pemanfaatan fasilitas kesehatan, pelayanan

advertisement
Kegiatan 3
PARTISIPASI M A S Y A R A K A T PADA PELAYANAN POSYANDU
(PELAYANAN IMUNISASI BALITA DAN K E L U A R G A BERENCANA)
DI K O T A PEKANBARU
I>rs. H.M Razif (Dosen Jurusan Sosiologi Fisip UR, Kepala Laboratorium)
T. Romy Mamelly, S.Sos M.Si ((Dosen Jimisan Sosiologi Fisip UR )
Yesi, S.Sos, M.Soc, Sc (Dosen Jurusan Sosiologi Fisip UR)
ABSTRAK
Rendahnya gizi balita dan imunisasi balita serta kurang terlaksananya program
keluarga berencana di kota Pekanbaru disebabkan antara lam adalah terbatasnya sarana dan
prasarana kesehatan, sehingga masyarakat tidak dapat memUih, menjangkau dan
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang bennutu.
Pengamatan dilakukan terfiadap 30 orang ibu-ibu yang datang mengunjungi posyandu
dan ditetapkan secara purposive. Data yang terkumpul akan dianalisa secara deskriptif
kuantitadf, dilengk^i dengan interpretasi atas kecendrungan fenomena yang muncul. Analisis
dilakukan berdasarican konsep-konsep teoritis tentang pandangan masyarakat teihadap kualitas
pelayanan kesehatan atau posyandu, partisipasi masyarakat terhadap pelayanan posyandu
berkaitan dengan intensitas kunjungan ibu-ibu ke posyandu serta perkembangan kesehatan ibu
dan balita serta partisipasi dalam program Keluarga Berencana.
Kecihiya aksesbilitas pelayanan posyandu, ketidak pastian jadwal pelayanan dan
ketidak disipiinan para kader berakibat pada kurangnya minat atau partisipasi masyarakat
terhadap pemanfaatan ^ i l i t a s posyandu tersebuL Pola keija tenaga medis/ bidan yang
terkadang hanya menganggap ibu-ibu posyandu sebagai objek dan kurangnya upaya membina
hubungan interpersonal dengan ibu hamil maupun balita serta kurangnya sensitivitas saat
memberikan pelayanan menjadi penyebab kurang nyamaimya pemanfaatan pelayanan
posyandu.
Keyword: pemanfaatan fasilitas kesehatan, pelayanan posyandu, imunisasi dan keluarga
berencana
61
PARTISIPASI M A S Y A R A K A T PADA P E L A Y A N A N POSYANDU
( P E L A Y A N A N IMUNISASI B A L I T A D A N K E L U A R G A BERENCANA)
DI K O T A P E K A N B A R U
PENDAHULUAN
Selain kedua permaslahan tersebut hal lain yang menjadi sangat urgent untuk
ditangani adalah masalah kesehatan balita terkait dengan gizi balita dan imunisasi
balita. Rendahnya status gizi balita yakni tahim 2006 adalah 2,5 % balita gizi buruk
dan 11.5% balita kurang gizi.
Pada grafik 1.3. dapat dilihat prevalensi Status Gizi di Provinsi Riau pada tahun
2004 sampai dengan 2006.
Prevalensi Status Gizi
Proviunsi Rian Tahun 2002
s/d2004
m Lebih Baik
nBaik
Kurang
1 Buruk
2002
2003
2004
Rendahnya Gizi Balita dan imunisasi balita serta kurangterlaksananya program
keluarga berencana di kota Pekanbaru disebabkan antara lain adalah terbatasnya sarana
dan prasarana kesehatan, sehtmgga masyarakat tidak dapat memilih, menjangkau dan
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Untuk mengukur tingkat
kesejahteraan dan keberhasilan pembangunan suatu wilayah dengan system pelayanan
kesehatan yang baik dan berfungsi disuatu wilayah tersebut. Sedangkan untuk dikota
pekanbaru Parisipasi Masyarakat pada pelayanan Posyandu (pelayanan imunisasi
balita dan keluarga berencana) masih sangat rendah.
Berkenaan dengan fenomena diatas, maka penelitian mengenai Partisipasi
Masyarakat pada pelayanan Posyandu (pelayanan imunisasi balita dan keluarga
berencana)kota pekanbaru sangat perlu dilakukan.
62
M E T O D A PENELITIAN
Metode kajian yang digunakan adalah bersifat deskriptif dengan maksud menjelaskan
permaslahan dan kendala-kendala aspek kesehatan di Kota Pekanbaru.
1.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota pekanbaru
2.
