petunjuk praktikum kimia analisis ii

advertisement
PETUNJUK PRAKTIKUM
KIMIA ANALISIS
Disusun oleh :
Dwi Putri Safnurbaiti, M.Clin.Pharm.,Apt.
PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS HAMZANWADI
2017/2018
PETUNJUK PRAKTIKUM
KIMIA ANALISIS
Disusun Oleh :
Dwi Putri Safnurbaiti, M.Clin.Pharm., Apt.
Program Studi Farmasi
Universitas Hamzanwadi
2017/2018
i
KATA PENGANTAR
Allhamdulillahi Robbil’alamin. Puja dan puji syukur kehadirat Allah swt yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga buku Petunjuk Praktikum
Kimia Analisis ini dapat diselesaikan. Buku ini ditujukan untuk membantu mahasiswa
dalam mempraktekan dan memahami prinsip-prinsip kimia analisis dalam bidang
farmasi.
Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analisis terdiri dari dua bagian. Bagian
pertama yaitu analisis kualitatif identifikasi senyawa (obat), dan bagian kedua yaitu
analisis kuantitatif yang berhubungan dengan teknik volumetrik termasuk metodemetode yang digunakan. Harapan setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa
mampu memahami dan menerapkan segala aspek analisis kualitatif dan kuantitatif
sesuai dengan kaidah kimia.
Semoga buku Petunjuk Praktikum Kimia Analisis ini bermanfaat dan dapat
digunakan bagi mahasiswa. Buku petunjuk ini masih banyak kekurangannya, sehingga
penyusun mengharapkan sumbangan kritik dan saran untuk perbaikan buku ini.
Selong, September 2017
Penyusun
Dwi Putri Safnurbaiti, M.Clin.Pharm., Apt.,
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
BAB I PETUNJUK UMUM ......................................................................................... 1
A.
Tata Tertib .................................................................................................. 1
B.
Hal-hal yang perlu diperhatikan selama praktikum .................................... 2
C.
Teknik Analisis Kualitatif........................................................................... 2
D.
Prinsip dalam analisis kuantitatif ................................................................ 4
E.
Teknik Analisis Volumetri ....................................................................... 10
BAB II ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION ..................................... 14
A.
Tujuan ....................................................................................................... 14
B.
Bahan kimia yang dibutuhkan .................................................................. 14
C.
Alat ........................................................................................................... 14
D.
Sistematika Kerja ...................................................................................... 14
BAB III ANALISIS KUALITATIF SENYAWA OBAT .......................................... 19
A.
Tujuan ....................................................................................................... 19
B.
Bahan Kimia ............................................................................................. 19
C.
Alat-alat .................................................................................................... 19
D.
Sistematika Kerja ...................................................................................... 19
BAB IV ASIDI-ALKALIMETRI ............................................................................... 25
BAB V ARGENTOMETRI ........................................................................................ 30
BAB VI NITRIMETRI ............................................................................................... 35
BAB VII IODO-IODIMETRI..................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 42
iii
BAB I
PETUNJUK UMUM
A. Tata Tertib
1. Praktikan diharuskan datang 10 menit sebelum acara praktikum dimulai.
Keterlambatan hadir lebih dari waktu yang ditentukan tidak diperkenankan
mengikuti praktikum.
2. Setiap kali praktikum, praktikan mengisi daftar hadir yang sudah disediakan.
3. Selama
praktikum
berlangsung,
praktikan
harus
menggunakan
jas
laboratorium. Dilarang menggunakan kaos oblong dan memakai sandal.
4. Bila praktikan berhalangan hadir, harus membuat surat ijin yang sah yang
diberikan kepada dosen pembimbimg praktikum.
5. Praktikan yang 3 kali berturut-turut tidak mengikuti acara praktikum tanpa ada
keterangan maka tidak diperbolehkan mengikuti praktikum selanjutnya.
6. Sebelum praktikum dimulai, mahasiswa mengumpulkan laporan sementara dan
melakukan pre test.
7. Setelah menyelesaikan praktikum, praktikan harus mengikuti post tes dengan
dosen pembimbing atau asisten praktikum yang bertugas.
8. Setiap selesai praktikum, praktikan harus menyelesaikan laporan resmi yang
ditulis tangan dan dikumpulkan pada acara praktikum selanjutnya.
9. Laporkan kepada laboran jika menghilangkan/merusak peralatan
di
labortaorium. Peralatan yang rusak/hilang harus diganti sebelum UAS sebagai
syarat keluarnya nilai Kimia Analisis II.
10. Setiap peserta praktikum Kimia Analisis II harus menaati dan melaksanakan
ketentuan dan tata cara pratikum. Sanksi akan berlaku sesuai dengan
pelanggaran yang dilakukan.
1
B. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama praktikum
1. Jika akan memulai praktikum, semua peralatan disiapkan terlebih dahulu. Alat
yang tidak digunakan sebaiknya disimpan supaya tidak menganggu praktikum.
2. Periksalah alat-alat praktikum pada waktu meminjam dan jika ada yang cacat
segera dikembalikan. Sebelum mengembalikan alat-alat harus dicuci dan
dikembalikan dalam keadaan bersih.
3. Semua kerusakan alat selama peminjaman menjadi tanggung jawab praktikan.
4. Zat yang akan dianalisis ditempatkan dalam wadah tertutup agar tidak
terkontaminasi oleh kotaran-kotoran. Ambillah pereaksi secukupnya sesuai
dengan yang dibutuhkan. Jika berlebih jangan dikembalikan dalam botolnya
untuk menghindari kontaminasi dan kesalahan pengambilan.
5. Zat padat harus diambil dengan sendok atau spatel kering. Jangan membawa
pereaksi ke meja kerja, ambillah secukupnya dengan tabung reaksi.
6. Hindarkan dari api dan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti eter, alkohol,
metanol, dan lain-lain.
7. Hati-hati menggunakan bahan yang dapat menimbulkan luka bakar seperti
asam-basa kuat (H2SO4, HCl, HNO3, KOH, NaOH).
8. Jagalah pipet yang digunakan selalu bersih untuk mengambil larutan pereaksi
dan dicuci setiap kali habis digunakan.
C. Teknik Analisis Kualitatif
1. Reaksi pembentukan warna atau pembentukan endapan :jika tidak disebutkan
lain, ambilah 1 ml (20 tetes) larutan sampel, masukkan ke dalam tabung reaksi
(jika ada proses selanjutnya) atau druppel plat (jika tidak terdapat proses
selanjutnya) kemudian tambahkan pereaksi bertetes-tetes sampai terjadi
perubahan warna. Jika pereaksi yang digunakan sudah cukup berlebih (±1 ml)
tetapi tidak terjadi perubahan warna atau menghasilkan endapan, maka hasilnya
negatif.
2
2. Cara memanaskan
Pembakar : Bunsen atau lampu spiritus jika tidak digunakan supaya dimatikan.
a. Cara memanaskan dengan cawan porselin/Erlenmeyer/gelas beker :

ambillah kaki tiga dan letakan kasa kawat di atasnya.

Letakan gelas kimia yang berisi larutan diatas kasa dan panaskan
dengan lampu spiritus.
b. Cara memanaskan dengan tabung reaksi :

Jepit tabung reaksi dengan penjepit.

Panaskan dengan lampu nyala spiritus, api pemanas hendaknya terletak
pada bagian atas larutan.

Pada saat melakukan pemanasan arahkan lubang tabung reaksi ke arah
tempat kosong jangan diarahkan ke muka sendiri atau orang, dengan
sambil digoyang-goyangkan agar pemanasan merata.
3. Cara menyaring : ketika melakukan penyaringan jagalah jangan sampai
saringan penuh, cairan hanya boleh sampai 1 cm di bawah pinggir kertas saring
dan tepi atas kertas saring 1 cm di bawah tepi atas corong.
4. Cara mencuci endapan pada kertas saring : arahkan aliran air dari botol pencuci.
Pertama-tama di sekitar pinggir atas kertas saring menyusul gerakan spiral
menuju endapan dan setiap pencucian, kertas saring terisi antara separuh
sampai dua pertiganya.
5. Cara melarukan endapan :

Buatlah lubang kecil pada bagian bawah kertas saring dengan batang
pengaduk dan endapan di semprot dengan pelarut, ditampung di gelas piala
kecil atau tabung reaksi.

Ambil kertas saring dari corong, buka diatas gelas arloji, endapan diambil
dan dilarutkan dalam gelas piala.
3
6. Cara pengenceran : asam kuat atau basa kuat yang mempunyai bobot lebih
besar dari air, lakukan dengan cara menuangkan asam atau basa tersebut ke
dalam air dan bukan sebaliknya (hati-hati dengan asam sulfat pekat).
7. Cara mengamati kristal di bawah mikroskop : 1 tetes larutan sampel pada objek
gelas dan tetesi 1 tetes pereaksi, tutup dengan deck glass. Amati di bawah
mikroskop sampai Kristal terlihat jelas.
D. Prinsip dalam analisis kuantitatif
Beberapa hal dibawah ini ditujukan untuk mengenalkan teknik dasar yang perlu
diketahui oleh mahasiswa ketika melakukan teknik analisis kuantitatif agar dalam
melaksanakan analisis kuantitatif diperoleh hasil yang benar menurut kaidah kimia.
1. Kebersihan

Jaga agar meja dan alat yang digunakan tetap bersih. Sediakanlah serbet
meja, serbet alat gelas (dibawa dari rumah).

