bab ii tinjauan pustaka - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Teori Pembangunan Ekonomi
Menurut Adam Smith (1776) terdapat dua aspek utama pertumbuhan
ekonomi yaitu pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk. Pada
pertumbuhan output total terdapat tiga unsur pokok dari sistem produksi suatu
negara ialah sumber daya alam yang tersedia, sumber daya insani dan stok barang
modal yang ada. Menurut Adam Smith, sumber daya alam yang tersedia
merupakan wadah yang paling mendasar dari kegiatan produksi suatu masyarakat.
Jika suatu saat nanti semua sumber daya alam tersebut telah digunakan secara
penuh maka pertumbuhan output pun akan berhenti. Sedangkan sumber daya
insani memiliki peranan yang pasif dalam proses pertumbuhan output dan stok
modal merupakan unsur produksi yang secara aktif menentukan tingkat output.
Sedangkan pada pertumbuhan penduduk, jumlah penduduk akan meningkat jika
tingkat upah yang berlaku lebih tinggi dari tingkat upah subsisten yaitu tingkat
upah yang pas-pasan untuk hidup.
Malthus (1820), menyoroti hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan
pertambahan penduduk. Menurut Malthus kenaikan jumlah penduduk yang terus
menerus merupakan unsur yang perlu untuk adanya tambahan permintaan, tetapi
kenaikan jumlah penduduk saja tanpa dibaringi dengan kemajuan faktor-faktor
atau unsur-unsur perkembangan yang lain sudah tentu tidak akan menaikan
pendapatan dan tidak akan menaikan permintaan. Turunnya biaya produksi akan
9
Universitas Sumatera Utara
memperbesar keuntungan-keuntungan para kapitalis dan mendorong mereka
untuk terus berproduksi.
Karl Marx (1867), memandang proses kemajuan ekonomi sebagai proses
evolusi sosial. Menurutnya, faktor pendorong perkembangan ekonomi adalah
kemajuan teknologi. Barang modal yang ada bukan merupakan milik pribadi
(pemilik modal), melainkan milik bersama. Manusia bekerja bukan sekadar untuk
makan, tetapi sebagai bagian dari ekspresi diri.
Arthur
Lewis
(1954),
menjelaskan
bahwa
pertumbuhan
dan
perkembangan ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan meningkatkan
pertumbuhan sektor industri. Menurut Lewis, syarat yang dibutuhkan untuk
menjadikan sektor industri sebagai mesin pertumbuhan adalah investasi (barang
modal) di sektor industri harus ditingkatkan. Pada saat yang bersamaan, upah
kerja di sektor industri harus ditetapkan lebih tinggi dari tingkat upah di sektor
pertanian. Perbedaan tingkat upah tersebut akan menarik pekerja di sektor
pertanian pindah ke sektor industri.
2.2.
Teori Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah
daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya – sumber daya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta
untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999).
Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang
melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif,
10
Universitas Sumatera Utara
perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk yang lebih
baik, identifikasi pasar-pasar baru, dan transformasi pengetahuan (Adisasmita,
2005). Pembangunan regional sebaiknya lebih memperhatikan keunggulankeunggulan dan karakteristik khusus suatu daerah. Pembangunan juga harus dapat
meningkatkan pendapatan per kapita dari penduduk tersebut dan akan
meningkatkan daya tarik daerah untuk menarik investor-investor baru untuk
menanamkan modalnya di daerah, yang pada akhirnya akan mendorong kegiatan
ekonomi yang lebih tinggi (Kuncoro, 2000)
Menurut Kuznets dalam Jhingan (2008), pertumbuhan ekonomi adalah
kenaikan jangka panjang kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin
banyak jenis barang-barang ekonomi bagi para penduduknya. Definisi ini
memiliki 3 komponen utama, yaitu pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa
terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; kedua,
teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan
derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada
penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan
adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang
dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.
Menurut Boediono (1999), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output
dalam jangka panjang. Pengertian ini mencakup tiga aspek, yaitu proses, output
perkapita, dan jangka panjang. Boediono (1999) juga menyebutkan secara lebih
lanjut
bahwa
Pertumbuhan
ekonomi
juga
berkaitan
dengan
kenaikan
11
Universitas Sumatera Utara
”outputperkapita”. Dalam pengertian ini, teori tersebut harus mencakup teori
mengenai pertumbuhan GDP dan teori mengenai pertumbuhan penduduk.
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik
Bruto/Produk Nasional Bruto tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar
atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perluasan
struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 1999).
