BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
 | BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Dasar
Pengkondisian udara dan refrijerasi merupakan terapan dari ilmu
perpindahan kalor dan termodinamika, refrijerasi merupakan proses
penyerapan kalor dari suatu lokasi tertentu dan pelepsan kalor tersebut
akan selalu menggunakan fluida kerja yang disebut dengan refrijeran.
Dalam penggunaanya secara luas refrijerant dapat berfasa gas dan cair,
refrijerant pada system ini mengalir melalui katub ekspansi dan
selanjutnya menguap di coil evapurator. Di dalam penguapanya refrijerant
mengabsorb kalor dari udara sekitar dan akibatnya udara ruangan menjadi
dingin.
Agar dapat mengabsorb panas dari sekitarnya maka temperature
dari refrijerant harus lebih rendah dari temperatur udara sekitarnya.
Refrijerant yang menyerap kalor ruangan di evapurator akan mengalami
pengekspansian didalam kompresor, refrijerant yang sudah didalam fasa
Page 7
|
gas selanjutnya akan mengalami proses pendingin dikondensor, refrijerant
yang sudah dalam fasa cair akan mengalami penurunan tekanan di dalam
katub ekspansi.
Sifat-sifat termodinamika dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1. Sifat Intensif, adalah sifat yang tidak tergantung pada massa zat.
Jadi bila sejumlah zat dalam suatu keadaan dibagi menjadi dua
bagian yang sama, tiap bagian akan memiliki harga sifat intensif
yang sama seperti dalam keadaan sebelum dibagi. Tekanan,
temperatur dan massa jenis adalah contoh sifat intensif.
2. Sifat Ekstensif, adalah sifat zat yang tergantung pada massa zat.
Jadi bila sejumlah zat dalam suatu keadaan tertentu dibagi menjadi
dua
bagian yang sama, tiap bagian tidak akan memiliki sifat
ekstensif yang sama seperti dalam keadaan sebelum dibagi. Massa
dan volume adalah contoh sifat ekstensif. Sifat ekstensif persatuan
massa akan menjadi sifat intensif misalnya volme jenis, enthalpy
jenis dan entropy jenis merupakan sifat intensif.
2.1.1 Hukum Termodinamoka Ke Nol
Tinjau dua batang tembaga dan sebuah termometer, bila
termometer disentuh pada batang tembaga yang satu, maka
keduanya akan mengalami perubahan temperature sampai pada
akhirnya mencapai temperature yang sama.
|
Hukum termodinamika yang ke Nol menyatakan bahwa
bila kedua masing-masing ada dalam keadaan keseimbangan
termik dengan benda yang ketiga, jadi menunjukan temperatur
yang sama, maka kedua benda tersebut ada dalam keseimbangan
thermik satu sama lain, artinya temperature kedua benda tersebut
sama.
2.1.2 Hukum Termodinamika Pertama
Bila diberika energi panas infinitesimal pada suatu sistem,
maka sistem tersebut akan berekspansi dan melakukan kerja luar
yang infinitesimal. Tetapi disamping itu, pemanasan terhadap
sistem juga akan menimbulkan hal sebagai berikut:
1. Pertambahan kecepatan molekul dari sistem
2. Pertambahan jarak antara molekul-molekul sistem karena
sistem berekspansi.
Energi yang diperlukan untuk hal ini disebut pertambahan
energi dalam (internal energi). Jadi panas sebagian dirubah untuk
pertambahan energi kinetik dan pertambahan energi potensial luar
akibat gaya-gaya konservatif luar.
| 2.1.3 Hukum Termodinamika ke Dua
Dalam hukum termodinamika pertama ( konservasi
energi ) belum dijelaskan kearah mana suatu perubahan
keadaan itu berjalan, juga belum dijelaskan apakah perubahan
itu reversible atau inversible. Dari hukum termodinamika
pertama diketahui bahwa panas dapat dirubah jadi kerja dan
sebaliknya. Kerja meknik dapat diubah seluruhnya menjadi
panas tetapi panas tidak dapat seluruhnya dirubah menjadi
kerja mekanik pada siklus termodinamika. Jadi hukum
termodinamika kedua memberikan batasan-batasan tentang
arah yang dijalani suatu proses yang sekaligus memberikan
kriteria apakah proses itu reversible atau inversible.