Populasi dan Sam pel
Populasi dan sampel penelitian ditentukan secara Purposive Sampling terdiri d a r i :
1. Masyarakat kota Pekanbaru
2. Pemerintah Dinas Kesehatan
Metode Pengumpulan Data
Metode pengimipulan data yang digunakan dalam kajian ini meliputi
a. Library Research
b. Observasi/wawancara
c. Kuesioner
d. DataDokiunen
TINJAUAN PUSTAKA
Kesehatan adalah hak dan investasi, semua warga negara beiiiak atas kesehatannya
karena dilindungi oleh konstitusi seperti yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat kedua
dimana tiap-tiap warga negara berhak atas pekeijaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Dengan berpedoman pada kalimat tersebut maka dapat dijelaskan bahwa semua
warga negara tanpa kecuali mempunyai hak yang sama dalam penghidupan dan pekeijaan,
penghidupan disini mengandimg arti hak untuk memperoleh kebutuhan materiil seperti
sandang, pangan dan papan yang layak dan juga kebutuhan unmateri seperti kesehatan,
kerohanian, dan iain-lain. Demikian juga halnya kesehatan dapat pula diardkan investasi
karena kesehatan adalah modal dasar yang sangat diperlukan oleh segenap masyarakat untuk
dapat beraktifitas sesuai dengan tugas dan kewajibannya masing-masing sehingga mampu
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat secara ekonomi. Namun bila kondisi kesehatan yang
tidak memungkinkan bisa-bisa seluruh harta dan kekayaan yang mereka peroleh habis
digunakan untuk memperoleh kesehatan tersebut.
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahim 1960 tentang
Pokok-Pokok Kesehatan yang menyebutkan bahwa kesehatan rakyat adalah salah satu modal
pokok dalam rangka pertumbuhan dan kehidupan bangsa dan mempunyai peranan penting
dalam penyelesaian revolusi nasional dan penyusunan masyarakat sosialis Indonesia. Sehingga
63
pemerintah harus mengusahakan bidang kesehatan dengan sebaik-baiknya, yaitu menyediakan
pelayanan kesehatan yang memadai dan dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat umum.
Namun harus diakui bahwa kualitas kesehatan masyarakat Indonesia selama ini
tergolong rendah. Selama ini masyarakat, terutama masyarakat miskin, cenderung kurang
memperhatikan kesehatan mereka. Hal ini d^at disebabkan karena rendahnya tingkat
pemahaman mereka akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan, padahal kesadaran rakyat
tentang pemeliharaan dan perlindungan kesehatan sangatlah penting untuk mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tinggmya. Tetapi, disisi lain, rendahnya derajat kesehatan masyarakat
dapat pula disebabkan oleh ketidakmampuan mereka untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
karena mahahiya biaya pelayanan yang harus dibayar. Tingkat kemiskinan yang tinggi
menyebabkan masyarakat miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan akan pelayanan
kesehatan yang tergolong mahal. Banyak penelitian
empiris yang menyatakan bahwa kesehatan berfoanding terbalik dengan kemiskinan, dimana
ada kemiskinan maka masalah kesehatan akan semakin nyata terjadi.
Biaya kesehatan yang mahal menjadi kendala bagi masyarakat miskin imtuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai. Ada beberapa fektor yang mendorong
peningkatan biaya kesehatan, yaitu :
a. Sifat layanan itu sendiri, sifat dari pada suatu layanan kesehatan adalah padat modal,
padat teknologi dan padat karya sehingga modal yang harus ditanam semakin besar
dan dibebankan pada biaya perawatan.
b. Bagaimana negara memandang masalah pelayanan kesehatan sebagai kebutuhan warga
negaranya dan bagaimana negara menyelenggarakan dan memenuhi pelayanan
kesehatan yang diperlukan (Sulastomo, 2004 ; 42-43)
Zeithaml, Parasuraman dan Berry
dalam bukunya
"Delivering Quality Service
Balancing Customer Perceptions and Expectetions" (1990) menyebutkan
bahwa kualitas
pelayanan yang baik adalah pertemuan atau melebihi apa yang diharapkan konsumen dari
pelayanan yang diberikan. Tinggi rendahnya kualitas pelayanan tergantung pada kineija yang
diberikan dalam konteks apa yang mereka harapkan. Harapan konsumen terhadap kualitas
pelayanan sangat dipengaruhi oleh informasi yang diperolehnya dari mulut ke mulut,
kebutuhan-kebutuhan konsiunen itu sendiri, pengalaman masa lalu. (Zeithaml, et.al,1990:19).
Demikian hahiya dengan pelayanan kesehatan, beberapa hal berkaitan dengan kualitas
pelayanan:
64
1.
Posedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.
2. Kedisiplinan petugas pelayanan,
yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan
pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku.
3.
Tanggung jawab petugas pelayanan yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab
dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan.
