Elemen Tangga Pada 3 Bangunan Kolonial di - Seminar

advertisement
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 | KASUS STUDI
Elemen Tangga Pada 3 Bangunan Kolonial di Taman
Fatahillah Kota Tua Jakarta
Hazimah Ulfah Az Zaky
azzaky [email protected]
A rsitektur Kolonial, S ejarah Teori Kritik A rsitektur, P rogram S tudi Desain Interior, S eni Rupa dan Desain, F akultas S eni Rupa dan
Desain, S ekolah, Bagian, Institut Teknologi Bandung.
Abstrak
Kota Tua Jakart a adalah kawasan peninggalan masa kolonial Belanda yang memiliki situs bangunan
yang masih terjaga. Pusat kawasan Kota Tua Jakarta ini adalah Taman Fatahillah dan terdapat
beberapa bangunan yang menjadi point of interest di sekitar taman ini. Setiap bangunan memiliki
gaya arsitektur yang berbeda sesuai dengan periode masa dibangunnya bangunan terkait. Masing masing bangunan tersebut adalah Sthadius (Museum Fatahillah) yang dibangun pada periode yang
sama dengan de nieuwe Hollandsche Kerk (Museum Wayang) serta Ordinaris Raad van Justitie
Binnen Het Kasteel Batavia (Museum Seni Rupa dan Keramik) yang dibangun pada periode
setelahnya. Salah satu elemen arsitektur dan interior yang tidak hanya dilihat melalui aspek
fungsionalnya saja adalah tangga. Tangga merupakan elemen arsitektur dan interior bangunan yang
mampu mengekspresikan suatu gaya dan menjadi bagian estetis pada suatu ruang . Tulisan ini
dibuat dengan tujuan untuk mendokumentasikan elemen tangga dan gaya yang diterapkan pada
ketiga tangga bangunan tersebut.
Kata kunci : Gaya, Arsitektur, Interior, Tangga, Kota Tua Jakarta.
Latar Belakang
Batavia termasuk kota penting mendaratnya Belanda di Nusantara dibawah pimpinan Jan Peiters
Zoon Coen pada tahun 1619. Awalnya kota ini berada dibawah kerajaan Sunda yang kemudian
diambil oleh Kerajaan Demak pada serangannya tahun 1526 dengan nama Jayakarta. Kota ini hanya
memiliki luas 15 hektar. Pada tahun 1920 reruntuhan Kota Jayakarta ini dibangun kembali oleh
Belanda dengan gaya Eropa dan diberi nama Batavia. 15 tahun setelahnya, Kota Batavia diperluas ke
sebelah barat Sungai Ciliwung lengkap dengan sistem pemerintahannya berupa tembok dan parit
sekeliling kota.
Kini Kota Batavia peninggalan Belanda lebih
dikenal sebagai Kota Tua Jakarta dan telah
menjadi kawasan wisata sejarah dibawah
pemerintah mengingat pentingnya peristiwa
sejarah yang terjadi dimana kota ini menjadi
D
saksi penting peristiwa tersebut. Pusat
kawasan Kota Tua Jakarta ini adalah Taman
A
Fatahillah dimana titik in i adalah halaman
C
balaikota yang perupakan pusat kota pada
B
zamannya. Taman ini d ikelilingi o leh bangunan
peninggalan Belanda dan setiap bangunan
memiliki gaya arsitektur yang berbeda sesuai
Gambar 1 . P osisi ketiga banguna n di Kota Tua Batav ia A :
dengan periode masa dibangunnya bangunan
Taman F atahillah, B: S thadius, C : de nieuw e Hollandsche Kerk ,
tersebut. Masing-masing bangunan tersebut
D: O rdinaris Raad v an Justitie Binnen Het Kasteel Batav ia
(S umber: googlemaps.com)
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 275
Elemen Tangga Pada 3 Bangunan Kolonial di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta
adalah Sthadius (Museum Fatahillah) yang dibangun pada periode yang sama dengan de nieuwe
Hollandsche Kerk (Museum W ayang) serta Ordinaris Raad van Justit ie Binnen Het Kasteel Batavia
(Museum Seni Rupa dan Keramik) yang dibangun pada periode setelahnya. Ketiga bangunan ini
merupakan bangunan peninggalan zaman kolonial dengan periode pembangunan yang berbeda
namun sama-sama berdiri menghadap Taman Fatahillah. Sthadius dibangun mendekati selatan
halaman balaikota, de nieuwe Hollandsche Kerk berada disebelah barat dan Ordinaris Raad van
Justitie Binnen Het Kasteel Batavia disebelah timur.
