II. 2.1. TINJAUAN PUSTAKA MOTOR BAKAR 2.1.1. Pengertian Umum Motor bakar adalah suatu mesin kalor yang mengubah energi termal menjadi energi mekanik. Dengan kata lain, motor bakar adalah alat mekanis yang menggunakan energi termal untuk melakukan kerja mekanik (Arismunandar, 2005). Motor bakar dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan proses pembakarannya, yaitu motor bakar eksternal dan motor bakar internal. Motor bakar eksternal adalah motor bakar yang proses pembakarannya berlangsung di luar ruang pembakaran (silinder) seperti motor uap, sedangkan motor bakar internal proses pembakarannya terjadi di dalam ruang pembakaran (silinder) seperti motor bakar bensin (Otto) dan motor bakar Diesel (Jones, 1963; Arismunandar, 2005). Ide pertama yang mendasari operasi dan konstruksi motor bakar internal adalah gerakan peluru pada laras senjata api. Laras senjata dianggap sebagai silinder dan peluru sebagai pistonnya. Masalah yang dihadapi adalah bagaimana agar piston dapat kembali pada kedudukan semula dan menghasilkan gerakan bolak-balik secara kontinyu untuk menghasilkan tenaga (Jones, 1963). Orang pertama yang sesungguhnya membuat sebuah motor bakar dengan silinder dan piston adalah Huygens, seorang berkebangsaan Belanda. Motor bakar ini menggunakan tepung peledak sebagai bahan bakar dan telah dipamerkan kepada menteri keuangan Perancis pada tahun 1680 (Jones, 1963). Pada tahun 1876, Dr. N. A. Otto, seorang berkebangsaan Jerman merupakan orang pertama yang mendapatkan hak paten atas operasi motornya yang berhasil dengan prinsip 4 langkah (four stroke cycle). Walaupun yang pertama mengemukakan cycle ini adalah Beau de Rochas, namun lebih dikenal umum sebagai Otto cycle. Motor ini pertama kali dipamerkan pada tahun 1878. Penemuan motor 4 langkah oleh Otto segera diikuti dengan penemuan motor 2 langkah (two stroke cycle) oleh seorang berkebangsaan Inggris, Dugald Clerk dan dia mendapatkan patennya pada tahun 1878. Motor tersebut menghasilkan tenaga pada setiap putaran porosnya. Motor itu tidak segera dipasarkan sampai tahun 1881 (Jones, 1963). Perkembangan dan variasi lain dari motor bakar internal ditemukan oleh seorang sarjana Jerman, Dr. Rudolph Diesel. Dia mengemukakan suatu ide untuk menggunakan panas yang dihasilkan oleh kompresi untuk melakukan penyundutan bahan bakar yang disemprotkan ke dalam silinder. Dia memperoleh paten atas motor bakar buatannya yang bekerja dengan cara seperti idenya tersebut pada tahun 1892, namun motor bakar tersebut masih belum sepenuhnya bekerja dengan baik, baru pada tahun 1898 mulai diproduksi motor bakar diesel secara masal. Selama masa 25 tahun kemudian, terjadi perkembangan yang pesat pada prinsip motor bakar diesel sehingga motor bakar ini makin banyak digunakan orang (Jones, 1963). Motor bakar torak menurut kerja yang dihasilkan dalam satu siklus terdiri dari dua jenis yaitu empat langkah dan dua langkah. Empat langkah untuk menghasilkan satu kerja poros engkol berputar 2 kali sedangkan dua langkah hanya memerlukan 1 kali putaran poros engkol. Siklus ideal motor bakar torak volume konstan (motor Otto) adalah siklus ideal dimana pemasukkan kalor dan pelepasan kalor dilakukan pada volume konstan (Arismunandar, 2005), seperti yang terlihat pada Gambar 1. Gambar1. Siklus ideal motor bakar torak volume konstan (Sumber : Arismunandar, 2005) Sifat ideal serta keterangan mengenai proses siklus udara volume konstan ini adalah sebagai berikut (Arismunandar, 2005) : 1. Pada sifat ideal fluida kerja dianggap sebagai gas ideal yang mempunyai kalor spesifik yang konstan. 2. Langkah isap (0-1), proses tekanan konstan. Dalam proses ini fluida kerja berupa bahan bakar dan udara masuk kedalam silinder pada tekanan konstan dari TMA (titik mati atas) sampai TMB (titik mati bawah). 3. Langkah kompesi (1-2), proses isentropik (adiabatik reversibel), yaitu fluida kerja dikompresikan oleh gerakan torak dari TMB ke TMA. 4. Proses pembakaran (2-3) pada volume konstan, yaitu proses pemasukan kalor sesudah torak mencapai TMA (titik 2). Fluida kerja ini tidak melakukan dan dikenai kerja. 