BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori IPA merupakan mata pelajaran penting, karena IPA berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari . Seperti menurut kurikulum KTSP (Depdiknas , 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. 2.1.1 Hakikat IPA IPA berasal dari kata sains yang berarti alam. Suyoso (1998:23) mengatakan bahwa sains adalah “pengetahuan hasil kegiatan manusia yang bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secara universal”. Menurut Abdullah (1998:18), IPA merupakan “pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain”. Dari pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan didapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus disempurnakan. Dalam pembelajaran IPA,terdapat semua materi yang terkait dengan objek alam serta persoalannya. Ruang lingkup IPA adalah makhluk hidup, energi dan perubahannya, bumi dan alam semesta serta proses materi dan sifatnya. IPA terdiri dari tiga aspek yaitu Fisika, Biologi dan Kimia. Pada aspek Fisika 7 8 IPA lebih fokus pada benda-benda yang tidak hidup. Pada aspek Biologi IPA mengkaji pada persoalan yang terkait dengan makhluk hidup serta lingkungannya. Sedangkan pada aspek Kimia IPA mempelajari gejala-gejala kimia baik pada makhluk hidup maupun benda tak hidup yang ada di alam. Pembelajaran IPA di SD memiliki SK dan KD yang harus di tempuh dalam satu semester . Pada kelas 4 semester 2 ini terdapat SK dan KD yang harus di tempuh sebagai berikut : Tabel 2.1 SK dan KD Mata Pelajaran IPA Kelas 4 Semester II Standar Kompetensi Energi dan Perubahannya 7. Memahami gaya dapat mengubah gerak dan/atau bentuk suatu benda 8. Memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari Bumi dan Alam Semesta 9. Memahami perubahan kenampakan permukaan bumi dan benda langit 10. Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan 11. Memahami hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat Sumber : Permendiknas Kompetensi Dasar 7.1 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah gerak suatu benda 7.2 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah bentuk suatu benda 8.1 Mendeskripsikan energi panas dan bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar serta sifat-sifatnya 8.2 Menjelaskan berbagai energi alternatif dan cara penggunaannya 8.3 Membuat suatu karya/model untuk menunjukkan perubahan energi gerak akibat pengaruh udara, misalnya roket dari kertas/baling-baling/pesawat kertas/parasut 8.4 Menjelaskan perubahan energi bunyi melalui penggunaan alat musik 9.1 Mendeskripsikan perubahan kenampakan bumi 9.2 Mendeskripsikan posisi bulan dan kenampakan bumi dari hari ke hari 10.1 Mendeskripsikan berbagai penyebab perubahan lingkungan fisik (angin, hujan, cahaya matahari, dan gelombang air laut) 10.2 Menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor) 10.3 Mendeskripsikan cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor) 11.1 Menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan 11.2 Menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan teknologi yang digunakan 11.3 Menjelaskan dampak pengambilan bahan alam terhadap pelestarian lingkungan 9 Pemilihan SK dan KD dilakukan dengan pertimbangan nilai pada KD sebelumnya yang mendapatkan skor kurang. Maka pemilihan SK dan KD dilakukan untuk memperbaiki Skor yang kurang pada KD sebelumnya. 2.1.2 Karakteristik IPA Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik tersendiri. Tak terkecuali mata pelajaran IPA. Karakteristik tersebut dipengaruhi oleh sifat ilmu yang terkandung di dalam mata pelajaran tersebut. Perbedaan karakteristik antar satu mata pelajaran dan mata pelajaran yang lainya juga akan menimbulkan perbedaan dalam cara mengajar pada masing masing mata pelajaran itu sendiri. IPA memiliki karakteristik tersendiri untuk membedakannya dengan mata pelajaran yang lain. Carin (1993) mengatakan “IPA sebagai produk atau isi mencakup fakta, konsep, prinsip, hukum-hukum, dan teori IPA”. Jadi pada hakikatnya IPA terdiri dari tiga komponen, yaitu sikap ilmiah, proses ilmiah, dan produk ilmiah. Hal ini berarti bahwa IPA tidak hanya terdiri dari kumpulan pengetahuan atau berbagai macam fakta yang dihafal, IPA juga merupakan kegiatan atau proses aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari gejalagejala alam yang belum dapat direnungkan. IPA menggunakan apa yang telah diketahui sebagai batu loncatan untuk memahami apa yang belum diketahui. Suatu masalah IPA yang telah dirumuskan dan kemudian berhasil dipecahkan akan memungkinkan IPA untuk berkembang secara dinamis, sehingga kumpulan pengetahuan sebagai produk juga bertambah. Harlen (Bundu, 2006: 10) menyatakan bahwa ada tiga karakteristik utama Sains yakni: Pertama, memandang bahwa setiap orang mempunyai kewenangan untuk menguji validitas (kesahihan)prinsip dan teori ilmiah meskipun kelihatannya logis dan dapat dijelaskan secara hipotesis. Teori dan prinsip hanya berguna jika sesuai dengan kenyataan yang ada. Kedua, memberi pengertian adanya hubungan antara fakta-fakta yang diobservasi yang memungkinkan penyusunan prediksi sebelum sampai pada kesimpulan. Teori yang disusun harus didukung oleh fakta-fakta dan data yang teruji 10 kebenarannya. Ketiga, memberi makna bahwa teori Sains bukanlah kebenaran yang akhir tetapi akan berubah atas dasar perangkat pendukung teori tersebut. Hal ini memberi penekanan pada kreativitas dan gagasan tentang perubahan yang telah lalu dan kemungkinan perubahan di masa depan, serta pengertian tentang perubahan itu sendiri. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai disiplin ilmu memiliki ciri-ciri sebagaimana disiplin ilmu lainnya. Setiap disiplin ilmu selain mempunyai ciri umum, juga mempunyai ciri khusus/karakteristik. Adapun ciri umum dari suatu ilmu pengetahuan adalah merupakan himpunan fakta serta aturan yang yang menyatakan hubungan antara satu dengan lainnya. Fakta-fakta tersebut disusun secara sistematis serta dinyatakan dengan bahasa yang tepat dan pasti sehingga mudah dicari kembali dan dimengerti untuk komunikasi (Prawirohartono, 1989: 93). 2.1.3 Proses Pembelajaran IPA di SD Sesuai dengan karakteristik IPA, IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan karakteristik IPA pula, cakupan IPA yang dipelajari di sekolah tidak hanya berupa kumpulan fakta tetapi juga proses perolehan fakta yang didasarkan pada kemampuan menggunakan pengetahuan dasar IPA untuk memprediksi atau menjelaskan berbagai fenomena yang berbeda. Sulistyorini (2007: 8) mengatakan ”pembelajaran IPA harus melibatkan keaktifan anak secara penuh (active learning) dengan cara guru dapat merealisasikan pembelajaran yang mampu memberi kesempatan pada anak didik untuk melakukan keterampilan proses meliputi: mencari, menemukan, menyimpulkan, mengkomunikasikan sendiri berbagai pengetahuan, nilainilai, dan pengalaman yang dibutuhkan”. Para ahli pendidikan dan pembelajaran IPA menyatakan bahwa pembelajaran IPA seyogyanya melibatkan siswa dalam berbagai ranah, yaitu 11 ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif. Hal ini dikuatkan dalam kurikulum IPA yang menganjurkan bahwa pembelajaran IPA di sekolah melibatkan siswa dalam penyelidikan yang berorientasi inkuiri, dengan interaksi antara siswa dengan guru dan siswa lainnya. Melalui kegiatan penyelidikan, siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan ilmiah yang ditemukannya pada berbagai sumber, siswa menerapkan materi IPA untuk mengajukan pertanyaan, siswa menggunakan pengetahuannya dalam pemecahan masalah, perencanaan, membuat keputusan, diskusi kelompok, dan siswa memperoleh asesmen yang konsisten dengan suatu pendekatan aktif untuk belajar. Dengan demikian, pembelajaran IPA di sekolah yang berpusat pada siswa dan menekankan pentingnya belajar aktif berarti mengubah persepsi tentang guru yang selalu memberikan informasi dan menjadi sumber pengetahuan bagi siswa (NRC, 1996:20). Dilihat dari isi dan pendekatan kurikulum dalam pendidikan sekolah dasar sekolah menengah saat ini maupun sebelumnya,pembelajaran di fokuskan pada kegiatan siswa. Maka dengan cara ini harapan nya adalah pemahaman dan pengatahuan siswa mengalami peningkatan. Pembelajaran IPA disekolah lebih menekankan pada pemberian pengalaman langsunguntuk proses pengembangan kompetensi menjelajahi dan memahami alam secara ilmiah. Ini karena IPA merupakan suatu ilmu yang menjadi kebutuhan dalam kehidupan sehari hari dalam memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah yang dapat diidentifikasikan. Pembelajaran IPA memang seharusnya di terapkan dalam kehidupan sehari hari, seperti yang di katakan De Vito, et al. (Samatowa, 2006: 146),”Pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-hari siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, membangkitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di lingkungannya, membangun keterampilan (skill) yang diperlukan, dan menimbulkan kesadaran siswa bahwa belajar IPA menjadi sangat diperlukan untuk dipelajari”. Namun dalam penerapannya juga harus 12 dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk bagi mabusia itu sendiri dan lingkungannya. Maka pembelajaran IPA di SD/MI diharapkan lebih di tekankan pada (sains,lingkungan,teknologi,masyarakat) pembelajaran Salingtemas yang di tujukan pada pengalaman belajar siswa untuk merancang dan membuat karya karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja bijaksana. 2.1.4 Tujuan Pembelajaran IPA di SD Menurut Darmodjo dan Kaligis (1993: 6), tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar yaitu : a. Memahami alam sekitarnya, meliputi benda-benda alam dan buatan manusia serta konsep-konsep IPA yang terkandung di dalamnya; b. Memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu, khususnya IPA, berupa “keterampilan proses” atau metode ilmiah yang sederhana; c. Memiliki sikap ilmiah di dalam mengenal alam sekitarnya dan memecahkan masalah yang dihadapinya, serta menyadari kebesaran penciptanya; d. Memiliki bekal pengetahuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tujuan pendidikan IPA di Sekolah Dasar berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006 adalah agar peserta didik mampu memiliki kemampuan sebagai berikut: a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang MahaEsa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya. b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan 13 e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. (Mulyasa, 2010: 111). 