2.2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Pertumbuhan
ekonomi
wilayah
adalah
pertambahan
pendapatan
masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan
seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi (Tarigan,2005). Perhitungan
Pendapatan Wilayah pada awalnya dibuat dalam harga berlaku. Namun agar dapat
melihat pertambahan dari satu kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam
nilai riel, artinya dinyatakan dalam harga konstan.
Ada beberapa teori pertumbuhan ekonomi wilayah yang biasa kita kenal
diantaranya: (1) Teori Ekonomi Klasik; (2) Teori Harrod-Domar; (3) Teori
Solow-Swan; (4) Teori Jalur Cepat (Turnpike); (5) Teori Basis - Ekspor dan; (6)
Model Interregional.
(1) Teori Ekonomi Klasik
Inti ajaran Adam Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan seluasluasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi apa yang dirasanya terbaik untuk
dilakukan. Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan
efisiensi, membawa ekonomi kepada kondisi full employment, dan menjamin
pertumbuhan ekonomi sampai tercapai posisi stasioner (stationary state).
12
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah tidak perlu mencampuri urusan perekonomian. Tugas pemerintah
adalah menciptakan kondisi dan menyediakan fasilitas yang mendorong pihak
swasta berperan optimal dalam perekonomian. Pandangan Smith kemudian
dikoreksi oleh Keynes (1936) dengan mengatakan bahwa untuk menjamin
pertumbuhan yang stabil pemerintah perlu menetapkan kebijakan fiskal
(perpajakan dan perberbelanjaan pemerintah), kebijakan moneter (tingkat suku
bunga dan jumlah uang beredar), dan pengawasan.
(2) Teori Harrod – Domar Dalam Sistem Regional
Teori ini didasarkan pada asumsi:
1. perekonomian bersifat tertutup,
2. hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan,
3. proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to scale), serta
4. tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan
tingkat pertumbuhan penduduk.
Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod-Domar membuat
analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (
seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila
terpenuhi syarat – syarat keseimbangan sebagai berikut.
g=k=n
Di mana: g = growth (tingkat pertumbuhan output)
k = capital (tingkat pertumbuhan modal)
n = tingkat pertumbuhan angkatan kerja
13
Universitas Sumatera Utara
Untuk perekonomian daerah, Harry W. Richardson mengatakan bahwa
kekakuan di atas diperlunak oleh kenyataan bahwa perekonomian daerah bersifat
terbuka. Artinya, faktor-faktor produksi/ hasil produksi yang berlebihan dapat
diekspor dan yang kurang dapat diimpor. Impor dan tabungan adalah kebocorankebocoran dalam menyedot output daerah. Sedangkan ekspor dan investasi dapat
membantu menyedot output kapasitas penuh dari faktor-faktor produksi yang ada
di daerah tersebut.
(3) Teori Solow – Swan
Model Solow – Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk,
akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling
berinteraksi. Solow – Swan menggunakan model fungsi produksi yang
memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L)
Dalam kerangka ekonomi wilayah, Richardson menderivasikan rumus
dari Solow - Swan menjadi sebagai berikut.
Yi = ai ki+ ( 1 - ai ) ni + T
Di mana:
Yi
= Besarnya output
Ki
= Tingkat pertumbuhan modal
ni
= Tingkat pertumbuhan tenaga kerja
Ti
= Kemajuan teknologi
Ai
= Bagian yang dihasilkan oleh faktor modal
( 1 – a ) = Bagian yang dihasilkan oleh faktor di luar modal
14
Universitas Sumatera Utara
(4) Teori Pertumbuhan Jalur Cepat
Teori Pertumbuhan Jalur Cepat ( Turnpike ) diperkenalkan oleh
Samuelson (1955). Menurut teori ini, setiap negara perlu melihat sektor/ komoditi
apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik
karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive advantage
untuk dikembangkan. Artinya, dengan kebutuhan modal yang sama sektor
tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi
dalam waktu yang relatif singkat dan volume sumbangan untuk perekonomian
juga cukup besar.
(5) Teori Basis Ekspor Richardson
Teori ini membagi kegiatan produksi/ jenis pekerjaan yang terdapat di
dalam satu wilayah atas pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan service (pelayanan),
atau disebut sektor nonbasis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat
exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan
sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan
pekerjaan service (nonbasis) adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung
kepada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Walaupun teori basis
ekspor (esport base theory) adalah yang paling sederhana dalam membicarakan
unsur – unsur pendapatan daerah, tetapi dapat memberikan kerangka teoritis bagi
banyak studi empiris tentang multiplier regional. Jadi teori ini memberikan
landasan yang kuat bagi studi pendapatan regional.
