KATA BANTU BILANGAN PENGHITUNG BINATANG DALAM BAHASA JEPANG Sri Wahyuni Fakultas Sastra Universitas Andalas ABSTRACT Numeral classifier is usually used in the numeral phrase. In Japanese, the numeral classifier is known as two terms namely josushi and ryubetsushi. In this paper, the discussion is about the use of numeral classifier which is used to count the animals in Japanese. The discussion is focused on description about the forms and functions. The numeral classifier use in counting the number of inanimate animals is different with the animate animal. In Japanese, there are four numeral classifiers in counting the animate animals namely hiki, wa, tou, and tei. Keywords: numeral classifier, Japanese ABSTRAK Kata bantu bilangan adalah kata yang biasanya dipakai di dalam frase numeral. Dalam bahasa Jepang, kata bantu bilangan dikenal dengan dua istilah, yakni josushi dan ryubetsushi. Pada tulisan ini, penggunaan kata bantu bilangan yang digunakan untuk menghitung binatang dalam bahasa Jepang, terutama kata bantu bilangan khusus dibahas dalam tulisan ini. Pembahasan difokuskan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk dan fungsinya. Kata bantu bilangan yang digunakan untuk menghitung binatang yang bernyawa berbeda dengan binatang yang tidak bernyawa. Bentuk kata bantu bilangan bernyawa dalam bahasa Jepang terdapat empat macam, yaitu hiki, wa, tou, dan tei. Kata kunci: kata bantu bilangan, bahasa Jepang Naskah masuk Naskah diterima : : 12 April 2010 15 Mei 2010 Linguistika Kultura, Vol.04, No.01/Juli/2010 Pendahuluan Kata bantu bilangan yang dalam istilah linguistik dikenal juga dengan classifier adalah kata yang biasanya dipakai di dalam frasa numeral. Dalam frasa numeral, kata ini selalu hadir bersama kata bilangan. Dalam bahasa Indonesia, terdapat berbagai istilah untuk menyebut kategori ini. Ada yang menyebutnya dengan kata bantu bilangan (Keraf, 1984, Brataatmaja, 1987, dan Walujeng, 2002), ada pula yang menyebutnya dengan kata penggolong (Kridalaksana, 1994, Hasan, 2000, dan Kentjono, 2004), bahkan, ada pula yang menyebutnya dengan kata satuan (Ramlan,1983) dan kata penyukat (Ramlan, 1993). Dalam bahasa Jepang kategori ini juga dikenal dengan dua istilah, yaitu josushi (Miho, 2000; 2004) dan ruibetsushi (Mizuguchi, 2004). Dalam mengelompokan kata bantu bilangan khusus penghitung binatang dalam bahasa Jepang, hal utama yang harus diperhatikan adalah bernyawa atau tidaknya binatang itu. Dengan kata lain, kata bantu bilangan yang digunakan untuk menghitung binatang yang bernyawa berbeda dengan binatang yang tidak bernyawa dalam bahasa Jepang. Bentuk kata bantu bilangan bernyawa dalam bahasa Jepang yang menjadi fokus artikel terbagi atas empat macam, yakni hiki, wa, tou, dan tei. Kata bantu bilangan hiki adalah kata bantu bilangan yang digunakan untuk menghitung binatang bernyawa yang berukuran tubuh kecil (kira-kira sebesar ukuran yang dapat digendong oleh orang dewasa, atau bahkan lebih kecil daripada itu), kecuali jenis burung. Untuk menghitung jenis burung digunakan kata bantu bilangan wa. Kata bantu bilangan tou digunakan untuk menghitung binatang yang memiliki ukuran tubuh yang besar, sedangkan tei digunakan untuk menghitung binatang berkuku. Untuk menghitung binatang yang diperjualbelikan dalam keadaan tidak bernyawa, seperti ikan dan binatang laut lainnya, digunakan lima macam kata bantu bilangan, yaitu bi, hon, mai, hai, dan ko. Kata bantu bilangan bi digunakan untuk menghitung udang, belut, dan ikan yang masih memiliki ekor yang dijual di toko ikan atau di tempat lainnya. Kata