pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca perdagangan - USU-IR

advertisement
PENGARUH NILAI TUKAR RIIL TERHADAP NERACA
PERDAGANGAN BILATERAL INDONESIA (MARSHALLLERNER CONDITION DAN FENOMENA J-CURVE)
TESIS
Oleh :
NANCY NOPELINE
077018017/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
PENGARUH NILAI TUKAR RIIL TERHADAP NERACA
PERDAGANGAN BILATERAL INDONESIA (MARSHALLLERNER CONDITION DAN FENOMENA J-CURVE)
TESIS
Untuk memperoleh Gelar Magister Sains
dalam Program Ekonomi Pembangunan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh :
NANCY NOPELINE
077018017
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
ABSTRACT
The purpose of this research is to identify the effect of real exchange rate on the
equilibrium of Indonesia bilateral trade against its main trade partner, which is Japan.
The data used is quarterly times series data 1990:01 – 2006:04 from International
Federal Statistics and Bank of Indonesia. The model of analysis used is CoIntegration Analysis Method and Error Correction Model (ECM) in the short run and
long run in order to find out the effect of real exchange rate toward the equilibrium of
Indonesia – Japan bilateral trade. The result shows that Indonesia bilateral trade with
its main trade partner on Long-Term met the terms of Marshall–Lerner Condition and
therefore the J–Curve Phenomenon also occurred. On the contrary, Marshall–Lerner
Condition did not meet on Short-Term, therefore J–Curve Phenomenon did not occur
in Indonesia trade with Japan. This means that the shock from real exchange rate does
not give solution to the equilibrium of short-term bilateral trade.
Key words: Marshall – Lerner Condition, J-Curve, Real Exchange Rate, Error
Correction Model, Short-Term, Long-Term
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca
perdagangan bilateral Indonesia terhadap mitra dagang utamanya yaitu, Jepang .
Dengan menggunakan data times series kwartalan 1990:01 – 2006:04 yang berasal
dari International Federal Statistic, dan Bank Indonesia. Metode analisis yang
digunakan adalah metode analisis kointegrasi dan model yang digunakan adalah
Error Correction model (ECM). Penelitian ini menggunakan jangka panjang dan
jangka pendek untuk mengetahui pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca
perdagangan bilateral Indonesia – Jepang. Hasil yang ditemukan bahwa perdagangan
bilateral Indonesia dengan mitra dagang utamanya dalam jangka panjang memenuhi
kondisi Marshall-Lerner sehingga fenomena J-curve juga terjadi. Sebaliknya
Marshall-lerner condition tidak terjadi dalam jangka pendek sehingga tidak terjadi
fenomena J-curve dalam perdagangan Indonesia dengan Jepang. Artinya shock dari
nilai tukar riil tidak memberikan perbaikan terhadap neraca perdagangan bilateral
dalam jangka pendek.
Kata kunci: Marshall – lerner condition, J-curve, nilai Tukar riil, Error Correction
model, jangka pendek, jangka panjang.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke-Hadirat Allah Bapa di Surga, karena
atas berkat rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul
“Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia
–Jepang (Marshall – Lerner Condition dan fenomena J- Curve)”.
Penulis juga menyadari dalam tesis ini masih banyak kekurangan, oleh
karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak agar dapat
menjadi lebih baik hasilnya.
Selama mengikuti perkuliahan dan penulisan tesis ini, penulis banyak
mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
dan penghargaan kepada:
1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTH&H, Sp.A(k), Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa.,B M.Sc Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
3. Ibu Murni Daulay, SE., M.Si, Ketua Program Studi Magister Ekonomi
Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai Dosen
Pembimbing I
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
4. Bapak Dr. Syaad Afifuddin, SE., Mec. Sekretaris Program Studi Magister
Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara
5. Bapak Iskandar Syarief, MA, Sebagai Dosen Pembimbing II yang Telah banyak
memberikan waktu dan pemikiran serta arahan kepada penulis
6. Bapak Irsyad Lubis, Bapak Rahmat Sumanjaya, Bapak Drs. Samad Zaino, M.Si
sebagai Dosen Penguji
7. Bapak dan Ibu dosen pengajar di Magister Ekonomi Pembangunan. Terima kasih
untuk semua ilmu yang telah diberikan.
8. Terimakasih dan cinta kasih kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Drs. S.
Sitompul dan Ibunda M. Sarumpaet yang selalu berkata, ”Kapannya Kau
Selesai! ”; Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada kakak dan abangku (
and also my leaders…) Bang Ganda dan Kak Imelda ; Bang Aseng dan Kak Eva
; serta
Keponakanku yang lucu-lucu dan sangat aku sayangi, Yolanda dan
Salomo.
9. Rekan-rekan mahasiswa angkatan XII Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, terutama Bu Peggy, Bu Rani, Kak
Shanty, Bang Leo, Ika, dan teman-teman yang lain yang tidak bisa disebutkan
namanya satu persatu (Ayo Semangat Donk !!).
10. Teman-teman EP UNILA terutama Widya (Manokwari) , Maya (Lampung),
Teman-teman SMU Methodist I Medan Vastita, Endang. Teman-teman guru di
SMP Primbana Medan beserta Murid-murid SMP Primbana yang selalu
menghibur penulis.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
11. Seluruh Staf dan karyawan sekretariat Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
12. Finally,.... SaMueL, walau kedatangan mu terlambat, tapi semangat dan kasih
sayang mu tidak pernah terlambat, semua tepat pada waktunya, thank you so
much.
Akhir kata, penulis berharap semoga Tuhan yang Maha Esa membalas dan
memberkati kebaikan mereka dan tesis ini dapat bermanfaat bagi yang
membutuhkannya. Amin
Medan, April 2009
Penulis
Nancy Nopeline
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Nancy Nopeline
Alamat
: Jl. Kopi XVII No. 12. Perumnas Simalingkar
Medan – 20141
Agama
: Kristen Protestan
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Tempat/Tgl. Lahir
: Medan, 06 November 1984
Jenis Kelamin
: Perempuan
Kewarganegaraan
: Indonesia
Nama Orangtua laki-laki
: Drs. Sintong Sitompul
Nama Orangtua Perempuan
: Merry Sarumpaet
Riwayat Pendidikan Formal
:
1. SD Budi Murni II Medan Lulus Tahun 1996
2. SMP Methodist I Medan Lulus Tahun 1999
3. SMU Methodist I Medan Lulus Tahun 2002
4. Sarjana Ekonomi Pembangunan Universitas Lampung Lulus Tahun 2006
5. Sekolah Pascasarjana USU Jurusan Ekonomi Pembangunan Lulus Tahun
2009
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
DAFTAR ISI
ABSTRACT ............................................................................................................ i
ABSTRAK .............................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR........................................................................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1
Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2
Perumusan Masalah ..................................................................... 14
1.3
Tujuan Penelitian ......................................................................... 14
1.4
Manfaat Penelitian ....................................................................... 15
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 16
2.1
Neraca Perdagangan..................................................................... 16
2.2
Nilai Tukar ................................................................................... 17
2.2.1 Nilai Tukar Nominal dan Nilai Tukar Riil.......................... 17
2.3
Marshall Lerner Condition........................................................... 19
2.3.1 Kasus Bickerdicke-Robinson-Metzler ................................ 22
2.4
J – Curve ...................................................................................... 22
2.5
Consumer Price Index .................................................................. 24
2.5.1 Tujuan Penghitungan IHK .................................................. 25
2.6
Produk Domestik Bruto .............................................................. 25
2.7
Penelitian Terdahulu .................................................................... 28
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
BAB III
2.8
Kerangka Pemikiran..................................................................... 33
2.9
Hipotesis Penelitian...................................................................... 34
METODE PENELITIAN ................................................................... 35
3.1
Jenis dan Sumber Data ................................................................. 35
3.2
Model Analisis ............................................................................. 35
3.3
Spesifikasi Model......................................................................... 37
3.4
Definisi Operasional .................................................................... 38
3.5
Metode Analisis ........................................................................... 39
3.5.1 Analisis Model Kointegrasi ................................................ 39
3.5.2 Analisis Error Correction Model......................................... 41
3.6
Uji Statistika................................................................................. 42
3.6.1 Uji Statistika t...................................................................... 42
3.6.2 Uji Statistika F .................................................................... 43
3.6.3 Koefisien Determinasi (R2) ................................................. 44
3.7 Uji Asumsi Klasik ........................................................................ 45
3.7.1 Multikolinieritas.................................................................. 45
3.7.2 Autokorelasi ........................................................................ 46
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN..................................................... 49
4.1
Uji Stasioneritas ........................................................................... 49
4.2
Hasil Estimasi Model ................................................................... 51
4.2.1 Hasil Estimasi Jangka Panjang............................................ 51
4.2.1.1 Pengujian Kointegrasi ............................................. 52
4.2.1.2 Uji Koefisien Determinasi (R2)............................... 53
4.2.1.3 Uji t-statistik............................................................ 54
4.2.1.4 Uji Keseluruhan ...................................................... 55
4.2.2 Uji Masalah dalam Model Regresi Linier........................... 56
4.2.2.1 Masalah Multikolinieritas ....................................... 56
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
4.2.2.2 Masalah Autokorelasi.............................................. 57
4.2.3 Hasil Estimasi Jangka Pendek (ECM) ................................ 58
4.3
Hasil Ekonomi Model ECM......................................................... 63
4.3.1 GDP Indonesia .................................................................... 63
4.3.2 GDP Jepang......................................................................... 64
4.3.3 Nilai Tukar Riil ................................................................... 66
4.3.4 Krisis Moneter 1997:04 – 1998:01 ..................................... 67
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 69
5.1
Kesimpulan .................................................................................. 69
5.2
Saran............................................................................................. 72
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 73
LAMPIRAN........................................................................................................... 76
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
Tabel 1.1
Perkembangan Ekspor di Indonesia
8
Tabel 1.2
Negara Utama Tujuan Ekspor menurut Hasil Komoditas
10
Tabel 4.1
Uji Stasioneritas Data Augmented Dickey Fuller test
50
Tabel 4.2
Hasil Uji Kointegrasi
53
Tabel 4.3
Hasil Pengujian t-statistik Model Kointegrasi
54
Tabel 4.4
Nilai F – tabel Model Kointegrasi
56
Tabel 4.5
Correlation Matrix
57
Tabel 4.6
Uji Autokorelasi Pada Lag 2
58
Tabel 4.7
Hasil Estimasi dengan ECM
60
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
Gambar 1.1
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US$
3
Gambar 1.2
Pangsa Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan
9
Gambar 1.3
Negara Tujuan Ekspor Indonesia (dalam %)
11
Gambar 1.4
Negara Asal Impor Indonesia (dalam %)
13
Gambar 2.1
Kurva J
23
Gambar 2.2
Bagan Kerangka Pemikiran
33
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
Halaman
Lampiran 1.
Data Nilai Ekspor Non-Migas Menurut Negara Tujuan
75
Lampiran 2.
Data Nilai Impor Non-Migas Menurut Negara Asal
75
Lampiran 3.
Data Neraca Perdagangan
75
Lampiran 4.
Data GDP Riil Indonesia
76
Lampiran 5
Data GDP Riil Jepang
76
Lampiran 6
Data Consumer Price Index (CPI) Indonesia
77
Lampiran 7
Data Consumer Price Index (CPI) Jepang
77
Lampiran 8
Data Rp/US$
78
Lampiran 9
Data Yen/US$
78
Lampiran 10
Data Nilai tukar Riil
79
Lampiran 11
Data Yang Digunakan untuk Proses Regresi
80
Lampiran 12
Data Yang Digunakan untuk Proses Regresi (Log)
81
Lampiran 13
Hasil Estimasi Jangka Panjang
82
Lampiran 14
Hasil Uji Autokorelasi (LM Test)
82
Lampiran 15
Uji Multikolinieritas (Correlation Matrix)
83
Lampiran 16
Hasil Regresi ECM
83
Lampiran 17
Hasil Uji Stasioneritas
84
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Lampiran 18
Hasil Kointegrasi
96
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan masyarakat yang semakin banyak dan beragam jumlahnya
tidak dapat dipenuhi seluruh jenisnya oleh produksi yang dihasilkan di dalam negeri
semata, sementara itu kenaikan kapasitas produksi dari berbagai komoditi
membutuhkan pasar yang lebih luas dari luar negeri. Keadaan tersebut mendorong
terjadinya kegiatan perdagangan luar negeri baik barang maupun jasa yang terus
menerus meningkat nilainya. Globalisasi ekonomi telah menciptakan hubungan yang
saling ketergantungan antara negara-negara. Keadaan seperti itu memicu semua
negara di belahan dunia termasuk Indonesia untuk melakukan perdagangan luar
negeri.
Dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat,
hubungan ekonomi antarnegara akan menjadi saling terkait dan mengakibatkan
peningkatan arus perdagangan barang maupun uang serta modal antarnegara.
Terjadinya perubahan indikator makro di negara lain, secara tidak langsung akan
berdampak pada indikator suatu negara. Dengan diberlakukannya sistem nilai tukar
mengambang penuh/bebas (freely floating system) yang dimulai sejak Agustus 1997,
posisi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (khususnya US$) ditentukan oleh
mekanisme pasar.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Fenomena terbaru yang berhubungan dengan kurs valas yaitu dengan
terjadinya fluktuasi kurs yang tajam di Indonesia selama periode krisis ekonomi dan
moneter mulai pertengahan tahun 1997, di mana nilai kurs meningkat dan
berfluktuasi secara tajam. Gejolak nilai kurs ini tidak terlepas dari pengaruh variabelvariabel non-ekonomi yang seringkali lebih berpengaruh dalam menciptakan
fluktuasi kurs valas. Selama periode krisis ekonomi kita dapat menyaksikan bahwa
nilai kurs ini sangat mempengaruhi kondisi perekonomian domestik. Terpuruknya
mata uang domestik (Rupiah) terhadap mata uang asing yang menjadi awal dari krisis
ekonomi, pada dasarnya berasal dari permintaan akan uang luar negeri yang begitu
tinggi, sedangkan penawarannya terbatas. Hal inilah yang membuat nilai valuta asing
(valas) keras (Hard Currency) seperti Dollar AS dan Yen Jepang membubung tinggi.
Selain itu nilai kurs juga tidak terlepas dari variabel-variabel lain seperti tingkat suku
bunga dalam dan luar negeri, jumlah uang beredar, tingkat harga yang diindikasikan
dengan tingkat inflasi, serta variabel-variabel ekonomi dan non-ekonomi lainnya.