2.1.5 Penilaian IPA di SD Menurut Kuswanto (2008:1), Penilaian merupakan bagian integral dari proses belajar mengajar. Penilaian meliputi pengumpulan informasi melalui berbagai teknik penilaian dan membuat keputusan berdasar hasil penilaian tersebut. Penilaian memberi informasi pada guru tentang prestasi siswa terkait dengan tujuan pembelajaran. Dengan informasi ini,guru membuat keputusan berdasar hasil penilaian mengenai apa yanh harus dilakukan untuk meningkatkan metode pembelajaran dan memperkuat proses belajar siswa. Penilaian diadakan untuk mengukur seberapa bear kemampuan siswa dalam pemahaman pengetahuan,ketrampilan,dan sikap yang telah di capai oleh peserta didik. Penilaian sebagai pelengkap dalam proses belajar mengajar , tapi selain itu penilaian juga memberi umpan balik secara formatif dan sumatif pada guru, peserta didik ,orang tua, maupun sekolah. Tujuan IPA adalah menguasai pengetahuan IPA, memahami dan menerapkan konsep IPA, menerapkan keterampilan proses, dan mengembangkan sikap. Tujuan penilaian ini sejalan dengan tiga ranah dalam kerangka kurikulum IPA seperti ditunjukkan di bawah: 1. Penilaian Pengetahuan, pemahaman dan penerapan konsep IPA 2. Penilaian Keterampilan dan Proses 3. Penilaian karakter dan sikap (sikap ilmiah) (Kuswanto, (2008:2) Yang terpenting dalam penilaian IPA adalah harus sesuai dengan proses belajar mengajar yang telah di berikan. Penilaian berbasis sekolah (formatif & sumatif) seharusnya digunakan untuk memberikan gambaran yang lengkap 14 terhadap kinerja dan kemajuan peserta didik, dan keefektifan proses belajar mengajar. Penelitian dilakukan untuk mendapatkan sebuah hasil yaitu mengetahui kemajuan belajar peserta didik, dan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dalam belajarnya dan digunakan guna menentukan bantuan seperti apa yang di butuhkan oleh peserta didik dalam membantu kegiatan belajarnya agar berjalan secara optimal. Peserta didik yang sudah mampu dengan cepat menguasai materi di berikan latihan soal berupa pengayaan. Sedangkan peserta didik yang kurang mampu mengikkuti dengan baik akan mendapatkan evaluasi berupa perbaikan. 2.1.6 Hasil Belajar Hasil belajar merupakan tujuan utama dari setiap pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan oleh guru baik di sekolah maupun di manapun belajar itu dilakukan. Hasil belajar dianggap baik apabila telah mencapai ataupun melebihi kriteria yang telah di tentukan. Apabila hasil belajar tersebut sudah mencapai ataupun melebihi batas kriteria yang di tentukan maka dapat digolongkan menjadi hasil belajar yang baik. 2.1.6.1 Pengertian Hasil Belajar Yamin (2007:168) mengatakan bahwa “belajar merupakan perubahan perilaku seseorang melalui latihan dan pengalaman, seseorang belajar tidak ditentukan oleh kekuatan-kekuatan yang datang dari dalam dirinya atau oleh stimulus-stimulus yang datang dari lingkungan, akan tetapi merupakan interaksi timbal balik dari determinan-determinan individu dan determinandeterminan lingkungan”. Purwanto (2011:46) hasil belajar adalah perubahan perilaku peserta didik akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Lebih lanjut lagi ia mengatakan bahwa hasil belajar dapat berupa perubahan dalam aspekkognitif, afektif dan psikomotorik. 15 Sudjana (2003:3) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar. Hamalik (2003:155) hasil belajar adalah sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang dapat di amati dan di ukur bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat di artikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik sebelumnya yang tidak tahu menjadi tahu. Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dikemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku pada diri seseorang akibat tindak belajar yang mencakup aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik. 2.1.4.2 Aspek Hasil Belajar Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor (Sudjana, 2009:22). Perinciannya adalah sebagai berikut: a. Ranah Kognitif Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian. b. Ranah Afektif Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai. c. Ranah Psikomotor Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati). Ketiga kategori ranah tersebut menjadi dasar penilaian hasil belajar. Dalam hal ini, kategori ranah kognitif yang sering digunakan oleh guru untuk menilai hasil belajar, karena ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan siswa menguasai pelajaran yang telah dijelaskan oleh guru. Meskipun 16 demikian ranah afektif dan psikomotor juga tetap berperan dalam penilaian hasil belajar siswa. 2.2 Model Pembelajaran Cooperative Tipe Jigsaw Pembelajaran cooperative adalah pembelajaran yang berbentuk kelompok dengan jumlah anggota 2-5 orang dengan gagasan untuk saling memotivasi antara semua anggotanya dan juga saling membantu untuk tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang maksimal. Depdiknas (2003:5) “Pembelajaran Cooperative (cooperative learning) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar”. Bern dan Erickson (2001:5) “Cooperative learning (pembelajaran cooperative) merupakan strategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil di mana siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar”. Suprijono (2010:54) “Model pembelajaran cooperative adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru” Slavin (Isjoni, 2011:15) “In cooperative learning methods, students work together in four member teams to master material initially presented by the teacher”. Ini berarti bahwa cooperative learning atau pembelajaran cooperative adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang peserta didik lebih bergairah dalam belajar. Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran cooperative adalah cara belajar dalam bentuk kelompokkelompok kecil yang saling bekerjasama dan diarahkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan”. 17 2.2.1 Pembelajaran Cooperative Tipe Jigsaw Kata Jigsaw diambil dari bahasa inggris yang berarti gergaji ukir, atau banyak juga yang menyebutnya dengan kata fuzzle, yaitu potongan teka teki yang berbentuk potongan gambar. Sesuai artinya, pembelajaran jigsaw ini mengambil pola cara kerja seperti gergaji, yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar bersama untuk mencapai satu tujuan bersama. Jigsaw merupakan tipe pembelajaran cooperative yang dikembangkan oleh Elliot Aronson‟s, (Aronson, Blaney, Stephen, Sikes, and SNAPP, 1978). Model pembelajaran ini dibuat untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga terhadap pembelajaran orang lain. Siswa tak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya. Sehingga baik kemampuan secara kognitif maupun social siswa sangat diperlukan. Cooperative tipe jigsaw adalah pembelajaran dimana di dalam pembelajarannya menggunakan kelompok kelompok kecil yang bekerja sama dan berdiskusi dalam menciptakan kondisi belajar secara maksimal untuk mencapai tujuan pembelajaran dan memaksimalkan pengalaman belajar secara individu maupun kelompok. Model pembelajaran jigsaw lebih menekankan pada kerja kelompok peserta didikdalam bentuk kelompok kecil. Sesuai dengan yang di katakan oleh Lie (1993:73) yaitu,”Pembelajaran model cooperative Jigsaw ini merupakan model belajar cooperative dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai enam orang secara heterogen, dan siswa bekerjasama, saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri”. 2.2.2 Karakteristik Model Pembelajaran Cooperative Tipe Jigsaw Model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran cooperative, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4–6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling 18 ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends,1997). Pada model pembelajaran cooperative tipe jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli”. Kelompok asal, yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. (Arends, 20) 2.2.3 Langkah-langkah pelaksanaan metode JIGSAW Seperti yang telah dikemukakan oleh Lie (dalam Rusman, 2012:218), bahwa model pembelajaran cooperative type jigsaw merupakan model belajar cooperative dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam orang secara heterogen dimana siswa belajar secara bekerja sama yang saling berketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Maka langkah-langkah dalam menjalankan metode jigsaw menurut Lie (dalam Rusman, 2012:218) adalah : a. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dengan anggota 4 sampai dengan 5 orang. b. Guru menginformasikan, setiap siswa dalam tim memiliki materi dan tugas yang berbeda-beda. c. Guru mengelompokkan dari anggota tim yang berbeda dengan penugasan yang sama namun membentuk kelompok baru (kelompok ahli). d. Setelah kelompok ahli berdiskusi, kelompok ahli ini kemudian kembali ke kelompoknya. semula dan kemudian menjelaskan kepada anggota e. kelompoknya tentang materi yang sudah. didiskusikan namun hanya pada materi yang mereka kuasai. 19 f. Guru mengajak siswa tiap tim ahli untuk mempresentasikan hasil diskusinya. g. Guru membahas dan mengulas materi dengan tujuan agar pemahaman siswa lebih jelas. h. Guru bersama siswa melakukan penyimpulan materi serta menutup pelajaran. Menurut Trianto (2010: 73) langkah-langkah dalam pembelajaran cooperative tipe jigsaw yaitu: a. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok (tiap kelompok terdiri dari 5-6 orang). b. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi sub bab. c. Setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggungjawab untuk mempelajarinya. Tiap anggota kelompok ahli setelah kembali kekelompoknya bertugas mengajar teman-temannya. d. Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikan. e. Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal,siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis individu. f. Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari subbab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikan. 20 Gambar 2.1 Ilustrasi Pebelajaran Model Cooperative tipe Jigsaw Menurut Isjoni (2009:77) pembelajaran cooperative tipe jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran cooperative yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam penguasaan materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Pada kegiatan ini keterlibatan guru dalam proses belajar mengajar semakin berkurang dalam arti guru menjadi pusat kegiatan kelas. Guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri serta menumbuhkan rasa tanggungjawab. Langkah-langkah dalam model pembelajaran cooperative tipe jigsaw (Isjoni 2009: 80-81), yaitu: 1. Siswa dihimpun dalam satu kelompok yang terdiri dari 4-6 orang. 2. Masing-masing kelompok diberi tugas untuk dikerjakan. 