4. Kemampuan petugas pelayanan,
yaitu tingkat keahlian dan keterampilan
yang
dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat.
Sehubungan dengan hal di atas, menurut Tjiptono (2002 : 14)
mengemukakan
beberapa unsur untuk menilai kualitas jasa yang antara lam Profesionalism and Skill;
yang berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan (intelektual, fisik, administrasi
maupun konseptual) yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan secara
profesional.
5. Kecq)atan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu
yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan. Sehubungan dengan hal di
atas, menurut Gaspersz (1997 : 2 ), atribut atau dunensi yang harus diperhatikan
dalam perbaikan kualitas pelayanan antara lain (1) Ketepatan waktu pelayanan,
dimana hal yang perlu diperfiatikan berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses.
6.
Keadilan mendapatkan pelayanan,
yaitu
pelaksanaan pelayanan dengan tidak
membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani.
7. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling
menghargai dan menghormati.
8.
Kewajaran biaya pelayanan, yaitu ketetjangkauan masyarakat terhadap bsamya biaya
yang ditetapkan oldi unit pelayanan.
9. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan
ketentuan yang telah ditet^kan. Sehubungan dengan hal di atas,
10. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih,
rapi dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan.
11. Keamanan pelayanan, yaitu terjamimmya tingkat keamanan Imgkungan imit
penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat
merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan
dari pelaksanaan pelayanan.
Idealismenya Pusat Pelayanan kesehatan seperti Puskesmas maupim Posyandu sebagai
lembaga yang dikonsepkan menjadi ujung tombak kesehatan masyarakat diharapkan akan
dapat meningkatkan peranannya untuk menyentuh lapisan masyarakat
terbawah di
65
berbagai.daerah di Indonesia. Melalui pelayanan kesehatan yang teijangkau, murah dan
ketersediaan tenaga medis — Puskesmas dan Posyandu— selayaknya dapat mengupayakan
pembentukan mentalitas sehat di kalangan masyarakat bawah.
Namun sayangnya idealisme seperti itu tidak seluruhnya terwujud dengan baik;
buktinya masih sering kita mendengar keluhan masyarakat mengenai keberadaan Pusat
kesehatan masyarakat ini. Misahiya keberadaan bidan atau kader posyandu yang tidak tepat
waktu karena berbagai alasan, minimnya peralatan dan obat-obatan standar, jenis layanan yang
kurang memadai dan lain sebagainya. Bahkan hasil kajian Rienks dan Iskandar (1985)
menemukan bahwa l»usat-Pusat Kesehatan Masyarakat itu hanya dunanfaatkan oleh 20 % dari
populasi target. Lebih buruk lagi mayoritas para pasien di pedesaan itu temyata berasal dari
golongan atas dan menengah saja dan bukan dari golongan miskin dan berpenghasilan rendah.
Artinya adalah bahwa pusat-pusat kesehatan itu hanya menarik terutama bagi orang-orang
berpendidikan lebih baik; orang-orang kaya pedesaan, para pemilik kendaraan; orang-orang
yang sudah mengenai obat-obat modem dan lain sebagainya,
Kesimpulan lain dari kajian Rienks dan Iskandar (1985) itu adalah; secara
geografis Pusat-Pusat Kesehatan Masyarakat itu hanya menarik orang-orang dalam
radius 5 km saja. Lebih jauh dari itu maka ongkos transportasi merupakan beban yang
terlalu berat bagi calon pasien. Ini artinya sepanjang jarak ke Puskesmas itu dapat
ditempuh dengan berjalan kaki atau menggunakan sepeda, masyarakat masih mau
berkimjvmg ke sana, tetapi bila lebih dari itu maka masyarakat harus mengeluarkan
biaya ekstra; apalagi biasanya orang yang sakit itu enggan imtuk bepergian dengan
jarak
yang terlalu jauh terutama
bila
hams
berjalan
kaki
atau
bersepeda.
Konsekuensinya introduksi kesehatan modem (Puskesmas maupun posyandu) tidak
serta merta memiliki efek positif bagi semua lapisan masyarakat, terutama masyarakat
pedesaan.
Posyandu adalah sistem pelayanan yang dipadukan antara satu program dengan
program lainnya yang mempakan forum komunikasi pelayanan terpadu dan dmamis seperti
hahiya program KB dengan kesehatan atau berbagai program lainnya yang berkaitan dengan
kegiatan masyarakat (BKKBN, 1989).
