BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer. (Anggyansyah, 2014) Pemisahan pemilik dan manajemen di dalam literatur akuntansi disebut dengan Agency Theory (teori keagenan). Teori ini merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Teori agensi mendasarkan hubungan kontrak antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer. Menurut teori ini hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan (Naruli, 2011). Dalam teori keagenan, hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 13 suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Hubungan antara principal dan agent dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information) karena agent berada pada posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Dalam kondisi yang asimetri tersebut, agent dapat mempengaruhi angkaangka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen laba. Salah satu cara yang digunakan untuk memonitor masalah kontrak dan membatasi perilaku opportunistic manajemen adalah corporate governance. Prinsip-prinsip pokok corporate governance yang perlu diperhatikan untuk terselenggaranya praktik good corporate governance adalah transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), keadilan (fairness), dan responsibilitas (responsibility). Corporate governance diarahkan untuk mengurangi asimetri informasi antara principal dan agent yang pada akhirnya diharapkan dapat meminimalkan tindakan manajemen laba. Kemudian, masalah keagenan juga akan timbul jika pihak manajemen atau agen perusahaan tidak atau kurang memiliki saham biasa perusahaan tersebut. Karena dengan keadaan ini menjadikan pihak manajemen tidak lagi berupaya untuk memaksimumkan keuntungan perusahaan dan mereka http://digilib.mercubuana.ac.id/ 14 berusaha untuk mengambil keuntungan dari beban yang ditanggung oleh pemegang saham. Cara yang dilakukan pihak manajemen adalah dalam bentuk peningkatan kekayaan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas perusahaan. Dalam Anggyansyah (2014) Jensen dan Meckling, Weston dan Brigham, bahwa masalah keagenan dapat terjadi dalam 2 bentuk hubungan, yaitu: 1. antara pemegang saham dan manajer 2. antara pemegang saham dan kreditur Jika suatu perusahaan berbentuk perusahaan perorangan yang dikelola sendiri oleh pemiliknya, maka dapat diasumsikan bahwa manajer–pemilik tersebut akan mengambil setiap tindakan yang mungkin, untuk memperbaiki kesejahteraannya, terutama diukur dalam bentuk peningkatan kekayaan perorangan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas eksekutif. Tetapi, jika manajer mempunyai porsi sebagai pemilik dan mereka mengurangi hak kepemilikannya dengan membentuk perseroan dan menjual sebagian saham perusahaan kepada pihak luar, maka pertentangan kepentingan bisa segera timbul. 2. Stakeholder Theory Stakeholder merupakan individu, sekelompok manusia, komunitas atau masyarakat baik secara keseluruhan maupun secara parsial yang memiliki hubungan serta kepentingan terhadap perusahaan. Individu, kelompok, maupun komunitas dan masyarakat dapat dikatakan sebagai http://digilib.mercubuana.ac.id/ 15 stakeholder jika memiliki karakteristik yaitu mempunyai kekuasaan, legitimasi, dan kepentingan terhadap perusahaan. (Marobi, 2013) Perusahaan bukanlah suatu entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri, namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya (pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis, dan pihak lain). Menurut Gray, dkk (dalam Hari, 2011) mengatakan bahwa : “Kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Makin powerful stakeholder, makin besar usaha perusahaan untuk beradaptasi. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakeholder-nya” Stakeholder Theory atau Teori Pemangku Kepentingan menyatakan bahwa dalam tata kelola organisasi (korporasi), direksi atau pengelola harus memperhatikan pihak-pihak atau kelompok-kelompok yang lebih luas daripada pemegang saham atau pemilik modal. Dalam teori ini, organisasi (korporasi) hadir bukan saja untuk pemegang saham, melainkan untuk semua pemangku kepentingan, yaitu pihak-pihak yang memengaruhi atau dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi, sasaransararan dan keputusan-keputusan yang dibuat atau akan dibuat oleh organisasi. (Kira, 2012) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 16 Meskipun demikian, dengan teori ini tidak perlu diartikan bahwa pemangku kepentingan harus memiliki hubungan struktural dengan organisasi. R. Edward Freeman, Jeffrey S. Harrison, Andrew C. Wicks, Bidhan L. Parmar dan Simone De Colle (2010) menjelaskan: “Stakeholder Theory” does not mean that representatives of these groups must sit on governing boards of the firm nor does it mean that shareholders … have no rights. It does imply that the interests of these groups are joint and that to create value, one must focus on how value gets created for each and every stakeholder.” Stakeholder Theory dikembangkan dari konsep pemangku kepentingan yang pertama kali digunakan dalam literatur manajemen pada sebuah memorandum internal di Stanford Research Institute (SRI), Tahun 1963. Stanford Research Institute mendefinisikan stakeholder secara sederhana, yaitu kelompok yang mampu memberikan dukungan terhadap keberadaan sebuah organisasi, tanpa dukungan dari kelompok ini, organisasi tersebut tidak dapat eksis. Para peneliti SRI kemudian menggolongkan pihak-pihak yang termasuk ke dalam stakeholder. Pihak-pihak tersebut adalah para pemegang saham, karyawan, pelanggan, pemasok, pemberi pinjaman, dan masyarakat. Pada awalnya hanya pemegang saham yang dipandang sebagai satu-satunya stakeholder perusahaan. Konsep pemangku kepentingan ini berkembang dan diterima luas dibidang manajemen strategis, tata kelola perusahaan, tujuan-tujuan usaha dan tanggung jawab sosial korporasi, setelah dibahas sebagai sebuah teori oleh R. Edward http://digilib.mercubuana.ac.id/ 17 Freeman dalam Strategic Management: A Stakeholder Approach (Kira, 2012) Perusahaan mampu tumbuh dan berkembang dengan baik kemudian menjadi besar dibutuhkan dukungan dari para stakeholder-nya. Para stakeholder membutuhkan berbagai informasi terkait dengan aktivitas perusahaan yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, perusahaan akan berusaha untuk memberikan berbagai informasi yang dimiliki untuk menarik dan mencari dukungan dari para stakeholder-nya. Pengungkapan informasi dapat dibagi menjadi dua yakni yang sifatnya wajib (mandatory) dan sukarela (voluntary). Salah satu bentuk pengungkapan sukarela yang berkembang dengan pesat saat ini yaitu pengungkapan sustainability report. Melalui pengungkapan sustainability report (pengungkapan sosial dan lingkungan) perusahaan dapat memberikan informasi yang lebih cukup dan lengkap berkaitan dengan kegiatan dan pengaruhnya terhadap kondisi sosial masyarakat dan lingkungan (Hari, 2011). Stakeholder pada dasarnya dapat mengendalikan atau memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pemakaian sumber-sumber ekonomi yang digunakan oleh perusahaan. Oleh karena itu, power stakeholder ditentukan oleh besar kecilnya power yang mereka miliki atas sumber tersebut. Power tersebut dapat berupa kemampuan untuk membatasi pemakaian sumber ekonomi yang terbatas (modal dan tenaga kerja), akses terhadap media yang berpengaruh, maupun kemampuan mengatur perusahaan (Deegan, 1999, http://digilib.mercubuana.ac.id/ 18 dalam Hari (2011)). Hal inilah yang menyebabkan organisasi akan memilih stakeholder yang dipandang penting, dan mengambil tindakan yang dapat menghasilkan hubungan harmonis antara perusahaan dengan stakeholdernya. 