15
Universitas Sumatera Utara
Teori basis ekspor membuat asumsi pokok bahwa ekspor adalah satu –
satunya unsur eksogen (independen) dalam pengeluaran. Artinya, semua unsur
pengeluaran lain terikat (dependen) terhadap pendapatan. Jadi, satu – satunya
yang bisa meningkat secara bebas adalah ekspor. Ekspor tidak terikat di dalam
siklus pendapatan daerah. Asumsi kedua ialah bahwa fungsi pengeluaran dan
fungsi impor bertolak dari titik nol sehingga tidak akan berpotongan (intercept).
Harry W. Richardson dalam bukunya dalam bukunya Elements of Regional
Economics (Tarigan, 2005) memberi uraian sebagai berikut.
Yi= (Ei– Mi) + Xi
Di mana:
Yi = pendapatan daerah
Ei = pengeluaran daerah
Mi = impor daerah
Xi = ekspor daerah
(6) Model Pertumbuhan Interregional
Model ini adalah perluasan dari teori basis ekspor, yaitu dengan
menambah faktor – faktor yang bersifat eksogen. Selain itu, model basis ekspor
hanya membahas daerah itu sendiri tanpa memperhatikan dampak dari daerah
tetangga. Model ini memasukkan dampak dari daerah tetangga, itulah sebabnya
maka dinamakan model interregional. Dalam model ini diasumsikan bahwa selain
ekspor pengeluaran pemerintah dan investasi juga bersifat eksogen dan daerah itu
terikat kepada suatu sistem yang terdiri dari beberapa daerah yang berhubungan
erat. Richardson (Tarigan, 2005) dengan memanipulasi rumus pendapatan yang
16
Universitas Sumatera Utara
dikemukakan pertama kali oleh Keynes, merumuskan model interregional ini
sebagai berikut.
Yi= Ci+ Ii+ G i+ Xi- Mi
Di mana:
Yi = Pendapatan daerah
Ci = Konsumsi daerah
Ii = Investasi daerah
Gi = Pengeluaran pemerintah daerah
Xi = Ekspor daerah
Mi = Impor daerah
2.3. Pembangunan Pertanian
2.3.1.Paradigma Baru Pembangunan Pertanian
Paradigma dalam pembangunan pembangunan pertanian pada masa
mendatang ini dan yang perlu mendapatkan perhatian para perencana dan
pelaksana pembangunan pertanian adalah sebagai berikut:
a. Dari Sentralisasi ke Desentralisasi
Para perencana dan pelaksana pembangunan pertanian di daerah perlu
diberikan wewenang yang lebih luas dalam merencanakan daerahnya, karena
mereka lebih mengetahui potensi dan kendala daerahnya. Karena aparat perencana
di daerah ini umumnya relatif masih lemah, maka bantuan tenaga ahli perguruan
tinggi sebaiknya perlu dilibatkan. Untuk menguatkan pendapat ini tampaknya
peranan instansi di daerah sudah waktunya mulai diperbesar. Misalnya paket
17
Universitas Sumatera Utara
Kebijaksanaan Penerintah Tanggal 23 Oktober 1993 tentang ekspor-impor, tarif
bea masuk dan tata niaga impor, penanaman modal, perizinan, dan AMDAL.
b. Pendekatan Komoditas ke Sumber Daya
Para perencana dan pelaksana pembangunan pertanian sekarang
sebaiknya tidak boleh lagi berpikir parsial tetapi harus berpikir holistik.
Pendekatannya bukan bagaimana semata-semata produksi komoditas pertanian
tertentu harus dicapai (misalnya pendekatan target produksi) tetapi harus pula
memikirkan pengaruh kenaikan produksi tersebut ke aspek kehidupan lainnya
misalnya bagaimana pengolahannya, pemasarannya, pengaruhnya terhadap
eksistensi komoditas lain, multiplier effect-nya terhadap smber daya setempat dan
sebagainya. Oleh karena itu pendekatan sumber daya ini pada sasarannya
diarahkan pada bagaimana optimalisasi pemanfaatan sumber daya agar
pembangunan pertanian dapat berhasil bersamaan dengan pembangunan sektor
ekonomi yang lain. Berdasarkan konsep ini, maka pendekatan agribisnis perlu
dikembangkan. Dengan dibentuknya Badan Agribisnis di Departemen Pertanian
diharapkan pendekatan agribisnis ini dapat dikembangkan dengan baik.
