BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Skripsi Konflik di Mesir terjadi karena adanya kesenjangan sosial yang disebabkan tidak ada kebebasan berpendapat di bawah kepemimpinan Presiden Hosni Mubarak yang telah menjabat sebagai presiden selama 30 tahun. Warga Mesir khususnya pemuda di Mesir melakukan aksi unjuk rasa untuk memprotes hal tersebut. Kekacauan tercipta di seluruh penjuru Mesir sehingga menimbulkan korban tewas dan luka-luka. Hal tersebut mengundang keprihatinan masyarakat dunia. Terutama para pemimpin di negara lain yang khawatir terhadap nasib warga negara mereka yang berada di Mesir pasca krisis. Kemudian para pemerintah negara lain melakukan berbagai macam upaya untuk mengevakuasi warga negaranya, termasuk pemerintah Indonesia. Proses evakuasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia tidaklah mudah. Banyak kendala yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia, khususnya karena evakuasi dilakukan saat krisis Mesir sedang terjadi. Suasana yang kacau dan tidak terkendali menyebabkan sulitnya melakukan koordinasi di lapangan. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk memahami lebih jauh tentang upaya pemerintah Indonesia dalam mengevakuasi Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Mesir pasca terjadinya konflik dan mengangkat masalah ini dengan judul : Upaya Pemerintah Indonesia dalam Mengevakuasi Warga Negara Indonesia Pasca Krisis Mesir. 1 B. Latar Belakang Masalah Warga negara Indonesia yang dievakuasi pemerintah Indonesia dari Mesir terdiri dari pelajar, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Mesir, dan para pejabat di Kedutaan Besar Indonesia untuk Mesir beserta keluarganya. Mereka semua terancam jiwanya dengan terjadinya kekacauan di Mesir. Dinamika hubungan pendidikan antara Indonesia dengan Mesir telah dimulai sejak abad ke-19, dimana puluhan mahasiswa asal nusantara menuntut ilmu di Al-Azhar Kairo. Mesir maupun Al-Azhar masih merupakan universitas tujuan pelajar Indonesia yang ingin lebih memperdalam ilmu tentang agama Islam. Selain di bidang pendidikan, hubungan Indonesia - Mesir ditandai dengan hubungan kerjasama bilateral Indonesia – Mesir dalam bidang sosial budaya. Indonesia aktif melaksanakan beragam kegiatan budaya baik yang bersifat promosi maupun kerjasama dengan berbagai pusat kebudayaan di Mesir. Salah satu kegiatan utama promosi budaya Indonesia kepada masyarakat Mesir adalah kursus bahasa Indonesia yang dibuka pada tanggal 3 Agustus 2008 oleh pusat Kebudayaan dan Informasi (PUSKIN). Tujuan dibukanya kelas baru bahasa Indonesia adalah agar para siswa atau maupun rakyat Mesir bisa mempelajari bahasa dan budaya Indonesia dan juga dapat semakin meningkatkan people to people contact antara kedua bangsa serta menjadi bridge builder untuk saling mengenalkan budaya kedua bangsa. Jumlah siswa PUSKIN yang hanya 16 orang pada tahun 2008 dapat ditingkatkan pada tahun 2009 menjadi 120 siswa yang terdiri dari beragam profesi masyarakat Mesir. 2 Warga Negara Indonesia juga banyak yang menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di Mesir. Ribuan TKI Indonesia menjadi pekerja di Mesir. Adanya para TKI ini turut mewarnai hubungan bilateral Indonesia – Mesir. Adanya hubungan bilateral antara Indonesia dengan Mesir membuat banyak Warga Negara Indonesia (WNI) yang tertarik untuk hijrah ke Mesir. 