IMPLIKASI UKURAN PERUSAHAAN DAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP MANAJEMEN LABA Gayatri1 Prasetya Pria J2 (Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana) ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implikasi ukuran perusahaan dan pengungkapan corporate social responsibility terhadap manajemen laba. Perusahaan besar wajib melakukan pengungkapan corporate social responsibility dalam laporan keuangan untuk mendapatkan legitimasi dan nilai positif dari masyarakat. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014. Sampel dalam penelitian ini dipilih melalui teknik purposive sampling. Dalam penelitian ini ukuran perusahaan merupakan variabel independen, manajemen laba merupakan variabel dependen, dan pengungkapan corporate social responsibility merupakan variabel intervening. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi non partisipan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis jalur (path analysis). Penelitian ini menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif pada pengungkapan corporate social responsibility. Hal ini menggambarkan bahwa peningkatan ukuran perusahaan akan meningkatkan pengungkapan corporate social responsibility. Ukuran perusahaan berpengaruh negatif pada manajemen laba. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan ukuran perusahaan akan menyebabkan terjadinya penurunan manajemen laba. Pengungkapan corporate social responsibility berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Kondisi ini menggambarkan bahwa peningkatan pengungkapan corporate social responsibility akan menyebabkan terjadinya penurunan manajemen laba. Pengungkapan corporate social responsibility mampu memediasi pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif pada manjemen laba melalui pengungkapan corporate social responsibility. Kata kunci: ukuran perusahaan, manajemen laba. I.PENDAHULUAN Laporan keuangan merupakan sarana dalam mengkomunikasikan informasi keuangan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengambil keputusan. Informasi yang terdapat dalam laporan keuangan diharapkan dapat membantu kreditor dan investor dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan dana yang mereka investasikan. Laba merupakan salah satu parameter penting dalam laporan keuangan yang digunakan untuk menaksir ki- nerja manajer. Kecenderungan untuk lebih memperhatikan laba disadari oleh pihak manajemen, khususnya manajer yang kinerjanya dinilai berdasarkan informasi laba. Hal tersebut dapat menimbulkan perilaku menyimpang, salah satu bentuknya adalah manajemen laba. Manajemen laba berada di daerah abu-abu antara aktivitas yang diijinkan oleh prinsip akuntansi atau merupakan sebuah kecurangan. Laporan keuangan dapat disebut sebagai cerminan perilaku etis dan tanggung jawab sosial pribadi Vol.06 No.4,September 2016 Jurnal Riset Akuntansi JUARA 1 orang yang membuat laporan keuangan (Sulistyanto, 2008). Banyak manajer menganggap praktik manajemen laba sebagai tindakan wajar dan etis serta merupakan alat sah bagi manajer dalam melaksanakan tanggung jawabnya untuk mendapatkan keuntungan atau return perusahaan (Fischer dan Rosenzweigh, 1995). Manajemen laba dianggap perbuatan yang legal dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (Merchant dan Rockness, 1994). Para pihak yang kontra terhadap manajemen laba mengungkapkan bahwa manajemen laba merupakan tindakan yang kontroversial di dalam dunia akuntansi dan bisnis. Manajemen laba membawa pengaruh negatif dan cenderung menyesatkan bagi pengguna informasi dalam pelaporan keuangan. Manajemen laba merupakan campur tangan manajer dalam proses penyusunan laporan keuangan yang bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan pribadi (Schipper, 1989:92). Manajemen laba dilakukan dengan memilih metode atau kebijakan akuntansi untuk menaikkan laba atau menurunkan laba. Manajemen akan menggeser laba periode yang akan datang ke periode sekarang untuk menaikkan laba dan menggeser laba periode masa sekarang ke periode berikutnya untuk menurunkan laba. Manajemen laba merupakan manipulasi akuntansi dengan tujuan menciptakan kinerja perusahaan agar terkesan lebih baik dari yang sebenarnya (Mulford dan Comiskey, 2010). Manajemen laba timbul sebagai dampak dari masalah keagenan yang terjadi karena adanya ketidakselarasan kepentingan antara pemilik perusahaan (prinsipal) dan manajemen (agen). Asumsi dalam teori keagenan yaitu masing-masing individu termotivasi oleh kepentingan diri sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Pemilik perusahaan 2 sebagai prinsipal mengadakan kontrak untuk memaksimumkan kesejahteraan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Manajer sebagai agen termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Konflik kepentingan antara manajemen dan pemilik perusahaan juga terjadi karena pemilik perusahaan tidak selalu dapat mengawasi aktivitas yang dilakukan manajer sehari-hari dan memastikan bahwa manajer bekerja sesuai dengan keinginan pemilik perusahaan. Pemilik perusahaan tidak mempunyai informasi yang cukup mengenai kinerja perusahaan, sedangkan manajer memiliki lebih banyak informasi mengenai perusahaan secara keseluruhan. Perbedaan informasi yang dimiliki dapat memberikan peluang bagi manajer untuk melakukan manajemen laba. Manajemen laba dilakukan melalui manipulasi laporan keuangan dengan memanfaatkan kebijakan akuntansi. Manajemen laba yang dilakukan manajer dengan mengendalikan transaksi akrual, yaitu transaksi yang tidak mempengaruhi aliran kas (Friedlan, 1994). Transaksi akrual merupakan transaksi yang tidak mempengaruhi aliran kas masuk (cash inflow) maupun aliran kas keluar (cash outflow). Akuntansi akrual terdiri dari discretionary accruals dan non discretionary accruals. Discretionary accruals merupakan akrual yang ditentukan manajemen. Manajer dapat memilih kebijakan dalam hal metode dan estimasi akuntansi. Non discretionary accruals merupakan akrual yang ditentukan atas kondisi ekonomi (Xiong, 2006). Salah satu faktor yang mempengaruhi praktik manajemen laba adalah ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan merupakan tingkat identifikasi besar atau kecilnya suatu perusahaan. Besar kecilnya ukuran perusahaan dapat didasarkan pada total nilai aktiva, total IMPLIKASI UKURAN PERUSAHAAN DAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP MANAJEMEN LABA penjualan, kapitalisasi pasar, jumlah tenaga kerja dan sebagainya (Hilmi dan Ali, 2008). Semakin besar nilai aktiva mengindikasikan semakin banyak modal yang ditanam, semakin banyak penjualan mengindikasikan semakin banyak perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar mengindikasikan semakin dikenal masyarakat. Penelitian ini menggunakan total aset sebagai proksi ukuran perusahaan, karena total aset relatif lebih stabil dibandingkan dengan ukuran lain dalam mengukur ukuran perusahaan (Sudarmadji dkk., 2007). Penelitian Muliati (2011) serta Jao dan Pagalung (2011) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Perusahaan yang lebih besar kurang memiliki dorongan untuk melakukan manajemen laba dibandingkan dengan perusahaan kecil, karena perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pemegang saham dan pihak luar. Namun, penelitian Rahmani dan Mir (2013) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Perusahaan besar mempunyai insentif yang cukup besar untuk melakukan manajemen laba, karena perusahaan besar harus mampu memenuhi ekspektasi investor atau pemegang sahamnya. Perusahaan dalam menjalankan kegiatan usaha tidak hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri, tetapi juga harus memberikan manfaat bagi stakeholder seperti: pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis dan pihak lain. Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan suatu bentuk komitmen perusahaan terhadap para stakeholder dalam mempertanggungjawabkan dampak dari aktivitas operasi yang telah dilakukan perusahaan. CSR merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan masyarakat secara keseluruhan (Hackston dan Milne, 1996). Perusahaan menjadi bagian dari suatu komunitas dan lingkungannya sendiri. Dampak yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaan, akan sangat berpengaruh terhadap masyarakat sekitarnya, sehingga apa yang dilakukan oleh pihak perusahaan akan kembali lagi kepada masyarakat tersebut. Oleh karena itu, manajemen perusahaan membutuhkan dukungan dari lingkungan masyarakat yang kondusif agar perusahaan dapat beroperasi dengan tenang. Dalam pasal 74 dan pasal 66 ayat 1 Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 menyebutkan perusahaan yang kegiatan operasinya berhubungan dengan penggunaan sumber daya alam diwajibkan untuk melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan serta harus dimuat dalam laporan tahunan perusahaan. Walaupun pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan bersifat wajib, namun item-item tanggung jawab sosial yang diungkapkan perusahaan masih merupakan informasi yang bersifat sukarela (Putra, 2013). Ukuran perusahaan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengungkapan CSR. Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR (Purwanto, 2011). Tanggung jawab sosial dipengaruhi oleh ukuran perusahaan. Perusahaan besar cenderung mengungkapkan pertanggungjawaban sosial yang lebih luas. Perusahaan besar akan mengungkapkan lebih banyak informasi dari pada perusahaan kecil, karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar dibandingkan perusahaan kecil (Kusumastuti, 2014). Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dilakukan untuk mendapatkan nilai positif dan legitimasi dari masyarakat (Junitasari, 2015) Di sisi lain, pengungkapan aktivitas CSR dapat membatasi terjadinya Vol.06 No.4,September 2016 Jurnal Riset Akuntansi JUARA 3 tindakan manajemen laba. Tujuan perusahaan mengungkapkan banyak informasi tentang aktivitas CSR untuk membentuk profil organisasi yang lebih baik (Lanis dan Richardson, 2012). Sehingga perusahaan lebih berhati-hati dalam melakukan praktik manipulasi laba karena tidak konsisten dengan tujuan pembentukan profil perusahaan. Praktek kecurangan seperti manajemen laba dapat menghapus pengaruh positif dari melakukan aktivitas CSR. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1)Apakah ukuran perusahaan berpengaruh pada pengungkapan corporate social responsibility? 2)Apakah ukuran perusahaan berpengaruh pada manajemen laba? 3)Apakah pengungkapan corporate social responsibility berpengaruh pada manajemen laba? 4)Apakah ukuran perusahaan berpengaruh pada manajemen laba melalui pengungkapan corporate social responsibility? II. LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Teori Keagenan Hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (prinsipal) mempekerjakan orang lain (agen) untuk memberikan suatu jasa dan mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen tersebut. Jika agen tidak berbuat sesuai kepentingan prinsipal mengakibatkan terjadi konflik keagenan sehingga memicu biaya keagenan (Jensen dan Meckling, 1976). Perusahaan mempunyai banyak kontrak seperti: kontrak kerja dengan para manajer dan kontrak pinjaman dengan kreditur. Agen dan prinsipal ingin memaksimumkan utilitas masing-masing melalui informasi yang dimiliki. Agen memiliki informasi lebih banyak (full in- 4 formation) dibandingkan dengan prinsipal sehingga menimbulkan asimetry information. Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat memicu manajer melakukan tindakan yang sesuai dengan keinginan dan kepentingannya. Bagi pemilik modal atau investor akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajer karena hanya memiliki sedikit informasi. Kadangkala kebijakan tertentu yang dilakukan oleh manajer tanpa sepengetahuan pemilik modal atau investor (Scott, 2000). Asumsi teori agensi adalah masing-masing individu termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen. Pemegang saham sebagai pihak prinsipal akan mengadakan kontrak untuk memaksimumkan kesejahteraan dirinya melalui peningkatan profitabilitas. Manajer sebagai agen termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Perilaku oportunistik dari agen menyebabkan timbulnya masalah keagenan. Manajer akan memiliki dorongan untuk memilih dan menerapkan metode akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerja yang baik dengan tujuan mendapatkan bonus (Muliati, 2011). 2.2. Teori Legitimasi Legitimasi organisasi merupakan sesuatu yang diberikan oleh masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Legitimasi memiliki manfaat untuk mendukung keberlangsungan hidup suatu perusahaan (O’Donovan, 2002). Legitimasi dianggap sebagai penyamaan persepsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas merupakan tindakan yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem nor- IMPLIKASI UKURAN PERUSAHAAN DAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP MANAJEMEN LABA ma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan secara sosial (Suchman, 1995). Legitimasi dianggap penting bagi perusahaan karena menjadi faktor strategis bagi perkembangan perusahaan ke depan. Teori legitimasi dapat diterapkan pada perusahaan yang melakukan kegiatan tanggung jawab sosial. Perusahaan menjadi bagian dari suatu komunitas dan lingkungannya sendiri. Dampak yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaan akan sangat berpengaruh terhadap masyarakat sekitarnya, sehingga apa yang dilakukan oleh pihak perusahaan akan kembali lagi kepada masyarakat tersebut. Oleh karena itu, manajemen membutuhkan dukungan dari lingkungan masyarakat yang kondusif agar perusahaan dapat beroperasi dengan tenang. Perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatan berdasarkan nilai-nilai keadilan, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan (Haniffa dan Cooke, 2005). Perusahaan juga harus memperhatikan kepentingan berbagai pihak. Semakin banyak perusahaan melakukan kegiatan sosial yang memberikan dampak positif bagi pihak lain maka akan memberikan manfaat dan kemajuan tersendiri bagi perusahaan. Untuk itu, sebagai suatu sistem yang mengedepankan keberpihakan kepada society, operasi perusahaan harus kongruen dengan harapan masyarakat (Retno dan Priantinah, 2012). 2.3 Teori Stakeholder Stakeholders merupakan individu, sekelompok manusia, komunitas atau masyarakat baik secara keseluruhan maupun secara parsial yang memiliki hubungan serta kepentingan terhadap perusahaan (Kusumastuti, 2014). Perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri, namun harus memberikan manfaat bagi stakeholder-nya seperti: pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis dan pihak lain (Ghozali dan Chariri, 2007). Pengungkapan corporate social responsibility menjadi penting karena para stakeholder perlu mengetahui dan mengevaluasi sejauh mana perusahaan melaksanakan peranannya sesuai dengan keinginan stakeholder, sehingga menuntut adanya akuntabilitas perusahaan atas kegiatan corporate social responsibility yang telah dilakukan (Riswari, 2012). 2.4 Manajemen Laba Manajemen laba merupakan intervensi atau campur tangan manajer dalam proses penyusunan laporan keuangan dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan pribadi (Schipper, 1989: 92). Manajer melakukan manajemen laba dengan memilih metode atau kebijakan akuntansi untuk menaikkan atau menurunkan laba. Pada saat manajer menaikkan laba, maka manajer menggeser laba periode yang akan datang ke periode sekarang dan pada saat manajer menurunkan laba dengan menggeser laba periode masa sekarang ke periode berikutnya. Manajemen laba merupakan manipulasi akuntansi dengan tujuan menciptakan kinerja perusahaan agar terkesan lebih baik dari yang sebenarnya (Mulford dan Comiskey, 2010). Banyak manajer menganggap praktik manajemen laba sebagai tindakan wajar dan etis serta merupakan alat sah manajer dalam melaksanakan tanggung jawabnya untuk mendapatkan keuntungan atau return perusahaan (Fischer dan Rosenzweigh, 1995). Manajemen laba yang banyak dilakukan selama ini dianggap perbuatan yang legal atau tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (Merchant dan Rockness, 1994). Pola yang dilakukan manajer dalam melakukan manajemen laba(Scott, 2000), yaitu: pertama, taking a bath. Vol.06 No.4,September 2016 Jurnal Riset Akuntansi JUARA 5 Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa mendatang; kedua, income minimization. Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat probabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan laba periode sebelumnya; ketiga, income maximization. Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas Income Maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang; keempat, income smoothing. Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil. 2.5 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan tingkat identifikasi besar atau kecilnya suatu perusahaan. Besar kecilnya ukuran perusahaan dapat didasarkan pada total nilai aktiva, total penjualan, kapitalisasi pasar, jumlah tenaga kerja dan sebagainya. Semakin besar nilai tersebut maka semakin besar pula ukuran perusahaan (Hilmi dan Ali, 2008). Ukuran perusahaan yang dipakai untuk menentukan tingkat perusahaan (Restuwulan, 2013) terdiri dari: pertama, tenaga kerja, merupakan jumlah pegawai tetap dan kontrak yang terdaftar atau bekerja di perusahaan pada suatu saat tertentu; kedua, tingkat penjualan, merupakan volume penjualan suatu perusahaan pada suatu periode tertentu; ketiga, total utang ditambah dengan nilai pasar saham biasa, merupakan jumlah utang dan nilai pasar saham biasa perusahaan pada tanggal tertentu; keempat, total aset merupakan keseluruhan aktiva 6 yang dimiliki perusahaan pada saat tertentu. 2.6 Corporate Social Responsibility Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan masyarakat secara keseluruhan (Hackston dan Milne, 1996). CSR merupakan suatu sikap yang ditunjukkan perusahaan atas komitmennya terhadap para pemangku kepentingan perusahaan atau stakeholders dalam mempertanggungjawabkan dampak dari operasi atau aktivitas yang dilakukan perusahaan tersebut baik dalam aspek sosial, ekonomi, maupun lingkungan, serta menjaga agar dampak tersebut memberikan manfaat kepada masyarakat dan lingkungannya (Arief dan Didik, 2014) . Gagasan yang terkandung dalam CSR adalah menjadikan perusahaan tidak hanya dihadapkan pada tanggung jawab pada nilai perusahaan semata dalam hal ini adalah laporan keuangannya tetapi juga kewajiban terhadap stakeholder. Tanggung jawab perusahaan yang ditunjukkan dalam CSR harus berpijak pada aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Sehingga perusahaan dapat menggunakan informasi CSR sebagai salah satu keunggulan kompetitif (Budi, 2013). Tanggung jawab sosial perusahaan memberikan keuntungan bersama bagi semua pihak, baik perusahaan, karyawan, masyarakat, pemerintah maupun lingkungan. Manfaat CSR yang didapat oleh perusahaan (Sayidatina, 2011) yaitu: pertama, Brand differentiation. Dalam persaingan pasar yang kian kompetitif, CSR bisa memberikan citra perusahaan yang khas, baik, dan etis di mata publik yang pada gilirannya menciptakan customer loyalty; kedua, human resources. Program CSR dapat membantu dalam perekrutan karyawan baru, terutama yang memiliki kualifi- IMPLIKASI UKURAN PERUSAHAAN DAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP MANAJEMEN LABA kasi tinggi. Bagi staff lama, CSR dapat meningkatkan persepsi, reputasi dan dedikasi dalam bekerja; ketiga, license to operate. Perusahaan yang menjalankan CSR akan mendorong pemerintah dan publik untuk memberi izin bisnis, karena dianggap memenuhi standar operasi dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat luas; keempat, risk management. Reputasi perusahaan yang dibangun bertahun-tahun bisa runtuh dalam sekejap oleh skandal korupsi, kecelakaan karyawan, atau kerusakan lingkungan. Membangun budaya “doing the right thing” berguna bagi perusahaan dalam mengelola risiko bisnis. Pengungkapan CSR oleh perusahaan di Indonesia adalah wajib dilakukan (mandatory disclosure). Pengungkapan ini didukung oleh regulasi yaitu Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 pasal 74 menyatakan bahwa perusahaan yang kegiatan operasinya berhubungan dengan penggunaan sumber daya alam diwajibkan melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Ghozali dan Chariri, 2007). Sedangkan pasal 66 ayat 1 menyatakan bahwa hal-hal yang harus dimuat dalam laporan tahunan perusahaan adalah pelaporan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. Walaupun demikian item-item tanggung jawab sosial yang diungkapkan perusahaan masih merupakan informasi yang bersifat sukarela (Putra, 2013). 2.7 Pengembangan Hipotesis Ukuran perusahaan adalah tingkat identifikasi besar atau kecilnya suatu perusahaan. Ukuran perusahaan merupakan variabel penduga yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Perusahaan besar mengungkapkan informasi yang lebih banyak dari pada perusahaan kecil. Ini terjadi karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis lebih besar dibanding perusahaan kecil (Kusumas- tuti, 2014). Tekanan politis yang dihadapi perusahaan besar adalah melakukan pertanggungjawaban di bidang CSR. CSR merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan masyarakat secara keseluruhan (Hackston dan Milne, 1996). Pengkomunikasian dilakukan melalui pengungkapan dalam laporan keuangan tahunan sehingga dalam jangka panjang dapat terhindar dari biaya besar akibat tuntutan dari masyarakat. Pengungkapan CSR ini dilakukan perusahaan untuk mendapatkan legitimasi dari stakeholders (Nurkhin, 2009). Hasil penelitian Kusumastuti (2014) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan pertanggung jawaban sosial (CSR). Hasil penelitian Purwanto (2011) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Primadewi dan Mertha (2014) juga menemukan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Hal ini menunjukkan bahwa pertanggungjawaban sosial (CSR) dipengaruhi oleh ukuran perusahaan, dan perusahaan besar cenderung mengungkapkan pertanggungjawaban sosial lebih luas dibandingkan perusahaan kecil. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1: Ukuran perusahaan berpengaruh positif pada pengungkapan corporate social responsibility. Ukuran perusahaan merupakan suatu skala untuk mengklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut beberapa cara yaitu: total nilai aktiva, total penjualan, kapitalisasi pasar, jumlah tenaga kerja dan sebagainya. Semakin besar nilai item tersebut maka semakin besar pula ukuran perusahaan itu. Ukuran perusahaan digunakan sebagai proksi dari political cost, yang dianggap Vol.06 No.4,September 2016 Jurnal Riset Akuntansi JUARA 7 sangat sensitif terhadap perilaku pelaporan laba (Watt and Zimmerman, 1978). Pandangan terhadap hubungan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba ada dua yaitu: pertama, ukuran perusahaan memiliki hubungan positif dengan manajemen laba, karena perusahaan besar memiliki aktivitas operasional lebih kompleks dibandingkan perusahaan kecil sehingga lebih memungkinkan untuk melakukan manajemen laba; kedua, ukuran perusahaan memiliki hubungan negatif dengan manajemen laba. Perusahaan besar kurang memiliki dorongan untuk melakukan manajemen laba dibandingkan perusahaan kecil karena perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pemegang saham dan pihak luar. Perusahaan besar memiliki basis investor lebih besar, sehingga mendapat tekanan yang lebih kuat untuk menyajikan pelaporan keuangan yang kredibel (Marihot dan Setyawan, 2007). Hasil penelitian Muliati (2011) terhadap perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2001 sampai 2008 menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Penelitian Jao dan Pagalung (2011) menyatakan ukuran perusahaan mempunyai hubungan negatif signifikan terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Didukung juga oleh penelitian Nariastiti dan Dwi Ratnadi (2014) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H2 : Ukuran perusahaan berpengaruh negatif pada manajemen laba. Corporate social responsibility (CSR) merupakan suatu sikap yang ditunjukkan perusahaan atas komitmennya terhadap para pemangku kepentingan perusahaan atau stakeholders dalam 8 mempertanggungjawabkan dampak dari operasi atau aktivitas yang dilakukan perusahaan tersebut baik dalam aspek sosial, ekonomi, maupun lingkungan, serta menjaga agar dampak tersebut memberikan manfaat kepada masyarakat dan lingkungannya (Arief, 2014). Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dilakukan untuk mendapatkan nilai positif dan legitimasi dari masyarakat. (Junitasari, 2015) Hubungan antara corporate social responsibility dengan manajemen laba dapat dijelaskan melalui teori legitimasi. Organisasi secara kontinyu akan memastikan bahwa perusahaan beroperasi dalam batasan dan norma yang ada pada masyarakat. Legitimasi mendasarkan diri pada norma dan batasan yang ada di dalam masyarakat. Perusahaan yang memiliki komitmen kuat atas tanggung jawab sosial untuk mendapatkan legitimasi masyarakat akan membatasi praktik manajemen laba. Manipulasi yang secara etika tidak bisa diterima kebanyakan orang akan lebih sedikit terjadi pada perusahaan yang memiliki komitmen kuat atas tanggung jawab sosial (Shleifer, 2004). Perusahaan yang melakukan pengungkapan corporate social responsibility lebih banyak akan berdampak pada kecilnya manajemen laba yang dilakukan. Penelitian Putri (2012) menemukan bahwa pengungkapan corporate social responsibility berpengaruh negatif pada manajemen laba. Penelitian Yip et al. (2011) juga menemukan hubungan negatif antara manajemen laba dengan corporate social responsbilty. Diperkuat dengan penelitian Kim et al. (2011) yaitu corporate social responsbilty berpengaruh negatif pada manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: H3:Pengungkapan corporate social responsibility berpengaruh negatif pada manajemen laba IMPLIKASI UKURAN PERUSAHAAN DAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP MANAJEMEN LABA Pengungkapan informasi pada perusahaan besar lebih banyak dibandingkan perusahaan kecil. Perusahaan besar menghadapi resiko politis lebih besar dibandingkan perusahaan kecil (Kusumastuti, 2014). Perusahaan besar mengungkapkan aktivitas tanggung jawab sosialnya untuk mendapatkan nilai positif dan legitimasi dari masyarakat. Legitimasi dianggap penting bagi perusahaan karena akan menjadi faktor strategis bagi perkembangan perusahaan ke depan (Suchman, 1995). Legitimasi yang diperoleh perusahaan tidak terlepas dari etika perusahaan dalam menjalankan aktivitas usahanya. Manipulasi yang secara etika tidak bisa diterima kebanyakan orang terjadi lebih sedikit pada perusahaan yang memiliki komitment kuat atas tanggung jawab sosial (Shleifer, 2004). Perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial cenderung membatasi penggunaan manajemen laba untuk memberikan informasi keuangan kepada investor yang lebih transparan dan dapat diandalkan (Kim et al. 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Kusumastuti (2014), Purwanto (2011), serta Primadewi dan Mertha (2014) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Sedangkan penelitian Putri (2012), Yip et al. (2011), serta Kim et al. (2011) menemukan bahwa terdapat pengaruh negatif antara manajemen laba dengan pengungkapan corporate social responsibility. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: H4 : Ukuran perusahan berpengaruh negatif pada manajaemen laba melalui pengungkapan corporate social responsibility. III. METODE PENELITIAN Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini tampak dalam gambar 3.1. Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang memberikan informasi laporan tahunan pada situs www.idx.co.id. Objek penelitian ini adalah: ukuran perusahaan (X1), pengungkapan Corporate Social Responsibility (X2), dan manajemen laba (Y). Objek penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014. Perusahaan manufaktur dipilih sebagai sampel dalam penelitian ini karena: pertama, industri manufaktur merupakan jenis perusahaan yang paling banyak terdaftar di Bursa Efek Indonesia sehingga variasi data untuk sampel akan semakin banyak; kedua, untuk menghindari adanya risiko industri yang berbeda antara sektor industri yang satu dengan yang lain (industrial effect); ketiga, sektor manufaktur memiliki kegiatan operasional yang kompleks dimulai dari kegiatan mengolah bahan baku hingga menjadi barang jadi, sehingga dapat dicurigai selama proses yang kompleks tersebut dapat terjadi praktik manajemen laba. Sampel dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling. Data sekunder yang diperoleh kemudian diseleksi sesuai dengan kriteria yang sudah di tentukan. Variabel dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan sebagai variabel independen, manajemen laba sebagai variabel dependen dan Vol.06 No.4,September 2016 Jurnal Riset Akuntansi JUARA 9 pengungkapan corporate social responsibility sebagai variabel intervening. Penggunaan pendekatan akrual untuk menghitung manajemen laba didasari alasan dalam perkembangan praktik manajemen laba lebih banyak terjadi melalui rekayasa akrual. Karena akrual merupakan produk utama dari prinsip akuntansi yang diterima umum dan manajemen laba lebih mudah terjadi pada laporan yang berbasis akrual dari pada berbasis kas. Pendekatan akrual lebih berpotensi untuk mengungkap praktik manajemen laba (Beneish, 2001). Manajemen laba dalam penelitian ini diproksikan dengan discretionary accruals dan dihitung dengan menggunakan The Modified Jones Model (Dechow et al., 1995). Langkah-langkah dalam menghitung discretionary accruals adalah: Menghitung nilai total akrual dengan menggunakan pendekatan arus kas (cash flow approach) ........2 Dengan menggunakan koefisien regresi pada rumus sebelumnya nilai non discretionary accruals (NDA) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: ........3 10 Variabel independen dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan merupakan tingkat identifikasi besar atau kecilnya suatu perusahaan yang dapat dinilai dari total nilai aktiva, total penjualan, kapitalisasi pasar, jumlah tenaga kerja dan sebagainya. Dalam penelitian ini digunakan total asset sebagai proksi ukuran perusahaan karena total aset merupakan ukuran yang relatif lebih stabil dibandingkan dengan ukuran lain (Sudarmadji dan Sularto, 2007). Ukuran perusahaan yang diukur dengan total aset akan ditransformasikan dalam logaritma untuk menyamakan dengan variabel lain yaitu: Variabel Intervening dalam penelitian ini adalah pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR). CSR dalam penelitian ini diukur dengan indeks pengungkapan sosial yang merupakan indeks dummy. Indeks perusahaan sampel diberi kode 1 jika perusahaan mengungkapkan item pada daftar pertanyaan (checklist) dan diberi kode 0 jika perusahaan tidak mengungkapkan item tersebut yang sesuai dengan daftar pertanyaan. Kemudian skor dari setiap item dijumlahkan untuk memperoleh total skor setiap perusahaan. Total skor diberi bobot dengan skor yang seharusnya ada dalam pertanyaan. Instrumen pengukuran Corporate Social Responsibility Index (CSRI) dalam penelitian ini mengacu pada instrumen yang digunakan oleh Sembiring (2005) yang diadopsi dari penelitian Hackston dan Milne (1996) dengan mengelompokkan informasi CSR ke dalam tujuh kategori yaitu: lingkungan, energi, kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, lain-lain tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat, dan umum. Ketujuh kategori tersebut terbagi dalam 90 item pengungkapan. Berdasarkan peraturan Bapepam No. VIII.G.2 tentang laporan IMPLIKASI UKURAN PERUSAHAAN DAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP MANAJEMEN LABA tahunan dan kesesuaian item tersebut untuk diaplikasikan di Indonesia, maka dilakukan penyesuaian sehingga tersisa 78 item pengungkapan. 78 item tersebut kemudian disesuaikan kembali dengan masing–masing sektor industri sehingga item pengungkapan yang diharapkan dari setiap sektor berbeda–beda. Total item CSR berkisar antara 63 sampai 78, tergantung dari tipe industri perusahaan. Total item pengungkapan yang terdapat dalam sektor manufaktur berjumlah 78 item. Rumus perhitungan CSRI didasarkan pada penelitian Hannifa dan Cooke (2005) adalah: Data sekunder diperoleh dari laporan tahunan dan laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sepanjang tahun 2012-2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2014. Pengambilan sampel dilakukan secara non probability sampling dengan menggunakan pendekatan purposive sampling (Sugiyono, 2013:122). Kriteria sampel yang akan digunakan yaitu: pertama, perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2012-2014; kedua, perusahaan menerbitkan laporan tahunan selama tahun 2012-2014; ketiga, perusahaan tersebut mencantumkan pengungkapan corporate social responsibility; keempat, perusahaan menggunakan mata uang rupiah dalam laporan keuangannya. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode observasi non partisipan (Indriantoro dan Supor- no, 2009: 159) dengan melakukan pengamatan, mencatat, serta mempelajari laporan tahunan dan laporan keuangan perusahaan manufaktur yang dipublikasikan oleh PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui www.idx.co.id. Penelitian ini menggunakan teknik analisis jalur (path analysis) untuk pengolahan data. Untuk menguji hipotesis terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik yaitu: pertama, uji normalitas, untuk mengetahui model regresi yang dibuat berdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah data yang terdistribusi normal. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan statistik Kolmogorov-Smirnov. Jika Asymp. Sig (2-tailed) lebih besar dari level of significant yang dipakai, maka dapat disimpulkan bahwa residual yang dianalisis berdistribusi normal; kedua, uji multikolinearitas, untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu model. Kemiripan antar variabel independen dalam suatu model akan menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat kuat antara suatu variabel independen dengan variabel independen yang lain. Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance atau variance inflation factor (VIF). Jika nilai tolerance lebih dari 10% atau VIF kurang dari 10, maka dikatakan tidak ada multikolinearitas; ketiga, uji heteroskedastisitas, untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya gejala heteroskedastisitas digunakan metode Glejser, yaitu dengan meregresi nilai absolut residual dari Vol.06 No.4,September 2016 Jurnal Riset Akuntansi JUARA 11 model yang diestimasi terhadap variabel independen. Jika tidak ada satupun variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat, maka tidak ada gejala heteroskedastisitas; keempat, uji autokorelasi, untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (Ghozali, 2013:110). Jika suatu model regresi mengandung gejala autokorelasi, maka prediksi yang dilakukan dengan model tersebut akan tidak baik atau dapat memberikan hasil prediksi yang menyimpang. Uji autokolerasi dalam penelitian ini menggunakan Uji Lagrange Multiplier (LM test). Uji autokolerasi dengan LM test digunakan untuk sample besar diatas 100 observasi. Uji ini memang lebih tepat digunakan dibandingkan uji DW terutama bila sample yang digunakan relatif besar dan derajat autokolerasinya lebih dari satu. Uji LM akan menghasilkan statistik Breusch-Godfrey. Pengujian Breusch-Godfrey (BG test) dilakukan dengan meregress variabel pengganggu (residual) ut menggunakan autogresive model dengan orde p: Apabila tampilan ouput menunjukkan bahwa koefisien parameter residual lag memberikan probabilitas signifikan diatas 0,05 menunjukkan bahwa model uji tidak ditemukan kasus autokolerasi (Ghozali, 2013:118). Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis jalur (path analysis). Analisis jalur (path analysis) dikembangkan sebagai model untuk mempelajari pengaruh langsung maupun pengaruh tidak langsung dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Langkah yang dilakukan dalam analisis jalur yaitu (Arief, 2005): pertama, merancang model berdasarkan konsep teoritis yakni: i) Variabel ukuran Perusahaan (X1) berpengaruh positif pada pengungkapan corporate social responsibility (X2); ii) Variabel ukuran Perusahaan (X1) ber- 12 pegaruh negatif pada manajemen laba (Y); iii) Variabel pengungkapan corporate social responsibility (X2) berpengaruh negatif pada manajemen laba (Y); iv) Ukuran Perusahaan (X1) berpegaruh negatif pada manajemen laba (Y) melalui pengungkapan corporate social responsibility (X2). Berdasarkan hubungan-hubungan variabel secara teoritis tersebut, dapat dibuat model dalam bentuk diagram jalur (path) yaitu: 1)Menentukan persamaan struktural dari model analisis. 2) Meregresikan antara variabel eksogen terhadap variabel endogen untuk setiap persamaan struktural. 3) Mengkorelasikan antar variabel eksogen bila terdapat hubungan korelasional. 4) Menghitung koefisien jalur. Untuk menghitung varian variabel yang tidak diteliti dalam model (e1 dan e2) dapat ditunjukan persamaan sebagai berikut: Keterangan: e1,e2 = jumlah varian yang tidak diteliti dalam varian R2 = nilai R square 5) Menghitung pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh total. a)Pengaruh langsung ukuran peru sahaan ke pengungkapan corporate social responsibility = P1 IMPLIKASI UKURAN PERUSAHAAN DAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP MANAJEMEN LABA b) Pengaruh langsung ukuran perusahaan ke manajemen laba = P2 c)Pengaruh langsung pengungkapan corporate social responsibility ke manajemen laba = P3 d)Pengaruh tidak langsung ukuran perusahaan ke manajemen laba melalui pengungkapan corporate social responsibility = (P1 x P3) e) Pengaruh total = P2 + (P1 x P3) Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Valid tidaknya suatu hasil penelitian tergantung dari terpenuhi atau tidaknya asumsi yang melandasinya. Terdapat indikator validitas di dalam analsis jalur, yaitu koefisien determinasi total. Total keragaman data dapat dijelaskan oleh model diukur dengan: Untuk menguji signifikansi pengaruh mediasi maka digunakan uji sobel (Ghozali, 2013: 255). Uji Sobel diformulasikan dengan rumus sebagai berikut: Keterangan: a = Koefisien regresi dari variabel independen (X) terhadap variabel moderator (M) b = Koefisien regresi dari variabel moderator (M) terhadap variabel dependen (Y) sa= Standar eror dari a sb= Standar eror dari b Tujuan dilakukan uji F adalah untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai signifikansi ANOVA dapat dikatakan layak uji apabila a α ≤ 0,05. Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen berpengaruh secara individual terhadap variabel dependen. Apabila P-value pada kolom Sig. kurang dari atau sama dengan 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak, begitu pula sebaliknya. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Statistik Dari 141 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2014 terdapat 78 perusahaan yang memenuhi kriteria purposive sampling untuk dijadikan sampel penelitian yang ditampilkan pada tabel 4.1. Hasil analisis statistik deskriptif nampak dalam table 4.2. Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat nilai minimum untuk ukuran perusahaan adalah 11,1091 dan nilai maksimumnya adalah 14,3730. Mean dari ukuran perusahaan adalah 12,294358. Hal ini berarti rata-rata ukuran perusahaan pada 78 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012–2014 sebesar 12,294358. Standar deviasi untuk ukuran perusahaan adalah 0,5948509. Artinya terjadi penyimpangan nilai ukuran perusahaan terhadap nilai rata-ratanya Vol.06 No.4,September 2016 Jurnal Riset Akuntansi JUARA 13 sebesar 0,5948509. Nilai minimum untuk pengungkapan CSR adalah 0,1026 dan nilai maksimumnya adalah 0,5385. Mean dari pengungkapan CSR adalah 0,238179, artinya bahwa rata-rata pengungkapan CSR pada 78 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2014 sebesar 0,238179. Standar deviasi untuk pengungkapan CSR adalah 0,0918800. Artinya terjadi penyimpangan nilai pengungkapan CSR terhadap nilai rata-ratanya sebesar 0,0918800. Nilai minimum untuk manajemen laba adalah -0,4189 dan nilai maksimumnya adalah 0,4589. Mean dari manajemen laba adalah 0,049636, hal ini berarti rata-rata manajemen laba pada 78 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2012–2014 sebesar 0,049636. Standar deviasi untuk manajemen laba adalah 0,1045967. Artinya terjadi penyimpangan nilai manajemen laba terhadap nilai rata-ratanya sebesar 0,1045967. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel residualnya memiliki distribusi normal atau tidak normal. Model regresi yang baik adalah data yang terdistribusi normal. Penelitian ini menggunakan statistik Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui data terdistribusi normal atau tidak. Jika Asymp. Sig (2 tailed) lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa residual yang dianalisis berdistribusi normal. Hasil uji normalitas untuk regresi sub struktur 1 dan sub struktur 2 sebagai Nampak dalam tabel. Berdasarkan tabel 4.3. dapat dilihat bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,113. Nilai tersebut menunjuk- 14 kan bahwa secara statistik nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari 0,05 sehingga residual model regresi yang dianalisis terdistribusi normal. Berdasarkan tabel 4.4. dapat dilihat bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,057. Nilai tersebut menunjukkan bahwa secara statistik nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari 0,05 sehingga residual model regresi yang dianalisis terdistribusi normal. Pengujian multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada sebuah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Uji multikoliniearitas dilakukan dengan melihat Varians Inflation Factor (VIF). Model regresi dikatakan bebas dari masalah multikolinearitas, apabila nilai tolerance lebih besar dari 10 persen dan VIF kurang dari 10. Tabel 4.5. menyajikan hasil uji multikolinearitas penelitian pada substruktur 2. Tabel 4.5. menunjukkan bahwa nilai tolerance pada masing-masing variabel lebih besar dari 10 persen (0,1) dan VIF kurang dari 10. Hal ini berarti model regresi bebas dari masalah multikolinearitas. Uji heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui bahwa pada model regresi terjadi ketidaksamaan varian. Pada penelitian ini, uji yang digunakan untuk mendeteksi adanya heterokedastisitas dalam model regresi adalah metode Glejser, yaitu dengan meregresikan nilai dari seluruh variabel independen dengan nilai mutlak (absolute) dari nilai residual sehingga dihasilkan probability value. Kriteria pengujiannya adalah jika probability value <0,05 maka terjadi heterokedastisitas dan jika probability value IMPLIKASI UKURAN PERUSAHAAN DAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP MANAJEMEN LABA >0,05 maka tidak terjadi heterokedastisitas. Hasil uji heterokedastisitas disajikan pada tabel 4.6. Berdasarkan tabel 4.6. dapat dilihat bahwa tidak terdapat pengaruh antara variabel bebas terhadap absolute residual baik secara serempak maupun secara parsial karena nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, model yang dibuat dalam penelitian ini tidak mengandung heterokedastisitas, sehingga layak untuk diprediksi. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Uji autokolerasi dalam penelitian ini menggunakan Uji Lagrange Multiplier (LM test). Apabila tampilan ouput menunjukkan bahwa koefisien parameter untuk residual lag 2 dan 4 (RES 2 dan RES 4) memberikan probabilitas signifikan > 0,05 hal ini menunjukkan bahwa model uji tidak ditemukan kasus autokolerasi. Hasil uji autokorelasi untuk regresi substruktur 1 dan substruktur 2 disajikan pada tabel 4.7. Berdasarkan tabel 4.7. dapat dilihat bahwa nilai signifikansi residual lag 2 (RES2) dan residual lag 4 (RES4) lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, model yang dibuat dalam penelitian ini tidak mengandung autokolerasi, sehingga layak untuk diprediksi. Penelitian hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis jalur (path analysis) yang dibantu dengan program Statistic Package for the Social Sciences (SPSS). Hasil analisis jalur (path analy- sis) tabel 4.8. menunjukkan sub struktur 1 dan pada tabel 4.9. menunjukkan sub struktur 2. Berdasarkan tabel 4.8. dan tabel 4.9. diketahui persamaan sub struktur sebagai berikut: Berdasarkan model sub struktur 1 dan sub struktur 2, selanjutnya menghitung standar error model sehingga dapat dibentuk model diagram jalur akhir. Berdasarkan analisa jalur dapat dihitung besarnya pengaruh langsung (direct effect), Pengaruh tidak langsung (indirect effect) serta pengaruh total (total effect) antar variabel seperti nampak dalam tabel 4.10 Vol.06 No.4,September 2016 Jurnal Riset Akuntansi JUARA 15 uji dan pembuktian hipotesis dapat dilakukan. Pemeriksaan validitas model dilakukan dengan menghitung koefisien determinasi total sebagai berikut: Berdasarkan perhitungan diatas, nilai koefisien determinasi total sebesar 0,346 berarti variasi data yang dapat dipengaruhi model sebesar 34,6 persen, sedangkan sisanya 65,4 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model dan error. Pengaruh mediasi ditunjukkan oleh perkalian koefisien (P1 x P3), nilai pekalian koefisien tersebut signifikan atau tidak diuji dengan sobel test sebagai berikut : Berdasarkan hasil perhitungan diatas dapat dihitung nilai t hitung pengaruh mediasi sebagai berikut : Pengujian kelayakan model dilakukan sebelum menguji hipotesis. Jika hasil dari uji F signifikan, maka kedua variabel bebas memengaruhi secara simultan variabel terikat dan model yang digunakan dianggap layak uji. Berdasarkan Tabel 4.8. dan Tabel 4.9. dapat dilihat nilai signifikan uji F sebesar 0,000 lebih kecil dari 5 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel bebas berpengaruh secara serempak pada variabel terikat dengan tingkat signifikansi 5 persen, sehingga model ini dianggap layak 16 4.2. Uji Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas secara individual terhadap variabel terikat. Berdasarkan tabel 4.8. dan tabel 4.9. maka hasil uji signifikansi sebagai berikut. 4.2.1 Pengaruh ukuran perusahaan (X1) pada pengungkapan corpo rate social responsibility (X2) 1) Formulasi hipotesis Ho : β1=0, artinya variabel uku ran perusahaan tidak berpen garuh positif pada pengungka pan corporate social responsi bility. H1 : β1>0, artinya variabel ukuran perusahaan berpengaruh positif pada pengungkapan corporate social responsibility 2) Taraf nyata : α = 5 persen = 0,05 3) Menetapkan kriteria keputusan: H1 diterima jika tingkat signifikansi t ≤ α = 0,05 H1 ditolak jika tingkat signifikan si t > α = 0,05 4)Simpulan Hasil Tabel 4.8. menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 (0,000<0,05), yang artinya H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif pada pengungkapan corporate social responsibility dengan nilai P1 (standardized coefficients) adalah 0,531. 4.2.2 Pengaruh ukuran perusahaan (X1) pada manajemen laba (Y) 1) Formulasi hipotesis Ho :β1=0, artinya variabel ukuran perusahaan tidak berpengaruh negatif pada manajemen laba. H1 :β1>0, artinya variabel ukuran perusahaan berpengaruh negatif pada manajemen laba. 2) Taraf nyata :α = 5 persen = 0,05 3) Menetapkan kriteria keputusan: IMPLIKASI UKURAN PERUSAHAAN DAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP MANAJEMEN LABA H2 diterima jika tingkat sig nifikansi t ≤ α = 0,05 H2 ditolak jika tingkat signifikansi t > α = 0,05 4) Simpulan Hasil Tabel 4.9. menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,047 (0,047<0,05), yang artinya H2 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif pada manajemen laba dengan nilai P2 (standardized coefficients) -0,148. 4.2.3 Pengaruh pengungkapan corpo rate social responsibility (X2) pada manajemen laba (Y) 1) Formulasi hipotesis Ho:β1=0, artinya variabel pengungkapan corporate social responsibility tidak berpengaruh negatif pada manajemen laba. H1:β1>0, artinya variabel pengungkapan corporate social responsibility berpengaruh negatif pada manajemen laba. 2) Taraf nyata :α = 5 persen = 0,05 3) Menetapkan kriteria keputusan: H3 diterima jika tingkat signifikansi t ≤ α = 0,05 H3 ditolak jika tingkat signifikansi t > α = 0,05 4)Simpulan Hasil Tabel 4.9. menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,011 (0,011<0,05), yang artinya H3 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa pengungkapan corporate social responsibility berpengaruh negatif pada manajemen laba dengan nilai P3 (standardized coefficients) sebesar -0,148. 4.2.4 Pengaruh ukuran perusahaan (X1) pada manajemen laba (Y) melalui pengungkapan corporate social responsibility (X2) 1) Formulasi Hipotesis Ho : β1=0, artinya variabel pengungkapan corporate social responsibility tidak dapat memediasi pengaruh ukuran perusahaan pada manajemen laba. H1 : β1>0, artinya variabel pen- gungkapan corporate social responsibility dapat memediasi pengaruh ukuran perusahaan pada manajemen laba. 2) Taraf nyata :α = 5 persen = 0,05 3) Menetapkan kriteria keputusan: H4 diterima jika nilai thitung < -ttabel = -1,96 H4 ditolak jika nilai thitung >- ttabel = -1,96 4)Simpulan Hasil uji sobel menunjukkan bahwa nilai thitung sebesar -2,260 lebih kecil dari -ttabel dengan tingkat signifikansi 0.05 yaitu sebesar -1.96 (-2,260<-1.96) dapat disimpulkan bahwa koefisien mediasi sebesar -101 signifikan, berarti terdapat pengaruh mediasi, sehingga H4 diterima. 4.3Pembahasan 4.3.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility Hasil penelitian memerlihatkan bahwa nilai β1=0,531 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 yang mana nilai signifikansi lebih kecil dari taraf nyata yaitu 0,05 sehingga hipotesis pertama (H1) dapat diterima menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan berpengaruh positif pada pengungkapan corporate social responsibility. Peningkatan ukuran perusahaan akan mengakibatkan pengungkapan corporate social responsibility meningkat. Pengukuran ukuran perusahaan yang diproksikan dengan log total aset menunjukkan perusahaan besar yang memiliki aset tinggi lebih menjadi sorotan publik. Pengungkapan yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (Sembiring, 2005). Perusahaan besar dengan kegiatan usaha yang lebih kompleks serta memiliki berpengaruh besar terhadap masyarakat menyebabkan pemegang saham memperhatikan program sosial perusahaan, sehingga pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan akan Vol.06 No.4,September 2016 Jurnal Riset Akuntansi JUARA 17 semakin luas (Cowen et al., 1987). Selain itu, untuk mendapatkan legitimasi dari stakeholders perusahaan besar akan mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaannya (Nurkhin, 2009). Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kusumastuti (2014), Purwanto (2011), serta Primadewi dan Mertha (2014) yang menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif pada pengungkapan corporate social responsibility. 