BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen Secara Etimologis, Manajemen adalah kosakata yang berasal dari bahasa Perancis kuno, yaitu menegement yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. Sejauh ini memang belum ada kata yang mapan dan diterima secara universal sehingga pengertiannya untuk masing-masing para ahli masih memiliki banyak perbedaan. Menurut Federick Winslow Taylor, Manajemen adalah suatu percobaan yang sungguhsungguh untuk menghadapi setiap persoalan yang timbul dalam pimpinan perusahaan ( organisasi lain ) atau setiap sistem kerjasama manusia dengan sikap dan jiwa seorang sarjana dan dengan menggunakan alat-alat perumusan. Selain itu menurut Henry Fayol, manajemen mengandung gagasan lima fungsi utama yaitu, merancang, mengorganisasi, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan. 2.1.1.1 Fungsi Manajemen Fungsi Fungsi manajemen menurut para ahli secara umum memiliki kesamaan semisal fungsi manajemen menurut Henry Fayol ataupun menurut GR Terry menyatakan ada 4 fungsi yang utama dari sebuah manajemen : perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian. 1. Planning ( Fungsi Perencanaan ) Planning merupakan suatu aktivitas menyusun, tujuan perusahaan lalu dilanjutkan dengan menyusun berbagai rencana-rencana guna mencapai tujuan perusahaan yang sudah ditentukan. Planning dilaksanakan dalam penentuan tujuan organisasi scara keseluruhan dan merupakan langkah yang terbaik untuk mencapai tujuannya itu. Pihak manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum pengambilan tindakan kemudian menelaah rencana yang terpilih apakah sesuai dan bisa dipergunakan untuk mencapai tujuan. Perencanaan adalah proses awal yang paling penting dari seluruh fungsi manajemen, karena fungsi yang lain tak akan bisa bejalan tanpa planning. 2. Organizing ( Fungsi Pengorganisasian ) Organizing adalah suatu aktivitas pengaturan dalam sumber daya manusia dan sumber daya fisik yang lainnya yang dimiliki oleh perusahaan untuk bisa melaksanakan rencana yang sudah ditetapkan dan mencapai tujuan utama perusahaan. Dalam bahasa yang lebih sederhana organizing merupakan seluruh proses dalam mengelompokkan semua orang, alat, tugas tanggung-jawab dan wewenang yang dimiliki sedemikian rupa hingga memunculkan kesatuan yang bisa digerakkan dalam mencapai tujuan. Organizing dapat membuat manajer mudah dalam melaksanakan pengawasan serta penentuan personil yang diperlukan untuk menjalankan tugas yang sudah dibagi bagi. Pengorganisasian bisa dijalankan dengan menetukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa personil yang menjalankannya, bagaimana tugasnya dikelompokkan, siapa yang harus bertanggung jawab terhadap tugas tersebut. 3. Directing ( Fungsi Pengarahan ) Directing alias fungsi pengarahan merupakan fungsi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja dengan optimal dan menciptakan suasana lingkungan kerja yang dinamis, sehat dan yang lainnya. 4. Controlling ( Fungsi Pengendalian / Pengawasan ) Controling merupakan kegiatan dalam menilai suatu kinerja yang berdasarkan pada standar yang sudah dibuat perubahan atau suatu perbaikan apabila dibutuhkan. Aktivitas dalam fungsi pengendalian ini misalnya: • Mengevaluasi keberhasilan dalam proses mencapai tujuan dan target mengikuti indikator yang sudah ditetapkan • Menempuh langka klarifikasi serta koreksi atas terjadinya penyimpangan yang ditemukan • Memberi alternatif solusi atas masalah yang terjadi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan 2.1.1.2 Peran Manajemen Peran manajemen menurut ( Henry Mintzberg, 2009 ) yaitu : 1. Peran Interpersonal Peran hubungan personal terdiri dari : • Figur Kepala ( Figur Head ) : Manajer mewakili organisasi untuk kegiatan-kegiatan di luar organisasi • Pemimpin ( Leader ) : Manajer mengkoordinasi, mengendalikan, memotivasi dan mendukung bawahan-bawahannya • Penghubung ( Liaison ) : Manajer menghubungkan personal-personal di semua tingkatan manajemen. 2. Peran Informational Peran informational merupakan peran dari manajer sebagai pusat syaraf ( Nerve Center ) organisasi untuk menerima informasi yang paling mutakhir dan sebagai penyebar ( Disseminator ) informasi ke seluruh personal di organisasi. Peran informasi lainnya adalah manajer sebagai juru bicara ( Spokesman ) untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang informasi yang dimilikinya. 3. Peran Decisional Yang dilakukan oleh manajer adalah sebagai entrepreneur, sebagai orang yang menangani gangguan, sebagai orang yang mengalokasikan sumbersumber daya organisasi dan sebagai negosiator jika terjadi konflik dalam organisasi. 2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia atau human recources mengandung dua pengertian. Pertama adalah usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi. Dalam hal lain SDM mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. Pengertian kedua, SDM menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut. Mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai kegiatan ekonomis, yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan atau masyarakat ( Sonny Sumarsono, 2003: h 4). Manajemen sumber daya manusia adalah suatu seni untuk mencapai tujuantujuan organisasi melalui pengaturan orang - orang lain untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang diperlukan, atau dengan kata lain tidak melakukan pekerjaan - pekerjaan itu sendiri ( Mary Parker Follett ). Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan disamping faktor yang lain seperti modal. Oleh karena itu SDM harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi ( M.T.E. Hariandja 2002, h2 ) Sumber daya manusia adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan organisasi ( Mathis dan Jackson, 2006 : h.3). Sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu. Pelaku dan sifatnya dilakukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya ( Hasibuan, 2003 : h 244 ) 2.1.2.1 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Robbins dan Mary Coulter dalam buku Management 11th edition (2012:37), fungsi manajemen meliputi: merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), memimpin (leading), dan mengendalikan (controlling). • Planning atau perencanaan adalah mengidentifikasikan tujuan-tujuan organisasi dan strategi - strategi organisasi dan mengalokasikan sejumlah sumber daya dalam organisasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan organisasi tersebut. • Organizing atau koordinasi adalah memastikan bahwa tugas-tugas yang telah diberikan terlaksana dengan baik sesuai dengan struktur organisasi dalam hubungannya mencapai tujuan organisasi. • Leading atau memimpin adalah fungsi manajemen. Leading berbicara tentang pentingnya interpersonal skill yang dimiliki oleh seorang manajer karena dalam fungsi manajemen yang satu ini berfungsi untuk menghubungkan sesuatu hal dengan hal-hal lain sehingga pekerjaan mereka menghasilkan sebuah pencapaian yang jelas dan terkait dengan pencapaian tujuan organisasi, agar terarah. • Controlling atau pengendalian berfungsi sebagai pengawasan atau memastikan keterlibatan anggota organisasi sesuai dan konsisten dengan nilai - nilai dan standar organisasi. Salah satu hal yang dapat di kontrol adalah waktu. Dan hal hal yang berkaitan dengan standart perusahaan antara lain ialah budaya perusahaan dan nilai - nilai atau norma perusahaan. 2.1.2.2 Pendekatan Manajemen Sumber Daya Manusia 1. Pendekatan Mekanis ( Klasik ) Perkembangan di bidang Industri dengan penggunaan mesin–mesin dan alat–alat elektronika membawa kemajuan yang sangat pesat dalam efisiensi kerja. Dalam pendekatan mekanis, apabila ada permasalahan yang berhubungan dengan tenaga kerja, maka unsur manusia dalam organisasi disamakan dengan faktor produksi lain, sehingga pimpinan perusahaan cenderung menekan pekerja dengan upah yang minim sehingga biaya produksi rendah. Pandangan pendekatan ini menunjukkan sikap bahwa tenaga kerja harus dikelompokkan sebagai modal yang merupakan faktor produksi. Dengan hal ini maka di usahakan untuk memperoleh tenaga kerja yang murah namun bisa di manfaatkan semaksimal mungkin dan memperoleh hasil yang lebih besar untuk kepentingan pemberi kerja. Pendekatan ini cukup dominan di negara–negara industri barat sampai dengan tahun 1920 - an. 2. Pendekatan Paternalisme ( Paternalistik ) Dengan adanya perkembangan pemikiran dari para pekerja yang semakin maju dari para pekerja, yang menunjukkan mereka dapat melepaskan diri dari ketergantungan manajemen atau pimpinan perusahaan mengimbangkan dengan kebaikan untuk para pekerja. Paternalisme merupakan suatu konsep yang menganggap manajemen sebagai pelindung terhadap karyawan, berbagai usaha telah dilakukan oleh pimpinan perusahaan supaya para pekerja tidak mencari bantuan dari pihak lain. Pendekatan ini mulai hilang pada waktu periode tahun 1930 - an. 3. Pendekatan Sistem Sosial ( Human Relation ) Manajemen sumber daya manusia atau personalia merupakan proses yang kompleks. Dengan kekomplekan kegiatan manajemen sumber daya manusia, maka pimpinan perusahaan mulai mengarah pada pendekatan yang lain yaitu pendidikan sistem sosial yang merupakan suatu pendekatan yang dalam pemecahan masalah selalu memperhitungkan faktor – faktor lingkungan. Setiap ada permasalahan, maka diusahakan dipecahkan dengan sebaik mungkin dengan resiko yang paling kecil, baik bagi pihak tenaga kerja maupun pemberi kerja. 2.1.2.3 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia 1. Tujuan Kemasyarakatan atau Sosial Tujuan sosial manajemen sumber daya manusia adalah agar organisasi bertanggung jawab secara sosial dan etis terhadap kebutuhan dan tantangan masyarakat seraya meminimalkan dampak negatif tuntutan itu terhadap organisasi. 2. Tujuan Organisasional. Tujuan organisasional departemen sumber daya adalah sasaran ( target ) formal organisasi yang dibuat untuk membantu organisasi mencapai tujuannya. Departemen sumber daya manusia dibentuk untuk membantu para manajer mencapai tujuan organisasi. Departemen sumber daya manusia meningkatkan efektivitas organisasional dengan cara berikut: • Meningkatkan produktivitas perusahaan dengan menyediakan tenaga kerja yang terlatih dan termotivasi dengan baik. • Mendayahgunakan tenaga kerja secara efisien dan efektif seraya mampu mengendalikan biaya tenaga kerja. • Mengembangkan dan mempertahankan kualitas kerja ( work life ) dengan membuka kesempatan bagi kepuasan kerja dan aktualisasi diri karyawan. • Memastikan bahwa perilaku organisasi sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan dengan menyediakan kesempatan kerja yang sama, lingkungan kerja yang aman dan perlindungan terhadap hak karyawan. • Membantu organisasi mencapai tujuannya. • Menyediakan organisasi bagi karyawan - karyawan yang termotivasi dan terlatih dengan baik. • Mengkomunikasikan kebijakan sumber daya manusia kepada karyawan. • Membantu mempertahankan kebijakan etis dan perilaku yang bertanggung jawab secara sosial. • Mengelola perubahan sehingga saling menguntungkan bagi individu, kelompok, perusahaan dan masyarakat. 