1 Dalam bidang pendidikan, Indonesia dan Mesir terus meningkatkan hubungan yang intensif antara universitas-universitas di Indonesia dan Mesir. Sebagai perwujudan dari kerjasama tersebut, Universitas Al-Azhar Mesir memberikan beasiswa untuk pelajar asal Indonesia. Selain itu, Al-Azhar juga mengirimkan tenaga pengajar untuk madrasah dan pesantren yang ditempatkan di berbagai lembaga pendidikan Islam di seluruh pelosok Indonesia. Al-Azhar juga memberikan kesempatan pelatihan Da’i bagi muballigh Indonesia selama 3 bulan bersama imam dan muballigh dari berbagai negara. Berdasar data dari KBRI di Kairo Warga Negara Indonesia (WNI) di Mesir per Desember 2010 sebanyak 6.149 orang. Dari jumlah tersebut, 4.297 orang adalah pelajar dan mahasiswa, 1.002 orang Tenaga Kerja Wanita (TKW), 163 orang keluarga besar KBRI, 300 orang keluarga dari mahasiswa, 99 orang ahli dan 50 orang tenaga kerja asing. Namun tenaga kerja dari Indonesia yang bekerja di Mesir yaitu sebanyak 1.000 orang merupakan tenaga kerja yang tidak resmi atau ilegal.2 1 PROFIL NEGARA (diakses pada 10 Februari 2011); diunduh dari http://www.deplu.go.id/cairo/Pages/AboutUs.aspx?IDP=4&l=id 2 Krisis Mesir Berlanjut, Rencana Darurat Terhadap WNI Perlu Disiapkan, (diakses pada, 31 Januari 2011 21:47 WIB); diunduh dari http://www.republika.co.id/berita/breakingnews/internasional/11/01/31/161721-krisis-mesir-berlanjut-ren-cana-darurat-terhadap-wni-perludisiapkan 3 Banyaknya WNI yang ada di Mesir dikarenakan negara Mesir sangat kondusif untuk kegiatan belajar dan bekerja. Namun ketenangan negara piramida itu terusik dengan revolusi yang bermula pada tanggal 25 Januari 2011. Kehidupan sosial, politik di Mesir berubah total dengan kebebasan demokrasi yang berhasil dibuka lebar-lebar oleh para masyarakat Mesir yang sebelumnya dibungkam pada masa kepemerintahan Hosni Mubarak. Masyarakat Mesir terutama para pemuda berdemo di tiap sudut kota Mesir. Demo yang dilakukan oleh warga Mesir dilatarbelakangi tuntutan turunnya Presiden Hosni Mubarak yang telah menjabat sebagai presiden Mesir selama 30 tahun lamanya.3 Gejolak kemarahan dan kerusuhan di Mesir berimbas pula pada para narapidana yang ditahan di berbagai penjara di Mesir. Mereka berhasil membakar penjara dan membuat kericuhan di dalam penjara. Suasana yang ricuh dimanfaatkan para narapidana untuk melarikan diri dari penjara. Ada empat penjara yang berhasil dibobol. Salah satu penjara yang terbanyak dibobol para narapidana adalah penjara di daerah Faiyum, 130 kilometer barat daya Kairo. Sedikitnya 5.000 narapidana berhasil kabur dari penjara ini. Aksi mereka ini menewaskan seorang pejabat tinggi penjara tersebut. Dari seluruh nasarapidana yang berhasil kabur, 1.000 diantaranya kabur menuju ibukota Mesir, Kairo. Mereka membuat kekacauan dengan membakar dan melakukan penjarahan.4 Demonstrasi yang menuntut Mubarak mundur dari kursi kepresidenan dipusatkan di Lapangan Tahrir di Kairo. Ketika demo jatuh pada hari Jumat 3 Masisir Pasca Revolusi Mesir?, (diakses pada 7 Februari 2011); diunduh dari http://www.masisironline.com/2011/03/18/masisir-pasca-revolusi-mesir/ 4 Ribuan Napi Kabur dari Penjara Mesir Sedikitnya lebih dari 5.000 Narapidana Kabur, (diakses pada, 30 Januari 2011); diunduh dari http://dunia.vivanews-.com/news/read/202101ribuan-napi-kabur-dari-penjara-mesir 4 ribuan demonstran tersebut berhenti melakukan demo dan bersama-sama mengikuti shalat Jum’at di Lapangan Tahrir dengan barisan shalat yang rapi dan tertib. Akan tetapi setelah selesai sholat Jum’at demo dilanjutkan kembali dengan massa yang jauh lebih besar dibandingkan hari-hari sebelumnya dan mereka menyebutnya sebagai hari “keberangkatan” atau deadline untuk Mubarak agar mundur dari kursi kepresidenannya agar kedamaian cepat tercipta di Mesir. Aksi demo sebelumnya telah ramai dikampanyekan melalui jejaring sosial Facebook, yang menyerukan agar para demonstran berkumpul di lapangan Tahrir usai shalat Jum’at. Tidak sedikit warga Mesir yang rela tidur di lapangan Tahrir. Namun Mubarak sendiri bersikeras untuk terus memimpin hingga pemilihan umum yang digelar pada bulan September 2011.5 Sedikitnya 297 orang tewas dalam demonstrasi terhadap Presiden Mesir Hosni Mubarak sejak 28 Januari 2011. Sebanyak 230 kematian terjadi di Kairo, 52 di Iskandariah, dan 13 di Suez. Sebagian besar korban, tewas pada 28 dan 29 Januari tahun 2011 sebagai akibat dari tembakan langsung. Polisi anti kerusuhan berusaha menyerang demonstran yang meminta Mubarak