STIKES NGUDI WALUYO HUBUNGAN ANTARA KONTROL GLUKOSA DARAH DENGAN KEJADIAN KOMPLIKASI NEUROPATI DIABETIKUM PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH JURNAL KARYA TULIS ILMIAH OLEH : ULLY HIKMAH NIM : 010214A084 PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2016 HUBUNGAN ANTARA KONTROL GLUKOSA DARAH DENGAN KEJADIAN KOMPLIKASI NEUROPATI DIABETIKUM PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH Ully Hikmah *, Faridah Aini **, Luvi Dian Afriyani ** ABSTRAK Neuropati diabetik terjadi pada 60-70 % individu DM. Kontrol glukosa darah teratur merupakan deteksi dini mencegah Neuropati diabetik. Tujuan penelitian untuk menganalisa hubungan antara kontrol glukosa darah dengan kejadian komplikasi neuropati diabetikum pada pasien Diabetes melitus di RSUD Tugurejo Semarang Provinsi Jawa Tengah. Metode penelitian menggunakan observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah semua penderita diabetes melitus yang berkunjung ke RSUD Tugurejo Semarang Provinsi Jawa Tengah bulan Juli - Desember tahun 2015. Sampel 184 menggunakan tehnik purposive sampling. Alat yang digunakan untuk penelitian adalah data sekunder dengan melihat catatan rekam medis, dilakukan analisa univariat dan bivariat dengan uji statistik Chi Square. Hasil penelitian didapatkan Kontrol glukosa darah pada penderita diabetes mellitus sebagian besar teratur yaitu sebanyak 147 responden (79,9%). Penderita diabetes mellitus sebagian besar tidak mengalami komplikasi neuropati diabetikum yaitu sebanyak 129 responden (70,1%). Kesimpulan penelitian ini ada hubungan yang signifikan antara kontrol glukosa darah dengan kejadian komplikasi neuropati diabetikum pada penderita Diabetes mellitus di RSUD Tugurejo Semarang Provinsi Jawa Tengah dengan nilai p-value 0,000 (α = 0,05). Diharapkan penderita diabetes mellitus rutin melakukan kontrol glukosa darah untuk menghindari terjadinya komplikasi neuropati diabetikum Kata kunci : glukosa darah, neuropati diabetikum, diabetes mellitus *) Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo **) Dosen Pembimbing 1 The Connection between Blood Glucose Control with neuropathic diabetic complication in Diabetes Mellitus Patiens at Tugurejo Hospital Semarang, Central Java. Ully Hikmah *, Faridah Aini **, Luvi Dian Afriyani ** ABSTRACT Neuropathic diabetic complication happens in 60-70 % individuals with diabetes mellitus. Regular control of blood glucose is an early detection for preventing neuropatic diabetic. The research aimed to analyze the connection between blood glucose control with neuropathic diabetic complication in diabetes mellitus patiens at Tugurejo Hospital Semarang, Central Java. This research method used observational analytic with cross sectional approach. This research population was all patients of diabetes mellitus visiting Tugurejo Hospital, Semarang, Central Java from July to December in 2015. Sampling of 184 respondents was purposive sampling technique. The tool used secondary data of the medical record by using univariate and bivariate analyses and chi square test. The research results got that blood glucose control in diabetes mellitus patients was mostly regular as many as 147 respondents (79,9%). The diabetes mellitus patients mostly did not experience neuropathic diabetic complication as many as 129 respondents (70,1%). The conclusion of this research was that there was a significant connection between blood glucose control and neuropathic diabetic complication in diabetes mellitus patients at Tugurejo Hospital Semarang, Central java with p-value 0,000 (α = 0,05). So diabetes mellitus patients are expected to do blood glucose control routinely to avoid neuropathic diabetic complication. . Keywords : blood glucose, neuropathic diabetic, diabetes mellitus *) Student of Nursing Study Program, STIKES Ngudi Waluyo **) Lecturer 2 PENDAHULUAN Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi ancaman utama pada umat manusia pada abad ke -21. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang tidak menular tetapi prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Diabetes melitus telah menjadi perhatian kesehatan global, dan sekarang telah mencapai status pandemik (Trisnawati, 2013). International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa lebih dari 371 juta orang di dunia yang berumur 20-79 tahun menderita diabetes, sedangkan Indonesia merupakan urutan ke tujuh dengan prevalensi diabetes tertinggi, di bawah Cina, India, USA, Brazil, Rusia dan Mexico. Proporsi penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun dengan DM adalah 6,9 % (Kemenkes Republik Indonesia, 2013). Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia berdasarkan jawaban pernah didiagnosis dokter sebesar 1,5%. Diabetes Melitus berdasarkan diagnosis atau gejala sebesar 2,1%. Prevalensi Diabetes Melitus pada perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki. Data profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012, menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus tergantung insulin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 0,06% lebih rendah dibanding tahun 2011 (0,09%). Prevalensi tertinggi adalah kabupaten Semarang sebesar 0,66%. Sedangkan prevalensi diabetes melitus yang tidak tergantung insulin (DM tipe II) mengalami penurunan dari 0,63% menjadi 0,55% pada tahun 2012. Prevalensi tertinggi adalah kota Magelang sebesar 7,93%. Meskipun demikian penanganan terhadap penyakit diabetes melitus harus selalu diperhatikan. Diabetes melitus memerlukan penanganan jangka panjang, seperti halnya dengan penyakit kronis yang lain. Keberhasilan pengobatan tidak saja ditentukan oleh obat anti-diabetika saja, tetapi juga oleh kepatuhan diit dan olah raga. Menurut Perkeni (2011), ada empat pilar penatalaksanaan DM yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis. Pengelolaan diabetes melitus jangka pendek bertujuan untuk menghilangkan keluhan atau gejala DM dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat. Sedangkan jangka panjang tujuannya lebih jauh lagi yaitu mencegah komplikasi, baik makroangiopati, mikroangiopati maupun neuropati (Soegondo, 2006). Komplikasi diabetes melitus dapat berupa komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut yang sering terjadi adalah hipoglikemi, hiperglikemi dan ketoasidosis diabetik. Sedangkan komplikasi kronis berupa komplikasi vaskuler dan non vaskuler yaitu rasa tebal (pada lidah, gigi dan gusi yang mempengaruhi pengecapan), gangguan pendengaran, gangguan pembuluh darah, gangguan seksual, kelainan kulit dan gangguan saraf (neuropati diabetik) (Anies, 2006). Neuropati diabetik adalah kerusakan saraf yang disebabkan oleh kadar glukosa darah yang tinggi sehingga melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi nutrisi ke saraf. Gejala neuropati diabetik bervariasi mungkin hanya ringan, seperti semutan, rasa tebal, lemah, bisa juga rasa nyeri yang hebat terutama pada malam hari. Neuropati diabetik merupakan komplikasi tersering, pada awalnya menyebabkan hilangnya sentakan pergelangan kaki dan tidak ada sensasi getar pada eksterimas bawah (Rubenstein, Wayne & Bradley, 2007). Peningkatan kadar glukosa darah kronis mengakibatkan penumpukan glikoprotein dinding sel sehingga muncul komplikasi mikrovaskuler antara lain adalah neuropati diabetikum (Black & Hawks, 2009). Kontrol glukosa darah yang teratur dapat mencegah munculnya komplikasi neuropati diabetik (Sutejo, 2010). Keteraturan kontrol glukosa darah merupakan deteksi dini yang akan memberi kesempatan untuk pengobatan dan pencegahan komplikasi yang efektif, sehingga jika konsentrasi glukosa darah selalu dapat dikendalikan dengan baik, diharapkan semua komplikasi tersebut dapat dicegah atau dihambat (Soegondo, 2006). 