Bangunan Eropa biasanya berukuran besar, dibangun diatas tanah yang luas, dan terdiri dari
beberapa lantai. Salah satu elemen penting arsitektur yakni tangga yang berfungsi sebagai
penghubung antar lantai. Tangga pada zaman ini dilihat sebagai elemen yang dapat
mengekspresikan gaya yang populer pada zaman tersebut. Hal in i menjadi sangat menarik karena
tangga tidak semata dilihat melalu i aspek fungsionalnya saja melainkan menjadi elemen arsitektur
yang menekspresikan gaya tertentu bahkan dapat menjadi elemen dekoratif pada suatu ruangan.
Gaya tersebut terekspresikan dari detail tangga baik dari segi material, bentuk visualnyanya,
maupun detail dekorasinya.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan artikel in i adalah untuk mendokumentasikan elemen tangga setiap tangga tersebut
pada 3 bangunan kolonial di Kota Tua Jakarta yakni Sthadius dibangun mendekati selatan halaman
balaikota, de nieuwe Hollandsche Kerk berada disebelah barat dan Ordinaris Raad van Justitie
Binnen Het Kasteel Batavia disebelah timur. Hasil dokumentasi tersebut berupa foto dan sketsa serta
deskripsi mengenai gaya yang diterapkan pada elemen tangga tersebut sesuai zamannya.
Isi
Kota Tua Jakarta atau Batavia Lama dibangun diatas tanah seluas 1,3 kilometer persegi meliputi
Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Pada masanya Batavia Lama merupakan kota pusat perdagangan,
sehingga dibutuhkan pusat pemerintahan yang dekat lokasinya untuk mengatur sistem perdagangan
tersebut. Bangunan-bangunan yang ada di Kota Tua tidak dibangun pada periode masa yang sama
sekaligus melainkan secara bertahap bahkan hingga melewati periodisasi masa desain yang berbeda.
Kawasan yang kini menjadi pusat wisata kota tua adalah taman Fatahillah. Salah satu gedung yang
menjadi orientasi utama kawasan dan menjadi point of interest adalah Sthadius (kini Museum
Fatahillah). Gedung Sthadius termasuk bangunan generasi pertama yang dibangun di kawasan Kota
Tua Jakarta. Sthadius dibangun pada tahun 1620 atas permintaan Jan Peiters Zoon Coen
diperuntukkan sebagai gedung balaik kota ( stadhius) pada masa VOC berkuasa. Pada tanggal 27
April 1626, Geburnur Jendral de Capetier (1626-1627) membangun gedung balai kota baru dan
sempat direnovasi pada tahun 1707-1710.
Abad ini adalah transisi setelah terjadinya peristiwa renaissance yang terjadi di Eropa. Era ini disebut
juga era pencerahaan karena saat itu ilmu pengetahuan berada pada puncak kejayaannya setelah
masa kelam keagamaan fanatik yang pusatnya berada pada gereja-gereja. Ilmu pengetahuan
dianggap haram dan individu yang menyuarakannya dihukum mati. Setelah revolusi tersebut,
teknologi manusia mulai berkembang dan munculnya penemuan -penemuan yang merubah dunia
hingga saat ini.
Gaya yang muncul pada era ini adalah gaya Baroque. Baroque atau Barok menggunakan detail yang
jelas serta berlebihan. Gaya ini bermula di Roma dan menyebar keseluruh Eropa dan kemudian
dibawa oleh bangsa Eropa yang melakukan ekspansi keluar Eropa. Poin penting pada gaya ini adalah
kesempurnaan, detail, dan cita rasa yang tinggi terhadap seni. Belanda merupakan salah satu
B 276 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Hazimah Ulfah Az Zaky
bangsa yang membantu penyebaran gaya tersebut didaerah jajahannya. Gedung Sthadius
merupakan gedung yang dibangun pada masa ini.
Pada masa ini gaya arsitektur kolonial pada perkotaan yang berkembang d i Hindia Belanda sendiri
masih bergaya Belanda. Gaya arsitektur Gaya Belanda ini cenderung panjang dan sempit , atap
curam, dan dinding depan bertingkat bergaya Belanda.
