Perkembangan Fisik dan Pubertas

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Perkembangan
Sepanjang Hayat
Review: Perkembangan Remaja
Fakultas
Program Studi
Psikologi
Psikologi
TatapMuka
03
Kode MK
DisusunOleh
61095
Tenny Septiani Rachman, M. Psi
Abstract
Kompetensi
Masa remaja merupakan masa transisi dari
Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui:
anak-anak menuju kedewasaan.
- Pengertian remaja secara umum
Perkembangan fisik berlangsung pesat
- Ciri perkembangan aspek fisik pada
begitu pula perkembangan kognitif yang
hampir sama dengan orang dewasa
remaja
- Ciri perkembangan aspek kognitif pada
remaja
Transisi perubahan remaja dari aspek
psikososial
Pembahasan
Remaja merupakan masa transisi (peralihan) dari masa kanak-kanak menjadi masa dewasa. Pada
umumnya, remaja dimulai pada usia 11 tahun dan berakhir di usia 20 tahun. Pada beberapa negara,
masa remaja dapat dimulai lebih cepat atau lebih lambat, begitu pula dengan masa berakhirnya. Prof.
Sarlito Wirawan Sarwono pada bukunya berjudul “Psikologi Remaja” menuliskan bahwa remaja di
Indonesia berakhir di usia 24 tahun karena biasanya individu baru menamatkan pendidikan tingginya
dan mendapatkan pekerjaan yang dapat menopang dirinya sendiri di usia tersebut.
Remaja sendiri sebenarnya konstruk sosial yang dibentuk oleh perkembangan struksur sosial.
Konsep remaja baru muncul pada abad ke-20. Sebelumnya, apabila anak telah berkembang dan
mengalami pubertas, mereka langsung diaggap sebagai orang dewasa oleh masyarakat sekitar.
Masa remaja memiliki ciri-ciri spesifik yang berbeda dengan tahap perkembangan lainnya. Masa
pubertas merupakan ciri khas utama dan paling populer yang menandakan masa remaja. Pubertas
sendiri diartikan sebagai periode dimana individu mengalami proses menuju kesiapan reproduksi.
Masa pubertas sendiri diikuti dengan perkembangan fisik yang sangat pesat, selain pada masa bayi.
Selain aspek fisik, aspek kognitif pun ikut berkembang sesuai usia. Remaja mulai mampu berpikir
abstrak dan memiliki kemampuan membuat hipotesis dan menarik kesimpulan.
PERKEMBANGAN FISIK
Pubertas
Perubahan biologis dari pubertas yang menandai dari berakhirnya masa kanak-kanak,
berujung dengan pertumbuhan yang cepat dalam berat dan tinggi badan, proporsi dan bentuk tubuhm
serta pencapaian kematangan reproduksi.
Pubertas sendiri diartikan sebagai proses dimana individu mencapai kematangan reproduksi
dan kemampuan untuk bereproduksi. Pubertas dimulai dengan meningkatnya produksi dari hormon
seksual. Pertama kali dimulai pada usia 5 – 9 tahun, kelenjar andrenalin mulai menghasilkan
androgen yang akan memunculkan pertumbuhan rambut pubis, ketiak, maupun wajah. Beberapa
tahun kemudian, pada perempuan, sel telur akan menghasilkan estrogen yang akan menstimulasi
pertumbuhan organ intim dan payudara. Pada laki-laki, testis meningkatkan androgen, terutama
testoteron, yang akan menstimulasi pertumbuhan organ genital, otot masa tubuh, serta rambut wajah.
Waktu yang tepat meningkatnya aktivitas hormonal adalah juga ditentukan dengan berat badan
tertentu. Studi menemukan bahwa perempuan dengan berat badan berlebih cenderung untuk
mengalami pubertas lebih awal dibanding perempuan yang bertubuh kurus. Penelitian juga
menunjukkan adanya perubahan hormonal juga berimbas kepada perubahan suasana hati dan emosi
yang intens.
2012
2
Perkembangan Sepanjang Hayat
Tenny Septiani Rachman, M. Psi
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Perkembangan Fisik dan Pubertas
Fase remaja adalah periode kehidupan manusia yang sangat strategis, penting dan
berdampak luas bagi perkembangan berikutnya. Pada remaja awal, pertumbuhan fisiknya sangat
pesat tetapi tidak proporsional, misalnya pada hidung, tangan, dan kaki. Pada remaja akhir,proporsi
tubuhmencapai ukuran tubuh orang dewasa dalam semua bagiannya (Syamsu Yusuf :2005).
Berkaitan dengan perkembangan fisik ini, perkembangan terpenting adalah aspek seksualitas ini
dapat dipilah menjadi dua bagian, yakni :
1) Ciri-ciri Seks Primer
Perkembangan psikologi remaja pria mengalami pertumbuhan pesat pada organ testis, pembuluh
yang memproduksi sperma dan kelenjar prostat. Kematangan organ-organ seksualitas ini
memungkinkan remaja pria, sekitar usia 14 – 15 tahun, mengalami “mimpi basah”, keluar sperma.