Sebelum digunakan, bilas semua alat gelas dengan air. Seka bagian luar
dengan serbet sampai kering tetapi jangan bagian dalam (kecuali dilakukan
titrasi bebas air).

Bagian dalam bejana harus bebas minyak. Cucilah alat gelas dengan
deterjen atau sabun. Bilaslah dengan air kran sampai bersih.

Pada alat gelas berskala, bilas dengan air yang banyak secepatnya untuk
mencegah alat tersebut menjadi panas ketika larutan bercampur dengan air.
2. Kerapian

Kembalikanlah botol pereaksi ke tempat semula jika sudah digunakan.
Jangan menaruh tutup pereaksi di atas meja tetapi dipegang dengan tangan
kiri.

Semua larutan dan serbuk harus ditutup untuk mencegah kontaminasi
kotoran dan zat lain.
4
3. Penandaan

Berilah label secara sistematis pada semua larutan, filtrat dan endapan
yang dianalisis (Label dibawa sendiri oleh mahasiswa).

Jika bejana berisi cairan selain air maka diberi tanda selama analisis
dilakukan.
4. Perencanaan

Sebelum melakukan praktikum, mahasiswa memahami petunjuk cara kerja
dan prinsip penetapan kadar. Sediakan alat dan pereaksi yang akan
digunakan. Rencanakan hal apa yang harus dikerjakan utama sehingga
pekerjaan akan berjalan lancar.

Jangan memanaskan sampel dengan alat gelas yang berskala karena
gelasnya akan memuai dan jika kembali dingin maka volumenya belum
tentu kembali dengan sempurna.
5. Penetapan dalam duplo
Lakukan penetapan paling sedikit dua kali. Jika kesesuain hasilnya lebih
dari 0,4 janganlah hasil tersebut dirata-rata. Jika digunakan volume larutan
sama, pembacaan buret tidak boleh berselisih lebih dari 0,05 mL. Jika syaratsyarat ini tidak tercapai lakukan titrasi lagi sampai diperoleh selisih yang tidak
lebih dari 0,5 mL.
6. Pencatatan
Hal-hal yang perlu dimasukakan dalam catatan :

Nama, jenis, dan sifat sampel

Tanggal analisis

Semua data numerik, misalnya volume larutan, bobot sampel, normalitas,
volume titran.

Suhu pengeringan

Perhitungan, hasil dan lain-lain yang berkaitan dengan pengamatan.
5
7. Penimbangan

Gunakanlah sendok untuk mengambil zat yang akan ditimbang.

Pilihlah timbangan yang sesuai dengan kapasitas zat yang akan ditimbang.
Janganlah menimbang zat yang melebihi kapasitas timbangan. Catatlah
hasil penimbangan.

Pengertian “timbang lebih kurang …” artinya jumlah yang harus ditimbang
atau diukur tidak boleh kurang dari 90% dan tidak boleh lebih dari 110%
dari jumlah yang tertera.

Pengertian “timbang seksama ….” artinya kesalahan penimbangan tidak
boleh lebih dari 0,1% dari jumlah yang dimaksud. Misal dengan pernyataan
timbang seksama 500 mg, berarti batas kesalahan penimbangan tidak lebih
dari 0,5 mg. Penimbangan seksama dapat dinyatakan dengan menambahkan
angka 0 di belakang koma pada akhir bilangan yang bersangkutan. Misal
dengan pernyataan timbang seksama 300,0 mg artinya bahwa penimbangan
harus dilakukan dengan seksama.

Pernyataan “ukur dengan seksama ….” artinya bahwa pengukuran
dilakukan dengan pipet volume atau buret yang memenuhi syarat.
Pengukuran seksama dapat dinyatakan dengan dengan pipet atau dengan
menambahkan angka 0 di belakang koma angka yang besangkutan.
Misalnya dengan pernyataan pipet 10,0 mL, artinya adalah bahawa
pengukuran harus dilakukan dengan seksama.
8. Cara menyatakan hasil
Diantara hasil yang diperoleh dari seri pengukuran adakalnya terdapat
hasil yang sangat menyimpnag bila dibandingkan dengan yang lain. Untuk
mengetahui apakah harga itu ditolak atau diterima perlu dilakukan analisis data
secara statistik
Misalnya pada penetapan kadar NaCl diperoleh harga-harga 95,72%;
95,81%; 95,83%; 95,92%; dan 96,18%. Jika diperhatikan harga 96,18% paling
6
besar menyimpang dari hasil pengukuran yang lain, maka harga ini perlu
dicurigai tidak dimasukkan. Hasil yang menyimpang ini disebut dengan outlier.
Jadi reratanya :
X =
(95,72 + 95,81 + 95,83 + 95,92)
= 95,82
4
𝒅 = ( X − 𝑿)
d2
-0,10
0,0100
-0,01
0,0001
95,83
+0,01
0,0001
95,92
+0,01
0,0100
∑d = 0,22
∑d2 = 0,0202
X
X
95,72
95,82
95,81
Deviasi rata-rata ( d ) :
∑| x −𝑥|
d=
𝑁
Standar Deviasi (SD) :
∑( X − 𝑋)2
SD = √
(𝑁 − 1)
Standar Deviasi Relative (SDR)/Koefisien variasi (CV)
Standar Deviasi Relative/koefisien variasi=
SD
× 100%
X
d=
0,22
= 0,055
4
0,0202
SD = √
3
= 0,08
7
Selisih antara hasil yang dicurigai dengan rata-rata = 96,18-95,82= 0,36
Hasil analisis (α) ditolak jika
Hasil analisis (α) ditolak jika
(Xi-
X
)
d
(Xi-
X
SD
)
>2,5 (jika dipakai deviasi rata-rata)
>2 (jika dipakai standar deviasi)
Pada contoh ini :
(𝑋𝑖 − X )
0,36
=
= 6,54 > 2,5
𝑑
0,055
Jadi hasil 96,18% ditolak.
Jika dihitung berdasarkan SDnya akan diperoleh hasil yang sama
(𝑋𝑖 − X ) 0,36
=
= 4,5 > 2
𝑆𝐷
0,08
Cara menyatakan hasil akhir penetapan kadar suatu bahan :
𝑺𝑫
𝐊𝐚𝐝𝐚𝐫 = X ± 𝒕. 𝒏
√
X = rerata
t = suatu harga yang besarnya tergantung derajat kebebasan dan taraf
kepercayaan yang dipilih
n= jumlah penetapan
untuk n=4; P=0,095 ; t= 3,182
Jadi kadar NaCl= 95,82 ± (3,182x0,08/√4)% = (95,82 ± 0,13)%
9. Cara penulisan angka
Penulisan angka hasil pengukuran atau hasil analisis pada hakikatnya
berkaitan dengan ketelitian alat yang digunakan. Angka penting adalah semua
8
digit dalam suatu bilangan (diperoleh dari hasil pengukuran) yang bersifat pasti
dan satu yang mengandung suatu ketidakpastian (uncertain number).

Secara umum, penulisan hasil pengukuran hanya terdapat satu angka yang
harganya tak tentu yaitu angka terakhir. Misalnya suatu hasil penimbangan
dituliskan dengan 1,0 dan 1,0000 gr, ini berarti bahwa ketelitian timbangan
yang pertama hanya sampai 0,1 gr. Jika penulisan dilakukan dengan 1,0000
gr hal ini menunjukkan bahwa penimbangan dilakukan dengan neraca yang
mempunyai ketelitian 0,1 mg dan hanya angka nol yang terakhir merupakan
angka tidak tentu. Hasil penimbangan ini hanya dapat diperoleh jika
menggunakan neraca analitik.
Contoh lainnya ; pembacaan buret makro dengan skala terkecil 0,1 ml
seharusnya dituliskan dua desimal misalnya 12,50 ml dan bukan 12,5 ml,
sebab angka 5 belum pasti sehingga dapat diartikan volume titran berada
antara 12,4 ml sampai 12,6 ml, padahal angka 5 yang menyatakan 0,5 ml
dapat dibaca dengan pasti.

Dalam menuliskan hasil rata-rata pembacaan buret, banyaknya desimal
disesuaikan dengan banyaknya desimal pada masing-masing pembacaan.

Banyaknya desimal hasil penjumlahan atau pengurangan sama dengan
faktor penjumlahan atau pengurangan yang mengandung desimal paling
sedikit. Contoh : 12,4 + 121,502 + 3,6653 = 137,5673. Hasil akhir cukup
dituliskan 137,6. Dalam hal tertentu dapat dituliskan 137,57.

