Ketepatan Ibu Menangani Demam pada Anak di TK Purwanida I

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam
2.1.1 Definisi Demam
Demam merupakan gejala penyakit yang paling
sering menyerang anak. Demam adalah peningkatan
suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang
berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di
hipotalamus. Hipotalamus adalah pusat pengendali fungsi
tubuh. Salah satu fungsi utama dari hipotalamus adalah
untuk mempertahankan homeostasis (keseimbangan
internal), yaitu untuk menjaga tubuh manusia tetap stabil,
atau dalam kondisi konstan. (Dinarello & Gelfand, 2005).
Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2°C. Derajat
suhu yang dapat dikatakan demam adalah rectal
temperature (anus) ≥38,0°C atau oral temperature (mulut)
≥37,5°C atau axillary temperature (ketiak)
≥37,2°C
(Kaneshiro & Zieve, 2010).
Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh
yang berhubungan langsung dengan tingkat sitokin
pirogen. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai
mediator
dan
pengatur
hematopoesis. Sitokin
immunitas,
dihasilkan
10
inflamasi
sebagai
dan
respon
11
terhadap stimulus sistem imun. Sedangkan pirogen
adalah suatu zat yang dapat menyebabkan demam.
Sitokin pirogen yang diproduksi ini berfungsi untuk
mengatasi berbagai rangsang, misalnya terhadap toksin
atau zat racun bakteri, peradangan, dan ransangan
pirogenik lain. Bila produksi sitokin pirogen secara
sistemik masih dalam batas yang dapat ditoleransi maka
efeknya akan menguntungkan tubuh secara keseluruhan.
Tetapi sebaliknya apabila telah melampaui batas kritis
tertentu maka sitokin ini membahayakan tubuh. Batas
kritis sitokin pirogen sistemik tersebut sejauh ini belum
diketahui (Sherwood, 2001).
2.1.2 Penyebab Demam
Demam adalah respon normal tubuh terhadap
adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan masuknya
mikroorganisme patogen kedalam tubuh. Mikroorganisme
tersebut dapat berupa virus, bakteri, maupun parasit.
Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi virus.
Demam bisa juga disebabkan oleh paparan panas yang
berlebihan
(overhating),
dehidrasi
atau
kekurangan
cairan, alergi maupun dikarenakan gangguan sistem
imun (Lubis, 2009).
12
2.1.3 Patofisiologi Demam
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang
dikenal dengan nama pirogen. Pirogen terbagi menjadi
dua yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen
eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh
pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk
mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme
seutuhnya. Salah satu contoh pirogen eksogen klasik
adalah endotoksin. Endotoksin merupakan toksin pada
bakteri gram negatif berupa lipopolisakarida (LPS) pada
membran luar dari dinding sel yang pada keadaan
tertentu bersifat toksik pada inang tertentu. Sedangkan
pirogen endogen merupakan pirogen yang berasal dari
dalam tubuh penderita. Sumber dari pirogen endogen ini
pada umumnya adalah sel darah putih yaitu monosit,
neutrofil, dan limfosit (Dinarello & Gelfand, 2005).
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi selsel darah putih (monosit, neutrofil, limfosit, eosinofil dan
basofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin atau
mediator inflamasi atau reaksi imun dari dalam tubuh.
Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang
lapisan sel yang melapisi pembuluh darah sebelah dalam
atau
endotelium
hipotalamus
untuk
membentuk
13
prostaglandin. Fungsi dari prostagladin adalah sebagai
ketahanan alamiah tubuh dari segala bentuk perubahan
yang disebabkan zat kimia, mekanik, fisiologi dan
rangsangan patologis (Dinarello & Gelfand, 2005).
Prostaglandin
yang
terbentuk
kemudian
akan
meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi
hipotalamus.
Hipotalamus
akan
menganggap
suhu
sekarang lebih rendah dari suhu patokan sebelumnya
sehingga
ini
memicu
mekanisme-mekanisme
untuk
meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi
kulit (pembuluh darah menyempit untuk menjauhi kulit
agar panas tidak banyak keluar ke lingkungan sekitar)
dan mekanisme volunter (gerakan yang terbentuk oleh
kemauan dan kesadaran penuh)
seperti memakai
selimut, sehingga akan terjadi peningkatan produksi
panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu
tubuh naik ke patokan yang baru (Sherwood, 2001).
Hasil-hasil tersebut mengalami proses terdahulu
yang terbagi menjadi tiga fase. Fase tersebut yaitu: fase
kedinginan, fase demam, dan fase kemerahan. Fase
pertama yaitu fase kedinginan yang merupakan fase
peningkatan
suhu
tubuh
yang
ditandai
dengan
vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah dan
14
peningkatan
aktivitas
otot
yang
berusaha
untuk
memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa
kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu fase demam
merupakan fase keseimbangan antara produksi panas
dan kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah
meningkat.