5. Langkah kerja atau ekspansi (3-4) pada proses isentropik, pada langkah ini akan dihasilkan kerja yang berguna dari TMA sampai TMB. 6. Proses pelepasan kalor (4-1), dianggap sebagai proses pelepasan kalor pada volume konstan. Setelah torak mencapai TMB sejumlah kalor dikeluarkan dari dalam silinder sehingga temperatur fluida kerja akan turun. 7. Langkah buang (1-0) ialah proses pembuangan hasil pembakaran fluida kerja ke lingkungan saat torak bergerak dari TMA menuju TMB. Fluida kerja didorong keluar silinder oleh torak yang bergerak dari TMB ke TMA pada tekanan konstan. 8. Siklus dianggap tertutup dimana proses akan terus berlangsung seperti pada point 1 sampai 8. Tekanan efektif rata-rata (Prata-rata) adalah harga tekanan tertentu (yang konstan) yang apabila mendorong torak sepanjang langkahnya dapat menghasilkan kerja per siklus (Wpersiklus) yang sama dengan siklus yang dianalisis, atau didefinisikan sebagai (Arismunandar, 2005) : (1) Dalam kenyataan siklus volume konstan ini akan sulit di dapat karena terjadi penyimpangan dari siklus ideal yang tidak bisa dihindari hanya bisa diusahakan sekecil mungkin. Akan tetapi boleh dikatakan antara efesiensi siklus udara dan siklus sebenarnya terdapat hubungan tertentu, yaitu pada efesiensi indikatornya dimana (Arismunandar, 2005) . (2) Daya indikator (daya gas pembakaran di dalam silinder) dapat ditentukan dengan Persamaan di bawah ini (Arismunandar, 2005) : (3) Dimana : P P rata-rata Vl z n a = Daya yang dihasilkan motor bakar torak, kW = Tekanan efektif rata-rata, Kg/cm3 = Volume silinder, cm3 = Jumlah silinder = Putaran poros engkol, rpm = Jumlah siklus per putaran, 1 untuk motor 2 langkah dan 1/2 untuk motor bakar 4 langkah. Menurut Arismunandar (2005), Penyimpangan ini terjadi karena dalam keadaan sebenarnya terjadi kerugian, antara lain yaitu: 1. Kebocoran fluida kerja karena cincin torak dan katup tidak bisa menyekat dengan sempurna, 2. Katup tidak dibuka dan ditutup pada TMA dan TMB karena alasan pertimbangan dinamik mekanisme katup dan kelembaman fluida kerja, 3. Fluida kerja bukanlah udara yang bisa dianggap sebagai gas ideal dengan kalor spesifik yang konstan selama proses berlangsung, 4. Pada motor bakar torak tidak terjadi pemasukan kalor. Kenaikan temperatur dan tekanan terjadi karena adanya proses pembakaran udara dan bahan bakar di dalam silinder, 5. Saat pembakaran berubah-ubah menurut kecepatan torak dan proses pembakaran memerlukan waktu, maka proses pembakaran dilakukan beberapa derajat pada saat torak sebelum mencapai TMA dan berakhir pada saat torak bergerak dari TMA menuju TMB. Jadi pembakaran tidak berlangsung pada volume konstan, 6. Terdapat kerugian kalor yang disebabkan oleh perpindahan kalor dari fluida kerja ke fluida pendingin, 7. Terdapat kerugian energi kalor yang dibawa oleh gas buang ke lingkungan, 8. Terdapat kerugian energi akibat gesekan fluida kerja dengan dinding saluran. Siklus sebenarnya yang terjadi seperti terlihat pada Gambar 2 di bawah ini. Pada grafik terlihat pemasukan dan pengeluaran kalor tidak pada volume konstan, langkah isap dan langkah buang tidak tejadi pada tekanan konstan dan tekanan langkah buang lebih tinggi dibanding tekanan langkah isap. Gambar 2. Siklus sebenarnya motor bakar torak volume konstan (Sumber: Arismunandar, 2005) Daya yang berguna pada motor bakar torak adalah daya poros karena daya ini yang akan menggerakkan beban. Daya poros dibangkitkan oleh daya indikator. Daya poros dapat diketahui dari torsi dan putaran poros, maka daya poros dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Goering dan Hansen, 2004) : (4) dimana : P = Daya (kW) T = Torsi (N.m) N = Kecepatan putar motor (RPM) Untuk mengetahui daya poros diperlukan alat ukur dynamometer dan biasanya dilakukan dengan jalan mengukur gaya, waktu dan jarak gaya dari titik pusat (Daywin, 1990). Hasil pengujian suatu motor bakar bensin pada bermacam-macam putaran dengan katup gas terbuka penuh seperti terlihat pada Gambar 3 di bawah ini. Gambar 3. Hasil Pengujian Motor Bakar Torak Pada Bermacam-macam Putaran Dengan Katup Throttle