stikes ngudi waluyo hubungan antara kontrol glukosa darah dengan

advertisement
STIKES NGUDI WALUYO
HUBUNGAN ANTARA KONTROL GLUKOSA DARAH DENGAN KEJADIAN
KOMPLIKASI NEUROPATI DIABETIKUM PADA PENDERITA
DIABETES MELITUS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG
PROVINSI JAWA TENGAH
JURNAL
KARYA TULIS ILMIAH
OLEH :
ULLY HIKMAH
NIM : 010214A084
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2016
HUBUNGAN ANTARA KONTROL GLUKOSA DARAH DENGAN KEJADIAN
KOMPLIKASI NEUROPATI DIABETIKUM PADA PENDERITA
DIABETES MELITUS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG
PROVINSI JAWA TENGAH
Ully Hikmah *, Faridah Aini **, Luvi Dian Afriyani **
ABSTRAK
Neuropati diabetik terjadi pada 60-70 % individu DM. Kontrol glukosa darah teratur
merupakan deteksi dini mencegah Neuropati diabetik. Tujuan penelitian untuk menganalisa
hubungan antara kontrol glukosa darah dengan kejadian komplikasi neuropati diabetikum pada
pasien Diabetes melitus di RSUD Tugurejo Semarang Provinsi Jawa Tengah.
Metode penelitian menggunakan observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.
Populasi penelitian adalah semua penderita diabetes melitus yang berkunjung ke RSUD Tugurejo
Semarang Provinsi Jawa Tengah bulan Juli - Desember tahun 2015. Sampel 184 menggunakan
tehnik purposive sampling. Alat yang digunakan untuk penelitian adalah data sekunder dengan
melihat catatan rekam medis, dilakukan analisa univariat dan bivariat dengan uji statistik Chi
Square.
Hasil penelitian didapatkan Kontrol glukosa darah pada penderita diabetes mellitus sebagian
besar teratur yaitu sebanyak 147 responden (79,9%). Penderita diabetes mellitus sebagian besar
tidak mengalami komplikasi neuropati diabetikum yaitu sebanyak 129 responden (70,1%).
Kesimpulan penelitian ini ada hubungan yang signifikan antara kontrol glukosa darah dengan
kejadian komplikasi neuropati diabetikum pada penderita Diabetes mellitus di RSUD Tugurejo
Semarang Provinsi Jawa Tengah dengan nilai p-value 0,000 (α = 0,05). Diharapkan penderita
diabetes mellitus rutin melakukan kontrol glukosa darah untuk menghindari terjadinya komplikasi
neuropati diabetikum
Kata kunci : glukosa darah, neuropati diabetikum, diabetes mellitus
*) Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo
**) Dosen Pembimbing
1
The Connection between Blood Glucose Control with neuropathic diabetic complication in
Diabetes Mellitus Patiens at Tugurejo Hospital Semarang, Central Java.
Ully Hikmah *, Faridah Aini **, Luvi Dian Afriyani **
ABSTRACT
Neuropathic diabetic complication happens in 60-70 % individuals with diabetes mellitus.
Regular control of blood glucose is an early detection for preventing neuropatic diabetic. The
research aimed to analyze the connection between blood glucose control with neuropathic diabetic
complication in diabetes mellitus patiens at Tugurejo Hospital Semarang, Central Java.
This research method used observational analytic with cross sectional approach. This
research population was all patients of diabetes mellitus visiting Tugurejo Hospital, Semarang,
Central Java from July to December in 2015. Sampling of 184 respondents was purposive sampling
technique. The tool used secondary data of the medical record by using univariate and bivariate
analyses and chi square test.
The research results got that blood glucose control in diabetes mellitus patients was mostly
regular as many as 147 respondents (79,9%). The diabetes mellitus patients mostly did not
experience neuropathic diabetic complication as many as 129 respondents (70,1%). The conclusion
of this research was that there was a significant connection between blood glucose control and
neuropathic diabetic complication in diabetes mellitus patients at Tugurejo Hospital Semarang,
Central java with p-value 0,000 (α = 0,05). So diabetes mellitus patients are expected to do blood
glucose control routinely to avoid neuropathic diabetic complication.
.