Tangga yang terdapat digedung Sthadius
berjumlah 10 titik dan satu diantaranya adalah
tangga utama penghubung lantai dasar dengan
lantai 2, sedangkan sisanya merupakan tangga
yang menghubungan kenaikan level pada lantai
dengan ukuran yang tidak signifikan.
Gambar 2. Tangga Utama Gedung Sthadius
(Museum Fatahillah) (Sumber : dokumentasi pribadi)
Gambar 3. Detail tangga Gedung Balaikota. Detail
berbentuk setengan lingkaran innerline pada
bidang baluster serta aplikasinya secara tiga
dimensi pada railing. (Sumber : sketsa pribadi)
Tangga ini memiliki 38 anak tangga dengan 3
bordes. Jika dihitung dari lantai dasar, jumlah
anak tangga berturut-turut adalah 5, 14, 10, dan
9 dengan 3 bordes yang menjadi pemisah.
Tangga ini terbuat dari kayu jati murni.
Gambar 4. Detail tangga Gedung Balaikota.
Detail innerline yang diberi warna emas
berbentuk lengkungan organik. (Sumber :
dokumentasi pribadi)
Tangga ini memiliki lebar 200 cm, ukuran ini memungkinkan sirkulasi dari dua arah yang berlawan
karena tangga ini berfungsi untuk sirkulasi naik dan juga sirkulasi turun. Optrade berukuran 17 cm
dan aantrade 38 cm, ukuran ini sudah ideal dengan aantrade yang lebih lebar sehingga dapat
dilewati dalam keadaan santai dan konsentrasi rendah. Jumlah bordes yang banyak juga mengurang i
kelelahan saat melewati tangga. Tinggi baluster 95 cm dan lebar railing 15 cm memungkinkan posisi
tangan yang pas saat membantu aktifitas naik maupun turun. Tinggi ini sesuai dengan ukuran tubuh
bangsa Belanda saat itu.
Detail tersebut merupakan detail sederhana yang tidak mencerminkan gaya Baroque yang kental.
Namun gaya Baroque ini baru dapat dilihat pada detail baluster.
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 277
Elemen Tangga Pada 3 Bangunan Kolonial di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta
Gambar 5. Detail baluster. Terdapat dua tipe
baluster pada tangga ini. (Sumber : sketsa pribadi)
Gambar 6. Detail baluster. Tiga jenis detail ini
menggambarkan ebntuk bungan yang diekspresikan
dalam tiga bentuk berbeda. Detail ini diberi warna
kuning e mas yang kontras dengan warna coklat kayu.
(Sumber : sketsa pribadi)
Gaya Baroque yang detail dan rumit terlihat pada baluster berukir bunga tersebut. Ukiran bunga
sendiri berwarna kuning emas dan memberikan kekontrasan den gan warna dasar coklat kayunya.
Selain detail bunga ini, terdapat bentuk lainnya yakni tabung dengan bentuk mirip kubah diatasnya.
Bentuk baluster ini lebih sederhana dari bentuk bunga sebelumnya.
Bangunan yang dibangun pada masa yang tidak bejauhan lainnya adalah de nieuwe Hollandsche
Kerk (kini Gedung Meseum W ayang). Gedung ini asalnya d igunakan sebagai gereja atau tempat
peribadatan sipil yang didirikan VOC pada tahun 1640. Bangunan ini pernah direnovasi pada tahun
1733 dan berganti nama menjadi de nieuwe Hollandsche Kerk.
Beberapa bagian bangunan ini dibangun pada awal abad 20 bergaya Neo Rennaisance , kemudian
dipugar pada tahun 1839 dan disesuaikan dengan gaya rumah Belanda pada masa Ko lonial. Tangga
yang terdapat pada bangunan ini berjumlah dua buah dan dapat ditemui dibangunan bagian utara.
Tangga yang pertama terletak di ruang paling depan dan dapat dilihat saat kita memasuki bangunan,
sedangkan tangga lainnya ada dibagian belakang bangunan. Tangga ini menjadi penghubung lantai
dasar dengan lantai dua bangunan.