3. Tujuan Fungsional. Tujuan fungsional merupakan tujuan untuk mempertahankan kontribusi departemen sumber daya manusia pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Departemen sumber daya manusia semakin dituntut menyediakan program - program rekrutmen, pelatihan, pengembangan yang inovatif serta menemukan pendekatan manajemen yang akan menahan dan memotivasi orangorang terbaik. 4. Tujuan Pribadi. Tujuan pribadi adalah tujuan dari setiap anggota organisasi yang hendak dicapai melalui aktivitasnya di dalam organisasi. Jika tujuan pribadi dan tujuan organisasi tidak cocok atau harmonis, karyawan barangkali memilih manarik diri dari perusahaan. Konflik antara tujuan karyawan dan tujuan organisasi dapat menyebabkan keinginan kerja yang lemah, ketidakhadiran dan bahkan sabotase. Agar setiap tujuan perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja karyawan, tujuan perusahaan harus diterima dulu oleh kalangan karyawan. Penerimaan ( goal acceptance ) merupakan prasyarat yang penrting bagi terhadap tujuan perusahaan. Tujuan manajemen sumber daya manusia adalah membantu para karyawan mencapai tujuan pribadi tersebut meningkatkan kontribusi para karyawan terhadap organisasi. 2.1.3 Konsep Tingkat Pendidikan Pendidikan dalam arti yang sederhana merupakan suatu usaha untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai - nilai dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Pendidikan merupakan usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Tingkat pendidikan adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritits untuk tujuan-tujuan umum ( Andrew E Sikula. 2004 ). Dengan demikian dinyatakan juga bahwa tingkat pendidikan seorang karyawan dapat meningkatkan daya saing perusahaan dan memperbaiki kinerja perusahaan ( Hariandja. 2002 ). Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. ( Soekidjo Notoatmodjo. 2003 : 16 ) 2.1.3.1 Jalur Pendidikan Berdasarkan UU SISDIKNAS ( UU No. 20 tahun 2003 Bab 6 Pasal 13 Ayat 1), jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan formal adalah jalur prndidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. 2.1.3.2 Dimensi dan Indikator Tingkat Pendidikan Menurut UU SISDIKNAS ( UU No. 20 Tahun 2003 Bab 1, Pasal 1 Ayat 8 ), indikator tingkat pendidikan terdiri dari jenjang pendidikan dan kesesuaian jurusan. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan, terdiri dari : 1. Jenjang Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar ( SD ) dan Sekolah Menengah Pertama ( SMP ). 2. Jenjang Pendidikan Menengah Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas ( SMA ), Sekolah Menengah Kejuruan ( SMK ), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah dalam hubungan ke bawah berfungsi sebagai lanjutan dan perluasan pendidikan dasar, dan dalam hubungan ke atas mempersiapkan peseerta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi ataupun memasuki lapangan kerja. 3. Jenjang Pendidikan Tinggi Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Pendidikan tinggi diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/ atau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan serta menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut lembaga pendidikan tinggi melaksanakan misi “Tridharma” pendidikan tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dalam ruang lingkup Tanah Air Indonesia sebagai kesatuan wilayah pendidikan nasional. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas. Output pendidikan tinggi diharapkan dapat mengisi kebutuhan yang beraneka ragam dalam masyarakat. Dari segi peserta didik kenyataan menunjukkan bahwa minat dan bakat mereka beraneka ragam. Berdasarkan faktor - faktor tersebut, maka perguruan tinggi disusun dalam multistrata. Suatu perguruan tinggi dapat menyelenggarakan satu strata atau lebih. 2.1.4 Konsep Pelatihan 2.1.4.1 Definisi Pelatihan Pelatihan adalah proses sistematis untuk mengubah perilaku karyawan, yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Pelatihan terkait dengan ketrampilan dan kemampuan pekerjaan saat ini. Orientasinya adalah saat ini membantu karyawan mengatasi ketrampilan dan kemampuan spesifik agar berhasil dalam bekerja ( Ivancevich. 2006 ). Ahli lain juga mengatakan bahwa pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek memanfaatkan prosedur yang sistematis dan terorganisir, dimana personal non manajerial mempelajari kemampuan dan pengetahuan teknis untuk tujuan tertentu ( Andrew. E Sikula, 2010:164 ). 2.1.4.2 Tujuan dan Manfaat Pelatihan Program pelatihan yang dilaksanakan oleh organisasi memiliki sejumlah tujuan dan manfaat. Sikula ( 2001 dalam Priansa, 2014:176 ) menyatakan bahwa tujuan pelatihan adalah : 1. Produktivitas. Dengan pelatihan akan dapat meningkatkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan perubahan tingkah laku. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas organisasi. 2. Kualitas ( Quality ) Penyelenggaraan pelatihan tidak hanya dapat memperbaiki kualitas karyawan akan tetapi juga diharapkan dapat memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan dalam berkerja. Dengan demikian kualitas dari output yang dihasilkan akan tetap terjaga bahkan meningkat. 