Pengertian Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam pelayanan
kesehatan masyarakat dari Keluarga Berencana dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk
masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembmaan teknis dari petugas kesehatan dan
keluarga. berencana yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya
66
manusia sejak dini. Yang dimaksud dengan nilai strategis untuk pengembangan sumber daya
manusia sejak dini yaitu dalam peningkat mutu manusia masa yang akan datang dan akibat
dari proses pertumbuhan dan perkembangan manusia ada 3 intervensi yaitu :
1. Pembinaan kelangsungan hidup anak (Child Survival) yang ditujukan untuk menjaga
kelangsungan hidup anak sejak janin dalam kandungan ibu sampai usia balita.
2. Pembmaan perkembangan anak (Child Development) yang ditujukan untuk membina
tumbuh/kembang anak secara sempuma, baik fisik maupun mental sehingga siap
menjadi tenaga keija tangguh.
3. Pembinaan kemampuan keija (Employment) yang dimaksud untuk memberikan
kesempatan berkarya dan berkreasi dalam pembangunan bangsa dan negara.
Adapun Manfaat posyandu bagi masyarakat antara lain :
1.
Masyarakat
•
Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar
•
Memperoleh bantuan dalam pemecahan masalah kesehatan
•
Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan terpadu
2. Bagi Kader, pengurus Posyandudan tokoh Masyarakat
•
Mendapatkan mformasi tentang upaya kesehatan
•
Dapat membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan
3. Bagi Puskesmas
•
Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan stratal
•
Membantu masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan
•
Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga dan dana dengan pemboian pelayanan
secara terpadu
4. Bagi Sektor Lain
•
Lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah
•
Meningkatkan efiseiansi pemberian pelayanan sesuai tupoksi masing-masing
Adapun yang menjadi Sasaran Posyandu :adalah :
• Bayi/Balita.
• Ibu hamil/ibu menyusui.
-
"WUSdanPUS.
67
Peserta Posyandu mendapat pelayanan meliputi:
1) Kesehatan ibu dan anak:
•
Pemberian pil tambah darah (ibu hamil)
•
Pemberian vitamin A dosis tinggi ( bulan vitamin A pada bulan Febraari
danAgustus)
•
PMT (Pemberian Makanan Tambahan)
•
Imunisasi
•
Penimbangan balita rutin perbulan sebagai f)emantau kesehatan balita melalui
pertambahan berat badan setiap bulan. Keberhasilan program terliat melalui
grafik pada kartu KMS setiap bulan.
2) Keluarga berencana, pembagian Pil K B dan Kondom.
3) Pemberian Oralit dan pengobatan.
4) Penyuluhan kesehatan lingkungan dan penyuluhan pribadi sesuai permasalahan
dilaksanakan oleh kader.
HASIL PENELmAN DAN PEMBAHASAN
Kondisi Sosial Ekonomi Responden
Pendidikan mempunyai pengaruh besar tehadap segala aktivitas yang dilakukan
masyarakat termasuk didaiamnya keputusan dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan seperti
posyandu. Berdasarkan data yang diamati sebahagian besar responden ( 56,66%)
berpendidikan Menengah atas dan Kejuruan, dapat dilihat pada table 1.1 dibawah ini:
Tabel LI
Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan
No
Pendidikan
Jumlah
Persentast:
1
SD
5
16.67
2
SMP
6
20.00
3
SMA/SMK
17
56.67
4
Din/si
2
6.66
TOTAL
30
100.00
Sumber Data Lapangan, 2012
68
Dari hasil penelitian dilapangan diperoleh informasi bahwa distribusi responden
berdasarkan tingkat pendidikan, sebahagian besar berpendidikan menengah keatas. Sebanyak
56.67% adalah tamatan SMU/SMK serta 20.00% diantaranya adalah tamatan SMP.
Selanjutnya 16.67% Tamatan SD dan sisanya 6,66% Saijana atau diploma. Hal ini akan
berkaitan dengan pengetahuan responden terhadap pentingnya pemanfaatan fasilitas kesehatan
seperti possyandu sebagai sarana /pelayanan imunisasi balita dan keluarga berencana.
Jika dilihat dari komposisi usia, dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 30 orang
responden, diperoleh data bahwa usia responden berkisar antara 2 1 - 2 5 tahun yang notabene
nya merupakan usia subur bagi wanita. Diharapkan agar responden memiliki pengetahuan
dalam mengatur jarak kelahlan anak dengan turut berpartisipasi dalam program Keluarga
berencana. Untuk lebih jelasnya mengenai usia responden dapat dilihat dari table 1.2 berikut
ini:
Tabel IJ.
Responden Berdasarkan Usia
No
Umur/Usia
Jumlab
Persentase
1
21-25thn
12
40.00
2
26-30thn
8
26.67
3
31-35thn
6
20.00
4
> 36 fhn
4
13-33
Total
30
100.00
Sumber Data Lapangan, 2012
Dari table diatas memmjukan distribusi responds berdasarkan tmgkat umur, dimana
36.67% diantaranya berumur 21 - 25 tahuiL Selanjutnya 26.67% responden berumur 26 - 30
tahun. Selanjutnya 20.00% responden berumur 31 - 35 tahun, dan 13.33% responden berumur
> 36 tahun. Dari pengakuan responden, untuk mengatur dan menjaga kelahiran anak
sebahagian besar dari mereka telah mengikuti program Keluarga Berencana (KB) sejak dari
kelahiran anak pertama hingga saat ini.