Hal-hal itulah yang membuat nilai kurs valas bersifat rentan (volatile). Fluktuasi kurs
ini membuat sektor-sektor perdagangan dan sektor riil kolaps, serta beban utang luar
negeri yang merupakan sebagian dana untuk pembangunan menjadi semakin besar.
Krisis ekonomi yang menerpa perekonomian hampir dari satu dekade
terakhir telah meyebabkan turunnya patokan dolar Amerika. Berbagai macam
perhatian telah terfokus untuk mengamati faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
krisis dan pada akhirnya, devaluasi.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Bukannya meningkatkan pertumbuhan ekspor, depresiasi rupiah terhadap
dolar Amerika pada tahun 1997-1998 telah meyebabkan melemahnya ekspor. Dengan
fakta rupiah dalam pengertian nominal turun rata-rata 0.8 persen per hari (terhadap
dolar Amerika) antara Juli 1997 dan Januari 1998, total ekspor barang perdagangan
Indonesia (dalam dolar Amerika) menurun sebesar 8.5 persen pada akhir tahun 1998
dibandingkan dengan tahun 1997 (Siregar, Reza and Ramkishen S. Rajan, 2002).
Volume ekspor barang-barang perdagangan Indonesia mengalami penurunan rata-rata
per tahun sebesar 14 persen antara kuartal dua tahun 1998 dan kuartal satu tahun
1999 dengan penurunan terburuk yang terjadi pada kuartal akhir tahun 1998
(mendekati 20 persen).
Gambar 1.1 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US$ Tahun 1997 - 2005
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Nilai tukar rupiah riil setelah diterapkannya sistem nilai tukar
mengambang terus mengalami mengalami tekanan yang cukup kuat sampai akhir
1997. Mulai Januari 1998 cenderung fluktuatif. Secara umum, nilai tukar riil tahun
2005 merosot apabila dibandingkan dengan tahun 2004. Hal ini tercermin dari ratarata indeks nilai tukar riil efektif (Real Effective Exchange Rate/REER) pada tahun
2004 sebesar 33,83, sedangkan tahun 2005 menjadi 31,96, atau mengalami
kemerosotan sebesar 5,5 persen.
Pada awal tahun 2000, kondisi kurs rupiah telah mulai recovery dari krisis
September 1997 yaitu sebesar Rp7.400. Puncak krisis nilai tukar terjadi pada sekitar
Juni 1998, dimana nilai tukar rupiah terhadap dolar lebih besar dari Rp14.000.
Kemudian setelah dilakukan berbagai kebijakan pemerintah dalam mengatasi nilai
tukar, antara lain: penandatanganan LOI (hutang LN) terhadap IMF, kebijakan uang
ketat (peningkatan suku bunga) dan pembekuan beberapa bank, maka nilai tukar
rupiah menguat ke level Rp8.000-an. Kondisi tersebut didukung oleh perubahan
kepemimpinan politik kepada Presiden Habibie yang membawa harapan bagi pelaku
pasar. Kondisi tersebut bertahan dengan fluktuasi yang relatif tipis sampai pada era
Presiden Abdurrahman Wahid.
Namun selama tahun 2000, kondisi kurs mengalami pelemahan, dibuka
pada level Rp7.425 pada bulan Januari 2000 dan berangsur-angsur meningkat
mencapai angka Rp9.500 per dolar Amerika. Bahkan kondisi ini berlanjut di tahun
2001, puncaknya mencapai level Rp11.675 pada bulan April 2001. Sempat menguat
sampai ke level Rp8.865 per dolar Amerika pada Agustus 2001 namun kembali
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
melemah ke level Rp10.400-an sampai dengan akhir tahun 2001. Sehingga dapat
dikatakan bahwa dalam periode ini kurs rupiah terhadap dolar Amerika kembali
bergejolak walaupun masih terkendali. Hal ini terjadi karena pemerintah sedang
mencari formulasi yang tepat untuk mengatasi berbagai tuntutan recovery
perekonomian. Selain itu, kondisi politik juga kembali bergolak dengan adanya
pergantian kepemimpinan nasional dari Presiden Abdurrahman Wahid kepada
Presiden Megawati Soekarno Putri.
Dalam tahun 2002 rupiah cenderung menguat sejak awal tahun dan
sempat diperdagangkan pada sekitar Rp8.500-an per dolar AS pada pertengahan Juni
2002. Selama tahun 2002 rata-rata nilai tukar rupiah sebesar Rp9.311 per dolar AS.
Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kepercayaan masyarakat karena faktor internal
& eksternal. Faktor-faktor internal tersebut, antara lain:
1. Bertambahnya pasokan valuta asing akibat meningkatnya arus modal
masuk dari hasil divestasi saham BCA, Bank Niaga, Telkom dan Indosat.
2. Tekanan permintaan valuta asing dari sektor swasta khususnya dalam
rangka pelunasan utang luar negeri yang jatuh tempo relatif berkurang
akibat keberhasilan proses restrukturisasi utang swasta.
3. Keberhasilan pelaksanaan Paris Club III yang menyetujui penundaan
pembayaran cicilan pokok utang LN pemerintah yang jatuh tempo dan
bunganya.
Selain itu faktor eksternal juga mempengaruhi penguatan nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS, yaitu menurunnya suku bunga fed fund, gejala melemahnya
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
dolar AS dalam skala global; dan menguatnya nilai tukar regional dalam tahun 2002.
Penguatan nilai tukar rupiah selama tahun 2002 berlanjut sampai pada akhir tahun
2003. Selama tahun 2003, nilai tukar rupiah berada pada kisaran Rp8.285 – Rp8.900.
Namun sejak awal tahun 2004 sampai semester pertama tahun 2005, nilai
tukar rupiah terhadap dolar AS menunjukkan kecenderungan melemah secara
fluktuatif. Nilai terendah nilai tukar rupiah terjadi dalam bulan Juli 2005
(Rp9.800/dolar AS) dan nilai tukar rupiah tertinggi terjadi pada bulan Januari 2004
(Rp8.384/dolar AS). Fluktuasi yang tinggi terjadi dalam periode April 2004 sampai
dengan Agustus 2004, hal ini terkait dengan kekhawatiran pelaku pasar uang atas
penyelenggaraan Pemilu 2004.
Trend pergerakan Kurs Rupiah cenderung melemah terhadap USD selama
2004 sampai dengan pertengahan 2005 disebabkan oleh berbagai faktor baik dari
dalam maupun luar negeri.
1. Faktor Dalam Negeri:
¾ Dampak inflasi yang cenderung meningkat;
¾ Dampak negatif dari tingginya harga minyak terhadap neraca
perdagangan migas;
¾ Sentimen negatif dari kelangkaan BBM;
¾ Kekhawatiran dari dampak tingginya harga minyak terhadap
kesinambungan fiskal (fiscal sustainability);
¾ Nilai rupiah sudah “undervalued”, karena itu ruang untuk penguatan
rupiah cukup terbuka.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
2. Faktor Luar Negeri:
¾ Dolar Amerika Serikat menguat terhadap hampir semua mata uang;
¾ Ekonomi Amerika menguat;
¾ Tingkat suku bunga Amerika Serikat merambat naik.
Sehingga jika diikhtisarkan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
selama kurun waktu Januari 2000 sampai dengan Juni 2005, nilai tukar rupiah
mengalami fluktuasi selebar Rp4.250 atau dalam rentang Rp7.425 pada Januari 2000
(nilai terendah) dan Rp11.675 pada April 2001 (nilai tertinggi). Selama rentang
tersebut nilai tukar rupiah terhadap dollar AS rata-rata sebesar Rp9.153.
Transmisi kebijakan moneter melalui jalur nilai tukar tersebut berjalan
melalui dua jalur yaitu jalur direct pass-through yang mempengaruhi inflasi langsung
melalui efek harga impor dan indirect pass-through yang mempengaruhi inflasi
melalui perubahan output gap akibat adanya perubahan neraca perdagangan.
Melalui jalur indirect pass-through, depresiasi nilai tukar akan
menurunkan harga relatif ekspor dan meningkatkan daya saing produk ekspor
tersebut sehingga permintaan luar negeri terhadap produk ekspor akan meningkat
yang dapat dilihat dari peningkatan volume ekspor. Sebaliknya harga produk impor
menjadi lebih tinggi yang selanjutnya akan menekan permintaan produk impor
sehingga volume impor akan menurun.
Kebijakan nilai tukar yang akan dirumuskan tentunya selain untuk
menjaga kestabilan harga juga dilandasi oleh pertimbangan dampak nilai tukar
terhadap kinerja perdagangan internasional Indonesia, yang selanjutnya akan
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
berdampak pada PDB dan Inflasi. Perekonomian Indonesia pada Tahun 2007 tumbuh
6,32%, mencapai pertumbuhan tertinggi dalam lima tahun terakhir. Dari sisi
produksi, semua sektor mengalami ekspansi dengan ekspansi tertinggi pada sektor
pengangkutan dan komunikasi (14,38%), diikuti oleh sektor listrik, gas dan air bersih
(10,40%) dan sektor bangunan (8,61%). Dari sisi pengeluaran, seluruh komponen
pengeluaran juga mengalami ekspansi dengan ekspansi tertinggi terjadi pada
komponen investasi (PMTB) yaitu sebesar 9,16%, diikuti oleh ekspor barang dan jasa
(8,02%) dan konsumsi (4,90%).
Tabel 1.1 Perkembangan Ekspor di Indonesia
Rincian
Ekspor Nonmigas
Pertanian
Pertambangan
Perindustrian
Ekspor Migas
Total
Sumber: Bank Indonesia
2005
2006*
Perubahan
(%)
22,5
20,7
18,1
20,7
72,8
41,8
17,8
17,7
24,3
9,4
22,9
18,1
2006*
Nilai
Pangsa
(Juta$)
(%)
80.578
78,4
3.465
3,4
11.361
11,1
65.752
64,0
22.150
21,6
102.728
100,0
Berdasarkan gambar tabel 1.1 diatas perkembangan ekspor di Indonesia
sepanjang tahun 2006 mengalami kenaikan terutama karena ditopang oleh ekspor non
migas. Ekspor nonmigas tumbuh tinggi dengan peningkatan volume ekspor terutama
pada komoditas ekspor berbasis sumber daya alam. Sementara itu, kinerja ekspor
minyak belum optimal dalam memanfaatkan momentum kenaikan harga minyak
akibat masih terbatasnya kemampuan dalam melakukan eksplorasi minyak.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Peningkatan investasi di sektor migas dalam tiga tahun terakhir belum berdampak
optimal bagi peningkatan produksi untuk mengimbangi penurunan alami produksi
minyak. Akibatnya, kecenderungan penurunan volume ekspor minyak sepanjang
2005 masih terus berlanjut pada 2006. Nilai ekspor nonmigas tumbuh tinggi pada
komoditas pertanian, pertambangan, dan industri. Selama 2006, nilai total ekspor
nonmigas naik cukup tinggi mencapai 20,7% menjadi $80,6 miliar.
Sumber: Bank Indonesia
Gambar 1.2 Pangsa Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan
Berdasarkan negara tujuan ekspor (Gambar 1.2), konsentrasi negara tujuan
ekspor Indonesia kepada lima negara masih belum berubah. Lima negara tujuan
ekspor dengan pangsa ekspor terbesar adalah Jepang (15,2%), AS (13,2%), Singapura
(9,8%), Cina (7,0%), serta Malaysia (4,8%). Pangsa ekspor ke lima negara tersebut
mencapai sekitar 50,0% dari ekspor total nonmigas Indonesia, relatif tidak berubah
dibandingkan tahun sebelumnya. Belum berubahnya konsentrasi ekspor ke negara
tujuan utama tersebut perlu memperoleh perhatian lebih lanjut dengan terus
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
mengoptimalkan peluang pasar di negara-negara lainnya. Dengan penyebaran negara
tujuan ekspor yang lebih meluas diharapkan dapat meningkatkan fleksibilitas
kemampuan ekspor Indonesia dalam mengantisipasi berubahnya siklus perekonomian
di berbagai negara mitra dagang.
Tabel 1.2 Negara Utama Tujuan Ekspor Menurut Hasil Komoditas Tahun 2006
Jepang
Amerika Serikat
Uni Eropa
Singapura
China
Komoditi
Share
Komoditi
Share
Komoditi
Share
Komoditi
Share
Biji Logam
& Sisa
Logam
4.22
Pakaian
3.84
Minyak
Sayur &
Lemak
1.57
Mesin Listrik
& Peralatan
1.35
Batubara
1.43
Karet
Mentah
1.29
Pakaian
1.35
Mesin Kantor
& Pengolah
Data
1.05
Logam
tidak
Mengandu
ng besi
1.23
Ikan &
Udang
0.81
Alas Kaki
0.74
Logam Tidak
Mengandung
Besi
0.98
Karet
Mentah
0.78
0.93
Barangbarang
Manufakt
ur
0.62
Furniture
0.65
Alat
Telekomunika
si
0.64
Kimia
Organik
0.59
Mesin
Listrik &
Peralatan
Komoditi
Minyak
Sayur &
Lemak
Biji
Logam &
Sisa
Logam
Sumber: Bank Indonesia
Jenis barang yang diekspor ke negara tujuan utama tersebut cukup
bervariasi antara negara yang satu dengan lainnya. Komoditas ekspor ke pasar Jepang
yang dominan adalah bijih logam dan batubara dengan pangsa ekspor masing-masing
sebesar 4,2% dan 1,43% dari total ekspor nonmigas. Untuk pasar AS, ekspor lebih
banyak berupa komoditas pakaian dan karet mentah dengan pangsa masing-masing
sebesar 3,84% dan 1,29%. Ke pasar Singapura, mesin dan produk logam merupakan
komoditas ekspor yang dominan dengan pangsa 1,35% dan 0,98%. Sementara itu,
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Share
1.33
0.82
komoditas ekspor andalan Indonesia ke Cina adalah CPO dengan pangsa 1,33%,
sedangkan ke Uni Eropa banyak berupa produk minyak sayur dan lemak dengan
pangsa 1,57% dari total ekspor nonmigas.
Secara teoritis, perubahan nilai tukar rupiah memiliki beberapa
konsekuensi ekonomi. Sisi buruknya adalah membengkaknya jumlah hutang luar
negeri , di sisi yang lainnya terdepresiasinya rupiah memberi peluang bagi Indonesia
untuk memperbaiki neraca perdagangan melalui peningkatan ekspor dan pengurang
impor terhadap negara-negara mitra dagangnya.
Setelah melihat penjelasan diatas yang mengarah kepada mitra dagang
terbesar Indonesia adalah Jepang, berikut penjelasan mengenai hubungan bilateral
antara Jepang dan Indonesia.
