1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan salah satu penopang yang memperkuat sistem perekonomian suatu negara, karena bank berfungsi sebagai Intermediary Institution. Intermediary Institution (perantara keuangan) yakni suatu lembaga yang mampu menyalurkan dana yang dimiliki oleh unit ekonomi yang surplus (kelebihan dana) kepada unit-unit ekonomi yang membutuhkan bantuan dana (defisit). Fungsi ini merupakan mata rantai yang penting dalam melakukan bisnis, karena berkaitan dengan penyediaan dana sebagai investasi dan modal kerja bagi unit-unit bisnis dalam melaksanakan fungsi operasionalnya. Oleh karena itu, dalam hal ini kepercayaan dari masyarakat merupakan faktor utama yang harus diperhatikan oleh perbankan agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Pada periode 1985-1996, perekonomian Indonesia berkembang dengan pesat sehingga dijuluki sebagai Miracle Asia oleh World Bank. Sejumlah kondisi dan kebijakan dikeluarkan dalam rentang periode tersebut, salah satunya adalah kebijakan mengenai deregulasi perbankan melalui paket 27 Oktober tahun 1988 atau yang lebih sering dikenal dengan Pakto 1988. Deregulasi ini berupaya untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap financial market sambil mendorong perbankan kearah kompetisi 1 2 (persaingan) yang efisien dan sehat dengan kemudahan dalam mendirikan bank (Siamat, 2005). Mubarokah (2007) menyatakan bahwa kebijakan deregulasi tersebut mengakibatkan jumlah bank di Indonesia mengalami peningkatan cukup drastis. Hal ini didukung dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 7 tahun 1992, yang mengakibatkan perbankan di Indonesia tumbuh subur, puluhan bank baru didirikan, salah satunya adalah BPR. Namun didalam perkembangannya, deregulasi perbankan memiliki andil cukup besar terhadap terjadinya krisis moneter yang menimpa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Permasalahan yang timbul bukan karena semakin banyaknya jumlah bank yang ada, namun karena kurang profesionalnya SDM perbankan dalam menerapkan prinsip kehati-hatian saat menjalankan fungsinya. Terdapat tiga kelompok jasa bank yang harus dikelola secara profesional, diantaranya adalah kegiatan menghimpun dana (funding), menyalurkan dana (lending) dan jasa-jasa bank lainnya (service) (Kasmir, 2003). Ketiga kelompok ini harus dikelola dengan baik, karena masingmasing saling berkaitan. Apabila salah satu kelompok tidak mampu dikelola secara profesional maka akan mengakibatkan kerugian bagi bank itu sendiri, terutama bagi kelompok funding dan lending. Seiring dengan berkembangnya zaman dan makin pesatnya pertumbuhan ekonomi, persaingan antar bank sulit untuk dihindari. Dalam menjalankan fungsi-fungsinya setiap bank dituntut untuk memperbaiki 3 kinerjanya. Namun dalam melaksanakan kinerjanya perbankan kerap mengalami kerugian-kerugian yang dapat tercermin dari kurang baiknya kinerja keuangannya. Semakin buruk kinerja keuangan suatu bank maka hal ini dapat menjadi nilai minusnya dan dapat mengakibatkan ketidakpercayaan masyarakat (deposan) baik didalam negeri maupun diluar negeri, akibatnya adalah capital flight atau pelarian modal keluar negeri oleh para investor (Pasaribu dan Sari, 2011). Oleh karena itu demi mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan di Indonesia diperlukan suatu analisis laporan keuangan sebagai langkah penilaian terhadap kinerja keuangannya. Sofyan (2003) dalam Setiawan (2009) menyatakan bahwa profitabilitas merupakan indikator yang paling tepat untuk mengukur kinerja suatu bank. Lebih lanjut lagi menurut Karya dan Rakhman seperti dikutip dalam Wibowo (2013), tingkat return on assets (ROA) digunakan untuk mengukur profitabilitas bank karena Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas bank yang diukur dari aset, yang dananya berasal dari sebagian besar dana simpanan masyarakat. Return on assets (ROA) memfokuskan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dalam operasinya. Modal merupakan fondasi awal yang sangat penting untuk diperhatikan apabila suatu entitas ekonomi akan mendirikan usaha. Semakin besar nilai modal yang dimiliki maka entitas tersebut dapat memulai usahanya dengan baik, seperti melaksanakan kegiatan operasionalnya dan 4 pengembangan skala usahanya, demikian pula dengan perbankan. Besarnya nilai modal yang dimiliki oleh suatu perbankan akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya. Seluruh bank di Indonesia diwajibkan untuk menyediakan modal minimum atau kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM). Tujuan ditetapkannya modal minimum bank adalah untuk menutupi kemungkinan timbulnya risko-risiko kerugian dari aktiva yang mengandung risiko. Ketentuan pemenuhan permodalan minimum bank tercermin pada capital adequacy ratio (CAR). Pengaruh dari capital adequacy ratio (CAR) terhadap profitabilitas (ROA) telah diuji oleh beberapa peneliti sebelumnya. Menurut Yuliani (2007), Puspitasari (2009), Sudiyatno dan Suroso (2010), serta Pasaribu dan Sari (2011) menyatakan bahwa CAR berpengaruh positif terhadap profitabilitas (ROA). Menurut Almilia dan Herdaningtyas (2005), tingginya nilai CAR suatu bank dapat meningkatkan kepercayaan para nasabahnya, oleh karena itu rasio ini memiliki hubungan yang searah (positif) dengan profitabilitas (ROA). Kemampuan bank dalam memberikan pinjaman kepada