Banyaknya desimal hasil perkalian atau pembagian, sama dengan satu
angka lebih banyak daripada yang terdapat pada faktor perkalian atau
pembagian yang mengandung desimal paling sedikit. Contoh : 11,32 x 12,2
x 0,0321 = 4,4331384. Hasil perkalian cukup dituliskan, 4,43.

Penulisan hasil akhir yang memerlukan pembulatan angka desimal, maka
angka desimal 5 atau lebih dibulatkan ke atas sedangkan angka desimal
kurang dari 5 dibulatkan ke bawah.
9
E. Teknik Analisis Volumetri
Teknik analisis volumetri memerlukan pengukuran dengan seksama volume
larutan yang bereaksi. Alat yang lazim digunakan adalah labu takar, pipet, buret, dan
gelas ukur.
1. Labu takar
Labu takar biasanya digunakan untuk pembuatan larutan dengan kadar tertentu.
Caranya adalah masukkan senyawa dengan bobot tertentu yang sudah ditimbang
seksama ke dalam gelas piala, kemudian larutkan dalam air atau pelarut lainnya
sampai larut. Masukkan secara kuantitatif larutan ke dalam labu takar dengan
bantuan batang gelas, corong dan botol pencuci dengan sebagai berikut :

pegang gelas piala dengan tangan kanan dan tuangkan pelan-pelan melalui
batang gelas yang dipegang dengan tangan kiri ke dalam corong yang
ditempatkan di atas labu takar.

Pindahkan gelas piala ke tangan kiri dengan tetap dijungkir dan dipegang
di atas corong. Cuci gelas piala dan batang pengaduk dengan aliran air botol
pencuci yang dipegang dengan tangan kanan. Goyangkan labu takar untuk
mencampur isinya sampai larut semua, dan tambahkan pelarut hingga tanda
2. Pipet
Pipet ada dua jenis yaitu :
1. Pipet volume : pipet yang digunakan untuk pengambilan sejumlah volume
tertentu secara tepat yang ukurannya seperti tertera pada kapasitas pipet. Pipet
jenis ini ditandai dengan bagian tengahnya yang menggelembung.
2. Pipet ukur : pipet yang ada garis-garis skala yang menyatakan banyaknya
volume terukur. Pengukuran volume dengan pipet ukur berkisar dari
sepersepuluh hingga ke batas kapasitas volumenya. Titik nolnya terletak di
sebelah atas, sedangkan paling bawah menunjukkan volume kapasitasnya.
Terkadang garis bawahnya tidak ada, artinya volume terukur harus tertuang
seluruhnya.
10
Cara menggunakan pipet :

Sebelum digunakan pipet dicuci denga air dengan cara menghisapnya
menggunakan bola penghisap, lalu dikeluarkan lagi. Tetes cairan yang
menempel diujung dihilangkan dengan menempelkan ujung pipet di kertas
saring. Bagian luar dikeringkan juga agar tidak menambah encernya larutan.

Pembilasan dilakuan 2-3 kali dengan larutan yang akan dipipet. Cairan bilasan
dibuang.

Cairan yang akan dihisap dari lubang atas sehingga cairan naik ke atasa sampai
tanda. Lubang atas ditutup dengan jari telunjuk, pipet diangkat dari tempat
cairan, bagian luar diseka dengan kertas saring atau serbet.

Pipet dipegang tegak berdiri, mata sejajar garis tanda, jari telunjuk dikendorkan
yang menutup lubang atas sehingga cairan dalam pipet akan turun sampai
meniscus terletak pada garis tanda dan rapatkan lagi jari telunjuk yang menutup
lubang. Kenakan ujung piipet pada bagian luar gelas agar menghilangkan
tetesan yang ada pada ujung pipet.

Masukkan pipet kedalam labu penerima, alirkan ujung pipet menyentuh
dinding bejana dengan membentuk sudu 800. Perhatikan bahwa pipet jangan
dicelupkan ke dalam larutan yang telah dipindahkan. Tahan 5 detik lalu pipet
diangkat jika cairan telah keluar semua.

Sedikit cairan pada ujung pipet jangan dimasukan kembali ke dalam cairan
penerima, sebab adanya sedikit cairan itu sudah diperhitungakan dalam
peneraan pipet tersebut.
3. Buret : ada dua macam buret dengan kran dan buret dengan karet penjepit (buret
mohr) biasanya digunakan untuk pembakuan natrium hidroksida.

Periksalah apakah karet buret sudah diolesi dengan pelicin (valesin atau silicon
grease) sebelum digunakan. Bilas dua kali dengan sedikit larutan yang akan
diisikan. Lebih kurang 5 mL setiap pengambilan biarkan buret tuntas dahulu
sebelum dibilas untuk kedua kali.
11

Pemilihan buret : lakukan titrasi orientasi terlebih dahulu menggunakan buret
kapasitas 50 ml. untuk titrasi replikasi selanjutnya buret harus berdasarkan
ketentuan volume terukur yang teliti adalah sebanyak 20-80% dari kapasitas
buret. Jadi jika hasil dari orientasi didapat volume titrasi 10,0 ml maka titrasi
selanjutnya menggunakan buret kapasitas 25,0 ml.

Masukan zat kimia yang akan digunakan ke dalam buret dengan menggunakan
corong hingga sedikit di atas tanda 0.

Bukalah kran atau bagian penjepit agar semua ujungnya terisi dan gelembung
udara terdesak keluar, sementara mata sejajar dengan titik nol. Cairan
dikeluarkan hati-hati sampai meniscus terletak tepat pada tanda nol. Hilangkan
tetesan pada ujung buret dengan menyentuhkan pada bagian luar gelas. Setelah
lapisan tipis

Cara titrasi : zat yang akan dititrasi disebut titrat (ditampung dalam
erlenmeyer), sedangkan larutan yang digunakan untuk titrasi disebut titran
(dimasukkan ke dalam buret).

