan lingkungan pada semua tingkat. 2 Hal ini semestinya disadari dan menjadi acuan bagi korporasi untuk melakukan berbagai upaya pencegahan pencemaran lingkungan hidup akibat limbah yang dihasilkannya dan memanfaatkan sumber daya alam secara bijaksana. Upaya pencegahan pencemaran lingkungan hidup akibat buangan limbah dan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, adalah persoalan mendasar dalam aktivitas pembangunan. Salah satu bentuk komitmen korporasi terhadap lingkungan hidup adalah dengan mengimplementasikan tanggung jawab sosial perusahaan atau 1 Isminingsih Gitoparmojo dan Wiwin Winiati, Menuju Produk dan Teknologi Bersih Dalam Industri Tekstil dalam Sonny Yuliar, et.al., Paradigma Produksi Bersih (Mendamaikan Pembangunan Ekonomi dan Pelestarian Lingkungan), Bandung, Penerbit Nuansa bekerja sama dengan Pusat Penelitian Teknologi ITB, 1999, hlm. 197. 2 Gro Harlem Brutland, dkk., Hari Depan Kita Bersama., Jakarta, Gramedia, 1988, hlm. 305. 1 Corporate Social Responsibility (CSR) dalam aktivitas perusahaan. Konsep tanggung jawab sosial perusahaan memang telah menjadi isu yang banyak diperbincangkan sejak awal 2000-an dan baru mendapatkan perhatian khusus di Indonesia sejak disahkan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Yang melatarbelakangi diterapkannya konsep tanggung jawab sosial perusahaan tersebut adalah selain adanya ketimpangan ekonomi antara pelaku usaha dengan masyarakat disekitarnya, kegiatan operasional korporasi umumnya juga memberikan dampak negatif, misalnya eksploitasi sumber daya dan rusaknya lingkungan disekitar operasi korporasi tersebut. Terlepas dari kontroversi yang menyertainya, perusahaan, terutama yang berbasis sumber daya alam, berkewajiban untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan, walaupun seharusnya bersifat sukarela. Dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tersebut, definisi tanggung jawab sosial dan lingkungan lebih menitikberatkan kepada pengembangan komunitas (community development). Di luar “kewajiban” untuk mengikuti peraturan, tanggung jawab sosial perusahaan memang sepatutnya dilaksanakan oleh perusahaan, dengan kesadaran sendiri dan bersifat sukarela, karena tanggung jawab sosial perusahaan saat ini telah menjadi semacam social license to operation bagi perusahaan, yang sebenarnya dapat dijabarkan dari perumusan misi perusahaan. 3 Tanggung jawab sosial perusahaan pada awalnya berkembang dari motif filantropis perusahaan, yang sering bersifat spontan dan belum terkelola dengan baik. Selanjutnya, dorongan eksternal berupa tuntutan masyarakat dan dorongan internal perusahaan agar perusahaan lebih peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungannya. Makna tanggung jawab sosial perusahaanpun meluas, bukan sekadar tanggung jawab terhadap masyarakat sekitar dan dan hanya bersifat filantropis, tetapi meluas keseluruh planet bumi, dan harus dikelola dengan sasaran yang jelas dan perencanaan yang baik. Di tengah masyarakat duni yang semakin kritis dan peduli terhadap keberlangsungan lingkungan dalam jangka panjang dan menjunjung nilai-nilai etika, tanggung jawab sosial perusahaan menjadi keharusan bagi perusahaan. Apalagi 3 A.B. Susanto, Reputation – Driven Corporate Social Responsibility (Pendekatan Strategic Management Dalam CSR), Erlangga, Jakarta, 2009, hlm. v. 2 perusahaan memperoleh manfaat dalam kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan ini, yang terutama berkaitan dengan manajemen reputasi. Tanggung jawab sosial perusahaan yang awalnya merupakan kegiatan filantropis ini pun berubah menjadi strategic philantropy, yang dikaitkan dengan strategi perusahaan dan dikelola secara profesional. Aspek yuridis yang melandasi implementasi tanggung jawab sosial perusahaan dalam kegiatan korporasi adalah, Kep. Menteri BUMN No. KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL), UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam Pasal 15 dan Pasal 34 UU No. 25 Tahun 2007 disebutkan bahwa bagi korporasi yang tidak melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan akan diberikan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, pembatalan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, sampai pencabutan kegiatan usaha, adapun Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 yang mengatur tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan pada Ayat 1 disebutkan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan / atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Walaupun konsep tanggung jawab sosial perusahaan pada banyak negara sudah merupakan bagian yang melekat dari dinamika korporasi, dan khususnya di Indonesia telah mempunyai dasar hukum juga sudah mulai dipahami serta dilaksanakan oleh sebagian pelaku usaha, namun masih ada yang beranggapan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan adalah sebagai beban bagi korporasi. B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian, maka dapat dikemukakan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaturan tanggung jawab sosial perusahaan bagi korporasi ? 2. Bagaimanakah konsep tanggung jawab sosial perusahaan menurut dunia usaha? 3. Bagaimanakah penerapan konsep CSR dalam kebijakan perusahaan ? 3 C. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika ini dimaksudkan agar tidak terjadi penyimpangan dari judul dan lebih mudah dalam menelaah uraian yang disajikan secara keseluruhan. Penulisan laporan penelitian ini disusun dengan sistematika sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Pendahuluan terdiri dari tiga sub bab yang membahas mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka menguraikan landasan teori untuk menganalisa permasalahan yang dibahas. Tinjauan pustaka ini berisi kerangka pemikiran atau teori-teori yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Uraian pada bab ini meliputi pengertian dan konsep tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility), ruang lingkup penerapan tanggung jawab sosial perusahaan, perkembangan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) di Indonesia, keberlanjutan korporasi dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). BAB III : TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan dan manfaat penelitian membahas tentang tujuan dilakukannya penelitian tersebut, serta manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian. BAB IV : METODE PENELITIAN Metode penelitian menjelaskan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode pendekatan, spesifikasi penelitian, teknik penentuan sampel, teknik pengumpulan data dan analisa data. BAB V : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini diuraikan dan dianalisa mengenai penerapan konsep tanggung jawab sosial perusahaan dalam kebijakan korporasi. Lebih lanjut pembahasan difokuskan pada tiga hal yaitu pengaturan tanggung jawab sosial perusahaan bagi korporasi, konsep tanggung jawab sosial perusahaan menurut dunia usaha, dan penerapan konsep CSR dalam kebijakan perusahaan. 4 BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini mengutarakan tentang simpulan peneliti terhadap hasil penelitian ini. Disamping itu disampaikan juga saran-saran sebagai masukan untuk perbaikan dikemudian hari. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN DAN KONSEP TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) Walaupun telah menjadi isu global, sampai saat ini belum ada suatu definisi tunggal dari Corporate Social Responsibility. Secara etimologis Corporate Social Responsibility dapat diartikan sebagai tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Korporasi. The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), suatu lembaga internasional yang beranggotakan lebih dari 120 multinational company, dalam publikasinya Making Good Business Sense mendefinisikan Corporate Social Responsibility sebagai “Continuing commitment by business to behave athically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large” (komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas). 4 Dalam Pasal 1 butir 3 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas memberikan pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan sebagai komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Fajar Nursahid mengemukakan pengertian tanggung jawab sosial perusahaan sebagai tanggung jawab moral suatu organisasi bisnis terhadap kelompok yang menjadi stakeholder-nya yang terkena pengaruh, baik secara langsung atau tidak langsung dari operasi perusahaan. Lebihlanjut dikemukakan bahwa dalam pengertian terbatas, tanggung jawab sosial perusahaan dipahami sebagai upaya untuk tunduk dan memenuhi hukum dan aturan main yang ada, yaitu menggunakan seluruh sumber dayanya untuk aktivitas yang mengabdi pada akumulasi laba. Sedangkan dalam pengertian luas tanggung jawab sosial 4 Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Fascho Publishing, Gresik, 2007, hlm. 7. 6 perusahaan dipahami sebagai konsep dimana suatu organisasi dipandang sebagai agen moral. 5 Schemerhorn memberi definisi Corporate Social Responsibility sebagai suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara-cara mereka sendiri dalam melayani kepentingan organisasi dan kepentingan publik eksternal. Secara konseptual, Corporate Social Responsibility adalah sebuah pendekatan di mana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis dan interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan. 6 Di dalam The Handbook for Corporate Action, yang diterbitkan oleh International Union for Conservation on Nature (IUCN) pada tahun 2002 Corporate Social Responsibility diartikan sebagai pengambilan keputusan yang dikaitkan dengan nilai-nilai etika, ikut menegakkan aturan-aturan hukum yang berlaku, melindungi hak asasi manusia, masyarakat serta melestarikan lingkungan dan sumber daya alam. 7 Penjabaran Corporate Social Responsibility tampak dalam cara perusahaan bersikap atau memperlihatkan perilaku ketika berhadapan dengan pihak lain sebagai salah satu cara untuk memperbaiki reputasi dan meningkatkan keunggulan kompetitif, yaitu dengan sukarela mengintegrasikan kepeduliannya terhadap masalah sosial dan lingkungan kedalam kegiatan usaha mereka. Lebih lanjut Harsono mengemukakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan adalah suatu keyakinan bahwa keputusan-keputusan bisnis harus dibuat dan dilaksanakan dalam batasan pertimbangan-pertimbangan sosial dan ekonomi. 8 Dari definisi-definisi tersebut belum ditemui kesepakatan bakunya, karena umumnya masih merujuk pada definisi yang umum digunakan di negara lain. Namun demikian, walaupun tidak mempunyai definisi tunggal, konsep ini menawarkan sebuah kesamaan, yaitu keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis dan perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan. Dengan demikian berarti perusahaan dihadapkan 5 Fajar Nursahid, Praktik Kedermawanan Sosial BUMN : Analisis terhadap Model Kedermawanan PT Krakatau Steel, PT Pertamina dan PT Telekomunikasi Indonesia, dalam Jurnal Galang Vol. 1, No. 2, 2006, hlm. 6-7. 