3 Studi penelitian telah membuktikan bahwa pasien diabetes melitus yang melakukan kontrol glukosa darah secara teratur memiliki kualitas hidup yang baik dan juga memiliki resiko komplikasi yang lebih rendah (Mucclocch, 2009). Hal ini dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Alfiah Kusuma Wardani dan Muhammad Atoillah Isfandiari di wilayah Puskesmas Jagir Surabaya didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara keteraturan kontrol gula darah dengan gejala komplikasi mikrovaskuler Diabetes Melitus. Dari gejala komplikasi mikrovaskuler yang terjadi, gejala yang paling sering dialami responden adalah gejala komplikasi neuropati. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sugiarto dan Suprihatin di Rumah Sakit Baptis Kediri (2012), menunjukkan hasil bahwa tidak ada hubungan kepatuhan kontrol dengan tingkat glukosa darah di Rumah Sakit Baptis Kediri (Sugiarto dan Suprihatin, 2012). Penderita diabetes melitus diharapkan tidak mengalami komplikasi neuropati diabetikum jika kontrol glukosa darah teratur, akan tetapi berdasarkan survei yang dilakukan pada 10 orang penderita Diabetes melitus di RSUD Tugurejo Semarang Provinsi Jawa Tengah didapatkan 8 orang yang mengalami komplikasi neuropati dan 2 orang tidak mengalami komplikasi tersebut. Dari 8 orang yang mengalami komplikasi neuropati itu, didapatkan 5 orang melakukan kontrol kadar glukosa darah secara rutin setiap bulan dan 3 orang tidak melakukan kontrol rutin kadar glukosa darah. Tujuan penelitian untuk menganalisa hubungan antara kontrol glukosa darah dengan kejadian komplikasi neuropati diabetikum pada pasien Diabetes melitus di RSUD Tugurejo Semarang Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi RSUD Tugurejo Semarang Provinsi Jawa Tengah untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kontrol glukosa darah dan memberikan penyuluhan kepada penderita DM dengan membuat peer group penderita diabetes mellitus. BAHAN DAN CARA Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah semua penderita diabetes melitus yang berkunjung ke RSUD Tugurejo Semarang Provinsi Jawa Tengah bulan Juli Desember tahun 2015 yang berjumlah 184 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling menggunakan purposive sampling. Alat yang digunakan untuk penelitian adalah data sekunder dengan melihat catatan rekam medis, dilakukan analisa univariat dan bivariat dengan uji statistik Chi Square. HASIL A. Kontrol Glukosa Darah Diagram 1 Distribusi Frekuensi Kontrol Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus 150 147 100 Teratur Tidak Teratur 50 37 0 Kontrol Gula Darah Berdasarkan diagram 1 menunjukkan bahwa kontrol glukosa darah pada penderita diabetes mellitus sebagian besar teratur yaitu sebanyak 147 responden (79,9%) dan kontrol glukosa darah tidak teratur sebanyak 37 responden (20,1%). B. Kejadian Komplikasi Neuropati Diabetikum Diagram 2 Distribusi Frekuensi Kejadian Komplikasi Neuropati Diabetikum Pada Penderita Diabetes Mellitus 140 120 100 80 60 40 20 0 129 55 Tidak Komplikasi Komplikasi Kejadian Komplikasi Neuropati Diabetikum 4 Berdasarkan diagram 2 menunjukkan bahwa sebagian besar penderita diabetes mellitus tidak mengalami komplikasi neuropati diabetikum yaitu sebanyak 129 responden (70,1%) dan yang mengalami komplikasi yaitu sebanyak 55 responden (29,9%). C. Hubungan antara kontrol glukosa darah dengan kejadian komplikasi neuropati diabetikum pada penderita diabetes mellitus Tabel 1 Hubungan antara kontrol glukosa darah dengan kejadian komplikasi neuropati diabetikum pada penderita diabetes mellitus Kejadian komplikasi Total neuropati diabetikum Kontrol glukosa Tidak Komplikasi darah Komplikasi f % f % f % Teratur 127 86,4 20 13,6 147 100 Tidak 2 5,4 35 94,6 37 100 teratur Total 129 70,1 55 29,9 184 100 P value : 0,000 OR : 111,125 Dari tabel 1 terlihat bahwa pasien yang mengalami komplikasi neuropati diabetikum lebih banyak tidak melakukan kontrol glukosa darah secara teratur sebanyak 35 responden (94,6%), dibandingkan dengan yang melakukan kontrol glukosa darah secara teratur sebanyak 20 responden (13,6%). Pasien yang tidak mengalami komplikasi neuropati diabetikum lebih banyak melakukan kontrol glukosa darah secara teratur sebanyak 127 responden (86,4%), dibandingkan dengan yang tidak melakukan kontrol secara teratur sebanyak 2 responden (5,4%). Berdasarkan uji chi square diperoleh nilai p-value 0,000 ( α = 0,05), disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kontrol glukosa darah dengan kejadian komplikasi neuropati diabetikum pada penderita Diabetes mellitus. Hasil penelitian didapatkan nilai OR (Odd Ratio) sebesar 111,125, hal ini menunjukkan bahwa ketidakteraturan kontrol glukosa darah menyebabkan penderita diabetes melitus beresiko sebesar 111,125 kali mengalami kejadian komplikasi neuropati diabetikum bila dibandingkan dengan yang kontrol glukosa darah teratur dan sisanya di kontrol variabel lain PEMBAHASAN A. Kontrol Glukosa Darah Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penderita DM melakukan kontrol glukosa darah teratur, hal ini menunjukkan bahwa penderita diabetes melitus mulai menyadari pentingnya kontrol glukosa darah untuk mencegah komplikasi neuropati diabetikum. Dilihat dari karakteristik responden berdasarkan usia mayoritas yang melakukan kontrol glukosa darah teratur berusia dewasa awal (18 - 40 tahun) dibandingkan yang berusia lanjut (>60 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa semakin muda usia maka semakin teratur melakukan kontrol glukosa darah. Dilihat dari jenis kelamin yang kontrol glukosa darah teratur lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan. Sesuai dengan teori menurut Perkeni (2011) yang menyatakan bahwa diabetes dapat terkendali dengan baik apabila kadar glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan, sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik. Kontrol glukosa darah merupakan kunci manajemen DM, yaitu dengan menjaga kadar glukosa darah agar mendekati normal atau dengan jarak target yang disepakati oleh klien dan penyedia pelayanan kesehatan (Black & Hawks, 2009). Guna mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, glukosa darah 2 jam post prandial, atau pemeriksaan kadar glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala sesuai dengan kebutuhan (Perkeni, 2011). Keteraturan kontrol glukosa darah merupakan deteksi dini yang akan memberi kesempatan untuk pengobatan dan pencegahan komplikasi yang efektif, sehingga jika konsentrasi glukosa darah selalu dapat dikendalikan dengan baik, 5 diharapkan semua komplikasi tersebut dapat dicegah atau dihambat (Soegondo, 2006). Sesuai penelitian yang dilakukan oleh Laurentia Mihardja (2009) yang menyatakan bahwa kadar gula darah tidak terkontrol didapatkan pada 68,0% responden laki-laki dan 81,1% perempuan. Faktor yang berhubungan dalam pengendalian gula darah salah satunya adalah usia. Hasil penelitian tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2015) menyatakan bahwa mayoritas pasien tidak teratur melakukan kontrol kadar gula darah (65.5%). Pasien yang tidak teratur melakukan kontrol kadar gula darah puasa dan kontrol kadar gula postprandial sebesar 54.4% dan 62.1%. Rata-rata nilai kadar gula darah puasa dan kontrol kadar gula postprandial buruk (75.3% dan 90.5%). Seluruh pasien tidak teratur melakukan pemeriksaan kadar HbA1c . B. Kejadian Komplikasi Neuropati Diabetikum Hasil penelitian terdapat (70,1%) penderita yang tidak mengalami kejadian komplikasi neuropati diabetikum dan hanya (29,9%) penderita diabetes melitus yang mengalami komplikasi neuropati diabetikum, hal ini menunjukkan bahwa yang mengalami kejadian komplikasi neuropati diabetikum lebih sedikit dibanding yang tidak mengalami komplikasi. Hal ini terjadi karena sebagian besar penderita teratur melakukan kontrol glukosa darah, telah mendapatkan edukasi, terapi nutrisi/gizi medis dan farmakologi sehingga sebagian besar penderita diabetes melitus tidak mengalami komplikasi. Penderita yang mengalami komplikasi neuropati diabetikum disebabkan karena tidak melakukan kontrol glukosa darah secara teratur yang disebabkan faktor usia dan kadar glukosa darah yang mendekati normal dan datang lagi ke rumah sakit ternyata kadar glukosa darahnya tinggi. Sesuai teori bahwa komplikasi diabetes melitus dapat berupa komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut yang