mundur. Lebih dari 3 ribu orang yang lain terluka dan ratusan orang ditangkap. Meningkatnya ketegangan politik di Mesir membuat pemeirntah Mesir menarik semua anggota polisinya dari Kairo untuk menghindari bentrokan dengan massa demonstran. Situasi di kota semakin runyam dengan banyaknya penjarah dan perampok. Bagi warga Mesir kalangan atas, menyelamatkan diri ke luar negeri adalah pilihan terbaik. Sebaliknya, warga kelas menengah ke bawah, tidak 5 Yusuf al-Qaradawi Orasi, Demonstran Anti Mubarak Salat Jumat di Tahrir Square (diakses 04 Februari 2011); diunduh dari http://www.detiknews-.com/read/2011/02/04/174800/1560433/10/yusuf-al-qaradawi-orasi-demonstran-anti-mubarak-salat-jumat-di-tahrir-square. 5 mempunyai banyak pilihan selain mengamankan diri dan hartanya dari para penjarah dengan cara mengungsi sambil membawa harta mereka ke tempat-tempat yang dianggap aman. Untuk menjaga keamanan masyarakat Kairo dan kota-kota lain di Mesir yang tidak lagi dilindungi oleh polisi, maka warga masyarakat Mesir membuat tim pengamanan secara mandiri. Warga di sejumlah tempat kota Kairo melakukan giliran jaga malam untuk memastikan wilayah mereka aman. Mereka bersenjatakan apa adanya, mulai dari pisau, kapak, tongkat golf, besi, bom molotov hingga senjata api. Secara bergilir, mereka berkeliling di lingkungan tempat tinggal mereka. 6 Kerusuhan yang brutal membuat ketenangan dan kenyamanan menjadi hilang di Mesir. Yang ada hanya kekhawatiran dan ketakutan. Warga Negara Indonesia terjebak di tengah kerusuhan Mesir. Nasib Warga Negara Indonesia yang tinggal di Mesir terancam. Berita kerusuhan di Mesir membuat para keluarga yang memiliki sanak saudara yang tinggal di Mesir menjadi panik. Mereka tidak dapat bepergian kemanapun dan status mereka sebagai Warga Negara Asing (WNA) yang tinggal di Mesir berubah menjadi pengungsi yang tidak jelas perlindungan statusnya. Keadaan yang ada diperparah dengan terjadinya kecurigaan tentara maupun polisi Mesir terhadap warga negara asing yang ada di Mesir. Hal ini membuat sejumlah mahasiswa Indonesia yang berada di Mesir sangat ketakutan dan menginginkan proses evakuasi berlangsung secepatnya. Masalah-masalah lain bermunculan ditengah carut-marutnya keadaan Mesir yang tak menentu saat 6 297 Tewas dalam Demo Mesir (diakses pada 10 Februari 2011); diunduh dari http://www.investor.co.id/home/hrw-297-tewas-dalam-demo-mesir/5348. 6 revolusi terjadi. Stok makanan Warga Negara Indonesia yang berada di Mesir lambat laun menipis karena banyak pertokoan di Mesir tutup. Untuk mengatasi hal tersebut, berbagai cara telah dilakukan oleh Warga Negara Indonesia yang berada di Mesir, misalnya dengan mendirikan dapur umum bagi seluruh WNI yang ada di sekitar Kairo. Keadaan diperparah lagi dengan diblokirnya jaringan internet oleh pemerintah Mesir. Pemblokiran akses Internet dilakukan oleh pemerintah untuk menghambat aktivis kelompok oposisi yang memanfaatkan jejaring sosial, khususnya Facebook dan Twitter sebagai media koordinasi dan komunikasi penggalangan demonstrasi. 7 Menyikapi keadaan yang terjadi di Mesir yang sangat kacau pasca terjadinya krisis Mesir, Pemerintah Indonesia bersama banyak pemerintah lain di dunia yang memiliki warga negara di Mesir, memutuskan melakukan evakuasi sesegera mungkin. Dalam hal ini keselamatan dan keamanan Warga Negara Indonesia menjadi prioritas utama evakuasi yang dilakukan pemerintah. Untuk itu pemerintah segera membentuk tim evakuasi yang dipimpin mantan Menter Luar Negeri Hasan Wirajuda. Sejalan dengan tugas yang diembannya, Hasan Wirajuda membentuk Satgas (Satuan Tugas) Evakuasi yang akan diterjunkan di lapangan.8 Terbatasnya pesawat juga merupakan salah satu faktor penyebab kelambatan pemerintah Indonesia dalam mengevakuasi Warga Negara Indonesia di Mesir pasca krisis terjadi. Ironisnya Garuda memiliki banyak pesawat, namun butuh waktu yang lama untuk mengevakuasi Warga Negara Indonesia yang 7 Mahasiswa Riau di Mesir Ketakutan (diakses pada 22 Februari 2011); diunduh dari http://internasional.kompas.com/read/2011/02/06/00082018/Mahasiswa.Riau.di.