3. Para siswa dari masing-masing kelompok yang memiliki tugas yang sama berkumpul membentuk kelompok anggota yang baru, untuk mengerjakan tugas mereka, para siswa tersebut menjadi anggota dengan bidang-bidang mereka yang telah ditentukan. 4. Masing-masing perwakilan tersebut dapat menguasain materi yang ditugaskan, kemudian masing-masing perwakilan tersebut kembali kekelompok masing-masing atau kelompok asalnya. 5. Siswa diberi tes, hal tersebut untuk mengetahui apakah siswa sudah dapat memahami suatu materi. 21 Langkah-langkah pmbelajaran tersebut dijabarkan pada sintak pembelajaran cooperative tipe jigsaw di bawah ini : Tabel 2.1 Sintak Pembelajaran Cooperative Tipe JIGSAW Kegiatan Guru 1. PERSIAPAN a. Pengenalan Topik yang akan dibahas oleh guru. b. Guru menanyakan kepada siswa apa yang mereka ketahui tentang topic tersebut. 2. PERMAINAN a. Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah konsep yang terdapat pada topic tersebut. (kelompok asal) b. Guru meminta siswa untuk menyiapkan yel-yel sebagai sarana penyemangat dalam waktu beberapa menit. c. Guru membagikan alat tulis pada masing-masing kelompok. d. Kemudian guru membagikan meteri-materi atau soal ang akan didiskusikan. e. Selanjutnya guru membentuk kelompok ahli (expert teams). f. Guru memberikan kesempatan pada kelompok ahli untuk berdiskusi. 3. KONFIRMASI a. Guru memberikan peringatan bahwa waktu diskusi sudah hampir habis. b. Guru memberikan kesempatan untuk berdiskusi, dari apa yang mereka dapat dari diskusi kelompok ahli kepada anggota dari kelompok asal. c. kemudian meminta siswa untuk membacakan hasil diskusinya. 4. REFLEKSI a. Guru memberikan tambahan /masukan untuk melengkapi Kegiatan Siswa 1. PERSIAPAN a. Siswa mendengarkan dan memperhartikan penjelasan dari guru. b. Siswa menjawab apa yang ditanyakan oleh guru agar lebih siap menghadapi kegiatan pelajaran yang baru. 2. PERMAINAN a. Siswa membentuk kelompok sesuai dengan jumlah konsep yang ada. (kelompk asal). b. Siswa membuat yel-yel menarik untuk memberi semangat dan agar lebih menyenangkan dlm waktu beberapa menit. c.Tiap-tiap kelompok mengambil alat tulis yang telah disiapkan guru. d. Masing-masing Siswa mendiskusikan soalsoal yang telah di berikan oleh guru. e. Siswa menentukan salah 1 dari anggotanya untuk masuk menjadi kelompok ahli. f. Kelompok ahli mendiskusikan hasil diskusi yang mereka dapat dari kelompok asalnya masing-masing. 3. KONFIRMASI a. Setiap anggota kelompok ahli bersiap-siap berkumpul kembali pada kelompok asal. b. Anggota kelompok ahli yang sudah kembali kemudian menjelaskan hasil diskusinya di kelompok ahli tadi kepada semua anggota kelompoknya. c. Setelah itu siswa membacakan hasil diskusinya dari masing-masing kelompok asal. 4. REFLEKSI a. Semua kelompok membacakan seluruh hasil diskusinya di depan kelas. 5. EVALUASI & PENUTUP a. Siswa menyimak atau menncatat simpulan yang diberikan guru. b. Siswa menjawab salam dari guru. 22 jawaban yang masih dirasa kurang. 5. EVALUASI & PENUTUP a. Guru memberikan penilaian secara Individu dan Kelompok. b. Guru memberikan review (kesimpulan) dari topik yang telah dipelajari. c. Guru mengakhiri KBM dengan mengucapkan salam. 2.2.4 Kelebihan Model Pembelajaran Jigsaw Kelebihan Model Pembelajaran Jigsaw adalah sebagai berikut: 1. Dalam pembelajaran kelompok, siswa berkesempatan untuk belajar dan megajar dalam kelompok mereka, belajar topik ahli dalam kelompok ahli dan megajarkan topik ahli dalam kelompok asal sehingga dapat mengembangkan rasa percaya diri, kerja sama, dan motivasi (Barbosa et al, 2004). 2. Mampu meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor siswa (Eilks, 2005). 3. Dapat mempelajari bagian ilmu pengetahuan yang tersusun secara hirarkis, yang berarti setiap langkah dapat dipelajari secara terpisah namun kemudian didiskusikan kembali secara bersam-sama. 4. Mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis pada diri siswa (Aronson dan Patnoe, 1997). Apabila dipadukan dengan metode eksperimen, model Jigsaw IV mampu melakukan bagian-bagian percobaan tertentu, berbagi data, dan mendiskusikan bersama kembali. 5. Model Jigsaw juga baik untuk diterapkan pada materi-materi yang bersifat abstrak seperti struktur atom (Eilks, 2005). Ibrahim dkk (2000) mengemukakan kelebihan dari metode jigsaw sebagai berikut. 1. Dapat mengembangkan tingkah laku cooperative 2. Menjalin/mempererat hubungan yang lebih baik antar siswa 23 3. Dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa 4. Siswa lebih banyak belajar dari teman mereka dalam belajar cooperative dari pada guru Sementara itu Ratumanan (2002) menyatakan bahwa interaksi yang terjadi dalam bentuk cooperative dapat memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. 