Proses keluarnya sperma pada remaja laki-laki disebut dengan istilah “spermache”. Pada remaja
wanita, terjadi pertumbuhan cepat pada organ rahim dan ovarium yang memproduksi ovum (sel telur)
dan hormon untuk kehamilan. Akibatnya terjadilah siklus “menarche” (menstruasi pertama). Siklus
awal menstruasi sering diiringi dengan sakit kepala, sakit pinggang, kelelahan, depresi, dan mudah
tersinggung. Psikologi remaja
2) Ciri-ciri Seks Sekunder
Perkembangan psikologi remaja pada seksualitas sekunder adalah pertumbuhan yang melengkapi
kematangan individu sehingga tampak sebagai lelaki atau perempuan. Remaja pria mengalami
pertumbuhan bulu-bulu pada kumis, jambang, janggut, tangan, kaki, ketiak, dan kelaminnya. Pada
pria telah tumbuh jakun dan suara remaja pria berubah menjadi parau dan rendah. Kulit berubah
menjadi kasar. Pada remaja wanita juga mengalami pertumbuhan bulu-bulu secara lebih terbatas,
yakni pada ketiak dan kelamin. Pertumbuhan juga terjadi pada kelenjar yang bakal memproduksi air
susu di buah dada, serta pertumbuhan pada pinggul sehingga menjadi wanita dewasa secara
proporsional.
Efek Psikologis dari Pubertas
Efek psikologis dari pubertas adalah bergantung pada bagaimana cara remaja dan orangorang di sekitarnya menginterpretasi perubahan-perubahan yang terjadi. Efek dari pubertas awal atau
akhir cenderung menjadi negatif saat individu lebih atau kurang berkembang dibandingkan dengan
teman-teman sebayanya. Orang dewasa perlu sensitif terhadap pengalaman yang dihadapi oleh
remaja ini sehingga dapat membantu apabila yang bersangkutan menemui masalah.
Mengalami pubertas lebih awal lebih dinikmati oleh laki-laki dibandingkan perempuan. Anak
laki-laki yang mengalami pubertas lebih awal biasanya berkembang menjadi individu yang lebih
populer, sosok pemimpin, lebih santai, lebih pembangkang, serta sangat mencemaskan apakah ia
disukai atau tidak disukai oleh teman sebaya. Di lain sisi, anak laki-laki yang terlambat mengalami
pubertas dibandingkan dengan teman-temannya biasanya menjadi sosok yang dikucilkan, cenderung
menjadi pengikut, bergantung, dan memiliki rasa tidak aman (insecure). Hal yang berbeda dengan
2012
3
Perkembangan Sepanjang Hayat
Tenny Septiani Rachman, M. Psi
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
perempuan. Anak yang mengalami pubertas lebih dulu dibandingkan dengan teman sebaya biasanya
mengalami tekanan mental lebih besar, Ia cenderung merasa tidak nyaman dengan tubuhnya,
menarik diri, lebih senang menyendiri, dan memiliki sikap negatif terhadap pengalaman menstruasi
pertama kali. Perempuan yang mengalami pubertas lebih dini biasanya cenderung memiliki masalah
di sekolah, lebih mandiri, dan biasanya memiliki hubungan romantis dengan lawan jenis lebih cepat.
Perilaku Berbahaya Pada Remaja
Sehubungan dengan keadaan psikologis remaja, masa remaja merupakan masa yang rentan
karena mereka cenderung terlibat dalam suatu perilaku yang spontan tanpa berpikir efek panjang.
Gangguan makan dan penggunaan obat-obat terlarang merupakan beberapa masalah yang perlu
diwaspadai pada remaja.
Sehubungan dengan rentannya remaja memiliki gambaran tubuh (body image/ keyakinan
deskriptif maupun evaluatif terhadap penampilan diri) yang buruk dapat berakibat remaja mengalami
gangguan makan. Anorexia Nervosa dan Bulimia Nervosa merupakan gangguan makan yang
melibatkan pola pemasukan makanan yang abnormal. Anorexia Nervosa merupakan
salah satu
gangguan makan yang ditandai dengan mebuat diri kelaparan dengan menolak makan. Gangguan ini
dapat mengancam nyama yang mengakaminya dan disertai dengan gejala tidak teraturnya jadwal
menstruasi atau pertumbuhan rambut tubuh yang tidak beraturan. Orang yang menderita Anorexia
Nervosa memiliki gambaran tubuh yang penuh distorsi karena selalu menggap diri mereka terlalu
gemuk walau mereka memiliki tubuh yang sangat kurus. Di lain sisi, terdapat pula gangguan makan
Bulimia Nervosa yang ditandai dengan perilaku makan dalam jumlah sangat banyak kemudia
memaksa tubuhnya untuk mengeluarkan makanannya tersebut, dengan meminum obat pencahar,
obat diuretik, muntah secara paksa, berpuasa, atau berolahraga dengan intensitas berlebihan.
Gejala ini muncul paling tidak dua kali dalam seminggu selama tiga bulan berturut-turut. Orang
penderita Bulimia Nervosa memiliki obsesi dengan berat badan dan bentuk badan. Mereka sering
merasa malu, merasa kurang, atau depresi mengenai
kebiasaan makannya. Mereka memiliki
penghargaan diri yang rendah, fluktuasi berat badan yang luas, sering berdiet, atau berolahraga
dengan sangat sering. Anorexia dan Bulimia biasanya terjadi dalam satu keluarga dipengaruhi oleh
faktor gen. Penyebab lainnya bisa berasal dari kimia otak, perkembangan, atau masalah sosial
budaya. Gangguan makan dapat diatasi dengan psikoterapi, bahkan dengan obat-obatan apabila
diperlukan.
