BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini menghasilkan dunia yang tunggal. Dunia tunggal dimana terjadi saling ketergantungan antara aspek kehidupan politik, ekonomi dan budaya pada masyarakat dunia. Kemanusiaan yang semula kumpulan statistik atau kategori filosofi dan ideologis, sekarang berubah menjadi kesatuan sosiologis yang mencakup seluruh umat manusia. Tumbuh satuan masyarakat dalam suatu sistem global baik dibidang politik seperti PBB, NATO dan sebagainya. Di bidang ekonomi terjadi peran koordinasi dan integrasi supranasional seperti OPEC, EFTA dan sebagainya, dan dibidang kultur, media massa mengubah dunia, muncul bahasa global dan budaya massa tertentu. Tantangan yang harus diwaspadai oleh organisasi di era globalisasi saat ini adalah menyangkut masalah ekologi, sistem pengupahan, kebijakan personalia, jenis konsumen, pengembangan organisasi, keseimbangan perekonomian dan kebijakan nasional hingga internasional. Tantangan keberagaman tersebut tertuju pada tataran individual, tataran kelompok, maupun tataran sistem yang mengerucut pada masalah kebudayaan dalam organisasi. Jika diamati di Indonesia menunjukkan disatu sisi banyak organisasi yang telah menetapkan budaya organisasinya namun masih lemah dalam menerapkan di organisasi, disisi lain kenyataan juga menunjukkan bahwa lebih banyak organisasi yang belum mempunyai dan menetapkan budaya organisasinya ketimbang yang sudah menerapkan sehingga mempengaruhi laju tumbuhnya organisasi. Fenomena 1 tersebut menyiratkan kurangnya kesadaran akan fungsi, peran dan manfaat budaya organisasi bagi proses tumbuh kembangnya setiap organisasi sehingga banyak organisasi yang gagal bersaing dengan organisasi lainnya bahkan organisasi bubar ditengah perjalanan dalam mewujudkan visi dan misinya. Budaya organisasi dapat merupakan kekuatan namun dapat pula menjadi kelemahan bagi organisasi. Budaya merupakan kekuatan apabila mempermudah dan memperlancar proses komunikasi, mendorong berlangsungnya proses pengambilan keputusan yang efektif, memperlancar jalannya pengawasan dan menumbuhkan semangat kerjasama dan memperbesar komitmen pada organisasi yang pada gilirannya budaya meningkatkan efisiensi organisasi. Budaya organisasi dapat menjadi sumber kelemahan apabila keyakinan dan suatu sistem nilai yang dianut tidak seirama dengan tuntutan strategi organisasi. Keberhasilan suatu organisasi atau institusi ditentukan oleh dua faktor utama yakni sumber daya manusia, karyawan atau tenaga kerja, saran dan prasarana pendukung atau fasilitas kerja. Dari kedua faktor utama tersebut sumber daya manusia atau karyawan lebih penting daripada sarana dan prasarana pendukung. Secanggih dan selengkap apapun fasilitas pendukung yang dimiliki suatu organisasi kerja, tanpa adanya sumber daya yang memadai, baik jumlah (kuantitas) maupun kemampuannya (kualitas), maka niscaya organisasi tersebut tidak dapat berhasil mewujudkan visi misi dan tujuan organisasinya. Kualitas sumber daya manusia atau karyawan tersebut diukur dari kinerja karyawan tersebut (performance) atau produktivitasnya. Budaya organisasi merupakan perpaduan berbagai aktivitas individu yang sering muncul dalam pertemuan sosial organisasi. Perpaduan tersebut menjadi 2 suatu rancangan yang dapat disetujui secara formal dalam rapat organisasi maupun tercipta secara tidak langsung. Budaya organisasi memberikan pengaruh yang cukup penting dalam kepribadian setiap individu. Oleh karena itu, bergabung dalam suatu organisasi memerlukan adaptasi yang cukup bagi seseorang untuk dapat membiasakan diri dengan budaya yang telah ada. Hal tersebut dapat menjadi sebuah kesulitan jika seseorang memiliki arah pandang yang berbeda dengan cara berpikir organisasi. Budaya yang baik dapat membawa seseorang yang berkualitas mencapai titik tertingginya. Sebaliknya, jika budaya organisasi lemah, dapat membawa pengaruh buruk bagi seseorang. Kecuali jika ia memiliki pendirian yang teguh tentang sesuatu hal. Budaya organisasi merupakan salah satu peluang untuk