Pembacaan : Mata harus sejajar dengan meniscus, gunakan meniscus bawah
untuk menentukan volume titrasi. Jangan lupa perhatikan skala buret karena
masing-masing kapasitas buret memiliki skala yang berbeda. Untuk
mempertajam pembacaan dapat digunakan karton hitam putih sebagai latar
belakang di balik meniscus. Tempatkan sisi yang hitam ±1 mm di bawah
miniskus, dengan demikian bagian bawah meniscus menjadi gelap dan berlatar
belakang delap dan terhadap latar belakang yang putih menjadi nampak jelas
sehingga meniscus cairan dapat terbaca dengan teliti. Baca sampai 1/10 skala
terkecil.
4. Gelas ukur
Gelas ukur ada yang bertutup dan tidak. Gelas ukur yang bertutup
digunakan untuk mengukur cairan yang beruap, misalnya asam klorida pekat. Gelas
ukur hanya digunakan untuk mengukur volume secara kasar (tidak memerlukan
12
ketelitian yang tinggi). Jangan menggunakan gelas ukur untuk mengukur volume
yang seksama.
13
BAB II
ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION
A. Tujuan
Mahasiswa
mampu
mengkategorikan
dan
memiliki
keterampilan
dalam
mengidentifikasi senyawa golongan kation dan anion.
B. Bahan kimia yang dibutuhkan
1. Sejumlah larutan pereaksi
2. Sejumlah pelarut dan bahan kimia lainnya
C. Alat
1. Tabung reaksi
2. Drupple plat
3. Pipet tetes
4. Tang tabung (kayu/logam)
5. Serbet bersih
6. Tempat pencuci pipet
7. Beaker gelas
8. Gelas pengaduk
9. Lempeng penates (drupple plat)
10. Objek gelas
11. Lampu spritus
12. Korek api
D. Sistematika Kerja
1. Analisis Kualitatif Kation
Reagensia golongan yang dipakai untuk klasifikasi kation yang paling umum
adalah asam klorida, hydrogen sulfa, ammonium sulfida, dan amonium karbonat.
Klasifikasi ini didasarkan atas apakah suatu kation bereaksi dengan dengan
reagensia-reagensia ini dengan membentuk endapan atau tidak. Klasfikasi kation
14
yang paling umum didasarkan atas perbedaan kelarutan dari klorida, sulfida dan
karbonat dari kation tersebut.
a. Analisis golongan I (Hg+, Ag+)
a.1. Analisis terhadap ion Hg+
1. Larutan sampel + asam klorida P
endapan putih (endapan tidak
larut dalam asam encer), + ammonium hidroksida 6N
endapan
hitam.
2. Larutan sampel + larutan natrium hidroksida 1N
endapan
hitam
(tidak larut dalam reagensia yang berlebihan, tetapi mudah larut dalam asam
nitrat encer), + ketika dididihkan
endapan berubah menjadi abu-
abu.
3. Larutan sampel + larutan KI P
endapan kekuningan, + diamkan
perlahan-lahan dalam larutan dingin
endapan berwarna hijau.
4. Larutan sampel + larutan natrium karbonat dalam larutan dingin
endapan kuning yang kemudian berubah menjadi abu-abu.
a.2. Analisis terhadap ion Ag+
1. Larutan sampel + HCl P
endapan putih (mudah larut dalam
ammonium hidroksida 6 N, tidak larut dalam asam nitrat P)
2. Larutan sampel + ammonium hidroksida 6 N dan sedikit formaldehida LP,
hangatkan
cermin logam perak pada dinding tabung.
3. Larutan sampel + larutan KI P
endapan kuning perak iodida
(endapan tidak larut dalam ammonia, mudah larut dalam kalium sianida
(RACUN) dan natrium tiosulfat)
4. Larutan sampel + ammonia 1 tetes
endapan
coklat
perak
oksida (endapan larut dalam reagen yang berlebih).
15
b. Analisis golongan II (Hg2+, Cu2+)
b.1 Analisis terhadap ion Hg2+
1. Larutan sampel + NaOH 1 N
endapan kuning
2. Larutan sampel + larutan KI P
endapan merah tua (sangat mudah
larut dalam pereaksi berlebih)
3. Larutan sampel + natrium karbonat dalam larutan dingin
endapan
coklat, dididihkan berubah menjadi kuning.
4. Ke dalam larutan sampel dicelupkan logam Cu atau Fe
endapan
abu-abu.
b.2. Analisis terhadap ion Cu2+
1. Larutan sampel diasamkan dengan HCl P
lapisan tipis merah
logam tembaga pada permukaan logam besi yang megkilap.
2. Larutan sampel + larutan NaOH
endapan biru, dipanaskan
menjadi merah bata.
3. Larutan sampel + sedikit ammonia
berlebih
endapan hijau, + ammonia
larut dan larutannya berwarna biru intensif.
4. Larutan sampel + larutan KI
endapan putih dan larutannya
agak kuning.
c. Analisis unsur golongan III (Al3+, Fe3+)
c.1. Analisis terhadap ion Al3+
1. Larutan sampel + ammonia
2. Larutan sampel + NaOH
3. Larutan sampel + larutan KOH
endapan koloidal
endapan putih
endapan
putih
(larut
dalam
endapan
coklat
(larut
dalam
pereaksi KOH berlebih)
c.2. Analisis terhadap ion Fe3
1. Larutan sampel + larutan NaOH
asam)
16
2. Larutan sampel + larutan ammonium sulfida
endapan hitam
3. Larutan sampel + larutan kalium ferrosianida
endapan biru
4. Larutan sampel + larutan kalium asetat
coklat, panaskan
endapan
d. Analisis unsur golongan IV (Ca2+, Ba2+)
d.1. Analisis terhadap ion Ca2+
1. Larutan sampel + ammonia
tidak ada endapan
2. Larutan sampel + asam sulfat encer
endapan putih
d.2. Analisis terhadap ion Ba2+
1. Larutan sampel + asam sulfat encer
endapan putih (tidak larut
dalam HCl P dan dalam asam sitrat P).
2. Larutan sampel + ammonia
tidak ada endapan
3. Larutan sampel menimbulkan warna hijau kekuningan dalam nyala api yang
tidak berwarna dan jika dilihat dengan kaca hijau nyala berwarna biru.
e. Analisis unsur golongan V (Mg2+, Na+)
e.1. analisis terhadap ion Mg2+
1. Larutan sampel + NaOH
endapan putih (mudah larut dalam larutan
ammonium klorida, tidak larut dalam pereaksi berlebih)
2. Larutan sampel + ammonium karbonat
endapan putih
e.2. analisis terhadap ion Na+
1. larutan sampel menimbulkan warna kuning intensif dalam nyala api yang
tidak berwarna
2. larutan sampel diasamkan dengan asam asetat encer dan disaring jika perlu,
+ Zn uranil asetat
endapan hablur kuning.
17
3. Analisis Kualtitatif Anion
a. Analisis terhadap ion Cl1. Larutan sampel + larutan perak nitrat
endapan putih (tidak larut
dalam asam nitrat P, larut dalam ammonium hidroksida 6 N sedikit
berlebih)
2. Larutan sampel + asam sulfat pekat : produknya dapat dikenali dengan a)
baunya yang merangsang daan dihasilkannya asap putih, yang teridri dari
butiran halus asam klorida, ketika kita meniup melintasi mulut tabung; b)
dari pembentukan kabut putih ammonium klorida, apabila sebatang kaca
yang dibasahi dengan larutan aonia dipegang dekat mulut bejana; c) dari
sifatnya mengubah kertas lakmus biru menjadi merah.
b. Analisis terhadap ion I1. Larutan sampel + larutan perak nitrat
endapan kuning (tidak
larut dalam asam nitrat P dan ammonium hidroksida 6 N)
2. Larutan sampel + larutan asam sulfat encer + kloroform
perubahan
warna lapisan kloroform.
c. Analisis terhadap ion NO21. Larutan sampel + asam mineral encer atau asam asetat 6 N
asap
merah kecoklatan
2. Larutan sampel diteteskan pada kertas kanji iodida
biru
3. Larutan sampel + larutan KI, asamkan dengan asam sulfat, + kloroform
lapisan kloroform berwarna ungu.
d. Analisis terhadap ion CO321. Larutan sampel + larutan perak nitrat
perak nitrat berlebih
2. Larutan sampel + asam
kedalam kalsium hidroksida LP
endapan putih, + larutan
kuning
gelembung gas tidak berwarna, alirkan
endapan putih
18
BAB III
ANALISIS KUALITATIF SENYAWA OBAT
A. Tujuan
Memberikan keterampilan bagi mahasiswa dalam melakukana analisis kualitatif dalam
identifikasi dan pemisahan obat.
B. Bahan Kimia
1. Larutan pereaksi
2. Pelarut dan bahan kimia yang lain
C. Alat-alat
1. Tabung reaksi 5 ml
2. Tabung reaksi 10 ml
3. Pipet tetes
4. Tang tabung (kayu/logam)
5. Serbet bersih
6. Tempat akuades
7. Tempat pencuci pipet
8. Beaker gelas
9. Gelas pengaduk
10. Lempeng penetes (drupple plat)
11. Objek gelas
12. Lampu spritus
13. Korek api
D. Sistematika Kerja
1. Organoleptis
Caranya dilihat, diraba kehalusannya dengan ujung jari, dibau, dan dirasakan.
Sampel yang digunakan hanya sedikit saja. Jika perlu amati dibawah mikroskop
apakah terdiri dari kristal atau amorf.
19
2. Kelarutan
Sampel dilarutkan dalam berbagai macam pelarut yaitu :
Pelarut anorganik : akuades, asam bebas, basa bebas. Coba kelarutannya mulamula dalam keadaan dingin lalu dengan keadaan panas.
Pelarut organik : alkohol, aseton. pH larutan ditentukan dengan kertas pH.
Perhatikan :

Senyawa yang larut dalam asam biasanya basa, dan sebaliknya yang
larut dalam basa biasanya asam.

Senyawa yang larut dalam pelarut anorganik biasanya senyawa
anorganik, senyawa organik yang dalam bentuk garam.

Senyawa yang larut dalam pelarut organik biasanya senyawa organik.
3. Flouresensi di bawah lampu ultraviolet
Serbuk dala larutan dilihat di bawah sinar ultraviolet, misalnya serbuk asam
salisilat berflouresensi ungu.
4. Pengarangan dan pemijaran
Zat yang akan diamati dipanaskan dan kemudian dipijarkan (di dalam lemari
asam) di atas cawan porselin setiap kali ditetesi dengan HNO3 pekat sampai
didapatkan sisa pijar. Perlu diamati warna mula-mula, pada waktu meleleh,
terjadi asap atau uap dan warna dari sisa pijar.
5. Analisis elemen : untuk mengetahui unsur-unsur penyusun senyawa tersebut
seperti : C, H, N, O, S, P, halogen (Cl, Br).
6. Analisis gugus : identifikasi ada tidaknya inti benzen, fenol, alkohol polivalen,
amina, dan lain-lain.
7. Analisis pendahuluan : tujuannya untuk mengetahui senyawa yang diselidiki
termasuk golongan apa.
a. Golongan fenol/salisilat

Senyawa uji dalam tabung reaksi ditambah sedikit akuades lalu ditambah
dengan larutan FeCl3. Bila terjadi warna ungu-biru maka kemungkinan ada
20
fenol dan salisilat. Bila ditambah etanol warna tetap, maka kemungkinan
salisilat. Bila warna ungu-biru setelah ditambah 2 bagian volume etanol
berubah menjadi kuning maka kemungkinan fenol.

Senyawa ditambah metanol, asam sulfat pekat kemudian dipanaskan. Bila
timbul bau gondopuro (metil salisilat) maka kemungkinan salisilat positif.
b. Golongan anilin

Reaksi isonitril : zat ditambah NaOH dan etanol, dipanaskan adanya bau
nitril (bau busuk) berarti anilin (turunan amina aromatis) positif.