Tangga pertama yang terletak di ruang depan bangunan memiliki berturut-turut dari bagian dasar
tangga adalah 19 dan 14 anak tangga dengan satu bordes. Sedangkan jumlah anak tangga pada
tangga yang terletak di belakang bangunan
berturut-turut dari dasar tangga adalah 7, 10,
dan 9 anak tangga dan terpisah oleh 2
bordes. Lebar anak tangga 140 cm,
memungkinkan dilalui oleh dua sirku lasi baik
naik maupun turun maksimal satu orang
masing-masing sirku lasi. Ukuran optrade 17
cm dan aantrade 30 cm, merupakan ukuran
yang ideal dan sesuai standar ergonomis
tangga. Lebar railing 14 cm dan tinggi
Gambar 6. Tangga pada gedung de nieuwe Hollandsche
Kerk (Museum Wayang) (Sumber : dokumentasi pribadi)
baluster 95 cm. Ukuran bagian-bagian
pada tangga ini kurang lebih sama dengan
tangga pada gedung balaikota kecuali
ukuran optrade.
Detail yang diterapkan pada tangga ini sangat mirip dengan tangga pada gedu ng balaikota.
Perbedaan yang terlihat jelas ada pada baluster –nya. Tidak ada detail rumit pada tangga ini seperti
bentuk bunga pada tangga gedung balaikota.
B 278 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Hazimah Ulfah Az Zaky
Gambar 7. Detail baluster.
Bentuk ini
menjadi pembeda dengan tangga pada
gedung balaikota. (Sumber : sketsa pribadi)
Gambar 8. Detail salah satu bagian baluster. Detail ukiran
berbentuk organik dengan warna yang kontras. (Sumber :
dokumentasi pribadi)
Bentuk detail rumit hanya akan dijumpai pada salah satu bagian pada baluster yakni pada bagian
ujung atau pertemuan baluster. Detail ini terdapat pada bidang bola dengan bentuk ukiran bunga
yang rumit. Bentuk bunga ini juga mirip dengan bentuk detail bunga pada tangga gedung balaikota.
Detail rumit pada tangga di gedung de nieuwe Hollandsche Kerk tidak sebanyak detaiL pada tangga
gedung Sthadius. Namun desain ini sesuai karena tangga pada gedung balaikota berukuran lebih
besar serta menjadi tangga utama digedung yang memiliki peran penting. Ukiran serta ukuran
tangga tersebut mencerminkan keagungan pada interior ruangan. Sebaliknya jika detail yang sama
diterapkan pada tangga gedung de nieuwe Hollandsche Kerk, tangga akan terlihat lebih penuh
karena jumlah ukiran yang tidak seimbang dengan ukuran lebar tangga. Tangga yang berukuran
lebih kecil serta peletakkannya pada bangunan menunjukkan posisi tangga yang tidak menjadi point
of interest ruangan. Desain yang lebih sederhana pada baluster sudah sesuai dengan ukuran lebar
tangga.
Table 1. Perbandingan desain tangga 3 bangunan kolonial di Ta man Fatahillah Jakarta. (Sumber : dokumentasi
dan sketsa pribadi)
Sthadius
Nieuwe Hollandsche Kerk
Ordinaris Raad van
Justitie Binnen Het Kasteel
Batavia
FOTO EKSISTING
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 279
Elemen Tangga Pada 3 Bangunan Kolonial di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta
BALUSTER
DETAIL
Terilihat dari table tersebut bahwa tangga pada bangunan Sthadius dengan Nieuwe Hollandsche
Kerk memiliki kemiripan karena dibanguna pada periode gaya desain yang sama. Kemiripan tersebut
dapat dilihat dari materialnya yakni kayu jati, bentuk tangganya yang terdiri dari anak tangga dan
bordes dengan skala ukuran yang tidak jauh berbeda, serta detail baluster berupa bunga yang diukir
diatas kayu menghasilkan bentuk tonjolan tiga dimensi diatas suatu bidang. Berbeda dengan tangga
pada bangunan Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia (kini Gedung Meseum Seni
Rupa dan Keramik).
Gambar 9. Tangga pada Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel
Batavia (Museum Seni Rupa dan Keramik) (Sumber : dokumentasi pribadi)
Bangunan ini awalnya dibangun sebagai Raad van Justitie atau Kantor
Pengadilan. Dibangun pada tahun 1870 oleh arsitek Jhe. W.H.F.H. van
Raders atas perintah Gubernur Jendral Pieter Miyer. Gedung ini terletak
dibagian timur Taman Fatahillah. Berbeda dengan dua gedung sebelumnya,
gedung Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia ini d ibangun
pada periode yang berbeda yakni pada akh ir abad ke-19. Gaya Arsitektur
yang berkembang saat itu adalah Neo Klasikal. Gaya ini lahir revolusi
industri dan mengekspresikan filosofi internasional pada seni khususnya
seni dekoratif. Banyak terdapat detail rumit berbentuk organic pada gaya
ini.