2.2 Perpindahan Panas
Perpindahan panas melalui suatu bahan padat yang disebut
peristiwa konduksi, menyangkut pertukaran energi pada tingkat molekul.
Perpindahan panas konveksi bergantung pada konduksi antara permukaan
benda padat dengan fluida terdekat yang bergerak, jadi masing-masing
mekanisme perpindahan panas berbeda satu sama lainya. Akan tetapi
semuanya
mempunyai
karakteristik umum
tergantung pada temperatur dan dimensi benda.
karena masing-masing
|
Dalam sistem pengkondisian udara terdapat beberapa proses perpindahan
panas karena pengaruh dari dua lingkungan yang berbeda temperature,
proses perpindahan yang terjadi yaitu: konduksi, konveksi, dan radiasi.
2.2.1 Konduksi
Konduksi adalah proses perpindahan panas antara dua
partikel ( tingkat molekul ) dalam suatu benda padat / dianggap
padat dan diam, dengan cara kontak langsung antara partikel yang
satu yang lebih panas terhadap yang lain yang temperaturnya lebih
rendah.
2.2.2 Konveksi
Konveksi adalah proses perpindahan panas dari satu titik
dalam satu ruang ketitik lain karena adanya gerakan atau
perpindahan dari partikel itu sendiri, yang pada umumnya berupa
media cair atau gas.
2.2.3 Radiasi
Radiasi adalah perpindahan panas dari suatu benda kebenda
yang lain denga menggunakan gelombang elektromagnetik atau
istilah radiasi adalah pancaran (emisi) energi terus-menerus dari
|
permukaan suatu benda. Pemindahan energi secara radiasi
berlangsung jika foton-foton dipancarkan dari suatu permukaan ke
permukaan lain, pada saat mencapaai permukaan lain foton yang
diradiasikan juga diserap, dipindahkaan atau diteruskan melalui
permukaan.
2.3 Siklus Thermodinamika
Secara prinsip untuk mendinginkan suatu ruangan atau benda, kita
harus mendekatkan ruangan atau benda tersebut dengan sebuah permukaan
atau fluida yang bertemperature lebih rendah dari temperature yang
didinginkan. Dengan demikian energi dalam bentuk panas dapat
dipindahkan dari ruangan atau benda ke permukaan atau fluida dingin,
apabila tidak diinginkan fluida yang dipergunakan untuk dibuang maka
haruslah disirkulasikan melalui sistem sedemikian rupa sehingga dapat
dilakukan pula pembuangan energi yang diambil dari ruang atau benda
yang diinginkan tadi kelingkungan. Proses pengambilan energi tersebut
terjadi di evapurator dengan laju perpindahan panas, sedangkan
pembuangan energi dalam bentuk panas ke sekeliling tersebut terjadi di
kondensor.
Dalam diagram enthalpi, terdapat 4 (empat) proses dan terbagi
dalam 2 (dua) daerah, yaitu daerah
bertekanan tinggi dari outlet
kompresor sampai dengan inlet katub ekspansi dan daerah bertekanan
rendah dari outlet katub ekspansi sampai dengan inlet kompresor.