Lama tinggal juga bisa dijadikan sebagai ukuran dimana, semakin lama seseorang
mendiami suatu wilayah, maka semakin baik untuk dapat memaksunalkan segala sumber daya
alam yang ada di wilayah tersebut. Berdasarkan pengumpulan informasi dilapangan, dapat kita
69
ketahui bahwa pada lunumnya atau sebahagian besar responden yang tinggal lebih dari 5
tahun, seperti yang dilihat pada table dibawah ini:
Tabel 13
Responden Berdasarkan Lamanya Tinggal
No
Lama Domisili
Jumlah
Persentase
1
< 1 Tahun
2
6.67
2
l-5thn
7
23J3
3
6-10 thn
15
50.50
4
>llthn
6
20.00
Total
30
100.00
Sumber Data Lapangan 2012
Dari tabel diatas dapat diketahui distribusi responden berdasarkan lamanya tinggal
yaitu sebanyak 50.00% responden berdomisli selama 6 - 1 0 tahun, selanjutnya 23.33%
responden berdomisili selama 1 - 5 tahun serta 20.00% responden tinggal selama lebih dari 11
tahun dan Responden yang tinggal kurang dari 1 tahun sebanyak 6.67%. Kebanyakkan dari
mereka adalah penduduk ash (melayu) dari semenjak lahir sampai sekarang, sedangkan
beberapa yang lain adalah pendatang yang berasal dari berbagai daerah.
Pendapatan atau penghasilan menandakan tingkat kesejahteraan seseorang berdasarkan
hasil yang diperoleh dil^angan bahwa pendapatan yaitu sebanyak 76.67% responden
berpenghasilan 1 - 2 Juta rupiah perbulannya dengan rata-rata jumlah tanggungan anak adalah
beijumlah antara 1 - 3 yakni sebanyak 24 orang responden.
Tabel 1.4
Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan
No
Jumlah Tanggungan
Jumlah
Persentase
1
1-3 Orang
24
80.00
2
4-6 Orang
5
16.67
3
> 6 Orang
1
333
Total
30
100.00
Sumber Data Lapangan 2012
70
Distribusi responden berdasarkan jumlah tanggungan dapat dilihat dari tabel 1.3 diatas
yaitu sebanyak 80.00% responden memiliki tanggungan berjumlah antara 1 - 3 orang
sedangkan responden yang memiliki jumlah tanggungan antara 4 - 6 orang yaitu sebanyak
16.67% dan hanya 1 orang responden saja yakni 3.33% lainya memiliki jumlah tanggungan
lebih dari 6 orang. Ini merupakan salah satu indikator dalam mengukur partisipasi masyarakat
dalam mengikuti program Keluarga Berencana KB.
Partisipasi Responden dalam Pelayanan Posyandu ( Imunisasi Balita dan Keluarga
Berencana)
Posyandu dilaksanakan sebulan sekali yang ditentukan oleh Kader, Tim Penggerak
PKK serta petugas kesehatan dari puskesmas atau bidan desa. Pada hari buka Posyandu yang
jatuh pada tanggal 9 setiap bulannya dilakukan pelayanan masyarakat dengan sistem 5 (lima)
meja yaitu:
Meja I
: Pendaftaran.
Meja II
: Penimbangan
Meja III: Pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS)
Meja IV : Penyuluhan perorangan berdasarkan K M S .
MejaV
: Pelayanan Keluarga Berencana, Kesehatan Ibu dan Balita: Imunisasi,
Pemberian vitamm A berupa obat ke mulut secara berkala, Pembagian pil K B atau
kondom Pengobatanringan,kosultasi Keluarga B o ^ c a n a dan Kesehatan.
Petugas pada Meja I s/d IV dilaksanakan oleh kader P K K sedangkan Meja V
merupakan meja pelayanan paramedis (Bidan desa, perawat).
Distribusi responden mengenai apa saja pelayanan yang diperoleh diposyandu yaitu,
sebanyak 23 orang atau sebanyak 76.67% responden menyatakan mendapatkan pelayanan
imunisasi dimana rata-rata usia balita kurang dari 12 bulan, sedangkan sebanyak 5 orang
responden atau sebanyak 16.67% menyatakan bahwa pelayanan yang didapatkan diposyandu
berupa tunbang badan dan mendapatkan makanan tambahan seperti bubur kacang hijau, telur
ataupun kue-kue, biasanya mCTeka memiliki anak berusia diatas 12 bulan, artinya sebahagian
besar telah lengkap masa imunisasinya Sedangkan sisanya sebanyak 2 orang responden atau
6.66% menyakan pelayanan yang diterimanya diposyandu berupa pelayanan K B dan
konsultasi kesehatan.