Terbuka Penuh (Sumber : Arismunandar, 2005) 2.1.2. Bagian Utama dari Konstruksi Motor Bakar Diesel a. Unit Tenaga Unit tenaga terdiri dari blok silinder, kepala silinder, piston, batang penghubung, poros engkol, dan roda gaya. Blok silinder adalah bagian dasar yang menyokong unit tenaga. Blok silinder dilengkapi dengan kepala silinder yang sekaligus menjadi ruang pembakaran dan tempat bertumpunya sistem klep. Di dalam blok silinder terdapat piston yang merubah tenaga panas hasil pembakaran menjadi tenaga mekanis dengan bergerak maju-mundur (transalasi) sepanjang silinder (Jones, 1963). Piston dilengkapi dengan cincin piston yang yang berfungsi untuk menahan kompresi dan rembesan tenaga hasil pembakaran, melumasi dinding silinder, mengurangi gesekan antara piston dengan dinding silinder, mencegah masuknya minyak pelumas ke dalam ruang pembakaran, dan merambatkan panas dari piston ke dinding silinder (Arismunandar dan Tsuda, 2008). Batang penghubung berfungsi untuk menghubungkan piston dengan poros engkol. Pada ujung batang penghubung terdapat bantalan pena piston, sedangkan pada bagian pangkalnya terdiri dari dua bagian yang diberi bantalan untuk sambungan ke poros engkol (Arismunandar dan Tsuda, 2008). Poros engkol berfungsi untuk mengubah gerak translasi dari piston menjadi gerak rotasi (putaran). Dalam motor bakar bersilinder banyak, bentuk poros engkol disesuaikan dengan susunan penyalaan silinder untuk memperkecil fluktuasi momen putar poros. Pada ujung poros engkol dipasang roda gaya yang berfungsi untuk meratakan momen putar yang terjadi pada poros agar kecepatan poros engkol menjadi stabil (Arismunandar dan Tsuda, 2008). b. Sistem Penyaluran Bahan Bakar Komponen-komponen yang menyusun sistem penyaluran bahan bakar pada motor bakar Diesel antara lain tangki bahan bakar, saringan, selang, pompa, pipa penyalur, dan injektor. Bahan bakar dari tangki disalurkan ke pompa melalui selang setelah melewati saringan, kemudian bahan bakar dipompakan melalui pipa penyalur menuju ke injektor. Dari injektor, bahan bakar yang sudah bertekanan disemprotkan ke dalam ruang pembakaran. c. Sistem Penyalaan Bahan Bakar Penyalaan bahan bakar pada motor bakar Diesel berlangsung secara spontan akibat panas yang ditimbulkan oleh hasil kompresi udara di dalam ruang pembakaran. Penyalaan bahan bakar terjadi sedikit demi sedikit sampai bahan bakar yang disemprotkan habis terbakar (Arismunandar dan Tsuda, 2008). Ruang pembakaran merupakan tempat pencampuran bahan bakar dengan udara agar dapat terbakar dengan baik. Beberapa jenis ruang pembakaran pada motor bakar Diesel antara lain ruang pembakaran terbuka, ruang pembakaran kamar muka, ruang bakar turbulen, dan ruang bakar pembantu. Motor bakar Diesel dengan ruang pembakaran terbuka disebut juga dengan motor bakar Diesel penyemprotan langsung, sedangkan untuk yang lainnya disebut motor bakar Diesel penyemprotan tidak langsung (Arismunandar dan Tsuda, 2008; Jones, 1963). d. Sistem Pelumasan Fungsi utama pelumasan adalah untuk mengurangi gesekan antara permukaan logam. Selain itu, pelumasan juga berfungsi untuk menyerap dan merambatkan panas dari piston ke dinding silinder, mencegah kebocoran kompresi, membersihkan bagian-bagian yang bekerja dalam ruang pembakaran, dan meredam suara akibat gesekan (Jones, 1963). Sistem pelumasan yang digunakan pada motor bakar Diesel antara lain sistem tekanan penuh, sistem percik, dan gabungan antara sistem tekanan penuh dan sistem percik. Sistem percik umumnya digunakan pada motor bakar Diesel yang berukuran kecil, sedangkan untuk motor bakar Diesel berukuran besar digunakan sistem tekanan penuh ataupun gabungan antara sistem percik dan sistem tekanan penuh. (Arismunandar, 2005). e. Sistem Pendinginan Gas pembakaran pada motor bakar internal dapat mencapai suhu 2500°C. Karena proses pembakaran terjadi secara berulang-ulang maka dinding silinder, kepala silinder, piston, klep, dan bagian-bagian lain akan menjadi sangat panas. Selain itu minyak pelumas juga akan menguap sehingga dapat merusak bagian-bagian yang dilumasi. Oleh sebab itu perlu dilakukan