6 Edi Suharto, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri, Memperkuat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility), PT Refika Aditama, Bandung, 2007, hlm. 102. 7 Sudharto P. Hadi, FX. Adji Samekto, Dimensi Lingkungan Dalam Bisnis, Kajian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Pada Lingkungan, Badan Penerbit UNDIP, Semarang, 2007, hlm. 120. 8 Harsono, Bisnis Pengantar, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta, 2001, hlm. 19. 7 pada berbagai macam kewajiban yang harus dipenuhi dan dilaksanakan olehnya agar kehidupan perusahaan dan manusia-manusia serta lingkungan alam yang terkait dan terlibat didalamnya dapat berkelanjutan. Awal mula munculnya konsep tanggung jawab sosial perusahaan adalah adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap korporasi. Korporasi yang dimaksud disini tidak hanya terbatas pada Perseroan Terbatas saja, tetapi setiap kegiatan usaha yang ada, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Seiring dengan perkembangan zaman,masyarakat semakin sadar akan pentingnya perlindungan atas hak-hak mereka dan kepedulian terhadap lingkungan. Masyarakat menuntut korporasi untuk lebih peduli pada masalah-masalah yang terjadi dalam komunitas mereka. Lebih jelasnya, masyarakat menuntut tanggung jawab sosial perusahaan. Pada tataran selanjutnya dunia usaha semakin menyadari bahwa korporasi tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) untuk menciptakan profit demi kelangsungan usahanya, melainkan juga tanggung jawab terhadap sosial dan lingkungannya. 9 Pemikiran yang mendasari hal ini adalah bahwa korporasi yang sehat secara finansial sekalipun tidak menjamin korporasi tersebut dapat terus eksis apalagi bertumbuh. Fakta menunjukkan bahwa masyarakat sekitar memiliki semacam “power” yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi eksistensi korporasi tersebut. Semakin baik citra korporasi tersebut ditengah-tengah masyarakat sekitarnya, semakin kondusif pula iklim usaha bagi korporasi tersebut. Konsep tanggung jawab sosial perusahaan didorong oleh terjadinya kecenderungan pada masyarakat industri yang dapat disingkat sebagai fenomena DEAF (yang dalam Bahasa Inggris berarti tuli) sebuah akronim dari Dehumanisasi, Equalisasi, Aquariumisasi, dan Feminisasi : 10 1. Dehumanisasi industri. Efisiensi dan mekanisasi yang semakin menguat di dunia industri telah menciptakan persoalan-persoalan kemanusiaan baik bagi kalangan buruh di perusahaan tersebut, maupun bagi masyarakat di sekitar perusahaan. “Merger mania” dan perampingan perusahaan telah menimbulkan gelombang Pemutusan 9 Yusuf Wibisono, Ibid, hlm. xxiv. Edi Suharto, Ibid, hlm. 103. 10 8 Hubungan Kerja dan pengangguran, ekspansi dan eksploitasi dunia industri telah melahirkan polusi dan kerusakan lingkungan yang hebat. 2. Equalisasi hak-hak publik. Masyarakat kini semakin sadar akan haknya untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan atas berbagai masalah sosial yang seringkali ditimbulkan oleh beroperasinya perusahaan. Kesadaran ini semakin menuntut akuntabilitas (accauntability) perusahaan bukan saja dalam proses produksi, melainkan pula dalam kaitannya dengan kepedulian perusahaan terhadap berbagai dampak sosial yang ditimbulkannya. 3. Aquariumisasi dunia industri. Dunia kerja kini semakin transparan dan terbuka laksana sebuah akuarium. Perusahaan yang hanya memburu rente ekonomi dan cenderung mengabaikan hukum, prinsip etis, dan filantropis tidak akan dapat dukungan publik. Bahkan dalam banyak kasus, masysrakat menuntut agar perusahaan seperti ini ditutup. 4. Feminisasi dunia kerja. Semakin banyaknya wanita yang bekerja, semakin menuntut penyesuaian perusahaan, bukan saja terhadap lingkungan internal organisasi, seperti pemberian cuti hamil dan melahirkan, keselamatan dan kesehatan kerja, melainkan pula terhadap timbulnya biaya-biaya sosial, seperti penelantaran anak, kenakalan remaja, akibat berkurangnya atau hilangnya kehadiran ibu-ibu di rumah dan tentunya di lingkungan masyarakat. Pelayanan sosial seperti perawatan anak (child care), pendirian fasilitas pendidikan dan kesehatan bagi anak-anak, atau pusat-pusat kegiatan olah raga dan rekreasi bagi remaja bisa merupakan sebuah “kompensasi” sosial terhadap isu ini. Lebih lanjut Archie B. Carrol mengemukakan konsep Piramida Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang memberi justifikasi logis sehingga sebuah perusahaan perlu menerapkan tanggung jawab sosial perusahaan bagi masyarakat di sekitarnya. Sebuah perusahaan tidak hanya memiliki tanggung jawab ekonomis, melainkan pula tanggung jawab legal, etis, dan filantropis. 11 1. Tanggung jawab ekonomis. Kata kuncinya adalah : make a profit. Motif utama perusahaan adalah menghasilkan laba. Laba adalah fondasi perusahaan. Perusahaan harus memiliki nilai tambah ekonomi sebagai prasyarat agar perusahaan dapat terus hidup (survive) dan berkembang. 2. Tanggung jawab legal. Kata kuncinya : obey the law. Perusahaan harus taat hukum. Dalam proses mencarai laba, perusahaan tidak boleh melanggar kebijakan dan hukum yang telah ditetapkan pemerintah. 11 Zaidi, Zaim dan Hamid Abidin, Menjadi Bangsa Pemurah : Wacana dan Praktek Kedermawanan Sosial di Indonesia, Piramedia, Jakarta, 2004, hlm. 59-60. 9 3. Tanggung jawab etis. Perusahaan memiliki kewajiban untuk menjalankan praktek bisnis yang baik, benar, adil, dan fair. Norma-norma masyarakat perlu menjadi rujukan bagi perilaku organisasi perusahaan. Kata kuncinya : be ethical. 4. Tanggung jawab filantropis. Selain perusahaan harus memperoleh laba, taat hukum dan berperilaku etis, perusahaan dituntut agar dapat memberi kontribusi yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas kehidupan semua. Kata kuncinya : be a good citizen. Para pemilik dan pegawai yang bekerja di perusahaan memiliki tanggung jawab ganda, yakni kepada perusahaan dan kepada publik yang kini dikenal dengan istilah nonfiduciary responsibility. Mengingat kemampuan perusahaan untuk bersaing sangat tergantung pada keadaan lokasi di mana perusahaan beroperasi, maka konsep Piramida Tanggung Jawab Sosial Perusahaan tersebut harus dipahami sebagai satu kesatuan. Oleh karena itu kemudian lahir suatu konsep yang dikemukakan oleh John Elkington pada tahun 1997 melalui bukunya “Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business “ yang menyatakan bahwa jika sebuah perusahaan ingin mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka perusahaan tersebut harus memperhatikan “3P” yaitu : 12 1. Profit. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang. 2. People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia. Beberapa perusahaan mengembangkan program tanggung jawab perusahaan, seperti pemberian beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal, dan bahkan ada perusahaan yang merancang berbagai skema perlindungan sosial bagi warga setempat. 3. Plannet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup keberlanjutan keberagaman hayati. Beberapa program tanggung jawab sosial perusahaan yang berpijak pada prinsip ini biasanya berupa penghijauan lingkungan hidup, penyediaan sarana air bersih, perbaikan pemukiman, pengembangan pariwisata (ekoturisme). 12 Edi Suharto, Ibid, hlm. 104-105. 10 Tabel 1. Triple Bottom Lines dalam Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam perkembangannya sampai saat ini masih sulit untuk menemukan konsep standar yang dapat dijadikan acuan pokok mengenai batasan dan kriteria yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. Di tingkat global, memang telah ada beberapa konsep pedoman yang harus dijalankan dalam tanggung jawab sosial perusahaan antara lain diterbitkan oleh organisasi internasional yang bersifat independen seperti Sullivan Principles, Global Reporting Initiative, organisasi negaranegara dalam kerangka PBB (Organization for Economic Cooperation and Development), dan dikeluarkan juga oleh organisasi non pemerintah. B. RUANG LINGKUP PENERAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN. Lingkup penerapan tanggung jawab sosial perusahaan menurut pendapat Prince of Wales International Business Forum merujuk pada lima pilar yaitu, Pertama upaya perusahaan untuk menggalang dukungan sumber daya manusia, baik internal (karyawan) maupun eksternal (masyarakat sekitar) atau disebut building human capital; Kedua, memberdayakan ekonomi komunitas atau strengthening economies; Ketiga, menjaga harmonisasi dengan masyarakat sekitar agar tidak terjadi konflik atau assessing social 11 cohession; Keempat, mengimplementasikan tata kelola yang baik atau encouraging good corporate governance; Kelima, memperhatikan kelestarian lingkungan atau protecting the environment. 13 Lebih lanjut Gurvy Kavei, seorang pakar manajemen dari Universitas Manchester menyatakan bahwa Corporate Social Responsibility ruang lingkupnya meliputi : 14 1. di tempat kerja, implementasinya mencakup aspek kesehatan dan keselamatan kerja, pengembangan knowledge dan skill karyawan, peningkatan kesejahteraan dan kepemilikan saham; 2. di komunitas, implementasinya berupa kontribusi dalam bentuk charity, philantrophy maupun community development; 3. terhadap lingkungan, implementasinya meliputi proses produksi dan produk yang ramah lingkungan, ikut serta dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Green Paper dari Komisi Masyarakat Eropa (2001) memberikan perspektif lain, bahwa tanggung jawab sosial korporat itu memiliki dua dimensi yaitu : 1. dimensi internal yang mencakup manajemen sumber daya manusia, kesehatan dan keselamatan kerja, beradaptasi dengan perubahan, manajemen dampak lingkungan dan sumber daya alam; 2. dimensi eksternal yang mencakup komunitas-komunitas lokal, mitra usaha, pemasok dan konsumen, hak asasi manusia, dan kepedulian pada lingkungan hidup. The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dalam salah satu publikasinya menyebutkan bahwa area-area yang menjadi objek dari tanggung jawab sosial perusahaan diantaranya adalah environmental stewardship, labour management, disclosure of information, competition, taxation, bribery and korruption, science and technology, dan consumer protection. 15 13 Ibid, hlm. 119. Ibid. 15 Widjaja, Gunawan dan Yeremia Ardi Pratama, Risiko Hukum & Bisnis Perusahaan Tanpa CSR, Forum Sahabat, Jakarta, 2008, hlm. 51. 14 12 Hasil penelitian Eleanor Chambers dengan kawan-kawan pada tahun 2003 mengklasifikasikan tanggung jawab sosial perusahaan dalam tiga aspek yaitu : 1. Keterlibatan dalam komunitas yang meliputi pengembangan masyarakat (community development), pendidikan dan pelatihan, kegiatan keagamaan dan olah raga. 2. Pembuatan produk yang bisa dipertanggungjawabkan secara sosial, yaitu kesehatan dan keselamatan kerja, proses dan produk yang ramah lingkungan termasuk kepedulian terhadap konservasi lingkungan hidup. 