2.3 Media Pembelajaran Dalam melaksanakan pembelajaran kepada siswa , agar siswa lebih merasa tertarik bekerja dalam kelompok maka digunakan media bantuan yaitu media puzzle berupa gambar gambar yang menarik bagi anak-anak. 2.3.1 Pengertian Media Pembelajaran Media pembelajaran secara umum adalah alat untuk membantu proses belajar mengajar. Segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan pebelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar. Batasan ini cukup luas dan mendalam mencakup pengertian sumber, lingkungan, manusia dan metode yang dimanfaatkan untuk tujuan pembelajaran / pelatihan. Menurut Briggs (1977) media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Kemudian menurut National Education Associaton(1969) media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam suatu sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara optimal. Media pembelajaran adalah komponen integral dari sistem pembelajaran Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, 24 perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik. Menurut Edgar Dale, dalam dunia pendidikan, penggunaan media pembelajaran seringkali menggunakan prinsip Kerucut Pengalaman, yang membutuhkan media seperti buku teks, bahan belajar yang dibuat oleh guru dan “audio-visual”. Menurut Jalaludin Rahmat yang mengutip pendapat E.Dennisson bahwa “Gerakan adalah pintu menuju pembelajaran, artinya, gerakan membangkitkan dan mengaktifkan kapasitas mental kita, gerakan menyatukan dan menarik informasi-informasi baru ke dalam jaringan neuron kita”. Untuk itu Pembelajaran yang baik dapat membangkitkan roh belajar siswa yakni dapat terlibat secara aktif menemukan jawaban dari masalah yang dibahas. Upaya ini salah satunya dengan mengajak siswa bergerak aktif. Sebab gerakan sangat vital bagi semua tindakan untuk mewujudkan dan mengungkapkan pembelajaran (Rahmat, 1999:21). 2.3.2 Media Pembelajaran Puzzle Secara umum media games puzzle akan memberikan manfaat baik bagi siswa, sebagaimana fungsi berbagai media diluar sekolah bagi para pelajar tentunya sebagai bahan tambahan pengetahuan yang tidak mereka dapat di sekolah. Oleh sebab itu guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai media yang cukup, meliputi hal-hal di bawah ini: 1. Media merupakan alat komunikasi untuk mendapatkan proses belajar yang lebih efektif 2. Fungsi media untuk lebih mencapai tujuan dengan tepat 3. Seluk beluk proses pendidikan 4. Hubungan antara metode pembelajaran dan pendidikan 5. Nilai dan manfaat yang didapat dari pengajaran 6. Pemilihan dan penggunaan media yang sesuai 7. Inovasi dalam media pendidikan (Rusman, 2009, hal.80) 25 Puzzle secara bahasa indonesia diartikan sebagai tebakan. Tebakan adalah sebuah masalah atau "enigma" yang diberikan sebagai hiburan; yang biasanya ditulis, atau dilakukan. Banyak tebakan berakar dari masalah matematika dan logistik serius (lihat masalah pengepakan dan tebakan tur). Lainnya, seperti masalah catur, diambil dari permainan papan. Lainnya lagi dibuat hanya sebagai pengetesan atau godaan otak. Pelajaran resmi tebakan disebut enigmatologi (http://www.wikipedia.org) Menurut Adenan (1989: 9) dinyatakan bahwa “puzzle dan games adalah materi untuk memotivasi diri secara nyata dan merupakan daya penarik yang kuat. Puzzle dan games untuk memotivasi diri karena hal itu menawarkan sebuah tantangan yang dapat secara umum dilaksanakan dengan berhasil”. Sedangkan menurut Hadfield (1990: v), puzzle adalah pertanyaan-pertanyaan atau masalah yang sulit untuk dimengerti atau dijawab”. Tarigan (1986:234) menyatakan bahwa „pada umumnya para siswa menyukai permaianan dan mereka dapat memahami dan melatih cara penggunaan kata-kata, puzzle, crosswords puzzle, anagram dan palindron‟. Berikut ini ada beberapa jenis puzzle yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan memahami kosakata: 1. Spelling puzzle, yakni puzzle yang terdiri dari gambar-gambar dan hurufhuruf acak untuk dijodohkan menjadi kosakata yang benar. 2. Jigsaw puzzle, yakni puzzle yang berupa beberapa pertanyaan untuk dijawab kemudian dari jawaban itu diambil huruf-huruf pertama untuk dirangkai menjadi sebuah kata yang merupakan jawaban pertanyaan yang paling akhir. 3. The thing puzzle, yakni puzzle yang berupa deskripsi kalimat-kalimat yang berhubungan dengan gambar-gambar benda untuk dijodohkan. 4. The letter(s) readiness puzzle, yakni puzzle yang berupa gambar-gambar disertai dengan huruf-huruf nama gambar tersebut, tetapi huruf itu belum lengkap 26 5. Crosswords puzzle, yakni puzzle yang berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dengan cara memasukan jawaban tersebut ke dalam kotakkotak yang tersedia baik secara horizontal maupun vertikal. Beberapa manfaat bermain puzzle bagi anak-anak antara lain: a. Meningkatkan Keterampilan Kognitif Keterampilan kognitif (cognitive skill) berkaitan dengan kemampuan untuk belajar dan memecahkan masalah. Puzzle adalah permainan yang menarik bagi anak balita karena anak balita pada dasarnya menyukai bentuk gambar dan warna yang menarik. Dengan bermain puzzle anak akan mencoba memecahkan masalah yaitu menyusun gambar. Pada tahap awal mengenal puzzle, mereka mungkin mencoba untuk menyusun gambar puzzle dengan cara mencoba memasang-masangkan bagian-bagian puzzle tanpa petunjuk. Dengan sedikit arahan dan contoh, maka anak sudah dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya dengan cara mencoba menyesuaikan bentuk, menyesuaikan warna, atau logika. Contoh usaha anak menyesuaikan bentuk misalnya bentuk cembung harus dipasangkan dengan bentuk cekung. Contoh usaha anak menyesuaikan warna misalnya warna merah dipasangkan dengan warna merah. Contoh usaha anak menggunakan logika, misalnya bagian gambar roda atau kaki posisinya selalu berada di bawah. b. Meningkatkan Keterampilan Motorik Halus Keterampilan motorik halus (fine motor skill) berkaitan dengan kemampuan anak menggunakan otot-otot kecilnya khususnya tangan dan jari-jari