Keywords : blood glucose, neuropathic diabetic, diabetes mellitus
*) Student of Nursing Study Program, STIKES Ngudi Waluyo
**) Lecturer
2
PENDAHULUAN
Diabetes melitus merupakan salah satu
penyakit degeneratif yang menjadi ancaman
utama pada umat manusia pada abad ke -21.
Penyakit ini merupakan salah satu penyakit
yang tidak menular tetapi prevalensinya
semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Diabetes melitus telah menjadi perhatian
kesehatan global, dan sekarang telah
mencapai status pandemik (Trisnawati, 2013).
International Diabetes Federation (IDF)
menyatakan bahwa lebih dari 371 juta orang
di dunia yang berumur 20-79 tahun menderita
diabetes, sedangkan Indonesia merupakan
urutan ke tujuh dengan prevalensi diabetes
tertinggi, di bawah Cina, India, USA, Brazil,
Rusia dan Mexico. Proporsi penduduk
Indonesia yang berusia 15 tahun dengan DM
adalah 6,9 % (Kemenkes Republik Indonesia,
2013).
Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi
Diabetes Melitus di Indonesia berdasarkan
jawaban pernah didiagnosis dokter sebesar
1,5%. Diabetes Melitus berdasarkan diagnosis
atau gejala sebesar 2,1%. Prevalensi Diabetes
Melitus pada perempuan cenderung lebih
tinggi daripada laki-laki.
Data profil kesehatan Provinsi Jawa
Tengah tahun 2012, menunjukkan bahwa
prevalensi diabetes melitus tergantung insulin
di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012
sebesar 0,06% lebih rendah dibanding tahun
2011 (0,09%). Prevalensi tertinggi adalah
kabupaten
Semarang
sebesar
0,66%.
Sedangkan prevalensi diabetes melitus yang
tidak tergantung insulin (DM tipe II)
mengalami penurunan dari 0,63% menjadi
0,55% pada tahun 2012. Prevalensi tertinggi
adalah kota Magelang sebesar 7,93%.
Meskipun demikian penanganan terhadap
penyakit diabetes melitus harus selalu
diperhatikan.
Diabetes
melitus
memerlukan
penanganan jangka panjang, seperti halnya
dengan
penyakit
kronis
yang
lain.
Keberhasilan
pengobatan
tidak
saja
ditentukan oleh obat anti-diabetika saja, tetapi
juga oleh kepatuhan diit dan olah raga.
Menurut Perkeni (2011), ada empat pilar
penatalaksanaan DM yaitu edukasi, terapi gizi
medis, latihan jasmani dan intervensi
farmakologis.
Pengelolaan diabetes melitus jangka
pendek bertujuan untuk menghilangkan
keluhan atau gejala DM dan mempertahankan
rasa nyaman dan sehat. Sedangkan jangka
panjang tujuannya lebih jauh lagi yaitu
mencegah komplikasi, baik makroangiopati,
mikroangiopati maupun neuropati (Soegondo,
2006).
Komplikasi diabetes melitus dapat berupa
komplikasi akut dan komplikasi kronis.
Komplikasi akut yang sering terjadi adalah
hipoglikemi, hiperglikemi dan ketoasidosis
diabetik. Sedangkan komplikasi kronis berupa
komplikasi vaskuler dan non vaskuler yaitu
rasa tebal (pada lidah, gigi dan gusi yang
mempengaruhi
pengecapan),
gangguan
pendengaran, gangguan pembuluh darah,
gangguan seksual, kelainan kulit dan
gangguan saraf (neuropati diabetik) (Anies,
2006).
Neuropati diabetik adalah kerusakan saraf
yang disebabkan oleh kadar glukosa darah
yang tinggi sehingga melemahkan dan
merusak dinding pembuluh darah kapiler
yang memberi nutrisi ke saraf. Gejala
neuropati diabetik bervariasi mungkin hanya
ringan, seperti semutan, rasa tebal, lemah,
bisa juga rasa nyeri yang hebat terutama pada
malam hari. Neuropati diabetik merupakan
komplikasi
tersering,
pada
awalnya
menyebabkan
hilangnya
sentakan
pergelangan kaki dan tidak ada sensasi getar
pada eksterimas bawah (Rubenstein, Wayne
& Bradley, 2007).