|
Siklus termodinamika dari sebuah mesin pendingin kompresi uap yang
memiliki komponen-komponen utama, dapat dilukiskan dalam diagram
tekanan enthalpi atau diagram temperature entropi sebagai berikut:
Gambag 3.1 diagram tekanan enthalpi toritis
Proses yang terjadi pada cycle pendingin tersebut adalah:
1. ( 1-2 ) Proses kompresi dalam kompresor
2. ( 2-3 ) Proses pengembunan dalam kondensor
3. ( 3-4 ) Proses throttling dalam katub ekspansi
4. ( 4-1 ) Proses penguapan di evapurator
Pada proses ( 1-2 ) merupakan proses kompresi dalam kompresor,
fluida yang sudah berubah menjadi phase gas akan diteruskan memasuki
katub inlet kompresor. Namun untuk memastikan bahwa fluida berubah
seluruhnya menjadi phase gas diperlukan proses superheat. Dalam proses
ini yang terjadi pada kompresor adalah proses pengompresian atau
|
penekanan terhadap refrijerant yang sudah dalam phase gas. Pada titik 2 (
dua ) itu merupakan phase uap yang akan memasuki katub inlet
kondensor.
Proses ( 2-3 ) fluida selanjutnya memasuki katub inlet di kondensor,
dimana pada proses ini sejumlah kalor akan dibuang keluar sistem dalam
temperature tetap. Didalam kondensor fluida yang dalam phase gas
dirubah kembali menjadi phase cair.
Proses ( 3-4 ) adalah proses throttling ekspansi, pada proses throttling
didalam katub ekspansi fluida yang masuk harus dalam keadaan cair.
Kondisi tersebut didukung dengan adanya sistem subcooled yang
memastikan bahwa fluida yang keluar dari kondensor tersebut sudah
dalam phase cair. Proses throttling merupakan proses terjadinya penurunan
tekanan pada entalpi konstan.
Proses ( 4-1 ) adalah proses penguapan yang terjadi dievapurator
dengan temperatur tetap. Proses ini bertujuan agar refrijeran dapat dirubah
menjdi phase gas sehingga dapat menyerap kalor udara ruangan.
2.4 Fungsi Komponen Utama Mesin Pendingin
Dalam sistem pendingin siklus kompresi uap secara sistematis
komponen-komponen utamanya diperlihatkan pada gambar ( 2.2 ).
|
Komponen-komponen utamanya adalah sebagai berikut:
1. Kompresor
2. Kondensor
3. Katub Ekspansi
4. Evapurator
Q out
Kondensor
Katub Ekspansi
Kompresor
WK
Evapurator
QE
Gambar 2.2 Cycle mesin pendingin
2.4.1 Kompresor
Kompresor menghisap uap refrijeran dari sisi keluar
evapurator. Pada sisi evapurator ini tekanan diusahakan tetap
rendah agar supaya refrijeran berada dalam phase gas dan
bertemperatur rendah. Didalam kompresor uap refrijeran ditekan
sehingga tekanan dan temperaturnya tinggi untuk menghindari
terjadinya kondensasi dengan membuang energinya ke lingkungan.
|
Energi yang diperlukan untuk kompresi diberikan oleh
motor listrik atau penggerak mula lainya. Dalam proses komppresi
energi diberikan kepada uap refrijeran, pada waktu uap refrijeran
dihisap masuk ke dalam kompresor, temperaturnya masih rendah
tetapi selama proses kompresi berlangsung temperature dan
tekanaanya naik. Jumlah refrijeran yang bersirkulasi dalam siklus
refrijerasi tergantung pada jumlah uap yang dihisap masuk
kedalam kompresor.
2.4.2 Kondensor
Kondensor dimaksudkan untuk mengkondensasikan uap
refrijeran ( fluida kerja ) pada tekanan dan temperature cukup
tinggi. Uap refrijeran yang bertekanan dan bertemperature tinggi
pada akhir kompresi dapat dengan mudah dicairkan dengan
mendinginkanya dengan air atau dengan udara. Dengan kata lain
uap refrijeran memberikan panasnya ( kalor latent pengembunan )
kepada air pendingin atau udara pendingin melalui dinding
kondensor.