Penggunaan obat-obatan terlarang juga kerap dialami oleh remaja. Penelitian telah
membuktikan bahwa beberapa faktor yang menjadi pemicu individu mengalami penyalahgunaan
obat-obatan terlarang, yaitu:
1. Kontrol diri yang buruk dan kecenderungan untuk mencari sensasi
2012
4
Perkembangan Sepanjang Hayat
Tenny Septiani Rachman, M. Psi
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2. Pengaruh keluarga (misal dari keluarga yang kerap minum minuman beralkohol, pola asuh yang
tidak sesuai, konflik keluarg, dan sebagainya)
3. Temperamen yang sulit
4, Masalah perilaku yang kerap muncul secara persisten
5. Kurangnya komitmen pendidikan dan kegagalan akademik
6. Penolakan dari teman sebaya
7. Berhubungan dengan pengguna obat-obatan terlarang
8. Perasaan diabaikan dan jiwa pemberontak
9. Adanya sikap positif terhadap penggunaan obat-obatan
10. Penggunaan obat-obatan sejak masa kecil yang terlalu dini
Semakin banyak faktor yang dimiliki, semakin besar kemungkinan seorang remaja menjadi pengguna
obat-obatan terlarang.
Alkohol, marijuana, dan tobacco merupakan zat yang sering dikonsumsi oleh remaja. Ketiga
zat itu sering disebut dengan gateway drugs, karena penggunaannya dapat membawa kepada
penggunaan zat yang bersifat lebih adiktif, seperti kokain dan heroine.
Selain gangguan makan dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang, depresi juga merupakan
masalah yang terkadang menyerang remaja. Perempuan yang mengalami pubertas lebih awal
merupakan salah satu subyek yang sering mengalami depresi. Hal itu mungkin disebabkan oleh
perubahan biologis yang disebabkan pubertas atau cara remaja bersosialisai dan kerentanan mereka
dalam menghadapi masalah sosial. Masalah gambaran tubuh dan gangguan makan juga dapat
menstimulasi kemunculan depresi. Remaja yang depresi merupakan salah satu pemicu bunuh diri.
Remaja yang bunuh diri cenderung berpikir buruk mengenai diri mereka sendiri, merasa putus asa,
kontrol diri yang buruk, serta rasa toleransi yang rendah terhadap stres dan frustrasi.
PERKEMBANGAN ASPEK KOGNISI
Menurut
perkembangan
teori
kognisi,
perkembangan
yaitu
operasi
kognitif
formal
dari
Piaget
(formal
memasuki
operation).
tahap
Pada
tahp
tertinggi
ini,
dari
remaja
mengembangkan kemampuan untuk berpikir abstrak. Perkembangan ini biasanya dimulai pada usia
11 tahun, sehingga mereka lebih dapat berpikir dengan cara yang baru dan fleksibel untuk
memanipulasi informasi, Cara mereka berpikir tidak lagi terbatas pada kondisi here and now. Mereka
dapat memahami waktu historis dan ruang abstrak. Mereka juga dapat menggunakan simbol untuk
simbol sehingga mereka dapat memahami materi aljabar dan kalkulus. Mereka dapat memahami
metafora dan alegori sehingga mereka menemukan pemahaman yang lebih luas dalam sebuah
literatur. Mereka dapat berpikir mengenai kemungkinan-kemungkinan serta membentuk hipotesis
untuk diujikan. Pada masa remaja, mereka sudah dapat melakukan penalaran hipotesis deduktif,
yang artinya mereka membentuk sebuah hipotesis kemudian merancang eksperimen untuk menguji
2012
5
Perkembangan Sepanjang Hayat
Tenny Septiani Rachman, M. Psi
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
hipotesis tersebut.Remaja mempertimbangkan semua hubungan dan mampu membayangkan ide
secara sitematis untuk mencapai sebuah kesimpulan.
Pada masaremaja, kosa kata mereka bertambah banyak sehingga mereka sudah mampu
membaca materi bacaan orang dewasa. Seorang remaja usia 16- 18 tahun rata-ratamemahami
80.000 kata. Mereka mulai memahami konsep abstrak seperti, kebebasan, keadilan, cinta, dan
sebagainya. Remaja sudah mulai mahir dalam proses social perspective-taking, yaitu kemampuan
untukmemahami sudut pandang orang lain dan tingkat pengetahuan orang tersebut sehingga dapat
berbicara berdasarkan hal itu.Kemampuan itu sangat bermanfaat untuk melakukan persuasi atau
melakukan percakapan. Mereka sudah mampu membedakan kepada siapa mereka bicara, apakah
terhadap teman sebaya atau orang dewasa.
Immature Characteristics of Adolescent Thought dari Elkind
Walaupun mereka sudah mampu berpikir dengan penalaran yang sama dengan orang
dewasa, remaja terkadang masih menunjukkan kesalahpahaman dalam berpikir yang disebut oleh
David Elkind sebagai karakteristik berpikir yang immature. Berikut adalah 6 karakteristik berpikir
immature khas remaja yang dirumuskan oleh Elkind:
1.Idealism and criticalness
Saat remaja melihat dunia ideal, mereka menyadari bahwa kenyataan jauh dari ideal. Mereka
biasanya sangat kritis untuk membandingkan kenyataan dengan idealisme mereka. Mereka yakin
bahwa mereka lebih banyak tahu dibandingkan dengan orang dewasa, biasanya mereka memandang
orangtua mereka banyak salah. Misalnya saja mereka sering mengritik pemerintah tidak sesuai
dengan idealisme mereka.