3. Teori Legitimasi Beberapa studi tentang pengungkapan sosial lingkungan telah menggunakan teori legitimasi sebagai basis dalam menjelaskan praktiknya Wlimshurts dan Frost (Hari, 2011) menjelaskan teori legitimasi sangat bermanfaat dalam menganalisis perilaku organisasi. Mereka mengatakan bahwa: “Legitimasi adalah hal yang penting bagi organisasi, batasan-batasan yang ditekankan oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial, reaksi terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi dengan memperhatikan lingkungan.” Guthrie dan Parker (dalam Marisa, 2014) mengatakan bahwa teori legitimasi berdasarkan pada gagasan perusahaan beroperasi di dalam masyarakat melalui suatu kontrak sosial, kemudian perusahaan tersebut akan membuat kesepakatan untuk melaksanakan berbagai macam tindakan yang diinginkan oleh masyarakat sebagai balasan atas diterimanya tujuan perusahaan, kelangsungan hidup perusahaan, dan penghargaan lainnya. Senada dengan pendapat diatas, Dowling dan Pfeffer menyatakan bahwa teori ini benar-benar memberikan saran bagi perusahaan bagaimana teknik http://digilib.mercubuana.ac.id/ 19 untuk membangun kesesuaian nilai sosial yang diterapkan oleh perusahaan dengan norma yang berlaku di masyarakat. Shocker dan Sethi berpendapat bahwa organisasi berusaha menciptakan keselarasan antara nilai-nilai sosial yang melekat pada kegiatannya dengan norma perilaku yang ada pada masyarakat. Selama kedua sistem nilai selaras, maka dapat dilihat sebagai legitimasi perusahaan. Ketika ketidakselarasan terjadi maka akan ada ancaman terhadap legitimasi perusahaan. Teori ini dilandasi oleh suatu pandangan yang disebut dengan “kontrak sosial”. Kontrak dianggap sebagai perjanjian antara perusahaan dengan masyarakat dimana perusahaan beroperasi dan menggunakan sumber ekonomi. (Chariri 2008, dalam Hari (2011)). Menurut Buhr, legitimasi diterima dengan menunjukkan kinerja perusahaan yang sesuai dengan nilai sosial. Aktivitas perusahaan dapat dinilai melalui dua dimensi yaitu aktivitas (kinerja) perusahaan yang sesuai dengan nilai sosial dan pengungkapan apa yang telah dilakukan perusahaan yang sesuai dengan nilai sosial. Pattern berpendapat bahwa teori legitimasi menyatakan kinerja lingkungan yang lemah meningkatkan ancaman legitimasi sosial perusahaan sehingga mendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan dalam laporan tahunan (Hadi, 2014). Lindblom (dalam Hari, 2011) berpendapat bahwa organisasi dapat menggunakan empat straregi legitimasi ketika organisasi menemui ancaman legitimasi, yaitu dengan : http://digilib.mercubuana.ac.id/ 20 a. Mendidik dan menginformasikan para stakeholder tentang tujuan atau maksud organisasi untuk meningkatkan kinerjanya. b. Mengubah persepsi organisasi, tanpa mengubah kinerja aktual organisasi. c. Mengalihkan atau memanipulasi perhatian dari isu-isu penting ke isu-isu lain yang berhubungan, atau d. Mengubah ekspektasi eksternal tentang kinerja organisasi. Legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi dapat dikatakan sebagai manfaat atau sumber potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup. Ketika ada perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dengan nilai-nilai yang dianut perusahaan dengan nilai-nlai masyarakat, legitimasi perusahaan akan berada pada posisi terancam (Chariri, 2008, dalam Hari (2011)). Perbedaan yang terjadi ini antara nilai-nilai perusahaan dengan nilai-nilai sosial masyarakat sering dinamakan ”legitimacy gap” dan dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk melanjutkan kegiatan usahanya. Legitimacy gap menurut Wartol dan Mahon dapat terjadi karena tiga alasan : 1. Ada perubahan dalam kinerja perusahaan tetapi harapan masyarakat terhadap kinerja perusahaan tidak berubah; http://digilib.mercubuana.ac.id/ 21 2. Kinerja perusahaan tidak berubah tetapi harapan masyarakat terhadap kinerja perusahaan telah berubah; 3. Kinerja perusahaan dan harapan masyarakat terhadap kinerja perusahaan berubah ke arah yang berbeda, atau ke arah yang sama tetapi waktunya berbeda. Namun demikian, keberadaan dan besarnya legitimacy gap bukanlah hal yang mudah untuk ditentukan. Bagian terpenting dalam hal ini bagaimana perusahaan berusaha memonitor nilai-nilai perusahaan dan nilai-nilai sosial masyarakat dan mengidentifikasi kemungkinan munculnya gap tersebut. O’donovan (dalam Hadi, 2014) menyarankan ketika terdapat perbedaan, perusahaan harus mampu mengubah nilai sosial atau persepsi terhadap perusahaan sebagai taktik legitimasi. Jadi untuk mengurangi legitimacy gap, perusahaan harus mengidentifikasi aktivitas yang berada dalam kendalinya. Oleh karena itu, pengungkapan laporan yang berorientasi pada sosial dan lingkungan seperti halnya sustainability report merupakan salah satu media yang efektif yang digunakan untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat. 4. Sustainability Report a. Pengertian Sustainability Report Konsep sustainability pada mulanya tercipta dari pendekatan ilmu kehutanan. Istilah ini berarti suatu upaya untuk tidak akan pernah http://digilib.mercubuana.ac.id/ 22 memanen lebih banyak daripada kemampuaan panen hutan pada kondisi normal. Kata nachhaltigkeit (bahasa Jerman untuk keberlanjutan) berarti upaya melestarikan sumber daya alam untuk masa depan. Terdapat dua sudut pandang yang berbeda terkait hubungan antara manusia dengan alam. Salah satu sudut pandang menekankan pada adaptasi dan harmoni, sedangkan di posisi yang lain melihat alam sebagai sesuatu yang harus ditaklukkan (Kuhlman, 2010). Global Reporting Initiative (GRI) merupakan salah satu organisasi internasional yang berpusat di Amsterdam, Belanda. Aktivitas utamanya difokuskan kepada pencapaian tranparansi dan pelaporan suatu perusahaan, melalui pengembangan stándar dan pedoman pengungkapan sustainabilty. Menurut GRI (dalam Hari, 2011) mendefinisikan sustainability report sebagai praktik dalam mengukur dan mengungkapkan aktivitas perusahaan, sebagai tanggung jawab kepada stakeholder internal maupun eksternal mengenai kinerja organisasi dalam mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan. Sustainability report akan menjadi salah satu media untuk mendeskripsikan pelaporan ekonomi, lingkungan, dan dampak sosial. Sebagaimana tertulis pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1(Revisi 