WIKA dan ADHI Bidik Utang Bank Tiongkok

advertisement
WIKA dan ADHI Bidik Utang Bank Tiongkok
PT Wijaya Karya Tbk(WIKA) dan PT ADHI KARYA Tbk (ADHI) butuh dana besar.
Annisa Aninditya Wibawa
Dina Mirayanti Hutauruk
JAKARTA. Emiten pelat merah membidik kucuran pinjaman dari China Development
Bank (CDB). Ini karena tiga bank pelat merah, yakni Bank Mandiri (BMRI), dan Bank
Rakyat Indonesia (BBRI), dan Bank Negara Indonesia (BBNI) telah meneken perjanjian
untuk meraih pinjaman masing-masing US$ 1 miliar dari CDB.
Kelak, dua emiten konstruksi BUMN, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT Adhi
Karya Tbk(ADHI) akan memperoleh aliran dana dari pinjaman CDB tersebut. Pasalnya,
kedua emiten konstruksi ini berencana menggarap proyek dengan nilai jumbo.
WIKA membidik pinjaman untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa
V di Banten. PLTU ini akan memiliki kapasitas 2 x 1.000 megawatt (MW). Investasi
proyek ini senilai US$ 1,5 juta per MW. Artinya total proyek tersebut mencapai US$ 3
miliar atau Rp 42 triliun. “Kami mengajukan pinjaman kesana, karena dengan ekuitas
saja tak cukup,” ungkap Suradi, Sekretaris Perusahaan WIKA, kepada Kontan, selasa
(15/9).
Meski begitu, WIKA tak aka sendirian menggarap proyek tersebut. Nantinya WIKA
menggandeng China Nuclear Engineering Group Corporation Ltd (CNEC) dan PT
Sumber Segara Primadaya. Suradi menyebutkan WIKA hanya akan memegang porsi
minoritas di sana. Untuk menggarap suatu proyek, WIKA memakai porsi pendanaan 30%
kas internal dan 70% pinjaman.
Manajemen memperkirakan perjanjian proyek PLTU ini baru berlangsung awal tahun
depan. Sehingga kepastian pendanaannya selesai di tahun depan.
Sedangkan ADHI berharap memperoleh pendanaan untuk menggarap proyek light rail
transit (LRT) sepanjang 83,6 km. Proyek ini terdiri dari dua tahap, dengan total enam
lintas pelayanan. Adapun investasinya berkisar Rp 20 triliun. ”Kalau ada pinjaman
murah, siapa yang tidak mau,” ucap Kiswodarmawan, Direktur Utama ADHI kepada
KONTAN, Rabu (16/9).
Memang, saat ini ADHI tengah memproses penawaran umum terbata dengan hak
memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue senilai Rp 2,82 triliun.
Manajemen bilang, menggarap satu proyek dengan dana rights issue tak akan mencukupi.
Oleh karena itu, ADHI memerlukan pendanaan lain berupa pinjaman, Meski begitu,
ADHI maupun WIKA mengaku belum memiliki komitmen atas aliran pinjaman CDB.
Kepala Riset NH Korindo Securities Reza Priyambada melihat WIKA dan ADHI masih
mungkin memperoleh pinjaman dalam jumlah besar. Menurut dia, rasio utang terhadap
ekuitas (DER) ADHI berada di 0,6 kali. Sementara DER WIKA adalah 0,4 kali. ”Masih
cukup rendah dan bisa menambah utang. Tapi dengan bertambahnya pinjaman, emiten
harus hati-hati,” kata dia.
Reza melihat prospek kedua emiten inimasih cerah. Dia menyarankan buy on weakness
WIKA dan ADHI, dengan target masing-masing Rp. 2.950 dan Rp 2.100 per saham.
Harfa ADHI kemarin turun 6,31% jadi Rp 1.930 per saham dan WIKA turun 0,50%
menjadi Rp 2.660 per saham.
ADHI Bidik Rp 2,82 triliun
PT Adhi Karya Tbk(ADHI) menetapkan harga penawaran saham baru (rights issue) Rp
1.560 per saham. Harga ini berada di batas bawah dari target awal yakni Rp 1.510 – Rp
2.400 per saham.
Dalam aksi ini ADHI akan merilis 1,81 miliar saham baru atau 50,2% dari modal
ditempatkan dan disetor penuh. Dus, emitan konstruksi pelat merah ini akan meraup Rp
2,82 triliun.
Ki Syahgolang Permata, Sekretaris Perusahaan ADHI, optimistis rights issue bakal
terserap pasar. ”Apalagi ada penyertaan modal negara,” kata dia kepada KONTAN, Rabu
(16/9)
Pemerintah akan menyuntik modal sebesar Rp 1,4 triliun. Saat ini pemerintah menguasai
51% saham ADHI, sementara investor publik memiliki 49% saham ADHI akan
memakai dana right issue untuk membiayai proyek light rail transit (LRT).
KONTAN
Harian Bisnis & Investasi
Bursa
Kamis, 17 September 2015
Download