2. Argumentativeness
Remaja secara terus menerus mencari kesemoatan untukmencoba atau menunjukkan kemampuan
penalaran mereka. Mereka sering menjadi argumentatif mengumpulkan fakta untuk mendukung
pemikiran mereka. Misalnya, mereka mereka kerap berdebat dengan orangtua mereka saat mereka
dilarang melakukan sesuatu.
3. Indicisiveness
Remaja dapat memiliki banyak alternatif dalam kepala mereka dalam waktu yang bersamaan. Akan
tetapi karena mereka belum memiliki banyak pengalaman sehingga mereka kurang mampu berpikir
strategis, mereka terkadang kesulitan untuk memutuskan, bahkan untuk perkara yangs sangat
sederhana.Misalnya saja memutuskan untuk menggunakan pakaian apa untuk ke sekolah.
4. Apparent hypocrisy
Remaja terkadang tidak mengenali perbedaan antara mengekspresikan idealisme dan membuat
pengorbanan untuk mempertahankannya. Mereka sulit menyadari bahwa perilaku dan keyakinan
mereka saling berhubungan. Misalnya mereka memrotes kenaikan harga BBM namun mereka minta
dibelikan motor baru.
5. Self -conciousness
Remaja sekarang dapat berpikir mengenai kemampuan berpikir diri mereka sendiri maupun orang
lain.Akan tetapi, mereka cenderung terpaku pada pemikiran mereka sendiri, sehingga remaja
2012
6
Perkembangan Sepanjang Hayat
Tenny Septiani Rachman, M. Psi
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
cenderung mengasumsikan bahwa orang lain berpikir mengenai hal yang sama dengan yang dia
pikirkan, yaitu tentang diri mereka. Misalnya saja, seorang remaja putri merasa bahwa dia berpakaian
dengan kostum yang salah di sebuah pesta sehingga ia merasa orang lain memerhatikan dirinya.
Elkind menciptakan istilah imaginary audience yang berarti adanya seorang pemerhati/observer yang
hanya ada dalam pikiran remaja itu yang dianggap berpikir seperti remaja itu pikirkan. Misalnya saja
saat seorang remaja menjatuhkan sendok disebuah keramaian, ia merasa bahwa semua orang
memerhatikan dirinya sehingga ia berperilaku kikuk. Padahal, bisa jadi ia hanya diperhatikan oleh
beberapa orang saja dan tidak ada yang menganggap ia aneh.
6. Specialness and invulnerability
Elkind menggunakan istilah personal fable untuk mengutip keyakinan remaja bahwa mereka unik dan
tidak ada yang dapat memerintah mereka. Menurut Elkind, bentuk egosentrisme ini dapat
melatarbelakangi perilaku destruktif. Misalnya saja mereka meyakini bahwa orang lain bisa
kecelakaan karena mengebut di jalan raya namun mereka percaya hal itu tidak akan terjadi pada
mereka.
Perkembangan Moral pada Remaja
Menurut Kholberg, terdapat tiga tingkat perkembangan penalran moral, yaitu:
1. Tingkat 1: Preconventional morality (muncul pada usia 4 – 10 tahun)
Individu berperilaku berdasarkan kontrol dari luar diri. Mereka menaati peraturan untuk
menghindari hukuman atau mendapatkan reward, atau berperilaku karena memiliki minat di
dalamnya. Mereka mengabaikan motif dari sebuah perilaku dan fokus pada bentuk fisik atau
konsekuensinya.
2. Tingkat 2: Conventional morality (muncul pada usia 10 – 13 tahun)
Individu memiliki internalisasi standard dari figur otoritas. Mereka peduli untuk berperilaku
baik, menyenangkan orang lain, dan menjaga aturan sosial. Banyak orang yang menetap di
tahap ini dan tidak menginjak tahap selanjutnya, bahkan pada saat mereka menginjak
dewasa.
3. Tingkat 3: Postconventional morality (muncul pada usia remaja awal atau pada saat
dewasa, atau tidak muncul sama sekali pada individu)
Individu kini mengenali konflik antarastandard moral dan membuat penilaian mereka sendiri
berdasarkan prinsip hak asasi, keadilan, dan kelayakan. Orang biasanya mencapai tahap ini
saat remaja atau dewasa.
Kehidupan Sekolah pada Remaja
Sekolah merupakan pengalaman sentral dari kebanyakan hidup remaja. Sekolah
menawarkan kesempatan untuk mendapatkan informasi baru, mempelajari keterampilan
baru, serta meningkatkan keterampilan yang telah dimiliki. Sekolah juga menawarkan
2012
7
Perkembangan Sepanjang Hayat
Tenny Septiani Rachman, M. Psi
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan olahraga, seni, dan aktivitas lainnya. Di sekolah
remaja juga memiliki banyak waktu untuk bersama teman mereka.