Jepang merupakan salah satu dari mitra perdagangan yang terpenting bagi
Indonesia. Transaksi nilai ekspor dan impor diantara kedua negara untuk selanjutnya
akan tercatat pada neraca perdagangan dalam neraca pembayaran Indonesia. Pada
gambar 1.3 & 1.4 menunjukkan bahwa Jepang adalah mitra dagang terbesar
Indonesia.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
22%
Jepang
Amerika Serikat
Cina
46%
Singapura
14%
Lain‐lain
9%
9%
Sumber: SEKI, Bank Indonesia (berbagai edisi)
Gambar 1.3 Negara Tujuan Ekspor Indonesia (dalam %)
Berdasarkan gambar diatas, dapat disimpulkan bahwa negara tujuan
ekspor Indonesia beberapa tahun belakangan tidak pernah berubah, mayoritas
mengarah ke negara Jepang sebesar 22 %, urutan kedua negara Lain-lain dimana ini
mencakup negara-negara Eropa sebesar 45%, Amerika Serikat merupakan negara
tujuan ekspor Indonesia sebesar 14 %, diikuti dengan Singapura dan Cina sebesar
9%.
Total nilai ekspor Jepang ke Indonesia pada bulan Desember 2004 sebesar
USD 838,41 juta atau meningkat 14,34% dibanding bulan November 2004 (USD
733,24 juta). Untuk periode Januari-Desember 2004, ekspor Jepang ke Indonesia
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
adalah USD 9.082,31 juta atau meningkat 26,54% dibanding periode yang sama
tahun sebelumnya (USD 7.177,66 juta).
Total nilai ekspor Jepang ke Indonesia pada bulan Februari 2006 sebesar
US$ 550,48 juta atau meningkat 0,11% dibanding bulan Januari 2006 (US$ 549,86
juta). Untuk periode Januari-Februari 2006, ekspor Jepang ke Indonesia adalah US$
1.100,34 juta atau menurun 24,63% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya
(US$ 1.460,93 juta). Dengan demikian neraca perdagangan Jepang dengan Indonesia
pada bulan Desember 2004 menunjukkan defisit (atau surplus untuk Indonesia)
sebesar USD 831,95 juta dan untuk periode Januari-Desember 2004 defisit sebesar
USD 9.590,87 juta.
18%
Jepang
45%
16%
Cina
Singapura
Thailand
13%
Lain‐lain
8%
Sumber: SEKI, Bank Indonesia (berbagai edisi)
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Gambar 1.4 Negara Asal Impor Indonesia (%)
Berdasarkan gambar diatas juga dapat dilihat bahwa Jepang masih
merupakan negara asal impor terbesar sepanjang beberapa tahun terakhir (2000-2006)
untuk negara Indonesia yaitu sebesar 18%, diikuti dengan negara lain-lain sebesar
45%, Cina sebesar 16%, Singapura Sebesar 13%, dan Thailand sebesar 8%.
Total nilai impor Jepang dari Indonesia pada bulan Desember 2004
tercatat USD 1.670,36 juta atau meningkat 0,15% dibanding bulan November 2004
(USD 1.667,84 juta). Untuk periode Januari-Desember 2004 impor Jepang dari
Indonesia USD 18.673,18 juta atau meningkat 13,62% dibanding periode yang sama
tahun sebelumnya (USD 16.434,21 juta).
Total nilai impor Jepang dari Indonesia pada bulan Februari 2006 tercatat
US$ 1.762,43 juta atau menurun 7,79% dibanding bulan Januari 2006 (US$ 1.911,36
juta). Untuk periode Januari-Februari 2006 impor Jepang dari Indonesia mencapai
US$ 3.680,42 juta atau meningkat 16,16% dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya (US$ 3.168,36 juta).
Dengan demikian neraca perdagangan Jepang dengan Indonesia pada
bulan Februari 2006 menunjukkan defisit (atau surplus untuk Indonesia) sebesar US$
1.211,95 juta dan untuk periode Januari-Februari 2006 sebesar US$ 2.580,08 juta.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca perdagangan
Indonesia dalam jangka panjang dan jangka pendek?
2. Apakah terpenuhi kondisi Marshall-Lerner sehingga terjadi fenomena JCurve pada kasus antara Indonesia dengan Jepang?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh nilai tukar riil terhadap
neraca perdagangan Indonesia.
2. Untuk membuktikan apakah kondisi Marshall-lerner terjadi sehingga
fenomena J-curve terjadi pada kasus Indonesia dengan Jepang.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan penelitian yang dilakukan ini, mampu memberikan manfaat yang
antara lain adalah:
1. Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya tentang nilai
tukar riil
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
2. Untuk menambah ilmu pengetahuan tentang fenomena J-Curve yang
terjadi di Indonesia
3. Memberikan sumbang saran kepada Departemen Perdagangan atau pun
pihak-pihak eksportir dan importir yang melakukan perdagangan dengan
negara lain dalam mengambil keputusan.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Neraca Perdagangan (Trade Balance)
Neraca perdagangan (trade balance) merupakan bagian dari neraca
transaksi berjalan (current account) yang menghitung net trade dari barang
(merchandise goods) yang merupakan selisih ekspor dengan impor perdagangan
barang (Batiz, 1994). Sedangkan neraca transaksi berjalan (current account) sendiri
menggambarkan arus barang, jasa, dan hadiah. (Kindleberger & Lindert, 1983)
Neraca perdagangan menyediakan informasi tentang ulasan dari performa
perekonomian suatu negara dan juga pola perdagangan sebagaimana tergambarkan
dalam perdagangan barangnya.
Ekspor merupakan fungsi dari nilai tukar riil, dan pendapatan riil luar
negeri. Sedangkan impor merupakan fungsi dari nilai tukar riil dan pendapatan riil
domestik. Secara simbolis ekspor dan impor domestik dapat dituliskan sebagai
berikut:
M* = M* (q,Y*) .............................................................................. (2.1)
M = M(q,Y) ..................................................................................... (2.2)
Dimana M* adalah ekspor domestik, M adalah impor domestik, q adalah nilai tukar
riil, Y adalah pendapatan riil domestik, dan Y* adalah pendapatan riil luar negeri.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Sehingga dengan melakukan subtitusi dari kedua persamaan tersebut, kita
memperoleh persamaan neraca perdagangan adalah sebagai berikut:
T = M*(q,Y*) – qM(q,Y)
= T(q, Y*,Y) ...................................................................................................... (2.3)
Dari persamaan (2.3) kita bisa melihat bahwasanya neraca perdagangan
dipengaruhi oleh nilai tukar riil, pendapatan riil domestik,dan pendapatan riil luar
negeri.
2.2 Nilai Tukar
2.2.1
Nilai Tukar Nominal dan Nilai Tukar Riil
Para ekonom membedakan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata
uang asing menjadi dua, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar
nominal adalah harga relatif mata uang dua negara. Sedangkan, nilai tukar riil adalah
harga relatif barang-barang di kedua negara, atau kadangkala disebut term of trade.
Hubungan antara kedua nilai tukar ini dirumuskan sebagai berikut (Mankiw, 2000) :
Nilai Tukar Riil = Nilai Tukar Nominal x Rasio Tingkat Harga
ε = e x Pd / Pf ................................................................................... (2.4)
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Dimana;
Rasiotingkath arg a =
tingkath arg abarangdomestik
............................. (2.5)
tingkath arg abarangluarnegeri
Dengan demikian, semakin tinggi nilai tukar riil, berarti harga barangbarang luar negeri relatif lebih murah dibandingkan harga barang-barang domestik.
Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya transaksi impor di negara tersebut,
sehingga berpengaruh terhadap nilai ekspor bersih (NX).
Faktor-faktor yang menentukan nilai tukar riil (Mankiw, 2000) :
1. Ekspor bersih (net export / NX), tercermin dalam neraca perdagangan
(current account) negara yang bersangkutan.
Ekspor bersih = output nasional – pengeluaran domestik
NX = Y – (C + I + G)
persamaan tersebut menunjukkan, bahwa dalam perekonomian terbuka
(open economic), pengeluaran domestik tidak harus sama dengan produksi
domestik. Karena apabila terjadi selisih, maka selisihnya dapat diekspor
(NX positif) atau diimpor (NX negatif).
Hubungan antara nilai ekspor bersih dengan nilai tukar riil dapat
dirumuskan sebagai:
NX = f (ε)
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
2. Ekspor bersih harus sama dengan investasi asing bersih.
Investasi asing bersih (net foreign investment), adalah jumlah tabungan
nasional (S, dimana S = Y – C – G) dikurangi jumlah investasi (I) di suatu
negara. Atau, investasi asing bersih sama dengan total pinjaman yang
diberikan masyarakat dari luar negeri. Jadi, investasi asing bersih
mencerminkan arus dana internasional untuk mendanai akumulasi modal di
dalam negeri.
Ekspor bersih = Investasi asing bersih
S – I = NX
Persamaan di atas menunjukkan, bahwa arus dana internasional untuk
mendanai akumulasi modal serta arus barang dan jasa internasional adalah dua sisi
mata uang yang sama. Jika tabungan melebihi investasi, maka tabungan yang tidak
diinvestasikan secara domestik akan dipinjamkan kepada pihak asing yang
membutuhkan, hal ini akan menyebabkan surplus perdagangan bagi negara yang
bersangkutan. Tetapi, bila investasi melebihi tabungan, maka kelebihan investasi
tersebut harus didanai dengan dana pinjaman dari luar negeri. Dengan dana pinjaman
dari luar negeri ini, memungkinkan negara yang bersangkutan untuk mengimpor lebih
banyak barang dan jasa dari luar negeri daripada mengekspornya, maka terjadilah
defisit neraca perdagangan.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
2.3 Marshall-Lerner Condition
Peningkatan ekspor dan penurunan impor belum tentu akan meningkatkan
nilai neraca perdagangan atau net ekspor. Neraca perdagangan hanya akan meningkat
saat nilai tukar riil terdepresiasi bila persyaratan kondisi Marshall-Lerner yang
terpenuhi, yaitu apabila jumlah elastisitas ekspor dan elastisitas impor terhadap nilai
tukar riil lebih besar dari 1.
Depresiasi nilai tukar itu sendiri pada dasarnya akan mempengaruhi
neraca perdagangan melalui dua cara yaitu melalui perubahan volume dan perubahan
nilai. Kondisi Marshall-Lerner menyatakan bahwa perubahan volume akan
mendominasi perubahan nilai, sehingga meskipun nilai impor akan meningkat dan
nilai ekspor akan menurun namun peningkatan volume ekspor dan penurunan volume
impor akan mendominasi sehingga secara total neraca perdagangan akan membaik.
Namun demikian, ada kecenderungan bahwa elastisitas akan lebih rendah dalam
jangka pendek sehingga kondisi Marshall-Lerner kemungkinan hanya akan terpenuhi
pada jangka menengah dan jangka panjang. Fenomena ini dinamakan J-curve,
dimana depresiasi nilai tukar menyebabkan neraca perdagangan pada awalnya akan
memburuk sebelum akhirnya meningkat secara permanen. Hal ini disebabkan oleh
pada jangka pendek volume ekspor dan volume impor tidak akan banyak berubah dan
pengaruh harga akan lebih mendominasi, sehingga dalam jangka pendek neraca
perdagangan akan memburuk. Terdapat beberapa penjelasan dibalik J-curve ini salah
satunya bahwa perdagangan internasional biasanya berjalan berdasarkan kontrak
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
yang sudah ditentukan sebelumnya sehingga perubahan volume ekspor dan impor
tidak dapat berubah dengan serta merta mengikuti nilai tukar.
Pada contoh ekstrim lainnya, misalkan elastisitas permintaan ekspor sama
dengan nol. Jadi, ketika terjadi depresiasi/devaluasi riil, nilai ekspor dalam satuan
mata uang domestik akan tetap sama seperti sebelum terjadi depresiasi/devaluasi riil.
Agar terjadi perbaikan neraca perdagangan, maka keadaan di atas harus disertai
dengan penurunan nilai impor negara tersebut (dalam mata uang domestik). Hal ini
dapat terjadi ketika elastisitas permintaan impor lebih besar dari satu. Sehingga
Marshall-Lerner condition menyatakan bahwa, jika suatu negara mengalami
depresiasi/devaluasi riil, dan jika elastisitas impor dan ekspor masing-masing kurang
dari satu, namun penjumlahan keduanya menghasilkan angka lebih besar dari satu,
maka peningkatan impor (yang diukur dengan mata uang domestik) akan lebih kecil
dari peningkatan ekspor (yang diukur dengan mata uang domestik) sehingga neraca
perdagangan akan mengalami perbaikan. Pembuktian dengan menggunakan
persamaan matematis dapat ditelaah dalam berbagai buku teks ekonomi internasional
(Caves, Frankel dan Jones, 2002), Krugman dan Obsfelt (2003).
Analisis di atas menggunakan dua asumsi utama. Asumsi pertama adalah
negara yang dianalisis berawal dari situasi di mana terjadi keseimbangan
perdagangan. Asumsi kedua menyatakan bahwa elastisitas penawaran tidak
terhingga.
Jika asumsi pertama tidak terpenuhi maka Marshall-Lerner condition akan
tercapai dengan tambahan keadaan tertentu. Misalkan elastisitas permintaan impor
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
sama dengan nol. Sehingga, nilai impor akan meningkat sama besar dengan
perubahan nilai mata uang dalam satuan persentase (kasus depresiasi/devaluasi riil).
Namun karena neraca perdagangan dalam keadaan defisit, nilai impor awal lebih
tinggi dari nilai ekspor. Agar neraca perdagangan mengalami perbaikan, maka
diperlukan peningkatan ekspor (dalam satuan persentase) yang persentase
peningkatannya lebih besar dari persentase perubahan nilai tukar.
Perbedaan nilai elastisitas dalam jangka pendek dan jangka panjang ini
menyebabkan munculnya konsep J-curve atau kurva J. Konsep ini menyatakan bahwa
depresiasi/devaluasi
riil
dalam
jangka
pendek
akan
memperburuk
neraca
perdagangan, namun dalam jangka panjang neraca perdagangan akan membaik ketika
Marshall-Lerner condition terpenuhi.
2.3.1 Kasus Bickerdicke-Robinson-Metzler
Pada kasus Bickerdicke-Robinson-Metzler, kondisi efficacy dari devaluasi
mata uang cenderung akan berpengaruh positif terhadap neraca perdagangan (Brooks,
Robert and Dietrich Fausten, 1998). Hal tersebut dapat terjadi apabila:
1
Elastisitas penawaran yang tinggi dihubungkan dengan elastisitas permintaan,
atau
2
Elastisitas penawaran yang rendah dihubungkan dengan elastisitas permintaan
yang rendah pula.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
2.4 J-Curve
Menurut Maurice Levi, 1990 efek kurva J (J-curve effect) mengacu pada
pola neraca perdagangan setelah devaluasi.Apabila neraca perdagangan diplot
terhadap waktu, pada jangka pendek neraca perdagangan akan mengalami penurunan
sebelum akhirnya akan mengalami perbaikan karena permintaan yang elastis pada
jangka panjang (Levi,1990).