3. Perencanaan tenaga kerja ( Human Resource Planning ) Pelatihan akan memudahkan karyawan untuk mengisi kekosongan jabatan dalam suatu organisasi, sehingga perencanaan karyawan dapat dilakukan sebaik baiknya. Dalam perencanaan sumber daya manusia salah satu diantaranya mengenai kualitas dan kuantitas dari karyawan yang direncanakan, untuk memperoleh karyawan dengan kualiatas yang sesuai dengan yang diperlatih. 4. Moral ( Morale ) Diharapkan dengan adanya pelatihan akan dapat meningkatkan prestasi kerja dari karyawan sehingga akan menaikan upah Karyawan. Hal tersebut akan dapat meningkatkan moral kerja karyawan untuk lebih bertanggung jawab terhadap tugasnya. 5. Kompensasi tidak langsung ( Indirect Compensasion ) Pemberian kesempatan pada karyawan untuk mengikuti pelatihan dapat diartikan sebagai pemberian balas jasa atas prestasi yang telah dicapai pada waktu yang lalu, dimana dengan mengikuti program tersebut karyawan yang bersangkutan mempunyai kesempatan untuk lebih dapat mengembangkan diri. 6. Keselamatan dan kesehatan ( Health and Safety ) Merupakan langkah terbaik dalam rangka mencegah atau mengurangi terjadinya kecelakaan kerja dalam suatu organisasi sehingga akan menciptakan suasana kerja yang tenang, aman dan adanya stabilitas pada sikap mental mereka. 7. Pencegahan kadaluarsa ( Obsolenscene Prevention ) Pelatihan akan mendorong inisiatif dan kreatifitas karyawan, langkah ini diharapkan akan dapat mencegah karyawan dari sifat kadaluarsa. Artinya kemampuan yang dimiliki oleh karyawan dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi. 8. Perkembangan pribadi Memberikan kesempatan bagi karyawan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki karyawan termasuk meningkatkan perkembangan pribadinya. 2.1.4.3 Faktor - Faktor Yang Berperan Dalam Pelatihan Dalam pelaksanaan penelitian, ada beberapa faktor yang berperan yaitu instruktur, peserta, materi, metode, tujuan pelatihan dan lingkungan yang menunjang. Dalam menentukan teknik-teknik pelatihan dan pengembangan, timbul masalah mengenai trade-off. Oleh karena itu tidak ada teknik tunggal yang terbaik. Metode pelatihan dan pengembangan terbaik tergantung dari beberapa faktor. Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dan berperan dalam pelatihan dan pengembangan : 1. Cost - effectiveness ( Efektivitas biaya ) 2. Materi program yang dibutuhkan 3. Prinsip-prinsip pembelajaran 4. Ketepatan dan kesesuaian fasilitas 5. Kemampuan dan preferensi peserta pelatihan 6. Kemampuan dan preferensi instruktur pelatihan Dalam menjalankan penerapan proses pelatihan dibutuhkan yang namanya suatu metode atau cara. Metode dalam pelatihan adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan proses pelatihan agar tercapai sesuai yang diharapkan. 2.1.4.4 Metode Pelatihan Metode yang dapat digunakan untuk pelatihan dan pengembangan dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu on the job training dan off the job training. ( Panggabean, 2004:45) A. On the job training ( Latihan sambil bekerja ) : On the job training meliputi semua upaya melatih karyawan untuk mempelajari suatu pekerjaan sambil mengerjakannya di tempat kerja yang sesungguhnya. On the job training meliputi program magang, rotasi pekerjaan, dan understudy atau coaching. 1. Program magang Program magang menggabungkan pelatihan dan pengalaman pada pekerjaan dengan instruksi yang didapatkan dari ruang kelas. 2. Rotasi pekerjaan Karyawan berpindah dari satu jenis pekerjaan ke jenis pekerjaan lain dalam jangka waktu yang direncanakan. 3. Understudy atau coaching Understudy atau coaching yaitu teknik pengembangan yang dilakukan dengan praktik langsung dengan orang yang sudah berpengalaman atau atasan yang dilatih. B. Off the job training Pelatihan dan pengembangan dilaksanakan pada lokasi terpisah dengan tempat kerja. Program ini memberikan individu keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan pada waktu terpisah dari waktu kerja regular. Off the job training meliputi: 1. Training instruksi pekerjaan Pendaftaran masing-masing tugas dasar jabatan, bersama dengan titiktitik kunci untuk memberikan pelatihan langkah demi langkah kepada karyawan. 2. Pembelajaran terprogram ( Programmed Learning ) Suatu program sistematik untuk mengajarkan keterampilan mencakup penyajian pertanyaan atau fakta, memungkinkan orang itu untuk memberikan tanggapan dan memberikan peserta belajar umpan balik segera tentang kecermatan jawabannya. 3. Vestibule training Merupakan training yang dilakukan dalam suatu ruangan khusus terpisah dari tempat kerja biasa dan disediakan peralatan yang sama seperti yang akan digunakan pada pekerjaan sebenarnya. 4. Studi kasus Dalam metode ini disajikan kepada petatar masalah - masalah perusahaan secara tertulis kemudian petatar menganalisis kasus tersebut secara pribadi, mendiagnosis masalah dan menyampaikan penemuan dan pemecahannya di dalam sebuah diskusi. 5. Management games Petatar dibagi dalam kelompok-kelompok di mana masing - masing kelompok bersaing dalam simulasi pasar. 6. Seminar Metode ini bertujuan mengembangkan keahlian kecakapan peserta untuk menilai dan memberikan saran-saran yang konstruktif mengenai pendapat orang lain. 7. Permainan peran ( Role Playing ) Petatar memainkan peran tertentu di mana diberikan suatu permasalahan dan bagaimana seandainya petatar tersebut menangani permasalahan yang ada. 8. Pengajaran melalui komputer Menggunakan lomputer untuk memudahkan training dimana penggunaan program disesuaikan dengan tingkat kecepatan seseorang dalam menyelesaikan suatu masalah. 