Seperti halnya di kehidupan sekolah dasar, kualitas lingkungan rumah serta
keterlibatan orangtua mempengaruhi kehidupan sekolah remaja dan pencapaian mereka.
Selain itu, faktor pengaruh teman sebaya, kualitas sekolah, serta keyakinan dari remaja itu
sendiri serta orangtua akan kemampuan mereka untuk berhasil di sekolah memengaruhi
keberhasilan remaja di sekolah.
Albert Bandura mengatakan bahwa konsep yang penting dimiliki siswa agar mereka
dapat berhasil di sekolah adalah self-efficacy yaitu keyakinan individu bahwa mereka dapat
menguasai materi akademis dan meregulasi cara belajar mereka. Siswa yang memiliki selfefficacy yang tinggi cenderung lebih berhasil di sekolah dibandingkan yang tidak. Di lain sisi,
siswa yang mampu meregulasi proses belajarnya sendiri mampu untuk merancang tujuan
yang menantang dan menggunakan strategi untuk mencapainya. Mereka akan berusaha
dengan giat, tetap tekun walau menemui kesulitan, dan mencari bantuan apabila
dibutuhkan. Siswa yang tidak percaya akan kemampuan mereka untuk berhasil cenderung
menjadi lebih frustrasi dan depresi sehingga keberhasilan semakin sulit untuk dicapai.
Orangtua dapat memengaruhi pencapaian akademis dari siswa dengan cara
berpartisipasi dalam kegiatan di sekolah anak mereka. Siswa yang orangtuanya sangat
terlibat dengan kehidupan sekolah siswa dan memonitornya biasanya mendatangkan hasil
yang lebih baik.
Pola asuh dari orangtua juga dapat memengaruhi pencapaian akademis siswa.
Orangtua dengan pola asuh autoritatif biasanya membuat siswa lebih percaya diri dengan
kemampuan mereka dibandingkan dengan pola asuh autoriter atau permisif.
Perkembangan Individuasi dan Identitas
Masing-masing kita memilih ide tentang identitas diri sendiri. Meskipun demikian,
untuk merumuskan sebuah definisi yang memadai tentang identitas itu tidaklah mudah. Hal
ini adalah karena identitas masing-masing orang merupakan suatu hal yang kompleks, yang
mencakup banyak kualitas dan dimensi yang berbeda-beda, yang lebih ditentukan oleh
pengalaman subjektif dari pada pengalaman objektif, serta berkembang atas dasar eksplorasi
sepanjang proses kehidupan (Dusek 1991 dalam Desmita, 2005).
Dalam psikologi, konsep identitas pada umumnya merujuk kepada suatu kesadaran
akan suatu kesatuan dan kesinambungan pribadi, serta keyakinan yang relatif stabil sepanjang
rentang kehidupan, sekalipun terjadi berbagai perubahan. Menurut Erikson, seseorang yang
sedang mencari identitas akan berusaha “menjadi seseorang” yang berarti berusaha
mengalami diri sendiri sebagai “AKU” yang bersifat sentral, mandiri dan unik yang
2012
8
Perkembangan Sepanjang Hayat
Tenny Septiani Rachman, M. Psi
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
mempunyai suatu kesadaran akan kesatuan batinnya, sekaligus juga berarti menjadi
“seseorang” yang diterima dan diakui oleh orang banyak. Orang yang sedang mencari
identitas adalah orang yang ingin menentukan “siapakah atau apakah” yang diinginkan pada
masa mendatang. Bila mereka telah memperoleh identitas tersebut maka ia akan menyadari
cirri-ciri khas kepribadiannya, seperti kesukaan atau ketidaksukaannya, aspirasi, tujuan masa
depan yang antisipasi, dan lain-lain. Papalia dan Feldman (2008) sendiri mengartikan bahwa
identitas merupakan konsepsi koheren dari self, terdiri dari tujuan-tujuan, nilai, dan
keyakinan dimana seseorang berkomitmen terhadap hal itu.
Dalam konteks psikologi perkembangan, pembentukan identitas merupakan tugas
utama dalam perkembangan kepribadian yang diharapkan tercapai pada akhir masa remaja.
Meskipun ini telah mempunyai akar-akarnya pada masa anak-anak, namun pada masa remaja
ia akan menerima dimensi baru karena berhadapan dengan perubahan-perubahan fisik,
kognitif dan relasional pada masa remaja ini, kesadaran akan identitas menjadi kuat.
Menurut Josselson, 1980 (dalam dalam Desmita, 2005), proses pencarian identitas proses
dimana seorang remaja mengembangkan suatu identitas personal yang unik, yang berbeda
dan terpisah dari orang lain disebut individuasi.
Teori Psikososial Erikson
Erikson adalah salah seorang teoritisi ternama dalam bidang perkembangan rentang
hidup. Salah satu sumbangannya yang terbesar dalam psikologi perkembangan adalah teori
psikososial tentang perkembangan. Dalam teori ini Erikson memnagi perkembangan manusia
berdasarkan kualitas ego dalam delapan tahap perkembangan yaitu:
1.
Kepercayaan vs ketidakpercayaan. (sejak lahir - 1 tahun).
2.
Otonomi vs rasa malu-malu dan ragu-ragu (masa anak-anak, usia 1-3 tahun).
3.
Inisiatif vs rasa bersalah (pada masa prasekolah usia 4-5 tahun).