Peningkatan kadar glukosa darah kronis
mengakibatkan penumpukan glikoprotein
dinding sel sehingga muncul komplikasi
mikrovaskuler antara lain adalah neuropati
diabetikum (Black & Hawks, 2009). Kontrol
glukosa darah yang teratur dapat mencegah
munculnya komplikasi neuropati diabetik
(Sutejo, 2010). Keteraturan kontrol glukosa
darah merupakan deteksi dini yang akan
memberi kesempatan untuk pengobatan dan
pencegahan komplikasi yang efektif, sehingga
jika konsentrasi glukosa darah selalu dapat
dikendalikan dengan baik, diharapkan semua
komplikasi tersebut dapat dicegah atau
dihambat (Soegondo, 2006).
3
Studi penelitian telah membuktikan
bahwa pasien diabetes melitus yang
melakukan kontrol glukosa darah secara
teratur memiliki kualitas hidup yang baik dan
juga memiliki resiko komplikasi yang lebih
rendah (Mucclocch, 2009). Hal ini dikuatkan
oleh penelitian yang dilakukan oleh Alfiah
Kusuma Wardani dan Muhammad Atoillah
Isfandiari di wilayah Puskesmas Jagir
Surabaya didapatkan hasil bahwa ada
hubungan antara keteraturan kontrol gula
darah
dengan
gejala
komplikasi
mikrovaskuler Diabetes Melitus. Dari gejala
komplikasi mikrovaskuler yang terjadi, gejala
yang paling sering dialami responden adalah
gejala komplikasi neuropati.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sugiarto dan Suprihatin di Rumah Sakit
Baptis Kediri (2012), menunjukkan hasil
bahwa tidak ada hubungan kepatuhan kontrol
dengan tingkat glukosa darah di Rumah Sakit
Baptis Kediri (Sugiarto dan Suprihatin, 2012).
Penderita diabetes melitus diharapkan
tidak mengalami komplikasi neuropati
diabetikum jika kontrol glukosa darah teratur,
akan tetapi berdasarkan survei
yang
dilakukan pada 10 orang penderita Diabetes
melitus di RSUD Tugurejo Semarang
Provinsi Jawa Tengah didapatkan 8 orang
yang mengalami komplikasi neuropati dan 2
orang tidak mengalami komplikasi tersebut.
Dari 8 orang yang mengalami komplikasi
neuropati itu, didapatkan 5 orang melakukan
kontrol kadar glukosa darah secara rutin
setiap bulan dan 3 orang tidak melakukan
kontrol rutin kadar glukosa darah.
Tujuan penelitian untuk menganalisa
hubungan antara kontrol glukosa darah
dengan kejadian komplikasi neuropati
diabetikum pada pasien Diabetes melitus di
RSUD Tugurejo Semarang Provinsi Jawa
Tengah.
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan bagi RSUD
Tugurejo Semarang Provinsi Jawa Tengah
untuk
memantau
dan
mengevaluasi
pelaksanaan kontrol glukosa darah dan
memberikan penyuluhan kepada penderita
DM dengan membuat peer group penderita
diabetes mellitus.
BAHAN DAN CARA
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional. Sampel dalam
penelitian ini adalah semua penderita diabetes
melitus yang berkunjung ke RSUD Tugurejo
Semarang Provinsi Jawa Tengah bulan Juli Desember tahun 2015 yang berjumlah 184
orang yang memenuhi kriteria inklusi. Teknik
sampling yang digunakan dalam penelitian ini
adalah
non
probability
sampling
menggunakan purposive sampling. Alat yang
digunakan untuk penelitian adalah data
sekunder dengan melihat catatan rekam
medis, dilakukan analisa univariat dan
bivariat dengan uji statistik Chi Square.
HASIL
A. Kontrol Glukosa Darah
Diagram 1
Distribusi Frekuensi Kontrol Glukosa
Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus
150
147
100
Teratur
Tidak Teratur
50
37
0
Kontrol Gula Darah
Berdasarkan diagram 1 menunjukkan
bahwa kontrol glukosa darah pada
penderita diabetes mellitus sebagian besar
teratur yaitu sebanyak 147 responden
(79,9%) dan kontrol glukosa darah tidak
teratur sebanyak 37 responden (20,1%).