2.1.4.5 Dimensi dan Indikator Pelatihan Dimensi dan indikator pelatihan ( Vietzhal Rivai, 2009:226 ) diantaranya : 1. Materi Pelatihan Dengan mengetahui kebutuhan akan pelatihan, sebagai hasil dari langkah pertama dapat ditentukan materi pelatihan yang harus diberikan. • Indikatornya adalah : Kelengkapan Materi Pelatihan 2. Metode Pelatihan Sesuai dengan materi pelatihan yang diberikan, maka ditentukanlah metode atau cara penyajian yang paling tepat. Penentuan atau pemilihan metode pelatihan tersebut didasarkan atas materi yang akan disajikan. • Indikatornya adalah : Metode Pelatihan yang sesuai. 3. Pelatih ( Instruktur ) Pelatih harus didasarkan pada keahlian dan kemampuannya untuk mentransformasikannkeahlian tersebut pada peserta latihan. • Indikatornya adalah : Kemampuan Instruktur Pelatihan 4. Peserta Pelatihan Agar program pelatihan dapat mencapai sasaran hendaknya para peserta dipilih yang benar-benar “siap dilatih” artinya mereka tenaga kerja yang diikutsertakan dalam pelatihan adalah mereka yang secara mental telah dipersiapkan untuk mengikuti program tersebut. Pada langkah ini harus selalu dijaga agar pelaksanaan kegiatan pelatihan benar-benar mengikuti program yang telah ditetapkan. • Indikatornya adalah : Kemampuan Peserta Pelatihan dan Motivasi Peserta Pelatihan 5. Sarana Pelatihan Sarana pendukung evaluasi pelatihan dimaksudkan untuk mengukur kelebihan suatu program, kelengkapan dan kondisi yang merupakan umpan balik untuk meilai atau menghasilkan output yang sesuai. • Indikatornya adalah : Kelengkapan Peralatan, Kondisi Lingkungan dan Penyelenggara Pelatihan 2.1.5 Konsep Stres Kerja 2.1.5.1 Pengertian Stres Menurut Ivancevick dan Matteson dalam Luthans ( 2006: 441 ) mendefinisikan stres sebagai interaksi individu dalam lingkungan. Menurut pendapat McShane dan Glinow yang dijadikan acuan mengenai stres ( 2005 ) yaitu merupakan reaksi seseorang pada perubahan yang dirasakan mengganggu dan dapat membuat dirinya terancam. Mengacu kepada pendapat Greenberg dan Baron ( 2003 ) pengertian stres adalah hasil yang muncul dari pola emosi dan reaksi fisiologis akibat menghadapi tuntutan dari dalam dan luar organisasi. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa stres merupakan interaksi antara individu dan lingkungan menghadapi kesempatan dan tantangan dari dalam maupun dari luar organisasi sehingga mempengaruhi pola emosi reaksi fisiologis dan kondisi seseorang. 2.1.5.2 Pengertian Stres Kerja Pada umumnya orang menganggap bahwa stres merupakan suatu kondisi yang negatif, suatu kondisi yang mengarah ke timbulnya penyakit fisik maupun mental, atau mengarah ke perilaku yang tidak wajar. Selye, 1976 dalam Munandar ( 2008:374 ) membedakan antara distress yang destruktif dan eusstress yang merupakan kekuatan yang positif di mana stres kadangkala dapat diperlukan untuk menghasilkan prestasi yang tinggi. Menurut Hasibuan ( 2007:204 ) “Stres karyawan timbul akibat ketidakpuasan kerja tidak terwujud dari pekerjaannya”. Mengacu pada pendapat Beehr dan Newman dalam Luthans ( 2006 ) mengemukakan stres kerja sebagai situasi yang timbul dari interaksi manusia dengan pekerjaan yang diakibatkan oleh perubahan manusia yang menyimpang dari fungsi normalnya. Luthans ( 2006:441 ) stres kerja didefinisikan sebagai “Respon adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi”. Dapat disimpulkan bahwa stres kerja merupakan kondisi yang tercipta dari interaksi antara manusia dan pekerjaan yang mengarah ke timbulnya penyakit fisik maupun mental karena perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal sehingga menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis dan perilaku pada anggota organisasi, baik yang dapat terkendali maupun tidak. Hal lainnya lagi dikemukakan oleh Nadeem Malik ( 2011:3066 ) yang berpendapat bahwa stres kerja terdiri dari: 1) Job content ( uraian pekerjaan ) • Bekerja secara berlebihan. • Pekerjaan yang rumit. • Pekerjaan yang monoton. • Terlalu banyak tanggung jawab. • Ketidakjelasan peran. 2) Working conditions ( kondisi kerja ) • kondisi kerja yang buruk. • Tingkat kebisingan. • Menuntut kerja secara fisik. 3) Employment conditions ( kondisi karyawan ) • Gaji rendah. • Prospek karir yang rendah. • Kontrak kerja yang fleksibel. • Ketidakamanan pekerjaan. 4) Social relations at work ( hubungan sosial ditempat kerja ) • Gaya kepemimpinan yang buruk. • Kurangnya dukungan sosial. • Kurangnya partisipasi dalam mengambil keputusan. • Hak. • Diskriminasi. 2.1.5.3 Faktor dan Dimensi Penyebab Stres Karyawan Hasibuan ( 2007:204 ) mengemukakan faktor - faktor penyebab stres karyawan, antara lain, yaitu: 1. Beban kerja yang sulit dan berlebihan. 2. Tekanan dan sikap pemimpin yang kurang adil dan wajar. 3. Waktu dan peralatan kerja yang kurang memadai. 4. Konflik antara pribadi dengan pemimpin atau kelompok kerja. 5. Balas jasa yang terlalu rendah. 