TB
0
T
t0
Sumber : Maurice D.Levi (1990)
Gambar 2.1 Kurva J
Dimana :
TB = Neraca Perdagangan (Trade Balance)
T
= Waktu
t0
= Waktu terjadinya devaluasi
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Memburuknya neraca perdagangan hanya bersifat temporer (Batiz, 1994) .
Orang-orang membutuhkan waktu untuk menyesuaikan preferensi mereka melalui
subtitusi (permintaan bersifat lebih inelastis pada jangka pendek). Pernyataan tersebut
memiliki argumen yang cukup kuat untuk elastisitas permintaan impor karena
merupakan penurunan dari selisih antara kurva permintaan untuk suatu produk di
suatu negara dengan kurva penawaran domestik dari barang tersebut.
Setelah terjadinya devaluasi, dengan konsekuensi terjadinya kenaikan
pada harga impor, penduduk suatu negara mungkin akan melanjutkan untuk membeli
impor baik karena mereka belum menyesuaikan preferensi mereka melalui barang
subtitusi yang dihasilkan di dalam negeri (kurva permintaan yang inelastis) atau
karena barang subtitusi tersebut belum dihasilkan (kurva penawaran domestik yang
inelastis).
2.5 Consumer Price Index (CPI)
Laju inflasi dihitung berdasarkan perubahan indeks harga konsumen
(IHK) pada suatu periode waktu tertentu, yang menggambarkan meningkatkannya
tingkat harga barang dan jasa kebutuhan masyarakat secara rata-rata.
Dasar penghitungan indeks harga konsumen tersebut senantiasa akan
selalu diperbaharuhi sesesuai dengan perkembangan yang ada, melalui survey biaya
hidup ( SBH ) yang dilaksanakan oleh BPS, dan hingga saat ini dasar yang
pergunakan menentukan IHK dan inflasi tahun 2005 tersebut adalah SBH tahun 2002.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index ( CPI)
didefinisikan sebagai harga sekelompok barang dan jasa relatif terhadap harga
sekelompok barang dan jasa yang sama pada tahun dasar (Mankiw, 2000). IHK
sering digunakan untuk menentukan biaya hidup dan dahulu disebut cost-of-living
index, mengukur perubahan harga untuk suatu kombinasi belanja barang dan jasa.
2.5.1
Tujuan Penghitungan IHK
1. Untuk mengetahui perkembangan harga barang dan jasa yang tergabung
pada diagram timbangan IHK di suatu wilayah.
2. Sebagai pedoman dalam menentukan suatu kebijakan yang akan datang,
utamanya kebijakan dalam bidang pembangunan ekonomi.
3. Data tersebut sangat bermanfaat bagi perhitungan upah minimum di suatu
wilayah.
4. Guna memudahkan pemerintah di suatu wilayah tertentu dalam memantau
supply and demand khususnya barang kebutuhan masyarakat yang ada di
pasar wilayah.
5. Bemanfaat luas bagi masyarakat lainnya khususnya bagi kalangan
perguruan tinggi dan dunia usaha
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
2.6 Produk Domestik Bruto (PDB)
PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang
diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per
tahun). PDB berbeda dari produk nasional bruto karena memasukkan pendapatan
faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di negara tersebut. Sehingga PDB hanya
menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi
itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya,
PNB memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan.
PDB nominal merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh
harga. Sedangkan PDB riil mengoreksi angka PDB nominal dengan memasukkan
pengaruh dari harga. PDB dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu
pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Rumus umum untuk PDB
dengan pendekatan pengeluaran adalah:
PDB = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + ekspor - impor
Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga,
investasi oleh sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, dan ekspor dan
impor melibatkan sektor luar negeri. Sementara pendekatan pendapatan menghitung
pendapatan yang diterima faktor produksi:
PDB = sewa + upah + bunga + laba
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti
tanah, upah untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk
pengusaha.
Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus
menghasilkan angka yang sama. Namun karena dalam praktek menghitung PDB
dengan pendekatan pendapatan sulit dilakukan, maka yang sering digunakan adalah
dengan pendekatan pengeluaran.
Pendapatan Riil Domestik diproksikan oleh Produk Domestik Bruto Riil
(PDB Riil) Indonesia. Dalam kerangka ekonomi makro pendapatan nasional
menggambarkan aktivitas perekonomian dalam suatu negara. Produk Domestik Bruto
(PDB) merupakan nilai dari total output yang dihasilkan dalam suatu negara.
Sekalipun demikian, dalam perhitungan pendapatan nasional terdapat unsur harga
yang mempengaruhi besarnya nilai (nominal) pendapatan nasional. Dengan kata lain
jumlah uang yang dikeluarkan dapat lebih besar untuk memperoleh barang dan jasa
dalam jumlah yang sama. Ukuran kemakmuran ekonomi yang lebih baik akan
menghitung output barang dan jasa perekonomian tanpa dipengaruhi oleh perubahan
harga. Dengan asumsi harga konstan, maka nilai barang yang diproduksi dengan
pengeluaran agregat akan bergerak kearah yang sama. Untuk mendapatkan nilai PDB
Riil terlebih dahulu dihitung PDB Deflator (deflator harga implisit untuk PDB) yang
didefinisikan rasio PDB nominal dalam tahun tertentu terhadap PDB riil dan ia
merupakan ukuran inflasi dari periode dari mana harga dasar untuk menghitung PDB
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
riil digunakan sampai periode sekarang, (Dornbusch, Rudiger and Stanley Fischer,
1993) dengan perumusan:
Deflator PDBT = PDB NominalT / PDB RiilT
Konsekuensi dari asumsi ini adalah pendapatan riil memiliki nilai yang
sama dengan PDB Riil sehingga PDB deflator digunakan sebagai proksi pendapatan
nasional untuk merubah nilai PDB nominal menjadi PDB riil digunakan
PDB
deflator berdasarkan harga relatif tahun 1995.
PDB Riil = PDB NominalT x 100
PDB DeflatorT
Tingkat pertumbuhan PDB Riil tidak terlepas dari pengaruh kegiatan
ekonomi, baik dalam negeri maupun faktor yang mewarnai keadaan ekonomi serta
pola perdagangan dan situasi moneter internasional. Dalam kondisi demikian, nilai
PDB dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengukur perkembangan taraf
hidup dan tingkat kesejahteraan rakyat yang merupakan pencerminan hasil-hasil
pembangunan yang telah dicapai.
2.7 Penelitian Terdahulu
Wilson dan Tat (2001) menganalisis hubungan antara neraca
perdagangan rill dan nilai tukar riil dalam kasus hubungan perdagangan antara
Singapura dan Amerika Serikat. Penelitian tersebut menggunakan data time series
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
dari tahun 1970 hingga 1996 dengan basis kuartalan. Model yang digunakan oleh
kedua peneliti ini adalah model yang dikembangkan oleh Rose dan Yellen (1989).
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai tukar riil tidak berpengaruh secara signifikan
pada neraca perdagangan rill dalam kasus perdagangan antara Singapura dan
Amerika Serikat.
Bahmani-Oskooee and Kantipong (2001) menguji hubungan neraca
perdagangan dengan tingkat nilai tukar riil. Kedua penulis tersebut menggunakan
obyek penelitian hubungan perdagangan antara Thailand dengan mitra dagangnya
diantaranya Jerman, Jepang, Singapura, Inggris dan Amerika Serikat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perubahan nilai tukar bath Thailand hanya berpengaruh secara
signifikan pada hubungan perdagangan antara Thailand dengan Inggris dan Amerika
Serikat. Ini artinya penurunan nilai tukar bath terhadap dolar Amerika dan pound
sterling Inggris menyebabkan meningkatnya ekspor dan berkurangnya impor
Thailand ke kedua negara tersebut.
Elif Akbostanci (2002) melakukan studi keberadaan kurva J dalam
perekonomian Turki. Periode amatan yang digunakan adalah dari tahun 1987 hingga
2000,
dengan
menggunakan
data
kuartalan.
Dalam
studinya,
Akbostanci
menggunakan error correction model untuk membedakan reaksi neraca perdagangan
pada perubahan nilai tukar dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Kemudian untuk membuktikan keberadaan kurva J, peneliti menggunakan
metodologi generalizad impluse response. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
terdapat hubungan antara neraca perdagangan dan nilai tukar mata uang Turki, baik
dalam perspektif waktu jangka pendek maupun jangka panjang.
Pada penelitian lainnya, Kapoor dan Ramakrishnan (1999) melakukan
studi mengenai keberadaan konsep kurva J dalam perekonomian Jepang. Dengan
menggunakan error correction model dan data kuartalan periode 1975:1 – 1996:4,
Kapoor dan Ramakkrishnan menemukan adanya fenomena kurva J pada saat Jepang
menganut rejim nilai tukar mengambang.
Menurut Olugbenga Onafowora (2003) Penelitian ini meneliti efek
jangka panjang dan jangka pendek dari perubahan nilai tukar riil (real exchange rate)
terhadap neraca perdagangan dari tiga negara ASEAN dalam hubungan bilateral
mereka terhadap Amerika Serikat dan Jepang. Model yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:.
ln(X/M)t = D0 + D1lnYt + D2lnYt* + D3lnRERt + D4D97 + Ht
Dimana : ln adalah logaritma natural, Yt adalah real domestic income, Yt* adalah
real foreign income, RERt adalah nilai tukar bilateral (bilateral exchange rate), dan
D97 adalah variabel boneka (dummy variable) yang bernilai nol untuk periode
sebelum tahun 1997, dan Ht adalah error term. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk meneliti hubungan jangka pendek dan jangka panjang dari perubahan nilai
tukar rill terhadap neraca perdagangan riil untuk tiga negara ASEAN, yaitu Indonesia,
Thailand, dan Malaysia,dan hubungan dagang bilateral mereka dengan .Amerika
Serikat dan Jepang untuk mencari tahu apakah kondisi Marshall-Lerner terjadi. .
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Menurut Olarn Chawang (2002), penelitian ini menjelaskan Hasil
perkiraan dari elastisitas impor dan ekspor menyatakan secara tidak langsung bahwa
kondisi Marshall-Lerner kemungkinan besar terpenuhi, dan bahwa depresiasi mata
uang Bath akan memperbaiki neraca perdagangan secara cepat. Disini disarankan
supaya Thailand secara potensial menggunakan kebijakan nilai tukarnya untuk
memperbaiki neraca perdagangan yang defisit.
Menurut Ferda Halicioglu (2008), melakukan studi untuk melihat J-curve
untuk kasus Turki dengan 13 mitra dagangnya. Dalam penelitian ini, peneliti
mengikuti model dari Bahmani-Oskooee et al (2006), dan Bahmani Oskooee dan
Wang (2006), yaitu :
ln TBj,t = a0 + a1 ln Yt,t + a2 ln Y j,t + a3 ln RERj,t + ut
Dengan menggunakan data secara kuartalan dari tahun 1985Q1 – 2005Q4 bahwa
penelitian mengenai J-curve dengan kasus Turki dengan 13 mitra dagangnya yang
memakai data secara agregate dan menghasilkan hasil yang tidak dapat meyakinkan.
Menggunakan data agregate dapat menyembunyikan pergerakan dari nilai tukar.
Studi ini untuk mentest keberadaan fenomena J-curvepada kasus Turki dan 13 mitra
dagangnya. Efek jangka pendek dan jangka panjang dari depresiasi nilai mata uang
Lira pada neraca perdagangannya diperkirakan dengan pendekatan kointegrasi,
dengan pandangan untuk menentukan efek J-curve. Secara empiris hasil yang
disarankan bahwa tidak terjadi J-curve terhadap neraca perdagangan bilateral Turki.
Namun, dapat dikatakan bahwa depresiasi riil pada nilai mata uang Lira Turki telah
memberikan pengaruh yang kuat terhadap neraca perdagangan dengan UK dan USA
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
pada jangka panjang, yang mana telah terjadi dan mendukung untuk kondisi
Marshall-Lerner (ML).
Menurut Jungho Baek (2006), dalam penelitiannya meneliti mengenai
efek J-curve dan juga perdagangan produk hutan antara US dan Canada. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat efek dinamis pada nilai tukar US dan Canada pada neraca
perdagangan dari produk hutan antara kedua Negara tersebut. Dan juga perhatian
yang lebih khusus adalah untuk melihat J-curve: apakah terjadi atau tidak pada neraca
perdagangan US untuk perdagangan produk hutan Canada
keuntungan dari
penurunan nilai mata uang US Dollar. Perdagangan produk hutan antara US dan
Canada mencakup lima komoditi hutan yaitu; softwood lumber (getah kayu lembut),
hardwood lumber (getah kayu keras), Produk Kayu Triplek, kayu gelondongan, dan
produk kayu lainnya.
Dengan menggunakan data kuartalan dari perdagangan bilateral dari tahun
1985 – 2005. Penulis menemukan sedikit bukti-bukti fenomena J-curve untuk
perdagangan US – Canada untuk ke lima produk kehutanan yang diperdagangkan. Ini
membuktikan bahwa, bahwa dalam jangka pendek, perubahan nilai US Dollar
merupakan faktor yang tidak signifikan dalam mempengaruhi perdagangan produk
hutan US. Penemuan ini diperkuat dari hasil Buongiorno et al. (1998), Buongiorno
and Uusivouri (1991) and Sarker (1996). Sebagai contoh,
Buongiorno and
Uusivouri (1991) menunjukkan bahwa depresiasi dari US Dollar tidak efektif dalam
meningkatkan eksport dari prosuk hutan dalam jangka pendek. Penemuan ini lebih
lanjut lagi menyarankan bahwa peningkatan perdagangan produk hutan defisit dan
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
mengalami penurunan pada nilai mata uang US Dollar selama tahun 2002 – 2004
tidak dapat dijelaskan dengan efek J-Curve. Dilain pihak, ini ditemukan bahwa nilai
tukar memainkan peran yang sangat penting dalam mempengaruhi perilaku jangka
panjang dari neraca perdagangan US dengan Canada dalam produk kehutanannya.
Hasil ini dikuatkan dengan hasil dari Bolkesjø and Buongiorno (2006).
