- RP2U Unsyiah - Universitas Syiah Kuala

advertisement
PENGARUH SYAIR TARI TRADISIONAL
DALAM TATANAN KEHIDUPAN MASYARAKAT ACEH
Oleh Cut Zuriana, S. Pd. *
ABSTRAK
Tulisan ini mendeskripsikan “Pengaruh Syair Tari Tradisional dalam Tatanan
Kehidupan Masyarakat Aceh”. Syair tari tradisional mengandung banyak nilai-nilai
dalam tatanan kehidupan, nilai-nilai itu diantaranya; (1) nilai religius, (2) nilai filosofis,
(3) nilai etis , (4) nilai estetis. Adapun tatanan kehidupan masyarakat yang didesripsikan
dalam tulisan ini adalah (1) tatanan politik, (2) tatanan sosial budaya, dan (3) tatanan
ekonomi. Kesemua tatanan tersebut dapat dipahami secara akumulatif dan tak
terpisahkan dalam kehidupan masyarakat Aceh. Dengan memahami pengaruh syair tari
tradisional dalam tatanan kehidupan masyarakat Aceh, kita dapat memahami latar
belakang watak, tingkah laku, tindakan dan prinsip hidup masyarakat Aceh dalam
kehidupan bermasyarakat. Tulisan ini dideskripsikan berdasarkan pada kajian pustaka
dan observasi langsung pada masyarakat Aceh. Kajian pustaka dan observasi langsung
telah membuktikan bahwa dalam syair tari tradisional terdapat berbagai petuah dan nilainilai yang berhubungan dengan (1) tatanan politik, (2) tatanan sosial budaya, dan (3)
tatanan ekonomi masyarakat Aceh.
Kata Kunci: Syair Tari Tradisional, Masyarakat Aceh
THE INFLUENCE OF SYAIR SYAIR TARI TRADISIONAL
IN ACEH SOCIETY LIFE
By Cut Zuriana, S. Pd. *
ABSTRACT
This writing describes “The Influence of Syair in Aceh Society Life”. Syair tari
tradisional contains much values in life. The values are as follow; (1) religious value, (2)
philsophy value, (3) etique value, (4) estetique value. The social life rugulary which
descibebed in this writing is; (1) political regulation, (2) regulation of social culture, and
(3) economy regulation. All the regulation can be understood accumulatively and cannot
be separated in Aceh society life. By understanding the influence of Syair tari
tradisional in Aceh society life, we can understand personality background, behaviour,
action and Aceh society principle in society life. This study is described based on library
study and direct observation on Aceh society. This study proved that in syair found much
advices and values that related to (1) political regulation, (2) social culture regulation,
and (3) Aceh society economy regulation.
Keywords: Syair tari Tradisional, Aceh society
* Staf Pengajar Seni, Drama, Tari dan Musik FKIP Universitas Syiah Kuala
I. PENDAHULUAN
Syair tari tradisioal merupakan syair atau nyayian yang didendangkan dalam
setiap tari tradisional. Syair dalam tari tradisioanl ini didendangkan dalam bahasa Aceh.
Oleh karena itu, syair-syair dalam tari tradisional Aceh memmpunyai kekhasan tersediri,
yakni (1) syair tari tadisional Aceh didendangkan dalam bahasa Aceh, (2) syair tari
tadisional Aceh mengisahkan tentang tatanan kehidupan masyarakat Aceh, (3) syair tari
tadisional Aceh didendangkan dengan alat musik dan irama tadisional Aceh.
Oleh karena itu, syair tari tadisional Aceh dapat dikatakan juga sebagai sebuah
sastra lisan yang mengisahkan tentang tatanan kehidupan dalam masyarakat Aceh. Dalam
satra lisan tersebut tentunya mengandung nilai-nilai yang disampaikan di dalamnya.
Menyangkut nilai-nilai yang dikandung sastra lisan tersebut, biasanya berupa petuahpetuah yang berguna dalam mengarungi kehidupan.
Berbicara masalah nilai syair tari tadisional Aceh sangat berhubungan dengan
perspektif masyarakat Aceh sendiri. Menurut Iskandar (dalam Harun, 2006:97)
mengatakan bahwa nilai berarti derajat, kualitas, mutu, taraf, sifat ketinggian pikiran,
agama, kemasyarakatan, dan lain-lain.