6. Masalah-masalah keluarga seperti anak, istri, mertua dan lain-lain. Menurut Robbins ( 2013:794 ) dimensi penyebab stres itu ada 3 faktor yaitu: 1. Pengaruh Lingkungan Ada beberapa indikator yang mendukung pengaruh lingkungan, yaitu: a. Perubahan situasi bisnis yang menciptakan ketidakpastian ekonomi. Bila perekonomian itu menjadi menurun, orang menjadi semakin mencemaskan kesejahteraan mereka. b. Ketidakpastian politik. Situasi politik yang tidak menentu seperti yang terjadi di beberapa negara seperti Thailand dan Kenya, banyak sekali demonstrasi dari berbagai kalangan yang tidak puas dengan keadaan mereka. Kejadian semacam ini dapat membuat orang merasa tidak nyaman. Seperti penutupan jalan karena ada yang berdemo atau mogoknya angkutan umum dan membuat para karyawan terlambat masuk kerja. c. Kemajuan teknologi. Dengan kemajuan teknologi yang pesat maka banyak perusahaan menambahkan peralatan baru atau membuat sistem baru. Hal ini membuat karyawan harus mempelajari dari awal dan menyesuaikan diri dengan teknologi yang baru. d. Terorisme adalah sumber stres yang disebabkan lingkungan yang semakin meningkat pada abad ke-21, seperti dalam peristiwa penabrakan gedung WTC oleh para teroris, menyebabkan orangorang Amerika Serikat merasa terancam keamanannya dan merasa stres. 2. Pengaruh Organisasi Banyak sekali permasalahan di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres. Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam kurun waktu terbatas, beban kerja berlebihan, bos yang menuntut dan tidak peka, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan. Dari beberapa contoh di atas, maka dapat dikategorikan menjadi beberapa indikator di mana contoh-contoh itu terkandung di dalamnya, yaitu: a. Tuntutan tugas merupakan indikator yang terkait dengan tuntutan atau tekanan untuk menunaikan tugasnya secara baik dan benar. b. Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu. Konflik peran menciptakaan harapan-harapan yang barangkali sulit dirujukkan atau dipuaskan. Kelebihan peran terjadi bila karyawan diharapkan untuk melakukan lebih daripada yang dimungkinkan oleh waktu. Ambiguitas peran tercipta bila harapan peran tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti mengenai apa yang harus dikerjakan. c. Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain. Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar pribadi yang buruk dapat menimnulkan stres yang cukup besar, khususnya di antara para karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi. d. Struktur organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan dan dimana keputusan itu diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya partisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada karyawan merupakan potensi sumber stres. 3. Pengaruh Individu Dimensi ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama pengaruh-pengaruh persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian bawaan. a. Persoalan keluarga, survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang menganggap bahwa hubungan pribadi dan keluarga sebagai sesuatu yang sangat berharga. Kesulitan pernikahan, pecahnya hubungan dan kesulitan disiplin anakanak merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan stres bagi karyawan dan terbawa ke tempat kerja b. Masalah Ekonomi. Diciptakan oleh individu yang tidak dapat mengelola sumber daya keuangan mereka merupakan satu contoh kesulitan pribadi yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mngalihkan perhatian mereka dalam bekerja. c. Karakteristik kepribadian bawaan. Pengaruh individu yang penting mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderungan dasar seseorang. Artinya gejala stres yang diungkapkan pada pekerjaan itu sebenarnya berasal dari dalam kepribadian orang itu. 2.1.5.4 Dampak Stres Kerja Pada Perusahaan Schuller dalam Hasibuan ( 2005:4 ) mengidentifikasi beberapa perilaku negatif karyawan yang berpengaruh terhadap organisasi. Stres yang dihadapi oleh karyawan dapat berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja serta tendesi mengalami kecelakaan. Secara singkat beberapa dampak negatif yang timbul oleh stres kerja dapat berupa: 1. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja. 2. Mengganggu kenormalan aktivitas kerja 3. Menurunkan tingkat produktivitas 4. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian financial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya. 2.1.5.5 Dampak Stres Kerja Pada Individu Luthans ( 2006:456 ) berpendapat bahwa berdasarkan penelitian diindikasikan tingkat kesulitan, sifat tugas yang dikerjakan, disposisi personal, disposisi psikologis dan neurotisme mungkin memengaruhi hubungan stres dan kinerja. Masalah karena tingkat stres yang tinggi dapat ditunjukkan secara fisik, psikologis, atau prilaku individu. 1. Masalah kesehatan fisik yang berhubungan dengan stres adalah sebagai berikut: a. Masalah sistem kekebalan tubuh, di mana terdapat pengurangan kemampuan untuk melawan sakit dan infeksi b. Masalah sistem kardiovaskular, seperti tekanan darah tinggi dan penyakit jantung c. Masalah sistem musculoskeletal ( otot dan rangka ), seperti sakit kepala dan sakit punggung. d. Masalah sistem gastrointestinal ( perut ), seperti diare dan sembelit. 2. Masalah Psikologis Tingkat stres tinggi mungkin disertai kemarahan, kecemasan, depresi, gelisah cepat marah, tegang dan bosan. Sebuah studi menemukan bahwa dampak stres yang paling kuat adalah tindakan agresif, seperti sabotase, agresi antar pribadi, permusuhan dan keluhan. Jenis maslah psikologis tersebut relevan dengan kinerja yang buruk, penghargaan diri yang rendah, benci pada pengawasan, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dan membuat keputusan, ketidakpuasan kerja. 