2.8 Kerangka Pemikiran
GDP Indonesia
Ekspor Indonesia - Jepang
GDP Jepang
Balance Of Trade (BT)
Nilai Tukar Riil (REX)
Import Indonesia - Jepang
IHK Jepang
IHK Indonesia
Nilai Tukar
Nominal Rp/Yen
(NEX)
Gambar 2.2. Bagan Kerangka Pemikiran
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Dilihat dari bagan kerangka pemikiran diatas bahwa perubahan dari neraca
perdagangan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut GDP Indonesia,
GDP Jepang, dan juga nilai tukar riil. Nilai tukar rill antara Rupiah dan yen Jepang
yang didefinisikan sebagai Pj . NEX/Pi dimana Pi adalah indeks harga konsumen
Indonesia, Pj adalah indeks harga konsumen Jepang dan NEX adalah nilai tukar
nominal yang didefinisikan sebagai jumlah rupiah per unit yen Jepang. Jadi,
peningkatan dalam REX merupakan refleksi dari depresiasi riil rupiah terhadap yen
Jepang. Dikarenakan ini adalah antara Indonesia dan mitra dagangnya Jepang, maka
neraca perdagangannya merupakan cerminan dari neraca perdagangan barang antara
Indonesia dan Jepang, didefinisikan sebagai rasio ekspor Indonesia ke Jepang
terhadap impor Indonesia dari Jepang (non-migas)
2.9 Hipotesis
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu maka penulis berhipotesa
bahwa:
1.
Nilai Tukar riil berpengaruh positif terhadap neraca perdagangan
bilateral Indonesia dengan Jepang
2.
Terjadi kondisi Marshall-Lerner sehingga terbentuk J-Curve pada
kasus perdagangan antara Indonesia dengan Jepang
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
bersifat kuantitatif runtun waktu (time series) bersumber dari Bank Indonesia dan
International Financial Statistic dari tahun 1990.01 – 2006.04. Beberapa variable
ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: GDP Indonesia, GDP Jepang
yang dalam hal ini adalah mitra dagang terbesar Indonesia, Nilai Tukar Riil yang
dalam hal ini didapat dari perhitungan nilai tukar nominal antara nilai tukar nominal
yang dikalikan dengan rasio CPI masing-masing negara mitra dagang terhadap CPI
Indonesia, Neraca Perdagangan, merupakan cerminan dari neraca perdagangan
barang antara Indonesia dan Jepang, didefinisikan sebagai rasio ekspor Indonesia ke
Jepang terhadap impor Indonesia dari Jepang (non-migas)
3.2 Model Analisis
Langkah pertama dalam penyusunan kerangka analisis adalah membangun
model neraca perdagangan. Model yang akan digunakan dalam penelitian ini
didasarkan pada model model dua negara seperti yang diungkapkan oleh BahmaniOskooee & Kantipong (2001). Dua fungsi dasar yang digunakan adalah persamaan
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
permintaan impor dan penawaran ekspor. Dua persamaan di bawah ini menunjukkan
permintaan impor di negara asal dan negara mitra dagang.
M= M (Y, pm)
M*= M* (Y*,pm*)
M (M*) adalah volume impor negara asal (mitra dagang), Y (Y*) adalah
pendapatan riil di negara asal (mitra dagang) dan pm (p*m) adalah harga relatif
barang impor terhadap barang produksi dalam negeri di negara asal. Persamaan
penawaran ekspor diasumsikan hanya tergantung pada harga relatif seperti pada
persamaan di bawah ini:
X = X(px),
X* = X*(p*x)
Dimana X (X*) adalah penawaran barang ekspor dari negara asal dan p
(p*) adalah harga relatif barang ekspor di negara asal (mitra dagang).
Berdasarkan persamaan permintaan dan penawaran di atas, maka kondisi
keseimbangan (equilibrium) dapat dirumuskan sebagai berikut:
M = X*
M* = X
Bahwa pm = REX. P*x and P*m = Px/REX dimana nilai tukar riil adalah
REX= (P*.E)/P, maka kuantitas perdagangan dalam keseimbangan dan harga relatif
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
merupakan fungsi dari REX, Y and Y*. Oleh karena itu, model neraca perdagangan
(reduced form) juga merupakan fungsi dari REX, Y and Y*.
Neraca perdagangan barang = f(REX, Y, Y*)
3.3 Spesifikasi Model
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrik
yang dianalisis dengan metode kointegrasi dan error correction model. Maka
spesifikasi model tersebut adalah sebagai berikut:
Model Jangka panjang kointegrasi:
LogBTt
= β0 + β1 Log GDP-Indo + β2 Log GDP-Jp + β3 Log Rer + Dummy + εt …. (3.1)
dimana:
BT
: Balance of trade
GDP-Indo
: Real Domestic Income Indonesia
GDP-Jp
: Real Domestic income Jepang
Rer
: Real Effective Exchange Rate
Dummy
: Variabel Dummy D=0 (sebelum krisis), D=1(sewaktu krisis)
β1-β4
: Koefien Regresi
β0
: Konstant
Model Error Correcction Model (ECM)
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
# LBTt = β0 + β1
n
n
n
∑# LGDP _ INDO + β ∑# LGDP _ JP + β ∑# LRER + β ECT
2
s=0
3
s=0
4
t −1
+ Dummy + ε t ……….... (3.2)
s=0
dimana :
ΔLBTt
: First difference dari neraca perdagangan
ΔLRER
: First difference dari nilai tukar riil
ΔLGDP_INDO
: First difference dari GDP riil Indonesia
ΔLGDP_JP
: First difference dari GDP riil Jepang
ECTt-1
: Error Correction Term
Dummy
: Variabel Dummy D=0 (sebelum krisis), D=1(sewaktu krisis)
β1-β4
: Koefien Regresi
β0
: Konstanta
3.4 Definisi Operasional
Variable-variabel yang digunakan dalam model penelitian ini dapat
didefinisikan sebagai berikut:
1. BT
= Neraca perdagangan barang antara Indonesia dan Jepang,
didefinisikan sebagai rasio ekspor Indonesia ke Jepang
terhadap impor nonmigas Indonesia dari Jepang.
2. GDP-Indo
= GDP riil Indonesia
3. GDP-Jp
= GDP riil Jepang
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
4. RER
= Nilai tukar rill antara Rupiah dan yen Jepang yang
didefinisikan sebagai Pj . NEX/Pi dimana Pi adalah indeks
harga konsumen Indonesia, Pj adalah indeks harga
konsumen Jepang dan NEX adalah nilai tukar nominal
yang didefinisikan sebagai jumlah rupiah per unit yen
Jepang. Jadi, peningkatan dalam REX merupakan refleksi
dari depresiasi riil rupiah terhadap yen Jepang.
3.5 Metode Analisis
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini termasuk dalam
rumpun analisis data runtut waktu (time series analysis) dengan perangkat analisis
yang digunakan secara umum yaitu pendekatan Cointegration dan Error Correction
Model. Sedangkan perangkat lunak yang digunakan dalam pengolahan data dan
estimasi model pada penelitian ini adalah Eviews 5.1.
3.5.1 Analisis Model Kointegrasi
Analisis model kointegrasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi
keseimbangan dalam jangka panjang pada model yang digunakan, yaitu dengan cara
menguji stasionaritas error term-nya. Dalam penelitian ini, metode estimasi
hubungan jangka panjang dilakukan dengan menggunakan metode Engle-Granger.
Persamaan yang digunakan adalah:
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
ΔUt = ρUt-1 + ut ................................................................................................. (3.3)
Hipotesis untuk pengujian kointegrasi adalah:
H0 : ρ = 0, variabel-variabel dalam model tidak terkointegrasi
H1 : ρ ≠ 0, variabel-variabel dalam model terkointegrasi
Uji ini dikembangkan berdasarkan adanya persepsi model data yang tidak
stasioner dapat terjadi kointegrasi jangka panjang antara tiap variabel yang diuji. Uji
ini disebut sebagai Engle-Granger Test, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Estimasi tiap parameter dari persamaan regresi dengan menggunakan
model OLS dari X terhadap Y, lalu diperoleh nilai residualnya.
Yt = α0 + α1 Xt1 + α2 Xt2 + ut
2. Lakukan uji stasioneritas (Unit Root Test) pada residual tersebut
dengan menggunakan ADF critical value.
Apabila hipotesis unit root ditolak maka disimpulkan bahwa Y dan X
terkointegrasi dan apabila hipotesis unit root tidak ditolak, maka kointegrasi tidak
terjadi.
Di dalam penelitian ini akan digunakan uji akar unit melalui uji
Augmented Dickey-Fuller (ADF-Test) untuk mengetahui apakah data time series
yang digunakan memiliki masalah akar unit atau data tidak stasioner. Jika suatu data
time series tidak stasioner pada order nol, I(0), maka stasionaritas data tersebut bisa
dicari melalui berbagai order sehingga diperoleh tingkat stasionaritas pada order ke-n
(first difference atau I(1), atau second difference atau I(2), dan seterusnya).
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Uji stasioneritas diperlukan untuk melihat apakah seluruh variabel yang
dilibatkan dalam analisis memiliki nilai rata-rata dan varians yang konstan dari waktu
ke waktu. Konstannya nilai rata-rata dan varians setiap variabel sangat diperlukan
agar dapat diidentifikasi hubungan jangka panjang dan pendek antar variabel.
Ketidak-stasioneran suatu variabel akan menyebabkan diperoleh hasil regresi yang
tidak valid, sehingga koefisien regresi tidak dapat diinterpretasikan.
3.5.2 Analisis Error Correction Model (ECM)
Teknik analisis yang digunakan untuk melihat pengaruh nilai tukar
terhadap neraca perdagangan adalah dengan Error Correction Model (ECM). Metode
Error Correction Model ini adalah suatu regresi tunggal yang menghubungkan
differensi pertama pada variabel bebas (DYt) dan tingkatan variabel yang
dimundurkan (lagged level variables = Xt-1) untuk semua variabel dalam model.
Pemilihan terhadap ECM didasarkan pada pertimbangan bahwa data yang akan
digunakan bersifat deret waktu (time series data). Selain itu, ECM relatif lebih
unggul bila dibandingkan dengan pendekatan model dinamis lainnya seperti Partial
Adjustment Model (PAM). Hal ini didasari oleh kemampuan lebih yang dimiliki ECM
dalam meliput lebih banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi jangka
pendek dan jangka panjang, mampu mengkaji konsisten atau tidak model empirik
dengan teori ekonomi, serta dalam usaha mencari pemecahan terhadap persoalan
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
variabel runtut waktu yang tidak stasioner dan regresi lancung (spurious regression)
dalam analisis ekonometrika.
Adanya keseimbangan dalam jangka panjang dalam suatu model estimasi
tidak selalu mencerminkan adanya keseimbangan dalam jangka pendek. Karena
dalam jangka pendek, pergerakan dari setiap variable mungkin saja akan
menyimpang dari keseimbangan jangka panjangnya yang diakibatkan oleh faktor
ekonomi ataupun faktor non ekonomi. Oleh karenanya sebelum melakukan estimasi
ECM, harus dipastikan Y dan X terkointegrasi.
Apabila hubungan variabel terkointegrasi, yang berarti di dalam jangka
panjang akan tercapai kondisi keseimbangan, maka error (deviasi) jangka pendek
tersebut akan terkoreksi untuk kembali pada keseimbangan jangka panjangnya.
Proses koreksi ini secara ekonometrika disebut sebagai mekanisme koreksi kesalahan/
error correction mechanisms (ECM).
Dalam analisis ekonomi, ECM dapat pula dipakai untuk menjelaskan
mengapa pelaku ekonomi menghadapi ketidakseimbangan (disequilibrium) dalam
konteks bahwa fenomena yang diinginkan oleh pelaku ekonomi belum tentu sama
dengan apa yang terjadi dan perlunya yang bersangkutan melakukan penyesuaian
(adjustment) sebagai akibat adanya perbedaan fenomena aktual yang dihadapi antar
waktu.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
3.6 Uji Statistika
Ketepatan fungsi OLS dalam menaksir nilai actual dapat diukur dari
Goodness of fit-nya. Goodness of fit dapat diukur dari nilai statistik t, statistik F, dan
koefisien determinasinya (R2).
3.6.1 Uji Statistik t
Uji t dimaksudkan untuk melihat tingkat signifikansi pengaruh masingmasing variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk pengujian
signifikansi ini, nilai t hitung dibandingkan dengan nilai t-tabel pada tingkat
keyakinan dan derajat kebebasan (degree of freedom) tertentu. Rumus perhitungan
uji-t, yaitu:
t = (β – β0) / Sβ ……………………………………………………….(3.3)
dimana: t = nilai t-test
β = nilai koefisien variabel eksogen yang sebenarnya
β0 = nilai koefisien variabel eksogen dengan hipotesa = 0
Sβ = standar error estimasi β
Untuk pengujian pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variable
dependen, hipotesis yang digunakan adalah sebegai berikut:
H0 : βi = 0 : Artinya variabel independen ke-i yang dihipotesiskan tidak
berpengaruh secara individu terhadap variabel dependennya.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Ha : βi ≠ 0 :
Artinya variabel independen ke-i yang dihipotesiskan berpengaruh
secara individu terhadap variabel dependennya.
3.6.2 Uji Statisik F
Pengujian hipotesis F digunakan untuk mengetahui pengaruh secara
keseluruhan variabel independen terhadap variabel dependen. Rumus untuk
menghitung F-test adalah sebagai berikut:
F = [R2/ (k-1)] / [(1-R2) / (N-K)] ……………………………………(3.4)
Dimana: R2 = koefisien determinasi
K = jumlah variabel eksogen
N = jumlah observasi
Untuk pengujian uji F, hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:
H0 : β1 = β2 = β3 … βk = 0 : artinya semua variabel independen yang dihipotesiskan
secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variable dependennya.
H0 : β1 = β2 = β3 … βk ≠ 0 : artinya semua variabel independen yang dihipotesiskan
secara bersama-sama berpengaruh terhadap variable dependennya.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
3.6.3 Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol
dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel bebas dalam
menjelaskan variabel-variabel terikat amat terbatas. Sebaliknya nilai yang mendekati
satu berarti variabel-variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat.
Rumus koefisien determinasi adalah sebagai berikut:
R2 = ESS/TSS = 1 – RSS/TSS
= 1 – (Σe12) / (ΣYi – Y)2 ………………………………………. (3.5)
3.7 Uji Asumsi Klasik
Selain dilakukan uji statistika di atas, pada saat analisis regresi sering
muncul beberapa masalah yang termasuk dalam pengujian asumsi klasik, yaitu ada
tidaknya masalah autokorelasi, dan multikolinearitas.