B. Kejadian
Komplikasi
Neuropati
Diabetikum
Diagram 2
Distribusi Frekuensi Kejadian Komplikasi
Neuropati Diabetikum Pada Penderita
Diabetes Mellitus
140
120
100
80
60
40
20
0
129
55
Tidak
Komplikasi
Komplikasi
Kejadian Komplikasi
Neuropati Diabetikum
4
Berdasarkan diagram 2 menunjukkan
bahwa sebagian besar penderita diabetes
mellitus tidak mengalami komplikasi
neuropati diabetikum yaitu sebanyak 129
responden (70,1%) dan yang mengalami
komplikasi yaitu sebanyak 55 responden
(29,9%).
C. Hubungan antara kontrol glukosa darah
dengan kejadian komplikasi neuropati
diabetikum pada penderita diabetes
mellitus
Tabel 1
Hubungan antara kontrol glukosa darah
dengan kejadian komplikasi neuropati
diabetikum pada penderita diabetes
mellitus
Kejadian komplikasi
Total
neuropati diabetikum
Kontrol
glukosa
Tidak
Komplikasi
darah Komplikasi
f
%
f
%
f %
Teratur
127 86,4 20
13,6 147 100
Tidak
2
5,4 35
94,6 37 100
teratur
Total
129 70,1 55
29,9 184 100
P value
: 0,000
OR
: 111,125
Dari tabel 1 terlihat bahwa pasien
yang mengalami komplikasi neuropati
diabetikum lebih banyak tidak melakukan
kontrol glukosa darah secara teratur
sebanyak
35
responden
(94,6%),
dibandingkan dengan yang melakukan
kontrol glukosa darah secara teratur
sebanyak 20 responden (13,6%). Pasien
yang
tidak
mengalami
komplikasi
neuropati diabetikum lebih banyak
melakukan kontrol glukosa darah secara
teratur sebanyak 127 responden (86,4%),
dibandingkan
dengan
yang
tidak
melakukan kontrol secara teratur sebanyak
2 responden (5,4%).
Berdasarkan
uji
chi
square
diperoleh nilai p-value 0,000 ( α = 0,05),
disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara kontrol glukosa darah
dengan kejadian komplikasi neuropati
diabetikum pada penderita
Diabetes
mellitus. Hasil penelitian didapatkan nilai
OR (Odd Ratio) sebesar 111,125, hal ini
menunjukkan bahwa ketidakteraturan
kontrol glukosa darah menyebabkan
penderita diabetes melitus beresiko sebesar
111,125
kali
mengalami
kejadian
komplikasi neuropati diabetikum bila
dibandingkan dengan yang kontrol glukosa
darah teratur dan sisanya di kontrol
variabel lain
PEMBAHASAN
A. Kontrol Glukosa Darah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar penderita DM melakukan
kontrol glukosa darah teratur, hal ini
menunjukkan bahwa penderita diabetes
melitus mulai menyadari pentingnya
kontrol glukosa darah untuk mencegah
komplikasi neuropati diabetikum. Dilihat
dari karakteristik responden berdasarkan
usia mayoritas yang melakukan kontrol
glukosa darah teratur berusia dewasa awal
(18 - 40 tahun) dibandingkan yang berusia
lanjut (>60 tahun). Hal ini menunjukkan
bahwa semakin muda usia maka semakin
teratur melakukan kontrol glukosa darah.
Dilihat dari jenis kelamin yang kontrol
glukosa darah teratur lebih banyak yang
berjenis kelamin perempuan.
Sesuai dengan teori menurut Perkeni
(2011) yang menyatakan bahwa diabetes
dapat terkendali dengan baik apabila kadar
glukosa darah mencapai kadar yang
diharapkan, sehingga dapat mencegah
terjadinya komplikasi kronik.
Kontrol glukosa darah merupakan
kunci manajemen DM, yaitu dengan
menjaga kadar glukosa darah agar
mendekati normal atau dengan jarak target
yang disepakati oleh klien dan penyedia
pelayanan kesehatan (Black & Hawks,
2009). Guna mencapai tujuan tersebut
perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa
darah puasa, glukosa darah 2 jam post
prandial, atau pemeriksaan kadar glukosa
darah pada waktu yang lain secara berkala
sesuai dengan kebutuhan (Perkeni, 2011).