pendinginan yang cukup agar suhu mesin tetap berada pada ambang batas yang diizinkan. Batas suhu yang diperbolehkan untuk menjamin operasi motor bakar yang baik adalah 130–190°C (Arismunandar, 2005; Jones, 1963). Berdasarkan jenis pendinginnya, motor bakar digolongkan menjadi dua jenis yaitu motor bakar pendingin udara dan motor bakar pendingin air. Pada motor bakar pendingin air, air pendingin dialirkan melalui rongga di sekeliling silinder, kepala silinder, dan bagian-bagian lain yang perlu mendapatkan pendinginan. Air pendingin akan menyerap panas dari bagian-bagian tersebut dan kemudian dilepaskan ke udara. Pada motor bakar pendingin udara, panas langsung dilepaskan ke udara sekitar dengan bantuan sirip-sirip pada silinder blok. Hal ini biasa digunakan pada motor bakar berukuran kecil (Arismunandar dan Tsuda, 2008; Maleev, 1945). 2.2. DYNAMOMETER Dynamometer adalah alat untuk mengkur daya dan biasanya dilakukan dengan mengukur gaya, waktu dan jarak gaya dari titik pusat (Daywin, 1990). Prinsip kerja brake dynamometer secara umum seperti terlihat pada Gambar 4. Gambar 4. Prinsip Kerja Brake Dynamometer Rotor atau bagian yang berputar dihubungkan ke stator menggunakan kopling tak tetap seperti kopling plat dimana kopling ini meneruskan momen dengan perantaraan gesekan. Dengan demikian pembebanan yang berlebihan pada poros penggerak pada waktu dihubungkan, dapat dihindari. Selain itu, karena dapat terjadi slip, maka kopling ini sekaligus dapat berfungsi sebagai pembatas momen (Sularso ; Suga, K, 1978). Fungsi dari kopling ini untuk mengubah daya mesin menjadi bentuk daya lain agar mudah diukur. Rotor dan stator ini ditumpu oleh bantalan yang memiliki kerugian gesek kecil. Pada bagian stator terdapat lengan dimana pada ujung lengan tersebut dipasang alat pengukur gaya. Bila rotor berputar maka stator akan ikut berputar akibat hubungan kopling tak tetap tadi, akan tetapi putaran stator ditahan oleh pengukur gaya yang dipasang pada ujung lengan dengan jarak tertentu dari sumbu putar. Pengukur gaya akan mengukur besarnya gaya F (kg) akibat torsi yang diberikan rotor ke stator. Torsi mesin diperoleh dengan mengalikan besar gaya pada ujung lengan dengan jarak x (Suastawa, 2004): T = Fx (5) dimana : T = Torsi (N.m) x = Panjang lengan (m) F = Gaya yang pada ujung lengan (kg) Salah satu jenis dynamometer banyak digunakan adalah brake dynamometer. Prinsip kerja brake dynamometer adalah mengubah daya poros suatu penggerak mula menjadi daya gesek agar mudah untuk diukur. Daya gesek pada brake dynamometer ini kemudian ditransfer menjadi kalor dan dilepas ke lingkungan. Untuk memperoleh daya gesek dalam perancangan ini menerapkan sistem rem dari kendaraan yaitu sistem rem cakeram. Jenis dynamometer ini disebut brake dynamometer tipe rem cakeram yang untuk selanjutnya akan disebut brake dynamometer. Cakeram yang digunakan pada perancangan brake dynamometer ini menggunakan cakeram roda belakang sepeda motor dimana kontruksinya dilengkapi dengan ventilasi. Fungsi ventilasi pada cakeram ini untuk mempercepat pelepasan panas pada cakeram yang diakibatkan oleh gesekan antara kanvas dengan cakeram (Anonim, 2009). Daya mesin Daya gesek Kalor Lingkungan Pengukuran Gambar 5. Diagram alir prinsip kerja brake dynamometer Komponen-komponen utama pada brake dynamometer adalah komponen-komponen yang mempunyai peranan penting dalam perancangan, di antaranya poros brake dinamometer, poros penghubung brake dinamometer dengan mesin uji, bantalan dan cakeram. 2.2.1. Poros Poros merupakan salah satu bagian terpenting dari setiap mesin. Dalam perancangan poros ini direncanakan poros akan menerima beban gabungan, yaitu beban puntir dan beban lentur akibat berat poros dan cakeram. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemilihan poros ini adalah sebagai berikut (Sularso ; Suga, K, 1978) : a. Kekuatan Poros Kekuatan poros adalah kemampuan poros tersebut dalam menerima beban gabungan yaitu beban lentur dan puntir. b. Kekakuan poros Suatu poros akan kaku apabila poros tersebut mempunyai defleksi yang relatif kecil. c. Putaran kritis Poros brake dinamometer akan baik bila harga putaran kritis yang dimiliki poros tersebut berada di atas putaran kerja maksimumnya. d. Korosi Adalah ketahanan poros terhadap proses kimiawi yang disebabkan oleh lingkungan. e. Bahan poros Bahan poros brake dynamometerharus benar-benar diperhatikan dengan melihat kendala-kendala yang akan diterima poros tersebut seperti point-point yang telah dijelaskan diatas. Jika P adalah daya nominal poros out-put dari suatu mesin uji, maka berbagai macam faktor keamanan biasanya diambil dalam suatu perencanaan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan selama pemakaian. Jika faktor koreksi adalah fc maka daya rencana Pd (kW) sebagai patokan adalah (Sularso ; Suga, K, 1978) : (6) Tabel 1. Faktor koreksi daya Daya yang akan ditransmisikan Fc Daya rata-rata yang diperlukan 1,2 -2,0 Daya maksimum yang diperlukan 0,8 – 1,2 Daya normal 1,0 – 1,5 (Sumber :Sularso ; Suga, K, 1978) Menurut Sularso (Suga, K, 1978): Jika momen puntir (momen rencana) adalah T (kg.mm) dan putaran poros yang diberikan adalah n 1 maka besarnya momen puntir (momen rencana) dapat dihitung menggunakan rumus: (7) Bila momen rencana T (kg.mm) dibebankan pada suatu diameter poros ds (mm) Tegangan geser (kg/mm2) yang terjadi pada poros adalah (Sularso ; Suga, K, 1978): (8) Tegangan geser yang diizinkan a (kg/mm2) untuk pemakaian umum pada poros dapat diperolaeh dengan berbagai cara. Ini dapat dihitung atas dasar kelelahan punter yang besarnya diambil 40% dari batas kelelahan tarik yang besarnya kira-kira 45% dari kekuatan tarik B (kg/mm2). Jadi batas kelelahan puntir adalah 18% dari kekuatan tarik B sesuai degan standar ASME. Untuk harga 18% ini faktor keamanan diambil 1/0,18=5,6. Harga 5,6 ini diambil utuk baha SF dengan kekuatan yang dijamin, dan 6,0 untuk bahan S-C dengan pengaruh masa, dan baja paduan, faktor ini dinyatakan dengan Sf1 (Sularso ; Suga, K, 1978). Selanjutnya dperlu ditinjau apakah poros tersebut akan diberi alur pasak atau dibuat bertangga, karena pegaruh konsentrasi tegangan cukup besar. Pengaruh kekasaran permukaan juga harus diperhatikan. Untuk memasukkan pengruh-pengaruh tersebut perlu diambil faktor yang dinyatakan sebagai sf2 degan harga sebesar 1,3 sampai 3,0, dari sini dapat dihitung a (Sularso ; Suga, K, 1978) : (9) Kemudian keberadaan beban punter juga harus ditinjau. Faktor koreksi yang diizinkan oleh ASME juga dipakai disini. Faktor ini dinyatakan dengan Kt, dipilih sebesar 1,0 jika beban dikenakan secara halus, 1,0-1,5 jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan, 1,5-3,0 jika beban dikenakan dengan kejutan dan tumbukan besar. Jika diperkirakan akan terjadi pemakaian dengan beban lentur maka dapat dipertimbangkan pemakaian faktor Cb yang harganya 1,2 sampai 2,3 (Sularso ; Suga, K, 1978) Dari persamaan (8) diperoleh rumus untuk menghitung diameter poros d s (mm) : (10) Besarnya deformasi yang disebabkan oleh momen puntir harus dibatasi, karena poros akan meneruskan daya dan putaran dalam kondisi kerja normal, besarnya defleksi puntiran dibatasi antara 0,25-0,3 derajat. Defleksi puntiran pada poros (Sularso ; Suga, K, 1978): [0 ] (11) dimana : G = 8,3X103 (kg/mm2). = Defleksi putiran (o). l = Panjang poros (mm). Kekakuan poros terhadap lenturan perlu diperiksa pula. Poros ditumpu oleh bantalan yang mapan sendiri, maka lenturan poros y (mm) dapat ditentukan dengan persamaan berikut (Sularso ; Suga, K, 1978): - (12) dimana : F : Resultan beban, termasuk berat poros [kg] l1 dan l2 : Jarak dari bantalan yang bersangkutan ke titik pembebanan [mm] lenturan yang terjadi dibatasi sampai 0,3-0,35 mm atau kurang untuk setiap 1 [m] jarak bantalan. Gaya tagensial F yang bekerja pada pasak akibat torsi poros diperlihatkan pada Gambar 6. Gambar 6. Kontruksi pasak Gaya tangensial F (kg) pada permukaan poros adalah (Sularso ; Suga, K, 1978) : (13) Menurut Sularso (Suga, K, 1978), tegangan geser yang bekerja pada penampang mendatar b x l (mm2) pasak dapat dihitung dengan menggunakan rumus; (14) Dari tegangan geser yang diijinkan untuk bahan pasak pi (kg/mm2) dalam hal