Karena air atau udara pendingin menyerap panas dari
refrijeran maka temperaturnya menjadi lebih tinggi pada waktu
keluar dari kondensor. Selama refrijeran mengalami perubahan
phase uap ke phase cair, tekanan ( tekanan pengembunan ) dan
temperaturnya konstan.
| 2.4.3 Katub Ekspansi
Untuk menurunkan tekanan refrijeran cair dari kondensor
dipergunakan katub ekspansi atau pipa kapiler. Setiap alat tersebut
dirancang untuk suatu penurunan tekanan tertentu. Katub ekspansi
yang biasa dipergunakan adalah katub ekspansi termostatik yang
dapat mengatur laju aliran refrijeran, agar sesuai dengan beban
pendinginan. Dalam pendinginan yang berskala kecil dipergunakan
pipa kapiler sebagai pengganti katub ekspansi. Diameter dalam dan
panjang pipa kapiler ditentukan berdasarkan besarnya perbedaan
tekanan yang diinginkan, antara bagian yang bertekanan tinggi dan
bagian bertekanan rendah serta jumlah refrijeran yang bersirkulasi.
2.4.4 Evapurator
Fungsi evapurator adalah untuk menguapkan cairan
refrijeran pada tekanan dan temperature rendah. Selama proses
evapurator refrijeran memerlukan atau mengambil energi dalam
bentuk panas dari lingkungan atau sekelilingnya, sehingga
temperatur sekeliling turun dan terjadi proses pendinginan.
|
2.5 Beban Kalor Ruangan
2.5.1 Beban Kalor dari Radiasi Sinar Matahari
Perolehan kalor melalui konstruksi bangunan bagian luar (
dinding, atap dan kaca ), dievaluasi pada saat beban maksimum.
Beban kalor ini disebabkan oleh adanya sinar matahari yang
diserap pada permukaan bagian luar ( exterior ) dan oleh adanya
perbedaan temperatur udara bagian luar ( out door ) dengan udara
yang ada didalam ruanggan ( in door ). Perbedaan temperatur ini
setiap saat selalu berubah-ubah melewati struktur bangunan bagian
luar. Kondisi aliran transmisi ini sulit dievaluasi untuk masingmasin situasi, tetapi keadaan ini dapat disederhanakan dengan
menggunakan konsep perbedaan temperatur equivalent temperatur
difference ).
Perbedaan ( ∆T ) adalah perbedaan temperatur yang
menghasilkan laju aliran kalor total yang disebabkan radiasi
matahari dan temperatur udara luar yang berubah-ubah. Jadi
perbedaan temperatur, arah menghadap dan lokasi bangunan harus
diperhitungkan, demikian juga harga koefisien perpindahan panas
dari atap dan dinding.
Laju aliran kalor melalui struktur bangunan dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan temperatur equivalent:
QR
= ( A x SHG x OF x FS ) x FSL
|
Dimana :
QR
: Beban kalor dara radiasi sinar matahari
FSL
: Faktor strong load
OF
: Overal faktor
FS
: Steel sash correction
FS
: Steel sash correction
SHG : Solar Heat Gain
2.5.2 Transmission Gain Melalui Dinding
Beban ini disebabakan karena adanya kalor yang mengalir
melalui dinding diakibatkan karena adanya perbedaan temperatur
udara ruangan yang dikondisikan. Jenis dinding yanng digunakan
pada ruangan ini menggunakan kaca dengan ketebalan 1/4",
Dengan menggunakan persamaan berikut ini maka dapat digitung
transmisi melalui dinding.
Q
= A x U x ( ∆Te )
Dimana :
Q
: Bebab kalor dari transmission gain melalui dinding( BTU
/ hr )
A
: Luas dinding, atap dan lantai ( sq ft )
| U
: Koofisien perpindahan kalor (BTU / hr sqft oF)
∆Te
: Perbedaan temperatur equivalent ( oF )
2.5.3 Beban Kalor Akibat Kebocoran Uap Air
Kebocoran uap air disebabkan karena adanya perbedaan
kadar uap air yang terjadi diluar ruangan dan didalam ruangan.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung kebocoran uap air
adalah sebagai berikut:
Q = A x U x ( ∆te )
Dimana:
Q
:Beban kalor akibat kebocoran uap air ( BTU / hr )
A
: Luas dinding ( sq ft )
U
: Harga koofisien ( BTU/hr sqft )
∆te
: perbedaan kadar kelembaban udara ( gr/lb )
2.5.4 Beban Kalor dari Udara Ventilasi
Untuk
menambah
oksigen
kedalam
ruangan
yang
dikondisikan perlu adanya pemasukan udara bersih. Udara yanng
dimasukan kedalam ruangan dapat dilakukan secara langsung.