Fase
ketiga
yaitu
fase
kemerahan,
merupakan fase penurunan suhu yang ditandai dengan
vasodilatasi atau pelebaran diameter pembuluh darah
dan pengeluaran keringat. Hal ini merupakan bentuk
usaha tubuh untuk menghilangkan panas sehingga tubuh
akan berwarna kemerahan (Dalal & Zhukovsky, 2006).
2.2 Resiko Demam Pada Anak
Risiko antara anak dengan terjadinya demam akut
terhadap suatu penyakit serius dapat bervariasi tergantung usia
anak. Pada umur tiga bulan pertama, bayi memiliki risiko yang
lebih
tinggi
untuk
terkena
infeksi
bakteri
yang
serius
dibandingkan dengan bayi dengan usia lebih tua. Demam yang
terjadi pada anak pada umumnya adalah demam yang
disebabkan oleh infeksi virus. Akan tetapi infeksi bakteri yang
serius dapat juga terjadi pada anak dan menimbulkan gejala
demam seperti bakteremia, infeksi saluran kemih, pneumonia,
meningitis, dan osteomyelitis (Jenson& Balt imore, 2007).
15
Pada anak dengan usia diantara dua bulan sampai dengan
tiga tahun, terdapat peningkatan risiko terkena penyakit serius
akibat kurangnya IgG yang merupakan bahan bagi tubuh untuk
membentuk sistem komplemen yang berfungsi mengatasi
infeksi. Pada anak dibawah usia tiga tahun pada umumnya
terkena infeksi virus yang berakhir sendiri tetapi bisa juga
terjadi bakteremia yang tersembunyi (bakteri tanpa tanda
fokus). Demam yang terjadi pada anak dibawah tiga tahun
pada umumnya merupakan demam yang disebabkan oleh
infeksi seperti influenza, otitis media, pneumonia, dan infeksi
saluran kemih. Bakteremia yang tersembunyi biasanya bersifat
sementara dan dapat sembuh sendiri akan tetapi juga dapat
menjadi pneumonia, meningitis, arthritis, dan pericarditis
(Jenson& Balt imore, 2007).
2.3 Penanganan Demam Pada Anak
Saat anak mengalami demam, kekhawatiran akan segera
dirasakan oleh para ibu. Orang tua khususnya ibu adalah
adalah faktor yang sangat penting dalam mewariskan status
kesehatan kepada anak-anak mereka. Rendahnya kesehatan
orang tua terutama ibu bukan hanya karena faktor sosial
ekonominya yang rendah, tetapi juga sering disebabkan oleh
16
rendahnya tingkat pengetahuan ibu mengenai bagaimana cara
penanganan
suatu
penyakit
atau
gejala
penyakit
dan
bagaimana cara untuk memelihara kesehatan (Notoatmodjo,
2007).
Pertama tama, penanganan yang dapat dilakukan oleh ibu
adalah dengan cara mengukur suhu tubuh anak untuk
memastikan apakah suhu anak masih dalam batas normal atau
mengalami
peningkatan
diatas
batas
normal
tersebut.
Pengukuran suhu merupakan hal yang krusial dan penting
untuk
mengidentifikasi perubahan pada status kesehatan
terutama anak yang mengalami demam. Cara
pengukuran
demam pada anak dapat dilakukan dengan menempatkan
termometer ke dalam rektal, mulut, telinga, serta dapat juga di
ketiak segera setelah air raksa diturunkan. Tunggu selama satu
menit dan dikeluarkan untuk segera dibaca. Rektal, mulut,
telinga, dan ketiak menjadi tempat pemilihan untuk mengukur
suhu karena lokasi tersebut merupakan lokasi yang tidak
terpengaruh oleh suhu luar, sehingga memberikan hasil
pengukuran suhu yang lebih akurat. (Soedjatmiko, 2005).
Pengukuran suhu mulut aman dan dapat dilakukan pada
anak usia di atas 4 tahun, karena sudah dapat bekerjasama
untuk menahan termometer di mulut. Pengukuran ini juga lebih
akurat dibandingkan dengan suhu ketiak, karena temperatur
17
yang diukur di aksila/ketiak akan menghasilkan nilai lebih
rendah 0,3-0,6oC dari pada yang diukur di mulut. Pengukuran
suhu aksila mudah dilakukan, namun hanya menggambarkan
suhu kulit/suhu perifer tubuh yang sangat dipengaruhi oleh
vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah dan keringat
sehingga kurang akurat. Pengukuran suhu melalui anus atau
rektal cukup akurat karena lebih mendekati suhu tubuh yang
sebenarnya dan paling sedikit terpengaruh suhu lingkungan,
namun saat pemeriksaan anak akan merasa tidak nyaman
(Faris, 2009). Pengukuran suhu melalui telinga (infrared
tympanic) tidak dianjurkan karena dapat memberikan hasil
yang tidak akurat sebab liang telinga anak masih sempit (Lubis,
2009).