ini bahan poros itu sendiri, tidak boleh lebih besar dari tegangan geser yang terjadi p, atau pi > gt; p. 2.2.2. Rem Cakeram Rem cakeram terdiri atas sebuah cakeram dari baja yang dijepit oleh lapisan rem dari kedua sisinya pada waktu pengereman. Rem ini mempunyai sifat-sifat yang baik seperti mudah dikendalikan, pengereman yang stabil,radiasi panas yang baik. Adapun kelemahannya adalah umur lapisan yang pendek, serta ukuran silinder rem yang besar pada roda (Sularso ; Suga, K, 1978). Gaya gesek terjadi karena ketidak halusan permukaan yang saling bersentuhan dan bergerak relatif terhadap permukaan yang lainnya. Gaya gesek mempunyai arah yang berlawanan terhadap arah gerak. Gaya gesek yang terjadi bila benda bergerak : (15) dimana : μ : Koefisien gesek N : Gaya normal yang bekerja tegak lurus pada permukaan gesek (kg) Gaya gesek pada cakeram terjadi karena kedua permukaan kanvas yang diam menekan permukaan cakeram yang sedang berputar. Gaya gesek pada cakeram arahnya berlawanan dengan arah putaran cakeram, seperti terlihat pada Gambar 7. Gambar 7. Gaya gesek pada cakeram (Sumber: Sularso ; Suga, K, 1978) Jika lambang-lambang seperti diperlihatkan dalam gambar 7 dipakai, maka momen rem T (kg.mm) didapat (Sularso ; Suga, K, 1978) : (16) dimana : N = Gaya normal yang menekan kanvas (kg), Rm = (mm) (17) µ = koefisien gesek K = 1,04 untuk 2.3. PENGUKURAN Pengukuran adalah hal yang dilakukan untuk mengetahui suatu besaran fisika seperti panjang, berat atau massa, kecepatan, suhu dan lain sebagainya. Pada umumnya sistem pengukuran terdiri atas tiga bagian (Niemann, G, 1982) : 1. Tahap detektor-transduser, yang mendeteksi besaran fisika dan melakukan transformasi secara mekanik atau listrik untuk mengubah sinyal (isyarat) menjadi bentuk yang lebih berguna. Secara umum, transduser itu ialah peranti yang dapat mentransformasi suatu efek fisika menjadi efek fisika lain. Akan tetapi dalam banyak hal, variabel fisika itu ditransformasikan menjadi sinyal listrik karena dalam bentuk inilah sinyal itu mudah diukur. 2. Suatu tahap antara, yang mengubah sinyal langsung dengan penguatan, penyaringan atau cara-cara lain, agar didapat keluaran yang dikehendaki. 3. Tahap akhir atau penutup, yang fungsinya menunjukkan, merekam dan mengendalikan variabel yang diukur atau disebut juga tahap penyajian. Didalam pengukuran terdapat istilah-istilah dimana ini perlu diketahuidan dipahami saat pengukuran seperti (Niemann. G, 1982) : a. Kemampuan bacaan instrumen. Kemampuan bacaan adalah berapa teliti suatu instrumen dapat dibaca. Instrumen yang mempunyai skala 20 cm mempunyai kemampuan bacaan lebih tinggi dibanding instrumen yang mempunyai skala 10 cm untuk range (jangkau) yang sama. b. Cacah Terkecil (least count) Cacah terkecil adalah beda terkecil antara dua penunjukan yang dapat dideteksi (dibaca) pada skala instrumen.Kemampuan bacaan dan cacah terkecil bergantung pada panjang skala, jarak pembagian,ukuran jarum penunjuk atau pena bila digunakan rekorder atau perekam dan efek paradoks. c. Kepekaan (sensitivity) instrumen Kepekaan instrumen adalah perbandingan antara gerakan linier jarum penunjuk pada intrumen itu dengan perubahan variabel yang diukur yang menyebabkan gerakan itu. d. Histeresis Suatu instrumen dikatakan menunjukkan histeresis apabila terdapat perbedaan bacaaan bila nilai besaran yaag diukur didekati dari atas atau dari bawah. Histeresis mungkin disebabkan oleh gesekan mekanik efek magnetik, deformasi atau efek termal e. Ketelitian (accuracy) instrumen Ketelitian instrumen adalah penunjukkan deviasi atau penyimpangan terhadap masukan yang diketahui yang biasa dinyatakan dalam presentase bacaan skala penuh. f. Ketepatan instrumen Ketepatan instrumen adalah kemampuan instrumen itu menghasilkan kembali bacaan tertentu dengan ketelitian yang diketahui. Kalibrasi adalah membandingkan suatu instrumen alat ukur dengan instrumen alat ukur lain yang ketelitian dan keakuratan hasil pengukuran telah diketahui. Tujuan kalibrasi ini untuk mengurangi kesalahan dalam ketelitian. Standar adalah batasan jumlah tipe dari produk dengan jalan menyeragamkan dimensi, ukuran, kualitas, peraturan-perauran dan sebagainya. Hal ini akan memudahkan dalam penyediaan suku cadang, juga akan membuat produksi lebih murah, kualitas meningkat, meninggikan keselamatan dan menghindarkan pekerjaan ganda (Niemann. G, 1982). 