sering terjadi adalah hipoglikemi, hiperglikemi dan ketoasidosis diabetik. Sedangkan komplikasi kronis berupa komplikasi vaskuler dan non vaskuler yaitu rasa tebal (pada lidah, gigi dan gusi yang mempengaruhi pengecapan), gangguan pendengaran, gangguan pembuluh darah, gangguan seksual, kelainan kulit dan gangguan saraf (neuropati diabetik) (Anies, 2006). Sesuai dengan pernyataan Fox & Kilvert (2010) yang menyatakan bahwa banyak bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa resiko komplikasi berhubungan langsung dengan kontrol glukosa darah, sehingga upaya pencegahan komplikasi dilakukan dengan mengontrol kadar glukosa darah secara ketat. C. Hubungan antara kontrol glukosa darah dengan kejadian komplikasi neuropati diabetikum Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara kontrol glukosa darah dengan kejadian komplikasi neuropati diabetikum. Kontrol glukosa darah penderita DM teratur dengan penderita tidak mengalami kejadian komplikasi neuropati diabetikum sebanyak 127 responden (86,4%), kontrol glukosa darah teratur dengan kejadian komplikasi neuropati diabetikum sebanyak 20 responden (13,6%). Kontrol glukosa darah tidak teratur dengan penderita tidak mengalami kejadian komplikasi neuropati diabetikum sebanyak 2 responden (5,4%) dan kontrol glukosa darah tidak teratur dengan kejadian komplikasi neuropati diabetikum sebanyak 35 responden (94,6%). Hal ini berarti bahwa semakin teratur melakukan kontrol glukosa darah maka semakin terhindar dari kejadian komplikasi neuropati diabetikum. Sesuai dengan teori bahwa peningkatan kadar glukosa darah kronis mengakibatkan penumpukan glikoprotein dinding sel sehingga muncul komplikasi mikrovaskuler antara lain adalah neuropati diabetikum (Black & Hawks, 2009). Komplikasi kronis muncul karena kontrol glukosa darah yang tidak teratur (Tandra, 2008). Banyak bukti ilmiah yang 6 menunjukkan bahwa resiko komplikasi berhubungan langsung dengan kontrol glukosa darah, sehingga upaya pencegahan komplikasi dilakukan dengan mengontrol kadar glukosa darah secara ketat. UK Prospectif Diabetes Study (UKPDS) di Inggris telah memberikan bukti yang tidak bisa disangkal bahwa komplikasi dapat dicegah dengan kontrol glukosa darah yang ketat, yang mencapai HbA1C 7% dan penyebab komplikasi jangka panjang adalah kontrol glukosa darah yang buruk (Fox & Kilvert, 2010). Menurut HMS Hyperbaric (2013), kontrol ketat gula darah menjadi perioritas utama dalam upaya pencegahan terjadinya neuropati pada pasien DM. Hal itu didukung pula oleh Diabetes Control Complications Trial (DCCT) yang memaparkan, kontrol ketat gula darah dapat menurunkan resiko terkena neuropati sebesar 60% (HMS Hyperbaric, 2013). Sesuai dengan teori menurut Perkeni (2011) yang menyatakan bahwa Keberhasilan pengobatan tidak saja ditentukan oleh obat anti-diabetika saja, tetapi juga oleh kepatuhan diit dan olah raga. Prinsip pengaturan diet pada penyandang diabetes yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki, menggunakan tangga, berkebun, harus tetap dilakukan, selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kontrol glukosa darah. Ada empat pilar penatalaksanaan DM yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis (Perkeni, 2011). Hasil penelitian juga didukung oleh teori Djokomoeljanto (2007) yang menyatakan bahwa neuropati diabetikum juga berhubungan dengan sejumlah faktor risiko kardiovaskuler yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi, yaitu profil lipid dan tekanan darah, lamanya diabetes, merokok dan konsumsi alkohol. Faktor risiko yang menyebabkan neuropati diabetik terdiri dari lamanya diabetes, umur, kontrol glikemik yang buruk dalam jangka lama (Boulton et al., 2005). Faktor risiko neuropati diabetikum yang multifaktor dimana faktor terkuat adalah hiperglikemi kronik, disamping itu juga faktor usia, lama diabetes, merokok, konsumsi alkohol, hipertensi, dan hipercholesterolemia Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Maidina, Djallalluddin, dan Yasmina (2012), menunjukkan bahwa pasien dengan kadar HbA1C ≥ 75% secara bermakna beresiko hampir 2 kali lipat (1,6) untuk mengalami kaki diabetik dibanding pasien DM dengan kadar HbA1C < 7% (Maidina, Djallalluddin, & Yasmina, 2012). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Mucclocch (2009) yang menyatakan bahwa pasien diabetes melitus yang melakukan kontrol glukosa darah secara teratur memiliki kualitas hidup yang baik dan juga memiliki resiko komplikasi yang lebih rendah. Hal ini dikuatkan lagi oleh penelitian yang dilakukan oleh Alfiah Kusuma Wardani dan Muhammad Atoillah Isfandiari di wilayah Puskesmas Jagir Surabaya yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara keteraturan kontrol gula darah dengan gejala komplikasi mikrovaskuler Diabetes Melitus. Dari gejala komplikasi mikrovaskuler yang terjadi, gejala yang paling sering dialami responden adalah gejala komplikasi neuropati. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1. Kontrol glukosa darah pada penderita diabetes mellitus sebagian besar teratur. 2. Penderita diabetes mellitus sebagian besar tidak mengalami komplikasi neuropati diabetikum karena melakukan kontrol glukosa darah secara rutin setiap 1 bulan sekali. 3. Ada hubungan yang signifikan antara kontrol glukosa darah dengan kejadian komplikasi neuropati diabetikum pada penderita Diabetes mellitus dengan nilai p-value 0,000 ( α = 0,05). 7 B. Saran 1. Bagi Penderita Diabetes Mellitus Diharapkan penderita diabetes mellitus untuk rutin melakukan kontrol glukosa darah setiap 1 bulan sekali untuk menghindari terjadinya komplikasi neuropati diabetikum. 2. Bagi RSUD Tugurejo Semarang Diharapkan bagi RSUD Tugurejo Semarang untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kontrol glukosa darah dan memberikan penyuluhan kepada penderita DM dengan membuat peer group penderita diabetes mellitus . 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan adanya tindak lanjut untuk melakukan penelitian dengan menggunakan metode dan variabel yang berbeda sehingga dapat menghasilkan penelitian yang lebih baik DAFTAR PUSTAKA Anies. 2006. Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular.Jakarta : EMK Black, Joice M., Jane Hokanson Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Edisi 8. Buku 2. Jakarta : Salemba Medika Boulton et al., 2005. Diabetic neuropathies: A statement by The American Diabetes Association. Diabetes Care, 28(4):956-962. Djokomoeljanto, RJ. 2007. Naskah Lengkap Diabetes Melitus Ditinjau Dari Berbagai Aspek Penyakit Dalam. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Fox dan Kilvert. 2010. Bersahabat dengan Diabetes Tipe 2. Jakarta : Panebar plus HMS Hyperbaric. 2013. http://hmshyperbaric. com/2013/06/neuropati-otonomdiabetik/ . (diakses tanggal 10 November jam 08.00 WIB) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2013. Hasil Riskesdas 2013. www.depkes.go.id/resources/downloa d/... (diakses 5 Oktober 2015 jam 14.00 WIB) Mihardja, L, 2009. Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di Perkotaan Indonesia (Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 9, September 2009) PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta : PERKENI Rachmawati, 2015. Gambaran Kontrol dan Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang. Jurnal Jurusan Keperawatan, Volume 01, Nomor 01 Tahun 2015, Halaman 1-8. Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/ Rubenstein, Wayne, Bradley. 2007. LECTURE NOTES: Kedokteran Klinis. Jakarta : Erlangga Soegondo. 2006. Diabetes Melitus : sebagai faktor resiko utama penyakit kardiovaskuler. Yayasan Penerbitan IDI Sutejo. 2010. 5 Strategi Penderita Diabetes Melitus Berusia Panjang. Yogyakarta : Kanisius Tandra. 2008. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes Melitus Tanya Jawab Lengkap Dengan AhlinyA. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Trisnawati, Shara Kurnia. Soedijono Setyorogo.2013. Faktor Resiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. www.diabetesi.biz.id/p/jurnaldiabetes_81.html... (diakses 11 Oktober 2015 jam 18.00 WIB) 8