Optimalisasi pemanfaatan sumber daya ini baik itu inefisiensi di bidang teknis,
harga maupun ekonomi.
c. Berasal Dari Peningkatan Pendapatan Petani ke Peningkatan Kesejahteraan
Masyarakat Pedesaan
Pendapatan petani kecil juga berasal dari kegiatan non pertanian dan
karena pendapatan masyarakat pedesaan sebagian besar juga didasarkan pada
pendapatan yang berkaitan dengan kegiatan di sektor pertanian dan sejenisnya,
18
Universitas Sumatera Utara
maka orientasi pembangunan pertanian tidak lagi memperhatikan petani saja
tetapi juga perlu memperhatikan mesyarakat pedesaan secara luas. Karena petani
di pedesaan khususnya petani kecil sangat bergantung dari pendapatan di sektor
non pertanian sehingga kaitan keberhasilan sektor pertanian dan sektor non
pertanian di pedesaan menjadi sangat kental, maka memperhatikan petani tanpa
memperhatikan masyarakat di sekitarnya adalah kurang seperti yang diharapkan.
d. Berasal Dari Pendekatan Skala Subsistensi ke Skala Komersil
pertanian perlu Pembangunan memperhatikan skala usaha. Petani kecil
perlu diarahkan berusaha tani pada skala usaha yang menguntungkan (Soekartawi,
1989c, 1991c). Membahas pengertian sakala ekonomi, baik skala usaha besar
seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) atau perusahaan swasta berskala besar, maupun skala usaha kecil seperti
kebanyakan usaha tani rakyat di Imdonesia, tentu tidak terlepas dari kaidah
efisiensi. Secara makro , pengertian efisiensi dikaitkan dengan efisiensi teknis,
alokatif, dan ekonomi. Sedangkan secara mikro, efisiensi dapat dibedakan
menjadi efisiensi antar sektor yaitu bagaimana sumber daya pertanian dan non
pertanian dapat dialokasikan sedemikian rupa sehingga optimal dan efisiensi
dalam sektor yaitu bagaimana mengalokasikan sumber daya yang optimal dalam
sektor pertanian itu sendiri (Johnson, 1998).
e. Dari Pendekatan Padat Karya ke Penggunaan Alat atau Mesin
Selama ini perlunya penggunaan pendekatan padat karyaselalu dijadikan
alasan dalam kegiatan agribisnis agar kegiatan tersebut dapat menyerap tenaga
kerja. Namun tidak disadari bahwa padat karya saja tanpa menggunakan alat atau
19
Universitas Sumatera Utara
mesin, maka agribisnis tersebut tidak akan menghasilkan produk yang mempunyai
keunggulan komparatif. Oleh karena itu perlu dicari bagaimana alat dan mesin
yang dipakai dan sekaligus masih mampu menyerap tenaga kerja. Teknologi yang
dipilih tentunya harus mempunyai persyaratan tertentu dan tidak asal alat atau
mesin, yang diharapkan adalah teknologi yang memenuhi beberapa hal seperti:
mampu menghemat sumber daya, mampu menghemat penggunaan sarana
produksi, mampu meningkatakan produktivitas kerja, dan mampu memperbaiki
efisiensi pemasaran.
f. Dari Pendekatan Komoditi Primer ke Komoditi yang Mempunyai Nilaitambah
Tinggi
Salah satu cara untuk menigkatkan nilai tambah adalah melaksanakan
diversifikasi. Untuk itu aspek diversifikasi menjadi penting, apakah itu
diversifikasi horizontal atau vertikal. Para perencana dan pelaksana pembangunan
pertanian perlu bekerka keras untuk menganjurkan komoditi apa yang mempunyai
nilai tambah lebih itu. Perlu diingat karena produk pertanian itu spesifik, maka
perwilayahan komoditi yang disesuaikan dengan daya dukung sumber daya yang
ada. Diversifikasi vertikal dapat diartikan sebagai upaya penganekaragaman
produk pertanian dari hasil olahan produk tersebut. Sedangkan diversifikasi
horizontal pada dasarnya adalah penganekaragaman usaha tani dengan cara
mengintrodusir berbagai cabang usaha tani agar produknya mempunyai nilai
tambah yang tinggi.
20
Universitas Sumatera Utara
g. Dari Pendekatan “Tarik Tambang” ke “Dorong Gelombang”
PERHEPI (1989a&b) pernah melontarkan gagasan pendekatan ini.
