DK Poliklinik Geriatri 3 Gadistya – Halida – Rizal – Gema – Iqbal – Nabella Ilustrasi Kasus Identitas Inisial Usia Jenis Kelamin Status Pekerjaan Agama Pendidikan Suku Caregiver Alamat : Ny RT : 74 tahun : Wanita : Menikah : Pensiun PNS Pemda : Islam : S1 : Betawi : Suami (79 th) : Jagakarsa Keluhan Utama: keram dan kesemutan di kedua tungkai bawah dan tangan yang semakin sering sejak 1 bulan yang lalu Riwayat Penyakit Sekarang • Keram dan kesemutan pertama kali dirasakan 1 th yll, dirasakan di kedua tangan dan tungkai bawah, hilang timbul. Tidak berhubungan dengan aktivitas dan biasanya hilang sendiri. 1 bulan terakhir, keram dan kesemutan dirasa makin sering. • Pasien didiagnosis hipertensi 17 tahun yll. Saat ini dengan Valsartan dan Amlodipin tetapi tekanan darah tidak terkontrol • Pasien juga mengeluh nyeri di kedua lututnya. 8 tahun lalu, pasien pernah merasakan nyeri hebat di lutut kiri sampai tidak bisa berjalan. Pasien berobat ke dokter penyakit dalam dan dikatakan osteoarthritis (OA). 1 bulan kemudian pasien berobat ke praktik pribadi dan dikatakan osteoporosis, lalu diberikan Aclonal. Obat diminum selama 1 tahun, BMD perbaikan (-3,5-2,5), tetapi setelah itu tidak kontrol lagi. • Pasien juga mengatakan menderita PPOK sejak 5 tahun yll, diberi Spiriva tetapi tidak rutin digunakan. Saat ini tidak ada sesak nafas. • 3,5 tahun yll pasien berobat ke praktik pribadi dengan keluhan nyeri lutut, diberikan Myfortic 2x180 mg, sampai saat ini masih rutin diminum. Pasien juga suka diurut jika nyeri, tetapi tidak rutin • Saat ini pasien mandiri, BAB dan BAK amsih dapat dikontrol. Ada riwayat jatuh 3 tahun y;; saat mau ke kamar mandi. Terdapat gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran. Terdapat poliuri, tetapi tidak ada polifagi dan polidipsi. Obat-obatan saat ini • • • • • Valsartan Amlodipine Myfortic Spiriva Ventolin Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Penyakit Keluarga • Riwayat DM, stroke, dan • Hipertensi : adik dan penyakit jantung kakak disangkal • Diabetes Mellitus : ibu Riwayat Sosial • Saat ini pasien sebagai ibu rumah tangga, pensiunan PNS Pemda. Pasien tinggal berdua saja dengan suami, tidak memiliki anak. Luas rumah 385 m2 dengan 2 lantai, tidak ada pembantu. Pengeluaran Rp 5 juta/bulan. Pasien sering mengikuti aktivitas di sekitar rumah Pemeriksaan Fisik • • • • • • • Keadaan umum: sedang TD: 170 / 98 mmHg Nadi: 69 x/menit Suhu: 36,3 C Nafas: 18 x/menit BB/TB: 49 kg/145 cm IMT: Pemeriksaan Fisik • Mata: Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik • Leher: JVP 5 – 2 cmH2O, tidak ada benjolan • Paru: Bunyi napas vesikuler, rhonki dan wheeezing tidak ada • Jantung: BJ 1 dan 2 normal, tidak ada gallop dan murmur • Abdomen: lemas, hepar dan limpa tidak teraba., tidak ada nyeri tekan, asites negatif, bising usus positif normal • Pemeriksaan lutut: terdapat krepitasi di kedua lutut Pemeriksaan Fisik • Saraf Kranialis: tidak terdapat paresis nervus kranialis • Sensorik raba: tidak ada hipestesi • Motorik: eutonus/eutonus 5555 5555 5555 5555 eutrofi/eutrofi • Afek: Baik • • • • • • Geriatric Depression Scale: 5 Barthel Activity Index: 20 Mini Nutritional Assessment: 14 Skala jatuh geriatri: 4 EQ 5D: 75 Mini Mental State Examination: 27 Pemeriksaan penunjang • EKG: ritme sinus, 65x/menit, LAD, tidak ada deviasi segmen ST, morfologi gelombang P, QRS, dan T normal, tidak ada hipertrofi. Daftar Masalah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Neuropati perifer Hipertensi grade II OA genu bilateral PPOK Gangguan penglihatan Gangguan pendengaran Instabilitas Osteoporosis Kerangka Masalah Hipertensi Osteoporosis Neuropati perifer Instabilitas Gg penglihatan OA genu bilateral Gg pendengaran PPOK PENGKAJIAN MASALAH Neuropati Perifer (NP) • Atas dasar: – Anamnesis: kram dan kesemutan di kedua tangan serta tungkai bawah, hipertensi, dan faktor risiko DM • Teori: – NP kerusakan saraf perifer, diantaranya karena diabetes mellitus, konsumsi