Reaksi indofenol : zat ditambah ammonia dan natrium hipoklorit, ditambah
fenol kemudian dipanaskan terjadi warna hijau-biru. Pada pemanasan
selanjutnya menjadi merah.
c. Golongn pirazolon

Zat dalam tabung reaksi dilarutkan dalam akuades ditambah pereaksi
Meyer tidak terjadi endapan. Setelah ditambah HCl terjadi endapan.

Senyawa ditambah FeCl3 bila terjadi warna biru (novalgin), ungu
(piramidin), merah (antipirin).

Zat diarutkan dalam akuades ditambah HCl dan natrium nitrit, terjadi warna
hijau 9antipirin), ungu (pirimidin), hijau-kuning (salisilat).
d. Golongan alkaloid

Reaksi Meyer : larutan senyawa dalam tabung ditambah Meyer + HCl
terjadi endapan

Reaksi asam pikrat : larutan senyawa ditambah asam pikrat terjadi endapan
(lihat dengan mikroskop).

Larutan senyawa dengan larutan sublimat (HgCl2) terjadi endapan (lihat
dengan mikroskop).
21
8. Identifikasi senyawa obat :
A. Asetosal
1. Tambahkan 1-2 tetes FeCl3 pada asetosal dalam tabung reaksi, panaskan,
maka akan memberikan warna violet
2. Tambahkan etanol dan asam sulfat pekat, didihkan perlahan. Setelah dingin
tambahkan air ke dalam tabung reaksi sampai penuh, akan berbau etil asetat
(menunjukkan adanya asetat).
3. Tambahkan metanol dan asam sulfat pekat, didihkan, akan memberikan bau
metil salisilat (bau akan mudah tercium jika tabung reaksi terisi penuh air).
B. Paracetamol
1. 10 mg zat dilarutkan dalam 10 mL air dan ditambah 1 tetes FeCl3 akan
berwarna biru violet.
2. 10 mg zat ditambah 1 ml NaOH 3 N dipanaskan dan setelah dingin tambah
1 ml larutan asam sulfanilat dan beberapa tetes natrium nitrit, akan terjadi
warna merah.
3. Didihkan ±100 mg paracetamol dalam 1 ml HCl P, tambahkan 1 tetes
kalium bikromat, akan timbul warna violet yang tak berubah menjadi
merah.
4. Di atas drupple plat tambahkan serbuk paracetamol dengan HNO3 encer,
amati warna yang terjadi hati-hati.
C. Kafein
1. Laruta yang jenuh ditambah larutan iodium; tidak terjadi endapan coklat
2. Sedikit zat pada obyek gelas ditambah 2 tetes HCl ditambah pereaksi
Dragendorf jika perlu dipanaskan, lihat kristalnya.
3. Pada larutan jenuh dingin dalam air tambahkan lartan tannin LP, terbentuk
endapan putih yang dengan penambahan tannin LP berlebih akan melarut
kembali.
22
4. Pada larutan jenuh dingin dalam air tambah iodium LP, tidak terbentuk
endapan. Tambahkan asam klorida encer terbentuk endapan coklat yang
dengan penambahan sedikit NaOH LP sedikit berlebihan larut kembali.
D. Metampiron
1. 3 ml larutan 10% dalam air tambahkan 1 ml HCl encer dan 1 ml FeCl3, akan
terbentuk warna biru yang bila dibiarkan menjadi merah dan kemudian
menjadi tak berwarna.
2. 1 ml larutan 4% dalam tabung reaksi ditambah 1 mL larutan perak nitrat,
terbentuk warna ungu dengan endapan perak metalik (lihat dengan
mikroskop dalam medan gelap).
3. Panaskan 2 ml larutan zat 10% dalam air yang telah diasamkan dengan HCl
encer maka terbentuk gas belerang oksida
HCl encer = 20 gr atau 17 ml HCl pekat + 100 ml air
E. Asam mefenamat
1. 5 mg zat dilarutkan dalam etanol, ditambah 2 tetes FeCl3 maka terbentuk
warna ungu.
2. Ditambahkan dengan asam sulfat, panaskan sebentar, dilihat dibawah
lampu UV berflouresensi warna putih-biru, didinginkan ditambah 1 tetes
K2Cr2O7 0,1N terbentuk warna kuat yang cepat menjadi hijau-biru.
F. Vitamin B1 (aneurin HCl atau Thiamin)
1. Panaskan serbuk thiamin pada cawan porselin maka berbau khas.
2. Dalam tabung reaksi tambahkan pereaksi Meyer terjadi endapan putih
kekuningan
3. Pada objek gelas dengan asam pikrat memberikan endapan. Periksa
kristalnya.
4. Dalam tabung reaksi, dengan pereaksi Luff pada keadaan dingin terjadi
warna hijau kemudian endapan kuning.
23
5. Larutkan ±5 mg zat dalam 2 mL NaOH, tambahkan 0,5 mL kalium ferri
sianida dan 1 mL alkohol, gojog kuat, biarkan memisah. Lapisan amil
alkohol akan berflouresensi biru terang. Bila diasamkan hilang dan timbul
lagi bila dibasakan.
G. Vitamin B6 (piridoksin)
1. Sedikit zat ditambah FeCl3 berwarna merah.
2. Larutkan ±5 mg zat dalam air dan dibagi menjadi dua bagian. Bagian
pertama ditambah 1 ml larutan diklorokinon kloroimida dalam etanol
ditambah 1 tetes ammonia, terbentuk warna biru yang lama kelamaan
menjadi merah. Pada tabung reaksi kedua tambah 1 ml asam borat jenuh,
ditambah diklorokinon kloroimida dalam etanol, ditambah 1 tetes ammonia
tidak terjadi warna biru.
3. Reaksi Kristal dengan pereaksi Dragendorf amati di bawah mikroskop
4. Ke dalam 2 tabung reaksi tambahkan masing-masing 1 ml larutan zat 0,01%
b/v dan 2 ml larutan natrium asetat P 20% b/v. pada tabung pertama
tambahkan 1 ml larutan asam borat 4% b/v. Dinginkan kedua tabung hingga
suhu ±200 C. pada masing-masing tabung tambahkan dengan cepat 1 ml
larutan diklorokinon kloroimida P 0,5% b/v dalam etanol 95% P. dalam
tabung pertama akan berwarna biru yang segera memucat dan sesudah
beberapa menit akan berubah menjadi merah. Dalam tabung kedua tidak
terjadi warna biru.
5. Pada 2 ml larutan zat 0,5% b/v tambahkan 0,5 ml asam fosfowolframat LP
akan terbentuk endapan putih.
24
BAB IV
ASIDI-ALKALIMETRI
1. Pendahuluan
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yaitu reaksi antara
ion hidrogen yang berasal dari asam dan ion hidroksida yang berasal dari basa
untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dikatakan juga sebagai
reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa).
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap
senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan larutan baku asam.
Sebaliknya alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa-senyawa yang
bersifat asam dengan menggunakan larutan baku basa (Ganjdar dan Rohman,
2010).
Untuk mengamati titik akhir titrasi dengan menggunakan indikator atau
menggunakan metode elektrokimia. Suatu indikator merupakan asam atau basa
lemah yang berubah warna diantara bentuk terionisasi dan bentuk tidak
terionisasinya. Kisaran penggunaan indikator adalah 1 unit pH disekitar nilai pKanya (Watson, 2009).
Tabel 1. Indikator yang biasa digunakan dalam asidi alkalimetri (Jenkins, 1967)
Indikator
Trayek pH
Warna
Kuning metil
Biru bromfenol
Jingga metil
Hijau bromkresol
Merah metil
Ungu bromkresol
Biru bromtimol
Merah fenol
Merah kresol
Biru timol
2,4 - 4,0
3,0 – 4,6
3,1 – 4,4
3,8 -5,4
4,2 – 6,3
5,2 – 6,8
6,1 – 7,6
6,8 – 8,4
7,2 – 8,8
8,0 – 9,6
Asam
Merah
Kuning
Jingga
Kuning
Merah
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Basa
Kuning
Biru
Metil
Biru
Kuning
Ungu
Biru
Merah
Merah
Biru
Fenolftalein
8,2 – 10,0
Tak berwarna
Merah
Timolftalein
9,3 -10,5
Tak berwarna
Biru
25
Cara menggunakan indikator (Jenkins, 1957) :
a. Gunakan 3 tetes larutan indikator kecuali dinyatakan lain.
b. Jika asam kuat dititrasi dengan basa kuat, atau sebaliknya gunakan jingga
metil, fenolftalein, atau merah metil.