3. Employee relations, yaitu kesejahteraan pekerja dan keterlibatan pekerja. Mengingat belum adanya definisi tunggal yang diterima secara global oleh semua pihak, juga menimbulkan beragamnya pendapat mengenai ruang lingkup tanggung jawab sosial perusahaan. Setiap korporasi berhak menentukan sendiri bentuk tanggung jawab sosial perusahaan yang akan dilakukannya sesuai dengan kemampuan korporasi tersebut. Meskipun perdebatan masih akan berlanjut karena masalah tanggung jawab sosial perusahaan akan terus berkembang, namun ada beberapa isu penting yang sebagian besar telah disepakati menjadi perhatian uatama dalam tanggung jawab sosial perusahaan, seperti masalah transparansi dan akuntabilitas, hak asasi manusia, hak-hak pekerja, lingkungan, masyarakat dan komunitas sekitarnya. C. PERKEMBANGAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CSR) DI INDONESIA Citra positif CSR di Indonesia mencatat perkembangan menggembirakan akhirakhir ini. Pada halaman-halaman media cetak kini sering menyajikan advertorial bakti sosial perusahaan, bahkan sering menyebutkan CSR untuk kegiatannya. Beberapa perusahaan bahkan menyajikan informasi kegiatan CSRnya hingga satu halaman penuh surat kabar bahkan berhalaman-halaman majalah. Secara faktual, hal ini menjadi indikator penting bahwa pertimbangan-pertimbangan sosial sudah berdampingan dengan hitung-hitungan rasionalitas bisnis. Pada akhir tahun 2005 dicatat sebagai salah satu puncak momentum CSR di Indonesia melalui kehadiran CSR Award yang diselenggarakan oleh Corporate Forum for Community Development (CFCD) bekerjasama dengan majalah SWA dan berbagai 13 lembaga lainnya. Sebagian kalangan menyatakan bahwa momentum CSR Award masih di level sosialisasi pentingnya kesadaran terhadap CSR, bukan menilai CSR yang sesungguhnya. 16 Walaupun masih ditemukan kelemahan terutama dari sudut pandang konsep dan praktiknya, sebagai strategi publikasi tidak berlebihan jika CSR Award disebut sebagai momentum penting dalam meningkatkan kesadaran perusahaan akan keharusan memasukkan CSR sebagai bagian integral strategi bisnis. Perkembangan konsep dan praktik CSR di Indonesia tentu tak lepas dari perubahan geopolitik ekonomi internasional. Globalisasi yang mengusung isu demokratisasi membawa implikasi dimasukkannya agenda HAM serta penguatan masyarakat sipil, sekaligus kesempatan penting bagi perluasan sayap bisnis yaitu melalui upaya untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas lokal dan pelestarian lingkungan. PBB dan OECD, misalnya mengajukan standar yang didasarkan pada Deklarasi Hak Asasi Manusia (1948), Deklarasi PBB tentang Kelestarian Lingkungan (1972), serta Deklarasi Rio tentang Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan (1992), sebagai indikator yang mengikat perusahaan penggunanya. 17 Inisiatif penyelenggaraan CSR di Indonesia pun berhubungan dengan perubahan politik ekonomi paska Orde Baru, khususnya berkenaan dengan kebijakan desentralisasi yang menghasilkan Undang-undang Otonomi Daerah yang mengharuskan perusahaan mendudukkan diri sebagai mitra yang baik terhadap daerah di mana perusahaan tersebut melakukan kegiatannya. Perkembangan paling mutakhir dari CSR di Indonesia adalah masuknya aspek tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu Pasal 74. Pasal tersebut telah menjadikan Indonesia sebagai negara yang pertama kali mewajibkan CSR di dunia. Menyusul kemudian Inggris yang meregulasikan CSR bagi pelaku usaha di wilayahnya, sedangkan Amerika Serikat sekarang sedang mendiskusikan bill yang memuat pewajiban CSR. Kita sadari bahwa perumusan CSR dalam Pasal 74 UU PT memang problematik, terutama karena definisinya kurang begitu jelas (akan diperjelas dalam PP yang sedang disiapkan). 16 Beria Leimona dan Aunul Fauzi, CSR dan Pelestarian Lingkungan (Mengelola dampak : Positif dan negatif), Indonesia Business Links, Jakarta, 2008, hlm. xxii. 17 Ibid, hlm. xxiv. 14 Dengan dimasukkannya CSR dalam regulasi, kini perusahaan memang tidak memiliki pilihan, selain memasukkan konsep dan praktik CSR sebagai bagian integral dari penilaian kinerjanya. Perusahaan harus mampu menjalin hubungan baik yang konstruktif dengan berbagai kalangan, proaktif, memimpin inovasi, dan menemukan cara-cara baru demi kelangsungan dan keamanan bisnis. Memperhatikan hal tersebut maka sudah saatnya perusahaan-perusahaan dan kalangan bisnis di Indonesia mengambil prakarsa untuk mewujudkan tanggung jawab sosial perusahaan. Perusahaan dan kalangan bisnis sebagai pihak yang juga mendapatkan keuntungan dari bumi Indonesia (yang sesungguhnya juga harus dapat memberi keuntungan pada masyarakat Indonesia), harus semakin menyadari bahwa mereka harus juga berpartisipasi untuk mengentaskan kemiskinan dan memberdayakan masyarakat Indonesia agar mampu menghadapi tantangan masa depannya demi kemajuan bangsa, misalnya melalui pendidikan, pemberian bea-siswa, pelatihan dan sejenisnya. Tentu yang diharapkan industri semakin bertanggung jawab dalam melakukan operasinya, bukan sebaliknya. Memang tidak bisa dipungkiri masih ada pandangan yang bersikap curiga terhadap konsep tanggung jawab sosial perusahaan. Pandangan negatif tersebut dilatarbelakangi oleh penilaian bahwa perusahaan-perusahaan menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan sekedar untuk meredakan resistensi masyarakat ditengah laju kepentingan untuk meraup keuntungan sebanyak mungkin. Bahkan komitmen perusahaan-perusahaan pada masalah lingkungan misalnya, dipandang sebagai tidakan kamuflase. Mensikapi pandangan-pandangan negatif seperti itu maka kalangan industri justru harus semakin tertantang untuk membuktikan bahwa pandangan-pandangan negatif tentang tanggung jawab sosial perusahaan tidak benar adanya. Ada beberapa alasan yang kuat perlunya tanggung jawab sosial perusahaan untuk mendapatkan perhatian bagi pelaku usaha di Indonesia, yaitu : 18 1. Masyarakat Semakin Kritis Kondisi yang ada pada saat ini bahwa masyarakat semakin kritis, terbuka dan berani menyampaikan aspirasinya terhadap hal-hal yang menyangkut ketidakadilan, kerusakan lingkungan atau sikap ketidak pedulian. Tuntutan tersebut 18 Sudharto P. Hadi, FX. Adji Samekto, Ibid, hlm. 123-127. 15 adalah wajar, apalagi jika tuntutan tersebut untuk kepentingan bersama mewujudkan keadilan termasuk bidang lingkungan. Hal ini hendaknya menjadi perhatian bagi kalangan industri dan pelaku bisnis akan tuntutan untuk memiliki komitmen sosial selain komitmen finansial. Ketidak pedulian terhadap tuntutan masyarakat dapat mengakibatkan perusahaan dikenakan sanksi pemboikotan terhadap produk baik berupa barang maupun jasa yang dihasilkan perusahaan. 2. Mewujudkan Tanggung Jawab Bersama Tuntutan untuk memenuhi tanggung jawab sosial sebenarnya bukan hanya datang dari masyarakat, tetapi juga dari kalangan bisnis itu sendiri. Sejak tahun 1990-an dunia bisnis diperkenalkan dengan model pengelolaan lingkungan yang berparadigma “atur diri sendiri”. Paradigma pengelolaan lingkungan atur diri sendiri berangkat dari pemikiran bahwa tindakan untuk melindungi lingkungan tidak harus didasarkan pada keharusan-keharusan yang ditetapka pemerintah melalui hukum positifnya, tetapi dapat dilakukan atas prakarsa sendiri. Hal tersebut tercermin dari adanya setifikasi ecilabelling dan bertema tentang audit lingkungan, yaitu sertifikasi yang diberikan kepada suatu perusahaan yang didalam menjalankan kegiatan usahanya untuk melakukan proses produksi dari awal hingga akhir tidak berimplikasi buruk terhadap lingkungan dan Hak Asasi Manusia. Pelaku usaha sesungguhnya merasa khawatir apabila treck record-nya buruk di bidang lingkungan, maka kredibilitasnya dihadapan pemegang saham dan konsumen juga buruk. Mengingat kredibilitas yang tinggi akan berdampak positif pada meningkatnya harga saham perusahaan. 3. Bisnis Yang Berwajah Sosial Kinerja bisnis yang mencerminkan adanya komitmen sosial yang tinggi, merasa senasib sepenanggungan dengan masyarakat dan ikut bersama menyelesaikan persoalan masyarakat akan lebih mudah memperoleh simpati dari masyarakat dan berimplikasi pada munculnya citra posisitf perusahaan tersebut. Lebih-lebih kondisi sekarang, dimana berita mudah diakses oleh masyarakat, maka citra positif perusahaan menjadi sesuatu yang harus dipenuhi oleh perusahaan agar dapat menjalankan bisnisnya secara berkelanjutan. 16 4. Membuktikan Diri Sebagai Mitra Setia Masyarakat Kejujuran adalah salah satu modal dasar dalam dunia bisnis yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Manakala masyarakat mendapat bukti bahwa suatu perusahaan telah berbuat atau menyatakan sesuatu secara tidak jujur, maka perusahaan tersebut akan ditinggalkan. Masyarakat yang dalam hal ini terdiri dari bermacammacam segmen dan kepentingan akan lebih tertarik menggunakan produk suatu perusahaan yang tidak melakukan kebohongan. 5. Menjamin Bisnis Yang Berkelanjutan Adalah sesuatu yang memungkinkan apabila suatu perusahaan menunjukkan kinerja yang jujur, bertanggung jawab atas produknya, membuktikan diri sebagai mitra setia masyarakat dan menunjukkan tanggung jawab sosialnya, maka akan menumbuhkan hubungan yang langgeng antara perusahaan dengan stakeholders termasuk didalamnya masyarakat. D. KEBERLANJUTAN KORPORASI DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CSR) Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) merupakan kontribusi dunia usaha bagi pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan berkelanjutan adalah suatu upaya yang mendorong tercapainya kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Konsep ini menekankan pentingnya pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan standar lingkungan yang tinggi. 19 Pembangunan suatu negara bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, setiap insan manusia berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Dunia usaha berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan mempertimbangkan pula faktor lingkungan hidup. Dunia usaha saat ini tidak lagi hanya memperhatikan aspek keuangan saja, melainkan meliputi baik aspek keuangan, aspek sosial, dan aspek lingkungan yang biasa disebut sebagai triple bottom 19 Yusuf Wibisono, Ibid, hlm. 15. 17 line. Sinergi dari ketiga elemen ini merupakan kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). 20 Namun dalam kondisi saat ini, pelaku usaha juga mengalami berbagai tekanan yang cukup berat, mulai dari kepentingan untuk meningkatkan daya saing, tuntutan untuk menerapkan corporate governance, hingga masalah kepentingan stakeholder yang makin meningkat. Oleh karena itu, dunia usaha perlu mencari pola-pola kemitraan (partnership) dengan seluruh stakeholder agar dapat berperan dalam pembangunan, sekaligus meningkatkan kinerjanya agar tetap dapat bertahan dan berkembang menjadi perusahaan yang mampu bersaing. Salah satu bentuk peran korporasi dalam pembangunan adalah dengan mengimplementasikan CSR dalam kebijakan perusahaan dan melaksanakan dengan penuh komitmen serta mendapatkan dukungan sepenuhnya dari jajaran manajernya. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendorong dunia usaha lebih etis dalam menjalankan aktivitasnya agar tidak berpengaruh atau berdampak buruk pada masyarakat dan lingkungan hidup, sehingga pada akhirnya dunia usaha akan dapat bertahan secara berkelanjutan untuk memperoleh manfaat ekonomi yang menjadi tujuan dibentuknya dunia usaha. CSR merupakan salah satu strategi bisnis yang tujuan akhirnya adalah menjaga kelangsungan hidup perusahaan, yang dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan tiga hal yaitu : 21 1. Sustainability ekonomi Setiap perusahaan yang didirikan pasti memiliki tujuan dasar yaitu mencari keuntungan. CSR tidak berarti melakukan aktivitas sosial dan menjaga kelestarian lingkungan hingga mempengaruhi keuntungan perusahaan. Dalam melaksanakan CSR, perusahaan wajib memenuhi tujuan dasarnya, yaitu mencari keuntungan sebesar-besarnya. Sustainability ekonomi perusahaan adalah dasar bagi perusahaan dalam menjaga sustainability sosial dan lingkungan. Perusahaan akan dapat menjaga sustainability sosial dan lingkungan jika perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan. Sustainability ekonomi dapat dicapai dengan cara 20 21 Eka Tjipta Faoundation, Sustainable CSR, dalam Ibid, hlm. 43. Widjaja, Gunawan, ibid, hlm. 45. 18 mendapatkan keuntungan, meminimalisasi biaya dan memaksimalkan penjualan, membuat kebijakan-kebijakan bisnis yang strategis serta menjanjikan pengembalian yang menarik bagi para investor. 2. Sustainability Sosial Beroperasinya sebuah perusahaan ditengah-tengah masyarakat pasti akan menimbulkan dampak bagi masyarakat tersebut. Kehadiran perusahaan diharapkan sedikit banyak akan mengangkat derajat kesejahteraan masyarakat sekitarnya baik melalui perekrutan tenaga kerja maupun sumbangsih perusahaan secara langsung terhadap masyarakat tersebut. Dengan adanya CSR terhadap masyarakat sekitar, perusahaanpun sebenarnya terbantu dalam hal mendapatkan rasa aman dan nyaman dalam berusaha yang didapat dari masyarakat sekitarnya. Sustainability sosial terkait dengan upaya perusahaan dalam mengutamakan nilainilai yang tumbuh dalam masyarakat dan dilakukan dengan cara-cara antara lain mendukung upaya kesehatan masyarakat,penegakan Hak Asasi Manusia, pembangunan regional suatu negara dan melakukan persaingan usaha yang sehat. 3. Sustainability Lingkungan Lingkungan yang baik dan terpelihara adalah harapan dari semua pihak. Belakangan ini dunia disibukkan dengan masalah global warming yang mengancam kehidupan manusia. Dalam hal ini salah satu pihak yang disalahkan adalah perusahaan. Aktivitas kegiatan industri dituding sebagai penyebab utama terjadinya global warming. Banyaknya tuntutan dari masyarakat, LSM, dan organisasi internasional lainnya agar perusahaan memperhatikan masalah lingkungan, merupakan argumen yang kuat bahwa sustainability lingkungan merupakan hal yang sangat penting dalam menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Lingkungan yang baik dan terpelihara akan memberikan jaminan keberlanjutan kegiatan perusahaan terutama bagi perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam. Sustainability lingkungan ini dijaga oleh perusahaan antara lain dengan cara menggunakan teknologi ramah lingkungan demi mengurangi emisi gas buang, mengimplementasikan sistem manajemen resiko lingkungan yang efektif, menerapkan prinsip-prinsip eco-labelling dan lain-lain. 19 Menurut Eka Tjipta Foundation, CSR akan menjadi strategi bisnis yang inheren dalam perusahaan untuk menjaga atau meningkatkan daya saing melalui reputasi dan kesetiaan merek produk (loyalitas) atau citra perusahaan. Kedua hal tersebut akan menjadi keunggulan kompetitif perusahaan yang sulit untuk ditiru oleh para pesaing. Dilain pihak adanya kesadaran dari konsumen untuk membeli produk berdasarkan kriteria-kriteria berbasis nilai dan etika akan merubah perilaku konsumen di masa mendatang. 20 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN A.TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendeskripsikan secara analitis tentang penerapan asas tanggung jawab sosial perusahaan dalam kebijakan korporasi, sedangkan secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaturan tanggung jawab sosial perusahaan bagi korporasi . 2. Untuk mengetahui konsep tanggung jawab sosial perusahaan menurut dunia usaha. 3. Untuk mengetahui penerapan konsep CSR dalam kebijakan perusahaan. B. MANFAAT PENELITIAN 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong komitmen perusahaan untuk berperan dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat dengan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. 2. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan masukan bagi Pemerintah untuk memberikan ruang yang luas pada kenyamanan berusaha dengan memperhatikan faktor kelembagaan sehingga kebijakan yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan dapat terlaksana dengan baik. 21 BAB IV METODE PENELITIAN 1. Metode Pendekatan. Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Pendekatan normatif untuk mengkaji konsep tanggung jawab sosial perusahaan dengan menggunakan tolok ukur Undang-undang Perseroan Terbatas dan Undang-undang Penanaman Modal yang dapat disimpulkan dari pasal-pasal yang mengatur tentang tanggung jawab sosial perusahaan. 2. Spesifikasi Penelitian. Spesifikasi penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis, karena bertujuan memberikan gambaran secara menyeluruh, mendalam tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti. 22 Spesifikasi deskriptif analitis dalam penelitian ini karena diharapkan mampu memecahkan masalah dengan cara memaparkan keadaan obyek penelitian yang sedang diteliti apa adanya berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh pada saat penelitian dilakukan. 23 3. Jenis dan Sumber Data. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data ini merupakan hasil olahan/ tulisan/ penelitian pihak lain. Data sekunder dalam penelitian ini berupa dokumen-dokumen program tanggung jawab sosial perusahaan, peraturan-peraturan hukum yang terkait, tulisan ilmiah/ hasil-hasil penelitian, dll. Data sekunder di bidang hukum dibedakan menjadi tiga, yaitu : a. bahan-bahan hukum primer, adalah produk-produk hukum yang mengikat warga negara meliputi UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 8 Tahun 1999 tentang 22 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. III, UI Press, Jakarta, 1986, hlm. l0. Hadari Nawawi, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1992, hlm. 42. 23 22 Perlindungan Konsumen dan UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara; b. bahan-bahan hukum sekunder, adalah bahan-bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu memahami atau menganalisis bahan hukum primer, yang meliputi buku-buku ilmiah yang membahas tanggung jawab sosial perusahaan, hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan dan beberapa makalah, hasil seminar, jurnal ilmiah yang membahas tanggung jawab sosial perusahaan; c. bahan hukum tersier, adalah bahan hukum yang memberikan informasi mengenai bahan hukum primer maupun sekunder, Kamus Hukum, ensiklopedi, Black Law Dictionary. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data sekunder adalah dengan cara studi kepustakaan, kajian dokumen, dan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan tanggung jawab sosial perusahaan. 5. Analisis Data Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dengan teknik deduksi, hal ini dilakukan terhadap data yang sifatnya data sekunder yang diperoleh melalui kajian kepustakaan. Hasil editing kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan teori dan konsep yang hasilnya dideskripsikan secara kualitatif kemudian diambil kesimpulan. 23 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. PENGATURAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CSR) BAGI KORPORASI Wacana adanya tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) menyulut perdebatan perlunya diregulasikan atau tidak mengenai kewajiban perusahaan untuk melaksanakan CSR, mengingat belum semua perusahaan melaksanakan CSR tersebut. Pihak yang pro terhadap regulasi CSR, menyatakan bahwa dengan diregulasikannya CSR maka ada payung hukum untuk memaksa kepada perusahaan yang belum melaksanakan CSR. Disamping itu dengan adanya keberagaman definisi tentang CSR yang mengakibatkan bermacam-macam bentuk aplikasinya di lapangan, maka dengan adanya regulasi CSR akan memberikan keseragaman/ standarisasi pelaksanaan CSR sehingga akan memudahkan dalam audit sosial perusahaan terhadap lingkungan internal maupun lingkungan eksternal dari perusahaan. Meskipun kewajiban melaksanakan CSR bagi perusahaan merupakan suatu tindakan yang memang harus dilaksanakan tanpa suatu paksaan, namun ada sementara pihak yang keberatan jika CSR tersebut harus diregulasikan. Latar belakang penolakan tersebut adalah bahwa melaksanakan CSR merupakan kegiatan yang bersifat discretionary, yang mendorong perusahaan untuk mau atau tidak mau harus melaksanakan CSR. Sebab jika CSR tidak dilaksanakan maka perusahaan sendirilah yang akan mengalami kerugian akibat dampak sosial yang muncul, atau dengan kata lain CSR bukanlah suatu hal yang perlu dipaksakan tapi bentuk keberpihakan bisnis yang bersifat sukarela. Terlepas dari adanya pro dan kontra terhadap regulasi CSR, sejak tahun 1995 sejumlah produk hukum yang mengatur CSR di Indonesia telah ada, antara lain : 1. Kepres No. 90 Tahun 1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Bantuan yang diberikan untuk Pembinaan Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 yang menyebutkan : “Wajib Pajak Badan maupun orang pribadi dapat membantu sampai dengan setinggi-tingginya 2 persen dari laba atau penghasilan setelah Pajak Penghasilan 24 yang diperolehnya dalam satu tahun pajak untuk pembinaan Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1”. Kemudian dirubah melalui Kepres No. 92 Tahun 1996 menjadi : “Wajib Pajak Badan atau Orang Pribadi wajib memberikan bantuan untuk pembinaan Keluarga Prasejahtera dan Sejahtera 1 sebesar 2 persen dari laba atau penghasilan setelah Pajak Penghasilan dalam satu tahun pajak”. Dalam perkembangannya kedua Kepres tersebut kemudian dicabut melalui Kepres No. 98 Tahun 1998. Meskipun kedua Kepres tersebut telah dicabut, namun konsep CSR tetap diwujudkan dalam bentuk program Pembinaan Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan menggunakan dana yang besumber dari penyisihan dua persen keuntungan setelah pajak selama satu tahun terakhir. Konsep CSR ini masih dimaknai sebagai sebuah kedermawanan sosial yang ditujukan untuk pengentasan keluarga miskin. Tabel 2. Ilustrasi Kepres No. 90/1995 & Kepres No. 98/1998 25 2. Berdasarkan UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dikenal dua bentuk badan usaha milik negara yaitu Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero). Pasal 2 juncto Pasal 66 ayat (1) UU BUMN mengatur tentang program kemitraan. Praktek CSR dalam BUMN berbeda dengan perusahaan non-BUMN yang secara normatif memahami sebagai suatu kedermawanan sosial. Sedangkan bagi BUMN implementasi CSR merupakan mandatory karena adanya instrumen yang bersifat imperatif yang berupa kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah tersebut lebih lanjut dituangkan melalui keputusan Menteri BUMN Nomor : Kep236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003 yang pada prinsipnya mengikat BUMN untuk menyelenggarakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan atau biasa disingkat dengan istilah PKBL. Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil dalam bentuk pinjaman baik untuk modal usaha maupun pembelian perangkat penunjang produksi agar usaha kecil menjadi tangguh dan mandiri. Sementara Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat untuk tujuan yang memberikan manfaat kepada masyarakat di wilayah usaha BUMN yang bersangkutan. Kemudian melalui Surat Edaran Menteri BUMN No. SE-433/MBU/2003 yang merupakan petunjuk pelaksanaan dari Keputusan Menteri BUMN Nomor : Kep.236/MBU/2003 ditentukan bahwa setiap BUMN disyaratkan membentuk unit tersendiri yang bertugas secara khusus menangani PKBL. Unit tersebut menjadi bagian tak terpisahkan dari organisasi perusahaan dan bertanggung jawab langsung kepada salah satu anggota direksi yang ditetapkan dalam rapat direksi. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara BUMN No. 4 Tahun 2007, sumber dana yang dialokasikan untuk PKBL diambilkan dari laba bersih sebesar 2%. Dalam Permen tersebut ditentukan pula persyaratan mengenai pihak-pihak yang dapat memperoleh bantuan PKBL yaitu bagi pelaku usaha yang memiliki aset 200 juta atau omzetnya 1 milyar setahun. Dengan adanya ketentuan batasan pihak yang memperoleh bantuan tersebut adalah bertolak belakang dengan filosofi CSR yang tidak mengenal adanya persyaratan minimum asset/ omzet yang dimiliki bagi pengembangan kesejahteraan dan ekonomi masyarakat. 26 Tabel 3. Ilustrasi UU No. 19 Tahun 2003 3. Dalam Pasal 15 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ditegaskan amanat bahwa, setiap penanam modal berkewajiban menerapkan tata kelola perusahaan yang baik dan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan, untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Lebih lanjut dalam Pasal 17 disebutkan bahwa “Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan”. Dalam hal ini CSR diaplikasikan dalam bentuk pelaksanaan green mining dimana segala bentuk jenis usaha pada sektor tak terbarukan (pertambangan dan sejenisnya) diwajibkan untuk melakukan secara bertahap pemulihan lokasi operasional sesuai dengan standar kelayakan lingkungan. Selanjutnya lebih tegas didalam Pasal 15 butir b tercantum kewajiban tentang tanggung jawab sosial perusahaan sbb. “Setiap penenanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”. Bagi pelaku usaha yang tidak memenuhi kewajiban tersebut akan dikenai sanksi berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha dan/ atau fasilitas penanaman modal, atau pencabutan kegiatan usaha dan/ atau fasilitas 27 penanaman modal, sampai pembatalan kontrak, hal ini tercantum dalam Pasal 34 ayat (1) sbb. “Badan usaha atau usaha perorangan yang tidak memenuhi kewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial akan dikenai sanksi administratif”. Tabel 4. Ilustrasi UU No. 25 Tahun 2007. 4. UU No. 40 Tahun 2007 tentang Peseroan Terbatas juga mengatur aspek tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 74 yang menyatakan sbb. : Ayat (1), “perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”. Ayat (2), “tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran”. Ayat (3), “perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan”. Ayat (4), “ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah”. Dalam Pasal 74 ayat (1) yang dimaksud dengan “perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam” adalah perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam. Adapun yang 28 dimaksud dengan “ perseroan yang menjalankan kegitan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam” adalah perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam. Hal ini memberikan pengertian bahwa kegiatan usaha yang dimaksud tidak hanya melihat pada bisnis inti (core business) dari perusahaan tersebut. Walaupun tidak secara langsung melakukan eksploitasi sumber daya alam, tetapi kegiatan usahany berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam, maka perusahaan tersebut wajib melaksanakan tanggung jawab sosialnya. Hal ini berarti bahwa baik itu perusahaan pertambangan, industri perkayuan, industri makanan, yang kegiatan usahanya berhubungan langsung dengan sumber-sumber daya alam, maupun rumah sakit, perusahaan telekomunikasi, perbankan, percetakan dan perusahaan-perusahaan lain yang walaupun tidak secara langsung menggunakan sumber daya alam dalam kegiatan usahanya, wajib melaksanakan CSR. Adapun yang dimaksud dengan anggaran dan biaya CSR sebagaimana disebutkan dalam Pasal 74 ayat (2) adalah dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran yang diatur besarnya sesuai dengan manfaat yang hendak dituju dari pelaksanaan CSR berdasarkan kemampuan keuangan perseroan dan potensi risiko serta besarnya tanggung jawab yang harus ditanggung oleh perseroan sesuai dengan kegiatan usahanya. Kondisi tersebut pada dasarnya penentuan besar kecilnya dana untuk pelaksanaan CSR tetap memperhatikan tujuan pelaksanaan CSR yaitu sustainability perusahaan, lingkungan dan sosial. Selanjutnya yang dimaksud dengan sanksi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 74 ayat (3) adalah sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait. Artinya sanksi yang dikenakan bukan karena perusahaan tidak melakukan CSR menurut UU PT, melainkan sanksi yng karena perusahaan mengabaikan CSR sehingga perusahaan tersebut melanggar aturan-aturan terkait dibidang sosial dan lingkungan yang berlaku. 29 Tabel 5. Ilustrasi UU No. 40 Tahun 2007. 5. Berbagai macam peraturan perundang-undangan terkait dengan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan misalnya UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dengan demikian jelaslah bahwa konsep CSR yang semula hanya merupakan kewajiban moral, dengan adanya beberapa kebijakan di bidang CSR maka mejadi kewajiban yang dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum, tetapi khusus hanya bagi perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam. Bagi perusahaan lainnya, CSR hanya merupakan kewajiban moral saja. 30 B. KONSEP TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CSR) MENURUT DUNIA USAHA Walaupun sampai saat ini, secara konseptual, pemahaman mengenai CSR, baik itu dalam hal definisi, konsep, ruang lingkup maupun bentuk pelaksanaan masih cukup beragam dan terus berkembang dari waktu kewaktu, karena CSR adalah sebuah konsep yang terus berkembang. Akan tetapi terdapat beberapa hal yang telah menjadi kesepakatan umum yang diterima secara universal sebagai suatu konsep oleh perusahaanperusahaan terkait dengan pelaksanaan CSR. Adapun konsep CSR menurut dunia usaha dapat dikemukakan sebagai berikut : 24 1. Merupakan bagian dari strategi bisnis dan identitas perusahaan (corporate identity). Perusahaan menyadari bahwa tanggung jawabnya bukan lagi sekadar kegiatan ekonomi menciptakan profit demi kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggung jawab sosial dan lingkungan. Dasar pemikirannya, menggantungkan semata-mata pada kesehatan finansial tidak akan menjamin perusahaan bisa tumbuh secara berkelanjutan. Perusahaan meyakini bahwa program CSR merupakan investasi demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) usaha, bukan lagi dilihat sebagai sentra biaya (cost center) melainkan sebagai sentra laba (provit center) di masa mendatang. Logikanya sederhana, bila CSR diabaikan, kemudian terjadi insiden, maka biaya untuk mengcover resikonya jauh lebih besar dibandingkan nilai yang hendak dihemat dari alokasi anggaran CSR itu sendiri. CSR berada dalam koridor strategi perusahaan yang diarahkan untuk mencapai bottom line business goal yaitu mendatangkan keuntungan yang diyakini akan menjadi sumber keunggulan kompetitif yang sangat powerfull bagi perusahaan. Efek positifnya adalah kearah pembentukan citra, melampaui standar regulasi yang berlaku, mendongkrak nilai saham, atau memenangi kompetisi dan memperoleh penghargaan. 24 Widjaja, Gunawan, Ibid, hlm. 82-89 31 2. Bukan kegiatan philanthropy. Konsep CSR yang diterima dunia usaha juga tampak dan dapat disimpulkan melalui tiga laporan kegiatan CSR oleh Starbucks, Nestle dan Time Warner sebagai berikut : a. Starbucks memandang CSR sebagai, “For us corporate social responsibility is not just a program or a donation or a press release. It’s the way we do business every day”. b. Nestle memandang kegiatan CSR sebagai kegiatan yang dapat mempertahankan kesuksesan perusahaan dalam jangka panjang. Dalam rangka mempertahankan kesuksesan perusahaan harus menciptakan nilai (create value), tidak hanya untuk para shareholders saja tetapi juga bagi masyarakat. Oleh Nestle hal ini disebut “Creating Shared Value”, yang bukan merupakan philanthropy atau kegiatan tambahan, tetapi merupakan bagian yang fundamental dari strategi bisnis Nestle. c. Time Warner berkomitmen untuk menjadi world-class corporate citizen, dan sebagai warga negara yang bertanggung jawab, setiap kegiatan Time Warner harus berdasarkan sebuah standar etis yang tinggi. Menjadi good corporate citizen berarti bahwa Time Warner bekerja keras setiap hari disetiap area kegiatan mereka untuk melakukan bagian mereka dalam menciptakan dunia yang lebih baik, sebagaimana yang dikemukakan oleh Richard D. Parsons bahwa : “CSR is not an afterthought at our company. It is central to what we do. That’s because Time Warner cannot be a great company unless we are a good company”. Ketiga perusahaan tersebut memiliki pandangan yang sama bahwa CSR bukan sekadar kegiatan philanthropy, tetapi merupakan bagian dari kegiatan inti perusahaan mereka yang dilakukan setiap hari sebagaimana melakukan kegiatan usahanya. 