4.
Ketekunan vs rasa rendah diri (pada masa sekolah dasar usia 6-11 tahun).
5.
Identitas dan kebingungan peran (masa remaja usia 12-20 tahun).
6.
Keintiman vs isolasi (pada masa awal dewasa usia 20-24 tahun).
7.
Generativitas vs stagnasi (masa pertengahan dewasa usia 25-65).
8.
Integritas ego vs keputusan (pada masa akhir dewasa usia 65 sampai mati).
Masing-masing tahap terdiri dari tugas perkembangan yang khas yang mengharuskan
individu menghadapi suatu krisis. Krisis ini bagi Erikson bukanlah suatu bencana, tetapi
suatu titik balik peningkatan kerentanan dan peningkatan potensi, yang mempunyai kutub
2012
9
Perkembangan Sepanjang Hayat
Tenny Septiani Rachman, M. Psi
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
positif dan negatif. Semakin berhasil individu mengatasi krisis, maka akan semakin sehat
perkembangannya (Santrock, 1995).
Selama masa ini, remaja mulai memiliki suatu perasaan tentang identitasnya sendiri,
suatu perasaan bahwa ia adalah manusia yang unik. Ia mulai menyadari sifat-sifat yang
melekat pada dirinya, seperti kesukaan dan ketidaksukaanya, tujuan-tujuan yang diinginkan
tercapai dimasa mendatang, kekuatan hasrat untuk mengontrol kehidupannya sendiri.
Dihadapannya terbentang banyak peran baru dan status orang dewasa.
Akan tetapi, karena peralihan yang sulit dari masa kanak-kanak ke masa dewasa
disatu pihak, dan kepekaan terhadap perubahan sosial dan historis dipihak lain, maka selama
tahap pembentukan identitas ini seorang remaja mungkin merasakan penderitaan paling
dalam dibandingkan pada masa-masa lain akibat kekacauan peranan-peranan atau kekacauan
identitas (identity confusion). Kondisi demikian menyebabkan remaja merasa terisolasi,
hampa, cemas dan bimbang. Mereka sangat peka terhadap cara-cara orang lain memandang
dirinya, akan menjadi mudah tersinggung dan merasa malu. Selama masa kekacauan identitas
ini tingkah laku remaja tidak konsisten dan tidak dapat diprediksikan. Pada satu saat mungkin
ia lebih tertutup terhadap siapa pun, karena takut ditolak, atau dikecewakan. Namun pada saat
lain ia mungkin ingin jadi pengikut atau pecinta, dengan tidak mempedulikan konsekuensikonsekuensi dari komitmennya (Hall & Lindzey, 1993).
Berdasarkan
kondisi
demikian,
maka
menurut
Erikson,
salah
satu
tugas
perkembangan selama masa remaja adalah menyelesaikan krisis identitas, sehingga
diharapkan terbentuk suatu identitas diri yang stabil pada akhir masa remaja. Remaja yang
berhasil mencapai suatu identitas diri yang stabil, akan memperoleh suatu pandangan yang
jelas tentang dirinya, menyadari kelebihan dan kekurangan dirinya, penuh percaya diri,
tanggap terhadap berbagai situasi, mampu mengambil keputusan penting, mampu
mengantisipasi tantangan masa depan, serta mengenal perannya dalam masyarakat (Erikson,
1989).
Di
samping itu, Erikson juga menyebutkan bahwa selama masa-masa sulit yang
dialami remaja, ternyata ia berusaha merumuskan dan mengembangkan nilai kesetiaan
(komitmen), yaitu kemampuan untuk mempertahankan loyalitas yang didikrarkan dengan
bebas meskipun terdapat kontradiksi-kontradiksi yang tak terelakkan diantara sistem-sistem
nilai. Lebih jauh dijelaskannya bahwa komitmen merupakan fondasi yang menjadi landasan
terbentuknya suatu perasaan identitas yang bersifat kontinu.
Pandangan-pandangan kontemporer tentang pembentukan identitas pada prinsipnya
merupakan elaborasi dari teori psikososial Erikson. Di antaranya yang paling terkenal adalah
2012
10
Perkembangan Sepanjang Hayat
Tenny Septiani Rachman, M. Psi
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pandangan-pandangan James Marcia. Seperti halnya Erikson, Marcia juga percaya bahwa
pembentukan identitas merupakan tugas utama yang harus diselesaikan selama masa remaja.
Menurut Marcia, pembentukan identitas ini memerlukan adanya dua elemen penting, yaitu
eksplorasi (krisis) dan komitmen. Istilah “eksplorasi” menunjuk pada suatu masa dimana
seseorang berusaha menjelajahi berbagai alternatif pilihan, yang pada akhirnya bisa
menetapkan satu alternatif tertentu dan memberikan perhatian yang besar terhadap keyakinan
dan nilai-nilai yang diperlukan dalam pemilihan alternatif. Sedangkan istilah “komitmen”
menunjuk pada usaha membuat keputusan mengenai pekerjaan atau ideologi, serta
menentukan berbagai strategi untuk merealisasikan keputusan tersebut. Dengan perkataan
lain, komitmen adalah keputusan untuk membuat alternatif-alternatif tentang elemen-elemen
identitas dan secara langsung aktivitas diarahkan pada implikasi dari alternatif-alternatif
tersebut. Seseorang dikatakan memiliki komitmen bila elemen identitasnya berfungsi
mengarahkan tindakannya, dan selanjutnya tidak membuat perubahan berarti membuat
perubahan yang berarti terhadap elemen identitas tersebut (Marcia, 1993).