Syair tari tadisional Aceh didendangkan atau dinyayikan dalam tari tadisional
Aceh mengandung nilai yang variatif. Dengan syair tari tadisional Aceh, masyarakat
Aceh membentuk pola pikir masyarakat yang akhirnya membentuk pola tingkah laku
masyarakat itu sendiri. Hal tersebut didukung oleh Ambroise (dalam Mulyana,2004:23)
bahwa nilai itu dapat dilacak dari tiga realita, yaitu pola tingkah laku, pola pikir, dan
sikap. Oleh sebab itu, untuk mengetahui nilai-nilai dalam tatanan kehidupan sebuah
masyarakat tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
1. Nilai-Nilai dalam Syair Tari Tadisional Aceh
Syair tari tadisional Aceh dalam masyarakat Aceh merupakan salah satu cara
untuk mempengaruhi pola pikir masyarakat. Dalam syair tari tadisional Aceh banyak
mengandung nilai-nilai yang menjadi panutan bagi masyarakat Aceh. Nilai-nilai itu
bukan hanya berasal dari sebuah konvensional masyarakat tersebut tetapi merupakan
sebuah ketetapan yang terdapat dalam hadis Nabi Muhammad saw. dan firman Allah swt.
Bagi masyarakat Aceh, agama dan budaya dikatakan lagè zat ngon sifeut.
Amir 1986 (dalam Harun 2006:101) menyebutkan nilai meliputi (1) nilai religius,
(2) nilai filosofis, (3) nilai etis, dan (4) nilai estetis. Apakah nilai-nilai tersebut terdapat
dalam syair tari tadisional Aceh. Bagaimana nilai-ilai tersebut dan bagaimana kaitannya
dengan tatanan kehidupan masyarakat Aceh dapat diperhatikan sebagai berikut.
(1) Nilai Religius
Nilai religius merupakan sebuah nilai yang sangat dominan dalam masyarakat
Aceh. Hal tersebut disebabkan oleh karakter kehidupan masyarakat Aceh yang sangat
fanatik terhadap agama (Islam). Kebanyakan masyarakat Aceh dalam menciptakan karya
sastra/syair tari tadisional Aceh berhubungan dengan nilai-nilai keagamaan. Menurut
pesfektif masyarakat Aceh, nilai-nilai religius merupakan bagian dan seirama dengan
kehidupan.
Nilai religius juga dapat dikatakan sebagai emosi dan jiwanya orang Aceh.
Apabila sudah menyangkut dengan agama bagi orang Aceh matipun rela. Hal ini terbukti
dengan adanya hikayat prang sabi yang menjanjikan mati syahit bagi pejuang agama
Islam. Koentjaraninggrat (1987:144) menyebutkan manusia itu religius; suatu keyakinan
yang mengandung serta bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan, tentang wujud alam
gaib (supranatural), serta segala nilai dan ajaran dari agama yang bersangkutan. Istilah
religius sama dengan istilah “nilai Ilahiah” seperti digunakan (Buseri, 2004), nilai-nilai
Ilahiah dalam Islam ditawarkan secara terbuka dan bisa dicari hikmahnya yang tertinggi
melalui proses pemaknaan. Buseri membagi nilai-nilai Ilahiah menjadi tiga, yaitu
(1) nilai imaniah, (2) nilai ubudiah, dan (3) nilai muamalah.
Berdasarkan pembagian yang dikemukakan di atas, nilai religius dalam satu
kelompok masyarakat sangat bergantung pada tiga hal ikwal kehidupan masyarakat itu.
Tiga hal ikwal yang sangat bergantung dalam kehidupan masyarakat itu adalah sebagai
berikut; Pertama, nilai akidah bagi sekelompok masyarakat atau bagi seseorang sangat
menentukan kualitas keagamaan seseorang atau sekelompok masyarakat. Dengan adanya
akidah yang kokoh, seorang muslim akan mempunyai keyakinan melaksanakan ibadah
dengan sebaik mungkin. Hal tersebut terdapat dalam syair tari tradisional rateb meusekat,
yang bunyinya sebagai berikut.
Nyawong geutanyo lam badan, barang pinjaman siat tuhan bri,
Ôh trôh bak wate ka geucôk pulang, nyawong lam badan Tuhan peucre bre
Beuingat-ingat wahe hai tuboh, aleh pajan trôh nyawong geuhila
Ôh aleh-aleh uroe, ôh aleh malam, nyawong lam badan Tuhan tung teuma.
Selain itu, syair yang mengandung nilai-nilai religius juga terdapat dalam syair
tari rapai geleng.
salatullah, salamulla , ala thaha rasulillah
salatullah, salamullah, ala yasin habibilla
tawalsalna bibismillah, wabilha hadi rasulillah
wakulimujahidillilah biahlil badri ya Allah
Syair tersebut dilakukan pada bagian awal tari rapai geleng, kemudian
dilanjutkan dengan petuah-petuah lain yang dilantung dalam syair itu, eksistensi syair
dalam tari rapai geleng tidak begitu kaku, syair dalam rapai geleng khususnya dapat
divariasikan sesuai dengan acara dan kepentingan penampilan tari tardisional Aceh.
