PENGARUH NILAI TUKAR RIIL TERHADAP NERACA PERDAGANGAN BILATERAL INDONESIA (MARSHALLLERNER CONDITION DAN FENOMENA J-CURVE) TESIS Oleh : NANCY NOPELINE 077018017/EP SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 PENGARUH NILAI TUKAR RIIL TERHADAP NERACA PERDAGANGAN BILATERAL INDONESIA (MARSHALLLERNER CONDITION DAN FENOMENA J-CURVE) TESIS Untuk memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Oleh : NANCY NOPELINE 077018017 SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 ABSTRACT The purpose of this research is to identify the effect of real exchange rate on the equilibrium of Indonesia bilateral trade against its main trade partner, which is Japan. The data used is quarterly times series data 1990:01 – 2006:04 from International Federal Statistics and Bank of Indonesia. The model of analysis used is CoIntegration Analysis Method and Error Correction Model (ECM) in the short run and long run in order to find out the effect of real exchange rate toward the equilibrium of Indonesia – Japan bilateral trade. The result shows that Indonesia bilateral trade with its main trade partner on Long-Term met the terms of Marshall–Lerner Condition and therefore the J–Curve Phenomenon also occurred. On the contrary, Marshall–Lerner Condition did not meet on Short-Term, therefore J–Curve Phenomenon did not occur in Indonesia trade with Japan. This means that the shock from real exchange rate does not give solution to the equilibrium of short-term bilateral trade. Key words: Marshall – Lerner Condition, J-Curve, Real Exchange Rate, Error Correction Model, Short-Term, Long-Term Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia terhadap mitra dagang utamanya yaitu, Jepang . Dengan menggunakan data times series kwartalan 1990:01 – 2006:04 yang berasal dari International Federal Statistic, dan Bank Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis kointegrasi dan model yang digunakan adalah Error Correction model (ECM). Penelitian ini menggunakan jangka panjang dan jangka pendek untuk mengetahui pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia – Jepang. Hasil yang ditemukan bahwa perdagangan bilateral Indonesia dengan mitra dagang utamanya dalam jangka panjang memenuhi kondisi Marshall-Lerner sehingga fenomena J-curve juga terjadi. Sebaliknya Marshall-lerner condition tidak terjadi dalam jangka pendek sehingga tidak terjadi fenomena J-curve dalam perdagangan Indonesia dengan Jepang. Artinya shock dari nilai tukar riil tidak memberikan perbaikan terhadap neraca perdagangan bilateral dalam jangka pendek. Kata kunci: Marshall – lerner condition, J-curve, nilai Tukar riil, Error Correction model, jangka pendek, jangka panjang. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke-Hadirat Allah Bapa di Surga, karena atas berkat rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul “Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia –Jepang (Marshall – Lerner Condition dan fenomena J- Curve)”. Penulis juga menyadari dalam tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak agar dapat menjadi lebih baik hasilnya. Selama mengikuti perkuliahan dan penulisan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTH&H, Sp.A(k), Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa.,B M.Sc Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara 3. Ibu Murni Daulay, SE., M.Si, Ketua Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 4. Bapak Dr. Syaad Afifuddin, SE., Mec. Sekretaris Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara 5. Bapak Iskandar Syarief, MA, Sebagai Dosen Pembimbing II yang Telah banyak memberikan waktu dan pemikiran serta arahan kepada penulis 6. Bapak Irsyad Lubis, Bapak Rahmat Sumanjaya, Bapak Drs. Samad Zaino, M.Si sebagai Dosen Penguji 7. Bapak dan Ibu dosen pengajar di Magister Ekonomi Pembangunan. Terima kasih untuk semua ilmu yang telah diberikan. 8. Terimakasih dan cinta kasih kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Drs. S. Sitompul dan Ibunda M. Sarumpaet yang selalu berkata, ”Kapannya Kau Selesai! ”; Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada kakak dan abangku ( and also my leaders…) Bang Ganda dan Kak Imelda ; Bang Aseng dan Kak Eva ; serta Keponakanku yang lucu-lucu dan sangat aku sayangi, Yolanda dan Salomo. 9. Rekan-rekan mahasiswa angkatan XII Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, terutama Bu Peggy, Bu Rani, Kak Shanty, Bang Leo, Ika, dan teman-teman yang lain yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu (Ayo Semangat Donk !!). 10. Teman-teman EP UNILA terutama Widya (Manokwari) , Maya (Lampung), Teman-teman SMU Methodist I Medan Vastita, Endang. Teman-teman guru di SMP Primbana Medan beserta Murid-murid SMP Primbana yang selalu menghibur penulis. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 11. Seluruh Staf dan karyawan sekretariat Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. 12. Finally,.... SaMueL, walau kedatangan mu terlambat, tapi semangat dan kasih sayang mu tidak pernah terlambat, semua tepat pada waktunya, thank you so much. Akhir kata, penulis berharap semoga Tuhan yang Maha Esa membalas dan memberkati kebaikan mereka dan tesis ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya. Amin Medan, April 2009 Penulis Nancy Nopeline Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Nancy Nopeline Alamat : Jl. Kopi XVII No. 12. Perumnas Simalingkar Medan – 20141 Agama : Kristen Protestan Pekerjaan : Pegawai Swasta Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 06 November 1984 Jenis Kelamin : Perempuan Kewarganegaraan : Indonesia Nama Orangtua laki-laki : Drs. Sintong Sitompul Nama Orangtua Perempuan : Merry Sarumpaet Riwayat Pendidikan Formal : 1. SD Budi Murni II Medan Lulus Tahun 1996 2. SMP Methodist I Medan Lulus Tahun 1999 3. SMU Methodist I Medan Lulus Tahun 2002 4. Sarjana Ekonomi Pembangunan Universitas Lampung Lulus Tahun 2006 5. Sekolah Pascasarjana USU Jurusan Ekonomi Pembangunan Lulus Tahun 2009 Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 DAFTAR ISI ABSTRACT ............................................................................................................ i ABSTRAK .............................................................................................................. ii KATA PENGANTAR........................................................................................... iii DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. vi DAFTAR ISI.......................................................................................................... vii DAFTAR TABEL .................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii BAB I BAB II PENDAHULUAN................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 14 1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 14 1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 15 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 16 2.1 Neraca Perdagangan..................................................................... 16 2.2 Nilai Tukar ................................................................................... 17 2.2.1 Nilai Tukar Nominal dan Nilai Tukar Riil.......................... 17 2.3 Marshall Lerner Condition........................................................... 19 2.3.1 Kasus Bickerdicke-Robinson-Metzler ................................ 22 2.4 J – Curve ...................................................................................... 22 2.5 Consumer Price Index .................................................................. 24 2.5.1 Tujuan Penghitungan IHK .................................................. 25 2.6 Produk Domestik Bruto .............................................................. 25 2.7 Penelitian Terdahulu .................................................................... 28 Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 BAB III 2.8 Kerangka Pemikiran..................................................................... 33 2.9 Hipotesis Penelitian...................................................................... 34 METODE PENELITIAN ................................................................... 35 3.1 Jenis dan Sumber Data ................................................................. 35 3.2 Model Analisis ............................................................................. 35 3.3 Spesifikasi Model......................................................................... 37 3.4 Definisi Operasional .................................................................... 38 3.5 Metode Analisis ........................................................................... 39 3.5.1 Analisis Model Kointegrasi ................................................ 39 3.5.2 Analisis Error Correction Model......................................... 41 3.6 Uji Statistika................................................................................. 42 3.6.1 Uji Statistika t...................................................................... 42 3.6.2 Uji Statistika F .................................................................... 43 3.6.3 Koefisien Determinasi (R2) ................................................. 44 3.7 Uji Asumsi Klasik ........................................................................ 45 3.7.1 Multikolinieritas.................................................................. 45 3.7.2 Autokorelasi ........................................................................ 46 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN..................................................... 49 4.1 Uji Stasioneritas ........................................................................... 49 4.2 Hasil Estimasi Model ................................................................... 51 4.2.1 Hasil Estimasi Jangka Panjang............................................ 51 4.2.1.1 Pengujian Kointegrasi ............................................. 52 4.2.1.2 Uji Koefisien Determinasi (R2)............................... 53 4.2.1.3 Uji t-statistik............................................................ 54 4.2.1.4 Uji Keseluruhan ...................................................... 55 4.2.2 Uji Masalah dalam Model Regresi Linier........................... 56 4.2.2.1 Masalah Multikolinieritas ....................................... 56 Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 4.2.2.2 Masalah Autokorelasi.............................................. 57 4.2.3 Hasil Estimasi Jangka Pendek (ECM) ................................ 58 4.3 Hasil Ekonomi Model ECM......................................................... 63 4.3.1 GDP Indonesia .................................................................... 63 4.3.2 GDP Jepang......................................................................... 64 4.3.3 Nilai Tukar Riil ................................................................... 66 4.3.4 Krisis Moneter 1997:04 – 1998:01 ..................................... 67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 69 5.1 Kesimpulan .................................................................................. 69 5.2 Saran............................................................................................. 72 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 73 LAMPIRAN........................................................................................................... 76 Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman Tabel 1.1 Perkembangan Ekspor di Indonesia 8 Tabel 1.2 Negara Utama Tujuan Ekspor menurut Hasil Komoditas 10 Tabel 4.1 Uji Stasioneritas Data Augmented Dickey Fuller test 50 Tabel 4.2 Hasil Uji Kointegrasi 53 Tabel 4.3 Hasil Pengujian t-statistik Model Kointegrasi 54 Tabel 4.4 Nilai F – tabel Model Kointegrasi 56 Tabel 4.5 Correlation Matrix 57 Tabel 4.6 Uji Autokorelasi Pada Lag 2 58 Tabel 4.7 Hasil Estimasi dengan ECM 60 Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman Gambar 1.1 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US$ 3 Gambar 1.2 Pangsa Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan 9 Gambar 1.3 Negara Tujuan Ekspor Indonesia (dalam %) 11 Gambar 1.4 Negara Asal Impor Indonesia (dalam %) 13 Gambar 2.1 Kurva J 23 Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pemikiran 33 Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Halaman Lampiran 1. Data Nilai Ekspor Non-Migas Menurut Negara Tujuan 75 Lampiran 2. Data Nilai Impor Non-Migas Menurut Negara Asal 75 Lampiran 3. Data Neraca Perdagangan 75 Lampiran 4. Data GDP Riil Indonesia 76 Lampiran 5 Data GDP Riil Jepang 76 Lampiran 6 Data Consumer Price Index (CPI) Indonesia 77 Lampiran 7 Data Consumer Price Index (CPI) Jepang 77 Lampiran 8 Data Rp/US$ 78 Lampiran 9 Data Yen/US$ 78 Lampiran 10 Data Nilai tukar Riil 79 Lampiran 11 Data Yang Digunakan untuk Proses Regresi 80 Lampiran 12 Data Yang Digunakan untuk Proses Regresi (Log) 81 Lampiran 13 Hasil Estimasi Jangka Panjang 82 Lampiran 14 Hasil Uji Autokorelasi (LM Test) 82 Lampiran 15 Uji Multikolinieritas (Correlation Matrix) 83 Lampiran 16 Hasil Regresi ECM 83 Lampiran 17 Hasil Uji Stasioneritas 84 Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Lampiran 18 Hasil Kointegrasi 96 Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat yang semakin banyak dan beragam jumlahnya tidak dapat dipenuhi seluruh jenisnya oleh produksi yang dihasilkan di dalam negeri semata, sementara itu kenaikan kapasitas produksi dari berbagai komoditi membutuhkan pasar yang lebih luas dari luar negeri. Keadaan tersebut mendorong terjadinya kegiatan perdagangan luar negeri baik barang maupun jasa yang terus menerus meningkat nilainya. Globalisasi ekonomi telah menciptakan hubungan yang saling ketergantungan antara negara-negara. Keadaan seperti itu memicu semua negara di belahan dunia termasuk Indonesia untuk melakukan perdagangan luar negeri. Dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, hubungan ekonomi antarnegara akan menjadi saling terkait dan mengakibatkan peningkatan arus perdagangan barang maupun uang serta modal antarnegara. Terjadinya perubahan indikator makro di negara lain, secara tidak langsung akan berdampak pada indikator suatu negara. Dengan diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/bebas (freely floating system) yang dimulai sejak Agustus 1997, posisi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (khususnya US$) ditentukan oleh mekanisme pasar. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Fenomena terbaru yang berhubungan dengan kurs valas yaitu dengan terjadinya fluktuasi kurs yang tajam di Indonesia selama periode krisis ekonomi dan moneter mulai pertengahan tahun 1997, di mana nilai kurs meningkat dan berfluktuasi secara tajam. Gejolak nilai kurs ini tidak terlepas dari pengaruh variabelvariabel non-ekonomi yang seringkali lebih berpengaruh dalam menciptakan fluktuasi kurs valas. Selama periode krisis ekonomi kita dapat menyaksikan bahwa nilai kurs ini sangat mempengaruhi kondisi perekonomian domestik. Terpuruknya mata uang domestik (Rupiah) terhadap mata uang asing yang menjadi awal dari krisis ekonomi, pada dasarnya berasal dari permintaan akan uang luar negeri yang begitu tinggi, sedangkan penawarannya terbatas. Hal inilah yang membuat nilai valuta asing (valas) keras (Hard Currency) seperti Dollar AS dan Yen Jepang membubung tinggi. Selain itu nilai kurs juga tidak terlepas dari variabel-variabel lain seperti tingkat suku bunga dalam dan luar negeri, jumlah uang beredar, tingkat harga yang diindikasikan dengan tingkat inflasi, serta variabel-variabel ekonomi dan non-ekonomi lainnya. Hal-hal itulah yang membuat nilai kurs valas bersifat rentan (volatile). Fluktuasi kurs ini membuat sektor-sektor perdagangan dan sektor riil kolaps, serta beban utang luar negeri yang merupakan sebagian dana untuk pembangunan menjadi semakin besar. Krisis ekonomi yang menerpa perekonomian hampir dari satu dekade terakhir telah meyebabkan turunnya patokan dolar Amerika. Berbagai macam perhatian telah terfokus untuk mengamati faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya krisis dan pada akhirnya, devaluasi. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Bukannya meningkatkan pertumbuhan ekspor, depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika pada tahun 1997-1998 telah meyebabkan melemahnya ekspor. Dengan fakta rupiah dalam pengertian nominal turun rata-rata 0.8 persen per hari (terhadap dolar Amerika) antara Juli 1997 dan Januari 1998, total ekspor barang perdagangan Indonesia (dalam dolar Amerika) menurun sebesar 8.5 persen pada akhir tahun 1998 dibandingkan dengan tahun 1997 (Siregar, Reza and Ramkishen S. Rajan, 2002). Volume ekspor barang-barang perdagangan Indonesia mengalami penurunan rata-rata per tahun sebesar 14 persen antara kuartal dua tahun 1998 dan kuartal satu tahun 1999 dengan penurunan terburuk yang terjadi pada kuartal akhir tahun 1998 (mendekati 20 persen). Gambar 1.1 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US$ Tahun 1997 - 2005 Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Nilai tukar rupiah riil setelah diterapkannya sistem nilai tukar mengambang terus mengalami mengalami tekanan yang cukup kuat sampai akhir 1997. Mulai Januari 1998 cenderung fluktuatif. Secara umum, nilai tukar riil tahun 2005 merosot apabila dibandingkan dengan tahun 2004. Hal ini tercermin dari ratarata indeks nilai tukar riil efektif (Real Effective Exchange Rate/REER) pada tahun 2004 sebesar 33,83, sedangkan tahun 2005 menjadi 31,96, atau mengalami kemerosotan sebesar 5,5 persen. Pada awal tahun 2000, kondisi kurs rupiah telah mulai recovery dari krisis September 1997 yaitu sebesar Rp7.400. Puncak krisis nilai tukar terjadi pada sekitar Juni 1998, dimana nilai tukar rupiah terhadap dolar lebih besar dari Rp14.000. Kemudian setelah dilakukan berbagai kebijakan pemerintah dalam mengatasi nilai tukar, antara lain: penandatanganan LOI (hutang LN) terhadap IMF, kebijakan uang ketat (peningkatan suku bunga) dan pembekuan beberapa bank, maka nilai tukar rupiah menguat ke level Rp8.000-an. Kondisi tersebut didukung oleh perubahan kepemimpinan politik kepada Presiden Habibie yang membawa harapan bagi pelaku pasar. Kondisi tersebut bertahan dengan fluktuasi yang relatif tipis sampai pada era Presiden Abdurrahman Wahid. Namun selama tahun 2000, kondisi kurs mengalami pelemahan, dibuka pada level Rp7.425 pada bulan Januari 2000 dan berangsur-angsur meningkat mencapai angka Rp9.500 per dolar Amerika. Bahkan kondisi ini berlanjut di tahun 2001, puncaknya mencapai level Rp11.675 pada bulan April 2001. Sempat menguat sampai ke level Rp8.865 per dolar Amerika pada Agustus 2001 namun kembali Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 melemah ke level Rp10.400-an sampai dengan akhir tahun 2001. Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam periode ini kurs rupiah terhadap dolar Amerika kembali bergejolak walaupun masih terkendali. Hal ini terjadi karena pemerintah sedang mencari formulasi yang tepat untuk mengatasi berbagai tuntutan recovery perekonomian. Selain itu, kondisi politik juga kembali bergolak dengan adanya pergantian kepemimpinan nasional dari Presiden Abdurrahman Wahid kepada Presiden Megawati Soekarno Putri. Dalam tahun 2002 rupiah cenderung menguat sejak awal tahun dan sempat diperdagangkan pada sekitar Rp8.500-an per dolar AS pada pertengahan Juni 2002. Selama tahun 2002 rata-rata nilai tukar rupiah sebesar Rp9.311 per dolar AS. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kepercayaan masyarakat karena faktor internal & eksternal. Faktor-faktor internal tersebut, antara lain: 1. Bertambahnya pasokan valuta asing akibat meningkatnya arus modal masuk dari hasil divestasi saham BCA, Bank Niaga, Telkom dan Indosat. 2. Tekanan permintaan valuta asing dari sektor swasta khususnya dalam rangka pelunasan utang luar negeri yang jatuh tempo relatif berkurang akibat keberhasilan proses restrukturisasi utang swasta. 3. Keberhasilan pelaksanaan Paris Club III yang menyetujui penundaan pembayaran cicilan pokok utang LN pemerintah yang jatuh tempo dan bunganya. Selain itu faktor eksternal juga mempengaruhi penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, yaitu menurunnya suku bunga fed fund, gejala melemahnya Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 dolar AS dalam skala global; dan menguatnya nilai tukar regional dalam tahun 2002. Penguatan nilai tukar rupiah selama tahun 2002 berlanjut sampai pada akhir tahun 2003. Selama tahun 2003, nilai tukar rupiah berada pada kisaran Rp8.285 – Rp8.900. Namun sejak awal tahun 2004 sampai semester pertama tahun 2005, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menunjukkan kecenderungan melemah secara fluktuatif. Nilai terendah nilai tukar rupiah terjadi dalam bulan Juli 2005 (Rp9.800/dolar AS) dan nilai tukar rupiah tertinggi terjadi pada bulan Januari 2004 (Rp8.384/dolar AS). Fluktuasi yang tinggi terjadi dalam periode April 2004 sampai dengan Agustus 2004, hal ini terkait dengan kekhawatiran pelaku pasar uang atas penyelenggaraan Pemilu 2004. Trend pergerakan Kurs Rupiah cenderung melemah terhadap USD selama 2004 sampai dengan pertengahan 2005 disebabkan oleh berbagai faktor baik dari dalam maupun luar negeri. 1. Faktor Dalam Negeri: ¾ Dampak inflasi yang cenderung meningkat; ¾ Dampak negatif dari tingginya harga minyak terhadap neraca perdagangan migas; ¾ Sentimen negatif dari kelangkaan BBM; ¾ Kekhawatiran dari dampak tingginya harga minyak terhadap kesinambungan fiskal (fiscal sustainability); ¾ Nilai rupiah sudah “undervalued”, karena itu ruang untuk penguatan rupiah cukup terbuka. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 2. Faktor Luar Negeri: ¾ Dolar Amerika Serikat menguat terhadap hampir semua mata uang; ¾ Ekonomi Amerika menguat; ¾ Tingkat suku bunga Amerika Serikat merambat naik. Sehingga jika diikhtisarkan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika selama kurun waktu Januari 2000 sampai dengan Juni 2005, nilai tukar rupiah mengalami fluktuasi selebar Rp4.250 atau dalam rentang Rp7.425 pada Januari 2000 (nilai terendah) dan Rp11.675 pada April 2001 (nilai tertinggi). Selama rentang tersebut nilai tukar rupiah terhadap dollar AS rata-rata sebesar Rp9.153. Transmisi kebijakan moneter melalui jalur nilai tukar tersebut berjalan melalui dua jalur yaitu jalur direct pass-through yang mempengaruhi inflasi langsung melalui efek harga impor dan indirect pass-through yang mempengaruhi inflasi melalui perubahan output gap akibat adanya perubahan neraca perdagangan. Melalui jalur indirect pass-through, depresiasi nilai tukar akan menurunkan harga relatif ekspor dan meningkatkan daya saing produk ekspor tersebut sehingga permintaan luar negeri terhadap produk ekspor akan meningkat yang dapat dilihat dari peningkatan volume ekspor. Sebaliknya harga produk impor menjadi lebih tinggi yang selanjutnya akan menekan permintaan produk impor sehingga volume impor akan menurun. Kebijakan nilai tukar yang akan dirumuskan tentunya selain untuk menjaga kestabilan harga juga dilandasi oleh pertimbangan dampak nilai tukar terhadap kinerja perdagangan internasional Indonesia, yang selanjutnya akan Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 berdampak pada PDB dan Inflasi. Perekonomian Indonesia pada Tahun 2007 tumbuh 6,32%, mencapai pertumbuhan tertinggi dalam lima tahun terakhir. Dari sisi produksi, semua sektor mengalami ekspansi dengan ekspansi tertinggi pada sektor pengangkutan dan komunikasi (14,38%), diikuti oleh sektor listrik, gas dan air bersih (10,40%) dan sektor bangunan (8,61%). Dari sisi pengeluaran, seluruh komponen pengeluaran juga mengalami ekspansi dengan ekspansi tertinggi terjadi pada komponen investasi (PMTB) yaitu sebesar 9,16%, diikuti oleh ekspor barang dan jasa (8,02%) dan konsumsi (4,90%). Tabel 1.1 Perkembangan Ekspor di Indonesia Rincian Ekspor Nonmigas Pertanian Pertambangan Perindustrian Ekspor Migas Total Sumber: Bank Indonesia 2005 2006* Perubahan (%) 22,5 20,7 18,1 20,7 72,8 41,8 17,8 17,7 24,3 9,4 22,9 18,1 2006* Nilai Pangsa (Juta$) (%) 80.578 78,4 3.465 3,4 11.361 11,1 65.752 64,0 22.150 21,6 102.728 100,0 Berdasarkan gambar tabel 1.1 diatas perkembangan ekspor di Indonesia sepanjang tahun 2006 mengalami kenaikan terutama karena ditopang oleh ekspor non migas. Ekspor nonmigas tumbuh tinggi dengan peningkatan volume ekspor terutama pada komoditas ekspor berbasis sumber daya alam. Sementara itu, kinerja ekspor minyak belum optimal dalam memanfaatkan momentum kenaikan harga minyak akibat masih terbatasnya kemampuan dalam melakukan eksplorasi minyak. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Peningkatan investasi di sektor migas dalam tiga tahun terakhir belum berdampak optimal bagi peningkatan produksi untuk mengimbangi penurunan alami produksi minyak. Akibatnya, kecenderungan penurunan volume ekspor minyak sepanjang 2005 masih terus berlanjut pada 2006. Nilai ekspor nonmigas tumbuh tinggi pada komoditas pertanian, pertambangan, dan industri. Selama 2006, nilai total ekspor nonmigas naik cukup tinggi mencapai 20,7% menjadi $80,6 miliar. Sumber: Bank Indonesia Gambar 1.2 Pangsa Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan Berdasarkan negara tujuan ekspor (Gambar 1.2), konsentrasi negara tujuan ekspor Indonesia kepada lima negara masih belum berubah. Lima negara tujuan ekspor dengan pangsa ekspor terbesar adalah Jepang (15,2%), AS (13,2%), Singapura (9,8%), Cina (7,0%), serta Malaysia (4,8%). Pangsa ekspor ke lima negara tersebut mencapai sekitar 50,0% dari ekspor total nonmigas Indonesia, relatif tidak berubah dibandingkan tahun sebelumnya. Belum berubahnya konsentrasi ekspor ke negara tujuan utama tersebut perlu memperoleh perhatian lebih lanjut dengan terus Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 mengoptimalkan peluang pasar di negara-negara lainnya. Dengan penyebaran negara tujuan ekspor yang lebih meluas diharapkan dapat meningkatkan fleksibilitas kemampuan ekspor Indonesia dalam mengantisipasi berubahnya siklus perekonomian di berbagai negara mitra dagang. Tabel 1.2 Negara Utama Tujuan Ekspor Menurut Hasil Komoditas Tahun 2006 Jepang Amerika Serikat Uni Eropa Singapura China Komoditi Share Komoditi Share Komoditi Share Komoditi Share Biji Logam & Sisa Logam 4.22 Pakaian 3.84 Minyak Sayur & Lemak 1.57 Mesin Listrik & Peralatan 1.35 Batubara 1.43 Karet Mentah 1.29 Pakaian 1.35 Mesin Kantor & Pengolah Data 1.05 Logam tidak Mengandu ng besi 1.23 Ikan & Udang 0.81 Alas Kaki 0.74 Logam Tidak Mengandung Besi 0.98 Karet Mentah 0.78 0.93 Barangbarang Manufakt ur 0.62 Furniture 0.65 Alat Telekomunika si 0.64 Kimia Organik 0.59 Mesin Listrik & Peralatan Komoditi Minyak Sayur & Lemak Biji Logam & Sisa Logam Sumber: Bank Indonesia Jenis barang yang diekspor ke negara tujuan utama tersebut cukup bervariasi antara negara yang satu dengan lainnya. Komoditas ekspor ke pasar Jepang yang dominan adalah bijih logam dan batubara dengan pangsa ekspor masing-masing sebesar 4,2% dan 1,43% dari total ekspor nonmigas. Untuk pasar AS, ekspor lebih banyak berupa komoditas pakaian dan karet mentah dengan pangsa masing-masing sebesar 3,84% dan 1,29%. Ke pasar Singapura, mesin dan produk logam merupakan komoditas ekspor yang dominan dengan pangsa 1,35% dan 0,98%. Sementara itu, Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Share 1.33 0.82 komoditas ekspor andalan Indonesia ke Cina adalah CPO dengan pangsa 1,33%, sedangkan ke Uni Eropa banyak berupa produk minyak sayur dan lemak dengan pangsa 1,57% dari total ekspor nonmigas. Secara teoritis, perubahan nilai tukar rupiah memiliki beberapa konsekuensi ekonomi. Sisi buruknya adalah membengkaknya jumlah hutang luar negeri , di sisi yang lainnya terdepresiasinya rupiah memberi peluang bagi Indonesia untuk memperbaiki neraca perdagangan melalui peningkatan ekspor dan pengurang impor terhadap negara-negara mitra dagangnya. Setelah melihat penjelasan diatas yang mengarah kepada mitra dagang terbesar Indonesia adalah Jepang, berikut penjelasan mengenai hubungan bilateral antara Jepang dan Indonesia. Jepang merupakan salah satu dari mitra perdagangan yang terpenting bagi Indonesia. Transaksi nilai ekspor dan impor diantara kedua negara untuk selanjutnya akan tercatat pada neraca perdagangan dalam neraca pembayaran Indonesia. Pada gambar 1.3 & 1.4 menunjukkan bahwa Jepang adalah mitra dagang terbesar Indonesia. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 22% Jepang Amerika Serikat Cina 46% Singapura 14% Lain‐lain 9% 9% Sumber: SEKI, Bank Indonesia (berbagai edisi) Gambar 1.3 Negara Tujuan Ekspor Indonesia (dalam %) Berdasarkan gambar diatas, dapat disimpulkan bahwa negara tujuan ekspor Indonesia beberapa tahun belakangan tidak pernah berubah, mayoritas mengarah ke negara Jepang sebesar 22 %, urutan kedua negara Lain-lain dimana ini mencakup negara-negara Eropa sebesar 45%, Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor Indonesia sebesar 14 %, diikuti dengan Singapura dan Cina sebesar 9%. Total nilai ekspor Jepang ke Indonesia pada bulan Desember 2004 sebesar USD 838,41 juta atau meningkat 14,34% dibanding bulan November 2004 (USD 733,24 juta). Untuk periode Januari-Desember 2004, ekspor Jepang ke Indonesia Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 adalah USD 9.082,31 juta atau meningkat 26,54% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (USD 7.177,66 juta). Total nilai ekspor Jepang ke Indonesia pada bulan Februari 2006 sebesar US$ 550,48 juta atau meningkat 0,11% dibanding bulan Januari 2006 (US$ 549,86 juta). Untuk periode Januari-Februari 2006, ekspor Jepang ke Indonesia adalah US$ 1.100,34 juta atau menurun 24,63% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (US$ 1.460,93 juta). Dengan demikian neraca perdagangan Jepang dengan Indonesia pada bulan Desember 2004 menunjukkan defisit (atau surplus untuk Indonesia) sebesar USD 831,95 juta dan untuk periode Januari-Desember 2004 defisit sebesar USD 9.590,87 juta. 18% Jepang 45% 16% Cina Singapura Thailand 13% Lain‐lain 8% Sumber: SEKI, Bank Indonesia (berbagai edisi) Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Gambar 1.4 Negara Asal Impor Indonesia (%) Berdasarkan gambar diatas juga dapat dilihat bahwa Jepang masih merupakan negara asal impor terbesar sepanjang beberapa tahun terakhir (2000-2006) untuk negara Indonesia yaitu sebesar 18%, diikuti dengan negara lain-lain sebesar 45%, Cina sebesar 16%, Singapura Sebesar 13%, dan Thailand sebesar 8%. Total nilai impor Jepang dari Indonesia pada bulan Desember 2004 tercatat USD 1.670,36 juta atau meningkat 0,15% dibanding bulan November 2004 (USD 1.667,84 juta). Untuk periode Januari-Desember 2004 impor Jepang dari Indonesia USD 18.673,18 juta atau meningkat 13,62% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (USD 16.434,21 juta). Total nilai impor Jepang dari Indonesia pada bulan Februari 2006 tercatat US$ 1.762,43 juta atau menurun 7,79% dibanding bulan Januari 2006 (US$ 1.911,36 juta). Untuk periode Januari-Februari 2006 impor Jepang dari Indonesia mencapai US$ 3.680,42 juta atau meningkat 16,16% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (US$ 3.168,36 juta). Dengan demikian neraca perdagangan Jepang dengan Indonesia pada bulan Februari 2006 menunjukkan defisit (atau surplus untuk Indonesia) sebesar US$ 1.211,95 juta dan untuk periode Januari-Februari 2006 sebesar US$ 2.580,08 juta. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca perdagangan Indonesia dalam jangka panjang dan jangka pendek? 2. Apakah terpenuhi kondisi Marshall-Lerner sehingga terjadi fenomena JCurve pada kasus antara Indonesia dengan Jepang? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca perdagangan Indonesia. 2. Untuk membuktikan apakah kondisi Marshall-lerner terjadi sehingga fenomena J-curve terjadi pada kasus Indonesia dengan Jepang. 1.4 Manfaat Penelitian Dengan penelitian yang dilakukan ini, mampu memberikan manfaat yang antara lain adalah: 1. Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya tentang nilai tukar riil Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 2. Untuk menambah ilmu pengetahuan tentang fenomena J-Curve yang terjadi di Indonesia 3. Memberikan sumbang saran kepada Departemen Perdagangan atau pun pihak-pihak eksportir dan importir yang melakukan perdagangan dengan negara lain dalam mengambil keputusan. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Neraca Perdagangan (Trade Balance) Neraca perdagangan (trade balance) merupakan bagian dari neraca transaksi berjalan (current account) yang menghitung net trade dari barang (merchandise goods) yang merupakan selisih ekspor dengan impor perdagangan barang (Batiz, 1994). Sedangkan neraca transaksi berjalan (current account) sendiri menggambarkan arus barang, jasa, dan hadiah. (Kindleberger & Lindert, 1983) Neraca perdagangan menyediakan informasi tentang ulasan dari performa perekonomian suatu negara dan juga pola perdagangan sebagaimana tergambarkan dalam perdagangan barangnya. Ekspor merupakan fungsi dari nilai tukar riil, dan pendapatan riil luar negeri. Sedangkan impor merupakan fungsi dari nilai tukar riil dan pendapatan riil domestik. Secara simbolis ekspor dan impor domestik dapat dituliskan sebagai berikut: M* = M* (q,Y*) .............................................................................. (2.1) M = M(q,Y) ..................................................................................... (2.2) Dimana M* adalah ekspor domestik, M adalah impor domestik, q adalah nilai tukar riil, Y adalah pendapatan riil domestik, dan Y* adalah pendapatan riil luar negeri. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Sehingga dengan melakukan subtitusi dari kedua persamaan tersebut, kita memperoleh persamaan neraca perdagangan adalah sebagai berikut: T = M*(q,Y*) – qM(q,Y) = T(q, Y*,Y) ...................................................................................................... (2.3) Dari persamaan (2.3) kita bisa melihat bahwasanya neraca perdagangan dipengaruhi oleh nilai tukar riil, pendapatan riil domestik,dan pendapatan riil luar negeri. 2.2 Nilai Tukar 2.2.1 Nilai Tukar Nominal dan Nilai Tukar Riil Para ekonom membedakan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing menjadi dua, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal adalah harga relatif mata uang dua negara. Sedangkan, nilai tukar riil adalah harga relatif barang-barang di kedua negara, atau kadangkala disebut term of trade. Hubungan antara kedua nilai tukar ini dirumuskan sebagai berikut (Mankiw, 2000) : Nilai Tukar Riil = Nilai Tukar Nominal x Rasio Tingkat Harga ε = e x Pd / Pf ................................................................................... (2.4) Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Dimana; Rasiotingkath arg a = tingkath arg abarangdomestik ............................. (2.5) tingkath arg abarangluarnegeri Dengan demikian, semakin tinggi nilai tukar riil, berarti harga barangbarang luar negeri relatif lebih murah dibandingkan harga barang-barang domestik. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya transaksi impor di negara tersebut, sehingga berpengaruh terhadap nilai ekspor bersih (NX). Faktor-faktor yang menentukan nilai tukar riil (Mankiw, 2000) : 1. Ekspor bersih (net export / NX), tercermin dalam neraca perdagangan (current account) negara yang bersangkutan. Ekspor bersih = output nasional – pengeluaran domestik NX = Y – (C + I + G) persamaan tersebut menunjukkan, bahwa dalam perekonomian terbuka (open economic), pengeluaran domestik tidak harus sama dengan produksi domestik. Karena apabila terjadi selisih, maka selisihnya dapat diekspor (NX positif) atau diimpor (NX negatif). Hubungan antara nilai ekspor bersih dengan nilai tukar riil dapat dirumuskan sebagai: NX = f (ε) Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 2. Ekspor bersih harus sama dengan investasi asing bersih. Investasi asing bersih (net foreign investment), adalah jumlah tabungan nasional (S, dimana S = Y – C – G) dikurangi jumlah investasi (I) di suatu negara. Atau, investasi asing bersih sama dengan total pinjaman yang diberikan masyarakat dari luar negeri. Jadi, investasi asing bersih mencerminkan arus dana internasional untuk mendanai akumulasi modal di dalam negeri. Ekspor bersih = Investasi asing bersih S – I = NX Persamaan di atas menunjukkan, bahwa arus dana internasional untuk mendanai akumulasi modal serta arus barang dan jasa internasional adalah dua sisi mata uang yang sama. Jika tabungan melebihi investasi, maka tabungan yang tidak diinvestasikan secara domestik akan dipinjamkan kepada pihak asing yang membutuhkan, hal ini akan menyebabkan surplus perdagangan bagi negara yang bersangkutan. Tetapi, bila investasi melebihi tabungan, maka kelebihan investasi tersebut harus didanai dengan dana pinjaman dari luar negeri. Dengan dana pinjaman dari luar negeri ini, memungkinkan negara yang bersangkutan untuk mengimpor lebih banyak barang dan jasa dari luar negeri daripada mengekspornya, maka terjadilah defisit neraca perdagangan. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 2.3 Marshall-Lerner Condition Peningkatan ekspor dan penurunan impor belum tentu akan meningkatkan nilai neraca perdagangan atau net ekspor. Neraca perdagangan hanya akan meningkat saat nilai tukar riil terdepresiasi bila persyaratan kondisi Marshall-Lerner yang terpenuhi, yaitu apabila jumlah elastisitas ekspor dan elastisitas impor terhadap nilai tukar riil lebih besar dari 1. Depresiasi nilai tukar itu sendiri pada dasarnya akan mempengaruhi neraca perdagangan melalui dua cara yaitu melalui perubahan volume dan perubahan nilai. Kondisi Marshall-Lerner menyatakan bahwa perubahan volume akan mendominasi perubahan nilai, sehingga meskipun nilai impor akan meningkat dan nilai ekspor akan menurun namun peningkatan volume ekspor dan penurunan volume impor akan mendominasi sehingga secara total neraca perdagangan akan membaik. Namun demikian, ada kecenderungan bahwa elastisitas akan lebih rendah dalam jangka pendek sehingga kondisi Marshall-Lerner kemungkinan hanya akan terpenuhi pada jangka menengah dan jangka panjang. Fenomena ini dinamakan J-curve, dimana depresiasi nilai tukar menyebabkan neraca perdagangan pada awalnya akan memburuk sebelum akhirnya meningkat secara permanen. Hal ini disebabkan oleh pada jangka pendek volume ekspor dan volume impor tidak akan banyak berubah dan pengaruh harga akan lebih mendominasi, sehingga dalam jangka pendek neraca perdagangan akan memburuk. Terdapat beberapa penjelasan dibalik J-curve ini salah satunya bahwa perdagangan internasional biasanya berjalan berdasarkan kontrak Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 yang sudah ditentukan sebelumnya sehingga perubahan volume ekspor dan impor tidak dapat berubah dengan serta merta mengikuti nilai tukar. Pada contoh ekstrim lainnya, misalkan elastisitas permintaan ekspor sama dengan nol. Jadi, ketika terjadi depresiasi/devaluasi riil, nilai ekspor dalam satuan mata uang domestik akan tetap sama seperti sebelum terjadi depresiasi/devaluasi riil. Agar terjadi perbaikan neraca perdagangan, maka keadaan di atas harus disertai dengan penurunan nilai impor negara tersebut (dalam mata uang domestik). Hal ini dapat terjadi ketika elastisitas permintaan impor lebih besar dari satu. Sehingga Marshall-Lerner condition menyatakan bahwa, jika suatu negara mengalami depresiasi/devaluasi riil, dan jika elastisitas impor dan ekspor masing-masing kurang dari satu, namun penjumlahan keduanya menghasilkan angka lebih besar dari satu, maka peningkatan impor (yang diukur dengan mata uang domestik) akan lebih kecil dari peningkatan ekspor (yang diukur dengan mata uang domestik) sehingga neraca perdagangan akan mengalami perbaikan. Pembuktian dengan menggunakan persamaan matematis dapat ditelaah dalam berbagai buku teks ekonomi internasional (Caves, Frankel dan Jones, 2002), Krugman dan Obsfelt (2003). Analisis di atas menggunakan dua asumsi utama. Asumsi pertama adalah negara yang dianalisis berawal dari situasi di mana terjadi keseimbangan perdagangan. Asumsi kedua menyatakan bahwa elastisitas penawaran tidak terhingga. Jika asumsi pertama tidak terpenuhi maka Marshall-Lerner condition akan tercapai dengan tambahan keadaan tertentu. Misalkan elastisitas permintaan impor Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 sama dengan nol. Sehingga, nilai impor akan meningkat sama besar dengan perubahan nilai mata uang dalam satuan persentase (kasus depresiasi/devaluasi riil). Namun karena neraca perdagangan dalam keadaan defisit, nilai impor awal lebih tinggi dari nilai ekspor. Agar neraca perdagangan mengalami perbaikan, maka diperlukan peningkatan ekspor (dalam satuan persentase) yang persentase peningkatannya lebih besar dari persentase perubahan nilai tukar. Perbedaan nilai elastisitas dalam jangka pendek dan jangka panjang ini menyebabkan munculnya konsep J-curve atau kurva J. Konsep ini menyatakan bahwa depresiasi/devaluasi riil dalam jangka pendek akan memperburuk neraca perdagangan, namun dalam jangka panjang neraca perdagangan akan membaik ketika Marshall-Lerner condition terpenuhi. 