3.7.1 Multikolinearitas
3.7.1.1 Masalah Multikolinier
Multikolinear menunjukan gejala adanya hubungan linear atau hubungan
yang pasti diantara eksplanatory variabel (variabel penjelas) dalam model regresi.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Gejala ditunjukan oleh beberapa faktor, namun yang paling mendukung penjelasan
adanya multikolinier dalam model yaitu apabila nilai R2 dari hasil regresi sangat
tinggi namun sebagian besar eksplanatori variabel tidak menjelaskan hubungan yang
signifikan terhadap variabel yang dijelaskan, melalui perbandingan antara nilai t-stat
dan F-stat dengan t-tabel dan F-tabel.
Nachrowi dan Usman (2006) menjelaskan bahwa multikolinieritas dapat
dideteksi dengan adanya koefisien determinasi (R2) yang tinggi dan uji F yang
signifikan tetapi banyak koefisien regresi dalam uji t yang tidak signifikan, atau
secara substansi interprestasi yang didapat meragukan. Akan tetapi deteksi ini bersifat
subyektif, uji formal dibutuhkan untuk mendeteksi keberadaan multikolinieritas.
Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya gejala multikolinieritas
yang antara lain, pertama menurut Gujarati (2003) dengan melihat pada matriks
korelasi (korelasi antar variabel bebas), yaitu jika korelasi antar variabel melebihi
0,50 diduga terdapat gejala multikolinieritas. Yang kedua menurut Neter et al. (1993)
disarankan melihat pada nilai Variance Inflation Factor (VIF), yaitu jika nilai VIF
kurang dari 10 maka tidak terdapat multikolinieritas.
Motgomery dan Peck sumber menjelaskan penyebab multikolinieritas
adalah: (1) metode pengumpulan data yang digunakan membatasi nilai dari regressor,
(2) kendala model pada populasi yang diamati, (3) spesifikasi model, (4) penentuan
jumlah variabel eksplanatoris yang lebih banyak dari jumlah observasi atau
overdetermined model, (5) data time series, trend tercakup dalam nilai variabel
eksplanatoris yang ditunjukkan oleh penurunan atau peningkatan sejalan dengan
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
waktu. Kadang kala aplikasi data sekunder mengalami masalah penaksiran atau
menolak asumsi klasik dari model regresi linier.
3.7.2 Masalah Autokorelasi (Breush- Godfrey Test)
Otokorelasi terjadi apabila nilai variabel masa lalu memiliki pengaruh
terhadap nilai variabel masa kini, atau masa datang. Konsekuensi dari keberadaan
otokorelasi adalah metode regresi OLS akan menghasilkan estimasi yang terlalu
rendah untuk nilai variasi ut dan karenanya menghasilkan estimasi yang terlalu tinggi
untuk R2. Bahkan ketika estimasi nilai variasi ut tidak terlalu rendah, maka estimasi
dari nilai variasi dari koefisien regresi mungkin akan terlalu rendah dan karenanya
akan signifikansi dari uji t dan uji F tidak valid lagi atau menghasilkan konklusi yang
menyesatkan (Gujarati, 1995:411)
Uji Breusch-Godfrey:
1.
Regres suatu model, dapatkan nilai residualnya ut
2.
Regres ut terhadap seluruh variabel independen dalam model, ditambah dengan
2
ut-1, ut-2, …ut-p; dapatkan nilai R -nya
3.
Hitung χ2 dengan rumus:
(n-p)⋅R2
4.
Lakukan uji otokorelasi Breusch Godfrey dengan langkah sbb:
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
(a)
Formulasi hipotesis
Ho : tidak terdapat masalah otokorelasi dalam model
Ha : terdapat masalah otokorelasi dalam model
(b)
Menentukan tingkat signifikansi (α), misalnya digunakan α = 0,05
(c)
Menentukan kriteria pengujian
H0 diterima bila χ2 ≤ χ2(α, p); dan H0 ditolak bila χ2 > χ2(α, p)
(d)
Menghitung χ2 statistik
(e)
Kesimpulan
Cara ringkas untuk uji Breusch Godfrey adalah dengan melihat nilai
probabilitas dari χ
2
statistik. Apabila probabilitas χ
2
≤ α maka Ho ditolak, jika
2
probabilitas χ > α maka Ho diterima. Jadi langkahnya adalah sbb:
(a) Formulasi hipotesis
Ho : tidak terdapat masalah otokorelasi dalam model
Ha : terdapat masalah otokorelasi dalam model
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
(b) Menentukan tingkat signifikansi (α), misalnya digunakan α = 0,05
(c) Menentukan kriteria pengujian
Apabila probabilitas χ2 ≤ α maka Ho ditolak, jika probabilitas χ2 >
α maka Ho diterima.
(d) Kesimpulan
Program Eviews sangat praktis digunakan untuk melakukan uji
otokorelasi Breusch-Godfrey.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini dibahas mengenai analisis ekonomi maupun analisis
statistik dari hasil regresi persamaan pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca
perdagangan bilateral Indonesia dengan pendekatan Kointegrasi dan ErrorCorrection Model (ECM). Di samping itu akan dilakukan pengujian-pengujian
terhadap masalah yang biasanya muncul dalam regresi linier dan analisis runtun
waktu (time series).
4.1 Uji Stasioneritas
Suatu data time series dikatakan stasioner jika mean, variance, dan
autocovariance untuk berbagai lag yang berbeda nilainya konstan, tidak melihat dari
titik mana perhitungan dimulai atau tidak tergantung waktu (time invariant). Suatu
penelitian dengan data time series yang dapat diestimasi dengan metode estimasi
biasa (OLS) didasarkan pada suatu asumsi bahwa data tersebut stasioner pada level,
artinya data konstan dan independen sepanjang waktu (Gujarati, 2003). Namun pada
kenyataannya, sebagian besar data time series merupakan data nonstasioner. Hal ini
berarti penggunaan metode estimasi OLS dengan data nonstasioner dapat berakibat
pada kegagalan estimasi dalam menunjukkan nilai-nilai yang sebenarnya (spurious
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
regression) meskipun ukuran sample diperbesar. Oleh karena itu, sebelum analisis
lebih lanjut perlu dilakukan uji stasioneritas yang dapat dilakukan dengan unit root
test.
Jika suatu variabel pada data level mempunyai suatu unit root, maka
variabel tersebut nonstasioner. Selanjutnya, dilakukan pengujian pada first difference
dan seterusnya hingga diperoleh data yang stasioner.
Metode yang lazim digunakan untuk melakukan unit root test adalah
Augmented Dickey-Fuller Test (ADF Test). Untuk menentukan bahwa suatu series
mempunyai unit root atau tidak, maka perlu dilakukan perbandingan antara nilai t
statistic ADF dengan nilai ADF tabel. Apabila nilai t statistic ADF lebih kecil
daripada nilai kritis ADF tabel dengan tingkat signifikansi tertentu, maka series
tersebut tidak stasioner. Nilai kritis yang digunakan sebagai batas pengujian statistik
adalah nilai kritis MacKinnon dengan batasan nilai α < 10%.
Berdasarkan hasil uji unit root sebagaimana terlihat pada tabel 4.1
ditemukan bahwa keempat variabel asal memiliki unit root pada nilai AD/ADF pada
semua level yang berarti data asli penelitian tidak stasioner.
Tabel 4.1 Uji Stasioneritas Data Augmented Dickey Fuller Test
Level
First Difference
Variabel
TC1)
C2)
N3)
TC1)
C2)
N3)
LBT
-3,0466
-2,66384
-2,6941
-8,7949
-8,8626
-8,91422
LGDP INDO
-1,3511
-1,10865
-0,50988
-8,1564
-8,3694
-8,1887
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
LGDP JP
-2,40172
-0,40004
3,16565
-7,0467
-7,06107
-3,0225
LRER
-1,65726
-1,95244
-0,1762
-5,47659
-5,38886
-5,43653
Sumber: Hasil penghitungan
Keterangan: 1)Trend dan Intercept ; 2) Intercept ; 3)None
Dari data tabel kita bisa melihat bahwa variabel LBT, LGDP INDO,
LGDP JP, LRER semuanya stasioner pada tingkat first difference pada tingkat
kepercayaan 99%.
4.2 Hasil Estimasi Model
4.2.1 Hasil Estimasi Jangka Panjang (Kointegrasi)
Dengan menggunakan spesifikasi model jangka panjang (Pers. 3.1), maka
hasil dampak nilai tukar terhadap neraca perdagangan dalam jangka panjang adalah
sebagai berikut:
LBtt
= - 32,965 - 0,248 LGDP-Indot + 1,537 LGDP-Jpt + 1,481 LRert - 0,453 D
SE
=
(21,519)
(0,210)
(1,612)
(0,355)
(0,303)
t-stat = (-1,025) (-1,181)
(0,953)
(4,172)
(-1,493)
R2
= 0,280
F-stat
= 6,148
Adj R2
= 0,235
Dari hasil estimasi jangka panjang diatas dapat diartikan bahwa pada
kasus Indonesia dan Jepang, hasil regresi menunjukkan bahwa:
1. Koefisien LGDP-Indo adalah bertanda negatif, artinya ada pengaruh
negatif antara LGDP-Indo dengan LBT. Bertambahnya LGDP-Indo
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
akan menurunkan kegiatan ekspor ke negara Jepang. Hal tersebut
berarti peningkatan sebesar 1% pada pendapatan domestik (yang
diproksikan dengan GDP Riil), ceteris paribus, akan menyebabkan
penurunan rata-rata nilai (value) neraca perdagangan sebesar 0,248%.
2. Koefisien
LGDP-Jepang
sebesar
1,5379,
ini
artinya
bahwa
peningkatan pendapatan domestik bruto Jepang akan meningkatkan
impor ke Indonesia. Artinya, jika GDP Jepang bertambah sebesar 1%
akan menyebabkan peningkatan rata-rata nilai (value) neraca
perdagangan sebesar 1,53%.
3. Berdasarkan teori Marshall-Lerner
condition dan teori kurva J,
koefisien Rert seharusnya bertanda positif (+). Hasil regresi
menunjukkan bahwa koefisien Rert adalah positif (+), ini artinya
dalam kasus perdagangan Indonesia - Jepang teori kurva J dan
Marshall - Lerner condition terjadi pada jangka panjang. Tetapi tidak
selamanya Marshall - Lerner terjadi dalam jangka panjang karena
tidak akan mungkin suatu negara terus menerus melakukan devaluasi
untuk membuat peningkatan terhadap neraca perdagangannya supaya
membaik terus.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
4.2.1.1 Pengujian kointegrasi
Pengujian
ini
dimaksudkan
untuk
mengetahui
apakah
terjadi
keseimbangan dalam jangka panjang pada model yang digunakan. Uji kointegrasi
dilakukan untuk menguji stasionaritas residual atau error term dari model tersebut,
yang dilakukan dengan metode Engle Granger. Metode estimasi hubungan jangka
panjang
dilakukan
dengan
menggunakan
metode
Engle–Granger
dengan
menggunakan pendekatan Augmented Dicky Fuller Test. Uji kointegrasi dilakukan
untuk menguji stasionaritas residual atau error term dari model tersebut sehingga
variabel variabel dalam model dinyatakan memiliki pengaruh dalam hubungan jangka
panjang.
Tabel 4.2 di bawah ini menunjukkan hasil uji kointegrasi pengaruh nilai
tukar riil terhadap neraca perdagangan di Indonesia. Tabel 4.2 di bawah ini
memperlihatkan uji ADF terhadap residu yang diperoleh dari regresi persamaan
jangka panjang, (Hasil estimasi secara rinci dapat dilihat di Lampiran).
Tabel 4.2 Hasil Uji Kointegrasi
ADF Statistic
-4.316633***
T Statistic
-3.534868***
Lag
2
Sumber: Hasil Perhitungan
Keterangan: *** = 1%, ** = 5%, * =10% (derajat kepercayaan)
• Nilai absolute dan dibandingkan dengan MacKinnon
critical value
• t hitung pada lag terakhir dalam model
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Berdasarkan uji ADF diperoleh hasil nilai t-statistik (-4.316633) lebih
besar secara absolut dengan nilai tabel t-Dickey-Fuller pada tingkat kepercayaan 99%
(-3.534868), maka Ho ditolak. Hal tersebut menunjukkan bahwa residual
terkointegrasi. Artinya hasil regresi memiliki derajat integrasi yang sama
(terkointegrasi) sehingga terdapat hubungan jangka panjang yang signifikan dan
bermakna antar variabel dalam model, di mana variabel – variabel bebas
(independent) dalam model persamaan memiliki pengaruh hubungan jangka panjang
dengan variabel terikat (dependent) yang valid.
4.2.1.2 Uji Koefisien Determinasi (R2)
Pada model jangka panjang pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca
perdagangan bilateral Indonesia memiliki nilai R2 adalah 0,2807. Nilai tersebut
menunjukan bahwa 28,07% variasi dari pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca
perdagangan bilateral dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen yang
terdapat dalam model, sisanya sebesar 71,93% ditentukan oleh variabel lain yang
tidak dimasukkan dalam model (error term).
4.2.1.3 Uji t-statistik
Berdasarkan tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa dalam model jangka
panjang pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia,
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
secara individu (parsial) memiliki pengaruh dan signifikan pada tingkat kepercayaan
α=1% terhadap neraca perdagangan bilateral.
Tabel 4.3 Hasil Pengujian t-statistik Model Kointegrasi
Variabel
t-stat
Ho
Keterangan
LGDP-Indo
-1,1816
diterima
Tidak signifikan
α=10%
LGDP-Jp
0,9539
diterima
Tidak signifikan
α =5%
LRer
4,1721
ditolak
Signifikan
α =1%
Keterangan: a=1% (2,660), a=5% ( 2,000), a=10% (1,671)
Sumber: Hasil Perhitungan
Hasil uji t-statitik terhadap model adalah sebagai berikut :
1. Variabel GDP Indonesia
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t-statistik untuk variabel LGDPIndo sebesar -1,1816 . Nilai ini lebih kecil dari nilai t-tabel sebesar
1,671 sehingga H0 diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa secara
parsial variabel LGDP-Indo tidak mempengaruhi variabel neraca
perdagangan (LBT) secara signifikan pada tingkat kepercayaan 90%.
2. Variabel GDP Jepang
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t-statistik untuk variabel LGDPJp sebesar 0,9539. Nilai ini lebih kecil dari nilai t-tabel dengan tingkat
kepercayaan 90% sebesar 1,671 sehingga H0 diterima. Maka dapat
disimpulkan bahwa secara parsial variabel LGDP-Jp secara statistik
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap neraca perdagangan
(LBT).