masyarakat tentunya harus diimbangi dengan banyaknya simpanan yang diperoleh bank. Bank tidak dapat berjalan tanpa adanya penerimaan dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Namun, bank juga tidak dapat memaksimalkan labanya hanya dengan menerima simpanan dari masyarakat. Apabila jumlah pinjaman yang diberikan kepada masyarakat lebih besar, bank akan mengalami masalah. Hal ini terjadi apabila terdapat nasabah yang akan 5 mengambil simpanannya sewaktu-waktu, maka bank tersebut tidak akan mampu memenuhinya. Sebaliknya, apabila jumlah simpanan pada bank jauh lebih besar daripada jumlah pinjaman yang disalurkan kepada masyarakat maka bank tidak akan mampu mengoptimalkan laba yang diterimanya. Oleh karena itu diperlukan keseimbangan antara pinjaman yang disalurkan dengan simpanan yang diterima (fungsi intermediasi). Menurut Pasaribu dan Sari (2011) indikator yang digunakan untuk mengukur berjalan tidaknya suatu fungsi intermediasi adalah loan to deposit ratio (LDR). Pengaruh dari loan to deposit ratio (LDR) terhadap profitabilitas (ROA) telah diuji oleh beberapa peneliti sebelumnya. Menurut Puspitasari (2009), Pasaribu dan Sari (2011) menyatakan bahwa LDR berpengaruh positif terhadap profitabilitas (ROA). Semakin tinggi nilai LDR suatu bank maka laba akan semakin meningkat (dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan kreditnya dengan efektif), dengan meningkatnya laba bank maka kinerja bank juga mengalami peningkatan (Sudiyatno dan Suroso, 2010). Oleh karena itu rasio ini memiliki hubungan yang searah (positif) dengan tingkat profitabilitas (ROA). Dalam memberikan kredit kepada masyarakat bank hendaknya memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan usaha calon debiturnya, dengan kata lain bank harus menilai apakah usahanya tepat untuk dibiayai atau tidak. Selanjutnya hal yang harus diperhatikan oleh bank adalah penggunaan atas kredit yang diberikan, termasuk memantau perkembangan usaha dari calon debiturnya. Tujuan dari antisipasi ini adalah agar tidak 6 terjadi penyimpangan dalam penggunaan kredit tersebut sehingga peluang untuk menjadi kredit bermasalah menjadi kecil atau bahkan tidak ada. Rasio yang dapat digunakan sebagai indikator dalam hal ini adalah non performance loan (NPL), yakni rasio yang menggambarkan kemampuan suatu bank dalam mengendalikan kredit bermasalah. Penelitian terkait pengaruh NPL terhadap profitabilitas (ROA) telah dilakukan oleh Mawardi (2005). Mawardi (2005) menyatakan bahwa rasio NPL memiliki pengaruh negatif terhadap profitabilitas (ROA). Semakin tinggi nilai non performance loan (NPL) suatu bank maka mengindikasikan semakin buruk kemampuan bank tersebut dalam mengendalikan kredit bermasalahnya. Dengan banyaknya jumlah kredit bermasalah maka akan menimbulkan kerugian yang besar karena dana yang telah dikeluarkan untuk membiayai kredit tidak dapat kembali sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, sedangkan kewajiban bank terhadap penarikan sewaktu-waktu oleh deposan (giro) terus berjalan. Oleh karena itu rasio NPL memiliki hubungan yang negatif dengan profitabilitas (ROA). Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas, dalam penelitian ini diangkat judul : Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Loan to Deposit Ratio, Non Performance Loan Terhadap Profitabilitas Pada Sektor Perbankan Di Indonesia. 7 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah terdapat pengaruh positif dari Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap profitabilitas perbankan? 2. Apakah terdapat pengaruh positif dari Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap profitabilitas perbankan? 3. Apakah terdapat pengaruh negatif dari Non Performance Loan (NPL) terhadap profitabilitas perbankan? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk menguji pengaruh positif dari Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap profitabilitas perbankan. 2. Untuk menguji pengaruh positif dari Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap profitabilitas perbankan. 3. Untuk menguji pengaruh negatif dari Non Performance Loan (NPL) terhadap profitabilitas perbankan. 8 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini, antara lain : a. Kontribusi Teoritis Memberikan informasi mengenai pengaruh CAR, LDR, dan NPL baik secara simultan maupun parsial terhadap tingkat profitabilitas perbankan. Serta memberikan informasi dan sumbangan referensi untuk penelitian dan pembahasan selanjutnya terkait kinerja perbankan di Indonesia. b. Kontribusi Praktis Penelitian ini diharapkan menjadi suatu alternatif bagi perbankan di Indonesia sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan dalam meningkatkan kinerjanya, serta sebagai langkah antisipasi untuk memahami apa saja faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja (profitabilitas) perbankan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti membatasi permasalahan pada kinerja perbankan di Indonesia dengan menggunakan profitabilitas yang diukur dengan Return On Assets (ROA). Variabel-variabel yang digunakan adalah rasio keuangan perbankan yakni Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposit Ratio (LDR), dan Non Performance Loan (NPL). Selain itu, peneliti berfokus pada perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan rentang periode 2010-2013.