Pemeriksaan suhu tubuh dengan perabaan tangan tidak
dianjurkan
karena
tidak
akurat
sehingga
tidak
dapat
mengetahui dengan cepat jika suhu mencapai tingkat yang
membahayakan. Pengukuran suhu inti tubuh yang merupakan
suhu
tubuh
yang
sebenarnya
dapat
dilakukan
dengan
mengukur suhu dalam tenggorokan atau pembuluh arteri paru.
Namun hal ini sangat jarang dilakukan karena terlalu invasif
(Soedjatmiko, 2005). Menurut Frieda Handayani (2013), dokter
spesialis anak dari RSIA Evasari Jakarta, pengukuran suhu
tubuh sebaiknya menggunakan termometer digital, karena lebih
18
aman untuk anak. Pengukuran suhu dengan termometer digital
biasanya tidak memakan waktu lama. Hanya butuh sekitar 1
menit, selanjutnya orang tua bisa membaca hasil yang tertera
pada layar termometer.
Menurut Breman (2009), adapun kisaran nilai normal suhu
tubuh adalah :
a. Suhu oral/mulut antara 35,5°-37,5° C
b. Suhu aksila/ketiak antara 34,7°-37,3° C
c. Suhu rektal/anus antara 36,6°-37,9° C
d. Suhu telinga antara 35,5°-37,5° C.
Suhu tubuh yang diukur di mulut akan lebih rendah 0,50,6° C (1° F) dari suhu rektal. Suhu tubuh yang diukur di aksila
akan lebih rendah 0,8-1,0° C (1,5-2,0°F) dari suhu oral. Suhu
tubuh yang diukur di timpani akan 0,5-0,6° C (1°F) lebih rendah
dari suhu aksila (Soedjatmiko, 2005).
Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, demam
mempunyai manfaat melawan infeksi. Namun demam juga
akan
memberikan
dampak
negatif
diantaranya
terjadi
peningkatan metabolisme tubuh, dehidrasi ringan, dan dapat
membuat anak sangat tidak nyaman. Penanganan demam
sebaiknya tidak hanya berpatokan dengan tingginya suhu,
tetapi apabila anak tidak nyaman atau gelisah sehingga dapat
mengganggu penilaian, demam perlu diobati (Faris, 2009).
19
Demam <39°C pada anak yang sebelumnya sehat pada
umumnya tidak memerlukan pengobatan. Bila suhu naik
>39°C, anak cenderung tidak nyaman dan pemberian obatobatan penurun panas sering membuat anak merasa lebih baik
(Plipat dkk, 2002). Menurut Soetjatmiko (2005), obat antipiretik
tidak diberikan jika suhu dibawah 38,3°C kecuali ada riwayat
kejang demam. Pada dasarnya menurunkan demam pada
anak dapat dilakukan secara fisik, obat-obatan maupun
kombinasi keduanya (Rahayu, 2008).
Menurut
Faris
(2009),
sebaiknya
orang
tua
mempertimbangkan untuk menghubungi/mengunjungi dokter
bila:
1. Demam pada anak usia di bawah 3 bulan.
2. Demam pada anak yang mempunyai penyakit kronis
dan defisiensi sistem imun.
3. Anak gelisah, lemah, atau sangat tidak nyaman.
4. Demam berlangsung lebih dari 3 hari (> 72 jam).
20
Petunjuk
lainnya
untuk
membawa
anak
ke
dokter
tergambar dalam pedoman yang diajukan oleh Rumah Sakit
Anak di Cincinnati (Soedjatmiko, 2005). Tampilan anak demam
dibagi atas:
1. Tampilan baik :
a. Anak bisa senyum, tidak gelisah, sadar, makan
baik, menangis kuat namun dapat dibujuk.
b. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
c. Perfusi perifer baik, ekstremitas kemerahan dan
hangat
d. Tidak ada kesulitan bernafas.
2. Tampilan sakit, mulai dipertimbangkan untuk ke dokter :
a. Masih bisa tersenyum, gelisah dan menangis,
kurang aktif bermain, nafsu makan berkurang.
b. Dehidrasi ringan atau sedang.
c. Perfusi perifer masih baik.