-Mesir.Ketakutan 8 Hasan Wirajuda Bentuk Satgas Evakuasi Mesir (diakses pada 1 April 2012); diunduh dari http://detik.com./20120103/00252021/Hasan-Wirajuda-Bentuk-Satgas -Evakuasi-Mesir. 7 berada di Mesir. Di lain pihak, maskapai lain dari Indonesia yaitu Lion Air yang telah memiliki Boeing 737-400 belum mendapatkan akses bahan bakar di Kairo untuk terbang dalam misi evakuasi Warga Negara Indonesia yang berada di Mesir. Sambil menyelesaikan hal-hal yang menjadi kendala dalam transportasi untuk evakuasi, Satgas Indonesia terus berupaya melakukan evakuasi menggunakan pesawat Boeing 747-400 milik Garuda. Dalam keadaan genting itu pihak maskapai Indonesia dibantu KBRI yang ada di Mesir terus mengupayakan akses bahan bakar untuk pesawat Boeing 747-400 milik maskapai Lion Air dan meminta ijin penerbangan untuk Air Bus A 300 milik Batavia Air. 9 Di lain pihak dari segi administrasi juga terdapat kendala yang tidak kalah besar. Proses evakuasi terhambat karena Warga Negara Indonesia kurang disiplin mendaftarkan diri mereka ke KBRI untuk sesegera mungkin dievakuasi. Dilain pihak database KBRI di Mesir juga masih kacau, sehingga kurang bisa diandalkan untuk mendeteksi siapa saja yang belum ada di pos evakuasi. Akibatnya proses evakuasi menjadi lamban karena ketidakjelasan informasi yang ada. Proses evakuasi juga terhambat oleh kacaunya medan untuk melakukan evakuasi serta jauhnya jarak Indonesia – Mesir yang membutuhkan waktu tempuh 10 jam melalui jalur udara. Semua kendala yang ada itu menyebabkan proses evakuasi tak kunjung dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Namun hal demikian tidak terjadi dengan Warga Negara Malaysia yang dengan cepat telah dievakuasi oleh Kedutaan Besar Malaysia di Mesir. Warga Negara Malaysia langsung 9 Sulit Akses Bahan Bakar, Lion Air Batal Evakuasi WNI dari Mesir (diakses pada 04 Februari 2011; diunduh dari http://www.detiknews.-com/read/2011/02/04/144457-/1560198/10/sulit-akses bahan-bakar-lion-air-batal-evakuasi-wni-dari-mesir 8 mendaftarkan diri mereka pada Kedutaan Besar Malaysia di Mesir. Pemerintah Malaysia pun sigap melakukan evakuasi sesegera mungkin meskipun di tengah medan yang cukup berat. Kenyataan ini membuat Warga Negara Indonesia yang berada di Mesir semakin ketakutan dan terheran-heran karena warga negara lain sudah dievakuasi oleh pemerintah dari negara masing-masing hanya dalam waktu lima hari, seperti yang telah dilakukan oleh pemerintah Malaysia yang telah berhasil mengevakuasi 11.000 mahasiswanya, sedangkan Pemerintah Indonesia tidak demikian. 10 Hal ini kemungkinan terjadi karena banyaknya kendala yang dihadapi pemerintah Indonesia dalam melaksanakan proses evakuasi. Evakuasi juga turut diperparah dengan sikap beberapa mahasiswa yang mendapatkan beasiswa yang menolak dievakuasi karena khawatir kehilangan beasiswa mereka. Para mahasiswa yang mendapatkan beasiswa khawatir tidak memiliki dana untuk kembali ke Mesir apabila kondisi Mesir membaik. Padahal kondisi politik di Mesir sangat mencekam menyusul demonstrasi massa yang menuntut Hosni Mubarak untuk mundur dari kursi kepresidenan. 11 Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pemerintah Indonesia sudah berupaya serius untuk mengevakuasi Warga Negara Indonesia yang berada di Mesir dengan segera, akan tetapi dibandingkan negara lain Indonesia mengalami keterlambatan disebabkan banyaknya kendala yang dihadapi dalam proses evakuasi. Selain itu kelambatan evakuasi juga disebabkan jumlah Warga Negara 10 Nurhayati Ali: Database KBRI Mesir Kacau, Perlambat Evakuasi (diakses pada 8 Februari 2011); diunduh dari http://www.politikindonesia.com/index.php?k-=wawancara&i=18223Nurhayati%20Ali:%20Database%20KBRI%20Mesir%20Kacau,%20Perlambat%20Evaku asi. 11 Sulit Kumpulkan WNI di Bandara (diakses