membangun sumber daya manusia melalui aspek perubahan sikap dan perilaku yang diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan tantangan yang sedang berjalan dan yang akan datang. Budaya organisasi yang kuat mendukung tujuan-tujuan perusahaan, sebaliknya yang lemah atau negatif menghambat atau bertentangan dengan tujuan-tujuan perusahaan. Dalam suatu perusahaan yang budaya organisasinya kuat, nilai-nilai bersama dapat dipahami secara mendalam, dianut, dan diperjuangkan oleh sebagian besar anggota organisasi (pegawai/karyawan). Budaya yang kuat dan positif sangat berpengaruh terhadap perilaku dan efektivitas kinerja perusahaan. Budaya organisasi dapat ditemukan disetiap organisasi pemerintahan, organisasi swasta, profit dan non profit, dan sebagainya. Sebagaian besar budaya organisasi dapat dirancang oleh pimpinan organisasi beserta dengan jajaran pengurusnya. Rancangan tersebut tentunya disesuaikan dengan visi misi, serta hasil akhir yang ingin dicapai. Permasalahan yang sering muncul adalah saat seorang pucuk pimpinan organisasi 3 tidak dapat memberikan teladan yang baik bagi bawahannya dengan melanggar kesepakatan-kesepakatan. Kepercayaan anggota dapat berkurang sehingga menimbulkan suasana organisasi yang kurang sehat. Anggota organisasi juga menjadi salah satu penyebab masalah organisasi. Permasalahan yang sering ditemukan dilapangan adalah saat seorang pegawai tidak datang tepat waktu, bolos saat jam kerja, melakukan aktivitas lainnya saat pekerjaan organisasi atau instansinya seharusnya menjadi prioritas utama, bahkan mengulur-ulur waktu dalam mengerjakan urusan organisasi atau instansi. Hal tersebut menyebabkan beberapa instansi pemerintah pada era modernisasi ini mulai menggalakkan peraturan tegas bagi pegawai yang melanggar peraturan. Contohnya kepemimpinan Bapak Basuki Cahya Purnama di pemerintahan Provinsi DKI Jakarta yang langsung menindak anggota instansi jika diketahui bolos saat jam kerja, atau dinilai memiliki kinerja yang tidak baik. Budaya organisasi telah hadir sebagai bagian dari sinergi yang menghasilkan perkembangan dan kemajuan organisasi. Budaya organisasi berkaitan erat dengan komponen organisasi lainnya, seperti struktur dan strategi organisasi. Artinya, untuk memperoleh hasil sinergi yang optimal bagi perkembangan organisasi harus ada keselarasan antara strategi (bagaimana organisasi mencapai tujuan), struktur (bagaimana bentuk organisasi dapat mendukung pencapaian tujuan), dan kultur (bagaimana tindakan yang benar untuk mencapai tujuan). Jadi, budaya organisasi yang benar-benar dikelola sebagai alat manajemen akan berpengaruh dan menjadi pendorong bagi karyawan untuk berperilaku positif, dedikatif dan produktif. Nilai-nilai budaya itu tidak tampak 4 tapi merupakan kekuatan yang mendorong perilaku untuk menghasilkan efektivitas kinerja. Sumber daya manusia merupakan elemen yang paling strategis dalam organisasi, harus diakui dan diterima oleh manajemen. Peningkatan produktivitas kerja hanya mungkin dilakukan oleh manusia. Sebaliknya sumber daya manusia pula yang dapat menjadi penyebab terjadinya pemborosan dan efisiensi dalam berbagai bentuk. Karena itu, memberikan perhatian kepada unsur manusia merupakan salah satu tuntutan dalam keseluruhan upaya meningkatkan produktivitas kerja. Produktivitas merupakan tolak ukur keberhasilan dalam optimalisasi sumber daya organisasi. Apabila produktivitasnya tinggi atau bertambah, dinyatakan berhasil. Namun apabila lebih rendah dari standar atau menurun dikatakan tidak atau kurang sukses. Produktivitas merupakan sebuah alat rangkuman tentang jumlah dan kualitas performa pekerjaan, dengan mempertimbangkan pemanfaatan sumber daya yang ada. Filosofi mengenai produktivitas mengandung arti keinginan dan usaha dari setiap manusia untuk selalu meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupannya. Banyak orang yang berpendapat bahwa semakin besar produksinya semakin besar produktivitasnya. Para pakar pada umumnya sependapat, bahwa produktivitas ialah