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
3. Variabel Nilai tukar riil
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t-statistik untuk variabel LRer
sebesar 4,1721. Nilai ini lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 2,660
sehingga H0 ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa secara parsial
variabel Rer mempengaruhi variabel neraca perdagangan secara
signifikan pada tingkat kepercayaan 99%.
4.2.1.4 Uji Keseluruhan (F-Statistika)
Uji F-statistik untuk mengukur goodness of fit dari persamaan regresi,
yaitu pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap pergerakan variabel
tidak bebasnya. Dengan demikian berlaku pengujian sebagai berikut :
Ho diterima jika F-stat < F tabel
Ho ditolak jika F-stat > F-tabel
Dengan demikian hasil uji F yang signifikan akan menunjukkan bahwa
variabel bebas secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap variabel tidak
bebasnya. Uji F-stat ini merupakan uji signifikansi satu arah (one tail significance).
Tabel 4.4 Nilai F-tabel Model Kointegrasi
Df (k-1,n-k) = (4-1,68-4)
(3;64)
(3;64)
(3;64)
Sumber : Hasil Perhitungan
α
1%
5%
10%
F-tabel
4,13
2,76
2,18
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Persamaan neraca perdagangan Indonesia mempunyai nilai F-hitung
sebesar 6,1486 persamaan ini terbukti signifikan pada confidence level 1 % karena
lebih besar dari F-tabel sebesar 4,13. Dengan kata lain, variabel LGDP-Indo, LGDPJp, LRer secara bersama-sama signifikan mempengaruhi neraca perdagangan
(balance of trade) Indonesia pada tingkat kepercayaan 99%.
4.2.2 Uji Masalah dalam Model Regresi Linier
4.2.2.1 Masalah Multikolinieritas
Multikolinear menunjukan gejala adanya hubungan linear atau hubungan
yang pasti diantara variable regressor (variabel penjelas) dalam model regresi. Gejala
ditunjukkan oleh beberapa faktor, namun yang paling mendukung penjelasan adanya
multikolinier dalam model yaitu apabila nilai R2 dari hasil regresi sangat tinggi
namun sebagian besar eksplanatori variabel tidak menjelaskan hubungan yang
signifikan terhadap variabel yang dijelaskan, melalui perbandingan antara nilai t-stat
dan F-stat dengan t-tabel dan F-tabel. Selain itu, deteksi multikolinearitas juga dapat
dilihat dengan Correlation Matrix antar variable bebas.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
4.2.2.1.1. Correlation Matrix
[
Berdasarkan hasil penghitungan dengan mempergunakan program
software E-Views 4.1, maka diperoleh tabel matriks korelasi sebagai berikut:
Tabel 4.5 Correlation Matrix
Variabel-Variabel Regressor
Variabel
LGDP-Indo
LGDP-Jp
1.000.000
-0,378032
LGDP-Indo
-0,378032
1.000.000
LGDP-Jp
0,343888
0,117126
LRER
Sumber:Hasil Penghitungan
Dari
tabel
4.6
diatas
dapat
disimpulkan
LRER
0,343888
0,117126
1.000.000
bahwa
tidak
terjadi
multikolinieritas antar variable-variabel, karena nilai correlation matrix antar
variable-variabel tersebut tidak ada yang melebihi 0,5 (rule of thumb).
4.2.2.1.2 Masalah Autokorelasi
Untuk mengetahui apakah terdapat masalah autokorelasi didalam suatu
persamaan digunakan uji autokorelasi. Uji autokorelasi pada regresi model granger,
dimana terdapat lag dari dependen variabel pada persamaan di sebelah kanan,
menggunakan metode Breusch-Godfrey test atau lebih dikenal dengan LM test.
Pengujian Breusch-Godfrey test pada intinya adalah menguji koefisien
korelasi antar residual. Ada dua langkah dalam melakukan Breusch-Godfrey test yaitu
meregres variabel-variabel yang ada pada model dengan OLS dan didapat nilai
residualnya kemudian diregres nilai residual terhadap variabel independennya yang
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
terdapat pada regresi tahap pertama serta residual pada lag tertentu. Dalam penelitian
ini dilakukan pengujian autokorelasi pada lag 1.
Tetapi dalam hal ini, Uji Autokorelasi dilakukan dengan menggunakan BG test, yaitu melihat nilai Prob. χ2 dan membandingkannya dengan tingkat
signifikansinya (α = 0.05).
Tabel 4.6 Uji Autokorelasi Pada Lag 2
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
34.67654
Prob. F(2,61)
Obs*R-squared
36.17873
Prob. Chi-Square(2)
Sumber: Hasil Perhitungan
0.062000
0.060000
Berdasarkan hasil LM Test yang dilakukan untuk menguji ada tidaknya
autokorelasi dalam model yang digunakan dalam penelitian ini, maka hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa nilai Prob. χ2 = 0.0600. Nilai ini lebih kecil dari nilai
tingkat signifikansi α = 0.05. Maka Ho diterima artinya tidak terdapat autokorelasi.
4.2.3 Hasil Estimasi Jangka Pendek (ECM)
Sebagaimana dipaparkan pada bagian terdahulu, bila variabel-variabel
yang diamati membentuk suatu himpunan variabel yang saling terkointegrasi, maka
model dinamis yang cocok untuk mencari keseimbangan jangka pendek adalah model
koreksi kesalahan (Error Correction Model). Meskipun hasil uji kointegrasi
membuktikan bahwa terdapat keseimbangan jangka panjang (kointegrasi) dalam
model perngaruh nilai tukar terhadap neraca perdagangan bilateral (IndonesiaNancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Jepang), tetapi kita belum dapat melihat variabel-variabel mana yang berperan dalam
penyesuaian dynamic short run menuju keseimbangan jangka panjang. Untuk itu
digunakan ECM untuk melihat perilaku jangka pendek (short run) dari model
perngaruh nilai tukar terhadap neraca perdagangan bilateral (Indonesia-Jepang)
dengan mengestimasi dinamika Error Correction Term (ECT).
Hasil estimasi model koreksi kesalahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Estimation Equation:
=====================
DLBT = C(1) + C(2)*ECT(-1) + C(3)*DLGDP INDO + C(4)*DLGDP JP +
C(5)*DLRER + C(6)*DUMMY
Substituted Coefficients:
=====================
DLBT = 0.05804828554 + 0.01130727044*ECT(-1) - 0.8886952638*DLGDP INDO
- 11.18871149*DLGDP JP + 0.4116203793*DLRER - 0.2492927027*DUMMY
Dari hasil estimasi diatas terlihat bahwa estimasi dengan menggunakan
Model Koreksi Kesalahan (ECM) diperoleh hasil ECT 0,01130 bernilai positif dan
signifikan
(t-stat = 2,5850). Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi
ketidakseimbangan dalam jangka pendek. Karena yang diharapkan adalah nilai ECT
yang bertanda negatif dan signifikan sehingga neraca perdagangan berada di atas nilai
keseimbangan, maka neraca perdagangan akan menurun pada periode berikutnya
untuk mengkoreksi kesalahan keseimbangan. Pada hasil output diatas GDP Indo (Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
0,8886), GDP Jp (-11,188) memberikan dampak yang negatif bagi neraca
perdagangan. Sedangkan Rer (0,4116) memberikan dampak yang positif bagi neraca
perdagangan.
Hasil estimasi ECM menunjukkan nilai R2 sebesar 0,3124. Nilai R2 ini
menunjukkan bahwa pada model jangka pendek yang dibuat dapat menjelaskan 31,24
persen variasi neraca perdagangan bilateral Indonesia untuk kasus Indonesia-Jepang.
Dengan kata lain, perubahan neraca perdagangan bilateral Indonesia dapat dijelaskan
oleh model sampai pada tingkat 31,24 persen. Dalam model linier dinamis seperti
ECM, nilai R2 (0,2965) maupun Adj-R2 (0,2511) dapat dilihat bahwa nilai Adj-R2
dengan rata-rata dibawah 60 persen. Hal ini disebabkan dalam jangka pendek variasi
variabel terikat dalam hal ini neraca perdagangan bilateral Indonesia sangat
dimungkinkan dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya yang bersifat non-ekonomi.
Sedangkan Tabel di bawah ini menunjukkan hasil output regresi dengan
menggunakan error correction model (ECM).
Tabel 4.7 Hasil Estimasi dengan ECM
DLRER
DLGDP INDO
DLGDP JP
ECTt-1
F-statistic
Adjusted R2
Sumber: Hasil Perhitungan
MITRA DAGANG
Jepang
0,41162
-0,88869
-11,1887
0,01130
5,54405***
0,25608
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Catatan: *** derajat kepercayaan 99%, ** derajat kepercayaan 95%, * derajat
kepercayaan 90%
Dari table 4.7 diatas ada beberapa aspek yang dapat dilihat. Pertama, error
correction terms (ECTs) memiliki tanda positif (0,01130). Nilai ECT ini
memperlihatkan bahwa percepatan penyesuaian keseimbangan jangka panjang tidak
terjadi. Kedua, berkaitan dengan teori kurva J, pada kasus Indonesia-Jepang
walaupun lag nilai tukar dalam jangka pendek (t-1 s/d t-4) memiliki tanda negatif
seperti yang diharapkan dalam teori kurva J, namun nilai t-hitung menunjukkan
bahwa seluruh koefisien secara statistik tidak signifikan. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa teori kurva J dalam kasus perdagangan Indonesia-Jepang tidak
terjadi.
Terdapat bebeapa alasan mengapa teori kurva J tidak terjadi dalam kasus
perdagangan bilateral Indonesia - Jepang. Pertama, berkaitan dengan hipotesis harga
relatif (Felmingham, 1988). Hipotesis ini pertama kali diungkapkan oleh Barber
(1986) yang memfokuskan diri pada perspektif manajerial. Pada hipotesis ini Barber
menyatakan bahwa depresiasi nilai tukar tidak akan berdampak pada neraca
perdagangan suatu negara jika negara tersebut memiliki tingkat upah yang sangat
tinggi. Negara tersebut tidak akan meningkat daya saingnya akibat depresiasi mata
uang yang dimiliki jika tingkat upah begitu tinggi, sehingga depresiasi tidak
sebanding dengan tingginya upah. Namun dalam kasus Indonesia, hipotesis ini
kurang tepat untuk menjelaskan mengapa teori kurva J tidak berlaku.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Argumen kedua yang menjelaskan ketidak-berlakuan teori kurva J adalah
hipotesis struktural (Felmingham, 1988). Hipotesis ini didasari oleh keadaan di mana
suatu negara memiliki elastisitas permintaan impor yang sangat rendah. Rendahnya
elastisitas permintaan impor dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu komposisi
komoditi yang diimpor Indonesia dan kedua adalah kecilnya kemampuan industri
domestik Indonesia untuk menggantikan barang impor. Pada beberapa studi seperti di
Australia menunjukkan bahwa walaupun terjadi depresiasi dollar Australia namun
pengusaha domestik Australia tetap melakukan impor. Hal ini dikarenakan tidak
adanya barang subtitusi bagi barang impor dan kalaupun ada namun kualitasnya tidak
sesuai dengan harapan pengusaha (Felmingham, 1988).
Pada aspek komposisi barang yang diimpor oleh Indonesia, komposisi
terbesar adalah barang kapital seperti perlengkapan mesin dan pengangkutan (42%)
diikuti oleh barang manufaktur (15%) dan bahan kimia (14%). Berdasarkan jenis
barangnya, barang kapital dan bahan kimia termasuk barang yang memiliki
permintaan yang inelastik terhadap harga. Artinya perubahan harga tidak akan
berpengaruh besar pada banyaknya barang yang dibeli atau diimpor.
Sehingga unsur ketidakmampuan industri domestik untuk mengganti
barang-barang yang diimpor dan unsur elastisitas permintaan impor dapat merupakan
dua faktor utama yang menyebabkan Indonesia tetap mengimpor barang dari Jepang.
Dalam jangka panjang di kedua kasus ditemukan bahwa nilai koefisien
nilai tukar positif yang berarti sesuai dengan teori yang seharusnya positif. Faktor
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
utama yang menyebabkan terjadinya kesesuaian adalah terpenuhinya MarshallLerner condition. Berdasarkan komposisi barang yang diimpor Indonesia dalam
jangka panjang, sangat memungkinkan bahwa elastisitas permintaan impor tinggi
sehingga penjumlahan elastisitas permintaan ekspor dan elastisitas permintaan impor
lebih dari satu. Sehingga keadaan ini akan berdampak positif pada neraca
perdagangan Indonesia jika terjadi depresiasi rupiah terhadap mata uang mitra
dagangnya. Namun demikian penelitian ini tidak bertujuan untuk menentukan
besarnya elastistitas di atas. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk melihat apakah
Marshall-Lerner condition terjadi dalam kasus perdagangan Indonesia dengan mitramitra dagangnya dengan menggunakan metode VECM.
4.3
Hasil Ekonomi Model ECM
4.3.1 GDP INDONESIA
Dari Estimasi jangka panjang diketahui bahwa GDP Indonesia
berpengaruh negatif terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia (LBT), hal ini
berarti semakin tinggi GDP Indonesia maka nilai neraca perdagangan bilateral
Indonesia akan turun dengan kata lain neraca perdagangan bilateral akan mengalami
defisit. Ini bisa diartikan bahwa kinerja ekspor kita semakin menurun sehingga tidak
dapat menambah nilai Gross Domestic Product (GDP).
Estimasi jangka panjang memberikan hasil bahwa tanda negatif dari GDP
Indonesia memberikan dampak negatif, sehingga GDP Indonesia akan mengalami
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
peningkatan dikarenakan kinerja ekspor kita yang semakin membaik sehingga
menambah pemasukan bagi GDP negara, karena permintaan eksport yang meningkat,
sehingga ada penambahan untuk pemasukan GDP negara.
Membaiknya kinerja eksport akan memberikan dampak terhadap GDP
Indonesia yang mengalami peningkatan. Sehingga GDP Indonesia akan mengalami
peningkatan dan ini akan membuat Indonesia lebih memacu diri untuk lebih
meningkatkan eksport mereka secara terus menerus dan memperkecil nilai import
mereka.
Hasil estimasi jangka pendek sama dengan jangka panjang, bernilai
negatif. Nilai koefisien jangka pendek adalah -0,894195, artinya jika GDP Indonesia
meningkat sebesar 1% maka akan menyebabkan neraca perdagangan bilateral akan
mengalami penurunan sebesar 0,89%. Ini artinya bahwa dalam keadaan jangka
panjang maupun jangka pendek GDP Indonesia berpengaruh negatif terhadap neraca
perdagangan bilateral Indonesia.