71
Selanjutnya mengenai rutinintas mengikuti posyandu secara teratur yaitu sebanyak 28
orang responden atau 93,33% menyatakan mengikuti posyandu secara teratur sesuai dengan
jadwal yang telah ditetapkan oleh kader dan bidan desa, hal ini dikarenakan responden merasa
perlu untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhan anak dan ibu hamil, juga untuk
memperoleh informasi mengenai kesehatan ibu dan anak, perkembangan gizi balita serta
informasi mengenai Keluarga Berencana. Sedangkan 2 orang atau 6.67% responden
menyatakan kadang-kadang hadir diposyandu hal ini dikarenakan informasi mengenai jadwal
posyandu terlambat atau lupa.
Kendala-kendala yang dihadapi ketika mengkuti kegiatan posyandu yaitu 20 orang
responden atau 66.67% menyatakan tidak ada kendala serius yang dihadapi sewaktu mengikuti
kegiatan posyandu, sedangkan 10 orang atau 33.33% menyatakan kendala-kendala yang sering
dijumpai berkaitan dengan kedisiplinan para kader maupim bidan desa yang kerap datang
terlambat bahkan tenaga medis/ bidaimya tidak datang, hingga jadwal imunisasi balita menjadi
tCTganggu. Sehingga banyak ibu-ibu yang membawa balita untuk ununisasi menjadi terhalang
dan memutuskan untuk memperoleh imxmisasi balita ditempat lain yakni di praktek bidan
terdekat. Kendala selanjutnya, Posyandu sering tutup tanpa pemberitahuan sebelumnya,
artinya para pengunjung telah sampai ketempat pelaksanaan posyandu dan temyata posyandu
tutup tanpa klarifikasi, karena informasi disebarkan hanya dari mulut ke mulut sehingga
beberapa responden sering tak mengetahui informasi tersebut. Pola keija tenaga medis/ bidan
yang terkadang hanya menganggap ibu-ibu posyandu sebagai objek dan kurangnya upaya
membina hubungan interpersonal dengan ibu hamil serta kurangnya sensitivitas saat
memberikan pelayanan
menjadi penyebab kurang nyamannya pemanfaatan pelayanan
posyandu.
Perkembangan gizi dan kesehatan Balita selama mengikuti kegiatan Posyandu tersebut
dapat diketahui yaitu sebanyak 29 orang responden atau %.67% menyatakan bahwa
pericembangan gizi dan kesehatan anaknya sangat baik ditandai pada indikator Kartu Menuju
Sehat setiap balita dimana Garis berat l^dan anak naik setiap bulaimya, bahkan Berat badan
anak naik mengikuti salah satu pita wama atau pmdah ke pita wama diatasnya, sesuai dengan
panduan perkembangan berat badan dan usia balita. Beberapa faktor yang mempengaruhi
status gizi balita adalah pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dalam mendeteksi dini kelainan
tumbuh kembang anak pada KMS dan pemberian makanan sesuai usia. Faktor lain yang juga
dapat mempengaruhi adalah; berat badan lahir, jumlah anak dalam kelurga, jarak anak,
penyakit penyerta, sosial ekonomi, tradisi masyarakat, Imgkungan dan ketidaktahuan
(Soe^iningsih, 1992).
72
Dari hasil penelitian yang diperoleh dilapangan untuk program Keluarga Berencana
ditemukan data bahwa seluruh responden yakni 30 orang pemah mengikuti program Keluarga
berencana berupa penggunaan alat kontrasepsi dalam perencanaan kehamilan dengan mengatur
jarak kelahiran. Namun dalam temuan dapat dilihat bahwa sebanyak 20 orang responden atau
66.67% masih mengikuti program Keluarga Berencana hingga saat penelitian ini dijalankan,
sementara 10 orang responden lainnya atau 33.33% menyatakan sedang tidak menggunakan
K B . Adapun beberapa alasan responden tidak melanjutkan program K B adalah sebagai
berikut, yaitu sebanyak 5 orang responden atau 16.67% menyatakan mgin memiliki anak lagi,
3 orang responden atau 10.00% menyatakan tidak cocok menggunakan alat kontrasepsi karena
sering terjadi flek, jerawat dan kegemukkan, sedangkan 2 orang responden atau 6.66%
menyatakan sedang dalam masa menyusui sehingga belum menggunakan alat kontrasepsi.