3. Masalah Perilaku Perilaku langsung yang menyertai tingkat stres yang tinggi mencakup makan sedikit atau makan berlebihan, tidak dapat tidur, merokok dan minum, penyalahgunaan obat - obatan. 2.1.5.6 Pendekatan Stres Kerja Ada empat pendekatan terhadap stres kerja, yaitu dukungan sosial (social support), meditasi (meditation), biofeedback, dan program kesehatan pribadi ( personal wellness programs ). Pendekatan tersebut sesuai dengan pendapat Davis dan Newstorm, ( dalam Mangkunegara, 2002:157 ) yang mengemukakan bahwa “Four approaches that of ten involve employee and management cooperation for stress management are social support, meditation, biofeedback and personal wellness programs”. 1. Pendekatan dukungan social Pendekatan ini dilakukan melalui aktivitas yang bertujuan memberikan kepuasan sosial kepada karyawan. Misalnya bercanda. 2. Pendekatan melalui meditasi Pendekatan ini perlu dilakukan karyawan dengan cara berkonsentrasi ke alam pikiran, mengendorkan kerja otot dan menenangkan emosi. Meditasi ini dapat dilakukan selama dua periode waktu yang masing-masing 15-20 menit. Meditasi biasa dilakukan di ruangan khusus. Karyawan yang beragama Islam bisa melakukannya setelah shalat Dzuhur melalui doa dan zikir kepada Allah SWT. 3. Pendeatan melalui biofeedback Pendekatan ini dilakukan melalui bimbingan medis. Melalui bimbingan dokter, psikiater dan psikolog, sehingga diharapkan karyawan dapat menghilangkan stres yang dialaminya. 4. Pendekatan kesehatan pribadi Pendekatan ini merupakan pendekatan preventif sebelum terjadinya stres. Dalam hal ini karyawan secara periode waktu yang continue memeriksa kesehatan, melakukan relaksasi otot, pengaturan gizi dan olahraga secara teratur. 2.1.6 Konsep Kinerja Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja ( performance ). Mangkunegara ( 2007 ) mengemukakan bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance ( prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang ), yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan padanya. Lebih lanjut Mangkunegara ( 2007 ) menyatakan pada umumnya kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Kinerja individu adalah bagian hasil dari kerja pegawai baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang sudah ditentukan, sedangkan kinerja organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dan kinerja kelompok. Pandangan beberapa ahli mengenai pengertian kinerja : 1. Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam emlaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya ( Anwar Prabu Mangkunegara ). 2. Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu telah disepakati bersama ( Rivai dan Basri, 2005:50 ). 3. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan ( Robert L. Mathis dan John H.Jackson. 2006 ). Kinerja para karyawan individual adalah factor yang mempengaruhi keberhasilan suatu organisasi. Selain karyawan dapat menjadi keunggulan bersaing, mereka juga dapat menjadi liabilitas atau penghambat. Ketika karyawan terus menerus meninggalkan perusahaan dan ketika karyawan bekerja namun tidak efektif, maka sumber daya dalam organisasi dalam keadaan rugi. Secara garis besar bahwa kinerja ialah hasil kerja individu atau kelompok dalam mencapai tujuan organisasi sesuai dengan jangka waktu yang sudah ditetapkan oleh organisasi tersebut. Dalam kinerja juga ada pengukuran . Pengukuran kinerja adalah kualitas, kuantitas, pengetahuan dan kemampuan kerja yang dimiliki oleh individu atau karyawan. 2.1.6.1 Pengukuran Kinerja Untuk mengukur kinerja, dapat digunakan beberapa ukuran kinerja. Beberapa ukuran kinerja yang meliputi kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan mengemukakan pendapat, pengambilan keputusan, perencanaan kerja dan daerah organisasi kerja. Ukuran prestasi yang lebih disederhanakan terdapat tiga kriteria untuk mengukur kinerja, pertama adalah kuantitas kerja, yaitu jumlah yang harus dikerjakan. Kedua, kualitas kerja yaitu mutu yang dihasilkan. Dan ketiga, ketepatan waktu yaitu kesesuaiannya dengan waktu yang telah ditetapkan. Selain pengukuran kinerja, dalam manajemen sumber daya manusia kinerja juga dinilai. Penilaian kinerja adalah evaluasi mengenai standar kinerja yang telah dijalankan oleh individu atau karyawan. 2.1.6.2 Penilaian Kinerja Penilaian kinerja adalah usaha mengevaluasi kinerja karyawan pada saat ini dan masa lalu kemudian dikaitkan dengan standar kinerjanya ( Dessler, 2008 ). Selain itu, penilaian kinerja adalah “Performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a time period” ( Bernardin dan Russel, 2007 ). Berdasarkan pendapat Bernardin dan Russel, kinerja cendrung dilihat sebagai hasil dari suatu proses pekerjaan yang pengukurannya dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Berdasarkan pendapat dua ahli di atas, maka dapat dikatakan bahwa penilaian kinerja adalah suatu proses penilaian kinerja pegawai yang dilakukan pimpinan perusahaan secara sistematis berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Pimpinan perusahaan yang menilai kinerja pegawai, yaitu atasan pegawai langsung dan atasan tak langsung. Di samping itu pula, kepala bagian personalia berhak pula memberikan penilaian prestasi terhadap semua pegawainya sesuai dengan data yang ada di bagian personalia. Penilaian kinerja dapat digunakan untuk : 1. Perbaikan kinerja, umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer dan departemen personalia dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan mereka untuk meningkatkan prestasi. 