pada 25 Maret 2011); diunduh dari http://www.radarjogja.co.id/berita/utama/13416-sulit-kumpulkan-wni-di-bandara.html. 9 Indonesia yang berada di Mesir jauh lebih banyak dibandingkan negara-negara lain. Hal ini sejalan dengan banyaknya kerjasama bilateral Indonesia-Mesir, mulai dari kerja sama ekonomi, budaya, dan pendidikan. Dari semua kerja sama itu yang paling banyak memberikan kontribusi terhadap jumlah Warga Negara Indonesia yang ada di Mesir adalah pelajar dan Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di Mesir. C. Tujuan Penulisan Tujuan tulisan ini dibuat adalah: 1. Mendeskripsikan mengenai awal mula krisis yang terjadi di Mesir pada tahun 2011 dan mendeskripsikan kondisi Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Mesir di tengah-tengah krisis. 2. Bertujuan untuk mengetahui kendala yang dialami Pemerintah Indonesia dalam mengevakuasi Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Mesir pasca krisis Mesir. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis menetapkan pokok permasalahan yang bisa dijadikan sumber penelitian yakni, “Apa saja kendala yang dialami oleh Pemerintah Indonesia dalam proses evakuasi Warga Negara Indonesia (WNI) di Mesir?” E. Kerangka Dasar Pemikiran Untuk menjawab serta menganalisa pokok permasalahan di atas, dengan latar belakang yang telah dijelaskan maka penulis akan menggunakan teori yang 10 mendukung penulisan karya tulis ini. Penulis menggunakan dua teori, yaitu teori Human Security (keamanan berbasis kemanusiaan) dan teori evakuasi. 1. Teori Human Security (Keamanan Berbasis Kemanusiaan) Pengertian dasar dari keamanan berbasis kemanusiaan yaitu perilaku politik internal dan eksternal suatu negara dalam menjamin keselamatan dan keamanan dari tiap individu warga negaranya. Konsep ini digunakan untuk menjamin aspek-aspek keselamatan dan keamanan warga negara terhadap hal-hal yang tidak mendapat jaminan hukum internasional.12 UNDP memerinci human security dalam beberapa komponen sebagai berikut:13 a. Keamanan ekonomi (assured basic income). b. Keamanan pangan (physical and economic access to food). c. Keamanan kesehatan (relative freedom from disease and infection). d. Keamanan lingkungan (access to sanitary water supply, clean air and a nondegraded land system). e. Keamanan sosial (security of cultural identity). f. Keamanan individual (security from physical violence and threat). g. Keamanan politik (protection of basic human rights and freedom). Tujuan human security adalah menjamin kelangsungan hidup dan martabat serta harga diri umat manusia. Jadi human security harus menjangkau lebih dari sekedar melindungi kehidupan manusia dalam situasi konflik.14 12 Sean Kay, t.t., Global Security in the Twenty-first Century: The Quest for Power and the Search for Piece. New York: Rowman & Littlefield Publishers, Inc., hal. 258. 13 J. Kristiadi, National Security, Human security, HAM Dan Demokrasi, (diakses pada 4 Maret 2012); diunduh dari http://www.propatria.or.id-/download/Paper%20Diskusi/humansecurity-dan-ham-jk.pdf. 11 Respon masyarakat internasional akhir-akhir ini terhadap tantangan human security menunjukkan bahwa mereka peduli dengan situasi krisis yang dapat mengakibatkan kelangsungan hidup dan kesejahteraan masyarakat menjadi taruhan. Human security melindungi eksistensi anggota masyarakat, termasuk anak-anak, warga sipil di wilayah perang, minoritas etnis dan lain sebagainya dari berbagai jenis kekerasan. Teori human security dipilih dalam tulisan ini karena dalam keadaan kacau akibat adanya demonstrasi penurunan Presiden Mesir Hosni Mubarak, maka keamanan dan keselamatan Warga Negara Indonesia yang berada di Mesir menjadi terancam akibat peristiwa tersebut. Oleh karena itu pemerintah Indonesia harus melakukan tindakan-tindakan tertentu dalam menjamin keselamatan dan keamanan Warga Negara Indonesia yang ada di mesir, yang dalam hal ini dilakukan dengan mengevakuasi mereka pulang ke tanah air dengan segera. 