Distribusi responden berdasarkan lama mengikuti program Keluarga Berencana yaitu
1 orang responden atau 3.33% mengikuti program keluarga berencana selama < 1 tahun,
sebanyak 3 orang responden atau 10.00% menyatakan mengikuti program keluarga berencana
selama 1-3 tahun serta 16 responden atau sebanyak 53.33% menyatakan mengikuti program
kelurga berencana selama 3 - 5 tahun, dan sebanyak 10 responden atau 33.33% yang sedang
tidak menggikuti program keluarga berencana saat ini namun ketikan mengikuti program
keluarga berencana dan menggunakan alat kontrasepsi sudah lebih dari 5 tahun.
Distribusi responden berdasarkan jenis kontrasepsi yang digunakan d^^at dilihat
sebagai berikut yaitu sebanyak 13 responden atau sekitar 43.33% menyatakan bahwa alat
kontrasespsi yang dipakai berupa suntik atau mjdcsi. 4 orang responden atau 13.34%
menyatakan menggunakan implan sebagai alat kontrasepsi, sedangkan yang menggunakan
obat atau pil yaitu sebanyak 2 orang atau sekitar 6.66% dan yang menggunakan spual sebagai
alat kontrasespsi sebanyak 1 orang responden atau 3.33%.
Distribusi responden berdasarkan siapa yang menentukan jenis kontrasespsi yang
digunakan, yaitu sebanyak 13 orang responden atau sekitar 43.33% menyatakan yang
menentukan jenis kontrasepsi yang di gunakan adala istri dan suami secara bersama-sama,
sedangkan yang menyatakan menentukan sendiri pilihan jenis kontrasepsinya sebanyak 7
Orang atau 23.34% sedangkan yang tidak mengunakan alat kontrasepsi sebanyak 10 orang
atau 33.33.
Distribusi responden berdasarkan efek negatif penggimaan alat kontrasepsi yaitu
sebanyak 11 orang responden atau sekitar 36.67% menyatakan penggunaan kontrasepsi
memiliki efek negatif adapun efek sampmg dari penggunaan alat kontrasepsi berupa mualmuai aiau muntan, pusmg oan gangguan normon oerupa KegemuKan aan ueK-iieK miani
73
diwajah serta keputihan, dari 11 orang responden tersebut yang mengaJami gangguan mualmual atau muntah sebanyak 2 orang atau 6.66%, 5 orang responden atau sekitar 16.67%
mengalami gangguan berupa pusing-pusing dan yang mengalami gangguan hormonal berupa
kegemukan, flek dan keputihan sebanyak 4 orang atau 13.34%. Sedangkan yang menyatakan
tidak mengalami efek negatif dari penggunaan kontrasepsi sebanyak 19 responden atau
sebanyak 63.33%.
Distribusi responden berdasarkan manfaat
program keluarga berencana dapat
diketahui yaitu sebanyak 21 reponden atau sebanyak 70.00% menyatakan program keluarga
berencana sangat bermanfaat, adapun manfaat dari program keluarga berencana adalah sebagai
berikut yaitu untuk menjaga dan mengatur jarak kelahhan sehingga anak-anak yang lahh dari
hasil peikawinan dapat dipelihara dengan baik. Sedangkan 9 orang responden atau sekitar
30.00% menyatakan program keluarga berencana bermanfaat sekali dalam menjaga kesehatan
fisik maupun psikologi ibu dan anak. Secara biologi kesehatan reproduksi ibu akan terjaga
dengan baik, karena dengan mengatur jarak kelahiran secara benar, maka tidak ada kasuskasus kehamilan yang tak diinginkan serta mengurangi resiko kematian ibu dan bayi saat
melahirkan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Dari hasil peneUtian ditemukan bahwa sebahagian besar responden berpendidikan
menengah keatas. Hal ini sangat berkaitan dengan pengetahuan responden terhadap
pentingnya pemanfaatan
fasilitas kesehatan seperti possyandu sebagai
sarana
/pelayanan ununisasi balita dan keluarga berencana.
2. Besamya partisipasi masyarakat terhadap pelayanan posyandu dapat dilihat dari
jadwal kunjungan ibu-ibu yang hadh pada kegiatan posyandu setiap bulannya, salah
satu indikator pengukuran keberhasilan pelayanan posyandu juga tampak pada
keadaan kesehatan dan gizi balita yang baik, dapat diketahui yaitu sebanyak 29 orang
" responden atau 96.67% menyatakan bahwa pericembangan gizi dan kesehatan anaknya
sangat baik ditandai pada indikator Kartu Menuju Sehat setiap balita dimana Garis
berat badan anak naik setiap bulannya, bahkan Berat badan anak naik mengikuti salah
satu pita wama atau pindah ke pita wama diatasnya, sesuai. dengan panduan
pertumbuhan dan perkembangan berat badan dan usia balita.