2.4. MINYAK NYAMPLUNG Minyak nyamplung merupakan minyak kental, berwarna coklat kehijauan, beraroma menyengat seperti karamel dan beracun. Minyak nyamplung dihasilkan dari buah yang telah matang dan mempunyai fungsi penyembuhan signifikan khususnya untuk jaringan terbakar (Kilham, 2003). Minyak nyamplung mempunyai kandungan asam lemak tidak jenuh yang cukup tinggi seperti asam oleat serta komponen – komponen tak tersabunkan diantaranya alkohol lemak, sterol, xanton, turunan koumarin, kalofilat, isokalofilat, isoptalat, kapelierat, asam pseudobrasilat dan penyusun triterpenoat sebanyak 0,5-2% yang dapat dimanfaatkan sebagai obat. Menurut Debaut et al. (2005), karakteristik asam lemak penyusun minyak nyamplung dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik minyak nyamplung Karakteristik Warna Kondisi cairan Bilangan Iod (mg Iod/ g minyak) Densitas pada suhu 20 oC (gr/cm3) Indeks Refrasi Bilangan Peroksida (meq/kg) Fraksi lipid Komposisi asam lemak Asam Palmitoleat (C16 : 1) Asam Palmitat (C16) Asam Oleat (C18 : 1) Asam Linoleat (C18 : 1) Asam Stearat (C18 : 0) Asam Arachidat (C20) Komposisi Hijau Kental 100 – 115 0,920 – 0,940 1,4750 – 1,4820 < 20,0 98 – 99,5 % 0,5 – 1 % 15 – 17 % 30 – 50 % 25 – 40 % 8 – 16 % 0,5 – 1 % Asam Gadoleat (C19 : 1) Komponen tidak tersabunkan (unsaponifiable) : Fatty alkohol, sterol, xanton, turunan koumarin, kalofilat, isokalofilat, isoptalat, kapelierat, asam pseudobrasilat dan penyusun triterpenoat (Sumber : Debaut et al., 2005) 2.4.1. 0,5 – 1 % 0,5 – 2 % Kandungan minyak nyamplung tergolong tinggi dibandingkan tanaman lainnya, seperti : jarak pagar (40-60 %) dan sawit (46-54 %). Menurut Heyne (1987), minyak nyamplung digunakan sebagai obat oles dan telah dikomersialisasikan dengan nama ndiloolie. Minyak nyamplung di beberapa daerah digunakan untuk penerangan (Dweek dan Meadows, 2002; Lele, 2005). Proses Pemurnian Minyak Nyamplung a. Netralisasi Deasidifikasi secara kimia dilakukan dengan cara netralisasi dengan mereaksikan asam lemak bebas dengan basa sehingga membentuk sabun (soapstock). Alkali yang biasa digunakan adalah NaOH, proses ini dikenal dengan istilah ”caustic deacidification” (Bhosle dan Subramanian, 2005). Basa yang dipilih untuk digunakan dalam percobaan ini adalah NaOH karena NaOH memiliki reaktifitas yang lebih baik (Yang, 2003). Di samping itu, secara ekonomis harganya lebih murah dan mudah didapat di Indonesia. (Paryanto, 2007). 1. Netralisasi dengan Kaustik Soda Netralisasi melalui proses kimia dengan alkali, saat ini yang paling umum digunakan adalah dengan larutan kaustik soda. Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan kotoran seperti fosfatida dan protein dengan cara membentuk emulsi, dan dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifugasi (Anderson 2005). Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran seperti fosfatida dan protein, dengan cara membentuk emulsi, dan dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifusi. Dengan cara hidrasi dan dibantu dengan proses pemisahan sabun secara mekanis, maka netralisasi dengan menggunakan kaustik soda dapat menghilangkan fosfatida, protein, resin, dan suspensi dalam minyak yang tidak dapat dihilangkan dengan proses pemisahan gum. Komponen minor dalam minyak yang berupa sterol, klorofil, vitamin E dan karotenoid hanya sebagian kecil dapat dikurangi dengan proses netralisasi ini (Ketaren, 1986). Efisiensi netralisasi dinyatakan dalam refining factor, yaitu Rrefining factor = kehilangan total (%) Asam lemak bebas dalam minyak (%) (18) Makin kecil nilai refining factor, maka efisiensi netralisasi makin tinggi. Pemakaian larutan kaustik soda dengan konsentrasi yang terlalu tinggi akan bereaksi sebagian dengan trigliserida sehingga mengurangi rendemen minyak dan menambah jumlah sabun yang terbentuk. Oleh karena itu harus dipilih konsentrasi dan jumlah kaustik soda yang tepat untuk menyabunkan asam lemak bebas dalam minyak. Dengan demikian penyabunan trigliserida dan terbentuknya emulsi dalam minyak dapat dikurangi, sehingga dihasilkan minyak netral dengan rendemen yang lebih besar dan mutu minyak yang lebih baik. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih konsentrasi larutan alkali yang digunakan dalam netralisasi, antara lain kadar asam lemak bebas dari minyak kasar. Makin besar jumlah asam lemak bebas, maka makin besar pula konsentrasi alkali yang digunakan. Selain itu jumlah minyak netral (trigliserida) yang tersabunkan diusahakan serendah mungkin dengan menggunakan larutan alkali secara tepat, karena makin besar konsentrasi larutan alkali yang digunakan, maka kemungkinan sebagian trigliserida yang tersabunkan semakin besar pula sehingga angka refining factor (RF) bartambah besar. Namun semakin encer larutan kausrik soda, semakin besar tendensi larutan sabun untuk membentuk emulsi dengan trigliserida yang menyebabkan kehilangan minyak juga semakin tinggi. Begitupun suhu netralisasi yang dipilih sedemikian rupa sehingga sabun yang terbentuk dalam minyak mengendap dengan kompak dan cepat karena pengendapan yang lambat akan memperbesar kehilangan minyak (sebagian minyak diserap oleh sabun) (Ketaren, 1986). 2. Tahap Netralisasi Minyak dimasukkan ke dalam tangki kemudian dipanaskan hingga mencapai suhu 70oC dan dicampur dengan larutan kaustik soda (konsentrasinya tergantung kadar asam lemak bebas dalam minyak mentah) pada suhu 70-80oC selama 1-15 menit. Selanjutnya disentrifus untuk memisahkan sabun kemudian dicuci dengan air untuk menghilangkan sisa-sisa sabun (Ayorinde et al. 1995). Penambahan alkali dengan alkali berlebih (excess) untuk mengurangi kesalahan perhitungan pada perhitungan alkali sebelumnya, sehingga penambahan alkali (kaustik soda) pada netralisasi lebih tepat dan sesuai. Untuk minyak dengan kandungan asam lemak bebas yang rendah dengan kadar asam lemak bebas < 5%, lebih baik dinetralkan dengan alkali encer (konsentrasi lebih kecil dari 0,15 N atau 5oBe), sedangkan asam lemak bebas dengan kadar tinggi, lebih baik dinetralkan dengan larutan alkali 10-24oBe (Basiron, 2005). Suhu dan waktu yang digunakan dalam proses netralisasi minyak harus dipertimbangkan dengan baik dan dipilih sedemikian rupa sehingga sabun yang terbentuk dalam minyak mengendap dengan kompak dan cepat. Proses pengendapan yang lambat akan memperbesar kehilangan minyak, sebab sebagian minyak akan diserap oleh sabun. Suhu proses yang tinggi serta waktu proses yang lama dapat merusak pigmen alami minyak (Ketaren 2005). Pengadukan dilakukan dengan menggunakan agitator. Agitator dilengkapi dengan lengan penyapu yang masing-masing terdiri dari paddle yang berfungsi untuk mendorong cairan ke arah atas selama pengadukan, rpm yang digunakan pada agitator sebesar 8-10 rpm sampai dengan 30-35 rpm. Pemecahan emulsi dapat terjadi pada suhu sekitar 60oC dan sabun terpisah dari minyak jernih dengan membentuk flokulan kecil (O`Brien 2004). Reaksi antara asam lemak bebas dengan NaOH dapat dilihat pada Gambar 8. O O R – C – OH + NaOH R – C – ONa + H2O Gambar 8. Reaksi netralisasi asam lemak bebas Asam Lemak Bebas Basa Sabun Air Kotoran yang terpisah pada proses netralisasi adalah asam lemak bebas, fosfatida, zat warna, karbohidrat, protein, ion logam, zat padat, dan hasil samping oksidasi (Hendrix, 1990). Netralisasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara kering dan cara basah. Cara kering dilakukan dengan mereaksikan basatanpa pencucian. Sedangkan cara basah dilakukan pada suhu 60-65 oC, dengan larutan basa encer dan dilanjutkan dengan pencucian. Jumlah NaOH yang digunakan merupakan jumlah stoikhiometri ditambah ekses sebanyak 0,1 - 0,5 % tergantung pada minyak yang akan dinetralkan (Bernardini, 1983). Menurut Sonntag (1982), untuk minyak nabati dan lemak hewan dengan kandungan gum dan pigmen rendah dapat digunakan ekses 0,1 – 0,2 % b/b minyak. Satuan konsentrasi NAOH dalam larutan adalah derajat Baume (0Be)