Dalam suatu studi empirik tentang perkembangan identitas selama masa remaja yang
didasarkan pada ide-ide Erikson, Marcia menginterviu aspek-aspek penting identitas (pilihan
pekerjaan, agama, dan sikap politik) dari siswa-siswa usia 8-22 tahun. Berdasarkan hasil
penelitian ini, Marcia mencatat bahwa pembentukan identitas merupakan suatu proses yang
sulit dan penuh tantangan. Dalam hal ini, Marcia (1980 dalam Desmita 2005), berdasarkan
mengklasifikasikan siswa dalam 4 kategori status identitas yang didasarkan pada dua
pertimbangan: (1) Apakah mereka mengalami suatu krisis identitas atau tidak, dan (2) Pada
tingkat mana mereka memiliki komitmen terhadap pemilihan pekerjaan, agama, serta nilainilai politik dan keyakinan. Keempat kategori itu adalah:
a.
Status 1: Identity diffusion (penyebaran identitas). Remaja belum mempunyai
pengalaman dalam suatu krisis, tetapi telah menunjukkan sedikit perhatian atau komitmen
terhadap pilihan pekerjaan, agama dan politik.
b.
Status 2: Identity Foreclosure (pencabutan identitas). Remaja dalam kategori ini telah
membuat suatu komitmen tetapi belum mengalami suatu krisis. Sebelum waktunya, ia telah
melibatkan dirinya pada aspek-aspek penting dari identitas tanpa banyak mengalami konflik
atau krisis yang signifikan. Akibatnya, mereka mengalami kesulitan untuk mengetahhui apa
yang dicita-citakan oleh orang tua mereka terhadap dirinya dan apa yang menjadi cita-citanya
sendiri.
c.
Status 3: Identity Moratorium (penundaan identitas). Remaja dalam kategori ini
tengah berada dalam krisis, secara aktif berjuang membentuk komitmen-komitmen dan
2012
11
Perkembangan Sepanjang Hayat
Tenny Septiani Rachman, M. Psi
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
mengikat perhatian terhadap hasil kompromi yang dicapai antara keputusan orang tua
mereka, harapan-harapan masyarakat dan kemampuan-kemampuan mereka sendiri.
Meskipun demikian, komitmen mereka hanya didefinisikan secara samar.
d.
Status 4: Identity achievement (pencapaian identitas). Remaja dalam kelompok ini
telah berpengalaman dan berhasil menyelesaikan suatu periode krisis mengenai nilai-nilai dan
pilihan-pilihan hidup mereka. Mereka juga telah memiliki komitmen terhadap suatu
pekerjaan, agama dan politik yang didasarkan pada pertimbangan dari berbagai alternatif dan
kebebasan relatif yang diberikan oleh orang tuanya.
Perkembangan Hubungan dengan Orang Tua
Perubahan-perubahan fisik, kognitif dan sosial yang terjadi dalam perkembangan
remaja mempunyai pengaruh yang besar terhadap relasai orang tua-remaja. Salah satu ciri
yang menonjol dari remaja yang mempengaruhi relasinya dengan orang tua adalah
perjuangan untuk memperoleh otonomi, baik secara fisik maupun psikologis. Karena remaja
meluangkan
lebih
sedikit
waktunya
bersama
orang
tua
dan
lebih
banyak
menghabiskan waktu untuk saling berinteraksi dengan dunia yang lebih luas, maka mereka
berhadapan dengan bermacam-macam nilai dan ide-ide. Seiring dengan terjadinya perubahan
kognitif selama masa remaja, perbedaan ide-ide yang dihadapi sering mendorongnya untuk
melakukan pemeriksaan terhadap nilai-nilai dan pelajaran-pelajaran yang berasal dari orang
tua. Akibatnya, remaja mulai dan mempertanyakan dan menentang pandangan-pandangan
orang tua serta mengembangkan ide-ide mereka sendiri. Orang tua tidak lagi dipandang
sebagai otoritas serba tahu.
Beberapa peneliti tentang perkembangan anak remaja menyatakan bahwa pencapaian
otonomi psikologis merupakan salah satu tugas perkembangan yang penting dari masa
remaja. Akan tetapi, terdapat perbedaan mengenai tipe lingkungan keluarga yang lebih
kondusif bagi perkembangan otonomi ini. Sejumlah teoritis dan penelitian kontemporer
menyatakan bahwa otonomi yang baik berkembang dari hubungan orang tua yang positif dan
suportif. Menurut mereka, hubungan orang tua yang suportif memungkinkan untuk
mengungkapkan perasaan positif dan negatif, yang membantu perkembangan kompetensi
sosial dan otonomi yang bertanggung jawab.