alkohol, keganasan, gangguan metabolik, trauma, iskemik, infeksi, defisiensi nutrisi, efek obat jangka lama seperti obat antikejang atau kemoterapi, idiopatik. – Dampak pada usila: gangguan kualitas hidup bermakna instabilitas dan jatuh – Gejala (+) aktivitas serabut saraf tidak adekuat: kram, kedutan otot, kesemutan, rasa terbakar/tertusuk. Gejala (-) aktivitas menurun: lemah, lelah, hipestesi, abnormalitas melangkah. Gejala otonom: haus, kembung, konstipasi, inkontinensia urine, berkeringat, rasa melayang terkait ortostatis – HT: berkaitan dengan neuropati diabetik atau iskemik • Rencana diagnosis: – GDS dan lab darah – Uji Kecepatan Hantar Saraf – Elektromyografi Sumber: England JD, Asbury AK. Peripheral neuropathy. The Lancet 2004;363:2151-61 NP (cont’d) • Rencana terapi: NP (cont’d) – Kontrol hipertensi – Kontrol faktor risiko DM – Analgesik: parasetamol (berapa?) – Olahraga rutin – Masase – Hindari rokok, alkohol, penekanan jangka lama Hipertensi Grade II • Dasar – Tekanan darah 170/96 – Didiagnosis hipertensi sejak 17 tahun lalu • Teori – Tekanan darah ditentukan oleh kardiak output dan resistensi perifer – Pada orang tua resistensi perifer meningkat karena kekakuan arteri Hipertensi Grade II Rencana Diagnostik • Pengukuran TD serial selama 1 minggu • Tanyakan compliance valsartan dan amlodipine • Cek kemungkinan hipertensi sekunder Rencana Terapi • Teruskan menggunakan 2 obat antihipertensi : captopril/valsartan + amlodipine • Target TD : <150/90 (JNC 8) • Jika tekanan darah masih belum terkontrol, mulai lakukan titrasi HCT sebagai obat ke 3 • Diet rendah garam, modifikasi gaya hidup OA genu bilateral • Atas dasar: • Anamnesis Nyeri lutut dan riwayat tidak bisa berjalan akibat nyeri di lutut kiri 8 tahun yl • PF ditemukan krepitasi di kedua lutut saat pemeriksaan Teori: Diagnosis klinis bisa ditegakkan dengan menemukan tiga gejala (nyeri lutut, kaku di pagi hari, dan keterbatasan fungsional) dan tiga tanda (krepitus, keterbatasan gerakan, dan bony enlargement) (EULAR 2009) OA Genu bilateral • Rencana diagnostik: Plain x-ray lutut • Rencana tatalaksana: – Parasetamol (simpel analgesik) – NSAID jika tidak respon terhadap parasetamol – Edukasi, latihan, penggunaan tongkat/insole, pengurangan berat badan PPOK • Ppok pada pasien ditegakan dari: Anamnesis: • Pasien mengatakan menderita PPOK sejak 5 tahun yll, diberi Spiriva tetapi tidak rutin digunakan. Saat ini tidak ada sesak nafas. • Pasien sering mengikuti aktivitas di sekitar rumah • Spiriva (Tiotropium bromide) merupakan antikolinergik kerja lama yang digunakan sebagai terapi PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik). Tiotropium bromide merupakan obat baru, diberikan dengan cara dinhalasi serta merupakan antikolinergik bronkodilator yang digunakan satu kali sehari dengan dosis 18 µg Faktor resiko • Kebiasaan merokok Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan riwayat merokok dan beratnya (dengan indeks Brinkmann) • Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja • Hipereaktiviti bronkus • Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang • Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia • Rencana diagnosis: • Uji spirometri untuk menentukan grading PPOK pasien Rencana tatalaksana • Farmakoterapi: controller dan reliever (disesuaikan dengan grading PPOK) • Rehabilitasi medik – Latihan dinamik, menggunakan otot secara ritmis, misalnya jalan, joging, sepeda setiap harinya 15-30 menit selama 4-7 hari per minggu – Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan : • Tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan • Berhenti merokok 2-3 jam sebelum latihan • Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental, gangguan koordinasi atau pusing latihan segera dihentikan • Pakaian longgar dan ringan – Latihan Pernapasan – Teknik latihan • meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna memperbaiki ventilasi dan • menyinkronkan kerja otot abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih • ekspektorasi dan memperkuat otot ekstrimiti. Gangguan Penglihatan • Dasar – Pengakuan pasien – Kekeruhan lensa ODS • Teori – Gangguan penglihatan dibagi menjadi 3 yaitu penurunan tajam penglihatan, penurunan luas lapang pandang, dan kabur – Kemungkinan penyebab : retina, lensa, glaukoma, infeksi – Berhubungan dengan proses penuaan. Hubungan patofisiologi belum jelas – Lensa kabur menunjukkan kelainan terdapat pada lensa, kemungkinan katarak. Retina belum dilakukan funduskopi, glaukoma mata tidak merah, infeksi tidak ada tanda peradangan Gangguan Penglihatan • Rencana Diagnostik – Pemeriksaan visus – Tes kampimetri – Funduskopi • Rencana Terapi – Ekstraksi lensa jika sangat mengganggu – Jika didapatkan retinopati hipertensif tatalaksana hipertensinya Gangguan Pendengaran • Atas Dasar Anamnesis: Pasien mengeluhkan adanya gangguan pendengaran • Teori: Gangguan pendengaran merupakan kondisi yang paling sering dialami oleh geriatri. 1 dari 3 pasien usia 65-74 tahun mengalami gangguan pendengaran. Hal tersebut diduga akibat proses penuaan. • DD: gangguan pendengaran akibat obat Pada penggunaan obat myfortic, sebanyak 0,12% pasien mengeluhkan gangguan pendengaran. 43,75% terjadi di usia >60 tahun. Sering pada wanita (61,11%). Gangguan pendengaran timbul 1-6 bulan (100%) • Rencana diagnostik: audiometri • Rencana terapi: alat bantu dengar Instabilitas • Atas Dasar Anamnesis: Pasien mengeluhkan nyeri di kedua lututnya karena OA. Pasien juga mengeluhkan adanya gangguan pengelihatan. Pasien memiliki riwayat jatuh di kamar mandi • Teori: instabilitas postural : - perubahan komponen stabilitas postural, - komponen saraf (motorik, sensorik, integratif SSP) - komponen muskuloskeletal (gerak sendi, fleksibilitas tulang belakang, otot, hubungan biomekanik segmen tubuh). - perubahan kapabilitas biomekanik, - perubahan postur tubuh, gaya berjalan dan ayunan postural. - gangguan keseimbangan . Pada pasien ini terdapat nyeri lutut karena OA perubahan lingkup gerak sendi menjadi terbatas + perubahan postur tubuh dan gaya berjalan instabilitas Pasien juga memiliki gangguan pengelihatan komponen sensorik stabilitas posturalnya terganggu instabilitas Pasien pernah didiagnosis osteoporosis fleksibilitas terganggu + postur tubuh berubah instabilitas Instabilitas jatuh. Pada pasien ini terdapat osteoporosis sehingga akan memudahkan terjadinya fraktur jika ia jatuh. Pasien terdapat neuropati perifer komponen somatosensorik stabilitas posturalnya terganggu instabilitas • Rencana terapi : Tangani penyebab dan edukasi Osteoporosis • Osteoporosis pada pasien ini ditegakan atas dasar: Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien: • WANITA • 74 tahun • menopause Dari hasil pemeriksaan penunjang: • BMD pemeriksaan pertama(-3,5) ; pemeriksaan kedua (-2,5) Faktor resiko • Wanita – Pengaruh estrogen menurun pada usia 35 – Menopause • Usia – Kehilangan tulang trabekular pada proses menua, penurunan penyerapan kalsium, dan peningkatan fungsi paratiroid • Ras/Suku – Risiko terbesar: kaukasia dan asia – Risiko rendah tetapi signifikan: hispanik, afrika • Riwayat keluarga • Gaya Hidup – Diet tinggi daging merah dan minuman bersoda – Minuman berkafein dan beralkohol.K – Kurang Olahraga • Merokok • Kurang asupan Kalsium • Konsumsi obat-obatan tertentu (kortikosteroid, dll) • Perawakan kecil Tatalaksana • Kontrol Faktor resiko sekunder: – – – – – – Kurang asupan Vit D (anjuran 800mg/hari untuk lansia) Olahraga tidak teratur (3 x seminggu minimal 30 menit) Kebiasaan merokok (STOP) Konsumsi alkohol dan kopi berlebih (MAX 1 cangkir sehari) Penggunaan obat yang dapat mempercepat reasorpsi tulang Tidak menggunakan kontrasepsi oral (pilKB) Daftar pustaka • Cassel CK, Leipzig RM, Cohen HJ, Larson EB, Meier DE. Geriatric Medicine. Edisi 4 New York : Spinger. 2002. • PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) PEDOMAN DIAGNOSIS & PENATALAKSANAAN DI INDONESIA. PDPI 2011.