4.3.2 Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Manajemen Laba Hasil penelitian memerlihatkan bahwa nilai β2=-0,148 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,047 dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Artinya hipotesis kedua (H2) diterima. Hal ini menunjukkan variabel ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Peningkatan ukuran perusahaan akan menyebabkan terjadinya penurunan manajemen laba. Perusahaan besar memiliki basis pemegang kepentingan yang lebih luas, sehingga berbagai kebijakan perusahaan besar akan memiliki dampak yang lebih besar terhadap kepentingan publik dibandingkan dengan perusahaan kecil. Bagi investor, kebijakan perusahaan berimplikasi terhadap prospek cash flow dimasa yang akan datang. Sedangkan bagi regulator (pemerintah) akan berdampak terhadap besarnya pajak yang akan diterima, serta efektifitas peran pemberian perlindungan terhadap masyarakat secara umum. Perusahaan besar memiliki kecenderungan melakukan tindakan manajemen laba yang lebih kecil dibanding perusahaan kecil. Hal ini dikarenakan perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pemegang saham dan pihak luar sehingga perusahaan besar mendapatkan tekanan yang lebih kuat untuk menyajikan laporan keuangan yang lebih terpercaya. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Muliati (2011), Jao dan Pagalung (2011), serta Nariastiti dan Dwi Ratnadi (2014) 18 yang menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif pada manajemen laba. 4.3.3 Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility pada Manajemen Laba Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai β3= -0,190 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,011 yang lebih kecil dari 0,05. Artinya bahwa hipotesis ketiga (H3) diterima. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pengungkapan corporate social responsibility berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Kondisi ini menggambarkan bahwa peningkatan pengungkapan corporate social responsibility akan menyebabkan terjadinya penurunan manajemen laba. Perusahaan yang memiliki komitmen kuat atas tanggung jawab sosial untuk mendapatkan legitimasi di lingkungan sekitarnya akan beroperasi sesuai dengan etika dan norma yang belaku dan akan meminimalisir praktik manajemen laba. Organisasi yang memiliki etika akan memiliki integritas dengan berbuat jujur, tulus, bertanggung jawab secara sosial, dan dapat dipercaya (Chun, 2005). Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kim et al. (2011), Putri (2012), dan Yip et al. (2011) yang menemukan bahwa pengungkapan corporate social responsibility berpengaruh negatif pada manajemen laba. 4.3.4 Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Manajemen Laba melalui Pengungkapan Corporate Social Responsibility Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai thitung sebesar -2,261 yang mana thitung lebih kecil dari -ttabel dengan taraf nyata 0,05, yaitu -1,96. Artinya hipotesis keempat (H4) dapat diterima, yang menunjukkan bahwa variabel pengungkapan corporate social responsibility mampu memediasi pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba. Nilai koefisien beta negatif sebesar -1,101 menunjukkan bahwa uku- IMPLIKASI UKURAN PERUSAHAAN DAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP MANAJEMEN LABA ran perusahaan berpengaruh negatif pada manjemen laba melalui pengungkapan corporate social responsibility. Informasi yang diungkapkan perusahaan besar akan lebih banyak dari pada perusahaan kecil (Kusumastuti, 2014). Hal ini terjadi karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar dibanding perusahaan kecil. Perusahaan besar mengungkapkan aktivitas tanggung jawab sosialnya untuk mendapatkan nilai positif dan legitimasi dari masyarakat karena akan menjadi faktor strategis bagi perkembangan perusahaan ke depan (Suchman,1995). Legitimasi yang diperoleh perusahaan tidak terlepas dari etika perusahaan dalam menjalankan aktivitas usahanya. Manajemen laba merupakan sebuah manipulasi dan secara etika tidak bisa diterima kebanyakan orang. Perusahaan yang memiliki komitmen kuat atas tanggung jawab sosialnya akan lebih membatasi melakukan praktik manajemen laba. Tujuan perusahaan mengungkapkan banyak informasi tentang aktivitas corporate social responsibility adalah untuk membentuk profil organisasi yang baik (Lanis dan Richardson (2012). Praktek manajemen laba dapat menghapus pengaruh positif dari aktivitas corporate social responsibility. Hasil penelitian ini mengembangkan penelitian yang telah dilakukan oleh Kusumastuti (2014) serta Purwanto (2011) yang menemukan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan pertanggung jawaban sosial. Penelitian Kim et al. (2011) dan Yip et al. (2011) menemukan pengungkapan corporate social responsibility dan manajemen laba mempunyai hubungan negatif. V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN KETERBATASAN PENELITIAN Berdasarkan pada data dan pembahasan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: pertama, ukuran perusahaan secara signifikan berpengaruh positif pada pengungkapan corporate social responsibility. Perusahaan besar lebih banyak mengungkapkan corporate social responsibility dari pada perusahaan kecil. Disebabkan karena perusahaan besar menghadapi tekanan politis yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan kecil. Semakin luas perusahaan mengungkapkan corporate social responsibility, maka dalam jangka panjang perusahaan dapat terhindar dari biaya yang besar akibat tuntutan masyarakat. Perusahaan juga memerlukan legitimasi dari masyarakat sekitarnya; kedua, ukuran perusahaan secara signifikan berpengaruh negatif pada manajemen laba. Hal ini menunjukkan perusahaan besar akan lebih membatasi praktik manajemen laba dibandingkan dengan perusahaan kecil. Perusahaan besar kurang memiliki dorongan untuk melakukan manajemen laba, karena perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pemegang saham dan pihak luar. Perusahaan besar memiliki basis investor yang lebih besar dan mendapat tekanan yang lebih kuat untuk menyajikan pelaporan keuangan yang kredibel; ketiga, pengungkapan corporate social responsibility secara signifikan berpengaruh negatif pada manajemen laba. Pengungkapan corporate social responsibility yang lebih banyak akan membatasi terjadinya praktik manajemen laba. Perusahaan yang memiliki komitmen yang kuat atas tanggung jawab sosial untuk mendapatkan legitimasi di lingkungan sekitarnya, akan beroperasi sesuai dengan etika dan norma yang berlaku sehingga akan membatasi praktik manajemen laba yang secara etika tidak bisa diterima kebanyakan orang; keempat, ukuran perusahaan secara signifikan berpengaruh negatif pada manajemen laba melalui pengungkapan corporate social responsibility. Pengungkapan corporate social responsibility mampu memediasi hubungan antara ukuran perusahaan dengan manajemen laba. Perusahaan besar yang mengungkapkan lebih banyak corporate social responsibility akan membatasi terjadinya praktik manajemen laba. Perusahaan besar akan mengungkapkan corporate social responsibility untuk mendapatkan nilai positif dan Vol.06 No.4,September 2016 Jurnal Riset Akuntansi JUARA 19 legitimasi dari masyarakat. Implikasi dalam penelitian ini adalah: pertama, bagi pihak stakeholder yaitu investor dan kreditor yang berhubungan langsung dengan perusahaan agar memperhatikan pengungkapan corporate social responsibility oleh manajemen perusahaan. Terutama perusahaan manufaktur lebih cermat dalam mengambil keputusan investasi; kedua, bagi pihak manajemen, diharapkan berkomitmen untuk mengungkapkan aktivitas corporate social responsibility secara lebih transparan, terutama yang berdampak positif bagi lingkungan sekitarnya. Sehingga dengan pengungkapan corporate social responsibility akan membantu perusahaan mendapat dukungan dari lingkungan sekitar maupun orang yang berkepentingan pada perusahaan. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan proksi selain total aset untuk mengukur ukuran perusahaan seperti total penjualan dan kapitalisasi pasar. Selain itu penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambahkan variabel lain baik sebagai variabel bebas maupun variabel intervening yang dapat memengaruhi manajemen laba agar mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Arief, A. dan Moh. Didik Ardiyanto. 2014. Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap Manajemen Laba (Studi Kasus Pada Perusahaan Non Keuangan dan Jasa yang Terdaftar di BEI tahun 2010-2012). Diponegoro Journal of Accounting, 3(3): h: 2. Arief, Wibowo. 2005. Pengantar Analysis Jalur (Path Analysis). Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas Airlangga. Beneish, M.D. 2001. Earnings Management: A Perspective. Managerial Finance 27 (12): 3-17. Budi, T. S. W. 2013. Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Kinerja Keuangan Perusahaan Terhadap Return Saham Perusahaan 20 di Indeks LQ45 Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2010. Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Malang. Chun, R. 2005. Ethical character and virtue of organizations: an empirical assessment and strategic implications. Journal of Business Ethics. Vol. 57. pp. 269-284. Cowen, S., Ferrari, L. and L. Parker. 1987. The Impact of Corporate Characteristics on Social Accounting Disclosure: A Topology and Frequency Based Analysis. Accounting, Organisations and Society. 12(2): 111-122. Dechow, P. M., Sloan, R.G., dan Sweeney, A.P. 1995. Detecting Earnings Management. The Accounting Review 70: 193-225. Fischer, M. dan Kenneth Rosenzweig. 1995. Attitude of Students and Accounting Practitioners Concerning the Ethical Acceptability of Earnings Management. Journal of Business Ethics, Vol. 14. pp. 433-444. Friedlan, John M. 1994. Accounting Choices of Issuers of Initial Publik Offerings. Contemporary Accounting Research, 11:1-31. Ghozali, I. dan Anis Chariri. 2007. Teori Akuntansi. Edisi 3. Semarang: Badan Penerbitan Undip. Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 21. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hackston, D. dan Markus J. Milne. 1996. Some Determinants of Social and Environmental Disclosure in New Zealand Companies. Accounting, Auditing and Accountability Journal, 9(1): h: 77100. Haniffa, R. M., dan Terry E. Cooke. 2005. The Impact of Culture and Governence on Corporate Social Reporting. Journal of Accounting and Public Policy 24, pp. 391-430. Hasibuan, R. 2001. Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Pengungkapan IMPLIKASI UKURAN PERUSAHAAN DAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP MANAJEMEN LABA Sosial. Tesis Universitas Dipenogoro, Semarang. Hilmi, U. dan Syaiful Ali. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketepatan Waktu Penyampaian Laporan Keuangan (Studi Empiris pada Perusahaan-perusahaan yang Terdaftar di BEJ Periode 2004-2006). Simposium Nasional Akuntansi 8. Indriantoro dan Supomo. 2009. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: BPFE. Jao, R. dan Pagalung, G. 2011. Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, dan Leverage terhadap Manajemen Laba Perusahaan Manufaktur Indonesia. Jurnal Akuntansi & Auditing, 8(1): h: 1-94. Jensen, M. C. dan William H. Meckling. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost, and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 3(4): h: 305-360. Junitasari, Putu Diah Krisna. 2015. Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance pada Nilai Perusahaan. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. Kim, Y., M.S. Park, and B. Wier. 2012. Is Earning Quality Associated with Corporate Social Responsibility? The Accounting Review, Forthcoming. 87 (3): h: 761-796. Kusumastuti, I. P. 2014. Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Ukuran, Umur dan Komposisi Dewan Direksi terhadap Pengungkapan CSR. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. Lanis, R., dan Richardson, G. 2012. Corporate Social Responsibility and Tax Aggresiveness: an Empirical Analysis. Journal of Accounting and Public Policy. 31, 86-108. Marihot, Nasution M dan Setyawan, Doddy. 2007. Pengaruh Corporate Governance terhadap Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi X. Makasar. Merchant, K. dan J. Rockness. 1994. The Ethics of Managing Earnings: An Empirical Investigation. Journal of Accounting and Public Policy. 13: 79-94. Mulford, C. dan Eugene Comiskey. 2010. The Financial Numbers Game Detecting Creative Accounting Theory. New York: John Wiley and Sons, Inc. Muliati, Ni Ketut. 2011. Pengaruh Asimetri Informasi dan Ukuran Perusahaan pada Praktik Manajemen Laba di Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Tesis, Program Magister Program Studi Akuntansi Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar. Nariastiti, Ni W. dan Ni Made Dwi Ratnadi. 2014. Pengaruh Asimetri Informasi, Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan pada Manajemen Laba. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 9(3): h: 717-727. Nurkhin, Ahmad. 2009. Corporate Governance dan Profitabilitas; Pengaruhnya terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Tesis. Universitas Dipernogoro, Semarang O’Donovan, G. 2002. Environmental Disclosure in the Annual Report: Extending them Aplicability and Predictive Power of Legitimacy Theory. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 15(3): h: 344-371. Putra, I G. B. Alit Wahyu Palguna. 2013. Pengaruh Tingkat Pengungkapan Item Corporate Social Responsibility terhadap Manajemen Laba (Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di Indeks SRI – KEHATI Selama Tahun 2009 – 2011). Skripsi, Pogram Sarjana Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. Primadewi, P.S. dan I Made Mertha. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial pada Laporan Keuangan Perusahaan LQ 45 di Bursa Efek Indonesia. E-Jurnal Akuntansi Universitas Vol.06 No.4,September 2016 Jurnal Riset Akuntansi JUARA 21 Udayana, Vol.7, No. 3, Juni 2014. Purwanto, A. 2011. Pengaruh Tipe Industri, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, terhadap Corporate Social Responsibility. Jurnal Akuntansi & Auditing, 8(1): h: 1-94. Putri, A. R. S. 2012. Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Manajemen Laba (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2011). Skripsi, Pogram Sarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Rahmani, Samira and Akbari Mir Askari . 2013. Impact of Firm Size and Capital Structure on Earnings Management: Evidence from Iran. World of Sciences Journal. ISSN: 2307-3071. Restuwulan. 2013. Pengaruh Asimetri Informasi dan Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba (Penelitian pada Perusahaan di Sektir Industri Food and Beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 20092013. Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama, Bandung. Riswari, D. A. 2012. Pengaruh Corporate Social responsibility terhadap Nilai Perusahaan dengan Corporate Governance sebagai Variabel Moderating. Skripsi, Universitas Dipenogoro, Semarang. Retno, R. D. dan Denies Priantiah. 2012. Pengaruh Good Corporate Governance dan pengungkapan Corporate Social responsibility terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2010). Jurnal Nominal, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012. Fakultas Ekonomi Universitas Yogyakarta. Sayidatina, K. 2011. Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Stock Return (Studi Empiris Perusahaan yang Terdaftar di BEI Tahun 2008-2009). Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Dipenogoro, Semarang. Schipper, K. 1989. Commentary on Earn- 22 ings Management. Accounting Horizons. h: 9-102. Scott, W. R. 2000. Financial Accounting Theory. Second Edition. Canada: Prentice Hall. Sembiring , E. R. 2005. Karakterisik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial: Study Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi 8. Shleifer, A. 2004, Does Competition Destroy Ethical Behavior? Working Paper. Harvard University. Sudarmadji, Ardi Murdoko dan Sularto, Lana. 2007. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, leverage, dan Tipe Kepemilikan Perusahaan Terhadap Luas Voluntary Disclosure Laporan Keuangan Tahunan. Proceeding PESAT, Volume 2. Sulistyanto, H. Sri. 2008. Manajemen Laba, Teori dan Model Empiris. Jakarta: Grasindo. Suchman, M. C. 1995. Managing Legitimacy: Strategies and Institutional Approach. Academy of Management Review, 20(3): h: 571-610. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Bisnis Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: ALFABETA. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Watts. R. L. & Zimmerman. J. L. 1978. Towards a Positive Theory of the Determination of Accounting Standards. The Accounting Review, 53(1): h: 112134. Xiong. Y. 2006. Earings Management and it’s Measurement: A Theoritical Perspective. Journal of American Academy of Business: 214-219. Yip, Erica., Staden, Chris Van., dan Cahan, Steven. 2011. Corporate Social Responsibility Reporting and Earnings Management: The Role of Political Costs. Australian Accounting, Business and Finance Journal, 5(3): h: 17-34. www.idx.co.id IMPLIKASI UKURAN PERUSAHAAN DAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP MANAJEMEN LABA