c. Jika asam lemah dititrasi dengan basa kuat gunakan fenolftalein.
d. Jika basa lemah dititrasi dengan asam kuat gunakan merah metil
e. Suatu basa lemah tidak dapat dititrasi dengan asam lemah, begitu juga
sebaliknya, karena tidak ada indikator yang menunjukan titik akhir dengan
jelas.
f. Timbulnya suatu warna lebih mudah diamati daripada hilangnya warna.
Biasakan titrasi yang memungkinkan timbulnya warna.
2. Asidimetri
a. Pembuatan larutan indikator merah metil
1. Hangatkan 25 mg metil merah dengan 0,95 ml NaOH 0,05 N dan 5 ml etanol
95%, setelah larut dengan sempurna tambahkan etanol 50% hingga 250 ml
(Anonim, 1979).
2. Larutkan 100 mg metil merah dalam 100 ml etanol 95% saring jika perlu
(Anonim, 1995).
b. Pembuatan larutan HCl 0,5 N
Larutkan sejumlah HCl P dalam air secukupnya sehingga tiap 1000,0 ml larutan
mengandung 18,23 gr HCl (Anonim, 1979).
c. Pembakuan larutan HCl 0,5 N
Timbang seksam 750 mg Na2CO3 anhidrat yang sebelumnya telah dipanaskan
pada suhu 2700 C selama 1 jam, larutkan dalam 50 ml air dan tambahkan 2 tetes
metil merah. Tambahkan HCl secara berlahan-lahan dari buret sambil diaduk
hingga larutan berwarna merah muda pucat. Panaskan larutan lagi hingga
mendidih, dinginkan dan lanjutkan titrasi. Panaskan lagi hingga mendidih dan
26
titrasi lagi bila perlu hingga warna merah muda pucat tidak hilang dengan
pendidihan lebih lanjut (Anonim 1995, 1979)
Satu ml HCl 0,5 N setara dengan 26,495 mg Na2CO3 anhidrat.
Reaksi :
Na2 CO3 +2HCl →2NaCl+H2 O+CO2
Perhitungan :
Normalitas HCl=
2 x mg Na2 CO3
BM Na2 CO3 x ml NaCl
d. Penetapan Kadar Boraks
Timbang seksama 3 gr, larutkan dalam 50 ml air, tambahkan larutan merah metil,
titrasi dengan HCl 0,5 N (jika perlu dipanaskan di atas tangas uap guna menambah
kelarutan).
1 ml HCl 0,5 N setara dengan 95,34 mg Na2B4O7.10H2O (Anonim,1995).
Reaksi :
Na2 B4 O7 .10H2 O+2HCl ↑4H3 BO3 +2NaCl+5H2
Perhitungan :
Kadar boraks=
ml HCl x N.HCl x 95,34
×100%
mg sampel x 0,5
3. Alkalimetri
a. Pembuatan etanol encer
500 ml etanol 95% dicampurkan dengan 500 ml air murni yang diukur secara
terpisah dan diukur pada suhu 250 C, volume campuran 970 ml (Anonim, 1995).
b. Pembuatan etanol encer netral
Tambahkan 2-3 tetes fenolftalein pada sejumlah etanol encer dan larutan NaOH
0,02 N atau 0,01 N hingga terjadi warna merah muda pucat (dibuat baru).
c. Pembuatn larutan indikator
1. Larutkan 200 mg fenolftalein dalam 60 ml etanol 90%, tambahkan air hingga
100 ml (Anonnim, 1979).
27
2. Larutkan 1 gr fenoilftalein dalam 100 ml etanol 95% (Anonim, 1995).
d. Pembuatan air bebas karbondioksida
Didihkan air murni kuat selama 5-10 menit atau lebih, diamkan sampai dingin dan
tidak boleh menyerap CO2 dari udara, kemudian labu ditutup dengan sumbat berisi
CaO atau kapur tohor (Anonim, 1995).
e. Pembuatan larutan NaOH 0,1 N
Larutkan sejumlah NaOH dalam air bebas CO2 hingga tiap 1000 ml larutan
mengandung 4,001 gr NaOH.
f. Pembakuan larutan NaOH 0,1 N
Timbang seksama 400 mg kalium biftalat yang sebelumnya telah dihaluskan dan
dikeringkan pada suhu 1200 C selama 2 jam dan masukkan dalam labu
Erlenmeyer, tambahkan 75 ml air bebas CO2 tutup Erlenmeyer, kocok hingga
larut. Tambahkan 2 tetes fenolftalein dan titrasi dengan NaOH hingga terjadi
warna merah muda yang mantap (Anonim, 1995).
1 ml NaOH 0,1 N setara dengan 20,42 mg KHC8H4O4
Reaksi :
KH8 H4 O4 +NaOH →KNaC8 H4 O4 +H2 O
Perhitungan :
Normalitas NaOH=
mg KHC8 H4 O4
ml NaOH x BM KHC8 H4 O4
g. Penetapan kadar asam salisilat dalam asetosal
1. Timbang seksama 500 mg, larutkan dalam 25 ml etanol encer yang sudah
dinetralkan dengan NaOH 0,1 N, tambahkan fenolftalein dan titrasi dengan NaOH
0,1 N.
1 ml NaOH setara dengan 13,81 mg C7H6O3 (Anonim, 1995).
HO.C6 H4 .COOH+NaOH →HO.C6 H4 COONa+H2 O
Perhitungan :
Kadar asam salisilat=
ml NaOH x N NaOH x 13,81
x 100%
mg sampel x 0,1
28
Titrasi tersebut hanyalah titrasi asam salisilat saja, tetapi titrasi juga dapat
digunakan untuk analisis asetosal asal kesetaraanya berbeda. Kesetaraan 13,81 mg
asam salisilat karena BM asam salisilat adalah 138,12. Tetapi bila berat aspirin
atau astosal berbeda maka kesetaraannya akan berbeda sebab BM aspirin atau
asetosal adalah 180,16. Perhitungan tersebut kalau hanya akan menghitung asam
salisilat sering terjadi kesalahan karena aspirin mengalami penguraian sehingga
ada dua gugus asam salisilat dan asetat. Maka perhitungan cara pertama maupun
kedua akan timbul kesalahan jika asetosal mengalami hidrolisis.
2. Cara yang benar adalah sampel aspirin ditimbang seksama ±500 mg larutkan
dalam 10 ml etanol netral terhadap fenolftaelin dalam labu erlenmeyer 250 ml
sampai sempurna, tambah 40,0 ml NaOH 0,1 N dan didihkan selama 30 menit
dalam alat refluks atau yang serupa. Setelah dingin dititrasi dengan HCl 0,1 N
menggunakan indikator pp sampai warna merah muda stabil dalam 30 detik.
Kadar asetosal=
{(ml NaOH x N NaOH-ml HCl x N HCl)}x 18,02 x0,5
x 100%
mg asetosal x 0,1N
29
BAB V
ARGENTOMETRI
A. Pendahuluan
Argentometri merupkan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida
dan senyawa-senyawa lain ysng membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3)
pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut juga metode pengendapan
karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relative tidak
larut atau endapan (Gandjar dan Rohman, 2010).
Reksi yang mendasari adalah :
AgNO3 +HCl →AgCls +NO3
Sebagai indikator digunakan kalium kromat yang menghasilkan warna
merah dengan adanya kelebihan ion Ag+. Titrasi yang lebih banyak dapat
digunakan adalah titrasi balik, kelebihan AgNO3 ditambahkan ke dalam sampel
yang mengandung ion klorida atau bromida. Kelebihan AgNO3 kemudian dititrasi
dengan ammonium tiosianat dan fero sulfat sebagai indikator kelebihan SCN(Watson, 2009).
AgNO3 +NH4 SCN →AgSCNs +NH4 NO3
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yaitu :
1. Metode Mohr : dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida
dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan menambahkan
larutan kalium kromat sebagai indikator. Metode ini disebut juga dengan titrasi
langsung. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida dan setelah
tercapai titik ekivalen maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi
dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat berwarna merah.
2. Metode Volhard : digunakan untuk menetapkan kadar kadar klorida, bromida,
dan iodida dalam suasana asam dengan menambahkan larutan perak nitrat dan
kelebihan perat nitrat dititrasi kembali dengan larutan baku kalium atau
tiosianat, dengan menggunakan indikator besi (III) ammonium sulfat yang
30
membentuk warna merah. Metode ini disebut juga dengan titrasi tidak
langsung.
3. Metode K. Fajans : digunakan indikator adsorbs, yang mana pada titik ekivalen