Keadaan ini akan menambah beban pendinginan, besar udara
|
ventilasi tergantung dari luas ruangan, jumlah penghuni, kegiatan
penghuni dan lain sebagainya. Besarnya harga ventilasi yang
dibutuhkan tergantung dari jenis kegiatan yang dilakukan didalam
ruangan dan sesuai dengan standard yang dapat dilihat pada tabel
45. Untuk menghitung beban ventilasi dapat menggunakan
persamaan sebagai berikut:
QS
= 1,08 x cfm x ( TOA – TRM )
QL
= 0,86 x cfm x ( WOA – WRM )
Dimana :
QS
: Beban
kalor sensible ( BTU / hr )
QL
: Beban
kalor laten ( BTU / hr )
Cfm
: Debit aliran udara
TOA
: Dry bulb temperatur luar ruangan ( o F )
TRM
: Dry bulb temperatur dalam ruangan ( o F )
WOA
: Wet
bulb temperatur luar ruagan ( o F )
WRM
: Wet
bulb temperatur dalam ruangan ( o F )
|
2.5.5 Beban Kalor dari Infiltrasi
Jumlah udara infiltrasi adalah bervariasi tergantung dari
kerapatan pintu, jendela dan lainya yang berkaitan dengan celah.
Pada umumnya faktor infiltrasi yang mempengaruhi adalah:
•
Kecepatan angin, hal ini akan menyebabkan tekanan pada
sisi
bangunan
menyebabkan
yang
diterpa
kebocoran
udara
angin.
Tekanan
kecelah
ini
konstruksi
bangunan.
•
Perbedaan temperatur dan kelembaban atara udara luar dan
udara
didalam
ruangan
akan
menyebabkan
adanya
perpindahan kalor. Pada bangunan yang tinggi selain
infiltrasi juga bisa terjadi, justru sebaliknya dimana udara
dari ruangan yang dikondisikan merembes keluar ruangan
dan peristiwa ini disebut ekfiltrasi.
Untuk menghitung beban kalor dari infiltrasi menggunakan
persamaan sebaai berikut:
QS
= 1,08 x CK x ( TOA – TRM )
QL
= 0,86 x CK x ( WOA – WRM )
Dimana :
QS
: Beban kalor sensible ( BTU / hr )
|
QL
: Beban kalor laten ( BTU / hr )
TOA
: Temperatur udara luar ruangan ( oF )
TRM
: Temperatur udara kamar atau ruangan ( oF )
WOA
: Kelembaban spesifik udara luar ruangan ( gr / lb )
WRM
: Kelembaban relatif udara kamar atau ruangan ( gr / lb )
CK
: Panjang crack ( ft )
2.5.6 Beban Kalor dari Penghuni Ruangan
Tubuh manusia dapat mengeluarkan kalor dan kalor yang
dikeluarkan terdiri dari dua jenis, yaitu kalor sensible dan kalor
laten. Kalor sensible adalah kalor yang terjadi akibat adanya
perubahan temperatur, sedangkan kalor laten adalah kalor yang
terjadi akibat adanya perubahan fase. Kalor-kalor tersebut
disebabkan karena adanya proses oksidasi atau yang umum proses
metabolisme dalam tubuh manusia. Proses ini bervariasi dan
tergantung dari individu dan tingkat aktifitanya. Kalor-kalor dari
tubuh manusia tadi disebarkan kelingkungan dengan cara:
•
Radiasi dari permukaan tubuh kesekitarnya
•
Konveksi dari permukaan tubuh kesekitarnya
Karena perbedaan metabolisme dari setiap individu dan
begitu juga dengan aktifitas dan kegiatanya, maka kalor sebagai
beban pendinginan yang dihasilkan manusia akan bervariasi pula.