Keteraturan kontrol glukosa darah
merupakan deteksi dini yang akan
memberi kesempatan untuk pengobatan
dan pencegahan komplikasi yang efektif,
sehingga jika konsentrasi glukosa darah
selalu dapat dikendalikan dengan baik,
5
diharapkan semua komplikasi tersebut
dapat dicegah atau dihambat (Soegondo,
2006).
Sesuai penelitian yang dilakukan oleh
Laurentia
Mihardja
(2009)
yang
menyatakan bahwa kadar gula darah tidak
terkontrol
didapatkan
pada
68,0%
responden laki-laki dan 81,1% perempuan.
Faktor
yang
berhubungan
dalam
pengendalian gula darah salah satunya
adalah usia.
Hasil penelitian tidak sesuai dengan
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Rachmawati (2015) menyatakan bahwa
mayoritas pasien tidak teratur melakukan
kontrol kadar gula darah (65.5%). Pasien
yang tidak teratur melakukan kontrol kadar
gula darah puasa dan kontrol kadar gula
postprandial sebesar 54.4% dan 62.1%.
Rata-rata nilai kadar gula darah puasa dan
kontrol kadar gula postprandial buruk
(75.3% dan 90.5%). Seluruh pasien tidak
teratur melakukan pemeriksaan kadar
HbA1c .
B. Kejadian
Komplikasi
Neuropati
Diabetikum
Hasil penelitian terdapat (70,1%)
penderita yang tidak mengalami kejadian
komplikasi neuropati diabetikum dan
hanya (29,9%) penderita diabetes melitus
yang mengalami komplikasi neuropati
diabetikum, hal ini menunjukkan bahwa
yang mengalami kejadian komplikasi
neuropati diabetikum lebih sedikit
dibanding
yang
tidak
mengalami
komplikasi. Hal ini terjadi karena sebagian
besar penderita teratur melakukan kontrol
glukosa darah, telah mendapatkan edukasi,
terapi nutrisi/gizi medis dan farmakologi
sehingga sebagian besar penderita diabetes
melitus tidak mengalami komplikasi.
Penderita yang mengalami komplikasi
neuropati diabetikum disebabkan karena
tidak melakukan kontrol glukosa darah
secara teratur yang disebabkan faktor usia
dan kadar glukosa darah yang mendekati
normal dan datang lagi ke rumah sakit
ternyata kadar glukosa darahnya tinggi.
Sesuai teori bahwa komplikasi
diabetes melitus dapat berupa komplikasi
akut dan komplikasi kronis. Komplikasi
akut
yang
sering
terjadi
adalah
hipoglikemi, hiperglikemi dan ketoasidosis
diabetik. Sedangkan komplikasi kronis
berupa komplikasi vaskuler dan non
vaskuler yaitu rasa tebal (pada lidah, gigi
dan gusi yang mempengaruhi pengecapan),
gangguan
pendengaran,
gangguan
pembuluh darah, gangguan seksual,
kelainan kulit dan gangguan saraf
(neuropati diabetik) (Anies, 2006).
Sesuai dengan pernyataan Fox &
Kilvert (2010) yang menyatakan bahwa
banyak bukti ilmiah yang menunjukkan
bahwa resiko komplikasi berhubungan
langsung dengan kontrol glukosa darah,
sehingga upaya pencegahan komplikasi
dilakukan dengan mengontrol kadar
glukosa darah secara ketat.
C. Hubungan antara kontrol glukosa darah
dengan kejadian komplikasi neuropati
diabetikum
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ada hubungan antara kontrol glukosa darah
dengan kejadian komplikasi neuropati
diabetikum. Kontrol glukosa darah
penderita DM teratur dengan penderita
tidak mengalami kejadian komplikasi
neuropati diabetikum sebanyak 127
responden (86,4%), kontrol glukosa darah
teratur dengan kejadian komplikasi
neuropati diabetikum sebanyak 20
responden (13,6%). Kontrol glukosa darah
tidak teratur dengan penderita tidak
mengalami kejadian komplikasi neuropati
diabetikum sebanyak 2 responden (5,4%)
dan kontrol glukosa darah tidak teratur
dengan kejadian komplikasi neuropati
diabetikum sebanyak 35 responden
(94,6%). Hal ini berarti bahwa semakin
teratur melakukan kontrol glukosa darah
maka semakin terhindar dari kejadian
komplikasi neuropati diabetikum.