tangan. Anak balita khususnya anak berusia kurang dari tiga tahun (batita) direkomendasikan banyak mendapatkan latihan keterampilan motorik halus. Dengan bermain puzzle tanpa disadari anak akan belajar secara aktif menggunakan jari-jari tangannya. Supaya puzzle dapat tersusun membentuk gambar maka bagian-bagian puzzle harus disusun secara hati-hati. Perhatikan cara anak-anak memegang bagian puzzle akan berbeda dengan caranya memegang boneka atau bola. 27 Memengang dan meletakkan puzzle mungkin hanya menggunakan dua atau tiga jari, sedangkan memegang boneka atau bola dapat dilakukan dengan mengempit di ketiak (tanpa melibatkan jari tangan) atau menggunakan kelima jari dan telapak tangan sekaligus. c. Meningkatkan Keterampilan Sosial Keterampilan sosial berkaitan dengan kemampuan berinteraksi dengan orang lain. Puzzle dapat dimainkan secara perorangan. Namun puzzle dapat pula dimainkan secara kelompok. Permainan yang dilakukan oleh anak-anak secara kelompok akan meningkatkan interaksi sosial anak. Dalam kelompok anak akan saling menghargai, saling membantu dan berdiskusi satu sama lain. Jika anak bermain puzzle di rumah orang tua dapat menemani anak untuk berdiskusi menyelesaikan puzzlenya, tetapi sebaiknya orang tua hanya memberikan arahan kepada anak dan tidak terlibat secara aktif membantu anak menyusun puzzle. d. Melatih koordinasi mata dan tangan. Anak belajar mencocokkan keeping-keping puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar. Ini langkah penting menuju pengembangan ketrampilan membaca. e. Melatih logika Membantu melatih logika anak. Misalnya puzzle bergambar manusia. Anak dilatih menyimpulkan di mana letak kepala, tangan, dan kaki sesuai logika. f. Melatih kesabaran. Bermain puzzle membutuhkan ketekunan, kesabaran dan memerlukan waktu untuk berfikir dalam menyelesaikan tantangan. g. Memperluas pengetahuan. Anak akan belajar banyak hal, warna, bentuk, angka, huruf. Pengetahuan yang diperoleh dari cara ini biasanya mengesankan bagi anak dibandingkan yang dihafalkan. Anak dapat belajar konsep dasar, binatang, alam sekitar, buah-buahan, alfabet dan lain-lain. Tentu saja dengan bantuan ibu dan ayah. 28 2.3.4 Implementasi Pembelajaran Cooperative Tipe Jigsaw Berbantu Media Puzzle Pembelajaran Cooperative Tipe Jigsaw Berbantu Media Puzzle dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut: 1. Kegiatan awal a. Membuka pelajaran dengan mengucapkan salam dan melakukan presensi. b. Melakukan apresepsi dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada materi yang di ajarkan. c. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan kangkah-langkah kegiatan pembelajaran. 2. Kegiatan Inti a. Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah konsep yang terdapat pada topic tersebut. (kelompok asal) b. Guru membagikan alat tulis pada masing-masing kelompok. c. Kemudian guru membagikan meteri-materi atau soal yang akan didiskusikan. d. Selanjutnya guru membentuk kelompok ahli (expert teams). e. Guru memberikan puzzle yang bergambar sesuai dengan materi pada kelompok ahli untuk di diskusikan. f. Guru memberikan peringatan bahwa waktu diskusi sudah hampir habis. g. Guru memberikan kesempatan untuk berdiskusi, dari apa yang mereka dapat dari diskusi kelompok ahli kepada anggota dari kelompok asal. h. Kemudian meminta siswa untuk membacakan hasil diskusinya. 3. Kegiatan Penutup a. Guru memberikan tambahan /masukan untuk melengkapi jawaban yang masih dirasa kurang. b. Guru memberikan penilaian secara Individu dan Kelompok. c. Guru memberikan review (kesimpulan) dari topik yang telah dipelajari. 29 d. Guru mengakhiri KBM dengan mengucapkan salam. 2.4 Hasil Penelitian Yang Relevan Mariana (2012), tentang Peningkatan Hasil Belajar dan Kepemimpinan Melalui Model Jigsaw Mata Pelajaran IPA pada Siswa Kelas v SDN 1 Mugeng Temanggung: UKSW mengatakan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar dan peningkatan kepemimpinan siswa kelas V SDN 1 Mungseng pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) melalui metode jigsaw. Pembelajaran melalui metode jigsaw disajikan dalam bentuk diskusi kelompok, soal evaluasi dan angket. Saran dalam proses pembelajaran hendaknya siswa ikut terlibat aktif serta guru harus lebih kreatif dalam menyajikan metode pembelajaran yang menarik dan mampu mengembangkan karakter siswa seperti metode jigsaw. Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan oleh Setyaningrum (2012) tentang Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Jigsaw dengan Permainan Puzzle Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD Negeri 4 Mendenrejo Kradenan Blora Semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012:UKSW mengatakan bahwa Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif signifikan hal ini ditunjukkan dengan perbedaan rata-rata dari hasil belajar kelompok control dan kelompok eksperimen. Skor kelompok kontrol lebih rendah dari skor rata-rata kelompok eksperimen, yaitu 83 < 90, dengan perbedaan rata-rata (mean deference) sebesar 7, 04167, dan t hitung < t tabel (9.870 > 2,013) dengan taraf signifikansi diperoleh 0,000 < 0,05. Hal tersebut berarti terdapat perbedaan antara skor rata-rata dari hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil penelitian disarankan supaya guru dalam pembelajaran IPS menggunakan model pembelajaran jigsaw dengan permainan puzzle untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Untuk itu penelitian tentang model pembelajaran dan hasil belajar perlu dikembangkan. Penelitian ini menggunakan metode yang sama yang itu metode Cooperative tipe jigsaw dan menggunakan media puzzle sebagai media 30 pembantu . Dan terdapat pula perbedaan dalam penelitian ini yaitu pada variabel terikat dalam penelitian ini meneliti tentang peningkatan proses pembelajaran yang tidak terdapat pada penelitian sebelumnya . 