indikator teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan perubahan
warna kepada larutan tetapi pada permukaan endapan.
4. Metode Liebig : pada metode ini, titik akhir titrasi tidak ditentukan dengan
indikator, akan tetapi ditentukan dengan kekeruhhan. Ketika larutan perak
nitrat ditambahkan pada larutan alkali akan terbentuk endapan tetapi pada
penggojokan akan larut kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil
dan larut.
B. Pembuatan larutan indikator
1. Kalium kromat (K2CrO4) 5%
Timbang secara seksama 5,0 gr K2CrO4 masukkan ke dalam labu takar 100 ml
larutkan dengan air secukupnya, kemudian encerkan dengan air sampai batas.
2. Besi (III) ammonium sulfat
Sebanyak 8,0 gr besi (III) ammonium sulfat, Fe(NH4).(SO4)2.12H2O yang
ditimbang seksama dilarutkan dalam air dan diencerkan hingga 100 ml (Anonim,
1995).
3. Eosin
Larutkan 50 mg eosin dalam 10 ml air (Anonim 1979, Anonim, 1995).
C. Pembuatan larutan Baku
1. Larutan Perak nitrat (AgNO3) 0,1 N
Larutkan 16,99 gr AgNO3 yang ditimbang seksama dalam air hingga volume 1000
ml (Becket, 1969)
2. Larutan ammonium tiosianat ((NH4) CNS))0,1 N
Larutkan 8 gr (NH4) CNS dalam air secukupnya hingga 1000 ml (Anonim, 1979).
31
D. Pembakuan
1. Pembakuan larutan Perak nitrat (AgNO3) 0,1 N
Sejumlah NaCl P dikeringkan pada suhu 100-1200 C (BM NaCl = 58,44). Timbang
seksama 250 mg, larutkan dalam 50 ml air. Titrasi dengan larutan AgNO 3 0,1 N
menggunakan 1 ml indikator kalium kromat 5% b/v sampai berwarna coklat merah
lemah.
1 ml AgNO3 0,1 N setara dengan 5,844 mg NaCl (Anonim, 1979; Beckett, 1967).
Reaksi :
Ag+ +Cl- →AgCl (endapan putih)
2Ag+ +CrO-4 →Ag2 Cro4 (endapan merah)
Perhitungan :
Normalitas AgNO3 =
mg NaCl
ml AgNO3 x BM NaCl
2. Pembakuan larutan ammonium tiosianat ((NH4) CNS))0,1 N
Masukkan 30 ml larutan AgNO3 0,1 N ke dalam labu Erlenmeyer, encerkan dengan
50 ml air tambahkan 2 ml asam nitrat P. Titrasi dengan (NH4) CNS 0,1 N
menggunakan 2 ml indikator larutan besi (III) ammonium sulfat hingga mulai
terjadi warna coklat muda (Anonim, 1979)
Reaksi :
Ag+ + SCN-
AgSCN
Fe3+ + 6CNS-
Fe (CNS)63-
Perhitungan :
Normalitas AgNO3 =
30 x N AgNO3
ml NH4 SCN
E. Penggunaan
1. Penetapan kadar kalium klorida
Lebih kurang 250 mg sampe ditimbang seksama dan larutkan dalam 50 ml air.
Titrasi dengan larutan baku AgNO3 0,1 N menggunakan indikator 2-3 tetes larutan
K2CrO4 5% hingga terbentuk warna coklat merah lemah.
32
Tiap 1 ml AgNO3 0,1 N setara dengan 7,455 mg KCl.
Perhitungan :
Untuk sampel padat :
Kadar KCl=
VAgNO3 x VAgNO3 x BE
x 100%
mg sampel
Untuk sampel larutan :
Kadar KCl=
VAgNO3 x VAgNO3 x BE x fp
x 100%
ml sampel
2. Penetapan kadar kalium bromida
Lebih kurang 200 mg sampel ditimbang seksama, larutkam dalam campuran 40 ml
air dan 5 ml asam nitrat P, tambahkan 25 ml larutan AgNO3 0,1 N. Titrasi dengan
larutan baku ammonium tiosianat 0,1 N menggunakan indikator 2-3 tetes larutan
besi (III) ammonium sulfat hingga terbentuk warna coklat merah. Lakukan juga
titrasi blangko. Tiap 1 ml AgNO3 0,1 N setara dengan 11,29 mg KCl.
Reaksi :
Ag+ + Br-
AgBr
Ag+ + CNS-
AgCNS
Fe3+ + 6 CNS-
Fe (CNS)63-
Kadar KBr=
(VNH4 CNS blangko -VNH4 CNS sampel ) x NNH4 CNS x BE
x 100%
mg sampel
3. Penetapan kadar kalium iodida
Timbang seksama lebih kurang 300 mg sampel dilarutkan dalam 25 ml air, tambahkan
1,5 ml asam asetat encer P. Titrasi dengan larutan baku AgNO3 0,1 N menggunakan
indikator 2 tetes eosin LP hingga membentuk warna endapan yang berubah merah.
Tiap 1 ml AgNO3 0,1 N setara dengan 16,600 mg KI.
Reaksi yang terjadi :
Ag+ + I-
AgI
33
Perhitungan
Kadar KI=
VAgNO3 x NAgNO3 xBE
x 100%
mg sampel
34
BAB VI
NITRIMETRI
A. Pendahuluan
Metode nitrimetri disebut juga dengan metode titrasi diazotasi, adalah
penetapan kadar secara kuantitatif dengan menggunakan larutan baku natrium
nitrit. Metode ini didasarkan pada reaksi diazotasi yaitu reaksi antara amina
aromatik primer dengan asam nitrit dalam suasana asam membentuk garam
diazonium. Titrasi dilakukan dalam keadaan larutan dingin (suhu dibawah 150 C)
karena akan mengganggu pembentukan garam diazonium dan terbentuk fenol
yang mampu bereaksi dengan asam nitrit.
C6 H5 . NH2 +NaNO2 +2HCl →C6 H5 .N2 Cl+NaCl+2H2 O
Indikator luar yang digunakan adalah pasta kanji iodida atau kertas kanji
iodida. Ketika larutan digoreskan pada pasta atau kertas kanji, adanya kelebihan
asam nitrit akan mengoksidasi iododa menjadi iodium dan dengan adanya kanji
atau amilum akan menghasilkan warna biru segera. Indikator kanji-iodida ini peka
terhadap kelebihan 0,05 – 0,10 ml natrium nitrit dalam 200 ml larutan. Reaksi
yang terjadi:
NaNO2 +HCl →HNO2 +NaCl
KI+HCl →KCl+HI
2HI+2HONO →12 + 2NO + 2H2 O
I2 +kanji →kanji iod (biru)
Titik akhir titrasi tercapai apabila pada penggoresan larutan yang dititrasi pada
pasta kanji iodida atau kertas kanji-iodida akan terbentuk warna biru segera sebab
warna biru juga terbentuk beberapa saat setelah dibiarkan di udara. Hal ini
disebabkan karena oksidasi iodida oleh udara (O2). Indikator lain yang digunakan
adalah tropeolin OO dan metilen biru (Ganjdar dan Rohman, 2010). Reaksi yang
terjadi :
4KI+4 HCl+O2 → 2H2 O+2I2 +4KCl
35
I2 +kanji →kanji iod (biru)
B. Pembuatan larutan indikator
1. Pembuatan kertas kanji-iodida
Gerus 500 mg pati atau pati larut dengan 5 ml air, tambahkan sambil diaduk
hingga 100 ml, didihkan selama beberapa menit, dinginkan dan saring.
Encerkan dengan KI 0,4% b/v dengan volume yang sama, celupkan kertas
yang tidak mengkilap dan biarkan mengering.
2. Pembuatan pasta kanji-iodida
a. Panaskan 100 ml air dalam gelas piala 250 ml hingga mendidih, tambahkan
larutan KI 750 mg dalam 5 ml air, tambahkan 2 gr ZnCl2 dalam 10 ml air, pada
saat larutan mendidih tambahkan sambil diaduk, suspensi halus 5 gr kanji larut
dalam 30 ml air dingin. Lanjutkan hingga mendidih selama 2 menit, kemudian
dinginkan.
b. Larutka 750 mg KI dalam 5 ml air, tambahkan air sampai 10 ml, didihkan,
tambahkan sambil diaduk suspensi 5 mg pati dalam 35 ml air, didihkan selama
2 menit, dinginkan. Hamparkan pada lempeng porselen.
3. Pembuatan larutan baku natrium nitri 0,1 M
Larutkan 6,900 gr NaNO2 yang telah ditimbang seksama dalam air hingga volume
1000 ml.
4. Pembakuan larutan natrium nitrit 0,1 M
Timbang seksama lebih kurang 200 mg asam sulfanilat yang sebelumnya
dikeringkan pada suhu 1200 C sampai bobot tetap, masukkan ke dalam gelas piala,
tambahkan 0,2 g natrium bikarbonat dan sedikit air, aduk hingga larut. Encerkan
dengan 100 ml air, tambahkan 5 ml asam klorida P, dinginkan hingga suhu tidak
lebih dari 150 C. Titrasi pelan-pelan dengan larutan natrium nitrit 0,1 N hingga
setetes larutan segera memberikan warna biru pada kertas kanji iodida. Titrasi
36
dianggap selesai jika titik akhir dapat ditunjukkan lagi setelah larutan dibiarkan
selama 2 menit (Bodin, 1961).