Selama PJP-I teori “tarik tambang” ini populer sekali, yaitu investasi diarahkan di
daerah yang mempunyai potensi, dikembangkan sehingga muncul daerah tertentu
yang berkembang cepat tetapi daerah lain tertinggal. Model ini akhirnya justru
ditengarai memperlebar ketimpangan dan karena pendekatan tersebut, perlu
diikuti dengan kebijakan investasi “dorong gelombang” yang maksudnya daerah
tertinggal perlu didorong untuk berkembang agar dapat mengikuti daerah yang
lebih maju. Dengan cara investasi dorong gelombang diharapkan pendapatan
masyarakat antar daerah atau antar lapisan masyarakat menjadi lebih baik. Dengan
pendekatan ini, maka setiap tempat baik itu daerah yang mempunyai potensi
tinggi, sedang atau kurang, memperoleh kesempatan yang sama untuk
dikembangkan bersama-bersama.
h. Dari Pendekatan Peran Pemerintah yang Dominan ke Peran Masyarakat yang
Lebih Besar
Partisipasi masyarakat perlu terus ditingkatkan pada proyek-proyek
pembangunan pertanian pada masa mendatang. Bila pendekatan ini berhasil, maka
beban
pemerintah
dalam
pembangunan akan
semakin
berkurang.
Jika
diperhatikan, maka terlihat bahwa memang diperlukan reorientasi pendekatan
pembangunan pertanian. Perubahan dari agraris menjadi industri sudah kian
menjadi kenyataan. Konsep perubahan ini telah banyak diulas oleh peneliti
peneliti, antara lain Malasis (1975) atau Soekartawi (1990f). Perubahan ini tidak
dapat dihindarkan karena konsekuensi logis dari derasnya industrialisasi.
21
Universitas Sumatera Utara
Pengalaman di negara maju pun serupa, hanya saja yang perlu diperhatikan adalah
jangan sampai perubahan yang terjadi ini menjadi pembangunan di masing
masing sektor menjadi stagnasi. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya khusus
untuk mengantisipasinya. Reorientasi pembangunan pertanian yang didasarkan
pada paradigma pembangunan ini perlu dilakukan secara bertahap dan berencana.
2.3.2. Syarat-syarat Pembangunan Pertanian
Untuk keberhasilan suatu pembangunan pertanian diperlukan beberapa
syarat atau pra-kondisi yang untuk tiap-tiap negara atau daerah berbeda-beda.
Pra-kondisi ini meliputi bidang-bidang teknis, ekonomis, social budaya dan lainlain. Tetapi sector industry secara simultan memproduksi sarana-sarana produksi
serta alat-alat untuk meningkatkan produksi pertanian. Peningkatan hasil-hasil
produksi pertanian mendapat pasaran baik di kota. Pemerintah disamping
mengadakan investasi-investasi dalam prasarana berupa jalan-jalan ekonomi dan
bangunan-bangunan irigasi memberikan pula penyuluhan-penyuluhan kepada
petani dan organisasi-organisasi petani mengenai berbagai penemuan teknologi
baru. Dengan demikian maka iklim yang baik diciptakan untuk merangsang
kegiatan membangun seluruh sektor pertanian.
Dalam buku A.T Mosher analisa lebih mendalam atas sepuluh syaratsyarat mutlak dan syarat-syarat pelancar berdasarkan pengalaman pembangunan
pertanian di negara kita, membawa kita pada kesimpulan bahwa sebenaranya
iklim pembangunan yang merangsang bagi pembangunan pertanian telah dapat
tercipta dengan pelaksanaan Repelita mulai 1969/1970 yang secara tegas member
prioritas pada sektor pertanian.
22
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Pendekatan-pendekatan Pembangunan Pertanian
Ada beberapa pendekatan yang dilakukan dalam upaya pelaksanaan
pembangunan pertanian, yakni:
a) Program Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) Sektor Pertanian
Bagi Negara-negara sedang berkembang, pembangunan pertanian pada abad-21
bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan juga harus
mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang akan menunjang sistem
tersebut. Peningkatan sumber daya manusia disini tidak dibatasi maknanya dalam
artian peningkatan produktivitas mereka saja, namun yang tidak kalah penting
adalah untuk meningkatkan kemampuan para petani agar dapat lebih berperan
dalam berbagai proses pembangunan.
Selama ini masalah produktivitas pertanian di negara-negara sedang berkembang
selalu didekati dengan pendekatan ekonomi. Berbagai program, misalnya program
kredit bagi petani, telah diciptakan oleh pemerintah negara-negara yang sedang
berkembang untuk mendorong petani agar meningkatkan produktivitas mereka.