74
3. Jika dilihat dari komposisi usia, diperoleh data bahwa mayoritas usia responden
berkisar antara 2 1 - 2 5 tahun yang notabene nya merupakan wanita usia subur,
Sehingga kebanyakkan responden sangat berpartisipasi dalam program Keluarga
Berencana.
4. Kendala-kendala yang kerap dihadapi ketika mengkuti kegiatan posyandu y^tu
berkaitan dengan kedisiplinan para kader maupun bidan desa yang kerap datang
terlambat bahkan tenaga medis/ bidannya tidak datang, hingga jadwal imunisasi balita
menjadi terganggu. Sehmgga banyak ibu-ibu yang membawa balita untuk ununisasi
menjadi terhalang dan memutuskan imtuk memperoleh imunisasi balita ditempat lain
yakni di praktek bidan terdekat Kendala selanjutnya, Pola kerja tenaga medis/ bidan
yang terkadang hanya menganggap ibu-ibu posyandu sebagai objek dan kurangnya
upaya membma hubungan mterpersonal dengan ibu hamil serta kurangnya sensitivitas
saat memberikan pelayanan menjadi penyebab kurang nyamaimya pemanfaatan
pelayanan posyandu.
5. Dari hasil poielitian yang diparoleh dilapangan untuk program Keluarga BCTencana
ditemukan data bahwa seluruh responden yakni 30 orang pemah mengikuti program
Keluarga Berencana berupa penggunaan
alat kontrasepsi dalam
perencanaan
kehamilan dengan mengatur jarak kelahhan. Namun 10 diantaranya menyatakan
sedang tidak menggunakan K B dengan beberapa alasan yaitu ingin memiliki anak lagi,
tidak cocok menggunakan alat kontrasepsi karena sering terjadi flek, jerawat dan
kegemukkan, serta sedang dalam masa menyusui sehingga belum menggunakan alat
kontrasepsi.
6. Dari pemyataan responden adapun manfaat dari program keluarga berencana yang
merdca rasakan yaitu untuk menjaga dan mengatur jarak kelahiran sehingga anak-anak
yang lahir dari hasil perkavman d^at dipelihara dengan baik. Selanjutnya dalam
menjaga kesehatan fisik maupun psikologi ibu dan anak. Secara biologi kesehatan
reproduksi ibu akan terjaga dengan baik, karena dengan mengatur jarak kelahhan
secara benar, maka tidak ada kasus-kasus kehamilan yang tak diinginkan serta
mengurangi resiko kematian ibu dan bayi saat melahirkan.
75
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI : 2000. Panduan Penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) Balita Bagi Petugas
Kesehatan. Jakarta.
Depkes RI: 2009. Panduan Manajemen PHBS Menuju Kabupaten/Kota Sehat.
Tersedia dalam: http:// www.depkes.go.id
Dit Bina Gizi Masyarakat, IDAI, Unicef (2002). Penataan Kurang Protein di Puskesmas dan
Rumah Tangga. Diakses dari www.gizi.net
Dinkes : 2006. Pedoman Program Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Tatancm
Rumah Tangga. Semarang : Dinas Kesehatan Jawa Tengah.
Kusumawati, Y: 2004. Hubungan Antara Pendidikan dan Pengetahuan Kepala
Keluarga Tentang Kesehatan Lingkungan Dengan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) Di Kelurahan Joyotakan Swakarta. [Laporan Penelitian].
Surakarta: UMS.
Muzaham., Fauzi: 1995. Sosiologi Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia.
Machfoed: 2005. Perilaku Sehat Dalam Prinsip-prinsip Kesehatan. Yogyakarta:UGM.
Mubarok, W.I, Chayatm. N , Rozikm, K., Supradi: 2007. Promosi Kesehatan.
Yogyakarta: Graha Ihnu.
Mubarok, W.I : 2009 Sosiologi Untuk Keperawatan. Salemba Medika Jakarta.
Narwoko, J Dwi : 2007. Sosiologi : Teks Pengantar dan terapan . Jakarta. Kencana Predana
Media Group.
Notoatmodjo, S : 2003. Rmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Notoadmodjo, S : 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Emu Perilaku Kesehatan.
Yogyakarta; Andi Offset
Solita Sarwono : 1993, Sosiologi Kesehatan, Universitas Brwawijaya, Semarang.
Suartawan IP, dkk : 1995. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Balita Terhadap Kartu
Menuju Sehat di Posyandu Pekambingan. Denpasar.
Wied AP : 1987. Gizi Keluarga. Jakarta. EGC
Zulfitri, Reni: 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas /.Universitas Riau. Pekanbaru
76
Download