3. Memerlukan keterlibatan dari semua stakeholders. Bahwa semua stakeholders dituntut untuk terlibat secara langsung, tidak ada salah satu stakeholders dirugikan karena penerapan CSR dalam perusahaan. Setiap stakeholders baik itu shareholders, karyawan, konsumen, bahkan pemerintah, rekanan bisnis dan setiap kelompok stakeholders harus mau berkorban untuk penerapan CSR, karena CSR merupakan komitmen dari setiap stakeholders. Pemerintah harus menyediakan sejumlah peraturan yang mendukung penerapan CSR dan memperhitungkan CSR sebagai bagian dari pengeluaran perusahaan, yang dapat 32 diperhitungkan dengan penghasilan kena pajak sehingga tidak memberatkan perusahaan. 4. Menuntut keterlibatan aktif perusahaan. Keterlibatan perusahaan harus berjalan secara berkesinambungan, direncanakan dan dengan target yang jelas, serta memiliki mekanisme evaluasi dan pelaporan yang jelas pula. Dalam penyelenggaraan perseroan yang baik, rencana CSR akan dijadikan satu dengan Rencana Kerja Tahunan Perseroan dan hasilnya dilaporkan dalam Laporan Tahunan Perseroan. Baik kegiatan perusahaan dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan, meningkatkan kesejahteraan masysrakat, pengembangan komunitas dan lainnya harus ada kontinuitas dari keterlibatan perusahaan. 5. Tujuan penerapan CSR adalah sustainability perusahaan, lingkungan dan sosial. Sebagai sebuah strategi bisnis, penerapan CSR bertujuan agar perusahaan dapat melakukan kegiatan bisnisnya dengan baik dan meminimalisir resiko yang muncul dari komunitas sekitar maupun dari lingkungan tempat perusahaan melakukan kegiatan bisnisnya. Sustainability perusahaan, lingkungan dan sosial akan sangat berpengaruh pada eksistensi perusahaan, oleh karena itu diperlukan tanggung jawab sosial perusahaan agar ketiganya dapat berjalan secara sinergis. 6. Pelaksanaan CSR disesuaikan dengan kemampuan perusahaan. Dengan luasnya ruang lingkup CSR, tidak berarti perusahaan memiliki tanggung jawab sosial yang tidak terbatas. Sebagai badan hukum yang memiliki fungsi ekonomis, perusahaan tidak hanya memiliki kewajiban untuk melaksanakan tanggung jawab sosialnya, tetapi juga memiliki hak untuk melakukan kegiatan usahanya dan mendapatkan keuntungan. Perusahaan berhak menentukan sendiri bentuk CSR yang akan dilakukan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas perusahaan dengan tetap memperhatikan hal-hal yang sudah disepakati secara umum mengenai konsep CSR. Bahwa CSR dilaksanakan baik untuk lingkup internal perusahaan yaitu bagi karyawan, shareholders dan lain-lain maupun lingkup eksternal perusahaan yaitu masyarakat dan lingkungan disekitar perusahaan. Dari kosep CSR tersebut diatas dapat dikemukakan bahwa menurut dunia usaha konsep CSR adalah bagian dari strategi bisnis dan identitas perusahaan (corporate identity), dan bukan kegiatan phylanthropy yang dilakukan dengan keterlibatan dari 33 seluruh stakeholders yang dalam pelaksanaannya memerlukan keterlibatan aktif dari perusahaan, dengan tujuan sustainability perusahaan, lingkungan dan sosial serta dilaksanakan sesuai dengan kemampuan perusahaan, guna memperoleh keuntungan yang optimal bagi perusahaan, masyarakat dan lingkungannya. Setiap korporasi memiliki kosep dan aplikasi CSR yang berbeda, namun pada dasarnya CSR melibatkan efektivitas bisnis dalam pengembangan relasi yang saling menguntungkan antara komunitas dan korporat. Meskipun setiap korporat memiliki kebebasan dalam melakukan aktivitas CSR yang hendak dilakukannya, pada dasarnya interpretasi tersebut dapat dikelompokkan dalam empat kategori tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu : 25 1. Tanggung Jawab Ekonomi (Economic Responsibilities) Hal ini berkaitan dengan mekanisme pricing yang dilakukan korporat, yaitu sebagai aktivitas ekonomi yang bersinergi dengan tanggung jawab sosial jika didasari pada itikad untuk memberikan harga yang memihak kepada konsumen. Artinya, harga yang diberikan merupakan representasi dari kualitas dan nilai sebenarnya dari barang atau jasa yang ditawarkan. Proses komunikasi melalui media iklan tidak bersifat menipu atau membohongi konsumen. Hal tersebut merupakan salah satu langkah yang dapat ditempuh guna mensinkronkan fungsi ekonomi dan aktivitas tanggung jawab sosial. 2. Tanggung Jawab Hukum (Legal Responsibilities) Saat korporat memutuskan untuk menjalankan operasinya di wilayah tertentu maka ia telah sepakat untuk melakukan kontrak sosial dengan segala aspek norma dan hukum yang telah ada maupun yang akan muncul kemudian. Tanggung jawab hukum oleh korporat merupakan kodifikasi sejumlah nilai dan etika yang dicanangkan korporat terhadap seluruh pembuat dan pemilik hukum yang terkait. Sudah seharusnya korporat menjalankan kepatuhan terhadap hukum dan norma yang berlaku. 3. Tanggung Jawab Etis (Ethical Responsibilities) Tanggung jawab etis berimplikasi pada kewajiban korporat untuk menyesuaikan segala aktivitasnya sesuai dengan norma sosial dan etika yang berlaku meskipun tidak diselenggarakan secara tertulis formal. Tanggung jawab etis ini, bertujuan untuk memenuhi standar, norma, dan pengharap stakeholders terhadap korporat. Termasuk dalam tanggung jawab etis adalah kepekaan korporat dalam menjunjung kearifan dan adat lokal. Pengenalan terhadap kebiasaan, tempat sakral, opinion leader, kebudayaan, bahasa daerah, kepercayaan dan tradisi menjadi sebuah kemutlakan guna menjalankan tanggung jawab etis. 4. Tanggung Jawab Filantropis (Philanthropic Responsibilities) Tanggung jawab filantropis ini seyogyanya dimaknai secara bijak oleh korporat. Tidak hanya memberikan sejumlah fasilitas dan sokongan dana, korporat juga 25 Archie Carrol, dalam Reza Rahman, Corporate Social Responsibility (Antara Teori dan Kenyataan), Medpress, Yogyakarta, 2009, hlm. 37-38. 34 disarankan untuk dapat memupuk kemandirian komunitasnya. Tanggung jawab ini didasari dari itikad korporat untuk berkontribusi pada perbaikan komunitas secara mikro maupun makrososial. Tanggung jawab filantropis merupakan wujud konkret berupa pembangunan fisik yang dilakukan korporat terhadap komunitas. Pengalokasian sepuluh persen dari keuntungan untuk aktivitas filantropis tidak akan menjadi pemicu kerugian melainkan mendorong pada pencapaian keuntungan jangka panjang. Apabila keempat unsur tanggung jawab di atas teraplikasikan secara menyeluruh maka akan terselenggara sebuah Total CSR. Namun dalam kenyataannya tanggung jawab perusahaan masih didominasi oleh tanggung jawab ekonomi yang menuntut perusahaan senantiasa menghasilkan keuntungan, sebagai prasyarat agar dapat melaksanakan tanggung jawab yang lain (legal, etis, dan filantropis). Kondisi ini dapat dimengerti mengingat pada tahap awal pertumbuhan sebuah organisasi, motif untuk dapat bertahan dan untuk terus beropersi menjadi pertimbangan utama. Tabel 6. Contoh praktek CSR dengan fokus product & environment support : Nama Perusahaan Levi’s Co Tahun Launching Pertengahan Desember 2007 Target Market SES A Psikografi Laki-laki dan perempuan yang menyukai life style dan cinta lingkungan. Berumur 15-34 tahun Positioning Semua orang yang mencintai lingkungan dengan tagline 100% terbuat dari bahan organik Channel Lokasi Levi’s Store : Jakarta, Bandung, Surabaya, Bali, Pekanbaru, Padang, Balikpapan, Makasar, Samarinda, Pontianak, Batam. Jeans Shop : Bandung, Banjarmasin, Padang, Lampung. Departement Store : Sogo, Java, Golden Truly, dan Matahari. Komunikasi Tagline Penghijauan melalui Denim. Media Placement Media cetak, radio, dan media gathering. 35 Tabel 7. Contoh praktek CSR - INDOSAT DAN XL Nama Perusahaan Program CSR Indosat XL Indonesia Belajar : Dilakukan Program dalam pelatihan guru bentuk berprestasi, IPA matematika, Indonesia XL Care, & Community development di pendirian beberapa wilayah sekolah di Aceh, Beasiswa Indonesia, dll. dan di program pendidikan untuk semua. Indonesia Sehat : Berbentuk mobil klinik sehat keliling Indosat dan pelayanan kesehatan masyarakat. Berbagi bersama Indosat : Dalam bentuk SMS donasi dan SMS cinta duafa. Indosat Peduli : Bantuan pasca bencana, aktivitas comdev sekitar perusahaan. Tabel 8. Contoh praktek CSR - TELKOM DAN PERTAMINA Nama Perusahaan Program CSR Telkom Pembinaan usaha kegiatan sosial keagamaan, budaya Pertamina kecil, Pertamina dan Partnership program for pendidikan small dan olah pemagangan industri. and raga, enterprises, medium Beasiswa Pertamina, Reforesstation, dan Pertamina Program. 36 Sehati, Youth C. PENERAPAN KONSEP CSR DALAM KEBIJAKAN PERUSAHAAN Salah satu upaya untuk memudahkan penerapan CSR dalam suatu kebijakan perusahaan adalah dengan mempelajari dari perusahaan lain yang dinilai relatif lebih berhasil dalam mengimplementasikan program tersebut atau dengan istilah brenchmarking. Tentu saja tidak semua program yang bagus diimplementasikan pada perusahaan tertentu akan langsung cocok ketika diterapkan pada perusahaan lain. Oleh karena itu harus ada upaya kreatif untuk memodifikasi agar program dapat inline dengan situasi dan kondisi yang dihadapi oleh masing-masing perusahaan. Hal ini dapat dipahami karena masing-masing perusahaan mempunyai karakteristik lingkungan dan masyarakat yang berbeda. Sebagai contoh misalnya program yang well implemented di perusahaan ekstraksi tidak akan serta merta cocok bila dipraktikkan di perusahaan jasa. Dengan demikian perlu untuk memahami prinsip-prinsip dasar yang dapat menjadi pedoman untuk penerapan CSR secara umum sebagaimana diuraikan di bawah ini . Menyusun Perencanaan Program CSR Secara umum, perencanaan dibagi menjadi perencanaan jangka pendek (rencana operasional) berkisar satu tahun, rencana jangka menengah berkisar lima tahun, dan rencana jangka panjang (rencana strategis) diatas lima tahun. Adapun langkah-langkah yang dilakukan meliputi : 26 Pertama, Menetapkan Visi. Penetapan visi ini merupakan langkah penting dalam penyusunan program CSR, karena visi merupakan gambaran dari sesuatu yang ingin dicapai pada masa yang akan datang. Contoh visi dari perusahaan otomotif terkemuka “menjadi perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial serta ramah lingkungan”, perusahaan pulp and paper “terwujudnya masyarakat sejahtera-mandiri melalui kemitraan yang harmonis antara perusahaan dengan Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat”. Adapun visi yang dibuat hendaknya dalam koridor SMART yaitu specific, measurable (terukur), achieveable (dapat digapai), realistic (masuk akal), dan time-bound (alokasi waktu). 26 Yusuf Wibisono, Ibid, hlm. 125-138. 