Akan tetapi, program-program itu belum mampu memecahkan masalah tersebut
secara tuntas. Produktivitas petani tetap rendah, dan kalaupun meningkat maka
peningkatan tersebut relatif kecil.Hal ini menyebabkan orang meragukan pendapat
yang menyederhanakan masalah produktivitas hanya sebagai masalah insentif. Di
samping merupakan masalah insentif ekonomi, masalah rendahnya produktivitas
juga merupakan masalah kurangnya insentif politik dalam artian tersumbatnya
partisipasi petani dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut
23
Universitas Sumatera Utara
pembangunan nasional pada umunya, dan pembangunan pertanian disebabkan
oleh tidak adanya suatu organisasi yang
memiliki kekuatan politik untuk
memperjuangkan kepentingan petani di forum nasional, di negara-negara yang
sedang berkembang. Di samping itu, rendahnya produktivitas juga disebabkan
oleh adanya ketimpangan dalam pemilikan tanah. Atas dasar pertimbangan di
atas, maka peningkatan sumber daya manusia dalam sektor pertanian tidak hanya
diarahkan pada peningkatan produktivitas petani, namun harus diarahkan pula
pada peningkatan partisipasi politik petani dalam setiap proses pengambilan
keputusan yang menyangkut kepentingan mereka, melalui organisasi petani yang
mandiri. Dengan kata lain, suatu sistem pertanian yang berkelanjutan harus
didukung sebuah organisasi petani yang mandiri dan mempunyai kekuatan politik
yang dapat memperjuangkan aspirasi kaum tani. Hal ini berarti bahwa
pembangunan harus pula mengemban misi mendemokratisasikan lingkungan
sosial, politik, dan ekonomi nasional pada umunya, khususnya pada tingkat
masyarakat pertanian. Dalam kaitannya dengan demokratisasi sistem politik,
sosial, dan ekonomi tersebut, maka land reform merupakan bagian integeral dari
suatu model pembangunan pertanian pada abad 21.
2.4. Peranan Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi
2.4.1. Kontribusi Ekonomi Sektor Pertanian
Mengikuti analisis klasik dari Kuznets (1974), pertanian di negara-negara
sedang berkembang merupakan suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam
empat bentuk kontribusinya pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
nasional yaitu sebagai berikut:
24
Universitas Sumatera Utara
1. Kontribusi Produk
Dalam hipotesisnya, Kuznets melihat bagaimana keterkaitan antara
pangsa output dari sektor pertanian di dalam pertumbuhan relatif dari produkproduk netto pertanian dan non pertanian. Dalam suatu perekonomian yang
sedang berkembang dimana pendapatan meningkat, pertumbuhan output di sektor
pertanian dapat diharapkan lebih rendah dibandingkan pertumbuhan output di
sektor non pertanian dikarenakan oleh tiga alasan. Pertama, elastisitas pendapatan
dari permintaan makanan dan produk-produk pertanian lainnya pada umunya
lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan dari permintaan produk-produk non
pertanian sesuai efek Engel. Kedua, sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang pertanian, petani-petani menjadi semakin tergantung pada
input-input yang dibeli dari sektor-sektor ekonomi non pertanian, ini disebut efek
perubahan struktural sumber daya dari pertanian. Ketiga, karena permintaan
terhadap jasa-jasa pemasaran di luar permintaan terhadap produk-produk
pertanian meningkat, pengeluaran pangsa petani untuk makanan pada harga
eceran menurun seiring waktu (disebut efek urbasisasi).
2. Kontribusi Pasar
Negara Indonesia dengan populasi peratanian yang tinggi memiliki
potensi pertumbuhan pasar dalam negeri bagi sektor-sektor non pertanian,
khususnya industri. Pengeluaran petani untuk produk-produk industri baik barangbarang konsumsi maupun barang-barang produsen memperlihatkan suatu aspek
dari kontribusi pasar sektor pertanian terhadap pembangunan ekonomi. Terdapat
dua faktor penting yang dianggap sebagai prasyarat sektor pertanian lewat
25
Universitas Sumatera Utara
kontribusi pasarnya terhadap deversifikasi dan pertumbuhan. Pertama, dampak
dari keterbukaan ekonomi dimana pasar domestik tidak hanya diisi oleh barangbarang buatan dalam negeri tetapi juga dari luar negeri. Dalam suatu sistem
ekonomi tertutup kebutuhan petani akan barang-barang non makanan harus
dipenuhi oleh industri dalam negeri. Jadi secara teoritis (dengan asumsi bahwa
faktor-faktor lain mendukung), efek dari pertumbuhan pasar domestik dari
pertumbuhan pasar domestik terhadap perkembangan dan pertumbuhan industri
domestik lebih terjamin daripada dalam suatu sistem ekonomi terbuka. Sedangkan
dalam sistem ekonomi terbuka, industri dalam negeri menghadapi persaingan dari
barang impor. Dengan kata lain, pertumbuhan konsumsi yang tinggi dari petani
tidak menjamin adanya pertumbuhan yang tinggi di sektor-sektor non pertanian
dalam negeri. Kedua, teknologi yang digunakan di sektor pertanian menentukan
tinggi rendahnya tingkat mekanisasi atau modernisasi sektor tersebut. Permintaan
terhadap barang-barang produksi dari sektor pertanian tradisional lebih kecil
dibandingkan permintaan sektor pertanian modern.