3. Tampilan toksik merupakan gambaran klinis yang
sejalan dengan kriteria sindrom sepsis antara lain
letargi atau penurunan kesadaran, tanda penurunan
perfusi jaringan atau sianosis yaitu kebiruan pada kulit
dan
membran
penumpukan
mukosa
yang
disebabkan
deoksihemoglobin/hemoglobin
oleh
yang
tidak lagi mengikat oksigen pada pembuluh darah kecil
21
di area tersebut. Hemoglobin adalah molekul protein
pada sel darah merah yang berfungsi sebagai media
transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan
tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan
tubuh ke paru paru. Dalam keadaan kaya oksigen,
hemoglobin disebut oksihemoglobin dan berwarna
merah terang. Dalam keadaan kurang oksigen disebut
deoksihemoglobin
Gambaran
dan
klinis
berwarna
lainnya
ungu
kebiruan.
adalah
adanya
hipo/hiperventilasi. Hiperventilasi merupakan upaya
tubuh dalam meningkatkan jumlah O2 dalam paruparu
agar
Sedangkan
pernafasan
lebih
hipoventilasi
cepat
terjadi
dan
ketika
dalam.
ventilasi
alveolar tidak adekuat untuk memenuhi penggunaan
O2
dalam tubuh atau untuk mengeluarkan CO2
dengan cukup. Sehingga penderita harus segera
diberi penanganan farmakologi.
2.3.1 Terapi Non Farmakologi
Adapun yang termasuk dalam terapi non-farmakologi
dari penatalaksanaan demam:
1. Pemberian cairan dalam jumlah yang cukup dan
sesuai dengan kebutuhan anak untuk mencegah
dehidrasi dan beristirahat yang cukup.
22
2. Tidak memberikan penderita pakaian tebal yang
berlebihan pada saat menggigil. Kita lepaskan
pakaian dan selimut yang terlalu berlebihan.
3. Memberikan kompres hangat pada penderita. Air
hangat bisa membuat pembuluh darah tepi di kulit
melebar yang selanjutnya membuat pori-pori terbuka.
Itu berarti memudahkan pengeluaran panas dari
tubuh. Pemberian kompres hangat efektif terutama
setelah pemberian obat. (Kaneshiro & Zieve, 2010).
Menurut dokter spesialis anak RS Pondok Indah
(RSPI), dr M. Tatang Puspanjono, SpA, M.Klinik Ped
(2015), terapi non-farmakologi baik dilakukan sebagai
tindakan
awal
penanganan
demam
sebelum
menggunakan obat-obatan untuk menurunkan demam.
Pemberian obat penurun panas umumnya akan diberikan
jika sudah ditemukan secara pasti apa penyebab demam
pada anak.
Menurut
Ismoedijanto
(2000),
tindakan
umum
penurunan demam adalah diusahakan agar anak tidur
atau istirahat agar metabolismenya menurun. Cukupi
cairan agar kadar elektrolit tidak meningkat saat terjadi
evaporasi atau penguapan. Aliran udara yang baik
misalnya
dengan
kipas,
mengusahakan
tubuh
23
berkeringat, mengalirkan hawa panas ke tempat lain
sehingga demam turun. Jangan menggunakan aliran
udara yang terlalu kuat, karena suhu kulit dapat turun
mendadak. Buka pakaian/selimut yang tebal agar terjadi
radiasi (pemindahan panas dari permukaan suatu objek
ke permukaan lain tanpa ada kontak) dan evaporasi
(penguapan). Lebarkan pembuluh darah perifer dengan
cara menyeka kulit dengan air hangat (tepid-sponging).
Mendinginkan dengan air es atau alkohol kurang
bermanfaat
(justru
terjadi
vasokonstriksi
pembuluh
darah), sehingga panas sulit disalurkan baik lewat
mekanisme evaporasi maupun radiasi (Soedjatmiko,
2005).
2.3.2 Terapi Farmakologi
Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam
(antipiretik) adalah parasetamol (asetaminofen) dan
ibuprofen.
metabolit
Parasetamol
fenasetin
(asetaminofen)
dengan
efek
merupakan
antipiretik/penurun
panas yang sama dan telah digunakan sejak tahun 1893.
Efek anti inflamasi (anti radang) pada parasetamol
hampir tidak ada. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal
dengan nama parasetamol (Wilmana & Gan, 2007).