B 280 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Hazimah Ulfah Az Zaky
Gambar 10. Detail ornament dapa bagian bawah
optrade. Berbentuk ukiran bunga tiga dimensi
yang rumit. (Sumber : dokumentasi pribadi)
Gambar 11. Detail optrade. Berbentuk lubang
persegi enam yang terinspirasi dari sarang
lebah. (Sumber : dokumentasi pribadi)
Detail tangga pada tangga gedung ini adalah
bentuk bunga tiga dimensi yang rumit serta lubang segi enam yang terinspirasi dari sarang lebah.
Bentuk tiga dimensi pada tangga Ordinaris Raad van Justit ie Binnen Het Kasteel Batavia berbeda
dengan dua bangunan sebelumnya, yakni berdiri sendiri tanpa menempel pada suatu bidang. Detail
Bungan memiliki d imensi yang lebih kecil serta memiliki kerumitan lebih. Dekorasi detail pada tangga
ini lebih ramai dan penuh pada seluruh bagian tangga. Tangga ini menjadi kontras pada desain
interior rungan tempat tangga ini berada maupun terhadap gedungnya secara keseluruhan.
Detail rumit dengan skala yang kecil ini memungkinkan dibentuk pada material yang digunakan
yakni logam. Desain rumit yang akan sulit apabila diaplikasikan pada material kayu maupun jika
dipertimbangkan dari segi kekuatan tangganya.
Dapat dilihat pada bangunan Sthadius dan Nieuwe Hollandsche Kerk bahwa tangga tersebut
dibangun bersamaan dengan bangunannya. Desain yang digunakan menyatu dengan gaya interior
ruangan. Sedangkan terlihat pada gedung Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia
bahwa tangga dalam bangunannya dibangun tidak bersamaan dengan bangunan melaikan menjadi
elemen yang dit ambahkan terakhir. Tangga tersebut menjadi point of interest yang kontras dengan
gaya interiornya. Tangga ini menjadi fokus tersendiri bahkan menjadi objek yang seolah terlepas
dari ruangan. Begitulah keunikan desain tangga pada ketiga bangunan serta unsur historis
didalamnya.
Kesimpulan
Baik bangunan Sthadius , Nieuwe Hollandsche Kerk , maupun Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het
Kasteel Batavia pada Kota Tua memiliki gaya yang berbeda. Dua bangunan yang menerapkan gaya
desain tangga yang sangat mirip adalah gedung Sthadius (Museum Fatahillah) dan gedung de
nieuwe Hollandsche Kerk (Museum W ayang) karena dibangun pada periode yang hampir bersamaan.
Kedua tangga pada bangunan ini menerapkan gaya Baroque dengan ukiran bunga pada media kayu
jati. Sedangkan tangga pada gedung Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia
(Museum Seni Rupa dan Keramik) menerapkan gaya Art Nouveau yang berkembang pda abad
ke-19. Detail tangganya lebih rumit dan ramai disetiap sudut tangga dengan material logam.
Ucapan Terimakasih
Ucapan terimakasih ini ditujukan kepada bapak Dr Eng. Banmbang Setia Budi, ST selaku dosen
pengampu mata kuliah Arsitektur Kolonial, Intitut Teknlogi Bandung, atas bimbingan serta
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 281
Elemen Tangga Pada 3 Bangunan Kolonial di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta
masukannya selama penulisan paper ini. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada pengelola
bangunan konservasi museum Kota Tua yang telah memberikan informasi serta kemudahan dalam
pendokumentasian objek tulisan.
Daftar Pustaka
Hasbi, R. Purwanto. Kajian Arsitektur Kolonial BelandaPada Iklim Tropis . Jakarta : Jurnal. Universitas Mercu
Buana.
Hartono, S. Arsitektur Transisi di Nusantara dari Akhir Abad ke-19 ke awal Abad ke-20. Surabaya :Paper.
Universitas Kristen Petra.
Massey, A. (1990). Interior Design of the 20th Century . London : Thames and Hudson Ltd.
Sari Devi, W. Perancangan Buku Wisata Kota Tua . Surabaya : Paper. Universitas Kristen Petra.
Sumalyo, Y. (1995). Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia . Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
https://asosiasimuseumindonesia.org/
B 282 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Download