Tiap 1 ml larutan NaNO2 setara dengan 13,319 gr NH2-C6H4-SO3H
Reaksi :
HO3 S-C6 H4 -NH2 +NaNO2 +2HCl →HO3 S-C6 H4 -N2 Cl+NaCl+2H2 O
Perhitungan :
Normalitas NaNO2 =
mg asam sulfanilat
ml NaNO2 x BM asam sulfanilat
5. Penggunaan
1. Penetapan kadar sulfanilamid
Timbang seksama lebih kurang 500 mg sampel, larutkan dalam 75 ml air dan 5 ml
asam klorida P, dinginka, titrasi dengan larutan baku NaNO2 0,1 M secara
berlahan-lahan pada suhu tidak lebih dari 150 C, hingga 1 tetes larutan segera
memberikan warna biru pada kertas kanji-iodida. Titrasi dianggap selesai jika titik
akhir dapat ditunjukkan lagi setelah larutan dibiarkan selama 1 menit (Anonim,
1979). Tiap 1 ml NaNO2 0,1 M setara dengan 17,22 mg C6H8N2O2S.
Reaksi :
H2 N.SO2 .C6 H4 .NH2 +NaNO2 +2HCl →H2 N.SO2 .C6 H4 .N2 Cl+NaCl+2H2 O
Perhitungan :
Kadar sulfanilamid=
VNaNo2 x NNaNo2 x BE
x 100%
mg sampel
37
BAB VII
IODO-IODIMETRI
A. Pendahuluan
Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu titrasi
langsung (iodimetri) dan tidak langsung (iodometri). Iodium merupakan oksidator
yang relatif kuat dengan nilai potensial oksidasi sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi
oksidasi, idoium akan direduksi menjadi iodida sesuai dengan reaksi :
I2 +2e⥨2I- E0 =0,535 V
Metode titrasi ini dalam penggunaanya dikategorikan menjadi :
1. Iodimetri : merupakn titrasi langsung dengan larutan baku iodium terhadap
senyawa dengan potensial reduksi lebih rendah.
2. Iodometri : merupakan titrasi tidak langsung yang diterapkan terhadap
senyawa yang mempunyai potensial reduksi lebih tinggi. Iodium yang
dibebaskan dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat.
B. Pembuatan larutan indikator
Larutan iodium sendiri dapat dijadikan sebagai indikator. Satu tetes larutan
iodium 0,1 N dalam 100 ml air memberikan warna kuning pucat. Namun untuk
menaikkan kepekaan titik akhir, biasa digunakan indikator kanji. Dalam
konsentrasi iodida 4x10-4 M sudah memungkinkan iodium dalam konsentrasi
2x10-5 M yang akan memberikan warna biru yang nyata dari komplek antara kanji
dan iodium. Penyusun utama dari kanji adalah amilosa dan amilopektin. Amilosa
dengan iodium membentuk warna biru, sedangkan dengan amilopektin
membentuk warna merah.
Titik akhir titrasi juga dapat digunakan dengan menggunakan indikator
karbontetraklorida (CCl4), akan memberikan warna ungu. Saat mencapai titik
akhir titrasi, CCl4 menjadi jernih.
38
C. Pembuatan larutan Baku
1. Larutan baku iodium 0,1 N
Larutkan 18,0 g KI yang telah ditimbang seksama dalam 30 ml air dalam
mortir. Timbang seksama 12,69 g iodium dalam gelas arloji, tambah sedikit
demi sedikit ke dalam larutan KI sambil digerus. Pindahkan ke dalam labu
takar 100 ml tutup labu dan kocok sampai iodium larut. Diamkan larutan pada
suhu kamar dan tambahkan air hingga volume 1000 ml.
2. Larutan baku natrium tiosulfat 0,1 N
Timbang seksama 24,819 g Na2S2O3.5H2O dalam air secukupnya hingga larut.
Pindahkan larutan ke dalam labu takar 1000 ml, tambah air hingga batas.
D. Pembakuan larutan baku
1. Pembakuan larutan baku iodium 0,1 N
Timbang seksama lebih kurang 150 mg arsentriklorida (As2O3), larutkan
dalam 20 ml larutan NaOH 0,1 N panaskan jika perlu. Encerkan dengan 40 ml
air, tambahkan 2 tetes jingga metil dan lanjutkan dengan penambahan HCl
encer hingga warna kuning berubah menjadi jingga. Tambahkan 2 gr
NaHCO3, 20 ml air dan 3 ml larutan kanji 0,5%. Titrasi dengan larutan baku
iodium perlahan-lahan hingga timbul warna biru tetap. Tiap 1 ml larutan
iodium 0,1 N setara dengan 4,916 mg As2O3.
Reaksi :
As2 O3 +6NaOH →2Na3 AsO3 +3H2 O
Na3 AsO3 +I2 +2NaHCO3 →Na3 AsO4 +2NaI+2CO2 +H2 O
Perhitungan :
Karena 1 mol As2O3 setara dengan 2 mol natrium arsenit dan 1 mol natrium
arsenit setara dengan 1 mol I2 maka 1 mol As2O3 setara dengan 2 mol I2 yang
setara dengan 4 elektron sehingga valensi As2O3 adalah 4.
Normalitas I2 =
mg As2 O3
x4
ml I2 x BM As2 O3
39
2. Pembakuan larutan baku natrium tiosulfat 0,1 N
Pipet 25,0 ml larutan K2Cr2O7 0,1 N, masukkan ke dalam Erlenmeyer bertutup
kaca, encerkan dengan 50 ml air. Tambahkan 2 g KI dan 5 ml HCl P, tutup,
biarkan selama 10 menit. Encerkan dengan 100 ml air dan titrasi dengan
idoium yang dibebaskan dengan larutan Na2S2O3 0,1 N menggunakan
indikator kanji.
Reaksi :
6I- +Cr2 O-7 +14H+ →3 I2 +2Cr+ +7H2 O
3I2 +6S2 O-3 →3S4 O-6 +6IPerhitungan :
Normalitas Na-tiosulfat=
ml K2 Cr2 O7 x N K2 Cr2 O7
ml Na2 S2 O3
E. Penggunaan
1. Penetapan kadar Cu dalam CuSO4 (iodometri)
Lebih kurang 2 g tembaga sulfat (CuSO4.5H2O; BM 249,685) ditimbang
seksama, larutkan dalam air, pindahkan kedalam labu takar 100 ml secara
kuantitatif dan tetapkan volumenya. Pipet 25,0 ml larutan, tambahkan 2 ml
asam asetat dan 1,5 g KI. Titrasi iodium yang dibebaskan dengan larutan baku
natrium tiosulfat 0,1 N menggunakan indikator kanji.
Tiap 1 ml larutan Na2S2O3 0,1 N setara dengan 6,345 mg Cu atau 24,969 mg
CuSO4.5H2O.
Reaksi :
2CuSO4 .5H2 O+4KI →2CuI+I2 +2K2SO4 +10H2 O
I2 +2Na2 S2 O3 →2NaI+Na2 S4 O6
Perhitungan :
Kadar Cu=
V Na2 S2 O3 X N Na2 S2 O3 X BE
x 100%
mg sampel
40
2. Penetapan kadar vitamin C (iodimetri)
Lebih kurang 400 mg vitamin C ditimbang seksama, larutkan dalam campuran
yang terdiri dari 100 ml air bebas CO2 dan 25 ml H2SO4 encer. Titrasi dengan
iodium 0,1 N menggunakan indiktaor kanji sehingga menghasilkan warna biru
mantap selama 1 menit.
Tiap 1 ml iodium 0,1 N setara dengan 8,806 mg C6H8O6.
Reaksi :
Perhitungan :
kadar vitamin C=
V I2 x N I2 x BE
x 100%
mg sampel
3. Penetapan kadar metampiron (iodimetri)
Masukkan lebih kurang 400 mg sampel ditimbang seksama, larutkan dengan
50 ml air dan 5 ml HCl encer. Titrasi dengan iodium 0,1 N dan indikator
larutan kanji hingga terbentuk warna biru yang mantap selama 1 menit.
Tiap 1 ml iodium 0,1 N setara dengan 16,67 mg metampiron.
Reaksi :
NaSO3 -CH2 -N(CH)3 -C11 H11 N2 O+H2 O →NaHSO3 +CH3 -NH-C11 H11 N2 O+CH2 O
NaHSO3 +H2 O+I2 →NHSO4 +2HI
I2 +kanji →biru
Perhitungan :
kadar metampiron=
ml I2 X N I2 X 16,67
x 100%
mg sampel x 0,1
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Depkes RI, Jakarta
2. Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI, Jakarta
3. Bodin, J. I. et all, 1961, Pharmaceutical Analysis, Intersience Publisher, New
York.
4. David G. Watson, 2005, Analisis Farmasi, Jakarta: EGC
5. Gandjar, I.G. dan Rohman, A., 2010. Kimia Farmasi Analisis. PUSTAKA
PELAJAR, Yogyakarta.
6. G. Svehla, 1985, Vogel Analisis Anorganik Kualitatif, Edisi ke lima Bagian I,
Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka
7. G. Svehla, 1985, Vogel Analisis Anorganik Kualitatif, Edisi ke lima Bagian II,
Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka
8. Jenkins., G. L., et. al., 1957, Quantitative Pharmaceutical Chemistry, Fifth
edition, Mc-Graw-Hill Book Company, Inc, New York.
42
Download