|
Untuk menghitung beban kalor sensible dan kalor laten dapat
digunakan cara dengan persamaan berikut ini:
QS
= Ps x Jp
QL
= Pl x J p
Dimana :
Qs
: Beban kalor sensible ( BTU/hr )
QL
: Beban kalor laten ( BTU/hr )
PS
: Perolehan kalor sensible dari penghuni ( BTU/hr )
PL
: Perolehan kalor laten dari penghuni ( BTU/hr )
JP
: Jumlah penghuni
2.5.7 Beban Kalor dari Lampu Penerangan
Jumlah perolehan kalor dalam ruangan yang disebabakan
oleh penerangan tergantung dari daya lampu dan jenis lampu. Jika
digunakan neon ( fluorescent ) , kalor yang dipancarkan oleh balast
harus diperhitungkan juga, yaitu sebagai beban internal.
Total daya penerangan dikalikan 1,25 penambahan ini
merupakan besarnya energi kalor yang dikonsumsi oleh balast.
Perolehan kalor dari lampu penerangan merupakan bentuk radiasi
|
yang menjadi beban pendinginan. Untuk dapat menghitung beban
kalor dari lampu penerangan menggunakan persamaan berikut:
Q = P x FB
Dimana:
Q
: Beban kalor dari lampu penerangan ( BTU / hr )
P
: Daya lampu ( W )
FB
: Faktor balast ( BTU/hr )
2.5.8 Beban Kalor dari Peralatan Elektronik
Beban kalor dalam ruangan yang tidak dikondisikan, selain
dihasilkan oleh lampu penerangan dan penghuninya, dapat juga
ditimbulkan oleh peralatan lainya misalnya: komputer, dispenser,
TV, lemari es dll, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
Q = Tp x FD
Dimana:
Q
: Perolehan kalor dari peralatan ( BTU / hr )
Tp
: Total daya ( BTU / hr )
FD
: Faktor daya
|
2.6 Perancangan Saluran Udara
2.6.1 Ukuran dan Lay-Out Saluran Udara
Ada beberapa hal
yang harus
diperhatikan dalam
perancangan lay-out saluran udara, diantaranya adalah:
1. Perolehan dan kehilangan panas pada saluran udara.
Perolehan panas pada saluran udara suplai dan balik dapat
menjadi besar nilainya. Semakin besar aspek resiko (
perbandingan lebar dan tinggi saluran ) dari saluran udara,
semakin besar pula perolehan panas pada saluran udara.
Oleh karena itu saluran udara diisolasi untuk menurunkan
kerugian panas pada saluran udara. Selain itu, isolasi
saluran udara berfungsi juga untuk mencegah kondensasi
pada permukaan saluran udara.
2. Tahanan aliran udara.
Semakin tinggi kecepatan aliran udara semakin tinggi pula
kerugian gesekan udara.
Adapun kerugian dinamik
dihasilkan dari gangguan aliran udara oleh sambungan,
belokaan ( Elbow).
| sudu pengarah dan benda penghalang lainya yang
menyebabkan terjadinya perubahan arah dan perubahan
luas penampang aliran udara. Bila penampang saluran
udara kecil kerugian gesekan menjadi besar.
2.6.2 Kecepatan Udara Dalam Saluran
Kecepatan udara di dalam saluran dibatasi berdasarkan
rekomendasi tingkat kebisingan maksimum yang diijinkan untuk
sistem saluran udara kecepatan rendah. Besar kecepatan udara
maksimum untuk General Office adalah Saluran udara utama
suplai = 1700 fpm.
Page 27
Download