Belakangan, para ahli perkembangan mulai menjelajahi peran keterikatan yang
aman (secure attachment) dengan orang tua terhadap perkembangan remaja. Mereka yakin
bahwa keterikatan dengan orang tua pada masa remaja dapat membantu kompetensi sosial
dan kesejahteraan sosialnya, seperti tercermin dalam ciri-ciri: harga diri, penyesuaian
2012
12
Perkembangan Sepanjang Hayat
Tenny Septiani Rachman, M. Psi
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
emosional, dan kesehatan fisik. Misalnya remaja yang memiliki hubungan yang nyaman dan
harmonis dengan orang tua mereka, memiliki harga diri dan kesejahteraan emosiaonal yang
lebih
baik.
Sebaliknya,
ketidakdekatan (detachment) emosional
dengan
orang
tua
berhubungan dengan perasaan-perasaan akan penolakan oleh orang tua yang lebih besar serta
perasaan lebih rendahnya daya tarik sosial dan romantik yang dimiliki diri sendiri (Santrock,
1995 dalam Desmita, 2005).
Dengan demikian, keterikatan dengan orang tua selama masa remaja dapat berfungsi
adaptif, yang menyediakan landasan yang kokoh dimana remaja dapat menjelajahi dan
menguasai lingkungan-lingkungan barudan suatu dunia sosial yang luas dengan cara-cara
yang sehat secara psikologis.
Begitu pentingnya faktor keterikatan yang kuat antara orang tua dan remaja dalam
menentukan arah perkembangan remaja, maka orang tua senantiasa harus menjaga dan
mempertahankan keterikatan ini. Untuk mempertahankan keterikatan atau kedekatan orang
tua dengan anak remaja mereka, orang tua harus membiarkan mereka bebas untuk
berkembang tetapi dengan cara yang baik atau positif.
Perkembangan Hubungan dengan Teman Sebaya
Perkembangan kehidupan sosial remaja juga ditandai dengan gejala meningkatnya
pengeruh teman sebaya dalam kehidupan mereka. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk
berhubungan atau bergaul dengan teman-teman sebaya mereka. Dalam suatu investigasi,
ditemukan bahwa anak berhubuungan dengan teman sebaya 10% dari waktunya setiap hari
pada usia 2 tahun, 20% pada usia 4 tahhun, dan lebih dari 40% pada usia antara 7-11 tahun
(Santrock, 1998 dalam Desmita, 2005).
Berbeda halnya dengan masa anak-anak, hubungan teman sebaya remaja lebih
didasarkan pada hubungan persahabatan. Menurut Bloss (1962 dalam Desmita, 2005),
pembentukan persahabatan remaja erat
kaitannya dengan perubahan aspek-aspek
pengendalian psikologis yang berhubungan dengan kecintaan pada diri sendiri dan juga pada
lawan jenis.
Pada prinsipnya hubungan teman sebaya mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan
remaja. Dalam psikologi perkembangan diketahui satu contoh betapa pentingnya teman
sebaya dalam perkembangan sosial remaja. Dua ahli teori yang berpengaruh, yaitu Jean
Piaget dan Harry Stack Sullivan, menekankan bahwa melalui hubungan teman sebaya anak
dan remaja belajar tentang hubungan timbal balik. Anak mempelajari prinsip-prinsip
kejujuran dan keadilan melalui peristiwa pertentangan dengan teman sebaya. Mereka juga
2012
13
Perkembangan Sepanjang Hayat
Tenny Septiani Rachman, M. Psi
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
mempelajari secara aktif kepentingan-kepentingan teman sebayanya dalam rangka
memuluskan kehidupannya dalam aktivitas teman sebaya yang berkelanjutan.
Sejumlah ahli lain menekankan pengaruh negatif dari teman sebaya terhadap
perkembangan anak-anak remaja. Bagi sebagian remaja, ditolak atau diabaikan oleh teman
sebaya, menyebabkan munculnya perasaan kesepian atau permusuhan . disamping itu,
penolakan oleh teman sebaya dihubungkan dengan kesehatan mental dan problem kejahatan.
Sejumlah ahli juga teori juga telah menjelaskan bahwa budaya teman sebaya remaja
merupakan suatu bentuk kejahatan yang merusak nilai-nilai dan control orang tua. Lebih dari
itu, teman sebaya juga dapat memperkenalkan remaja pada alkohol, obat-obatan (narkoba),
kenakalan, dan berbagai bentuk perilaku yang menyimpang.
Perkembangan Seksualitas
Salah satu fenomena kehidupan remaja yang sangat menonjol adalah saat terjadinya
peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Terjadinya peningkatan perhatian
remaja terhadap kehidupan seksual ini sangat dipengaruhi oleh faktor perubahan-perubahan
fisik selama periode pubertas. Terutama kematangan-kematangan organ-organ seksual dan
perubahan-perubahan hormonal, mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual
dalam diri remaja.
Walaupun mulai muncul pada masa kanak-kanak, orientasi seksual menjadi isu
penting pada masa remaja Orientasi seksual sendiri diartikan menjadi fokus ketertarikan
seksual, romantisme, dan kasih sayang yang muncul secara konsisten. Orientasi seksual
biasanya dibagi menjadi 3, yaitu heteroseksual, biseksual, atau homoseksual.
DaftarPustaka
Desmita.2005.Psikologi Perkembangan.PT.Remaja Rosda Karya.Bandung
Papalia, Diane, Old, S. W., Feldman, R. D. (2008). Psikologi Perkembangan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup.
2012
14
Perkembangan Sepanjang Hayat
Tenny Septiani Rachman, M. Psi
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download