2014). Paragraf 9 yang berbunyi sebagai berikut: ”Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added http://digilib.mercubuana.ac.id/ 23 statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting” Dari beberapa definisi para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa laporan pertanggungjawaban sosial merupakan suatu penilaian dampak sosial dari kegiatan bisnis perusahaan. Perusahaan harus melaporkan laporan pertanggungjawaban sosialnya sebagai bukti bahwa perusahaan berkomitmen terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar. b. Prisip-Prinsip Sustainability Report Kualitas informasi akan memungkinkan pemangku kepentingan untuk membuat penilaian yang masuk akal serta tindakan yang memadai terkait kinerja. GRI mempromosikan dan mengembangkan pendekatan standarisasi pelaporan tersebut untuk menstimulasikan permintaan terhadap informasi sustainability yang akan menguntungkan pelaporan organisasi dan kepada yang menggunakan informasi laporan serupa. Pengungkapan Sustainability Report yang sesuai dengan Global Reporting Index harus memenuhi beberapa prinsip yang tercantum dalam GRI-G4 Guidelines (2014), yaitu: 1. Keseimbangan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 24 Sustainability Report sebaiknya mengungkapkan aspek positif dan negatif dari kinerja suatu perusahaan agar dapat menilai secara keseluruhan kinerja dari perusahaan tersebut. 2. Dapat Dibandingkan Sustainability Report berisi isu dan informasi yang ada sebaiknya dipilih, dikompilasi, dan dilaporkan secara konsisten. Informasi tersebut harus disajikan secara seksama sehingga memungkinkan pemangku kepentingan untuk menilai kinerja organisasi. 3. Akurat Informasi yang dilaporkan dalam Sustainability Report harus cukup akurat dan rinci sehingga memungkinkan pemangku kepentingan untuk menilai kinerja organisasi. 4. Urut Waktu Pelaporan Sustainability Report tersebut harus terjadwal dan informasi yang ada harus selalu tersedia bagi para stakeholder. 5. Kesesuaian Informasi yang diberikan dalam Sustainability Report harus sesuai dengan pedoman yang dapat dimengerti serta dapat diakses oleh stakeholder. 6. Dapat dipertanggungjawabkan Informasi dan proses yang digunakan dalam penyusunan laporan harus dikumpulkan, direkam, dikompilasi, http://digilib.mercubuana.ac.id/ dianalisis, dan 25 diungkapkan dengan tepat sehingga dapat menetapkan kualitas dan materialitas informasi. c. Manfaat Sustainability Report Menurut Ernst & Young (2013) penerapan sustainability report memberikan tujuh manfaat, yaitu: 1. Kinerja keuangan Penelitian baru menunjukkan bahwa nilai pengungkapan meluas ke neraca keuangan perusahaan. Hal ini konsisten dengan tanggapan survei untuk laporan ini, di mana mayoritas melaporkan menyadari nilai bisnis sebagai hasil dari upaya pelaporan perusahaan mereka. Sebuah analisis 2009 dari hasil lebih dari 200 independen empiris penelitian yang meneliti hubungan sosial perusahaan dan lingkungan kinerja terhadap kinerja keuangan perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan mungkin manfaat dari meningkatnya komunikasi yang baik mereka. Penelitian dalam sampel khusus meliputi transparansi dan pelaporan ditunjukkan reaksi pasar positif terhadap laporan keberlanjutan. Penelitian terbaru menemukan bahwa kualitas pengungkapan lingkungan dan nilai perusahaan memiliki hubungan yang positif. Bahkan setelah menerapkan kontrol untuk lingkungan kinerja, perusahaan yang paling transparan dalam penelitian ini cenderung memiliki arus kas yang lebih tinggi. 2. Akses ke modal Sebuah kertas baru-baru ini menunjukkan bahwa investor semakin lebih memilih untuk berinvestasi dalam perusahaan transparan karena pihak- http://digilib.mercubuana.ac.id/ 26 manajer yang lebih tinggi kepercayaan, lebih peramalan analis akurat, dan asimetri informasi yang lebih rendah. 3. Inovasi, pengurangan limbah, dan efisiensi Pelaporan dapat menawarkan perusahaan wawasan potensi perubahan dalam proses dan bisnis. Perusahaan yang inovatif dapat menggunakan inisiatif sosial dan lingkungan sebagai peluang untuk belajar. Di tahun 2012 dalam survei global keberlanjutan wartawan, 88% menunjukkan bahwa pelaporan membantu membuat keputusan organisasi mereka-proses yang lebih efisien dalam pengambilan keputusan. 4. Manajemen Risiko. Hubungan antara dampak bisnis material dan lingkungan dan sosial risiko menunjukkan bahwa manajemen bisnis yang berkelanjutan dan kunci metrikya akan menjadi lebih signifikan dalam evaluasi risiko bisnis secara keseluruhan. Pelaporan perusahaan mungkin lebih mampu memprediksi dan mengelola risiko yang berasal dari dimensi keberlanjutan terkait bisnis. Terlibat dalam keberlanjutan pelaporan memungkinkan perusahaan untuk: 1) Mengantisipasi dan mempersiapkan diri untuk isu-isu dimasyarakat operasi 2) Meningkatkan kelincahan dalam proses perbaikan 3) Mengantisipasi dan mempersiapkan kelangkaan bahan di masa depan 5. Reputasi dan kepercayaan konsumen http://digilib.mercubuana.ac.id/ 27 Pelaporan mungkin terbukti menjadi alat yang ampuh bagi perusahaan yang perlu untuk membangun atau memulihkan kepercayaan. Sebuah penelitian Ernst & Young baru-baru ini menemukan bahwa risiko penerimaan sosial adalah salah satu Sepuluh Terbesar Risiko Global Bisnis dan bahwa perusahaan dapat mengambil manfaat dari berkomunikasi secara transparan ke publik.di tahun 2013 Boston College Center Corporate Citizenship dan Ernst & Young mengungkapkan bahwa survei lebih dari 50% responden mengeluarkan laporan keberlanjutan melaporkan bahwa laporan tersebut membantu meningkatkan reputasi perusahaan. 6. Loyalitas karyawan dan perekrutan Proaktif berkomunikasi komitmen tanggung jawab perusahaan perusahaan Anda memiliki dampak positif pada produktivitas, termasuk jumlah sukarela, jam terkompensasi bekerja. Reputasi untuk tanggung jawab dan pengungkapan dapat membantu upaya merekrut. Lebih dari 30% dari wartawan di 2013 Boston College Center Corporate Citizenship dan Ernst & Young Survei melihat peningkatan loyalitas karyawan sebagai akibat dari penerbitan laporan. 7. Manfaat Sosial Sebuah studi dari tanggung jawab sosial perusahaan dalam pasar yang sangat kompetitif menyimpulkan bahwa perusahaan terlibat dalam inisiatif keberlanjutan secara bersamaan dapat meningkatkan keberhasilan perusahaan, mengurangi pengaruh sosial yang negatif dan masyarakat manfaat luas. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 28 5. Profitabilitas a. Pengertian profitabilitas Profitabilitas adalah “The relationship between revenues and costs generated by using the firm’s assets-both current and fixed-in productive activities”. Yang artinya profitabilitas adalah hubungan pendapatan dan biaya-biaya yang dihasilkan dengan penggunaan aset perusahaan yang lancar dan tetap dalam aktivitas produktif. (Gitman, 2009, dalam Adi (2014)) Profitabilitas merupakan hasil bersih dari sejumlah kebijakan dan keputusan perusahaan. Rasio profitabilitas mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Profitabilitas merupakan faktor yang seharusnya mendapat perhatian penting karena untuk dapat melangsungkan hidupnya, suatu perusahaan harus berada dalam keadaan yang menguntungkan (profitable). Tanpa adanya keuntungan (profit), maka akan sulit bagi perusahaan untuk menarik modal dari luar. (M Fauzan, 2013) Di dalam dunia usaha, perusahaan diharapkan untuk dapat menciptakan penghasilannya secara optimal. Profitabilitas merupakan faktor yang seharusnya mendapat perhatian penting, karena untuk dapat melangsungkan hidupnya, suatu perusahaan harus berada dalam keadaan yang menguntungkan (profitable). Tanpa adanya keuntungan (profit), maka akan sulit bagi perusahaan untuk menarik modal dari luar. Para kreditur, pemilik perusahaan, dan terutama sekali pihak manajemen http://digilib.mercubuana.ac.id/ 29 perusahaan akan berusaha meningkatkan keuntungan karena disadari benar pentingnya arti dari profit terhadap kelangsungan dan masa depan perusahaan. Penggunaan rasio profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara berbagai komponen yang ada di dalam laporan keuangan, terutama laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi. Pengukuran dapat dilakukan untuk beberapa periode operasi. Tujuannya adalah agar terlihat perkembangan perusahaan dalam rentang waktu tertentu, baik penurunan atau kenaikan, sekaligus mencari penyebab perubahan tersebut. b. Pengukuran Profitabilitas Pengukuran tingkat profitabilitas dapat dilakukan dengan berbagai cara. Penilaian profitabilitas yang dimaksud adalah dengan menghubungkan antara keuntungan dengan tingkat penjualan yang dicapai oleh suatu perusahaan dalam satu periode tertentu, berikut ini adalah beberapa rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas (Cicilia, 2013): 1. Net Profit Margin Net Profit Margin (NPM) menggambarkan besarnya laba bersih yang diperoleh perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan. Dengan kata lain rasio ini menunjukan berapa besar keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan.jika profit margin suatu perusahaan lebih http://digilib.mercubuana.ac.id/ 30 rendah dari rata-rata industrinya, hal ini dapat disebabkan oleh harga jual perusahaan yang lebih rendah dari pada perusahaan pesaing, atau harga pokok penjualan lebih tinggi dari pada harga pokok perusahaan pesaing ataupun kedua-duanya (Cililia, 2013). Perhitungan Net Profit Margin dengan rumus sebagai berikut: NPM = laba setelah pajak Penjualan bersih 2. Return on Asset (ROA) Return on Assets (ROA) menunjukan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan. Rasio ini menggambarkan efisiensi pada dana yang digunakan perusahaan (Brigham, 2012:153). Dengan mengetahui rasio ini, akan dapat diketahui apakah perusahaan efisien dalam memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasional perusahaan. Rasio ini juga memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukan efektivitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan. Perhitungan return assets (ROA) adalah sebagai berikut: ROA = Laba bersih setelah pajak Total aktiva http://digilib.mercubuana.ac.id/ 31 3. Return on Equity (ROE) Return on equity (ROE) atau return on net worth mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan atau untuk mengetahui besarnya kembalian yang diberikan perusahaan untuk setiap rupiah modal dari pemilik. Angka tersebut menunjukan seberapa baik manajemen memanfaatkan investasi para pemegang saham. Tingkat ROE memiliki hubungan baik dengan harga saham, sehingga semakin besar ROE semakin besar pula harga saham. Besarnya ROE memberikan indikasi bahwa pengembalian yang akan diterima investor akan tinggi sehingga investor akan tertarik untuk membeli saham tersebut dan hal itu menyebabkan harga pasar saham cenderung naik (Brigham, 2012:156). Dengan rumus: ROE = Laba Bersih Setelah Pajak Ekuitas Pemegang Saham Pengukuran profitabilitas merupakan aktivitas yang membuat manajemen menjadi lebih bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial perusahaan kepada pemegang saham (Adi, 2014). Sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas suatu perusahaan maka akan semakin besar pengungkapan informasi sosial yang dilakukan. Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi dari investasi, akan menggunakan hutang yang relatif kecil. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 32 Laba ditahannya yang tinggi sudah memadai membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan. 6. Corporate Governance a. Pengertian Corporate Governance Menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) (dalam Yunita, 2011) Corporate Governance didefinisikan sebagai berikut: “Corporate Governance is the system by which business corporation are directed and controlled. The corporate governance structure specific the distribution of the right an responsibilities among different participants in the corporation such as board, manager, shareholders, and other stakeholders, and spells put the rules andf procedures for making decisions on corporate affairs. By doing this, it also provide the structure through wich the company objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring performance.” Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa corporate governance merupakan sekumpulan hubungan antara perusahaan dan para stakeholder-nya (pemegang saham dan pihak lain yang terlibat dalam suatu perusahaan). Di dalam Corporate Governance terdapat suatu struktur perangkat yang mencapai tujuan atas pengawasan kinerja. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 33 Pendapat lain juga dikemukakan oleh David Lecker dan Brian Tayan (2011:8) bahwa: “Corporate governance as the collection of control mechanism that an organization adopts to prevent or dissuade potentially self interested managers from engaging in activities detrimental to the welfare of shareholders and stakehoders” Yang berarti corporate governance adalah tata kelola perusahaan sebagai kumpulan mekanisme kontrol dalam suatu organisasi yang bertujuan untuk mencegah atau menghalangi manajer yang berpotensi atau tertarik untuk terlibat dalam kegiatan merugikan kesejahteraan pemegang saham dan pemangku kepentingan. Corporate Governance adalah suatu tata kelola bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness). (Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum). Komite Cadburry mendefinisikan Corporate Governance sebagai sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan perusahaan, untuk menjamin kelangsungan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 34 eksistensinya dan pertanggungjawabannya kepada stakeholders (Yunita, 2011). Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia, penerapan praktik Good Corporate Governance diatur dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-117/M-MBU/2002 pasal 1 tentang penerapan praktik Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Berdasarkan peraturan tersebut, Corporate Governance adalah: “Suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk menigkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.” Organ yang dimaksud dalam pengertian di atas adalah rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), komisaris, dan direksi, sedangkan stakeholder adalah pihak yang memiliki kepentingan dengan BUMN, baik langsung maupun tidak langsung. Good Corporate Governance (GCG) didefinisikan sebagai struktur karena GCG berperan dalam mengatur hubungan antara dewan komisaris, direksi, pemegang saham, dan stakeholders lainnya. Sementara sebagai sebuah proses, GCG memastikan transparasi dan proses perusahaan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, dan pengukuran kinerjanya. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 35 Berdasarkan dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Corporate Governance pada intinya adalah mengenai suatu sistem, proses, dan seperangkat peraturan yang digunakan untuk mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan sehingga dapat mendorong kinerja perusahaan untuk bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. b. Prinsip-prinsip Corporate Governance Prinsip-prinsip Good Corporate Governance harus mencerminkan pada hal-hal sebagai berikut (Yunita, 2011): 1. Fairness (Kewajaran) Perusahaan harus memberikan kedudukan dan perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham, sehingga kerugian akibat perlakuan diskriminatif dapat dicegah sedini mungkin. Dalam hal ini, terutama kepada pemegang saham minoritas. 2. Disclosure/Transparency (Keterbukaan/Transparansi) Pengungkapan informasi mengenai perusahaan harus dilakukan secara akurat dan tepat waktu. Selain itu, perusahaan harus menunjukkan adanya transparansi informasi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 36 mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan para stakeholder. 3. Accountability (Akuntabilitas) Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan sesuai dengan kepentingan para pemegang saham dan stakeholders lainnya. 4. Responsibility (Responsibilitas) Perusahaan harus mematuhi perundang-undangan yang berlaku dan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan perusahaan dapat memperoleh dan mempertahankan nama baik perusahaan. c. Mekanisme dan Struktur Corporate Governance Mekanisme merupakan cara kerja sesuatu secara tersistem untuk memenuhi persyaratan tertentu. Mekanisme corporate governance merupakan suatu prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol atau pengawasan terhadap keputusan. Menurut Iskander & Chamlou (dalam Yunita, 2011) mekanisme dalam pengawasan corporate governance dibagi dalam dua kelompok yaitu internal dan external mechanisms. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 37 1. Internal mechanisms adalah cara untuk mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal seperti rapat umum pemegang saham (RUPS), komposisi dewan direksi, komposisi dewan komisaris dan pertemuan dengan board of director. 2. External mechanisms adalah cara mempengaruhi perusahaan selain dengan menggunakan mekanisme internal, seperti pengendalian oleh perusahaan dan pengendalian pasar. 1. Dewan Komisaris Salah satu prinsip Corporate Governance menurut Organization for Economic Cooperation and Development adalah menyangkut peranan dewan komisaris. Bentuk dewan komisaris tergantung pada sistem hukum yang dianut. Terdapat dua sistem hukum yang berbeda, yaitu: 1. Sistem satu tingkat atau one tier system Sistem satu tingkat berasal dari sistem hukum Anglo Saxon. Pada sistem satu tingkat, perusahaan mempunyai satu dewan direksi yang merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus senior (direktur eksekutif) dan direktur independen yang bekerja dengan prinsip paruh waktu (non direktur eksekutif). Negara-negara yang menerapkan sistem ini adalah Amerika Serikat dan Inggris. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 38 2. Sistem dua tingkat atau two tier system Sistem dua tingkat berasal dari sistem hukum kontinental Eropa. Pada sistem dua tingkat, perusahaan mempunyai dua badan terpisah, yaitu dewan pengawas (dewan komisaris) dan dewan manajemen (dewan direksi). Dewan direksi bertugas mengelola dan mewakili perusahaan sesuai dengan pengarahan dan pengawasan dewan komisaris. Dewan direksi diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh badan pengawas (dewan komisaris). Tugas utama dewan komisaris adalah bertanggungjawab mengawasi tugas-tugas manajemen. Indonesia termasuk negara yang mengadopsi sistem dua tingkat ini. (Yunita 2011) Dewan komisaris bertugas dan bertanggungjawab untuk melaksanakan pengawasan dan memberikan nasihat kepada dewan direksi serta memastikan bahwa perusahaan telah melaksanakan GCG sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan UndangUndang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007 Pasal 97 yang menjelaskan bahwa ”Komisaris bertugas mengawasi kebijakan direksi dalam menjalankan perusahaan serta memberikan nasihat kepada direksi. Pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris adalah dengan menilai tindakan yang dilakukan oleh direksi apakah sesuai dengan pedoman atau kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya” (Yunita 2011). Jika terjadi penyimpangan perlu dilakukan tindakan untuk http://digilib.mercubuana.ac.id/ 39 memperbaikinya. Untuk dapat melakukan penilaian tersebut harus tersedia sumber informasi yang diperlukan. Sumber informasi yang paling sering digunakan oleh dewan komisaris adalah berbagai jenis laporan berkala atau insidentil yang diterima dari direksi. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007 Pasal 108 ayat (5) menjelaskan bahwa bagi perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas wajib memiliki paling sedikit 2 (dua) anggota Dewan Komisaris. Oleh karena itu, jumlah anggota Dewan Komisaris di Indonesia bervariasi disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan. Di Indonesia sendiri jumlah Dewan Komisaris paling banyak tiga dan lima orang (Yunita 2011). 2. Dewan Komisaris Independen Keberadaan dewan komisaris belum memberikan jaminan terlaksananya mengenai prinsip-prinsip perlindungan Corporate terhadap Governance, investor. Untuk khususnya mendorong implementasi GCG, dibuatlah sebuah organ tambahan dalam struktur perseroan. Organ tambahan tersebut diharapkan dapat meningkatkan penerapan GCG di dalam perusahaan-perusahaan di Indonesia. Organorgan tambahan tersebut antara lain adalah dewan komisaris independen dan komite audit. Surya dan Yustivandana (2006) menjelaskan bahwa dewan komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota http://digilib.mercubuana.ac.id/ 40 manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan. Komisaris independen diharapkan dapat menciptakan keseimbangan kepentingan berbagai pihak, yaitu pemegang saham utama, direksi, komisaris, manajemen, maupun pemegang saham publik (Yunita, 2011). Keberadaan dewan komisaris independen diharapkan dapat bersikap netral terhadap segala kebijakan yang dibuat oleh direksi. Keberadaan dewan komisaris independen telah diatur dalam peraturan BEJ yang mewajibkan perusahaan yang sahamnya tercatat di BEJ untuk memiliki dewan komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari seluruh jajaran anggota dewan komisaris. Komisaris independen bersama dewan komisaris memiliki tugastugas utama meliputi (Yunita, 2011): 1. Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja, kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha; menetapkan sasaran kerja, mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan, serta memonitor penggunaan modal perusahaan, investasi, dan penjualan aset. Tugas ini terkait dengan tanggung jawab serta http://digilib.mercubuana.ac.id/ 41 mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen (accountability). 2. Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan penggajian anggota Dewan Direksi, serta menjamin suatu proses pencalonan anggota Dewan Direksi yang transparan (trancparency) dan adil (fairness). 3. Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajemen, anggota Dewan Direksi dan anggota Dewan Komisaris, termasuk penyalahgunaan asset dan manipulasi transaksi perusahaan. Tugas ini memberikan perlindungan terhadap hak-hak para pemegang saham (fairness). 4. Memonitor pelaksanaan governace, dan melakukan perubahan jika diperlukan. 5. Memantau proses keterbukaan dan efektivitas komunikasi dalam perusahaan untuk menyediakan tersedianya informasi yang tepat waktu dan jelas. 3. Komite Audit Selain dewan komisaris independen, komite audit adalah organ tambahan yang diperlukan dalam pelaksanaan prinsip GCG. Komite audit dibentuk oleh dewan komisaris dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya (Surat Keputusan Ketua Bapepam Kep-29/PM/2004). Menurut Surat Edaran http://digilib.mercubuana.ac.id/ 42 Bapepam No. SE-03/PM/2000 tentang komite audit menjelaskan bahwa tujuan komite audit adalah membantu dewan komisaris untuk: 1. Meningkatkan kualitas laporan keuangan 2. Menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan 3. Meningkatkan efektivitas fungsi internal audit maupun eksternal audit 4. Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris. Pada umumnya, komite audit mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu: 1. Laporan Keuangan Komite audit bertanggung jawab untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha, rencana, dan komitmen perusahaan jangka panjang. 2. Tata Kelola Perusahaan Komite audit bertanggung jawab untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku dan etika melaksanakan pengawasan secara efektif http://digilib.mercubuana.ac.id/ 43 terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan. 3. Pengawasan Perusahaan Komite Audit bertanggung jawab untuk pengawasan perusahaan termasuk di dalamnya hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan auditor internal. Komite Audit beranggotakan satu atau lebih anggota Dewan Komisaris. Komite Audit harus diketuai oleh seorang Komisaris Independen (Surat Keputusan Ketua Bapepam Kep-29/PM/2004). Anggota Komite Audit diharuskan memiliki keahlian yang memadai. Berdasarkan Surat Keputusan Ketua Bapepam Kep-29/PM/2004 menyatakan bahwa anggota komite audit harus: 1. Memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang sesuai dengan pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan baik. 2. Salah seorang dari anggota komite audit memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan. 3. Memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami laporan keuangan. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 44 4. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang peraturan perundangundangan di bidang pasar modal dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Komite audit dituntut untuk bertindak secara independen karena komite audit merupakan pihak yang menjembatani antara eksternal auditor dan perusahaan dan juga menjembatani antara fungsi pengawasan dewan komisaris dengan internal auditor (Yunita,2011). Komite audit harus bebas dari pengaruh direksi, eksternal auditor dan hanya bertanggung jawab terhadap Dewan Komisaris. 4. Governance Committee Willey (dalam Hari, 2011) menyatakan governance committee merupakan sebuah komite yang terdiri dari beberapa anggota dewan direksi. Gagasan pembentukan komite ini pada awalnya, merupakan keharusan bagi perusahaan berdasarkan Undang-Undang Sarbanes-Oxley tahun 2002 di Amerika Serikat. Tujuan dari governance committee adalah melakukan pengawasan terhadap efektivitas pengendalian internal perusahaan atas laporan keuangan. Hidayah (dalam Hari, 2011) menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa upaya untuk mendorong penerapan GCG, antara lain membentuk Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) yang telah mengeluarkan Pedoman GCG dan pada tahun 2004, KNKCG diubah menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). Komite ini http://digilib.mercubuana.ac.id/ 45 berperan dalam proses perencanaan atau palaksanaan audit atau menentukan apakah laporan keuangan perusahaan disajikan secara lengkap dan akurat sesuai PABU. Selain itu komite harus mengembangkan dan merekomendasi kepada dewan pedoman dalam pelaksanaan dan etika corporate governance. Dalam melihat praktik corporate governance suatu perusahaan, untuk menuju praktik yang baik, kuat, dan berkesinambungan, yang harus diperhatikan bukan hanya apakah perusahaan tersebut telah menjalankan praktik biasa seperti halnya penunjukan komisaris independen, pelaksanaan rapat dewan direksi yang rutin, proporsi dewan direksi, atau penunjukan anggota komite audit independen, melainkan dapat juga dilihat melalui pembentukan komitekomite tambahan yang dibentuk perusahaan sebagai suatu bentuk usaha perwujudan good corporate governance yang kuat. Komite-komite ini dibentuk sebagai pembantu dalam kinerja dewan agar dapat lebih fokus dan berkompeten dalam menangani masalah dan pemberian solusi sesuai dengan bidang dan keahliannya masing-masing. Komite-komite bentukan yang dimaksud antara lain : governance committee, komite nominasi dan remunerasi, komite CSR, komite manajemen risiko, komite anggaran, komite investasi, ataupun yang lain sesuai fungsi dan perannya masing-masing. Penerapan prinsip good corporate governance adalah untuk menghasilkan kinerja perusahaan yang efektif dan efisien melalui harmonisasi manajemen perusahaan (Muthaher, 2010) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 46 B. Penelitian Terdahulu Dwi Anggoro dan Linda Agustina (2013) meneliti tentang Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Pengungkapan Sustainablity Report Perusahaan di BEI, dimana kinerja keuangan dinilai dari profitabilitas, likuiditas, dan leverage, hasilnya adalah secara simultan profitabilitas, likuiditas, dan leverage berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability report. Namun secara parsial likuiditas berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability report, sementara profitabilitas dan leverage tidak berpengaruh dalam pengungkapan sustainability report. Selanjutnya Marissa Putri (2014) melakukan penelitian untuk melihat pengaruh struktur kepemilikan dan mekanisme corporate governance terhadap tingkat pengungkapan laporan berkelanjutan (sustainability report) pada perusahaan publik di Indonesia. Hasil penelitiannya menemukan bahwa tingkat pengungkapan sustainability report tidak signifikan dipengaruhi oleh hak kendali yang dimiliki pemegang saham pengendali ultimat dan mekanisme corporate governance. Imam Wibowo & Sekar Akram Faradiza (2014) melakukan penelitian yang berjudul ”Pengaruh Pengungkapan Sustainability Report Terhadap Kinerja Keuangan & Pasar Perusahaan” (studi kasus pada perusahaan go public yang terdaftar di BEI tahun 2008-2011 kecuali sektor keuangan/finance). Hasilnya adalah Pengungkapan Sustainability Report tidak mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan, namun berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja pasar. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 47 Ernst & Young (2013) melakukan penelitian berjudul “Value of Sustainability Reporting” (A Study by the Center for Corporate Citizenship). Mereka meneliti 100 perusahaan yang membuat Sustainability Report di Boston, USA. Hasilnya adalah Semakin banyak perusahaan yang menerbitkan laporan keberlanjutan, analis memperkirakan bahwa permintaan publik dan investor untuk jaminan eksternal laporan keberlanjutan akan tumbuh. Salah satu bagian dari langkah menuju standardisasi adalah dorongan untuk laporan tahunan yang mencakup dan menghubungkan informasi pada kedua aspek keuangan dan nonkeuangan bisnis. Hari Suryono Widianto (2011) meneliti tentang Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Leverage, Aktivitas, Ukuran Perusahaan, dan Corporate Governance terhadap Praktik Pengungkapan Sustainability Report (Study pada perusahaan yang listed di BEI Periode 2007-2009). Hasilnya adalah adanya perbedaan yang signifikan karakteristik-karakteristik perusahaan dan pelaksanaan corporate governance antara perusahaan yang melakukan pengungkapan dan tidak melakukan pengungkapan, sedangkan tidak terjadinya perbedaan yang signifikan pada variabel leverage. Selanjutnya, terdapat pengaruh positif yang ditimbulkan oleh variabel profitabilitas, ukuran perusahaan, dewan direksi, dan komite audit. Berbeda dengan variabel yang lain seperti likuiditas, leverage, aktivitas, dan dewan direksi, komite audit yang dijelaskan tidak memberikan pengaruh terhadap level pengungkapan sustainability report suatu perusahaan. Yunita Ratnasari (2011) melakukan penelitian yang berjudul ”Pengaruh Corporate Governance terhadap Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial http://digilib.mercubuana.ac.id/ 48 Perusahaan di dalam Sustainability Report”. Corporate Governance tidak berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan Sustainability Report. Penelitian menunjukkan bahwa variabel leverage berpengaruh negatif dan signifikan terhadap luas pengungkapan sustainability report. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 49 TABEL 2.1 Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu NO 1 PENELITI Marissa Putri (2014) 2 Dwi Anggoro Saputro Fachrurrozie & Linda Agustina (2013) 3 Imam Wibowo & Sekar Akram Faradiza (2014) 4. Ernst & Young LLP (2013) 5. Hari Suryono Widianto (2011) 6. Yunita (2011) Ratnasari JUDUL “Pengaruh Struktur Kepemilikan & Mekanisme Corporate Governanace terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keberlanjutan” (Studi kasus pada perusahaan publik di Indonesia periode 20082012) “Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Pengungkapan Sustainability Report Perusahaan di BEI” (tahun 2010-2012) HASIL Di Indonesia, tingkat pengungkapan laporan berkelanjutan tidak signifikan dipengaruhi oleh hak kendali yang dimiliki oleh pemegang saham pengendali ultimat & mekanisme CG. Sementara hak kepemilikan asing ditemukan berpengaruh negatif terhadap tingkat pengungkapan Sustainability Report Secara simultan profitabilitas, likuiditas, dan leverage berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability report. Namun secara parsial likuiditas berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability report, sementara profitabilitas dan leverage tidak berpengaruh dalam pengungkapan sustainability report. “Pengaruh Pengungkapan Sustainability Report Terhadap Kinerja Keuangan & Pasar Perusahaan” (studi kasus pada perusahaan go public yang terdaftar di BEI tahun 2008-2011 kecuali sektor keuangan/finance) “Value of Sustainability Reporting” (A Study by the Center for Corporate Citizenship) Pengungkapan Sustainability Report tidak mempengaruhi kinerja keuangan peusahaan, namun berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja pasar “Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Leverage, Aktivitas, Ukuran Perusahaan, dan Corporate Governance terhadap Praktik Pengungkapan Sustainability Report” (Study pada perusahaan yang listed di BEI Periode 2007-2009) “Pengaruh Corporate Governance terhadap Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di dalam Sustainability Report” Sumber: Dari Berbagai Jurnal http://digilib.mercubuana.ac.id/ Semakin banyak perusahaan yang menerbitkan laporan keberlanjutan, analis memperkirakan bahwa permintaan publik dan investor untuk jaminan eksternal laporan keberlanjutan akan tumbuh. adanya perbedaan yang signifikan karakteristik-karakteristik perusahaan dan pelaksanaan corporate governance antara perusahaan yang melakukan pengungkapan dan tidak melakukan pengungkapan, sedangkan tidak terjadinya perbedaan yang signifikan pada variabel leverage. Corporate Governance tidak berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan Sustainability Report. Penelitian menunjukkan bahwa variabel leverage berpengaruh negatif dan signifikan terhadap luas pengungkapan sustainability report. 