24
Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat
yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan
sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu tubuh
dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek
sentral. Efek iritasi, erosi, dan perdarahan lambung tidak
terlihat
pada
obat
ini,
demikian
juga
gangguan
pernafasan dan keseimbangan asam basa. Parasetamol
terdapat dalam berbagai bentuk dan dalam berbagai
campuran obat sehingga perlu diteliti jumlahnya untuk
menghindari
overdosis.
Overdosis
pemberian
obat
acetamenofen dapat menyebabkan kerusakan organ hati.
Risiko kerusakan hati lebih tinggi pada peminum alkohol,
pemakai parasetamol dosis tinggi dalam jangka waktu
yang lama atau pemakai lebih dari satu produk yang
mengandung parasetamol (Wilwana & Gan, 2007).
Dosis pemberian obat pada anak adalah 10 – 15
mg/kgBB , dapat diberikan setiap 4 jam (maksimal 5
dosis dalam 24 jam).
Dosis maksimal akumulatif
parasetamol adalah 4 gram per hari. Efek parasetamol
mulai muncul 30 – 60 menit setelah konsumsi dan
bertahan selama 4 jam. Dosis parasetamol juga dapat
disederhanakan menjadi:
25
Tabel 2.2 Dosis parasetamol menurut kelompok umur
Umur (Tahun)
<1
Dosis Parasetamol tiap pemberian
(mg)
60
1-3
60-125
4-6
125-250
6-12
250-500
(Sumber: Soegijanto et al., Naskah Lengkap Pelatihan
bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD, 1998).
Selanjutnya Ibuprofen merupakan turunan asam
propionat
yang
analgetik,
dan
berkhasiat
antipiretik.
sebagai
Efek
antiinflamasi,
antiinflamasi
dan
analgetiknya melalui mekanisme pengurangan sintesis
prostaglandin. Efek ibuprofen terhadap saluran cerna
lebih ringan dibandingkan aspirin, indometasin atau
naproksen. Efek lainnya yang jarang seperti eritema kulit,
sakit kepala, trombositopenia, dan ambliopia toksik yang
reversibel. Penggunaan ibuprofen bersama-sama dengan
salah satu obat seperti hidralazin, kaptopril, atau betabloker dapat mengurangi khasiat dari obat-obat tersebut.
Sedangkan penggunaan bersama dengan obat furosemid
atau tiazid dapat meningkatkan efek diuresis dari kedua
obat tersebut (Wilmana & Gan, 2007).
26
Parasetamol cepat bereaksi dalam menurunkan
panas sedangkan ibuprofen memiliki efek jangka kerja
yang lama (Graneto, 2010). Pada anak-anak, dianjurkan
untuk
pemberian
parasetamol
sebagai
antipiretik.
Penggunaan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) atau
obat anti radang tidak dianjurkan dikarenakan oleh fungsi
antikoagulan (zat yang mencegah penggumpalan darah)
dan resiko sindrom Reye pada anak-anak. Sindrom reye
adalah penyakit yang berpotensi mengancam jiwa,
ditandai oleh peradangan dan pembengkakan otak tibatiba dan akumulasi lemak di organ. Kondisi ini biasanya
terjadi pada anak dan remaja yang terkena infeksi virus
tertentu (Kaushik dkk, 2010).
Dalam peresepan AINS hal yang terpenting adalah
pertimbangan efek terapi dan efek samping yang
berhubungan dengan mekanisme kerja sediaan obat ini,
terutama pemberian pada anak. Obat-obatan AINS
memberikan efek analgesik yang cukup baik dan nyata,
akan tetapi sayangnya memberi efek samping yang buruk
pula. Efek samping AINS (Analgetik Anti Inflamasi Non
Steroid) dapat terjadi pada berbagai organ tubuh penting
seperti
saluran
gangguan
fungsi
cerna,
ginjal.
dan
dapat
Ibufrofen,
mengakibatkan
naproksen
dan
27
indometason diduga dapat memicu reaksi ruam (inflamasi
dan
perubahan
warna)
pada
kulit,
dan
reaksi
hipersensitivitas (reaksi berlebihan, tidak diinginkan
karena terlalu senisitifnya respon imun yaitu merusak,
menghasilkan ketidaknyamanan, dan terkadang berakibat
fatal yang dihasilkan oleh sistem kekebalan normal). Hal
yang harus dimengerti adalah bahwa belum ada obat
AINS yang ideal dan khusus penggunaan pada anak
sebaiknya lebih selektif dan menghindari penggunaan
yang tidak perlu. Tidak semua AINS yang tersedia
dipasaran perlu digunakan dan yang terpenting adalah
tetap memperhatikan kondisi anak. Pemberian AINS
dimulai dengan dosis kecil, tingkatkan bertahap sampai
dosis maksimal yang dianjurkan (Fajriani,2008)
Download