2.3.1 Kasus Bickerdicke-Robinson-Metzler Pada kasus Bickerdicke-Robinson-Metzler, kondisi efficacy dari devaluasi mata uang cenderung akan berpengaruh positif terhadap neraca perdagangan (Brooks, Robert and Dietrich Fausten, 1998). Hal tersebut dapat terjadi apabila: 1 Elastisitas penawaran yang tinggi dihubungkan dengan elastisitas permintaan, atau 2 Elastisitas penawaran yang rendah dihubungkan dengan elastisitas permintaan yang rendah pula. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 2.4 J-Curve Menurut Maurice Levi, 1990 efek kurva J (J-curve effect) mengacu pada pola neraca perdagangan setelah devaluasi.Apabila neraca perdagangan diplot terhadap waktu, pada jangka pendek neraca perdagangan akan mengalami penurunan sebelum akhirnya akan mengalami perbaikan karena permintaan yang elastis pada jangka panjang (Levi,1990). TB 0 T t0 Sumber : Maurice D.Levi (1990) Gambar 2.1 Kurva J Dimana : TB = Neraca Perdagangan (Trade Balance) T = Waktu t0 = Waktu terjadinya devaluasi Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Memburuknya neraca perdagangan hanya bersifat temporer (Batiz, 1994) . Orang-orang membutuhkan waktu untuk menyesuaikan preferensi mereka melalui subtitusi (permintaan bersifat lebih inelastis pada jangka pendek). Pernyataan tersebut memiliki argumen yang cukup kuat untuk elastisitas permintaan impor karena merupakan penurunan dari selisih antara kurva permintaan untuk suatu produk di suatu negara dengan kurva penawaran domestik dari barang tersebut. Setelah terjadinya devaluasi, dengan konsekuensi terjadinya kenaikan pada harga impor, penduduk suatu negara mungkin akan melanjutkan untuk membeli impor baik karena mereka belum menyesuaikan preferensi mereka melalui barang subtitusi yang dihasilkan di dalam negeri (kurva permintaan yang inelastis) atau karena barang subtitusi tersebut belum dihasilkan (kurva penawaran domestik yang inelastis). 2.5 Consumer Price Index (CPI) Laju inflasi dihitung berdasarkan perubahan indeks harga konsumen (IHK) pada suatu periode waktu tertentu, yang menggambarkan meningkatkannya tingkat harga barang dan jasa kebutuhan masyarakat secara rata-rata. Dasar penghitungan indeks harga konsumen tersebut senantiasa akan selalu diperbaharuhi sesesuai dengan perkembangan yang ada, melalui survey biaya hidup ( SBH ) yang dilaksanakan oleh BPS, dan hingga saat ini dasar yang pergunakan menentukan IHK dan inflasi tahun 2005 tersebut adalah SBH tahun 2002. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index ( CPI) didefinisikan sebagai harga sekelompok barang dan jasa relatif terhadap harga sekelompok barang dan jasa yang sama pada tahun dasar (Mankiw, 2000). IHK sering digunakan untuk menentukan biaya hidup dan dahulu disebut cost-of-living index, mengukur perubahan harga untuk suatu kombinasi belanja barang dan jasa. 2.5.1 Tujuan Penghitungan IHK 1. Untuk mengetahui perkembangan harga barang dan jasa yang tergabung pada diagram timbangan IHK di suatu wilayah. 2. Sebagai pedoman dalam menentukan suatu kebijakan yang akan datang, utamanya kebijakan dalam bidang pembangunan ekonomi. 3. Data tersebut sangat bermanfaat bagi perhitungan upah minimum di suatu wilayah. 4. Guna memudahkan pemerintah di suatu wilayah tertentu dalam memantau supply and demand khususnya barang kebutuhan masyarakat yang ada di pasar wilayah. 5. Bemanfaat luas bagi masyarakat lainnya khususnya bagi kalangan perguruan tinggi dan dunia usaha Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 2.6 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB berbeda dari produk nasional bruto karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya, PNB memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan. PDB nominal merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan PDB riil mengoreksi angka PDB nominal dengan memasukkan pengaruh dari harga. PDB dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah: PDB = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + ekspor - impor Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, investasi oleh sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, dan ekspor dan impor melibatkan sektor luar negeri. Sementara pendekatan pendapatan menghitung pendapatan yang diterima faktor produksi: PDB = sewa + upah + bunga + laba Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha. Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus menghasilkan angka yang sama. Namun karena dalam praktek menghitung PDB dengan pendekatan pendapatan sulit dilakukan, maka yang sering digunakan adalah dengan pendekatan pengeluaran. Pendapatan Riil Domestik diproksikan oleh Produk Domestik Bruto Riil (PDB Riil) Indonesia. Dalam kerangka ekonomi makro pendapatan nasional menggambarkan aktivitas perekonomian dalam suatu negara. Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan nilai dari total output yang dihasilkan dalam suatu negara. Sekalipun demikian, dalam perhitungan pendapatan nasional terdapat unsur harga yang mempengaruhi besarnya nilai (nominal) pendapatan nasional. Dengan kata lain jumlah uang yang dikeluarkan dapat lebih besar untuk memperoleh barang dan jasa dalam jumlah yang sama. Ukuran kemakmuran ekonomi yang lebih baik akan menghitung output barang dan jasa perekonomian tanpa dipengaruhi oleh perubahan harga. Dengan asumsi harga konstan, maka nilai barang yang diproduksi dengan pengeluaran agregat akan bergerak kearah yang sama. Untuk mendapatkan nilai PDB Riil terlebih dahulu dihitung PDB Deflator (deflator harga implisit untuk PDB) yang didefinisikan rasio PDB nominal dalam tahun tertentu terhadap PDB riil dan ia merupakan ukuran inflasi dari periode dari mana harga dasar untuk menghitung PDB Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 riil digunakan sampai periode sekarang, (Dornbusch, Rudiger and Stanley Fischer, 1993) dengan perumusan: Deflator PDBT = PDB NominalT / PDB RiilT Konsekuensi dari asumsi ini adalah pendapatan riil memiliki nilai yang sama dengan PDB Riil sehingga PDB deflator digunakan sebagai proksi pendapatan nasional untuk merubah nilai PDB nominal menjadi PDB riil digunakan PDB deflator berdasarkan harga relatif tahun 1995. PDB Riil = PDB NominalT x 100 PDB DeflatorT Tingkat pertumbuhan PDB Riil tidak terlepas dari pengaruh kegiatan ekonomi, baik dalam negeri maupun faktor yang mewarnai keadaan ekonomi serta pola perdagangan dan situasi moneter internasional. Dalam kondisi demikian, nilai PDB dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengukur perkembangan taraf hidup dan tingkat kesejahteraan rakyat yang merupakan pencerminan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai. 2.7 Penelitian Terdahulu Wilson dan Tat (2001) menganalisis hubungan antara neraca perdagangan rill dan nilai tukar riil dalam kasus hubungan perdagangan antara Singapura dan Amerika Serikat. Penelitian tersebut menggunakan data time series Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 dari tahun 1970 hingga 1996 dengan basis kuartalan. Model yang digunakan oleh kedua peneliti ini adalah model yang dikembangkan oleh Rose dan Yellen (1989). Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai tukar riil tidak berpengaruh secara signifikan pada neraca perdagangan rill dalam kasus perdagangan antara Singapura dan Amerika Serikat. Bahmani-Oskooee and Kantipong (2001) menguji hubungan neraca perdagangan dengan tingkat nilai tukar riil. Kedua penulis tersebut menggunakan obyek penelitian hubungan perdagangan antara Thailand dengan mitra dagangnya diantaranya Jerman, Jepang, Singapura, Inggris dan Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan nilai tukar bath Thailand hanya berpengaruh secara signifikan pada hubungan perdagangan antara Thailand dengan Inggris dan Amerika Serikat. Ini artinya penurunan nilai tukar bath terhadap dolar Amerika dan pound sterling Inggris menyebabkan meningkatnya ekspor dan berkurangnya impor Thailand ke kedua negara tersebut. Elif Akbostanci (2002) melakukan studi keberadaan kurva J dalam perekonomian Turki. Periode amatan yang digunakan adalah dari tahun 1987 hingga 2000, dengan menggunakan data kuartalan. Dalam studinya, Akbostanci menggunakan error correction model untuk membedakan reaksi neraca perdagangan pada perubahan nilai tukar dalam jangka pendek dan jangka panjang. Kemudian untuk membuktikan keberadaan kurva J, peneliti menggunakan metodologi generalizad impluse response. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 terdapat hubungan antara neraca perdagangan dan nilai tukar mata uang Turki, baik dalam perspektif waktu jangka pendek maupun jangka panjang. Pada penelitian lainnya, Kapoor dan Ramakrishnan (1999) melakukan studi mengenai keberadaan konsep kurva J dalam perekonomian Jepang. Dengan menggunakan error correction model dan data kuartalan periode 1975:1 – 1996:4, Kapoor dan Ramakkrishnan menemukan adanya fenomena kurva J pada saat Jepang menganut rejim nilai tukar mengambang. Menurut Olugbenga Onafowora (2003) Penelitian ini meneliti efek jangka panjang dan jangka pendek dari perubahan nilai tukar riil (real exchange rate) terhadap neraca perdagangan dari tiga negara ASEAN dalam hubungan bilateral mereka terhadap Amerika Serikat dan Jepang. Model yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:. ln(X/M)t = D0 + D1lnYt + D2lnYt* + D3lnRERt + D4D97 + Ht Dimana : ln adalah logaritma natural, Yt adalah real domestic income, Yt* adalah real foreign income, RERt adalah nilai tukar bilateral (bilateral exchange rate), dan D97 adalah variabel boneka (dummy variable) yang bernilai nol untuk periode sebelum tahun 1997, dan Ht adalah error term. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti hubungan jangka pendek dan jangka panjang dari perubahan nilai tukar rill terhadap neraca perdagangan riil untuk tiga negara ASEAN, yaitu Indonesia, Thailand, dan Malaysia,dan hubungan dagang bilateral mereka dengan .Amerika Serikat dan Jepang untuk mencari tahu apakah kondisi Marshall-Lerner terjadi. . Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Menurut Olarn Chawang (2002), penelitian ini menjelaskan Hasil perkiraan dari elastisitas impor dan ekspor menyatakan secara tidak langsung bahwa kondisi Marshall-Lerner kemungkinan besar terpenuhi, dan bahwa depresiasi mata uang Bath akan memperbaiki neraca perdagangan secara cepat. Disini disarankan supaya Thailand secara potensial menggunakan kebijakan nilai tukarnya untuk memperbaiki neraca perdagangan yang defisit. Menurut Ferda Halicioglu (2008), melakukan studi untuk melihat J-curve untuk kasus Turki dengan 13 mitra dagangnya. Dalam penelitian ini, peneliti mengikuti model dari Bahmani-Oskooee et al (2006), dan Bahmani Oskooee dan Wang (2006), yaitu : ln TBj,t = a0 + a1 ln Yt,t + a2 ln Y j,t + a3 ln RERj,t + ut Dengan menggunakan data secara kuartalan dari tahun 1985Q1 – 2005Q4 bahwa penelitian mengenai J-curve dengan kasus Turki dengan 13 mitra dagangnya yang memakai data secara agregate dan menghasilkan hasil yang tidak dapat meyakinkan. Menggunakan data agregate dapat menyembunyikan pergerakan dari nilai tukar. Studi ini untuk mentest keberadaan fenomena J-curvepada kasus Turki dan 13 mitra dagangnya. Efek jangka pendek dan jangka panjang dari depresiasi nilai mata uang Lira pada neraca perdagangannya diperkirakan dengan pendekatan kointegrasi, dengan pandangan untuk menentukan efek J-curve. Secara empiris hasil yang disarankan bahwa tidak terjadi J-curve terhadap neraca perdagangan bilateral Turki. Namun, dapat dikatakan bahwa depresiasi riil pada nilai mata uang Lira Turki telah memberikan pengaruh yang kuat terhadap neraca perdagangan dengan UK dan USA Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 pada jangka panjang, yang mana telah terjadi dan mendukung untuk kondisi Marshall-Lerner (ML). Menurut Jungho Baek (2006), dalam penelitiannya meneliti mengenai efek J-curve dan juga perdagangan produk hutan antara US dan Canada. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek dinamis pada nilai tukar US dan Canada pada neraca perdagangan dari produk hutan antara kedua Negara tersebut. Dan juga perhatian yang lebih khusus adalah untuk melihat J-curve: apakah terjadi atau tidak pada neraca perdagangan US untuk perdagangan produk hutan Canada keuntungan dari penurunan nilai mata uang US Dollar. Perdagangan produk hutan antara US dan Canada mencakup lima komoditi hutan yaitu; softwood lumber (getah kayu lembut), hardwood lumber (getah kayu keras), Produk Kayu Triplek, kayu gelondongan, dan produk kayu lainnya. Dengan menggunakan data kuartalan dari perdagangan bilateral dari tahun 1985 – 2005. Penulis menemukan sedikit bukti-bukti fenomena J-curve untuk perdagangan US – Canada untuk ke lima produk kehutanan yang diperdagangkan. Ini membuktikan bahwa, bahwa dalam jangka pendek, perubahan nilai US Dollar merupakan faktor yang tidak signifikan dalam mempengaruhi perdagangan produk hutan US. Penemuan ini diperkuat dari hasil Buongiorno et al. (1998), Buongiorno and Uusivouri (1991) and Sarker (1996). Sebagai contoh, Buongiorno and Uusivouri (1991) menunjukkan bahwa depresiasi dari US Dollar tidak efektif dalam meningkatkan eksport dari prosuk hutan dalam jangka pendek. Penemuan ini lebih lanjut lagi menyarankan bahwa peningkatan perdagangan produk hutan defisit dan Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 mengalami penurunan pada nilai mata uang US Dollar selama tahun 2002 – 2004 tidak dapat dijelaskan dengan efek J-Curve. Dilain pihak, ini ditemukan bahwa nilai tukar memainkan peran yang sangat penting dalam mempengaruhi perilaku jangka panjang dari neraca perdagangan US dengan Canada dalam produk kehutanannya. Hasil ini dikuatkan dengan hasil dari Bolkesjø and Buongiorno (2006). 2.8 Kerangka Pemikiran GDP Indonesia Ekspor Indonesia - Jepang GDP Jepang Balance Of Trade (BT) Nilai Tukar Riil (REX) Import Indonesia - Jepang IHK Jepang IHK Indonesia Nilai Tukar Nominal Rp/Yen (NEX) Gambar 2.2. Bagan Kerangka Pemikiran Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Dilihat dari bagan kerangka pemikiran diatas bahwa perubahan dari neraca perdagangan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut GDP Indonesia, GDP Jepang, dan juga nilai tukar riil. Nilai tukar rill antara Rupiah dan yen Jepang yang didefinisikan sebagai Pj . NEX/Pi dimana Pi adalah indeks harga konsumen Indonesia, Pj adalah indeks harga konsumen Jepang dan NEX adalah nilai tukar nominal yang didefinisikan sebagai jumlah rupiah per unit yen Jepang. Jadi, peningkatan dalam REX merupakan refleksi dari depresiasi riil rupiah terhadap yen Jepang. Dikarenakan ini adalah antara Indonesia dan mitra dagangnya Jepang, maka neraca perdagangannya merupakan cerminan dari neraca perdagangan barang antara Indonesia dan Jepang, didefinisikan sebagai rasio ekspor Indonesia ke Jepang terhadap impor Indonesia dari Jepang (non-migas) 2.9 Hipotesis Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu maka penulis berhipotesa bahwa: 1. Nilai Tukar riil berpengaruh positif terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia dengan Jepang 2. Terjadi kondisi Marshall-Lerner sehingga terbentuk J-Curve pada kasus perdagangan antara Indonesia dengan Jepang Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat kuantitatif runtun waktu (time series) bersumber dari Bank Indonesia dan International Financial Statistic dari tahun 1990.01 – 2006.04. Beberapa variable ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: GDP Indonesia, GDP Jepang yang dalam hal ini adalah mitra dagang terbesar Indonesia, Nilai Tukar Riil yang dalam hal ini didapat dari perhitungan nilai tukar nominal antara nilai tukar nominal yang dikalikan dengan rasio CPI masing-masing negara mitra dagang terhadap CPI Indonesia, Neraca Perdagangan, merupakan cerminan dari neraca perdagangan barang antara Indonesia dan Jepang, didefinisikan sebagai rasio ekspor Indonesia ke Jepang terhadap impor Indonesia dari Jepang (non-migas) 3.2 Model Analisis Langkah pertama dalam penyusunan kerangka analisis adalah membangun model neraca perdagangan. Model yang akan digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada model model dua negara seperti yang diungkapkan oleh BahmaniOskooee & Kantipong (2001). Dua fungsi dasar yang digunakan adalah persamaan Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 permintaan impor dan penawaran ekspor. Dua persamaan di bawah ini menunjukkan permintaan impor di negara asal dan negara mitra dagang. M= M (Y, pm) M*= M* (Y*,pm*) M (M*) adalah volume impor negara asal (mitra dagang), Y (Y*) adalah pendapatan riil di negara asal (mitra dagang) dan pm (p*m) adalah harga relatif barang impor terhadap barang produksi dalam negeri di negara asal. Persamaan penawaran ekspor diasumsikan hanya tergantung pada harga relatif seperti pada persamaan di bawah ini: X = X(px), X* = X*(p*x) Dimana X (X*) adalah penawaran barang ekspor dari negara asal dan p (p*) adalah harga relatif barang ekspor di negara asal (mitra dagang). Berdasarkan persamaan permintaan dan penawaran di atas, maka kondisi keseimbangan (equilibrium) dapat dirumuskan sebagai berikut: M = X* M* = X Bahwa pm = REX. P*x and P*m = Px/REX dimana nilai tukar riil adalah REX= (P*.E)/P, maka kuantitas perdagangan dalam keseimbangan dan harga relatif Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 merupakan fungsi dari REX, Y and Y*. Oleh karena itu, model neraca perdagangan (reduced form) juga merupakan fungsi dari REX, Y and Y*. Neraca perdagangan barang = f(REX, Y, Y*) 3.3 Spesifikasi Model Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrik yang dianalisis dengan metode kointegrasi dan error correction model. Maka spesifikasi model tersebut adalah sebagai berikut: Model Jangka panjang kointegrasi: LogBTt = β0 + β1 Log GDP-Indo + β2 Log GDP-Jp + β3 Log Rer + Dummy + εt …. (3.1) dimana: BT : Balance of trade GDP-Indo : Real Domestic Income Indonesia GDP-Jp : Real Domestic income Jepang Rer : Real Effective Exchange Rate Dummy : Variabel Dummy D=0 (sebelum krisis), D=1(sewaktu krisis) β1-β4 : Koefien Regresi β0 : Konstant Model Error Correcction Model (ECM) Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 # LBTt = β0 + β1 n n n ∑# LGDP _ INDO + β ∑# LGDP _ JP + β ∑# LRER + β ECT 2 s=0 3 s=0 4 t −1 + Dummy + ε t ……….... (3.2) s=0 dimana : ΔLBTt : First difference dari neraca perdagangan ΔLRER : First difference dari nilai tukar riil ΔLGDP_INDO : First difference dari GDP riil Indonesia ΔLGDP_JP : First difference dari GDP riil Jepang ECTt-1 : Error Correction Term Dummy : Variabel Dummy D=0 (sebelum krisis), D=1(sewaktu krisis) β1-β4 : Koefien Regresi β0 : Konstanta 3.4 Definisi Operasional Variable-variabel yang digunakan dalam model penelitian ini dapat didefinisikan sebagai berikut: 1. BT = Neraca perdagangan barang antara Indonesia dan Jepang, didefinisikan sebagai rasio ekspor Indonesia ke Jepang terhadap impor nonmigas Indonesia dari Jepang. 2. GDP-Indo = GDP riil Indonesia 3. GDP-Jp = GDP riil Jepang Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 4. RER = Nilai tukar rill antara Rupiah dan yen Jepang yang didefinisikan sebagai Pj . NEX/Pi dimana Pi adalah indeks harga konsumen Indonesia, Pj adalah indeks harga konsumen Jepang dan NEX adalah nilai tukar nominal yang didefinisikan sebagai jumlah rupiah per unit yen Jepang. Jadi, peningkatan dalam REX merupakan refleksi dari depresiasi riil rupiah terhadap yen Jepang. 3.5 Metode Analisis Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini termasuk dalam rumpun analisis data runtut waktu (time series analysis) dengan perangkat analisis yang digunakan secara umum yaitu pendekatan Cointegration dan Error Correction Model. Sedangkan perangkat lunak yang digunakan dalam pengolahan data dan estimasi model pada penelitian ini adalah Eviews 5.1. 3.5.1 Analisis Model Kointegrasi Analisis model kointegrasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi keseimbangan dalam jangka panjang pada model yang digunakan, yaitu dengan cara menguji stasionaritas error term-nya. Dalam penelitian ini, metode estimasi hubungan jangka panjang dilakukan dengan menggunakan metode Engle-Granger. Persamaan yang digunakan adalah: Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 ΔUt = ρUt-1 + ut ................................................................................................. (3.3) Hipotesis untuk pengujian kointegrasi adalah: H0 : ρ = 0, variabel-variabel dalam model tidak terkointegrasi H1 : ρ ≠ 0, variabel-variabel dalam model terkointegrasi Uji ini dikembangkan berdasarkan adanya persepsi model data yang tidak stasioner dapat terjadi kointegrasi jangka panjang antara tiap variabel yang diuji. Uji ini disebut sebagai Engle-Granger Test, dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Estimasi tiap parameter dari persamaan regresi dengan menggunakan model OLS dari X terhadap Y, lalu diperoleh nilai residualnya. Yt = α0 + α1 Xt1 + α2 Xt2 + ut 2. Lakukan uji stasioneritas (Unit Root Test) pada residual tersebut dengan menggunakan ADF critical value. Apabila hipotesis unit root ditolak maka disimpulkan bahwa Y dan X terkointegrasi dan apabila hipotesis unit root tidak ditolak, maka kointegrasi tidak terjadi. Di dalam penelitian ini akan digunakan uji akar unit melalui uji Augmented Dickey-Fuller (ADF-Test) untuk mengetahui apakah data time series yang digunakan memiliki masalah akar unit atau data tidak stasioner. Jika suatu data time series tidak stasioner pada order nol, I(0), maka stasionaritas data tersebut bisa dicari melalui berbagai order sehingga diperoleh tingkat stasionaritas pada order ke-n (first difference atau I(1), atau second difference atau I(2), dan seterusnya). Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Uji stasioneritas diperlukan untuk melihat apakah seluruh variabel yang dilibatkan dalam analisis memiliki nilai rata-rata dan varians yang konstan dari waktu ke waktu. Konstannya nilai rata-rata dan varians setiap variabel sangat diperlukan agar dapat diidentifikasi hubungan jangka panjang dan pendek antar variabel. Ketidak-stasioneran suatu variabel akan menyebabkan diperoleh hasil regresi yang tidak valid, sehingga koefisien regresi tidak dapat diinterpretasikan. 3.5.2 Analisis Error Correction Model (ECM) Teknik analisis yang digunakan untuk melihat pengaruh nilai tukar terhadap neraca perdagangan adalah dengan Error Correction Model (ECM). Metode Error Correction Model ini adalah suatu regresi tunggal yang menghubungkan differensi pertama pada variabel bebas (DYt) dan tingkatan variabel yang dimundurkan (lagged level variables = Xt-1) untuk semua variabel dalam model. Pemilihan terhadap ECM didasarkan pada pertimbangan bahwa data yang akan digunakan bersifat deret waktu (time series data). Selain itu, ECM relatif lebih unggul bila dibandingkan dengan pendekatan model dinamis lainnya seperti Partial Adjustment Model (PAM). Hal ini didasari oleh kemampuan lebih yang dimiliki ECM dalam meliput lebih banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi jangka pendek dan jangka panjang, mampu mengkaji konsisten atau tidak model empirik dengan teori ekonomi, serta dalam usaha mencari pemecahan terhadap persoalan Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 variabel runtut waktu yang tidak stasioner dan regresi lancung (spurious regression) dalam analisis ekonometrika. Adanya keseimbangan dalam jangka panjang dalam suatu model estimasi tidak selalu mencerminkan adanya keseimbangan dalam jangka pendek. Karena dalam jangka pendek, pergerakan dari setiap variable mungkin saja akan menyimpang dari keseimbangan jangka panjangnya yang diakibatkan oleh faktor ekonomi ataupun faktor non ekonomi. Oleh karenanya sebelum melakukan estimasi ECM, harus dipastikan Y dan X terkointegrasi. Apabila hubungan variabel terkointegrasi, yang berarti di dalam jangka panjang akan tercapai kondisi keseimbangan, maka error (deviasi) jangka pendek tersebut akan terkoreksi untuk kembali pada keseimbangan jangka panjangnya. Proses koreksi ini secara ekonometrika disebut sebagai mekanisme koreksi kesalahan/ error correction mechanisms (ECM). Dalam analisis ekonomi, ECM dapat pula dipakai untuk menjelaskan mengapa pelaku ekonomi menghadapi ketidakseimbangan (disequilibrium) dalam konteks bahwa fenomena yang diinginkan oleh pelaku ekonomi belum tentu sama dengan apa yang terjadi dan perlunya yang bersangkutan melakukan penyesuaian (adjustment) sebagai akibat adanya perbedaan fenomena aktual yang dihadapi antar waktu. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 3.6 Uji Statistika Ketepatan fungsi OLS dalam menaksir nilai actual dapat diukur dari Goodness of fit-nya. Goodness of fit dapat diukur dari nilai statistik t, statistik F, dan koefisien determinasinya (R2). 3.6.1 Uji Statistik t Uji t dimaksudkan untuk melihat tingkat signifikansi pengaruh masingmasing variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk pengujian signifikansi ini, nilai t hitung dibandingkan dengan nilai t-tabel pada tingkat keyakinan dan derajat kebebasan (degree of freedom) tertentu. Rumus perhitungan uji-t, yaitu: t = (β – β0) / Sβ ……………………………………………………….(3.3) dimana: t = nilai t-test β = nilai koefisien variabel eksogen yang sebenarnya β0 = nilai koefisien variabel eksogen dengan hipotesa = 0 Sβ = standar error estimasi β Untuk pengujian pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variable dependen, hipotesis yang digunakan adalah sebegai berikut: H0 : βi = 0 : Artinya variabel independen ke-i yang dihipotesiskan tidak berpengaruh secara individu terhadap variabel dependennya. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Ha : βi ≠ 0 : Artinya variabel independen ke-i yang dihipotesiskan berpengaruh secara individu terhadap variabel dependennya. 3.6.2 Uji Statisik F Pengujian hipotesis F digunakan untuk mengetahui pengaruh secara keseluruhan variabel independen terhadap variabel dependen. Rumus untuk menghitung F-test adalah sebagai berikut: F = [R2/ (k-1)] / [(1-R2) / (N-K)] ……………………………………(3.4) Dimana: R2 = koefisien determinasi K = jumlah variabel eksogen N = jumlah observasi Untuk pengujian uji F, hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: H0 : β1 = β2 = β3 … βk = 0 : artinya semua variabel independen yang dihipotesiskan secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variable dependennya. H0 : β1 = β2 = β3 … βk ≠ 0 : artinya semua variabel independen yang dihipotesiskan secara bersama-sama berpengaruh terhadap variable dependennya. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 3.6.3 Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel bebas dalam menjelaskan variabel-variabel terikat amat terbatas. Sebaliknya nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat. Rumus koefisien determinasi adalah sebagai berikut: R2 = ESS/TSS = 1 – RSS/TSS = 1 – (Σe12) / (ΣYi – Y)2 ………………………………………. (3.5) 3.7 Uji Asumsi Klasik Selain dilakukan uji statistika di atas, pada saat analisis regresi sering muncul beberapa masalah yang termasuk dalam pengujian asumsi klasik, yaitu ada tidaknya masalah autokorelasi, dan multikolinearitas. 3.7.1 Multikolinearitas 3.7.1.1 Masalah Multikolinier Multikolinear menunjukan gejala adanya hubungan linear atau hubungan yang pasti diantara eksplanatory variabel (variabel penjelas) dalam model regresi. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Gejala ditunjukan oleh beberapa faktor, namun yang paling mendukung penjelasan adanya multikolinier dalam model yaitu apabila nilai R2 dari hasil regresi sangat tinggi namun sebagian besar eksplanatori variabel tidak menjelaskan hubungan yang signifikan terhadap variabel yang dijelaskan, melalui perbandingan antara nilai t-stat dan F-stat dengan t-tabel dan F-tabel. Nachrowi dan Usman (2006) menjelaskan bahwa multikolinieritas dapat dideteksi dengan adanya koefisien determinasi (R2) yang tinggi dan uji F yang signifikan tetapi banyak koefisien regresi dalam uji t yang tidak signifikan, atau secara substansi interprestasi yang didapat meragukan. Akan tetapi deteksi ini bersifat subyektif, uji formal dibutuhkan untuk mendeteksi keberadaan multikolinieritas. Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya gejala multikolinieritas yang antara lain, pertama menurut Gujarati (2003) dengan melihat pada matriks korelasi (korelasi antar variabel bebas), yaitu jika korelasi antar variabel melebihi 0,50 diduga terdapat gejala multikolinieritas. Yang kedua menurut Neter et al. (1993) disarankan melihat pada nilai Variance Inflation Factor (VIF), yaitu jika nilai VIF kurang dari 10 maka tidak terdapat multikolinieritas. Motgomery dan Peck sumber menjelaskan penyebab multikolinieritas adalah: (1) metode pengumpulan data yang digunakan membatasi nilai dari regressor, (2) kendala model pada populasi yang diamati, (3) spesifikasi model, (4) penentuan jumlah variabel eksplanatoris yang lebih banyak dari jumlah observasi atau overdetermined model, (5) data time series, trend tercakup dalam nilai variabel eksplanatoris yang ditunjukkan oleh penurunan atau peningkatan sejalan dengan Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 waktu. Kadang kala aplikasi data sekunder mengalami masalah penaksiran atau menolak asumsi klasik dari model regresi linier. 3.7.2 Masalah Autokorelasi (Breush- Godfrey Test) Otokorelasi terjadi apabila nilai variabel masa lalu memiliki pengaruh terhadap nilai variabel masa kini, atau masa datang. Konsekuensi dari keberadaan otokorelasi adalah metode regresi OLS akan menghasilkan estimasi yang terlalu rendah untuk nilai variasi ut dan karenanya menghasilkan estimasi yang terlalu tinggi untuk R2. Bahkan ketika estimasi nilai variasi ut tidak terlalu rendah, maka estimasi dari nilai variasi dari koefisien regresi mungkin akan terlalu rendah dan karenanya akan signifikansi dari uji t dan uji F tidak valid lagi atau menghasilkan konklusi yang menyesatkan (Gujarati, 1995:411) Uji Breusch-Godfrey: 1. Regres suatu model, dapatkan nilai residualnya ut 2. Regres ut terhadap seluruh variabel independen dalam model, ditambah dengan 2 ut-1, ut-2, …ut-p; dapatkan nilai R -nya 3. Hitung χ2 dengan rumus: (n-p)⋅R2 4. Lakukan uji otokorelasi Breusch Godfrey dengan langkah sbb: Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 (a) Formulasi hipotesis Ho : tidak terdapat masalah otokorelasi dalam model Ha : terdapat masalah otokorelasi dalam model (b) Menentukan tingkat signifikansi (α), misalnya digunakan α = 0,05 (c) Menentukan kriteria pengujian H0 diterima bila χ2 ≤ χ2(α, p); dan H0 ditolak bila χ2 > χ2(α, p) (d) Menghitung χ2 statistik (e) Kesimpulan Cara ringkas untuk uji Breusch Godfrey adalah dengan melihat nilai probabilitas dari χ 2 statistik. Apabila probabilitas χ 2 ≤ α maka Ho ditolak, jika 2 probabilitas χ > α maka Ho diterima. Jadi langkahnya adalah sbb: (a) Formulasi hipotesis Ho : tidak terdapat masalah otokorelasi dalam model Ha : terdapat masalah otokorelasi dalam model Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 (b) Menentukan tingkat signifikansi (α), misalnya digunakan α = 0,05 (c) Menentukan kriteria pengujian Apabila probabilitas χ2 ≤ α maka Ho ditolak, jika probabilitas χ2 > α maka Ho diterima. (d) Kesimpulan Program Eviews sangat praktis digunakan untuk melakukan uji otokorelasi Breusch-Godfrey. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini dibahas mengenai analisis ekonomi maupun analisis statistik dari hasil regresi persamaan pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia dengan pendekatan Kointegrasi dan ErrorCorrection Model (ECM). Di samping itu akan dilakukan pengujian-pengujian terhadap masalah yang biasanya muncul dalam regresi linier dan analisis runtun waktu (time series). 4.1 Uji Stasioneritas Suatu data time series dikatakan stasioner jika mean, variance, dan autocovariance untuk berbagai lag yang berbeda nilainya konstan, tidak melihat dari titik mana perhitungan dimulai atau tidak tergantung waktu (time invariant). Suatu penelitian dengan data time series yang dapat diestimasi dengan metode estimasi biasa (OLS) didasarkan pada suatu asumsi bahwa data tersebut stasioner pada level, artinya data konstan dan independen sepanjang waktu (Gujarati, 2003). Namun pada kenyataannya, sebagian besar data time series merupakan data nonstasioner. Hal ini berarti penggunaan metode estimasi OLS dengan data nonstasioner dapat berakibat pada kegagalan estimasi dalam menunjukkan nilai-nilai yang sebenarnya (spurious Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 regression) meskipun ukuran sample diperbesar. Oleh karena itu, sebelum analisis lebih lanjut perlu dilakukan uji stasioneritas yang dapat dilakukan dengan unit root test. Jika suatu variabel pada data level mempunyai suatu unit root, maka variabel tersebut nonstasioner. Selanjutnya, dilakukan pengujian pada first difference dan seterusnya hingga diperoleh data yang stasioner. Metode yang lazim digunakan untuk melakukan unit root test adalah Augmented Dickey-Fuller Test (ADF Test). Untuk menentukan bahwa suatu series mempunyai unit root atau tidak, maka perlu dilakukan perbandingan antara nilai t statistic ADF dengan nilai ADF tabel. Apabila nilai t statistic ADF lebih kecil daripada nilai kritis ADF tabel dengan tingkat signifikansi tertentu, maka series tersebut tidak stasioner. Nilai kritis yang digunakan sebagai batas pengujian statistik adalah nilai kritis MacKinnon dengan batasan nilai α < 10%. Berdasarkan hasil uji unit root sebagaimana terlihat pada tabel 4.1 ditemukan bahwa keempat variabel asal memiliki unit root pada nilai AD/ADF pada semua level yang berarti data asli penelitian tidak stasioner. Tabel 4.1 Uji Stasioneritas Data Augmented Dickey Fuller Test Level First Difference Variabel TC1) C2) N3) TC1) C2) N3) LBT -3,0466 -2,66384 -2,6941 -8,7949 -8,8626 -8,91422 LGDP INDO -1,3511 -1,10865 -0,50988 -8,1564 -8,3694 -8,1887 Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 LGDP JP -2,40172 -0,40004 3,16565 -7,0467 -7,06107 -3,0225 LRER -1,65726 -1,95244 -0,1762 -5,47659 -5,38886 -5,43653 Sumber: Hasil penghitungan Keterangan: 1)Trend dan Intercept ; 2) Intercept ; 3)None Dari data tabel kita bisa melihat bahwa variabel LBT, LGDP INDO, LGDP JP, LRER semuanya stasioner pada tingkat first difference pada tingkat kepercayaan 99%. 4.2 Hasil Estimasi Model 4.2.1 Hasil Estimasi Jangka Panjang (Kointegrasi) Dengan menggunakan spesifikasi model jangka panjang (Pers. 3.1), maka hasil dampak nilai tukar terhadap neraca perdagangan dalam jangka panjang adalah sebagai berikut: LBtt = - 32,965 - 0,248 LGDP-Indot + 1,537 LGDP-Jpt + 1,481 LRert - 0,453 D SE = (21,519) (0,210) (1,612) (0,355) (0,303) t-stat = (-1,025) (-1,181) (0,953) (4,172) (-1,493) R2 = 0,280 F-stat = 6,148 Adj R2 = 0,235 Dari hasil estimasi jangka panjang diatas dapat diartikan bahwa pada kasus Indonesia dan Jepang, hasil regresi menunjukkan bahwa: 1. Koefisien LGDP-Indo adalah bertanda negatif, artinya ada pengaruh negatif antara LGDP-Indo dengan LBT. Bertambahnya LGDP-Indo Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 akan menurunkan kegiatan ekspor ke negara Jepang. Hal tersebut berarti peningkatan sebesar 1% pada pendapatan domestik (yang diproksikan dengan GDP Riil), ceteris paribus, akan menyebabkan penurunan rata-rata nilai (value) neraca perdagangan sebesar 0,248%. 2. Koefisien LGDP-Jepang sebesar 1,5379, ini artinya bahwa peningkatan pendapatan domestik bruto Jepang akan meningkatkan impor ke Indonesia. Artinya, jika GDP Jepang bertambah sebesar 1% akan menyebabkan peningkatan rata-rata nilai (value) neraca perdagangan sebesar 1,53%. 3. Berdasarkan teori Marshall-Lerner condition dan teori kurva J, koefisien Rert seharusnya bertanda positif (+). Hasil regresi menunjukkan bahwa koefisien Rert adalah positif (+), ini artinya dalam kasus perdagangan Indonesia - Jepang teori kurva J dan Marshall - Lerner condition terjadi pada jangka panjang. Tetapi tidak selamanya Marshall - Lerner terjadi dalam jangka panjang karena tidak akan mungkin suatu negara terus menerus melakukan devaluasi untuk membuat peningkatan terhadap neraca perdagangannya supaya membaik terus. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 4.2.1.1 Pengujian kointegrasi Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi keseimbangan dalam jangka panjang pada model yang digunakan. Uji kointegrasi dilakukan untuk menguji stasionaritas residual atau error term dari model tersebut, yang dilakukan dengan metode Engle Granger. Metode estimasi hubungan jangka panjang dilakukan dengan menggunakan metode Engle–Granger dengan menggunakan pendekatan Augmented Dicky Fuller Test. Uji kointegrasi dilakukan untuk menguji stasionaritas residual atau error term dari model tersebut sehingga variabel variabel dalam model dinyatakan memiliki pengaruh dalam hubungan jangka panjang. Tabel 4.2 di bawah ini menunjukkan hasil uji kointegrasi pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca perdagangan di Indonesia. Tabel 4.2 di bawah ini memperlihatkan uji ADF terhadap residu yang diperoleh dari regresi persamaan jangka panjang, (Hasil estimasi secara rinci dapat dilihat di Lampiran). Tabel 4.2 Hasil Uji Kointegrasi ADF Statistic -4.316633*** T Statistic -3.534868*** Lag 2 Sumber: Hasil Perhitungan Keterangan: *** = 1%, ** = 5%, * =10% (derajat kepercayaan) • Nilai absolute dan dibandingkan dengan MacKinnon critical value • t hitung pada lag terakhir dalam model Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Berdasarkan uji ADF diperoleh hasil nilai t-statistik (-4.316633) lebih besar secara absolut dengan nilai tabel t-Dickey-Fuller pada tingkat kepercayaan 99% (-3.534868), maka Ho ditolak. Hal tersebut menunjukkan bahwa residual terkointegrasi. Artinya hasil regresi memiliki derajat integrasi yang sama (terkointegrasi) sehingga terdapat hubungan jangka panjang yang signifikan dan bermakna antar variabel dalam model, di mana variabel – variabel bebas (independent) dalam model persamaan memiliki pengaruh hubungan jangka panjang dengan variabel terikat (dependent) yang valid. 4.2.1.2 Uji Koefisien Determinasi (R2) Pada model jangka panjang pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia memiliki nilai R2 adalah 0,2807. Nilai tersebut menunjukan bahwa 28,07% variasi dari pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca perdagangan bilateral dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen yang terdapat dalam model, sisanya sebesar 71,93% ditentukan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model (error term). 4.2.1.3 Uji t-statistik Berdasarkan tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa dalam model jangka panjang pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia, Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 secara individu (parsial) memiliki pengaruh dan signifikan pada tingkat kepercayaan α=1% terhadap neraca perdagangan bilateral. Tabel 4.3 Hasil Pengujian t-statistik Model Kointegrasi Variabel t-stat Ho Keterangan LGDP-Indo -1,1816 diterima Tidak signifikan α=10% LGDP-Jp 0,9539 diterima Tidak signifikan α =5% LRer 4,1721 ditolak Signifikan α =1% Keterangan: a=1% (2,660), a=5% ( 2,000), a=10% (1,671) Sumber: Hasil Perhitungan Hasil uji t-statitik terhadap model adalah sebagai berikut : 1. Variabel GDP Indonesia Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t-statistik untuk variabel LGDPIndo sebesar -1,1816 . Nilai ini lebih kecil dari nilai t-tabel sebesar 1,671 sehingga H0 diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel LGDP-Indo tidak mempengaruhi variabel neraca perdagangan (LBT) secara signifikan pada tingkat kepercayaan 90%. 