Sesuai
dengan
teori
bahwa
peningkatan kadar glukosa darah kronis
mengakibatkan penumpukan glikoprotein
dinding sel sehingga muncul komplikasi
mikrovaskuler antara lain adalah neuropati
diabetikum (Black & Hawks, 2009).
Komplikasi kronis muncul karena kontrol
glukosa darah yang tidak teratur (Tandra,
2008). Banyak bukti ilmiah yang
6
menunjukkan bahwa resiko komplikasi
berhubungan langsung dengan kontrol
glukosa darah, sehingga upaya pencegahan
komplikasi dilakukan dengan mengontrol
kadar glukosa darah secara ketat. UK
Prospectif Diabetes Study (UKPDS) di
Inggris telah memberikan bukti yang tidak
bisa disangkal bahwa komplikasi dapat
dicegah dengan kontrol glukosa darah yang
ketat, yang mencapai HbA1C 7% dan
penyebab komplikasi jangka panjang
adalah kontrol glukosa darah yang buruk
(Fox & Kilvert, 2010).
Menurut HMS Hyperbaric (2013),
kontrol ketat gula darah menjadi perioritas
utama dalam upaya pencegahan terjadinya
neuropati pada pasien DM. Hal itu
didukung pula oleh Diabetes Control
Complications Trial (DCCT) yang
memaparkan, kontrol ketat gula darah
dapat menurunkan resiko terkena neuropati
sebesar 60% (HMS Hyperbaric, 2013).
Sesuai dengan teori menurut Perkeni
(2011)
yang
menyatakan
bahwa
Keberhasilan pengobatan tidak saja
ditentukan oleh obat anti-diabetika saja,
tetapi juga oleh kepatuhan diit dan olah
raga. Prinsip pengaturan diet pada
penyandang diabetes yaitu makanan yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan
kalori dan zat gizi masing-masing individu.
Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki,
menggunakan tangga, berkebun, harus
tetap dilakukan, selain untuk menjaga
kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan memperbaiki sensitivitas
insulin, sehingga akan memperbaiki
kontrol glukosa darah. Ada empat pilar
penatalaksanaan DM yaitu edukasi, terapi
gizi medis, latihan jasmani dan intervensi
farmakologis (Perkeni, 2011).
Hasil penelitian juga didukung oleh
teori Djokomoeljanto
(2007)
yang
menyatakan bahwa neuropati diabetikum
juga berhubungan dengan sejumlah faktor
risiko
kardiovaskuler
yang
dapat
dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi,
yaitu profil lipid dan tekanan darah,
lamanya diabetes, merokok dan konsumsi
alkohol. Faktor risiko yang menyebabkan
neuropati diabetik terdiri dari lamanya
diabetes, umur, kontrol glikemik yang
buruk dalam jangka lama (Boulton et al.,
2005). Faktor risiko neuropati diabetikum
yang multifaktor dimana faktor terkuat
adalah hiperglikemi kronik, disamping itu
juga faktor usia, lama diabetes, merokok,
konsumsi
alkohol,
hipertensi,
dan
hipercholesterolemia
Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Maidina,
Djallalluddin, dan Yasmina (2012),
menunjukkan bahwa pasien dengan kadar
HbA1C ≥ 75% secara bermakna beresiko
hampir 2 kali lipat (1,6) untuk mengalami
kaki diabetik dibanding pasien DM dengan
kadar
HbA1C
<
7%
(Maidina,
Djallalluddin, & Yasmina, 2012).
Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Mucclocch
(2009) yang menyatakan bahwa pasien
diabetes melitus yang melakukan kontrol
glukosa darah secara teratur memiliki
kualitas hidup yang baik dan juga memiliki
resiko komplikasi yang lebih rendah. Hal
ini dikuatkan lagi oleh penelitian yang
dilakukan oleh Alfiah Kusuma Wardani
dan Muhammad Atoillah Isfandiari di
wilayah Puskesmas Jagir Surabaya yang
menunjukkan bahwa ada hubungan antara
keteraturan kontrol gula darah dengan
gejala komplikasi mikrovaskuler Diabetes
Melitus.
Dari
gejala
komplikasi
mikrovaskuler yang terjadi, gejala yang
paling sering dialami responden adalah
gejala komplikasi neuropati.
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Kontrol glukosa darah pada penderita
diabetes mellitus sebagian besar
teratur.
2. Penderita diabetes mellitus sebagian
besar tidak mengalami komplikasi
neuropati
diabetikum
karena
melakukan kontrol glukosa darah
secara rutin setiap 1 bulan sekali.
3. Ada hubungan yang signifikan antara
kontrol glukosa darah dengan kejadian
komplikasi neuropati diabetikum pada
penderita Diabetes mellitus dengan
nilai p-value 0,000 ( α = 0,05).
7
B. Saran
1. Bagi Penderita Diabetes Mellitus
Diharapkan penderita diabetes mellitus
untuk rutin melakukan kontrol glukosa
darah setiap 1 bulan sekali untuk
menghindari terjadinya komplikasi
neuropati diabetikum.
2. Bagi RSUD Tugurejo Semarang
Diharapkan bagi RSUD Tugurejo
Semarang untuk memantau dan
mengevaluasi pelaksanaan kontrol
glukosa darah dan memberikan
penyuluhan kepada penderita DM
dengan membuat peer group penderita
diabetes mellitus .
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan adanya tindak lanjut untuk
melakukan
penelitian
dengan
menggunakan metode dan variabel yang
berbeda sehingga dapat menghasilkan
penelitian yang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
Anies. 2006. Waspada Ancaman Penyakit
Tidak Menular.Jakarta : EMK
Black, Joice M., Jane Hokanson Hawks.
2014. Keperawatan Medikal Bedah
Manajemen Klinis untuk Hasil yang
Diharapkan. Edisi 8. Buku 2. Jakarta :
Salemba Medika
Boulton et al., 2005. Diabetic neuropathies: A
statement by The American Diabetes
Association.
Diabetes
Care,
28(4):956-962.
Djokomoeljanto, RJ. 2007. Naskah Lengkap
Diabetes Melitus Ditinjau Dari
Berbagai Aspek Penyakit Dalam.
Badan
Penerbit
Universitas
Diponegoro
Fox dan Kilvert. 2010. Bersahabat dengan
Diabetes Tipe 2. Jakarta : Panebar plus
HMS Hyperbaric. 2013. http://hmshyperbaric.
com/2013/06/neuropati-otonomdiabetik/ . (diakses tanggal 10
November jam 08.00 WIB)
Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia.2013. Hasil Riskesdas 2013.
www.depkes.go.id/resources/downloa
d/... (diakses 5 Oktober 2015 jam
14.00 WIB)
Mihardja,
L, 2009. Faktor yang
Berhubungan dengan Pengendalian
Gula Darah pada Penderita Diabetes
Mellitus di Perkotaan Indonesia (Maj
Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 9,
September 2009)
PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
di Indonesia. Jakarta : PERKENI
Rachmawati, 2015. Gambaran Kontrol dan
Kadar Gula Darah pada Pasien
Diabetes Melitus di Poliklinik
Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo
Magelang.
Jurnal Jurusan
Keperawatan, Volume 01, Nomor 01
Tahun 2015, Halaman 1-8. Online di:
http://ejournal-s1.undip.ac.id/
Rubenstein,
Wayne,
Bradley.
2007.
LECTURE
NOTES:
Kedokteran
Klinis. Jakarta : Erlangga
Soegondo. 2006. Diabetes Melitus : sebagai
faktor
resiko
utama
penyakit
kardiovaskuler. Yayasan Penerbitan
IDI
Sutejo. 2010. 5 Strategi Penderita Diabetes
Melitus Berusia Panjang. Yogyakarta
: Kanisius
Tandra. 2008. Segala Sesuatu yang Harus
Anda Ketahui Tentang Diabetes
Melitus Tanya Jawab Lengkap
Dengan AhlinyA. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama
Trisnawati,
Shara
Kurnia.
Soedijono
Setyorogo.2013.
Faktor
Resiko
Kejadian Diabetes Melitus Tipe II di
Puskesmas Kecamatan Cengkareng
Jakarta
Barat
Tahun
2012.
www.diabetesi.biz.id/p/jurnaldiabetes_81.html...
(diakses
11
Oktober 2015 jam 18.00 WIB)
8
Download