37 Kedua, Memformulasikan Misi Misi mendiskripsikan alasan mengapa perusahaan perlu melakukan program CSR. Misi mengembangkan harapan pada karyawan dan mengkomunikasikan pandangan umum dari perusahaan, menginformasikan mengenai identitas perusahaan dan apa yang akan dilakukan oleh perusahaan untuk program CSR. Atau dengan kata lain misi merupakan cara untuk mencapai visi yang diinginkan. Contoh misi dari perusahaan otomotif terkemuka : “Mewujudkan AG (inisial) sebagai perusahaan yang yang beroperasi secara excellent berdasarkan pada pendekatan triple bottom line, dengan meningkatkan stakeholders value guna mencapai sustainable business”. Contoh lain adalah misi salah satu perusahaan pulp and paper : “Membangun kemandirian masyarakat mengembangkan didalam sumberdaya alam mengembangkan dan lingkungan, asset dan ekonomi, meningkatkan sumberdaya manusia dan entitas sosial budaya”. Ketiga, Menetapkan Tujuan Tujuan merupakan hasil akhir atau wujud konkret dari sebuah visi. Tujuan merumuskan apa yang akan diselesaikan oleh perusahaan dan kapan akan diselesaikan dan sebaiknya diukur jika dimungkinkan. Keempat, Menetapkan Kebijakan Kebijakan perusahaan merupakan pedoman umum sebagai acuan pelaksanaan program CSR yang akan dijalankan. Berikut salah satu contoh bagaimana seharusnya kebijakan CSR pada sebuah perusahaan : 1. CSR merupakan investasi social perusahaan 2. CSR merupakan bagian dari strategi bisnis perusahaan 3. CSR merupakan upaya untuk memperoleh licence to operate perusahaan dari masyarakat 4. CSR merupakan bagian dari Risk Management Kelima, Merancang Struktur Organisasi Pelaksanaan program CSR dapat ditempatkan pada posisi yang berbeda pada masing-masing perusahaan. Banyak perusahaan yang menitipkan program CSR pada struktur eksisting, namun tidak sedikit pula yang telah membentuk sebuah struktur 38 organisasi yang secara khusus menangani program CSR-nya, bahkan langsung di bawah salah satu CEO atau direksi perusahaan tersebut. Hal ini tergantung dari komitmen manajemen, besar kecilnya dana atau kegiatan yang dikelola, dan harapan maupun kebutuhan. Sebagai kegiatan yang bersifat strategis, maka idealnya program CSR ditempatkan pada posisi struktur yang strategis dalam perusahaan. Semakin besar kegiatan yang dikelola tentunya memerlukan struktur organisasi yang lebih representatif. Tjuannya jelas, agar program CSR yang dijalankan bisa benar-benar focus, terarah dan termonitor dengan efektif. Disamping itu ada pula perusahaan yang ingin mendayagunakan program CSR dengan membentuk Yayasan (foundation) yang dikelola sendiri di luar struktur perusahaan. Keenam, Menyediakan SDM Keberhasilan pelaksanaan program CSR tidak dapat dilepaskan dari peranan SDM yang terlibat didalamnya. SDM merupakan aset perusahaan yang sangat berharga, merupakan penopang utama dalam pencapaian tujuan perusahaan. Oleh karena itu untuk menilai aset SDM tidak hanya ditentukan oleh kuantitas dan rincian jenjang pendidikan karyawan saja tetapi yang lebih penting adalah tingkat kualitasnya. Para praktisi CSR diharapkan mampu menyusun program dan kegiatan bagi perusahaan secara baik. Kegiatan CSR tidak lagi dipandang sekadar membagi-bagikan hadiah atau uang secara insidental, melainkan secara strategis merencanakan program yang dapat melahirkan dampak atau outcome bukan sekadar hasil atau output. Dengan demikian maka program dan kegiatan CSR dapat memberikan manfaat jangka panjang baik bagi organisasi maupun komunitas. Ketujuh, Merencanakan Program Operasional Program CSR sedapat mungkin diupayakan untuk tetap berorientasi baik untuk internal perusahaan maupun eksternal perusahaan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Berbasis pada sumberdaya lokal (Local Resources Based) 2. Berbasis pada pemberdayaan masyarakat (Community Development Baset) 3. Mengutamakan program yang berkelanjutan (Sustainable) 39 4. Dibuat berdasar perencanaan partisipatif (Participatory) atau didahului dengan need assessment 5. Linked dengan core business perusahaan 6. Fokus pada bidang prioritas Tabel 9. Contoh program operasional CSR yang diklasifikasikan dalam beberapa bidang (dikutip dari Natural Resources Canada). Bidang-bidang Program CSR Komunitas dan Masyarakat Luas Program-program Karyawan Program Penanganan Pelanggan/ Produk Program CSR yang bisa dilakukan Mempekerjakan tenaga lokal Membeli produk lokal Mendukung karyawan yang bersedia menjadi sukarelawan Jadwal kerja yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal Filantropi Kajian dampak sosial Keberagaman di tempat bekerja (khususnya dalam manajemen) Keseimbangan kerja (waktu yang fleksibel) Bagi hasil/ opsi saham Manfaat bagi karyawan paruh waktu Pelatihan/ kemajuan karier Program pengembangan masyarakat Pemantauan HAM Progra diversity pemasok Program untuk penduduk setempat Program merespon kondisi darurat Latihan kepekaan kultural bagi para staf Partisipasi karyawan dlm pengambilan keputusan Pekerja anak/ HAM Kesehatan & keselamatan kerja Saluran komunikasi yang terbuka antara karyawan dan manajer Survei kepuasan karyawan Program bantuan karyawan/ insentif Penanganan produk Kajian pelanggan Pelabelan Komunikasi dengan pelanggan berdasarkan Informasi kesehatan dan standar perusahaan lingkungan pada produk dan jasa Keterlibatan pelanggan dalam pengembangan produk 40 Program Lingkungan Komunikasi & Pelaporan Pemegang Saham Program-program Pemasok Program Tata Pamong/ Pedoman Perilaku Rancangan lingkungan (mengembangkan produk yang ekoefisien) Manajemen daur ulang Pengadaan berwawasan lingkungan Manajemen B3 Evaluasi lingkungan atas investasi/ proyek modal Program gas rumah kaca Memasukkan data kontribusi sosial kedalam laporan tahunan Laporan ttg. lingkungan hidup Laporan ttg. tanggung jawab sosial korporat Kombinasi laporan sosial, ekonomi, dan lingkungan Program energi alternatif Efisiensi sumber daya (air, bahan baku, energi) Manajemen emisi(udara, tanah, air) Transportasi dan distribusi Ekologi industri/ memadukan produk sampingan Situs web Laporan yang disesuaikan dengan fasilitas lokal Berbagai laporan pada pemerintah Semua informasi tentang program atau kegiatan yang dijalankan perusahaan untuk melibatkan pemegang saham dalam hal-hal yang bersifat non finansial. Semua informasi tentang cara yang dilakukan perusahaan dalam menyampaikan informasi kepada pemegang saham minoritas yang memungkinkan mereka bisa berpartisipasi secara efektif dalam pengambilan keputusan perusahaan. Kajian atas pemasok Audit pemasok (lingkungan, kondisi ker Pelatihan atau bekerja ja, pekerja anak) bersama pemasok untuk memperbaiki kinerja Komunikasi dengan pemasok Kode etik Sistem penunjang kode etik Sistem akuntabilitas Kajian investasi (HAM, lingkungan hidup) Kedelapan, Membagi Wilayah Agar lebih fokus pada sasaran, perusahaan dapat membuat pembagian wilayah. Dasar pembagian wilayah ini sangat fleksibel, bisa berdasar lokasi, dampak, jenis, ukuran 41 dan dana yang disediakan perusahaan. Pembagian wilayah ini sangat membantu perusahaan untuk menentukan prioritas pelaksanaan program-program. Tabel 10. Contoh pembagian wilayah. RING LOKASI DAMPAK KETERANGAN OPERASI I 0–500 m dari pabrik Terkena dampak Desa yang langsung berhimpitan dengan pabrik II III IV 501-1000 m dari Potensi terkena Desa disekitar pabrik dampak langsung pabrik diluar ring I 1001-1500 m dari Tidak terkena Kecamatan di pabrik dampak langsung sekitar pabrik Lebih dari 1500 m Tidak terkena Seluruh wilayah di dampak langsung luar ring I s/d ring III Kesembilan, Mengelola Dana Implementasi CSR sangat tergantung dari dana yang disediakan oleh perusahaan. Program yang sangat bagus tidak ada artinya jika tidak didukung oleh pendanaan yang memadai. Yang lebih penting, bila dana telah dialokasikan adalah pengelolaannya. Karena tanpa pengelolaan yang baik dana besar sekalipun yang dialokasikan tidak akan memberikan benefit yang optimal. Tabel 11. Contoh pengalokasian dana yang dilakukan oleh salah satu BUMN. PRIORITAS ALOKASI L DIK KES PSU SIB BANTUAN RING I 45 % 5% 20% 35% 20% 20% RING II 25% 5% 25% 30% 20% 20% RING III 20% 5% 25% 30% 20% 20% RING IV 10% 5% 25% 30% 20% 20% 42 Keterangan : L DIK KES PSU SIB : Lingkungan : Pendidikan : Kesehatan : Prasarana/ sarana umum : Sarana ibadah Bagi perusahaan yang tidak mempunyai anggaran yang relatif besar, yang harus dititik beratkan adalah asas manfaat dan dampaknya. Untuk melaksanakan program CSR dapat dikelola berdasarkan pola sebagai berikut : 1. Program sentralisasi Perusahaan sebagai pelaksana/penyelenggara utama kegiatan. Begitukan tempat, kegiatan berlangsung di areal perusahaan. Pada prakteknya, pelaksanaan kegiatan bisa bekerjasama dengan pihak lain misalnya event organizer atau institusi lainnya sejauh memiliki kesamaan visi dan tujuan. 2. Program desentralisasi Kegiatan dilaksanakan diluar area perusahaan. Perusahaan berperan sebagai pendukung kegiatan tersebut baik dalam bentuk bantuan dana, material maupun sponsorhip. 3. Program kombinasi Pola ini dapat dilakukan terutama untuk program-program pemberdayaan masyarakat, dimana inisiatif, pendanaan maupun pelaksanaan kegiatan dilakukan secara partisipatoris dengan beneficiaries. Adapun mekanisme pelaksanaan program atau kegiatan CSR dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Bottom Up Process Program berdasar pada permintaan beneficiaries, yang kemudian dilakukan evaluasi oleh perusahaan. 2. Top Down Process Program berdasar pada survey/ pemeriksaan seksama oleh perusahaan, yang disepakati oleh beneficiaries. 43 3. Partisipatif Program dirancang bersama antara perusahan dan beneficiaries. Langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi program, yang dapat dilakukan secara periodik misalnya harian, bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan tergantung dari kebutuhan perusahaan. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kekurangan atau masalah-masalah yang muncul pada penyelenggaraan kegiatan serta solusi yang akan diambil. Untuk mengetahui tingkat efektifitas program CSR, diperlukan parameter atau indikator untuk mengukurnya. Untuk itu dapat digunakan dua indikator keberhasilan yaitu indikator internal dan indikator eksternal : 27 1. Indikator Internal a. Ukuran Primer/ Kualitatif (M-A-O terpadu) - Minimize Meminimalkan perselisihan/ konflik/potensi konflik antara perusahaan dengan masyarakat agar terjalin hubungan yang harmonis dan kondusif. - Asset Aset perusahaan yang terdiri dari pemilik/pimpinan perusahaan, karyawan, pabrik dan fasilitas pendukungnya terjaga dan terpelihara dengan aman. - Operational Seluruh kegiatan perusahaan berjalan aman dan lancar b. Ukuran sekunder - Tingkat penyaluran dan kolektibilitas (umumnya untuk PKBL BUMN). - Tingkat compliance pada aturan yang berlaku. 2. Indikator eksternal a. Indikator Ekonomi 27 - Tingkat pertambahan kualitas sarana dan prasarana umum. - Tingkat kemandirian masyarakat secara ekonomis. - Tingkat peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat secara berkelanjutan. Ibid, hlm. 145. 