2. Teori Evakuasi Evakuasi adalah upaya pemindahan korban dari lokasi kejadian yang berbahaya ke tempat yang memadai untuk diberi pertolongan atau untuk ditindaklanjuti dengan kondisinya guna kelangsungan hidupnya. Dalam melakukan evakuasi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu situasi dan kondisi dalam evakuasi, kondisi korban dan kondisi penolong sendiri. Hal utama yang perlu diperhatikan sebelum melakukan evakuasi yaitu kontrol keadaan korban secara medis, tapi tetap disesuaikan dengan kondisi trauma korban. Ketiga 14 Ibid. 12 keadaan tersebut pada akhirnya mengharuskan kita untuk memilih manuver evakuasi yang khas, seperlunya, dengan tidak membuang waktu.15 Untuk meningkatkan angka harapan keberhasilan proses evakuasi, maka evakuasi harus dilakukan secepat mungkin yaitu sesaat setelah peristiwa yang membutuhkan evakuasi itu terjadi. Proses evakuasi membutuhkan efektivitas yang sangat tinggi, mirip dengan keadaan yang dihadapi paramedis di ruang gawat darurat. Evakuator berhadapan dengan kondisi antara hidup dan mati, sehingga evakuasi secepat mungkin harus dilakukan. Menghadapi titik kritis ini dilakukan mobilisasi tenaga rescue dan peralatan yang diperlukan untuk menjalankan aksi rescue. Juga, kemampuan untuk memobilisasi tenaga yang diperlukan untuk melakukan penyisiran dan pemetaan wilayah terdampak. Pada saat yang sama sekaligus juga melakukan distribusi kebutuhan pokok bagi mereka yang selamat.16 Kecepatan menjangkau wilayah kendala dalam waktu sesegera mungkin, terkait langsung dengan ketersediaan tenaga (relawan) yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Dengan kata lain, bila suatu lembaga kemanusiaan dapat memiliki dan memelihara jaringan relawan yang tersebar di berbagai wilayah, maka kemampuannya untuk dapat segera menjangkau wilayah krisis makin tinggi. Makin banyak jumlahnya dan makin tersebar lokasinya, makin baik kemampuan mobilisasinya. Makin mampu memelihara kesiagaan relawannya dari segi kemampuan bertindak maupun peralatan, maka makin berkualitas pula 15 Teknik Evakuasi Korban (diakses pada pada 4 November 2011); diunduh dari http://idid.facebook.com/note.php?note_id=123936927653821 16 Jangan Biarkan Korban Menunggu (diakses pada pada 1 April 2012); diunduh dari http://dmii.or.id/news-a-article/127-ahyudin.html. 13 kemampuan lembaga kemanusiaan itu untuk mengintervensi wilayah krisis.17 Berbarengan dengan aksi rescue adalah mobilisasi tim distribusi logistik. Tim ini juga sekaligus berfungsi untuk pemetaan daerah terdampak. Dengan demikian, jangkauan maksimal distribusi bantuan bisa dicapai. Tim distribusi didukung oleh tim manajemen posko dan logistik. Tim yang satu ini bertugas memastikan mekanisme masukan dan keluaran logistik yang efisien, tidak terhambat birokrasi dan tentu saja mengenal dengan baik kebutuhan korban di saat-saat emergency. Misalnya, membagikan makanan yang mudah dimasak seperti mi instan, susu bubuk yang tahan beberapa waktu, dan sebagainya, sampai tersedia dapur umum. Demikian pula posko yang menampung pengungsi perlu dikelola dengan selalu mempertimbangkan setidaknya kenyamanan minimum dari para pengungsi. Seluruh proses dalam evakuasi harus berjalan nyaris tanpa jeda waktu. Tiap detik dalam setiap 24 jam yang berlalu pascakrisis berarti antara hidup dan mati. Maka, CEPAT tidak dapat ditawar lagi. Birokrasi harus tunduk dengan kaidah kecepatan ini. Bukan sebaliknya malah mengorbankan kecepatan bertindak demi rangkaian birokrasi. Sistem apapun yang dibuat dalam rangka penanganan korban harus mampu mengakomodir kebutuhan untuk bergerak cepat tanpa kendala. Lain dari itu, yang perlu juga dicermati adalah totalitas dalam penanganan korban. Hanya dengan TOTALITAS dalam mengupayakan penyelamatan para korban, maka evakuasi dapat dengan signifikan mengurangi risiko korban 17 Ibid. 14 meninggal dunia dan risiko penurunan kualitas hidup mereka yang selamat. Totalitas tercermin dari kemampuan strategis maupun teknis (skill) dari tim yang terjun. Karena itu, tiap lembaga kemanusiaan yang peduli pada penanganan krisis wajib mengupayakan secara konsisten peningkatan kemampuan SDM-nya. Tentu saja, upaya ini harus diupayakan SEBELUM krisis terjadi. Dengan kata lain, pembekalan kemampuan penanganan korban harus dilakukan terus-menerus dan justru pada “masa tenang”. Totalitas juga berlaku dalam upaya membawa korban dari tempat krisis ke tempat lain yang aman. Hal ini membutuhkan tim transportasi. Tim transportasi juga harus bertindak total dengan penanganan sebanyak mungkin aspek kepentingan hajat hidup korban. Menjangkau seluas mungkin area terdampak, termasuk penyisiran hingga ke pelosok-pelosok yang nyaris tak terjangkau alat transportasi. Perlakuan segera terhadap korban meninggal dunia, bermakna memuliakan mereka sekaligus mencegah dampak kesehatan bagi yang hidup.18 Setelah segala sesuatu mengikuti kaidah kecepatan dan totalitas dalam berstrategi dan bertindak, maka yang menjadi kunci selanjutnya dari kaidah kerja penanganan korban krisis adalah kesadaran untuk bekerja secara TUNTAS. Misalnya, pengiriman logistik tidak cukup sekali untuk memenuhi kebutuhan beberapa hari. Namun, harus dipikirkan dan dirancang sistem pelaksanaan dari pemenuhan kebutuhan selanjutnya. Aspek kesehatan harus diperhitungkan ketika mendirikan posko dan membagikan tenda darurat. Berapa lama maksimum korban dapat bertahan hidup dalam kondisi ini, terutama bagi anak-anak dan lansia. 18 Ibid. 15 Aspek psikologis tidak kalah penting. Bagaimana agar korban segera dapat keluar dari shock pascakrisis, sehingga dapat segera aktif mengembalikan kenormalan hidup. Begitulah seterusnya. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa evakuasi adalah tindakan penyelamatan dengan membawa korban ke tempat yang lebih aman, sesaat setelah terjadinya peristiwa yang mengancam keselamatan dan keamanan manusia terjadi. Proses ini membutuhkan kecepatan dan totalitas dari tim evakuator dalam bertindak. Adapun tim yang diterjunkan dalam proses evakuasi ini meliputi tim rescue, tim penyisiran korban, tim logistik, dan tim transportasi. Semua tim ini harus bekerja dengan totalitas tinggi agar para korban dapat segera dievakuasi. Kecepatan dan totalitas menjadi faktor kunci keberhasilan evakuasi. Tidak salah jika motto tim evakuasi adalah more time more killing. Makin banyak waktu terbuang sia-sia, makin banyak pula korban berjatuhan. Cepat, Total dan Tuntas, itulah kuncinya. Evakuasi yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap WNI yang ada di Mesir terdiri dari dua model, yaitu: 1. Evakuasi Melalui Jalur Darat Evakuasi yang dilakukan di darat dengan mempergunakan alat transportasi darat antara lain: mobil dan bus. Kelebihan dari evakuasi pada jalur darat adalah, memudahkan jalannya evakuasi yang dilakukan untuk menyelamatkan korban maupun pengungsi yang akan diselamatkan menuju tempat yang lebih aman karena jalur darat memiliki banyak jalan yang dapat dilewati. 16 Kelemahan evakuasi melalui jalur darat adalah, lambannya evakuasi apabila medan yang dilewati dipenuhi dengan para tentara yang siap menghadang pengungsi sewaktu-waktu karena dianggap mencurigakan atau dicurigai. Apabila jalan yang dilalui rusak parah, maka proses evakuasi akan terhambat dan banyak waktu akan terbuang. 2. Evakuasi Melalui Jalur Udara Evakuasi yang dilakukan melalui jalur udara dapat dilakukan dengan mempergunakan pesawat terbang yang memiliki ijin penerbangan apabila evakuasi yang dilakukan melewati batas wilayah suatu negara. Kelebihan mempergunakan pesawat terbang adalah para pengungsi jauh lebih cepat sampai pada tempat yang lebih aman, serta waktu yang ditempuh relatif singkat. Kelemahan mempergunakan pesawat terbang adalah harus ada ijin dari maskapai penerbangan di negara tujuan apabila proses evakuasi yang ditempuh harus melewati batas negara lain. Oleh karena itu proses evakuasi akan terhambat bahkan tidak dapat dilakukan apabila pesawat terbang yang dipergunakan belum mendapatkan ijin. Selian itu cuaca yang tidak menentu juga dapat menjadi kendala yang dapat membuat proses evakuasi para pengungsi terhambat. Proses evakuasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia pada Warga Negara Indonesia (WNI) di Mesir mengalami keterlambatan dibandingkan negara lain. Hal ini dikarenakan adanya kendala komunikasi, administrasi, persebaran 17 WNI yang akan dievakuasi yang tidak hanya terpusat di Kairo saja, kendala pada alat transportasi darat dan udara untuk evakuasi, serta adanya penolakan dari mahasiswa yang mendapat beasiswa untuk dievakuasi dari Mesir. Selain itu kelambatan evakuasi juga terjadi disebabkan jumlah Warga Negara Indonesia yang berada di Mesir jauh lebih banyak dibandingkan negara-negara lain. F. Hipotesa Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas dapat ditarik hipotesa sebagai berikut: 1. Upaya pemerintah Indonesia dalam mengevakuasi WNI pasca krisis Mesir pada daerah yang terkena dampak krisis secara langsung dengan pola jemput bola, yaitu WNI yang ada di daerah krisis dijemput secara langsung oleh petugas evakuasi dari Indonesia, untuk kemudian diterbangkan ke Indonesia. 2. Upaya pemerintah Indonesia dalam mengevakuasi WNI pasca krisis Mesir pada daerah yang tidak terkena dampak krisis secara langsung dengan pola meminta mereka berkumpul ke pos-pos (safe house) yang telah disiapkan, untuk kemudian diterbangkan ke Indonesia. G. Metode Penelitian Pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data sekunder dari buku-buku, terbitan ilmiah (jurnal atau majalah), serta media massa termasuk internet serta literatur-literatur yang sesuai. 18 H. Jangkauan Penelitian Agar tidak terjadi pembahasan yang meluas maka penulis membatasi ruang lingkup skripsi ini dimulai pada saat konflik Mesir terjadi hingga pemerintah Indonesia melakukan upaya-upaya untuk menyelamatkan Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Mesir dengan melakukan evakuasi untuk segera dipulangkan ke Tanah Air. Dalam melakukan penulisan penulis tidak akan mengesampingkan data-data di luar jangkauan tersebut selama masih ada keterkaitan dan relevan. I. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab. Penggambaran keseluruhan dari tiap-tiap bab adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Merupakan pendahuluan yang memuat alasan pemilihan judul, latar belakang masalah, tujuan penulisan, rumusan masalah, kerangka dasar pemikiran, hipotesa, jangkauan penulisan, teknik pengumpulan data dan sistematika penulisan. BAB II KRISIS POLITIK PEMERINTAHAN MESIR ERA PRESIDEN HOSNI MUBARAK Berisi tentang Mesir di bawah kepemimpinan Hosni Mubarak, krisis mesir menuntut Mubarak turun dari kursi kepresidenan, dan nasib Warga Negara Indonesia di tengah krisis Mesir. 19 BAB III KEBIJAKAN EVAKUASI PEMERINTAH INDONESIA TEHADAP WARGA NEGARA INDONESIA DI MESIR PASCA KRISIS Berisi tentang peranan KBRI Mesir dalam mengevakuasi WNI di Mesir, penentuan posko siaga Warga Negara Indonesia, dan upaya-upaya evakuasi WNI di Mesir. BAB IV KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI PEMERINTAH INDONESIA DALAM PROSES EVAKUASI WARGA NEGARA INDONESIA DI MESIR Berisi tentang kendala yang dihadapi pemerintah Indonesia dalam proses evakuasi, antara lain kendala komunikasi, administrasi, persebaran WNI yang akan dievakuasi yang tidak hanya terpusat di Kairo saja, kendala pada alat transportasi darat dan udara untuk evakuasi, serta adanya penolakan dari mahasiswa yang mendapat beasiswa untuk dievakuasi dari Mesir. Selain itu diuraikan pula mengenai evakuasi yang berhasil dilakukan di Mesir. BAB V KESIMPULAN Berisi tentang kesimpulan dari bab-bab sebelumnya. DAFTAR PUSTAKA Berisi data buku, literatur, dan artikel yang digunakan selama penulisan dan dicantumkan dalam tulisan ini. 20