bantu bilangan hon digunakan untuk menghitung ikan yang memiliki bentuk tubuh bulat panjang, sedangkan mai untuk ikan yang berbentuk datar. Hai digunakan untuk menghitung cumi-cumi atau kepiting, sedangkan ko digunakan untuk menghitung kerang dan landak laut. Kata bantu bilangan ditemui dalam berbagai bahasa di dunia. Aikhenvald (2000) menyatakan bahwa bahasa-bahasa yang memiliki kata bantu bilangan terbentang luas, mulai dari Cina sampai dengan sebagian India, Benua 2 Sri Wahyuni Amerika dan Amerika Selatan bagian tengah. Hal tersebut digambarkannya seperti terlihat dalam peta berikut. Sumber: Aikhenvald (2000:122) Jika diamati peta di atas, terlihat bahwa Jepang bukanlah bahasa yang ditandai sebagai bahasa yang memiliki kata bantu bilangan. Oleh karena itu, Nishimitsu (2004:23) menyatakan bahwa peta yang dilukiskan oleh Aikhenvald di atas adalah peta yang keliru. Akan tetapi, sebenarnya hal tersebut bukanlah demikian. Walaupun tidak tergambar pada peta distribusi Aikhenvald tersebut, kalau diperhatikan dengan seksama, dalam buku ini pada halaman 121, Aikhenvald menyatakan dengan tegas bahwa bahasa Jepang, bahasa Korea, maupun bahasa Ainu merupakan bahasa-bahasa yang memiliki kata bantu bilangan. Dalam memerikan kata bantu bilangan bahasa Jepang Mizuguchi (2004) mengklasifikasikannya atas tiga jenis, yaitu: kata bantu bilangan khusus, kata bantu bilangan kolektif dan kata bantu bilangan untuk menyatakan ukuran. Kata bantu bilangan khusus adalah kata bantu bilangan untuk menghitung unit terkecil atau untuk menghitung secara satu persatu benda-benda padat yang nyata, dan untuk masing-masing bendanya digunakan kata bantu bilangan tertentu; sedangkan kata bantu bilangan kolektif adalah kata bantu bilangan untuk menghitung benda-benda yang terbentuk dari dikumpulkannya beberapa unit terkecil; dan kata bantu bilangan untuk menyatakan ukuran adalah kata bantu bilangan yang digunakan untuk pembantu ketika mengukur suatu benda (Mizuguchi, 2004: 13 – 14). Menurut Matsumoto (1993) kata bantu bilangan khusus dapat dikelompokkan menjadi dua kategori utama, yakni: kata bantu bilangan untuk makhluk hidup dan kata bantu bilangan untuk yang bukan makhluk hidup. Kata bantu bilangan untuk makhluk hidup dibedakan menjadi dua bagian pula, yakni kata bantu bilangan untuk manusia dan untuk binatang. Pembagian kata bantu bilangan khusus bahasa Jepang tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: 3 Linguistika Kultura, Vol.04, No.01/Juli/2010 Kata Bantu Bilangan Khusus Bahasa Jepang makhluk hidup manusia benda mati binatang Pada tulisan ini, dibahas penggunaan kata bantu bilangan khusus bahasa Jepang, khususnya kata bantu bilangan yang digunakan untuk menghitung binatang. Pembahasan akan difokuskan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk dan fungsi kata bantu bilangan tersebut. Ciri-ciri Sintaksis Kata Bantu Bilangan Bahasa Jepang Dalam bahasa Jepang, kedudukan kata bantu bilangan (KBB) secara sintaksis kelihatan agak bebas. Hal itu dapat dilihat dari pola struktur kalimat yang mengandung kata tersebut. Martin (dalam Mizuguchi: 2004a) menggambarkan pola struktur kalimat yang mengandung kata bantu bilangan tersebut sebagai berikut: 1. 二 枚 の 色紙 をとった ni mai no irogami o totta dua KBB GEN kertas berwarna ACC ambil 2. 色紙 二枚 を とった irogami ni mai o totta kertas berwarna dua KBB ACC ambil 3. 色紙 の 二枚 を とった irogami no ni mai o totta kertas berwarna GEN dua KBB ACC ambil 4. 色紙 を 二枚 とった irogami wo nimai totta kertas berwarna ACC dua KBB ambil 5. 