3. Kontribusi Faktor-faktor Produksi
Faktor produksi yang dapat dialihkan dari sektor pertanian ke sektorsektor non pertanian tanpa harus mengurangi produktivitas di sektor pertanian
adalah tenaga kerja. Secara teoritis banyaknya tenaga kerja di sektor pertanian
tidak akan menurun sampai suatu titik dimana laju pertumbuhan tenaga kerja di
sektor non pertanian melewati tingkat pertumbuhan tenaga kerja (titik balik).
26
Universitas Sumatera Utara
4. Kontribusi Devisa
Kontribusi sektor pertanian suatu negara terhadap pendapatan devisa
adalah lewat pertumbuhan ekspor dan pengurangan impor negara tersebut atas
komoditi komoditi pertanian. Kontribusi sektor itu terhadap ekspor juga bersifat
tidak langsung, misalnya lewat peningkatan ekspor atau pengurangan impor
produk-produk berbasis pertanian, seperti makanan, minuman, tekstil dan produkproduknya, barang-barang dari ku lit, ban mobil, obat-obatan dan lain-lain.
Namun peranan sektor pertanian sebagai sumber pendapatan devisa dapat
berlawanan dengan perannya sebagai kontributor terhadap pasar domestik. Suplai
dari pertanian ke pasar domestik bisa kecil karena sebagian besar dari hasil
produksi sektor tersebut diekspor. Dengan kata lain usaha untuk memenuhi
kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu faktor penghambat bagi
pertumbuhan ekspor. Untuk menghindari gejala trde-off ini, maka ada dua hal
yang perlu dilakukan di sektor pertanian, yakni menambah kapasitas produksi di
satu pihak dan meningkatkan daya saing produk-produknya di pihak lain.
2.4.2. Keterkaitan Terhadap Sektor Pertanian
Keterkaitan produksi antara sektor pertanian dengan sektor-sektor lain
dapat dianalisis dengan memakai metodologi input-output (I-O). Keterkaitan
produksi menunjukkan ketergantungan dalam proses produksi antara satu sektor
dengan sektor lain.
Dalam bentuk keterkaitan ekonomi, sektor pertanian mempunyai tiga
fungsi utama. Pertama, sebagai sumber investasi di sektor-sektor non pertanian.
Surplus uang di sektor pertanian menjadi sumber dana investasi di sektor-sektor
27
Universitas Sumatera Utara
lain. Kedua, sebagai sumber bahan baku atau input bagi sektor-sektor lain,
khususnya agroindustri dan sektor perdagangan. Ketiga, melalui peningkatan
permintaan di pasar output dimana output pertanian sebagai sumber diversifikasi
produksi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Berdasarkan uraian ini dapat
diprediksi apabila sektor pertanian mengalami stagnasi, kerugian yang dihadapi
ekonomi domestik akan sangat besar akibat industri dan sektor lain yang terkait
langsung maupun tidak langsung dengan pertanian juga mengalami stagnasi
karena tiga fungsi dari pertanian tersebut.
2.4.3. Keterkaitan Pertanian dengan Industri Pengolahan
Ada beberapa alasan kenapa sektor pertanian yang kuat sangat esensial
dalam proses industrialisasi di negara Indonesia, yakni:
1. Sektor pertanian yang kuat berarti ketahanan pangan terjamin, dan ini
merupakan salah prasyarat penting agar proses industrialisasi pada khususnya
dan pembangunan ekonomi pada umumnya bisa terus berlangsung. Ketahanan
pangan juga berarti tidak ada kelaparan dan ini menjamin kestabilan sosial dan
politik.