2. Variabel GDP Jepang Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t-statistik untuk variabel LGDPJp sebesar 0,9539. Nilai ini lebih kecil dari nilai t-tabel dengan tingkat kepercayaan 90% sebesar 1,671 sehingga H0 diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel LGDP-Jp secara statistik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap neraca perdagangan (LBT). Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 3. Variabel Nilai tukar riil Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t-statistik untuk variabel LRer sebesar 4,1721. Nilai ini lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 2,660 sehingga H0 ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel Rer mempengaruhi variabel neraca perdagangan secara signifikan pada tingkat kepercayaan 99%. 4.2.1.4 Uji Keseluruhan (F-Statistika) Uji F-statistik untuk mengukur goodness of fit dari persamaan regresi, yaitu pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap pergerakan variabel tidak bebasnya. Dengan demikian berlaku pengujian sebagai berikut : Ho diterima jika F-stat < F tabel Ho ditolak jika F-stat > F-tabel Dengan demikian hasil uji F yang signifikan akan menunjukkan bahwa variabel bebas secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap variabel tidak bebasnya. Uji F-stat ini merupakan uji signifikansi satu arah (one tail significance). Tabel 4.4 Nilai F-tabel Model Kointegrasi Df (k-1,n-k) = (4-1,68-4) (3;64) (3;64) (3;64) Sumber : Hasil Perhitungan α 1% 5% 10% F-tabel 4,13 2,76 2,18 Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Persamaan neraca perdagangan Indonesia mempunyai nilai F-hitung sebesar 6,1486 persamaan ini terbukti signifikan pada confidence level 1 % karena lebih besar dari F-tabel sebesar 4,13. Dengan kata lain, variabel LGDP-Indo, LGDPJp, LRer secara bersama-sama signifikan mempengaruhi neraca perdagangan (balance of trade) Indonesia pada tingkat kepercayaan 99%. 4.2.2 Uji Masalah dalam Model Regresi Linier 4.2.2.1 Masalah Multikolinieritas Multikolinear menunjukan gejala adanya hubungan linear atau hubungan yang pasti diantara variable regressor (variabel penjelas) dalam model regresi. Gejala ditunjukkan oleh beberapa faktor, namun yang paling mendukung penjelasan adanya multikolinier dalam model yaitu apabila nilai R2 dari hasil regresi sangat tinggi namun sebagian besar eksplanatori variabel tidak menjelaskan hubungan yang signifikan terhadap variabel yang dijelaskan, melalui perbandingan antara nilai t-stat dan F-stat dengan t-tabel dan F-tabel. Selain itu, deteksi multikolinearitas juga dapat dilihat dengan Correlation Matrix antar variable bebas. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 4.2.2.1.1. Correlation Matrix [ Berdasarkan hasil penghitungan dengan mempergunakan program software E-Views 4.1, maka diperoleh tabel matriks korelasi sebagai berikut: Tabel 4.5 Correlation Matrix Variabel-Variabel Regressor Variabel LGDP-Indo LGDP-Jp 1.000.000 -0,378032 LGDP-Indo -0,378032 1.000.000 LGDP-Jp 0,343888 0,117126 LRER Sumber:Hasil Penghitungan Dari tabel 4.6 diatas dapat disimpulkan LRER 0,343888 0,117126 1.000.000 bahwa tidak terjadi multikolinieritas antar variable-variabel, karena nilai correlation matrix antar variable-variabel tersebut tidak ada yang melebihi 0,5 (rule of thumb). 4.2.2.1.2 Masalah Autokorelasi Untuk mengetahui apakah terdapat masalah autokorelasi didalam suatu persamaan digunakan uji autokorelasi. Uji autokorelasi pada regresi model granger, dimana terdapat lag dari dependen variabel pada persamaan di sebelah kanan, menggunakan metode Breusch-Godfrey test atau lebih dikenal dengan LM test. Pengujian Breusch-Godfrey test pada intinya adalah menguji koefisien korelasi antar residual. Ada dua langkah dalam melakukan Breusch-Godfrey test yaitu meregres variabel-variabel yang ada pada model dengan OLS dan didapat nilai residualnya kemudian diregres nilai residual terhadap variabel independennya yang Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 terdapat pada regresi tahap pertama serta residual pada lag tertentu. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian autokorelasi pada lag 1. Tetapi dalam hal ini, Uji Autokorelasi dilakukan dengan menggunakan BG test, yaitu melihat nilai Prob. χ2 dan membandingkannya dengan tingkat signifikansinya (α = 0.05). Tabel 4.6 Uji Autokorelasi Pada Lag 2 Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 34.67654 Prob. F(2,61) Obs*R-squared 36.17873 Prob. Chi-Square(2) Sumber: Hasil Perhitungan 0.062000 0.060000 Berdasarkan hasil LM Test yang dilakukan untuk menguji ada tidaknya autokorelasi dalam model yang digunakan dalam penelitian ini, maka hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai Prob. χ2 = 0.0600. Nilai ini lebih kecil dari nilai tingkat signifikansi α = 0.05. Maka Ho diterima artinya tidak terdapat autokorelasi. 4.2.3 Hasil Estimasi Jangka Pendek (ECM) Sebagaimana dipaparkan pada bagian terdahulu, bila variabel-variabel yang diamati membentuk suatu himpunan variabel yang saling terkointegrasi, maka model dinamis yang cocok untuk mencari keseimbangan jangka pendek adalah model koreksi kesalahan (Error Correction Model). Meskipun hasil uji kointegrasi membuktikan bahwa terdapat keseimbangan jangka panjang (kointegrasi) dalam model perngaruh nilai tukar terhadap neraca perdagangan bilateral (IndonesiaNancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Jepang), tetapi kita belum dapat melihat variabel-variabel mana yang berperan dalam penyesuaian dynamic short run menuju keseimbangan jangka panjang. Untuk itu digunakan ECM untuk melihat perilaku jangka pendek (short run) dari model perngaruh nilai tukar terhadap neraca perdagangan bilateral (Indonesia-Jepang) dengan mengestimasi dinamika Error Correction Term (ECT). Hasil estimasi model koreksi kesalahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Estimation Equation: ===================== DLBT = C(1) + C(2)*ECT(-1) + C(3)*DLGDP INDO + C(4)*DLGDP JP + C(5)*DLRER + C(6)*DUMMY Substituted Coefficients: ===================== DLBT = 0.05804828554 + 0.01130727044*ECT(-1) - 0.8886952638*DLGDP INDO - 11.18871149*DLGDP JP + 0.4116203793*DLRER - 0.2492927027*DUMMY Dari hasil estimasi diatas terlihat bahwa estimasi dengan menggunakan Model Koreksi Kesalahan (ECM) diperoleh hasil ECT 0,01130 bernilai positif dan signifikan (t-stat = 2,5850). Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi ketidakseimbangan dalam jangka pendek. Karena yang diharapkan adalah nilai ECT yang bertanda negatif dan signifikan sehingga neraca perdagangan berada di atas nilai keseimbangan, maka neraca perdagangan akan menurun pada periode berikutnya untuk mengkoreksi kesalahan keseimbangan. Pada hasil output diatas GDP Indo (Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 0,8886), GDP Jp (-11,188) memberikan dampak yang negatif bagi neraca perdagangan. Sedangkan Rer (0,4116) memberikan dampak yang positif bagi neraca perdagangan. Hasil estimasi ECM menunjukkan nilai R2 sebesar 0,3124. Nilai R2 ini menunjukkan bahwa pada model jangka pendek yang dibuat dapat menjelaskan 31,24 persen variasi neraca perdagangan bilateral Indonesia untuk kasus Indonesia-Jepang. Dengan kata lain, perubahan neraca perdagangan bilateral Indonesia dapat dijelaskan oleh model sampai pada tingkat 31,24 persen. Dalam model linier dinamis seperti ECM, nilai R2 (0,2965) maupun Adj-R2 (0,2511) dapat dilihat bahwa nilai Adj-R2 dengan rata-rata dibawah 60 persen. Hal ini disebabkan dalam jangka pendek variasi variabel terikat dalam hal ini neraca perdagangan bilateral Indonesia sangat dimungkinkan dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya yang bersifat non-ekonomi. Sedangkan Tabel di bawah ini menunjukkan hasil output regresi dengan menggunakan error correction model (ECM). Tabel 4.7 Hasil Estimasi dengan ECM DLRER DLGDP INDO DLGDP JP ECTt-1 F-statistic Adjusted R2 Sumber: Hasil Perhitungan MITRA DAGANG Jepang 0,41162 -0,88869 -11,1887 0,01130 5,54405*** 0,25608 Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Catatan: *** derajat kepercayaan 99%, ** derajat kepercayaan 95%, * derajat kepercayaan 90% Dari table 4.7 diatas ada beberapa aspek yang dapat dilihat. Pertama, error correction terms (ECTs) memiliki tanda positif (0,01130). Nilai ECT ini memperlihatkan bahwa percepatan penyesuaian keseimbangan jangka panjang tidak terjadi. Kedua, berkaitan dengan teori kurva J, pada kasus Indonesia-Jepang walaupun lag nilai tukar dalam jangka pendek (t-1 s/d t-4) memiliki tanda negatif seperti yang diharapkan dalam teori kurva J, namun nilai t-hitung menunjukkan bahwa seluruh koefisien secara statistik tidak signifikan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa teori kurva J dalam kasus perdagangan Indonesia-Jepang tidak terjadi. Terdapat bebeapa alasan mengapa teori kurva J tidak terjadi dalam kasus perdagangan bilateral Indonesia - Jepang. Pertama, berkaitan dengan hipotesis harga relatif (Felmingham, 1988). Hipotesis ini pertama kali diungkapkan oleh Barber (1986) yang memfokuskan diri pada perspektif manajerial. Pada hipotesis ini Barber menyatakan bahwa depresiasi nilai tukar tidak akan berdampak pada neraca perdagangan suatu negara jika negara tersebut memiliki tingkat upah yang sangat tinggi. Negara tersebut tidak akan meningkat daya saingnya akibat depresiasi mata uang yang dimiliki jika tingkat upah begitu tinggi, sehingga depresiasi tidak sebanding dengan tingginya upah. Namun dalam kasus Indonesia, hipotesis ini kurang tepat untuk menjelaskan mengapa teori kurva J tidak berlaku. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Argumen kedua yang menjelaskan ketidak-berlakuan teori kurva J adalah hipotesis struktural (Felmingham, 1988). Hipotesis ini didasari oleh keadaan di mana suatu negara memiliki elastisitas permintaan impor yang sangat rendah. Rendahnya elastisitas permintaan impor dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu komposisi komoditi yang diimpor Indonesia dan kedua adalah kecilnya kemampuan industri domestik Indonesia untuk menggantikan barang impor. Pada beberapa studi seperti di Australia menunjukkan bahwa walaupun terjadi depresiasi dollar Australia namun pengusaha domestik Australia tetap melakukan impor. Hal ini dikarenakan tidak adanya barang subtitusi bagi barang impor dan kalaupun ada namun kualitasnya tidak sesuai dengan harapan pengusaha (Felmingham, 1988). Pada aspek komposisi barang yang diimpor oleh Indonesia, komposisi terbesar adalah barang kapital seperti perlengkapan mesin dan pengangkutan (42%) diikuti oleh barang manufaktur (15%) dan bahan kimia (14%). Berdasarkan jenis barangnya, barang kapital dan bahan kimia termasuk barang yang memiliki permintaan yang inelastik terhadap harga. Artinya perubahan harga tidak akan berpengaruh besar pada banyaknya barang yang dibeli atau diimpor. Sehingga unsur ketidakmampuan industri domestik untuk mengganti barang-barang yang diimpor dan unsur elastisitas permintaan impor dapat merupakan dua faktor utama yang menyebabkan Indonesia tetap mengimpor barang dari Jepang. Dalam jangka panjang di kedua kasus ditemukan bahwa nilai koefisien nilai tukar positif yang berarti sesuai dengan teori yang seharusnya positif. Faktor Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 utama yang menyebabkan terjadinya kesesuaian adalah terpenuhinya MarshallLerner condition. Berdasarkan komposisi barang yang diimpor Indonesia dalam jangka panjang, sangat memungkinkan bahwa elastisitas permintaan impor tinggi sehingga penjumlahan elastisitas permintaan ekspor dan elastisitas permintaan impor lebih dari satu. Sehingga keadaan ini akan berdampak positif pada neraca perdagangan Indonesia jika terjadi depresiasi rupiah terhadap mata uang mitra dagangnya. Namun demikian penelitian ini tidak bertujuan untuk menentukan besarnya elastistitas di atas. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk melihat apakah Marshall-Lerner condition terjadi dalam kasus perdagangan Indonesia dengan mitramitra dagangnya dengan menggunakan metode VECM. 4.3 Hasil Ekonomi Model ECM 4.3.1 GDP INDONESIA Dari Estimasi jangka panjang diketahui bahwa GDP Indonesia berpengaruh negatif terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia (LBT), hal ini berarti semakin tinggi GDP Indonesia maka nilai neraca perdagangan bilateral Indonesia akan turun dengan kata lain neraca perdagangan bilateral akan mengalami defisit. Ini bisa diartikan bahwa kinerja ekspor kita semakin menurun sehingga tidak dapat menambah nilai Gross Domestic Product (GDP). Estimasi jangka panjang memberikan hasil bahwa tanda negatif dari GDP Indonesia memberikan dampak negatif, sehingga GDP Indonesia akan mengalami Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 peningkatan dikarenakan kinerja ekspor kita yang semakin membaik sehingga menambah pemasukan bagi GDP negara, karena permintaan eksport yang meningkat, sehingga ada penambahan untuk pemasukan GDP negara. Membaiknya kinerja eksport akan memberikan dampak terhadap GDP Indonesia yang mengalami peningkatan. Sehingga GDP Indonesia akan mengalami peningkatan dan ini akan membuat Indonesia lebih memacu diri untuk lebih meningkatkan eksport mereka secara terus menerus dan memperkecil nilai import mereka. Hasil estimasi jangka pendek sama dengan jangka panjang, bernilai negatif. Nilai koefisien jangka pendek adalah -0,894195, artinya jika GDP Indonesia meningkat sebesar 1% maka akan menyebabkan neraca perdagangan bilateral akan mengalami penurunan sebesar 0,89%. Ini artinya bahwa dalam keadaan jangka panjang maupun jangka pendek GDP Indonesia berpengaruh negatif terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia. Kinerja Import yang biasa-biasa saja memberikan bukti bahwa selain import yang semakin berkurang, karena penawaran yang berkurang sehingga tidak adanya pengeluaran yang terlalu besar, dan ini menyebabkan GDP negara terjaga dari defisit karena tadinya terlalu banyak import. GDP negara akan semakin terjaga pula dikala permintaan akan eksport kita semakin meningkat dan semua nilai eksport tadi akan ditambahkan menjadi GDP negara sehingga nilai dari GDP kita akan meningkat. Ada kalanya jika permintaan akan eksport kita meningkat, tetapi peningkatan ini tidak diikuti dengan peningkatan penawaran import maka neraca Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Jadi, arti tanda negatif pada perolehan hasil estimasi jangka panjang pada GDP Indonesia adalah setiap penurunan GDP Indonesia sebesar 1% akan memacu peningkatan nilai eksport menjadi sebesar 0,24%. Dengan catatan, import diperkecil nilainya supaya GDP Indonesia bisa lebih membaik setelah terus digalakkannya kinerja eksport Indonesia. 