二枚 色紙 を とった nimai irogami o totta dua KBB kertas berwarna ACC ambil Menurut Mizuguchi (2004.a), pada dasarnya kedudukan frasa numeral bahasa Jepang secara sintaksis dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:1). Frasa numeral terletak di depan nomina; 2). Frasa numeral terletak di belakang nomina; dan 3). Frasa numeral terletak dalam posisi yang sama dengan nomina. Pola urutan kata dalam sebuah ujaran yang mengandung kata bilangan (NUM), 4 Sri Wahyuni kata bantu bilangan (KBB) dan nomina (N) tersebut digambarkannya sebagai berikut: 1. [NUM – KBB] N 二 枚 の 色紙 ni mai no irogami NUM KBB GEN N dua KBB GEN kertas berwarna 2. [N – NUM – KBB] 色紙 二 枚 irogami ni mai N NUM KBB kertas berwarna dua CL 3. N [NUM – KBB] 色紙 の 二 枚 irogami no ni mai N GEN NUM KBB kertas berwarna GEN dua KBB Kalau diperhatikan dari ketiga pola di atas terlihat bahwa jika frasa numeralia terletak di depan atau di belakang nomina, akan terdapat bentuk genitif (GEN) no (の) yang membatasi di antara nomina dan frasa numeral tersebut. Sebaliknya, jika frasa numeral tersebut berada pada posisi yang sama dengan nominanya, antara frasa numeral dengan nominanya tidak dapat dibatasi oleh unsur apapun. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa frasa numeralia dibentuk oleh kata bantu bilangan bersama dengan kata bilangan. Dalam bahasa Jepang, terdapat dua jenis kata bilangan yang membentuk frasa bilangan tersebut, yaitu bilangan asli Jepang dan kata bilangan yang berasal dari Cina. Kata bilangan asli Jepang dan kata bilangan yang berasal dari Cina dalam hitungan satu sampai sepuluh dapat dilihat pada tabel berikut. Kata Bilangan Bahasa Jepang Angka Bilangan Asli Jepang 1 ひと- (hito-) 2 ふた- (futa-) 3 み- (mi-) 4 よ- (yo-) 5 いつ- (itsu-) 6 む- (mu-) 7 なな- (nana-) 8 や- (ya-) 9 ここの- (kokono-) 10 とう(tou) Bilangan yang Berasal dari Cina いち(ichi) に (ni) さん (san) し (shi) ご (go) ろく (roku) しち (shici) はち (hachi) く/ きゅう (ku / kyuu) じゅう (juu) Ketika kata bilangan bergabung dengan kata bantu bilangan membentuk sebuah frasa numeralia, akan terjadi proses asimilasi bunyi, terutama pada 5 Linguistika Kultura, Vol.04, No.01/Juli/2010 hitungan yang memakai kata bilangan yang berasal dari Cina. Proses asimilasi bunyi ini dapat berlangsung baik pada kata bilangan maupun pada kata bantu bilangannya. Proses asimilasi yang berlangsung pada kata bilangan, biasanya terjadi pada bilangan ichi ‘satu’, roku ‘enam’, dan hachi ‘delapan’. Dalam menghitung binatang dalam bahasa Jepang, jika kata bilangan ichi, roku dan hachi bergabung dengan kata bantu bilangan yang dimulai dengan bunyi [k], bunyi [chi] pada kata bilangan ichi dan hachi, dan bunyi [u] pada kata bilangan roku akan berubah menjadi bunyi [k], yakni bunyi yang sama dengan konsonan awal pada kata bantu bilangannya. Contoh: ichi + ko → ikko hachi + ko → hakko roku + ko → rokko Jika bilangan ichi, hachi, dan roku tersebut bergabung dengan kata bantu bilangan yang dimulai dengan bunyi [h], proses asimilasi tidak hanya berlangsung pada kata bilangan, tetapi juga pada kata bantu bilangannya. Bunyi [h] yang terdapat pada awal kata bantu bilangan tersebut berubah menjadi bunyi [p], dan bunyi [chi] pada ichi dan hachi, serta bunyi ku pada roku juga akan menyesuaikan dengan bunyi [p] tersebut. Oleh sebab itu, perubahan bunyi akan terjadi baik pada kata bilangan maupun pada kata bantu bilangannya. Contoh: ichi + roku + hachi + → → → hon hon hon ippon roppon happon Selain itu, apabila kata bantu bilangan yang dimulai dengan bunyi [h] tersebut bergabung dengan bilangan san ‘tiga’ juga akan terjadi perubahan bunyi pada kata bantu bilangannya. Dalam kasus ini, kata