Kedua; nilai ibadah, pelaksanaan ibadah dengan baik tentunya harus dibarengi
dengan pengetahuan yang memadai. Pengetahuan yang memadai dengan akan
meningkatkan nilai ibadah itu sendiri. Nilai ibadah hanya dapat dinilai oleh sang khalik,
namun manusia hanya melaksanakan dengan berdasarkan pada aturan dan ketentuan
pelaksaaan ibadah itu. Nilai ibadah dalam Islam dapat dibagi dua yakni ibadah wajib dan
ibadah sunat. Ibadah wajib merupakan perintah Allah swt. dalam menjalankan agama
Islam.
rugo-rugo taudep menyo han ieleume
udep lam donya meuyo tan seumanyang, lage sibak kaye dimubôh pih hana
pubut surôh beujiôh teugah, peurintah allah beutakeureuja
Syair tersebut di atas, menyampaikan intruksi yang sangat keras agar setiap
manusia melaksanakan perintah Allah swt, dan menjauhkan larangan-Nya. Dengan
demikian masyarakat banyak yang terinspirasi dengan intruksi yang dilantungkan dalam
melalui syair itu.
Ketiga; nilai muamalah, nilai muamalah sangat berhubungan dengan konsep,
sikap, dan keyakinan seorang muslim dalam berhubungan sesama muslim
(khablulminannas) selama di dunia ini. Syair dalam tari tardisional Aceh yang
mengisyaratkan hubungan manusia dengan manusia tersirat dalam syair rateub
meuseukat berikut ini.
Seulamat ureng jamee, beurumeh dengon ie muka
Kamoe ba tari Aceh peusaheh ngon agama...
Cuplikan syair tersebut menganjurkan agar manusia yang satu dengan manusia
yang lain menjalin hubungan silaturrami satu dengan yang lainnya. Silaturahmi itu
hendaknya dilakukan dengan senyuman (beurumeh dengon ie muka) dan sambutan yang
hangat dalam menyambut tamu.
Berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam nilai religius, dapatlah dikatakan
nilai-nilai religius sangatlah lengkap dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Nilai
religius juga merupakan inspirasi dalam membentuk tatanan kehidupan masyarakat di
Aceh.
(2) Nilai Filosofis
Kata philosophia merupakan gabungan dari kata philos (cinta) atau philia
(persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan,
pengalaman praktis, interlegensi) Bagus, 2002 (dalam Harun, 2006:116). Mengacu pada
pendapat di atas, bahwa nilai filosofis adalah sebuah wacana lisan atau tulisan yang
mengajari ummat manusia untuk berbuat kebaikan. Kebaikan yang dimaksud adalah
sebuah hakikat yang objektif, rasional yang mampu dilakukan oleh manusia.
Syair dalam tari tradisional Aceh yang mengajar kebaikan antara lain terlihat
dalam syair tari laweut. Pengalan syair itu adalah sebagai berikut.
Pakiban keulon adek ee, hom hai intan boh hate,
Wate lon pikee sabee-sabee rusak lam dada
Pakiban keulon cut bang ee, wate lon pikee sabee-sabee lon ro ie mata....
Syair tersebut di atas, merupakan syair yang mengisahkan persabatan antara dua
insan. Syair tersebut menyiratkan betapa besar kasih sayang dalam mengarungi hidup ini,
sehingga dikisahkan dua insan yang hancur hatinya kalau lama tak berjumpa. Syair ini
juga sangat besar pengaruhnya dalam menjamin hubungan kekeluargaan dalam
masyarakat Aceh.
Pada umunya dalam syair/sastra mengajari sebuah filosofis kepada penikmatnya.
Namun, perlu diketahui bahwa suatu filosofis dalam tataran kehidupan masyarakat
sebuah negara tidak dapat diterapkan pada tataran kehidupan masyarakat di negara lain.
Artinya yang dianggap kebijaksanaan, kebenaran, dalam sebuah tatanan kehidupan belum
tentu dapat berterima dengan tatanan kehidupan sebuah negara yang mempunyai nilai
filosofis yang berbeda.
Nilai filosofis yang mendasari pola hidup orang Aceh sangat beragam dan
komplek. Nilai yang sangat khas dan kompleks tersebut dapat dilihat dalam
(Badruzzaman. 2003; Soelaiman, ed.al. 2003, dan Harun, 2006).
(3) Nilai Etis
Masyarakat sering menilai sesuatu berdasarakan sebuah penilaian yang tidak
tertulis tentang etis atau tidaknya sesuatu (tidakan atau sikap). Etis tidaknya sesuatu
sangat berhubungan dengan sesuai tidaknya dengan etika. Etika dalam sebuah tatanan
kemasyarakatan juga sangat ditentukan oleh adat, kebiasaan, dan praktik kehidupan
sehari-hari.
Aturan-aturan etika benar-benar tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Hal ini disebabkan karena etika dianggap sebagai tata cara yang mengatur kehidupan
manusia. Tata cara tentang kehidupan manusia itu tidak jarang diungkapkan dalam
bentuk karya sastra atau syair-syair. Melalui karya satra atau syair-syair sebagian orang
memanfatkannya sebagi media pengajaran manusia agar bijaksana, memiliki aturan,
pegangan, dan mengajarkan kita bagaimana mengelola alam, mengelola diri, sehingga
tidak melangkahi norma-norma dalam masyarakat.
Nilai etis yang terdapat dalam berbagai karya sastra/syair dapat sama atau
berbeda bentuk dan subtansinya. Berbeda bentuk dan subtansi nilai etis itu sangat
ditentukan oleh keberadaan manusia itu. Nilai etis juga dapat ditetapkan berdasarkan nilai
etis pribadi dan nilai etis sosial. Nilai etis pribadi berhubungan dengan pribadi seseorang,
artinya tampa kehadiran orang lain. Nilai etis pribadi itu mencerminkan bagaiman
seseorang bersikap atau bertingkah laku dalam kehidupannya.
Nilai etis sosial merupakan nilai etis yang berhubungan dengan orang lain dan
tataran sosial dalam masyarakat. Nilai etis sosial itu merupakan bagaimana orang itu
melakukan hubungannya dengan manusia sekelilingnya dan hubungan dengan alam
sekitar.
(4) Nilai Estetis
Setiap karya sastra/syair tentunya mempunyai nilai estetis yang sangat variatif
satu dengan yang lainnya. Setiap kalimat, setiap kata, bahkan setiap huruf yang dituliskan
atau diucapkan dalam karya sastra/syair harus dipertimbangkan nilai estetisnya. Oleh
karena itu, nilai estetis sering menjadi salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam
menciptakan atau melantungkan sebuah karya satra.
Nilai estetika dipandang sebagai salah satu jenis nilai dan berhubungan dengan
aksiologi atau teori nilai. Nilai estetis adalah segala sesuatu yang tercakup dalam
keindahan. Menurut Amir (1986:13), sesuatu dikatakan memiliki nilai estetis bila di
dalamnya terdapat unsur keselarasan dan keseimbangan, misalnya keseimbangan antara
bentuk, isi, dan fungsi. Selain dari itu, nilai estetika ini juga sangat erat kaitannya adat
dan resam dalam suatu masyarakat. Hal itu disebabkan karena sesuatu yang baik dalam
satu masyarakat belum tentu baik bagi masyarakat lainnya. Demikian juga sesuatu yang
dalam satu masyarakat belum tentu jelek dalam masyarakat lainnya.
Hal tersebut di atas, juga ditentukan oleh agama, propfesi dan sosial kultural
dalam sebuah tatanan masyarakat.
II. PEMBAHASAN
Syair tari tadisional Aceh merupakan salah satu sastra lisan Aceh yang sangat
khas dan sangat populer. Artinya syair-syair tersebut mempunyai karakteristik tersendiri
dan dapat dinyayikan oleh siapapun yang menekuninya. Pelantung syair tersebut juga
tidak memandang umur, status sosial. Syair yang dinyayikan dalam setiap tari tradisional
Aceh pada umunya dilantungkan dalam bahasa Aceh. Semua tari tradisional Aceh
mempunyai syair tersendiri. Sehingga syair tari yang satu tidak pernah cocok
dilantungkan dalam tari yang lain.
Syair tradisional Aceh pada umnya dimulai dengan salamualaikum..... Salah satu
cuplikan syair yang dimulai dengan salam terlihat dalam syair berikut.
Salamualaikum warahmatullah, jaroe dua blah ateuh jeumala
Jaroe lon siploh lon bot sikureung geunanto ureung jak peumulia
Jaroe sikureung lonbot lapan geunanto timphan ngon asoe kaya
Joroe lapan lonbot tujuh, geunanto bungkoh ngon ranup gaca...
Dalam syair tari tadisional Aceh banyak mengumandangkan petuah-petuah.
Petuah-petuah ini juga merupakan adat dan kebiasaan/hukum tak tertulis dalam
masyarakat Aceh. Petuah-petuah ini sangat besar berpengaruhnya dalam tatanan
kehidupan masyarakat Aceh. Masyarakat Aceh menanggap bahwa syair yang
didendangkan dan dikaitkan dengan ajaran agama merupakan sebuah panutan yang harus
dipatuhi dan dijalankan dalam berbagai aktivitas kehidupan. Syair dalam tari tadisional
Aceh juga merupakan representasi nilai-nilai budaya dan agama (Islam) masyarakat
Aceh.
Syair tari tadisional Aceh kebanyakan dihubungkan dengan ajaran agama. Hal ini
disebabkan masyarakat Aceh panatik dengan agama. Apalagi dalam syair-syair tari
tadisional Aceh dikorelasikan dengan sabda Rasullullah Muhammad saw. dan firman
Allah swt. Syair dan masyarakat Aceh sangat erat hubungan emosionalnya. Hal ini
terlihat dalam syair Prang Sabi yang dilantungkan dalam tari seudati. Masyarakat rela
maju ke medan perang karena dalam syair tersebut dijanjikan syahit, bagi orang yang
berperang membela agama Allah. Oleh karena itu, syair sangat berkorelasi dan tak
terpisahkan dengan tatanan kehidupan masyarakat Aceh pada umumnya.
Berdasarkan sebuah gambaran bagaimana eksistensi dan pengaruh syair dalam
tatanan kehidupan masyarakat Aceh, dapat dikatakan bahwa masyarakata Aceh selain
terikat dengan peraturan dan hukum pemerintah juga sangat dipengaruhi dengan syair.
Syair tari tadisional Aceh dapat dijadikan salah satu motivator dalam kehidupan
masyarakat Aceh. Masyarakat Aceh menganggap syair juga sebagai petuah-petuah yang
harus diturutinya. Petuah-petuah itu tidak dapat ditinggalkan dalam tatanan kehidupan
masyarakat Aceh, bahkan terakumulasi dalam tatanan kehidupan masyarakat Aceh.
Masyarakat Aceh begitu takut malanggar petuah dalam syair. Ketakutan petuah itu
muncul karena selain sejalan dengan ajaran Islam, syair juga merupakan perkataan yang
mengandung fakta.
Sampai sekarang dalam tatanan kehidupan masyarakat Aceh masih sangat kental
dengan pengaruh syair. Pengaruh-pengaruh itu dapat kita jumpai dalam berbagai tatanan
kehidupan. Tatanan-tatanan kehidupan itu dapat kita klasifikasikan anatara lain, tatanan
politik, tatanan sosial budaya, dan tatanan ekonomi.
2.1 Pengaruh Syair Tari Tadisional Aceh dalam Tatanan Politik
Syair tari tadisional Aceh bagi masyarakat Aceh merupakan sebuah karya sastra
yang sangat populer. Hal ini disebabkan karena syair dalam tari tadisional Aceh dapat
disesuaikan dengan kepentingan. Hal ini terlihat dalam syair-syair tari tadisional seudati.
Dalam syair seudati sering mengisahkan sesuatu dan
mengarahkannya dalam
kepentingan politik. Syair seperti ini sering digunakan dalam kampanye partai politik.
Syair tari tadisional Aceh juga merupakan sarana komunikasi yang sangat
komunikatif. Syair tari tadisional Aceh mempunyai kekuatan yang sangat dahsyat dan
pengaruh yang besar dalam masyarakat Aceh. Dapat dilihat dalam syair-syair tari
tadisional Aceh apalagi menggunakan hadih maja yang dianggap mempunyai kekuatan.
Ungkapan syair yang menggunakan hadih maja untuk kepentingan politik dapat lihat
pada syair berikut.
meuréré kayè taboh putèng
meuréré gasèng taboh talo
meuréré ureung ta peupenteung
bèk sagai meupalèng bak pelehan hatè
Maksud syair seudati yang mengunakan syair di atas, “tidak sembarang orang
yang dapat dipilih sebagai pemimpin“ dalam kampanye itu, biasa syeh seudati itu
melanjut dengan kisah orang yang dipromosikannya. Dari cuplikan syair tersebut dapat
kita pahami bahwa betapa besar pengaruh syair untuk memastikan anjuran pilihan politik
yang diucapkan oleh seorang syeh seudati. Dengan syair juga syeh seudati dapat
meyakinkan masyarakat bahwa `pilihan hati` yang dimaksud adalah kelompok yang
mengucapkan syair tersebut. Syair tari tadisional Aceh yang berkuatan politik juga dapat
kita perhatikan sebagai berikut.
telah siuroe ureung meurusa
telah sithon ureung meublang
leupah that sayang banbadum gata
nyo salah piléh telah siumu masa
Syair tari tadisional Aceh di atas, mendeskripsikan betapa ruginya orang-orang
yang salah pilih dalam sebuah momen politik. Kelompok yang menggunakan syair ini
mengangap dirinya sebagai sebuah pilihan yang tidak bersalah terhadap masyarakat.
Kemampuan merangkul massa dengan syair seperti ini suatu kekuatan politik yang luar
biasa dalam masyarakat Aceh.
Kekuatan politik dalam masyarakat Aceh juga dikaitkan dengan nilai-nilai heroit.
Nilai-nilai heroit ini juga dilontarkat oleh sebagian kelompok untuk meyakinkan massa
bahwa kelompoknyalah yang paling benar. Nilai-nilai heroit digunakan untuk berbagai
kepentingan politik. Kepentingan politik itu antara lain untuk meraih jabatan, kedudukan,
dan pangkat dalam tatanan perpolitikan. Hal ini dapat diperhatikan pada syair berikut ini.
udép sare mate syahét
hak meubagi-bagi
reuzeki meujemba-jemba
Syair di atas, mempunyai arti atau nilai politik yang cukup dalam. Syair tersebut
dapat membakar semangat masyarakat Aceh yang pada umumnya fanatik dengan agama.
Apabila mendengar ungkapan tersebut masyarakat Aceh secara spontanitas akan
mengambil sebuah kesimpulan bahwa kelompok yang mengucapkan ungkapan tersebut
sebagai kelompok yang memperjuangkan hak-hak rakyat, secara adil dan bijaksana, dan
apabila tidak berhasil kelompok ini akan berjuang secara habis-habisan sampai mati
sekalipun asalkan dalam ridha Allah swt.
2.2 Pengaruh Syair Tari Tadisional Aceh Pada Tatanan Sosial
Masyarakat Aceh mempunyai tatanan sosial yang unik dibanding masyarakat lain
di belahan bumi ini. Masyarakat Aceh mempunyai adat dan tradisi yang khas, sehingga
mempunyai tatanan sosial tersendiri. Bagi masyarakat Aceh tatanan kehidupan sosial
merupakan suatu hal yang berbeda dengan masyarakat manapun. Hal yang berbeda dalam
masyarakat Aceh mencakup berbagai segi aktivitas kehidupan. Berbagai aktivitas
kehidupan masyarakat Aceh selalu berhubungan dengan ajaran agama Islam. Bagi
masyarakat Aceh, aktivitas kehidupan dengan agama tidak dapat dipisahkan. Artinya
segala tindak tanduk dalam kehidupan masyarakat Aceh tidak dapat dipisahkan dengan
ajaran agama Islam.
Pengaruh syair pada tatanan sosial dan budaya dalam masyarakat Aceh sangat
besar. Masyarakat Aceh memandang syair sebagai kontrol sosial yang harus dipatuhi.
Semua nilai sosial budaya dalam syair harus dipatuhi oleh masyarakat Aceh. Dengan
adanya pemakaian syair menujukan bahwa masyarakat Aceh dianggap sudah dapat
menjalankan fungsi-fungsi komunikasi dengan baik. Secara umum semua karya sastra
tradisi mencerminkan suatu kehidupan yang mempertahankan kerukunan hidup bersama
di samping sebagai cerminan masyarakat atau sebagai bayangan kehidupan sosial
mereka.
Syair yang mencerminkan tatanan kehidupan sosial masyarakat Aceh dapat
diperhatikan syair berikut.
adat bak po teumeureuho
ukom bak syiah kuala
kanun bak putro phang
reusam bak laksamana
Syair di atas, merupakan sebuah syair yang sangat dipatuhi oleh masyarakat Aceh
pada saat pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Syair tersebut menjadi panutan
masyarakat Aceh pada masa itu. Syair itu melambangkan sebuah kepastian dalam
bertindak. Kepastian adat
dilambangkan dengan po teumeureuhom merupakan
pelambang pemengang kekuasaan/raja. Kepastian ukom (hukum) pada Syiah Kuala
yakni sebagai ulama yang merupakan pemegang kekuasaan yudikatif pada saat itu.
Kepastian kanun/undang-undang dilambangkan dengan putro phang sebagai lambang
cendikiawan/pemegang kekuasaan legislatif. Kepastian reusam dilambangkan laksamana
meruapakan pelambang keperkasaan/kearifan dalam mengatur keragaman adat/kebiasaan
yang terdapat dala masyarakat. Alamsyah.T, dkk. (1990:164). Oleh karena itu, apa yang
dikatakan oleh po teumereuhom (raja), Syiah Kuala(ulama), putro phang (cendikiawan),
dan laksamana/bentara menjadi suatu kebenaran yang tidak dapat dibantah oleh
masyarakat Aceh.
2.3 Pengaruh Syair Tari Tadisional Aceh pada Tatanan Ekonomi
Pada tatanan ekonomi, dalam masyarakat Aceh juga dikenal berbagai syair untuk
memotivasi masyarakat untuk berusaha. Berusaha yang dimaksud adalah segala jenis
pekerjaan yang mendatangkan uang. Selain itu, dalam syair masyarakat Aceh juga
terdapat bagaimana seseorang berhemat dan berhati-hati dalam megambil keputusan
ekonomisnya. Syair yang mengajar masyarakat Aceh berusaha dapat dilihat dalam syair
dalam tari meusaree-saree, berikut ini.
Jak keuno rakan, tajak top pade
Tatop beusare, ban lapan gata
Tatop laju rakan boh hate
Tatop laju lee uroe ka jula
Syair di atas, memotivasi masyarakat untuk menumbuk padi secara besama-sama.
Dalam kehidupan masyarakat Aceh tempo dulu menumbuk padi dilakukan dengan cara
gotong-royong. Ini menandakan betapa tingginya pengaruh syair dalam melakukan
kegiatan ekomi dalam masyarakat Aceh. Hal senada juga terlihat dalam syair berikut
yang mengajak masyarakat untuk bergotong royong dalam tarek pukat. Tarek pukat
dalam masyakat Aceh dilakukan untuk menarik jaring di laut secara bersama-sama dan
hasilnya dinikmati secara bersama pula. Pengalan syair itu seperti berikut ini.
Tarek pukat-tarek pukat
Roh engkor jeunara-engkot jeunara
Tarek pukat-tarek pukat
Roh engkor jeunara-engkot jeunara
Dari syair-syair di atas, mengisahkan bahwa dalam kehidupan masyarakat Aceh
sudah diajarkan melakukan gotong-royong, dari hal tersebut bahwa pengaruh syair untuk
memotivasi masyarakat untuk berusaha dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sangat
kental. Tak heran pada masa lalu kehidupan masyarakat hampir setara satu sama lainnya.
Hal ini dipengaruhi dengan sikap gotong royong dalam masyarakat Aceh.
Dalam masyarakat Aceh syair juga menasehati orang agar jangan tergesa-gesa
dalam mengabil tindakan yang berakibat kerugian. Hal ini terbukti dengan adanya syair
berikut.
boh keumukôh tabloe ngon meuh
boh aneuh tabloe ngon pade
tajak beutrôh ta-eu beudeuh
bek rugo meuh sakét até
Selain anjuran agar barang dibeli sesuai dengan harganya, yang paling penting
adalah bahwa seorang pembeli harus melihat langsung dengan jelas agar barang yang
dibeli tidak salah. Agar jangan salah itu sangat ditekankan dalam masyarakat Aceh
sehingga diibaratkan dengan emas. Berdasarkan syair tersebut juga mangajarkan kita
agar melakukan sebuah pekerjaan harusla dengan nyata serta teliti dan pikirkanlah secara
seksama sebelum memutuskan sesuatu.
Berdasarkan deskripsi sederhana di atas, tentang pengaruh syair dalam
masyarakat Aceh, dapatlah dipastikan bahwa dalam tatanan kehidupan masyarakat Aceh
syair mempunyai pengaruh yang sangat besar. Oleh karena itu, untuk mengetahui tingkat
kualitas pengaruh syair dalam masyarakat Aceh sangat akumulatif dalam tatanan
kehidupan masyarakat Aceh. Hal tersebut merupakan suatu hal yang merupakan suatu
kearifan lokal dalam masyarakat Aceh.
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Salah satu sastra lisan yang ada dalam masyarakat Aceh adalah syair. Syair bagi
masyarakat Aceh merupakan sebuah sarana komunikasi yang sangat komukatif dan
mempunyai kekuatan yang sangat besar. Kekuatan yang sangat besar itu disebabkan
karena adanya nilai-nilai dalam syair itu. Nilai-nilai dalam syair itu antara lain (1) nilai
religius, (2) nilai filosofis, (3) nilai etis , (4) nilai estetis. Nilai-nilai tersebut akan
mempengaruhi berbagai tatanan kehidupan dalam masyarakat. Tatanan masyarakat yang
kerap dipengaruhi oleh syair adalah segala lini kehidupan masyarakat. Lini kehidupan itu
dapat dikongkritkan dalam berbagai tatanan kehidupan. Tatanan kehidupan masyarakat
meliputi; (1) tatanan politik, (2) tatanan sosial budaya, dan (3) tatanan ekonomi.
Ketiga tatanan kehidupan masyarakat Aceh yang tersebut di atas, tidak dapat
dilepaskan dari pengaruh syair. Pengaruh-pengaruh syair itu akan mempengaruhi segala
tindak tanduk, pola berpikir, dan bahkan tindakan dalam mengambil berbagai tindakan.
Tindakan-tindakan dalam berbagai tatanan itu akan menjadi tolok ukur dalam kehidupan
bermasyarakat.
3.2 Saran-Saran
Berdasarkan pembahasan dan realita dalam kehidupan masyarakat Aceh, syair
mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam segala tatanan kehidupan, yakni tatanan
berpolitik, tatanan sosial, dan tatanan ekonomi. Oleh karena itu, dapat disarankan hal-hal
berikut.
1. Khususnya masyarakat Aceh harus mampu memahami makna yang terkandaung
dalam syair.
2. Masyarakat Aceh tidak mengesampingkan syair dalam mengambil segala
tindakan dan keputusan dalam tatanan kehidupan.
3. Masyarakat Aceh dapat menjadikan syair sebagai pengontrol sikap, tindakan, dan
keputusan dalam tatanan kehidupan.
4. Syair hendak dijadikan bahan ajar sastra sebagai muatan lokal pada jenjang
pendidikan menengah pertama dan menengah atas.
5. Diadakannya seminar dan lokakarya yang membakukan syair dan maknanya,
sehingga dapat dipahami oleh masyarakat dengan baik.
Demikian saran-saran ini disampaikan supaya syair bukan hanya pelipur lara
atau karya sastra yang disimpan di rumah-rumah, tetapi mari memberdayakan syair
sebagai bagian dalam kehidupan masyarakat Aceh.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hasyimi, Muhammad Ali.1999. Menjadi Muslim Ideal Pribadi Islami Menurut
Al-quran dan Assunnah. Diterjemahkan oleh Baidowi. Yokyakrta: Mitra Pustaka.
Ali, Bactiar. 1994. Relevansi Pelestarian Adat dan Budaya Aceh bagi Kepentingan
Pengembangan Budaya Bangsa Indonesia Sepanjang Masa. Dalam T. A. Talsya
(Ed.), Adat dan Budaya Aceh Nada dan Warna (hlm.170-182). Banda Aceh:
PPSM ke-2 LAKA dan LAKA Pusat.
Alamsyah, dkk. 1990. Pedoman Umum Adat Aceh. Banda Aceh: LAKA Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam.
Badruzzaman. 2003. Eksposa Adat Aceh. Banda Aceh: Majelis Adat Aceh.
Buseri, Kamrani. 2004. Nilai-Nilai Ilahiah Remaja Pelajar. Yogyakarta: UII Press.
Depdikbud. 1981. Kesenian Tradisional Aceh. (Hasil lokakarya 4 s.d. 8 Januari 1981 di
Banda Aceh). Banda Aceh: Depdikbud.
Djamaris, Edwar. 1993. Nilai Budaya dalam Beberapa Karya Nusantara: Satra Daerah
di Sumatra. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Harun. Mohd. 2006. Struktur, Fungsi, dan Nilai Syair: Kajian Puisi Lisan Aceh.
Disertasi Program Doktor PPS, Universitas Negeri Malang.
Hasyim, M.K. 1969. Himpoenan Syair. Banda Aceh: Dinas Pendidikan Dasar
Dan Kebudayaan Aceh.
Jakobi, A.K. 1998. Aceh dalam Mempertahankan Kemerdekaan 1945-1949.
Jakarta: Gramedia.
Kesuma, Asli. 1991. Diskripsi Tari Seudati. Banda Aceh: Depdikbud.
Soedarsono, Soemarno. 1997. Ketahan Pribadi dan Ketahan Keluarga sebagai Tumpuan
Ketahanan Nasional. Jakrta: Penerbit Intemasa.
Suhelmi, et,al. 2004. Apresiasi Seni Budaya Aceh. Banda Aceh: Ar-Raniry Press.
Sofyati, Lailisma, dkk. 2004. Tari-Tarian di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Suatu
Dokumentasi. Banda Aceh: Sanggar Tari Cut Nyak Dhien Meuligoe NAD.
Ibrahim, Ihsan. 1992. Pelestarian ranup lampuan sebaga tari persembahan di Daerah
Istimewa Aceh. Banda Aceh: Sanggar Tari Cut Nyak Dhien Meuligoe NAD.
Yusmidar. 1999. Mengenal tari tradisional Aceh. Banda Aceh: Depdikbud
Download