2. Dari sisi permintaan agregat, pembangunan pertanian yang baik membuat
tingkat pendapatan riil perkapita di sektor tersebut tinggi merupakan salah satu
sumber permintaan terhadap barang-barang non makanan, terutama produkproduk industri. Ini merupakan keterkaitan konsumsi atau peningkatan
pendapatan di sektor pertanian membuat permintaan akhir terhadap output di
sektor industri juga meningkat.
28
Universitas Sumatera Utara
3. Dari sisi penawaran agregat, pembangunan di pertanian merupakan salah satu
sumber input bagi industri pengolahan.
4. Masih dari sisi penawaran agregat, pembangunan di pertanian dapat
menghasilkan surplus uang (MS) di sektor tersebut yang bisa menjadi sumber
investasi di sektor lain, terutama industri pengolahan. Ini disebut keterkaitan
investasi, pertumbuhan output pertanian menghasilkan dana investasi bagi
sektor-sektor lain.
Pembahasan teori mengenai keterkaitan ekonomi antar pertanian dan
industri, dan studi-studi kasus di negara-negara Afrika, Asia, dan Amerika Latin
yang membuktikan betapa pentingnya pertanian bagi pertumbuhan produksi di
industri. Studi tersebut menunjukkan bahwaketerkaitan antar kedua sektor
tersebut didominasi oleh efek keterkaitan pendapatan, bukan efek keterkaitan
produksi, dan sangat sedikit bukti mengenai keterkaitan investasi. Oleh karena itu
pertanian memerankan suatu peranan penting dalam pertumbuhan output di
industri.
2.4.4. Pertanian sebagai Sektor Pemimpin
Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional tidak hanya
diukur dari kontribusinya terhadap pertumbuhan PDB atau pendapatan nasional,
kesempatan kerja, dan salah satu sumber pendapatan devisa negara, tetapi
potensinya juga harus dilihat sebagai salah satu motor penggerak pertumbuhan
output dan diversifikasi produksi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Dalam hal ini
pertanian disebut sektor “pemimpin”. Artinya semakin besar ketergantungan dari
pada pertumbuhan output di sektor-sektor ekonomi lain terhadap pertumbuhan
29
Universitas Sumatera Utara
output di sektor pertanian semakin besar pula peran peran pertanian sebagai sektor
pemimpin.
Konsep dasar dari pentingnya pertanian sebagai sektor pemimpin di
dalam pembangunan ekonomi nasional dapat dilihat dalam pernyataan dari
Simatupang dan Syafa’at (2000) sebagai berikut:
Sektor andalan perekonomian adalah sektor yang memiliki ketangguhan
dan kemampuan tinggi. Sektor andalan merupakan tulang punggung (backbone)
dan mesin penggerak perekonomian (engine of growth) sehingga dapat pula
disebut sebagai sektor kunci atau sektor pemimpin (leading sector) perekonomian
nasional.
Menurut mereka ada lima syarat yang harus dilihat sebagai kriteria dalam
mengevaluasi pertanian sebagai sektor kunci dalam perekonomian nasional.
Kelima syarat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Strategis, dalam arti esensial dan besar kontribusinya dalam mewujudkan
sasaran-sasaran dan tujuan dari pembangunan nasional, seperti pertumbuhan
ekonomi (PDB), kesempatan kerja, peningkatan devisa negara, pembangunan
ekonomi daerah, dan sebagainya.
2. Tangguh, yang berarti unggul dalam persaingan baik dalam negeri maupun di
pasar global dan mampu menghadapi gejolak ekonomi, politik maupun alam.
Pertanian sebagai sektor andalan harus memiliki keunggulan kompetitif,
berbasis pada kemampuan sendiri (domestik) atau kemandirian dan dapat
menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan strategis (sosial, ekonomi,
politik, alam).
30
Universitas Sumatera Utara
3. Artikulatif, yang artinya pertanian sebagai sektor andalan harus memiliki
kemampuan besar sebagai dinamisator dan fasilitator bagi pertumbuhan output
di sektor-sektor ekonomi lainnya dalam suatu spektrum yang luas.
4. Progresif, yang berarti pertanian dapat tumbuh secara berkelanjutan tanpa
menimbukan efek-efek negatif terhadap kualitas lingkungan hidup. Hanya jika
output pertanian tumbuh positif dan berkelanjutan, sektor tersebut dapat
berfungsi sebagai motor pertumbuhan bagi perekonomian nasional.
5. Responsif, yang berarti pertanian sebagai sektor andalan mampu memberi
respons yang cepat dan besar terhadap setiap kebijaksanaan pemerintah.
31
Universitas Sumatera Utara
Download