Kinerja Import yang biasa-biasa saja memberikan bukti bahwa selain
import yang semakin berkurang, karena penawaran yang berkurang sehingga tidak
adanya pengeluaran yang terlalu besar, dan ini menyebabkan GDP negara terjaga dari
defisit karena tadinya terlalu banyak import. GDP negara akan semakin terjaga pula
dikala permintaan akan eksport kita semakin meningkat dan semua nilai eksport tadi
akan ditambahkan menjadi GDP negara sehingga nilai dari GDP kita akan meningkat.
Ada kalanya jika permintaan akan eksport kita meningkat, tetapi
peningkatan ini tidak diikuti dengan peningkatan penawaran import maka neraca
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Jadi, arti tanda negatif pada perolehan hasil estimasi jangka panjang pada
GDP Indonesia adalah setiap penurunan GDP Indonesia sebesar 1% akan memacu
peningkatan nilai eksport menjadi sebesar 0,24%. Dengan catatan, import diperkecil
nilainya supaya GDP Indonesia bisa lebih membaik setelah terus digalakkannya
kinerja eksport Indonesia.
4.3.2 GDP Jepang
Dari hasil estimasi jangka panjang diperoleh nilai koefisiennya sebesar
1,5379 dan bertanda positif ini artinya bahwa GDP Jepang berpengaruh positif
terhadap perubahan neraca perdagangan Bilateral. Jika GDP Jepang mengalami
peningkatan sebesar 1% maka neraca perdagangan bilateral mengalami peningkatan
sebesar 1,53%. Artinya jika GDP Jepang mengalami perbaikan kearah yang positif
maka nilai eksport Indonesia ke Jepang juga akan mengalami perbaikan, karena
Jepang akan lebih sering lagi untuk melakukan ekspor dari Indonesia karena
perolehan GDP mereka yang semakin membaik.
Peningkatan GDP Jepang ini juga akan sama artinya dengan kasus yang
terjadi dengan GDP Indonesia. Peningkatan GDP Jepang ini mengakibatkan neraca
perdagangan semakin membaik. Neraca perdagangan yang proksinya ke kinerja
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
eksport dan Import. Semakin meningkat GDP Jepang ini menandakan bahwa kinerja
eksport mereka juga semakin meningkat. Oleh karena itu, permintaan ekspor Jepang
akan meningkat sehingga nilai dari GDP akan meningkat pula (kejadian ini dianggap
import tidak mengalami perubahan).
Jika permintaan akan import akan meningkat sejalan dengan peningkatan
GDP Jepang maka yang terjadi adalah GDP Jepang akan berkurang seiring dengan
meningkatnya permintaan akan import dari negara Jepang. Peningkatan ini akan
membawa Jepang kearah besar pasak daripada tiang jika peningkatan import tidak
diikuti dengan peningkatan nilai eksport sehingga akan memberikan pengaruh negatif
terhadap GDP Jepang dan juga neraca perdagangan bilateral yang defisit dikarenakan
lebih besar nilai import daripada nilai eksport.
Tetapi hal ini tidak terjadi pada hasil estimasi jangka pendek yang
memperoleh nilai koefisien sebesar -11,1887 dan bertanda negatif, yang artinya
bahwa GDP Jepang berhubungan terbalik dengan neraca perdagangan bilateral. Jadi
jika GDP Jepang mengalami peningkatan sebesar 1% maka neraca perdagangan
bilateral mengalami penurunan sebesar 11,18%.
Nilai negatif pada koefisien GDP Jepang memberi arti bahwa dikala
Jepang mengalami peningkatan GDP maka ini akan mengakibatkan permintaan untuk
import semakin meningkat sehingga laju import meningkat. Jika peningkatan
permintaan untuk import ini terus meningkat tidak diikuti oleh peningkatan ekspor
maka dengan sendirinya Jepang akan lebih banyak melakukan pengeluaran tanpa
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
memikirkan pendapatan untuk menambah GDP Jepang. Apabila sudah terjadi seperti
ini maka nilai Import akan merajai perekonomian Jepang, dan ekspor akan merasa
tidak dipedulikan. Sehingga Jepang akan mengalami defisit karena import yang lebih
besar daripada ekspor.
Jadi, arti dari tanda negatif pada GDP Jepang pada jangka pendek adalah
peningkatan GDP Jepang sebesar 1% akan berakibat pada nilai eksport yang akan
mengalami penurunan sebesar 11,18%.
4.3.3 Nilai Tukar Riil
Perolehan hasil estimasi jangka panjang dapat dilihat bahwa koefisiennya
bernilai 1,4813 dan bertanda positif. Artinya, bahwa setiap nilai tukar riil mengalami
depresiasi (melemah), maka harga import akan menjadi mahal, ini harus
dimanfaatkan untuk lebih mengali import kita lagi supaya mengalami peningkatan
terhadap neraca perdagangan bilateral kita sebesar 1,48%.
Dari perolehan estimasi nilai tukar riil jangka panjang diperoleh nilai
koefisien yang bertanda positif dan bernilai 1,48. Ini artinya telah terjadi kondisi
marshall lerner pada jangka panjang karena nilai elastisitas eksport dan importnya.
Kondisi Marshall-Lerner ini biasanya akan tercapai pada jangka panjang dan jangka
menengah.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Estimasi jangka pendek lain lagi perolehannya, nilai koefisiennya 0,41162
juga bertanda positif. Ini artinya bahwa nilai tukar benar-benar berpengaruh secara
signifikan terhadap neraca perdagangan bilateral, yang mana dapat kita lihat
perubahannya pada nilai ekspor dan import kita ke/dari Jepang. Terapresiasinya nilai
tukar dapat mengakibatkan akan mengurangi daya saing barang-barang ekspor, dan
meningkatkan penetrasi import. Sehingga nilai import akan meningkat sebesar
0,41%.
Dalam jangka pendek kondisi marshall-lerner tidak terjadi pada kasus
perdagangan bilateral Indonesia – Jepang, dikarenakan nilai elastisitas yang tidak
lebih dari 1, hanya sebesar 0,41. Sehingga fenomena J-Curve tidak terjadi karena
depresiasi nilai tukar pada awalnya akan memperburuk neraca perdagangan bilateral
Indonesia – Jepang sebelum akhirnya akan meningkat secara permanen. Hal ini
disebabkan pada jangka pendek volume eksport dan import tidak akan banyak
berubah dan pengaruh harga yang lebih banyak mendominasi sehingga neraca
perdagangan bilateral akan memburuk.
4.3.4 Krisis Moneter 1997:04 – 1998:01
Dengan maksud untuk melihat pengaruh krisis moneter 1997-1998
terhadap nilai tukar rupiah maka penelitian ini dibuat variabel dummy yaitu sebelum
krisis moneter (=0) dan setelah krisis moneter (=1). Hasil estimasi yang diperoleh
bahwa krisis moneter, jangka panjang dan jangka pendek krisis moneter tidak
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
mempengaruhi neraca perdagangan bilateral Indonesia-Jepang, karena jangkauan
nilai dummy yang terlalu singkat sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap
perubahan neraca perdagangan bilateral antara Indonesia-Jepang.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh nilai tukar riil
terhadap neraca perdagangan bilateral indonesia-Jepang. Hasil yang diperoleh dari
hasil estimasi adalah sebagai berikut:
1. Hasil estimasi jangka pendek maupun jangka panjang GDP Indonesia
bernilai negatif, itu artinya jika GDP Indonesia mengalami peningkatan
maka rasio X/M akan mengalami penurunan. Karena peningkatan GDP
Indonesia tidak serta merta memberikan peningkatan pula terhadap rasio
X/M karena peningkatan GDP dapat dialokasikan untuk memperoleh
bahan baku eksport kita yang sebagian besar berasal dari luar negeri,
karena industri di Indonesia banyak menggunakan bahan baku impor
dalam menghasilkan barang-barang ekspor sehingga pendapatan ekspor
yang diterima yang tadinya bisa menambah GDP tetapi habis digunakan
untuk pembelian bahan baku dan pembayaran bunga serta cicilan
pembayaran utang.
2. Hal yang tidak jauh berbeda dapat pula kita lihat pada perolehan estimasi
GDP Jepang. Hasil estimasi GDP Jepang memperlihatkan bahwa GDP
Jepang berpengaruh negatif, itu dilihat dari perolehan nilai koefisiennya.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Jika GDP Jepang mengalami penurunan maka rasio X/M akan mengalami
peningkatan. Artinya, jika GDP Jepang mengalami penurunan maka
Jepang akan lebih memilih mengimport barang dari Indonesia karena dari
sisi harga, harga barang Indonesia lebih murah sehingga Jepang lebih
memilih untuk mengimport barang Indonesia. Dan ini menyebabkan nilai
eksport Indonesia ke Jepang akan mengalami peningkatan. dan hal ini bisa
memperbaiki neraca perdagangan bilateral Indonesia-Jepang.
3. Peningkatan pendapatan riil luar negeri akan menyebabkan terjadinya
penurunan ekspor dan peningkatan impor. Hal tersebut dihubungkan
dengan kecenderungan Indonesia untuk mengekspor barang-barang close
subtitute seperti garmen dan tekstil. Sehingga, peningkatan dalam mereka
(yang diproksikan dengan index of industrial production) mereka
menyebabkan
impor
domestik
menjadi
meningkat
dan
tidak
meningkatkan permintaan luar negeri terhadap ekspor kita. Sehingga
peningkatan dalam pendapatan riil luar negeri akan menurunkan neraca
perdagangan Indonesia.
4. Dalam estimasi jangka panjang, marshall-lerner condition terpenuhi
karena nilai koefisien RER bernilai lebih dari 1 dan bertanda positif.
Fenomena ini dinamakan fenomena J-Curve dimana nilai tukar yang
terdepresiasi menyebabkan neraca perdagangan pada awalnya memburuk
sebelum akhirnya meningkat secara permanen.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
5. Elastisitas jangka pendek untuk ekspor dan impor bernilai lebih kecil dari
1 sehingga peningkatan neraca perdagangan akibat shock terhadap nilai
tukar riil pada mulanya akan berdampak negatif (tidak memberikan
perbaikan terhadap neraca perdagangan) pada neraca perdagangan
sebelumnya secara jangka panjang memberikan dampak positif. Ini artinya
Marshall-Lerner Conditon tidak terjadi dalam jangka pendek, sehingga
fenomena J-curve tidak terjadi. Hal ini disebabkan dalam jangka pendek
volume ekspor dan impor tidak banyak berubah dan pengaruh harga akan
lebih mendominasi, sehingga dalam jangka pendek neraca perdagangan
akan memburuk.
6. Memburuknya rasio neraca perdagangan dalam jangka pendek ini terjadi
pada awal-awal tahun penelitian yang disebabkan karena tidak ada
peningkatan ekspor dari Indonesia ke Jepang sampai pada tahun 1998,
tetapi mengalami
penurunan lagi di tahun 2004. Tidak membaiknya
ekspor ini lebih disebabkan oleh menurunnya permintaan terhadap barang
ekspor domestik sebagai akibat menurunnya pendapatan riil di kedua
mitra dagang tersebut, yang memang ikut terimbas oleh krisis ekonomi
asia pada tahun 1998.
7. Walaupun kondisi Marshall-Lerner terpenuhi dalam jangka panjang,
pengaruh depresiasi nilai tukar riil terhadap neraca perdagangan bilateral
relatif kecil. Hasil estimasi elastisitas memperlihatkan bahwa dampak 1%
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
depresiasi pada nilai tukar riil akan meningkatkan rasio X/M sebesar
1,48%.
5.2
Saran
1. Berkaitan dengan topik penelitian hubungan neraca perdagangan dengan
nilai tukar, maka untuk lebih memaksimalkan penelitian dapat diarahkan
pada pemakaian metode VECM (Vector Error Correction Model).
2. Untuk lebih mendapat hasil yang terbaik untuk fenomena J-Curve dan
Marshall-Lerner condition supaya menggunakan data eksport dan import
keseluruhan komoditas atau bisa jadi mengkhususkan pada satu produk
komoditas eksport dan import.
3. Penggunaan Dummy Variabel ada baiknya digunakan dalam waktu yang
panjang supaya dapat lebih kelihatan hasilnya, apakah mempengaruhi atau
tidak.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
Adwin Surya Atmadja. “Free Foating Exchange Rate System dan Penerapannya pada
Kebijaksanaan Ekonomi di Negara Yang Berperekonomian Kecil Dan
Terbuka”. Jurusan Ekonomi Akuntansi, Fakultas Ekonomi - Universitas
Kristen Petra
Akbostanci, E. 2002 “Dynamics of Trade Balance: The Turkish J -Curve,” Paper
prepared for “International Conference in Economics,” September 11 -14,
2002, Ankara, Turkey.
Bahmani-Oskooee, M. and Brooks, T. J. 1999. “Bilateral J -Curve Between U.S. and
her
Trading Partners”, Weltwirtschaftliches Archiv, 135, 156-165.
Bank Indonesia, berbagai edisi. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Jakarta: BI
Batiz, Fransisco Rivera and Luis Rivera-Batiz, 1994. International Finance and Open
Economy Macroeconomics, MacMillan Publishing Company,1994
Bolkesjø, T.F., Buongiorno, J., 2006. Short- and long-run exchange rate effects on
forest product trade:evidence from panel data. Journal of Forest Economics
11, 205–221
Ekananda, Mahyus, 2002. Pengaruh Pengaruh Volatilitas Nilai Tukar Pada
Perdagangan Internasional,
Analisis Empiris Terhadap ekspor Non Migas
Di Indonesia ,Tesis Magister Ekonomi, Universitas Indonesia.
Guptar-Kapoor, Anju and Ramakrishnan, Uma. 1999 “Is There a J -Curve? A New
Estimation for Japan", International Economic Journal, 13, 71-79.
International Financial Statistic, CD Room
Kindleberger, Peter H.Lindert. 1983. Ekonomi Internasional, Penerbit Erlangga,
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Krugman, P.R., Obstfeld, M., 2001. International Economics: Theory and Policy.
Addison-Wesley, New York.
Mankiw, Gregory N. 2000, Macroeconomics, Fourth Edition, terjemahan, New York:
Worth Publishers. Inc.
Salvatore, D., 1997. Ekonomi Internasional. Edisi kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sarker, R., 1996. Canadian softwood lumber export to the United States: a cointegrated and error corrected system. Journal of Forest Economics 2, 205–
231.
Wibowo, Tri & Hidayat Amir. 2005. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar.
Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan, Departemen Keuangan. Jakarta
Wilson, P. 2001. “Exchange Rates and the Trade Balance for Dynamic Asian
Economies – Does the J-Curve Exist for Singapore, Malaysia and Korea?”,
Open Economies Review, 12, 389-413.
Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner
Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009
USU Repository © 2008
Download