4.3.2 GDP Jepang Dari hasil estimasi jangka panjang diperoleh nilai koefisiennya sebesar 1,5379 dan bertanda positif ini artinya bahwa GDP Jepang berpengaruh positif terhadap perubahan neraca perdagangan Bilateral. Jika GDP Jepang mengalami peningkatan sebesar 1% maka neraca perdagangan bilateral mengalami peningkatan sebesar 1,53%. Artinya jika GDP Jepang mengalami perbaikan kearah yang positif maka nilai eksport Indonesia ke Jepang juga akan mengalami perbaikan, karena Jepang akan lebih sering lagi untuk melakukan ekspor dari Indonesia karena perolehan GDP mereka yang semakin membaik. Peningkatan GDP Jepang ini juga akan sama artinya dengan kasus yang terjadi dengan GDP Indonesia. Peningkatan GDP Jepang ini mengakibatkan neraca perdagangan semakin membaik. Neraca perdagangan yang proksinya ke kinerja Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 eksport dan Import. Semakin meningkat GDP Jepang ini menandakan bahwa kinerja eksport mereka juga semakin meningkat. Oleh karena itu, permintaan ekspor Jepang akan meningkat sehingga nilai dari GDP akan meningkat pula (kejadian ini dianggap import tidak mengalami perubahan). Jika permintaan akan import akan meningkat sejalan dengan peningkatan GDP Jepang maka yang terjadi adalah GDP Jepang akan berkurang seiring dengan meningkatnya permintaan akan import dari negara Jepang. Peningkatan ini akan membawa Jepang kearah besar pasak daripada tiang jika peningkatan import tidak diikuti dengan peningkatan nilai eksport sehingga akan memberikan pengaruh negatif terhadap GDP Jepang dan juga neraca perdagangan bilateral yang defisit dikarenakan lebih besar nilai import daripada nilai eksport. Tetapi hal ini tidak terjadi pada hasil estimasi jangka pendek yang memperoleh nilai koefisien sebesar -11,1887 dan bertanda negatif, yang artinya bahwa GDP Jepang berhubungan terbalik dengan neraca perdagangan bilateral. Jadi jika GDP Jepang mengalami peningkatan sebesar 1% maka neraca perdagangan bilateral mengalami penurunan sebesar 11,18%. Nilai negatif pada koefisien GDP Jepang memberi arti bahwa dikala Jepang mengalami peningkatan GDP maka ini akan mengakibatkan permintaan untuk import semakin meningkat sehingga laju import meningkat. Jika peningkatan permintaan untuk import ini terus meningkat tidak diikuti oleh peningkatan ekspor maka dengan sendirinya Jepang akan lebih banyak melakukan pengeluaran tanpa Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 memikirkan pendapatan untuk menambah GDP Jepang. Apabila sudah terjadi seperti ini maka nilai Import akan merajai perekonomian Jepang, dan ekspor akan merasa tidak dipedulikan. Sehingga Jepang akan mengalami defisit karena import yang lebih besar daripada ekspor. Jadi, arti dari tanda negatif pada GDP Jepang pada jangka pendek adalah peningkatan GDP Jepang sebesar 1% akan berakibat pada nilai eksport yang akan mengalami penurunan sebesar 11,18%. 4.3.3 Nilai Tukar Riil Perolehan hasil estimasi jangka panjang dapat dilihat bahwa koefisiennya bernilai 1,4813 dan bertanda positif. Artinya, bahwa setiap nilai tukar riil mengalami depresiasi (melemah), maka harga import akan menjadi mahal, ini harus dimanfaatkan untuk lebih mengali import kita lagi supaya mengalami peningkatan terhadap neraca perdagangan bilateral kita sebesar 1,48%. Dari perolehan estimasi nilai tukar riil jangka panjang diperoleh nilai koefisien yang bertanda positif dan bernilai 1,48. Ini artinya telah terjadi kondisi marshall lerner pada jangka panjang karena nilai elastisitas eksport dan importnya. Kondisi Marshall-Lerner ini biasanya akan tercapai pada jangka panjang dan jangka menengah. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Estimasi jangka pendek lain lagi perolehannya, nilai koefisiennya 0,41162 juga bertanda positif. Ini artinya bahwa nilai tukar benar-benar berpengaruh secara signifikan terhadap neraca perdagangan bilateral, yang mana dapat kita lihat perubahannya pada nilai ekspor dan import kita ke/dari Jepang. Terapresiasinya nilai tukar dapat mengakibatkan akan mengurangi daya saing barang-barang ekspor, dan meningkatkan penetrasi import. Sehingga nilai import akan meningkat sebesar 0,41%. Dalam jangka pendek kondisi marshall-lerner tidak terjadi pada kasus perdagangan bilateral Indonesia – Jepang, dikarenakan nilai elastisitas yang tidak lebih dari 1, hanya sebesar 0,41. Sehingga fenomena J-Curve tidak terjadi karena depresiasi nilai tukar pada awalnya akan memperburuk neraca perdagangan bilateral Indonesia – Jepang sebelum akhirnya akan meningkat secara permanen. Hal ini disebabkan pada jangka pendek volume eksport dan import tidak akan banyak berubah dan pengaruh harga yang lebih banyak mendominasi sehingga neraca perdagangan bilateral akan memburuk. 4.3.4 Krisis Moneter 1997:04 – 1998:01 Dengan maksud untuk melihat pengaruh krisis moneter 1997-1998 terhadap nilai tukar rupiah maka penelitian ini dibuat variabel dummy yaitu sebelum krisis moneter (=0) dan setelah krisis moneter (=1). Hasil estimasi yang diperoleh bahwa krisis moneter, jangka panjang dan jangka pendek krisis moneter tidak Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 mempengaruhi neraca perdagangan bilateral Indonesia-Jepang, karena jangkauan nilai dummy yang terlalu singkat sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan neraca perdagangan bilateral antara Indonesia-Jepang. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca perdagangan bilateral indonesia-Jepang. Hasil yang diperoleh dari hasil estimasi adalah sebagai berikut: 1. Hasil estimasi jangka pendek maupun jangka panjang GDP Indonesia bernilai negatif, itu artinya jika GDP Indonesia mengalami peningkatan maka rasio X/M akan mengalami penurunan. Karena peningkatan GDP Indonesia tidak serta merta memberikan peningkatan pula terhadap rasio X/M karena peningkatan GDP dapat dialokasikan untuk memperoleh bahan baku eksport kita yang sebagian besar berasal dari luar negeri, karena industri di Indonesia banyak menggunakan bahan baku impor dalam menghasilkan barang-barang ekspor sehingga pendapatan ekspor yang diterima yang tadinya bisa menambah GDP tetapi habis digunakan untuk pembelian bahan baku dan pembayaran bunga serta cicilan pembayaran utang. 2. Hal yang tidak jauh berbeda dapat pula kita lihat pada perolehan estimasi GDP Jepang. Hasil estimasi GDP Jepang memperlihatkan bahwa GDP Jepang berpengaruh negatif, itu dilihat dari perolehan nilai koefisiennya. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Jika GDP Jepang mengalami penurunan maka rasio X/M akan mengalami peningkatan. Artinya, jika GDP Jepang mengalami penurunan maka Jepang akan lebih memilih mengimport barang dari Indonesia karena dari sisi harga, harga barang Indonesia lebih murah sehingga Jepang lebih memilih untuk mengimport barang Indonesia. Dan ini menyebabkan nilai eksport Indonesia ke Jepang akan mengalami peningkatan. dan hal ini bisa memperbaiki neraca perdagangan bilateral Indonesia-Jepang. 3. Peningkatan pendapatan riil luar negeri akan menyebabkan terjadinya penurunan ekspor dan peningkatan impor. Hal tersebut dihubungkan dengan kecenderungan Indonesia untuk mengekspor barang-barang close subtitute seperti garmen dan tekstil. Sehingga, peningkatan dalam mereka (yang diproksikan dengan index of industrial production) mereka menyebabkan impor domestik menjadi meningkat dan tidak meningkatkan permintaan luar negeri terhadap ekspor kita. Sehingga peningkatan dalam pendapatan riil luar negeri akan menurunkan neraca perdagangan Indonesia. 4. Dalam estimasi jangka panjang, marshall-lerner condition terpenuhi karena nilai koefisien RER bernilai lebih dari 1 dan bertanda positif. Fenomena ini dinamakan fenomena J-Curve dimana nilai tukar yang terdepresiasi menyebabkan neraca perdagangan pada awalnya memburuk sebelum akhirnya meningkat secara permanen. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 5. Elastisitas jangka pendek untuk ekspor dan impor bernilai lebih kecil dari 1 sehingga peningkatan neraca perdagangan akibat shock terhadap nilai tukar riil pada mulanya akan berdampak negatif (tidak memberikan perbaikan terhadap neraca perdagangan) pada neraca perdagangan sebelumnya secara jangka panjang memberikan dampak positif. Ini artinya Marshall-Lerner Conditon tidak terjadi dalam jangka pendek, sehingga fenomena J-curve tidak terjadi. Hal ini disebabkan dalam jangka pendek volume ekspor dan impor tidak banyak berubah dan pengaruh harga akan lebih mendominasi, sehingga dalam jangka pendek neraca perdagangan akan memburuk. 6. Memburuknya rasio neraca perdagangan dalam jangka pendek ini terjadi pada awal-awal tahun penelitian yang disebabkan karena tidak ada peningkatan ekspor dari Indonesia ke Jepang sampai pada tahun 1998, tetapi mengalami penurunan lagi di tahun 2004. Tidak membaiknya ekspor ini lebih disebabkan oleh menurunnya permintaan terhadap barang ekspor domestik sebagai akibat menurunnya pendapatan riil di kedua mitra dagang tersebut, yang memang ikut terimbas oleh krisis ekonomi asia pada tahun 1998. 7. Walaupun kondisi Marshall-Lerner terpenuhi dalam jangka panjang, pengaruh depresiasi nilai tukar riil terhadap neraca perdagangan bilateral relatif kecil. Hasil estimasi elastisitas memperlihatkan bahwa dampak 1% Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 depresiasi pada nilai tukar riil akan meningkatkan rasio X/M sebesar 1,48%. 5.2 Saran 1. Berkaitan dengan topik penelitian hubungan neraca perdagangan dengan nilai tukar, maka untuk lebih memaksimalkan penelitian dapat diarahkan pada pemakaian metode VECM (Vector Error Correction Model). 2. Untuk lebih mendapat hasil yang terbaik untuk fenomena J-Curve dan Marshall-Lerner condition supaya menggunakan data eksport dan import keseluruhan komoditas atau bisa jadi mengkhususkan pada satu produk komoditas eksport dan import. 3. Penggunaan Dummy Variabel ada baiknya digunakan dalam waktu yang panjang supaya dapat lebih kelihatan hasilnya, apakah mempengaruhi atau tidak. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 DAFTAR PUSTAKA Adwin Surya Atmadja. “Free Foating Exchange Rate System dan Penerapannya pada Kebijaksanaan Ekonomi di Negara Yang Berperekonomian Kecil Dan Terbuka”. Jurusan Ekonomi Akuntansi, Fakultas Ekonomi - Universitas Kristen Petra Akbostanci, E. 2002 “Dynamics of Trade Balance: The Turkish J -Curve,” Paper prepared for “International Conference in Economics,” September 11 -14, 2002, Ankara, Turkey. Bahmani-Oskooee, M. and Brooks, T. J. 1999. “Bilateral J -Curve Between U.S. and her Trading Partners”, Weltwirtschaftliches Archiv, 135, 156-165. Bank Indonesia, berbagai edisi. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Jakarta: BI Batiz, Fransisco Rivera and Luis Rivera-Batiz, 1994. International Finance and Open Economy Macroeconomics, MacMillan Publishing Company,1994 Bolkesjø, T.F., Buongiorno, J., 2006. Short- and long-run exchange rate effects on forest product trade:evidence from panel data. Journal of Forest Economics 11, 205–221 Ekananda, Mahyus, 2002. Pengaruh Pengaruh Volatilitas Nilai Tukar Pada Perdagangan Internasional, Analisis Empiris Terhadap ekspor Non Migas Di Indonesia ,Tesis Magister Ekonomi, Universitas Indonesia. Guptar-Kapoor, Anju and Ramakrishnan, Uma. 1999 “Is There a J -Curve? A New Estimation for Japan", International Economic Journal, 13, 71-79. International Financial Statistic, CD Room Kindleberger, Peter H.Lindert. 1983. Ekonomi Internasional, Penerbit Erlangga, Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008 Krugman, P.R., Obstfeld, M., 2001. International Economics: Theory and Policy. Addison-Wesley, New York. Mankiw, Gregory N. 2000, Macroeconomics, Fourth Edition, terjemahan, New York: Worth Publishers. Inc. Salvatore, D., 1997. Ekonomi Internasional. Edisi kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta. Sarker, R., 1996. Canadian softwood lumber export to the United States: a cointegrated and error corrected system. Journal of Forest Economics 2, 205– 231. Wibowo, Tri & Hidayat Amir. 2005. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar. Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan, Departemen Keuangan. Jakarta Wilson, P. 2001. “Exchange Rates and the Trade Balance for Dynamic Asian Economies – Does the J-Curve Exist for Singapore, Malaysia and Korea?”, Open Economies Review, 12, 389-413. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve), 2009 USU Repository © 2008