bilangannya tidak mengalami perubahan. Proses asimilasi ini akan menyebabkan terjadinya perubahan bunyi [h] yang terdapat pada awal kata bantu bilangan penghitung binatang tersebut berubah menjadi bunyi [b]. Contoh: san + hon → sanbon Kata Bantu Bilangan Penghitung Binatang Dalam mengelompokkan kata bantu bilangan khusus bahasa Jepang, hal utama yang harus diperhatikan adalah apakah benda yang dihitung tersebut tergolong makhluk hidup atau bukan. Selain itu, berbicara mengenai makhluk hidup, juga perlu diperhatikan apakah makhluk hidup tersebut bernyawa atau tidak. Hal ini terlihat jelas ketika menghitung binatang. Berikut akan dibahas bentuk-bentuk dan fungsi kata bantu bilangan penghitung binatang bahasa Jepang dari sudut pandang bernyawa dan tidak bernyawa. 1. Kata Bantu Bilangan Penghitung Binatang yang Bernyawa Dalam bahasa Jepang, terdapat beberapa kata bantu bilangan yang biasa digunakan untuk menghitung binatang yang masih bernyawa,. Kata bantu 6 Sri Wahyuni bilangan tersebut adalah hiki (匹), tou (頭), wa (羽), dan tei (蹄). Berbeda dengan kata bantu bilangan untuk menghitung binatang dalam bahasa Indonesia yang hanya menggunakan satu macam kata bantu bilangan, yaitu ekor, bervariasinya kata bantu bilangan yang digunakan untuk menghitung binatang dalam bahasa Jepang dapat dihubungkan dengan kebiasaan masyarakat Jepang yang menatap suatu hal secara rinci. Oleh karena banyaknya jenis binatang, masyarakat penutur bahasa Jepang dalam menghitung binatang juga merinci jenis-jenis binatang tersebut. Dalam konsep pemikiran orang Jepang, secara umum untuk mengklasifikasikan binatang, hal utama yang menjadi titik perhatiannya adalah ukuran tubuh binatang itu, apakah bertubuh besar atau bertubuh kecil. Selain itu, binatang juga diklasifikasikan berdasarkan apakah binatang tersebut termasuk jenis burung atau bukan. Berikut ini dibahas masingmasing penggunaan kata bantu bilangan tersebut. a. Hiki (匹) Kata bantu bilangan hiki merupakan kata bantu bilangan yang digunakan untuk menghitung seluruh binatang bernyawa yang berukuran tubuh kecil, kecuali jenis burung. Menurut Iida (2004), binatang yang dihitung dengan menggunakan kata bantu bilangan hiki, besar ukuran tubuhnya kira-kira sebesar ukuran yang dapat digendong oleh orang dewasa, atau bahkan lebih kecil daripada itu. Oleh sebab itu, kata penggolong ini digunakan ketika menghitung binatang-binatang kecil, seperti kucing anjing, ikan, serangga, dan reptil. Contoh: (1) (2) (3) (4) (5) ネコ 三 匹 neko san biki Kucing 3 KBB 犬 二匹 inu ni hiki anjing 2 KBB ヘビ 三 匹 hebi san biki ular 3 KBB チョウチョウ五 匹 chouchou go hiki kupu-kupu 5 KBB 金魚 三 匹 kingyo san biki ikan mas 3 KBB Kata bantu bilangan hiki dapat juga dikatakan sebagai kata bantu bilangan yang umum yang digunakan untuk menghitung binatang dalam bahasa Jepang. Dikatakan demikian, karena ketika seorang penutur ingin menghitung jumlah binatang tetapi tidak mengetahui kata bantu bilangan yang tepat yang dapat digunakannya, mereka akan cenderung menggunakan kata bantu bilangan ini. Oleh sebab itu, dengan alasan itu pulalah kemungkinan dahulunya kuda dihitung dengan menggunakan kata bantu bilangan ini, meskipun kuda bukanlah binatang yang besarnya dapat digendong oleh manusia dewasa. Selain itu, karena dahulunya kuda merupakan binatang yang berperan dalam kehidupan manusia sehari-hari sebagai alat transportasi, dan karena kuda tersebut diikat 7 Linguistika Kultura, Vol.04, No.01/Juli/2010 menggunakan tali, dan talinya dapat ditarik oleh manusia maka dalam menghitungnya dapat digunakan pula kata bantu bilangan hiki. 2. Tou (頭) Kata bantu bilangan tou yang ditulis dengan menggunakan huruf kanji 頭, jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia, bermakna kepala. Sebagai kata bantu bilangan, tou digunakan untuk menghitung binatang-binatang yang bertubuh besar. Binatang yang dihitung dengan menggunakan kata bantu bilangan tou tidak hanya dari jenis binatang yang termasuk ke dalam binatang ternak dan binatang liar, melainkan semua binatang yang memiliki ukuran tubuh yang besar dapat menjadi sasaran yang dihitung dengan menggunakan kata bantu bilangan ini, termasuk jenis ikan seperti ikan paus. .Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa untuk menghitung anjing digunakan kata bantu bilangan hiki. Akan tetapi, kalau anjing tersebut memiliki ukuran tubuh yang besar yang tidak bisa dipeluk oleh ukuran tubuh orang dewasa, anjing tersebut juga akan dihitung dengan menggunakan kata bantu bilangan tou. Selain itu, dalam menghitung binatang dengan menggunakan kata bantu bilangan tou, yang menjadi prasyaratnya tidak hanya besar dalam ukuran tubuh, tetapi besar juga dalam hal tenaga. Oleh sebab itu, meskipun kera dan kumbang tanduk bukanlah binatang yang berukuran badan yang besar, tetapi karena dianggap memiliki tenaga atau kekuatan yang besar dapat pula dihitung menggunakan kata bantu bilangan ini. Contoh: 馬 二頭 uma ni tou kuda 2 KBB 2) 象 八 頭 zou hachi tou gajah 8 CL 3) クジラ 二 頭 kujira ni tou ikan paus 2 KBB 4) 鹿 一頭 shika ittou rusa 1 KBB 5) かぶと虫 一頭 Kabuto mushi ittou Kumbang tanduk 1 KBB 6) 猿 二頭 Saru ni tou Kera 2 KBB 1) 3. Wa (羽) Kalau diperhatikan tulisan kanji dari kata bantu bilangan ini, huruf kanji tersebut berarti sayap dalam bahasa Indonesia. Namun demikian, dalam menghitung binatang, kata bantu bilangan ini bukanlah digunakan untuk menghitung semua binatang yang besayap, tetapi hanya untuk menghitung binatang dari jenis burung. Oleh sebab itu, binatang dari jenis serangga, meskipun binatang ini juga memiliki sayap (misalnya, capung dan riang-riang) 8 Sri Wahyuni tidaklah dihitung dengan menggunakan kata bantu bilangan wa (羽), tetapi akan dihitung dengan menggunakan kata penggolong “hiki” seperti yang telah dijelaskan di atas. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa binatang bersayap yang menjadi sasaran dari kata bantu bilangan ini hanyalah semua jenis burung. Meskipun demikian, biasanya kelinci juga dihitung dengan menggunakan kata bantu bilangan ini. Jika diperhatikan bentuk tubuh kelinci, sudah barang tentu binatang ini tidak memiliki sayap. Akan tetapi, karena telinga kelinci itu berdiri menyerupai sayap (dahulunya kemungkinan dianggap seperti sayap pada burung), dan duduknya juga mirip dengan burung, maka orang Jepang juga menggunakan kata bantu bilangan wa (羽) untuk menghitung kelinci. Contoh: 1) カラス 二羽 Karasu ni wa Burung gagak 2 CL 鳩 十羽 Hato juu wa Merpati 10 CL 3) スズメ 一羽 Suzume ichi wa Burung gereja 1 CL 4) にわとり 二羽 niwatori niwa ayam 2 CL 5) ウサギ 5羽 Usagi go wa Kelinci 5 KBB 2) 4.Tei (蹄) Huruf kanji蹄 (tei) yang digunakan sebagai kata bantu bilangan penghitung binatang dalam bahasa Jepang ini, jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia bermakna kuku. Sesuai dengan maknanya itu, kata bantu bilangan tei (蹄) adalah kata bantu bilangan yang digunakan untuk menghitung binatang berkuku, seperti kuda, sapi, rusa, dan babi hutan. Contoh: 1) 鹿 2蹄 Shika ni tei Rusa 2 KBB 2) いのしし 5蹄 Inoshishi go tei Babi hutan 5 KBB 2. Kata Bantu Bilangan Penghitung Binatang yang Tidak Bernyawa Kata bantu bilangan penghitung binatang yang dipakai untuk menghitung binatang yang masih bernyawa tidak dapat dipakai untuk menghitung binatang yang tidak bernyawa (sudah mati). Untuk menghitung binatang yang biasa dikonsumsi, yang diperjualbelikan dalam keadaan utuh dan tidak bernyawa lagi biasanya digunakan kata bantu bilangan tersendiri, dan dapat pula dengan menggunakan kata bantu bilangan untuk menghitung benda9 Linguistika Kultura, Vol.04, No.01/Juli/2010 benda mati lainnya. Binatang tersebut biasanya adalah dari jenis ikan dan binatang laut lainnya. Berbeda dengan itu, binatang lainnya yang juga dikomsumsi oleh masyarakat Jepang, seperti ayam, sapi atau babi, tidak pernah ditemukan dijual secara utuh setelah disemblih atau setelah binatang itu mati. Binatang tersebut dijual setelah dipotong-potong. Oleh karena itu, tidak ditemukan kata bantu bilangan khusus untuk menghitungnya. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa binatang bernyawa yang bertubuh kecil akan dihitung menggunakan kata bantu bilangan hiki (匹). Oleh karena itu, jenis ikan dan binatang laut lainnya yang memiliki ukuran tubuh yang kecil juga akan dihitung dengan hiki (匹). Ikan yang dihitung menggunakan kata bantu bilangan hiki adalah ikan yang masih berenang-renang di air (air tawar maupun air laut). Akan tetapi, begitu ikan tersebut diangkat dari dalam air, ikan itu sudah bukan merupakan makhluk hidup lagi. Oleh sebab itu, ikan yang telah mati yang berupa tangkapan di mata pancing atau yang berupa barang dagangan di pasar, tidak dihitung dengan hiki, melainkan dihitung dengan menggunakan beberapa kata bantu bilangan. Ada yang dihitung menggunakan kata bantu bilangan khusus tersendiri, bahkan ada pula yang dihitung dengan menggunakan kata bantu bilangan penghitung benda mati sesuai dengan bentuk tubuh dari ikan dan binatang laut tersebut. Gambar berikut memperlihatkan kata bantu bilangan yang digunakan untuk menghitung ikan yang diperjualbelikan di sebuah supermarket. Gambar di atas adalah contoh penggunaan kata bantu bilangan untuk menghitung ikan yang diperjualbelikan di supermarket yang dimuat di dalam sebuah brosur iklan yang disebarluaskan oleh supermarket tersebut. Dari 10 Sri Wahyuni gambar di atas terlihat bahwa ikan yang diperjualbelikan ini tidak dihitung dengan menggunakan kata bantu bilangan hiki (匹), melainkan dengan bi (尾). Selain itu, ikan dan binatang laut lainnya juga dihitung dengan menggunakan beberapa kata bantu bilangan penghitung benda mati yang lain, yang sesuai dengan bentuk tubuh ikan tersebut. Kata bantu bilangan tersebut di antaranya adalah hon (本), mai (枚), hai (杯), dan Ko (個) Berikut akan dibahas kata bantu bilangan penghitung ikan dan binatang laut lainnya yang dihitung dengan kata bantu bilangan tersendiri dan kata bantu bilangan berdasarkan bentuk tubuh binatang tersebut. 1. Bi (尾) Untuk menghitung ikan yang telah mati, kata bantu bilangan yang umum digunakan adalah bi (尾). Kata bantu bilangan bi yang ditulis dengan huruf kanji尾, akan berarti ekor jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kata bantu bilangan ini digunakan ketika menghitung ikan yang dijual di toko ikan segar yang masih ada ekornya. Selain itu, kata bantu bilangan ini juga dipakai ketika menghitung udang dan belut. Ikan hias yang diperjualbelikan di toko tempat penjualan binatang peliharaan, meskipun ikan tersebut belum mati, juga dihitung dengan menggunakan kata bantu bilangan ini. Hal itu kemungkinan dilakukan karena masyarakat Jepang memandang bahwa tempat penjualan ikan tersebut bukanlah habitat dari binatang itu, sehingga digunakan kata bantu bilangan bi. Contoh: 1) エビ 十 尾 ebi juu bi udang 10 KBB 2) タイ 二〇 尾 Tai nijuu bi Ikan kakap 20 KBB 3) サンマ 一 尾 sanma ichi bi ikan pecut 1 KBB 4) アルワナ 五 尾 aruwana go bi ikan arwana 5 KBB 2. Hon (本) Hon (本) merupakan kata bantu bilangan yang digunakan untuk menghitung benda yang berbentuk bulat panjang. Prasyarat utama bagi benda yang dihitung dengan menggunakan kata bantu bilangan ini adalah memiliki perbandingan panjang dan lebar tiga banding satu. Dalam menghitung ikan, kata bantu bilangan ini digunakan untuk menghitung ikan yang tubuhnya berbentuk bulat panjang, seperti tongkol, salam, sarden, dan belut. Contoh: 1) マグロ一本 maguro ippon ikan tuna 1 KBB 2) 鮭 三本 Sake sannbon Ikan salmon 3 KBB 11 Linguistika Kultura, Vol.04, No.01/Juli/2010 3) うなぎ 五本 Unagi gohon Belut 5 KBB 3. Mai (枚) Dalam menghitung benda mati, kata bantu bilangan mai (枚) adalah kata bantu bilangan yang digunakan untuk menghitung benda-benda yang berbentuk datar, seperti papan, kertas, pakaian dan bermacam-macam jenis kain. Selain itu, benda-benda yang berbentuk datar, seperti piring, uang logam, medali juga merupakan sasaran yang dapat dihitung dengan menggunakan kata bantu bilangan ini. Kata bantu bilangan mai (枚) juga digunakan untuk menghitung ikan dan binatang laut lainnya. Jenis ikan dan binatang laut yang dihitung dengan menggunakan kata bantu bilangan mai ini adalah ikan yang sudah tidak bernyawa dan memiliki bentuk tubuh yang datar, seperti ikan bawal, ikan sebelah dan jenis kerang. Contoh: 1. ヒラメ 一枚 Hirame ichimai Ikan bawal 1 KBB 2. 鰈 三枚 Karei sanmai Ikan sebelah 3 KBB 3. 貝 二枚 Kai nimai Kerang 2 KBB 4. Hai (杯) Hai (杯) adalah kata bantu bilangan yang digunakan untuk menghitung benda-benda mati yang berbentuk wadah. Kata bantu bilangan ini digunakan juga dalam menghitung jenis ikan dan binatang laut lainnya yang sudah tidak bernyawa lagi. Ikan dari jenis cumi-cumi atau kepiting yang dijual di toko atau di pasar dapat dihitung dengan menggunakan kata bantu bilangan ini. Menurut Iida (2004), jenis binatang laut ini dihitung demikian karena badan cumi-cumi dan kulit kepiting itu mirip dengan wadah. Dengan alasan itu pula, karena adanya jenis binatang laut yang dihitung menggunakan kata bantu bilangan hai (杯), sekarang ini, ada kecenderungan untuk menggunakan kata bantu bilangan ini dalam menghitung ikan dari jenis moluska seperti ubur-ubur. Contoh: 1) イカ 一杯 ika ippai cumi-cumi 1 KBB カニ 三 杯 kani sanbai kepiting 3 KBB 2) 12 Sri Wahyuni 5. Ko (個) Dalam menghitung benda-benda mati, kata bantu bilangan ko (個) adalah kata bantu bilangan yang digunakan untuk menghitung benda tiga dimensi yang bukan berbentuk bulat panjang dan juga bukan berbentuk datar. Oleh karena kata bantu bilangan ini dapat dipakai untuk menghitung benda yang besar maupun benda yang kecil, secara ekstrem dapat dikatakan bahwa kata bantu bilangan ini adalah kata bantu bilangan untuk menghitung keseluruhan bendabenda mati. Kata bantu bilangan ini juga dapat digunakan dalam menghitung binatang laut yang sedang diperjualbelikan atau binatang laut yang akan dikonsumsi (tidak bernyawa). Dalam menghitung jenis ikan atau binatang laut lainnya, kata bantu bilangan ini biasanya digunakan ketika menghitung kerang dan landak laut (uni). Contoh: うに 三個 uni sanko landak laut 3 KBB Dalam bahasa Jepang. untuk menghitung binatang bernyawa terdapat 4 macam bentuk kata bantu bilangan, yaitu hiki, wa, tou, dan tei. Kata bantu bilangan hiki adalah kata bantu bilangan yang digunakan untuk menghitung binatang bernyawa yang berukuran tubuh kecil (kira-kira sebesar ukuran yang dapat digendong oleh orang dewasa, atau bahkan lebih kecil daripada itu), kecuali jenis burung. Untuk menghitung jenis burung digunakan kata bantu bilangan wa. Kata bantu bilangan tou digunakan untuk menghitung binatang yang memiliki ukuran tubuh yang besar, sedangkan tei digunakan untuk menghitung binatang berkuku. Untuk menghitung binatang yang diperjualbelikan dalam keadaan tidak bernyawa, seperti ikan dan binatang laut lainnya, digunakan 5 macam kata bantu bilangan, yaitu bi, hon, mai, hai, dan ko. K Simpulan Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Hal yang harus diperhatikan ketika mengelompokan kata bantu bilangan khusus bahasa Jepang adalah apakah benda tersebut tergolong makhluk hidup atau bukan, dan bernyawa atau tidak. 2. Dalam bahasa Jepang, untuk menghitung binatang bernyawa terdapat 4 macam bentuk kata bantu bilangan,yaitu: hiki (匹), tou (頭), wa (羽), dan tei (蹄). 3. Binatang yang telah mati atau berpindah dari habitatnya tidak dapat dihitung menggunakan kata bantu bilangan penghitung binatang bernyawa, melainkan dihitung menggunakan kata bantu bilangan tersendiri, atau menggunakan kata bantu bilangan untuk menghitung benda mati. 4. Untuk menghitung binatang yang telah mati atau berpindah dari habitatnya, khususnya jenis ikan dan binatang laut lainnya, terdapat lima macam bentuk kata bantu bilangan yang biasa digunakan, yaitu: bi (尾), hon (本), mai (枚), hai (杯), dan Ko (個) 13 Linguistika Kultura, Vol.04, No.01/Juli/2010 5. Kata bantu bilangan bi digunakan untuk menghitung udang, belut, dan ikan yang masih memiliki ekor, hon untuk menghitung ikan yang memiliki bentuk tubuh bulat panjang, mai untuk ikan yang bertubuh datar, hai untuk cumi-cumi atau kepiting, dan ko untuk menghitung kerang dan landak laut. 6. Binatang yang dihitung menggunakan kata bantu bilangan penghitung benda mati, pemilihan kata bantu bilangan yang digunakan didasarkan pada bentuk tubuh binatang tersebut. REFERENSI Aikhenvald, Alexandra Y. 2000. Classifier: A Typology of Noun Categorization Devices. New York: Oxford University Press Brataatmaja, T. Heru Kasida. 1987. Morfologi Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. Hasan, Alwi. dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Iida, Asako. 2004. Kazoekata no Jiten. Tokyo: Shogakukan. Kentjono, Djoko dkk. 2004. Tata Bahasa Acuan Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing. Jakarta: Wedatama Widya Sastra. Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Ende, Flores: Nusa Indah. Kridalaksana, Harimurti. 1994. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Matsumoto, Yo. 1993. “Japanese Numeral Classifier: A Study of Semantic Categories and Lexical Organization”. Dalam Linguistic 31,667-713. Miho, Tadao. 2000. Nihonggo Josushi no Rekishi Kenkyu. Tokyo: Kazamashobo. Miho, Tadao. 2004 Mokkan to Shosoin Bunsho ni Ukeru Josushi Kenkyu. Tokyo: Kazamashobo. Mizuguchi, Shinobu (2004) Individuation in Numeral Classifier Languages: A case of Japanese Classifiers and Plurals. Tokyo: Shohakusha. Mizuguchi, Shinobu. 2004a. “Ruibetsushi to wa Nanika”. dalam NishimitsuYoshihiro dan Mizuguchi Shinobu (Ed.) Ruibetsushi no Taishou. Tokyo: Kuroshio Suppan. Nishimitsu,Yoshihiro. 2004. “Ruibetsushi to Ninchiyoushiki no Soukan ni Kansuru Rironteki Kousatsu”. Dalam NishimitsuYoshihiro dan Mizuguchi Shinobu, eds. Ruibetsushi no Taishou. Tokyo: Kuroshio Suppan. Ramlan, M. 1983. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: UP Karyono. Ramlan, M.1993. Tata Bahasa Indonesia: Penggolongan Kata. Yogyakarta: Andi Offset. Wilujeng, Ayu. 2002. Inti Sari Kata Bahasa Indonesia. Surabaya: Serba Jaya. 14