2.5 Kerangka Pikir Kegiatan pembelajaran IPA di SDN Kumpulrejo 03 lebih sering dilaksanakan dengan menggunakan model ceramah. Hal itu menjadikan kreativitas siswa menjadi kurang terlatih. Siswa merasa jenuh dengan pembelajaran yang lebih berpusat pada guru dikarenakan guru sangat mendominasi pembelajaran. Guru lebih banyak aktivitas dari pada siswa, mulai dari menyampaikan ceramah yang terpaku pada buku paket , lalu siswa di berikan tugas untuk dikerjakan proses belajar siswa dan akan berdampak pada hasil belajar siswa yang rendah. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut perlu dilakukannya perubahan dalam model pembelajaran dengan menerapkan model baru yang cukup memberikan variasi pada pembelajaran yang dirasa kurang menunjang proses dan hasil belajar. Pembelajaran akan terasa menarik dan efektif apabila siswa dilibatkan langsung dalam kegiatan pembelajaran. Siswa di harapkan dapat memahami konsep konsep yang diajarkan di dalam kelompok belajar,jadi peran guru hanya menjadi fasilitator dalam menyediakan dan mengarahkan kegiatan siswa agar mendapatkan hal yang baru di sekolah. Pembelajaran Cooperative Tipe Jigsaw Berbantu Media Puzzle merupakan kegiatan berkelompok yang memadukan antara permainan dan pembelajaran . Cooperative tipe jigsaw adalah pembelajaran dimana di dalam pembelajarannya menggunakan kelompok kelompok kecil yang bekerja sama dan berdiskusi dalam menciptakan kondisi belajar secara maksimal untuk mencapai tujuan pembelajaran dan memaksimalkan pengalaman belajar secara individu maupun kelompok. Secara umum media games puzzle akan memberikan manfaat baik bagi siswa, sebagaimana fungsi berbagai media di luar sekolah bagi para pelajar 31 tentunya sebagai bahan tambahan pengetahuan yang tidak mereka dapat di sekolah. Oleh sebab itu guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai media yang cukup. Pembelajaran cooperative tipe jigsaw berbantu media puzzle melalui langkah langkah yaitu, membagi kelas menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah konsep yang terdapat pada topic tersebut, meminta siswa untuk menyiapkan yel-yel sebagai sarana penyemangat dalam waktu beberapa menit, Kemudian guru membagikan alat tulis pada masing-masing kelompok, membagikan didiskusikan,Selanjutnya guru meteri-materi membentuk atau soal kelompok yang ahli teams),memberikan puzzle yang bergambar sesuai dengan materi akan (expert pada kelompok ahli untuk di diskusikan, memberikan peringatan bahwa waktu diskusi sudah hampir habis, memberikan kesempatan untuk berdiskusi, dari apa yang mereka dapat dari diskusi kelompok ahli kepada anggota dari kelompok asal. Penerapan pembelajara cooperative tipe jigsaw berbantu media puzzle dapat digunakan untuk membantu meningkatkan proses belajar dan hasil belajar IPA siswa. Dengan pembelajaran ini siswa lebih terlibat aktif, tertarik dengan pembelajaran sehingga proses dan hasil belajar siswa meningkat pada pelajaran IPA. Pembelajaran cooperative tipe jigsaw berbantu media puzzle dilaksanakan dalam beberapa siklus hingga tercapainya keberhasilan belajar yaitu proses belajar dan hasil belajar IPA. 32 pembelajaran konvensional Guru mendominasi pembelajaran Siswa menjadi kurang berlatih Hasil belajar siswa tidak memenuhi kriteria ketuntasan Diterapkan model pembelajaran cooperative tipe jigsaw berbantu media puzzle pada Kdmenjelasakan hubungan antara SDA dan lingkungan Guru membagi kelas menjadi 4 kelompok sesuai dengan jumlah konsep yang terdapat pada topic hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan. (kelompok asal) Guru membagikan alat tulis pada masing-masing kelompok. guru membagikan meteri-materi atau soal yang akan didiskusikan. Guru membentuk kelompok ahli (expert teams). Guru memberikan puzzle yang bergambar bahan makanan pada kelompok ahli untuk di diskusikan. Guru meminta siswa untuk berdiskusi Guru memberikan peringatan bahwa waktu diskusi sudah hampir habis. Guru memberikan kesempatan untuk berdiskusi, dari apa yang mereka dapat dari diskusi kelompok ahli kepada anggota dari kelompok asal. TES Hasil belajar siswa meningkat Gambar 2.2 Skema Kerangka Pikir Upaya Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Cooperative Tipe Jigsaw Berbantuan Media Puzzle 33 2.6 Hipotesis Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikiran maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas berikut ini adalah a) “Penerapan pembelajaran Cooperative Tipe Jigsaw berbantu media puzzle diduga dapat meningkatkan proses pembelajaran IPA siswa kelas 4 SD Negeri Kumpulrejo 03 salatiga semester 2 Tahun Pelajaran 2015/2016. “ b) “Peningkatan proses menggunakan model Cooperative Tipe Jigsaw berbantu media puzzle diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri Kumpulrejo 03 salatiga semester 2 Tahun Pelajaran 2015/2016. “