44 b. Indikator Sosial - Frekuensi terjadinya gejolak/ konflik sosial. - Tingkat kualitas hubungan sosial antara perusahaan dengan masyarakat. - Tingkat kepuasan masyarakat (dilakukan dengan survey kepuasan). Pada tahap evaluasi tersebut, apabila diperlukan dapat meminta bantuan pihakpihak yang mempunyai kepakaran pada bidang CSR untuk menilai keberhasilan atau kegagalan program, sehingga dapat memberikan masukan apakah suatu program perlu dihentikan, dilanjutkan atau bahkan dikembangkan. Setelah melakukan serangkaian proses panjang sejak desain atau perencanaan program, implementasi program sampai evaluasi program maka tindakan terakhir adalah membuat laporan (reporting). Tindakan ini perlu dilakukan, selain untuk bahan evaluasi juga bisa menjadi alat komunikasi dengan shareholder dan stakeholder. Reporting suatu perusahaan ini mulai populer setelah stakeholders semakin menuntut agar perusahaan tidak hanya membuat laporan yang menyangkut kinerja keuangannya saja, namun juga laporan yang informatif mengenai aktifitas perusahaan terkait dengan aspek sosial dan lingkungan. Bentuk laporan tersebut disesuaikan dengan maksud pembuatan laporan itu sendiri, baik untuk kepentingan internal maupun untuk kepentingan eksternal. Beberapa contoh bentuk laporan dari beberapa perusahaan dapat dikemukakan di bawah ini : 1. PT Astra Motor Tbk. Memiliki Astra’s Corporate Social Responsibility, yang berisi komitmen dan aktivitas Astra dalam hal bantuan sosial, community development, lingkungan, K3 serta kegiatan sosial lainnya. 2. PT Unilever Indonesia Tbk. Mempunyai laporan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang memuat informasi seputar komitmen manajemen puncaknya, Yayasan Sosial beserta aktivitasnya, dan beberapa artikel yang menginformasikan operasional kegiatannya ramah lingkungan dan bersahabat dengan masyarakat. 45 3. Olympus Mempunyai Environmental Report untuk memberikan informasi seputar aktivitas korporasi terhadap masalah penanganan pelestarian lingkungan dan dilengkapi pula informasi mengenai aktivitas sosial. 4. Exxon Mobil Mencetak Corporate Citizenship Report yang berisi informasi seputar masalah tanggung jawab ekonomis, tanggungjawab lingkungan dan tanggung jawab sosial. Pada umumnya laporan tersebut berkaitan dengan informasi mengenai aktivitas korporasi dalam berinteraksi dan berkontribusi terhadap masyarakat atau informasi tentang tanggung jawab sosial korporasi sesuai dengan definisi tanggung jawab sosial yang dirujuk. Biasanya laporan yang dibuat oleh korporasi mencakup seluruh aspek triple bottom line yang meliputi : aspek ekonomi, aspek lingkungan dan aspek sosial dengan menyajikan informasi mengenai upaya-upaya yang dilakukan korporasi untuk menuju keberlanjutan bisnisnya. Di bawah ini contoh dari format report yang pada umumnya meliputi unsur-unsur sebagai berikut : 1. CEO statement 7. Sistem manajemen dan prosedur 2. Profil perusahaan 8. Hubungan dengan stakeholder 3. Ruang lingkup 9. Kinerja dan pemenuhan terhadap standar 4. Dampak 10. Target dan pencapaiannya 5. Tata kelola 11. Penghargaan2/external assurance 6. Kebijakan-kebijakan korporasi Sampai saat ini belum ada keharusan membuat CSR report, walaupun demikian akan sangat bermanfaat ketika suatu korporasi berinisiatif untuk membuatnya, mengingat kalangan stakeholders kian melihat aktivitas CSR sebagai barometer untuk menilai potensi keberlanjutan suatu korporasi. CSR merupakan sebuah konsep dimana perusahaan memutuskan secara sukarela untuk memberi kontribusi kepada masyarakat dengan lebih baik dan lingkungan yang lebih serasi. Perusahaan tidak bisa bertindak egois dalam menjalan kegiatan usahanya dengan hanya mengejar profit semata. Karena sebagai entitas bisnis, perusahaan tidak dapat begitu saja mengabaikan masyarakat dan lingkungannya. Perusahaan memang 46 seharusnya bertindak sebagai good citizen yang merupakan tuntutan dari good business ethics. Suatu konsep akan dapat berfungsi optimal bila para aktor pelakunya mempunyai kemauan, kemampuan, dan kesadaran untuk menerapkannya dengan serius dan dinaungi oleh aturan yang dilaksanakan dengan konsisten. Dengan demikian penerapan CSR dalam kebijakan perusahaan merupakan suatu tantangan sekaligus kesempatan bagi pelaku usaha untuk membangun coporate value di mata stakeholders-nya sehingga koporasi bisa berkelanjutan. 47 BAB V PENUTUP A. SIMPULAN Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1. Pengaturan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) bagi korporasi telah memberikan payung hukum yang memaksa perusahaan untuk melaksanakan CSR sebagai tanggung jawabnya kepada masyarakat dan lingkungan serta akan memberikan keseragaman/ stadarisasi dalam aplikasinya yang disesuaikan dengan kemampuan perusahaan. Adapun berupa regulasi yang telah mengatur mengenai CSR adalah sebagai berikut : a. Kepres No. 90 Tahun1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Bantuan yang diberikan untuk Pembinaan Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera 1, yang mengatur bahwa “Wajib pajak baik badan maupun orang pribadi dapat membantu sampai dengan setinggi-tingginya 2 persen dari laba dst. ........., kemudian peraturan ini diganti dengan Kepres No. 92 Tahun 1996 yang merubah ketentuan menjadi “Wajib pajak baik badan maupun orang pribadi wajib memberikan bantuan sebesar 2 persen dst. ......... Namun pada akhirnya kedua Kepres tersebut dicabut, walaupun demikian konsep CSR dalam Kepres ini masih dimaknai sebagai sebuah kedermawanan sosial yang ditujukan untuk pengentasan keluarga miskin. b. UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN yang memaknai CSR sebagai sebuah usaha untuk peningkatan pelaku usaha kecil dan menengah. Kemudian ditindak lanjuti Keputusan Menteri BUMN No. Kep.-236/MBU/2003 dengan mengeluarkan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (PKBL) yng diperkuat dengan Surat Edaran Menteri BUMN No. SE-433/MBU/2003 yang mensyaratkan agar BUMN memiliki unit tersendiri untuk mengawal pelaksanaan PKBL. Selanjutnya terbit Peraturan Menteri BUMN No. 4 Tahun 2007 mengatur dana yang dialokasikan untuk PKBL yaitu diambilkan dari 48 laba bersih sebesar 2% dan mensyaratkan bagi penerima bantuan harus yang memiliki aset 200 juta atau omzet 1 milyar setahun. c. UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 25 huruf b yang mewajibkan bagi setiap penanam modal di bidang eksplorasi SDA tidak terbarukan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. CSR diaplikasikan dalam bentuk pelaksanaan green mining di mana segala bentuk jenis usaha pada sektor tak terbarukan (pertambangan dan sejenisnya) diwajibkan untuk melakukan secara bertahap pemulihan lokasi operasional sesuai dengan standar kelayakan lingkungan. Adapun sanksi bagi yang melanggar adalah berupa teguran sampai pembatalan kontrak. d. UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 74 ayat (1) mewajibkan kepada perseroan yang menjalankan kegiatannya di bidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Kemudian dalam ayat (2) menyebutkan bahwa anggaran CSR diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang dilaksanakan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Lebih lanjut dalam ayat (3) mengatur mengenai sanksi bagi perseroan yang melanggar yaitu dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. e. Adapun peraturan perundang-undang terkait lainnya meliputi UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 2. Konsep tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) menurut dunia usaha dapat dikemukakan sebagai berikut : a. Merupakan bagian dari strategi bisnis dan identitas perusahaan (corporate identity); b. Bukan kegiatan philanthropy; 49 c. Dilakukan dengan melibatkan seluruh stakeholders perusahaan; d. Pelaksanaannya memerlukan keterlibatan aktif dari perusahaan; e. Dengan tujuan sustainability perusahaan, lingkungan dan sosial, dan f. Dilaksanakan sesuai dengan kemampuan perusahaan. Setiap korporasi memiliki konsep dan aplikasi yang berbeda, namun pada dasarnya CSR melibatkan efektifitas bisnis dalam pengembangan relasi yang saling menguntungkan antara komunitas dan korporasi. 3. Penerapan konsep CSR dalam kebijakan perusahaan dilakukan dengan memahami prinsip-prinsip dasar yang dapat menjadi pedoman secara umum, yaitu dengan menyusu perencanaan program CSR yang meliputi : a. Menetapkan Visi; b. Memformulasikan Misi; c. Menetapkan Tujuan; d. Menetapkan Kebijakan; e. Merancang Struktur Organisasi; f. Menyediakan SDM; g. Merencanakan Program Operasional; h. Membagi Wilayah; dan i. Mengelola dana. Upaya perusahaan dalam meningkatkan peran tersebut memerlukan sinergi multipihak yang solid terutama dari pemerintah dan masyarakat. B. SARAN a. Terkait dengan kewajiban pelaksanaan CSR, maka ada baiknya perusahaanperusahaan, khususnya yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam sudah mulai menyusun corporate identitynya, yang selanjutnya dihubungkan dengan code of conduct dan strategi perusahaan dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya. b. Pemerintah sebagai regulator diharapkan mampu mengoptimalkan perannya dalam mendukung tumbuh kembangnya penerapan CSR. 50 c. Pemegang otoritas publik hendaknya menegakkan kewajiban-kewajiban yuridis yang berhubungan dengan aspek-aspek CSR yang diikuti langkah-langkah penanganan secara konsisten berkaitan dengan kesejahteraan buruh, lingkungan kerja, kehidupan sosial sekitar, kelestarian alam dsb. 51 DAFTAR PUSTAKA BUKU Archie Carrol, 2009, dalam Reza Rahman, Coporate Social Responsibility (Antara Teori dan Kenyataan), Medpress, Yogyakarta. A.B. Susanto, 2009, Reputation – Driven Corporate Social Responsibility (Pendekatan Strategic Management Dalam CSR), Erlangga, Jakarta. Beria Leimona dan Aunul Fauzi, 2008, CSR dan Pelestarian Lingkungan (Mengelola dampak : Positif dan negatif), Indonesia Business Links, Jakarta. Edi Suharto, 2007, Pekerjaan Sosial Di Dunia Industri, Memperkuat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility), PT Refika Aditama, Bandung. Fajar Nursahid, 2006, Praktek Kedermawanan Sosial BUMN : Analisis Terhadap Model Kedermawanan PT Krakatau Steel, PT Pertamina dan PT Telekomunikasi Indonesia, Jurnal Galang, Vol 1, No. 2. Gro Harlem Brutland, et.al., 1988, Hari Depan Kita Bersama, Jakarta, Gramedia. Hadari Nawawi, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1992 Harsono, 2001, Bisnis Pengantar, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta. Isminingsih Gitoparmojo dan Wiwin Winiati, Menuju Produk Dan Teknologi Bersih Dalam Industri Tekstil, dalam Sonny Yuliar et.al., Paradigma Produksi Bersih (Mendamaikan Pembangunan Ekonomi dan Pelestarian Lingkungan), Bandung, Penerbit Nuansa bekerja sama dengan Pusat Penelitian ITB, 1999 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cetakan III, UI Press, Jakarta, 1986 Sudharto P. Hadi & Px. Adji Samekto, 2007, Dimensi Lingkungan Dalam Bisnis, Kajian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Pada Lingkungan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Widjaja dkk., 2008, Risiko Hukum dan Bisnis Perusahaan Tanpa CSR, Forum Sahabat, Jakarta. Yusuf Wibisono, 2007, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Fascho Publishing, Gresik. Zaidi Zaim dan Hamid Abidin, 2004, Menjadi Bangsa Pemurah : Wacana dan Praktek Kedermawanan Sosial di Indonesia, Paramedia, Jakarta. UNDANG-UNDANG UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup