BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan yang masih banyak terdapat di Indonesia adalah penyakit kecacingan. Penyakit infeksi kecacingan merupakan penyakit yang masih banyak terjadi di masyarakat namun kurang mendapat perhatian (neglected disease). Penyakit yang termasuk ke dalam golongan neglected disease tidak menimbulkan wabah penyakit yang muncul secara tiba-tiba ataupun mengakibatkan dampak yang terjadi secara langsung dan dapat diamati. Namun, penyakit jenis ini dalam waktu yang lama dapat menurunkan kesehatan manusia, menyebabkan kecacatan tetap, penurunan kecerdasan anak, dan pada akhirnya dapat menyebabkan kematian (Sumanto, 2010). Penyakit infeksi kecacingan merupakan jenis penyakit yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted Helminths/STH). Infeksi STH merupakan penyakit endemik di banyak negara yang sedang berkembang dengan sanitasi lingkungan dan kebersihan diri yang masih sangat kurang (Brooker, 2002). Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara dengan jumlah infeksi STH yang masih tinggi. Letak geografis Indonesia yang beriklim tropis sangat sesuai untuk perkembangan parasit jenis ini. Di Indonesia, terdapat beberapa daerah dengan prevalensi infeksi STH tertinggi, yaitu, Papua dan Sumatra Utara dengan tingkat prevalensi berkisar antara 50 – 80% (Arfina, 2011). Pada tahun 1987 dilaporkan bahwa angka nasional prevalensi infeksi cacingan di Indonesia masih tergolong tinggi sebesar 78,6%. Angka prevalensi ini menurun menjadi 33,0% ditahun 2003 bersamaan dengan dicanangkannya program pemberantasan penyakit kecacingan pada anak tahun 1995. Pada tahun 2002 hingga 2006 prevalensi penyakit kecacingan secara berurutan adalah sebesar 33,3; 33,0; 46,8 dan 32,6% (Depkes, 2006; Sumanto, 2008). Penyakit ini banyak ditemukan di masyarakat yang masih kurang kemampuan dan pemahaman tentang 1 menjaga higienitas dan lingkungan tempat tinggal. Penyakit infeksi kecacingan sangat perlu diberi perhatian lebih karena akibat yang ditimbulkan. Infeksi kecacingan dapat menyebabkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan, dan produktivitas penderita karena kehilangan karbohidrat, protein, anemia yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia. Kecacingan dapat menghambat perkembangan fisik dan kecerdasan pada anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Kecacingan pada anak juga menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya. Anak-anak merupakan golongan masyarakat yang paling umum menderita penyakit kecacingan. Padahal anak-anak merupakan aset bangsa yang besar di masa depan. Menurut Wibowo (2008), kecacingan pada anak-anak sekolah dasar akan menghambat dalam mengikuti pelajaran dikarenakan anak anak merasa cepat lelah, menurunnya daya konsentrasi, malas belajar, dan pusing. Penelitian Wibowo (2008) tersebut menyatakan bahwa infeksi STH merupakan faktor resiko prestasi belajar yang kurang pada anak-anak Sekolah Dasar. Nematoda usus merupakan kelompok STH yang hidup parasit di dalam usus hospes. Spesies cacing yang tergolong dalam Nematoda usus dan sering ditemukan menginfeksi manusia adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus). Manusia merupakan hospes definitif dari Nematoda usus. Cacing tersebut bersifat parasit bagi manusia karena keberadaannya mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif), penyerapan (absorbsi), dan metabolisme makanan (Wibowo, 2008). Infeksi yang disebabkan oleh Nematoda usus, mempengaruhi fisiologis anak yang terinfeksi. Anak yang terinfeksi STH akan dapat mengalami penurunan kadar hemoglobin dalam darah sehingga pada infeksi berat akan menyebabkan anemia. Infeksi cacingan juga berakibat pada penurunan status gizi dan pertumbuhan. Status gizi didefinikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien (Beck, 2000). Makanan yang 2 diserap oleh cacing parasit akan menganggu keseimbangan kebutuhan dan masukan nutrien. Salah satu indikator untuk menentukan status gizi adalah dengan mengetahui Indeks Massa Tubuh (IMT). Pada umumnya, anak dengan infeksi kecacingan akan mengalami status gizi yang buruk ditandai dengan rendahnya nilai IMT. Papua tercatat sebagai daerah yang memiliki prevalensi kecacingan yang masih tinggi di Indonesia. Kampung Fafanlap merupakan salah satu kampung yang terletak di Distrik Misool Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Anak-anak di Kampung Fafanlap tergolong masih sangat kurang dalam hal menjaga kebersihan diri. Kebiasaan-kebiasaan anak-anak di kampung ini yang menunjukkan masih rendahnya pemahaman menjaga kebersihaan diri yaitu, masih ditemuinya anak-anak yang bermain di atas tanah tanpa memakai alas kaki, tidak dibiasakan mencuci tangan dan kaki sebelum makan, jarang memotong kuku, serta buang air di laut. Rendahnya pemahaman mengenai kebersihan diri mengakibatkan mudahnya terinfeksi cacing Soil Transmitted Helminths (STH). Soil Transmitted Helminths dapat menginfeksi dalam bentuk infeksi tunggal (hanya terdapat satu jenis STH yang menginfeksi), infeksi ganda (terdapat dua jenis STH yang menginfeksi), ataupun infeksi multiple (lebih dari dua jenis STH yang menginfeksi). Kebiasaan-kebiasaan yang menunjukkan rendahnya pemahaman tentang menjaga kebersihan diri dan sanitasi lingkungan tempat tinggal dapat menyebabkan mudahnya terjangkit infeksi STH. Sampai saat ini, belum pernah diteliti profil kesehatan yang meliputi prevalensi infeksi STH jenis Nematoda usus pada anak-anak di Kampung Fafanlap. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil kesehatan yang berkaitan dengan prevalensi infeksi STH jenis Nematoda usus pada anak-anak SD di Kampung Fafanlap. B. Masalah Penelitian 1. Bagaimanakah prevalensi infeksi STH jenis Nematoda usus pada anakanak di SDN 10 Fafanlap ? 3 2. Apa saja jenis cacing STH kelompok Nematoda usus yang menginfeksi anak-anak SDN 10 Fafanlap ? 3. Bagaimana hubungan antara kadar Hb dengan kejadian infeksi STH jenis Nematoda usus pada anak-anak SDN Fafanlap ? 4. Apakah infeksi STH jenis Nematoda usus mempengaruhi pertumbuhan dan status gizi anak-anak di SDN 10 Fafanlap berdasarkan nilai persentil IMT ? 5. Apakah faktor resiko yang mempengaruhi infeksi STH jenis Nematoda usus pada anak-anak SD N 10 Fafanlap, Misool Selatan, Raja Ampat, Papua Barat ? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui angka prevalensi infeksi STH jenis Nematoda usus pada anak-anak SDN 10 Fafanlap. 2. Mengidentifikasi jenis cacing STH kelompok Nematoda usus yang menginfeksi anak-anak SDN 10 Fafanlap. 3. Mempelajari hubungan hubungan antara kadar Hb dengan kejadian infeksi STH jenis Nematoda usus pada anak-anak di SDN 10 Fafanlap. 4. Menganalisis pengaruh infeksi STH jenis Nematoda usus terhadap pertumbuhan dan status gizi melalui persentil IMT pada anak-anak di SDN 10 Fafanlap. 5. Mempelajari faktor resiko yang menyebabkan terjadinya infeksi STH jenis Nematoda usus pada anak-anak SD N 10 Fafanlap, Misool Selatan, Raja Ampat, Papua Barat ? D. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan ini memiliki manfaat antara lain : 1. Bagi Masyarakat a. Memperoleh informasi ilmiah mengenai prevalensi infeksi STH di kampung Fafanlap sehingga masyarakat dapat melakukan upaya pencegahan. 4 b. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai kebersihan diri untuk menjaga kesehatan keluarga. 2. Bagi Aparat Pemerintahan/Dinas Kesehatan Mendapatkan data ilmiah mengenai prevalensi kecacingan sehingga dapat merumuskan kebijakan yang mengacu pada kesejahteraan masyarakat dibidang kesehatan. 3. Bagi Ilmu Pengetahuan Sebagai informasi ilmiah berkaitan dengan prevalensi infeksi STH sehingga dapat dijadikan sebagai bahan kepustakaan dalam pengembangan ilmu pengetahuan di dalam Penanggulangan Penyakit Kecacingan. 5