2. Penyesuaian - penyesuaian gaji, evaluasi kinerja membantu para pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk gaji lainnya. 3. Keputusan-keputusan penempatan, promosi dan mutasi biasanya didasarkan atas kinerja masa lalu. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan terhadap kinerja masa lalu. 4. Perencanaan kebutuhan laituhan dan pengembangan, kinerja yang jelek mungkin menunjukkan perlunya latihan. Demikian juga sebaliknya, kinerja yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan. 5. Perencanaan dan pengembangan karier, umpan balik prestasi mengarahkan keputusan - keputusan karier, yaitu tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti. 6. Penyimpangan-penyimpangan proses staffing, kinerja yang baik atau buruk adalah mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia. 7. Melihat ketidak akuratan informasional, kinerja yang jelek mungkin menunjukkan kesalahan - kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana sumber daya manusia atau komponen - komponen lain, seperti sistem informasi manajemen. Menggantungkan pada informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan keputusan-keputusan personalia yang tidak tepat. 8. Mendeteksi kesalahan - kesalahan desain pekerjaan, kinerja yang jelek mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnosa kesalahan - kesalahan tersebut. 9. Menjamin kesempatan yang adil, penilaian kinerja yang akurat akan menjamin keputusan - keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi. 10. Melihat tantangan-tantangan eksternal, kadang - kadang prestasi seseorang dipengaruhi oleh faktor - faktor di luar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan dan masalah-masalah pribadi lainnya. Berdasarkan penilaian kinerja, departemen personalia mungkin dapat menawarkan bantuan. 2.1.6.3 Dimensi dan Indikator Kinerja Indikator kinerja menurut ( Mathis dan Jackson, 2006 ) adalah : 1. Kualitas Kerja Kualitas kerja adalah sejauh mana mutu seorang karyawan atau pegawai dalam melaksanakan tugas - tugasnya meliputi ketepatan, kelengkapan dan kerapihan dalam bekerja. • Indikatornya adalah : Hasil kerja yang maksimal 2. Kuantitas Kerja Kuantitas kerja adalah jumlah kerja yang dilaksanakan oleh seorang pegawai atau karyawan dalam suatu periode tertentu. Dengan kuantitas kerja yang dapat dihasilkan perushaan diharapkan mampu memberi kesan positif terhadap posisi produk di dalam pasar. • Indikatornya adalah : Memenuhi standar kerja 3. Waktu Kerja Waktu kerja adalah menetapkan waktu kerja yang dianggap paling efisien dan efektif pada semua level dalam amanjemen di suatu perusahaan atau organisasi. Waktu kerja merupakan dasar bagi seorang karyawan dalam menyelesaikan suatu produk atau jasa yang menjadi tanggung jawabnya. • Indikatornya adalah : Tepat Waktu 4. Kerja Sama Dengan Rekan Kerja Pada dasarnya kerjasama merupakan ikatan jangka panjang bagi semua komponen perusahaan dalam melakukan berbagai aktivitas bisnis. Kerja sama adalah keterlibatan antara beberapa individu demi memecahkan masalah secara bersama sama supaya hasilnya optimal. Kerja sama merupakan tuntunan bagi keberhasilan perushaan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, sebab dengan adanya kerja sama yang baik akan memberikan kepercayaan ( trust ) pada berbagai pihak yang berkepentingan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan perushaan. Untuk mewujudkan kerja sama yang baik, perusahaan harus mampu membangun kondisi internal perusahaan yang konstruktif dengan diikuti komitmen dan konsistensi yang tinggi bagi semua azas manajemen. • Indikatornya adalah : Saling bekerja sama 2.2 Kerangka Pemikiran Tingkat Pendidikan ( X1 ) T-1 Pelatihan Kerja Kinerja Karyawan T-2 ( X2 ) T-3 (Y) Stres Kerja ( X3 ) T-4 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber : Penulis, 2015 2.3 Hipotesis Hipotesis dapat didefinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis diantara dua atu lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pertanyaan yang dapat diuji. Hubungan tersebut dapat diperkirakan berdasarkan jaringan asosiasi yang dapat ditetapkan dalam kerangka teoritis yang dirumuskan untuk studi penelitian ( Sekaran, 2006 ). Dari kerangka pemikiran dan tinjauan pustaka di atas dapat dirumuskan hipotesis atau dugaan sementara terhadap variabel - variabel yang dirancang sebagai berikut : 1. Untuk T-1 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan terhadap kinerja karyawan Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan terhadap kinerja karyawan 2. Untuk T-2 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pelatihan kerja terhadap kinerja karyawan Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara pelatihan kerja terhadap kinerja karyawan 3. Untuk T-3 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara stres kerja terhadap kinerja karyawan Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara stres kerja terhadap kinerja karyawan 4. Untuk T-4 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan, pelatihan kerja dan stres kerja terhadap kinerja karyawan Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan, pelatihan kerja dan stres kerja terhadap kinerja karyawan