50 C. Rerangka Pemikiran Laporan pertanggungjawaban sosial merupakan suatu penilaian dampak sosial dari kegiatan bisnis perusahaan. Perusahaan harus melaporkan laporan pertanggungjawaban sosialnya sebagai bukti bahwa perusahaan berkomitmen terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar. Profitabilitas merupakan hasil bersih dari sejumlah kebijakan dan keputusan perusahaan. Rasio profitabilitas mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Profitabilitas merupakan faktor yang seharusnya mendapat perhatian penting karena untuk dapat melangsungkan hidupnya, suatu perusahaan harus berada dalam keadaan yang menguntungkan (profitable). Tanpa adanya keuntungan (profit), maka akan sulit bagi perusahaan untuk menarik modal dari luar. (M Fauzan, 2013). Profitabilitas merupakan faktor yang seharusnya mendapat perhatian penting, karena untuk dapat melangsungkan hidupnya, suatu perusahaan harus berada dalam keadaan yang menguntungkan (profitable). Tanpa adanya keuntungan (profit), maka akan sulit bagi perusahaan untuk menarik modal dari luar. Para kreditur, pemilik perusahaan, dan terutama sekali pihak manajemen perusahaan akan berusaha meningkatkan keuntungan karena disadari benar pentingnya arti dari profit terhadap kelangsungan dan masa depan perusahaan. Pengukuran profitabilitas dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan menghitung ROA, ROE, dan NPM dalam suatu perusahaan. Corporate Governance merupakan sekumpulan hubungan antara perusahaan dan para stakeholder-nya (pemegang saham dan pihak lain yang terlibat dalam suatu http://digilib.mercubuana.ac.id/ 51 perusahaan). Di dalam Corporate Governance terdapat suatu struktur perangkat yang mencapai tujuan atas pengawasan kinerja, salah satunya adalah Governance Committee. Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya serta permasalahan yang telah dikemukakan, berikut disajikan rerangka pemikiran teoritis yang dituangkan dalam model penelitian yang menunjukan pengaruh antara variabel-variabel independen, yaitu Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Net Profit Margin (NPM), dan Governance Committee terhadap variabel dependen yaitu Sustainability Report. ROA ( ) ROE ( ) SUSTAINABILITY REPORT(Y) NPM ( ) GOVERNANCE COMMITTEE ( ) Type equation here. Gambar 2.1 Model Konseptual http://digilib.mercubuana.ac.id/ 52 D. Hipotesis a. Hubungan antara Return On Assets dengan Sustainability Report Pertumbuhan aktivitas sustainability reporting terus meningkat pada perusahaan-perusahaan global. Hal ini disebabkan meningkatnya ketertarikan para investor dan stakeholder yang lain pada isu sustainability report (Dilling, 2009, dalam Hari (2011)). Jumah perusahaan yang membuat sustainability report di Indonesia cenderung bertambah, hal ini disebabkan oleh kesadaran perusahaan akan lingkungan sekitarnya. Kelengkapan pengungkapan informasi yang disampaikan melalui sustainability report akan lebih banyak terperinci dan lebih banyak menyediakan informasi pendukung, hal ini disebabkan bentuk sustainability report sebagai suatu laporan yang berdiri sendiri. Pengungkapan Sustainability Report dilakukan sebagai salah satu bentuk usaha mewujudkan akuntabilitas perusahaan kepada para stakeholdernya. (Hari, 2011) Perusahaan yang memiliki kemampuan kinerja keuangan yang baik identik dengan upaya-upaya untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas guna memperoleh simpati dan dukungan dari para stakeholeder-nya. Kinerja perusahaan yang baik dapat dicerminkan melalui tingkat profitabilitas dari waktu ke waktu. Analisis ROA merupakan salah satu bentuk rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam http://digilib.mercubuana.ac.id/ 53 menghasilkan keuntungan. Dari latar belakang demikian dibangunlah hipotesis sebagai berikut: : ROA memiliki hubungan positif dengan Sustainability Report b. Hubungan antara Return On Equity dengan Sustainability Report Pengukuran profitabilitas merupakan aktivitas yang membuat manajemen menjadi lebih bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial perusahaan kepada pemegang saham (Adi, 2014). Sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas suatu perusahaan maka akan semakin besar pengungkapan laporan berkelanjutan yang dilakukan. Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi dari investasi, akan menggunakan hutang yang relatif kecil. Laba ditahannya yang tinggi sudah memadai membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan. Return on equity (ROE) atau return on net worth mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan atau untuk mengetahui besarnya kembalian yang diberikan perusahaan untuk setiap rupiah modal dari pemilik. Angka tersebut menunjukan seberapa baik manajemen memanfaatkan investasi bagi pemegang saham sehingga laba yang diperoleh semakin besar dan bedampak positif bagi kelangsungan hidup perusahaan. Dari latar belakang demikian dibangunlah hipotesis sebagai berikut: : ROE memiliki hubungan positif dengan sustainability report http://digilib.mercubuana.ac.id/ 54 c. Hubungan Net Profit Margin dengan Sustainability Report Net Profit Margin (NPM) menggambarkan besarnya laba bersih yang diperoleh perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan. Dengan kata lain rasio ini menunjukan berapa besar keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan. Jika profit margin suatu perusahaan lebih rendah dari rata-rata industrinya, hal ini dapat disebabkan oleh harga jual perusahaan yang lebih rendah dari pada perusahaan pesaing, atau harga pokok penjualan lebih tinggi dari pada harga poko perusahaan pesaing ataupun kedua-duanya (Cililia, 2013). Laraswita (2010) menemukan bahwa profitabilitas memiliki pengaruh signifikan positif terhadap kelengkapan pengungkapan laporan. Selain itu penelitian Fitriani (dalam Laraswita, 2010) juga menyatakan bahwa variabel net proft margin berhubungan positif dengan kelengkapan pengungkapan. Dari latar belakang demikian dibangunlah hipotesis sebagai berikut: : NPM memiliki hubungan positif dengan sustainability report d. Hubungan Corporate Governance dengan Sustainability Report Membangun sistem tata kelola perusahaan yang baik menuntut untuk dibentuk dan dijalankannya prinsip-prisip corporate governance dalam pelaksanaan manajerial perusahaan. governance suatu perusahaan Dalam menilai menuju praktik yang praktik baik, corporate kuat, dan berkesinambungan, yang harus diperhatikan bukan hanya apakah perusahaan tersebut telah menjalankan praktik biasa seperti halnya penunjukan komisaris http://digilib.mercubuana.ac.id/ 55 independen, proporsi dewan direksi, atau penunjukan anggota komite audit independen, melainkan dapat juga dilihat melalui pembentukan komite-komite pembantu. Komite-komite yang dibentuk bertujuan membantu kinerja dewan agar dapat lebih fokus dan berkompeten dalam menangani masalah dan memberikan solusi sesuai dengan bidang dan keahliannya masing-masing. Salah satu bentukan komite tersebut misalnya governance committee. (Hari, 2011) Penciptaan good corporate governance suatu perusahaan dapat diwujudkan salah satunya melalui pembentukan dan penunjukkan anggota governance commitee yang kompeten dan berkualitas. Boediono (dalam Hari, 2011) menegaskan GCG adalah salah satu pilar dari pembentukan sistem ekonomi yang akan berdampak pada output kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan yang terus meningkat akan menjadi faktor keunggulan perusahaan untuk memperoleh dukungan dan simpati dari para stakeholder-nya. Pengungkapan sosial lingkungan yang dilakukan perusahaan, salah satunya dapat diwujudkan melalui pembuatan sustainability report. Dari latar belakang demikian dibangunlah hipotesis sebagai berikut: : Governance Committee memiliki hubungan Sustainability Report http://digilib.mercubuana.ac.id/ positif dengan