output per unit, atau output dibagi input, atau rasio antara output dengan input. Produktivitas tidak berdiri sendiri, melainkan berkaitan dengan berbagai variabel, dan pembicaraan tentang produktivitas sering dikaitkan dengan etos kerja, budaya perusahaan, kemakmuran, motivasi, dan sebagainya 1 1 Eddy Sutrisno, Budaya Organisasi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011, hal. 208 5 Produktivitas yang tidak maksimal dapat dipengaruhi oleh kepribadian pegawai yang kurang bertanggung jawab atas tugas-tugas yang telah diberikan kepada mereka. Banyak pegawai yang lebih memprioritaskan pekerjaan lain diluar pekerjaannya dalam instansi tetapnya. Para pegawai tidak melaksanakan disiplin kerjanya dengan baik, kurang mengikuti prosedur kerja yang ada, kurang menyadari tanggung jawabnya masing-masing, dan kurang mematuhi peraturan yang ada. Kerja yang bermalas-malasan ataupun korupsi jam kerja dari yang semestinya, bukanlah menunjang pembangunan tetapi menghambat kemajuan yang mestinya dicapai. Bertolak dari kenyataan rendahnya tingkat produktivitas serta komitmen pegawai terhadap pekerjaan, sistem layanan masyarakat yang kurang menguntungkan. Maka setiap organisasi yang terlibat khususnya dalam instansi pemerintahan perlu memperbaiki dan melakukan penataan. Perlunya meningkatkan produktivitas kerja dengan memperkecil terjadinya penyimpanganpenyimpangan merupakan agenda penting bagi pemerintah. Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nias merupakan unsur pelaksana pemerintah Kabupaten Nias di bidang pemberdayaan sumber daya manusia serta pengelolaan wisata. Dinas ini berkedudukan di Jalan Pembangunan nomor 38 Kecamatan Gido Kabupaten Nias. Beranggotakan pegawai sebanyak 35 orang, Dinas Pemuda Olahraga, Pariwisata dan Kebudayaan ini memiliki tujuan yang tercantum dalam misinya yaitu “Mewujudkan obyek wisata unggulan berwawasan lingkungan dengan melestarikan keragaman budaya, serta memperdayakan potensi pemuda dan olahraga yang produktif, inovatif dan prestatif”. Demi terwujudnya visi tersebut tentu suatu instansi seperti Dinas Pemuda Olahraga Pariwisata dan Kebudayaan ini menginginkan agar seluruh 6 pegawainya dapat bekerja secara produkutif. Apabila memiliki sumber daya manusia yang produktif, instansi tersebut dapat menciptakan inovasi-inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Sumber daya manusia yang produktif didapatkan apabila memiliki budaya organisasi yang kuat. Untuk mendapatkan keselarasan antara sumber daya manusi, produktivitas dan pencapaian tujuannya, Dinas Pemuda Olahraga Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Nias menerapkan beberapa prinsip seperti fokus pada tujuan, disiplin, kejujuran, integritas, kerjasama yang sinergis, dan 3K (keterbukaan, komunikasi dan koordinasi). Meskipun demikian, beberapa masalah yang mencuat di Kabupaten Nias adalah rendahnya kualitas dibidang olahraga, kurangnya inisiatif dan pergerakan pemuda dalam berkontribusi untuk pembangunan serta sarana dan prasarana pariwisata yang tidak memenuhi standar. Setiap adanya perhelatan olahraga seperti turnamen sepak bola, volly, bulutangkis dan sebagainya, Kabupaten Nias hanya mampu mengirim sedikit perwakilan dan tidak berhasil meraih kejuaraan ditingkat Provinsi. Pariwisata di Kabupaten Nias seperti pemandian air panas Bomboakhu, Pantai Bozihona, Gua Togindrawa, Pantai Simanaere bahkan belum mendapat sentuhan perawatan dari Pemerintah melalui Dinas ini. Contohnya wisata air panas Mbomboaukhu hingga tahun 2015 ini dibangun dari sumbangsih warga. Dan dikelola sendiri oleh warga. Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, betapa pentingnya faktor budaya organisasi dalam memberikan pengaruh yang besar terhadap produktivitas pegawai, maka hal tersbut yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Produktivitas Pegawai Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nias” 7 selaku instansi pemerintahan yang melaksanakan tugas dalam memberikan pelayanan dalam pengelolaan, pemanfaatan, perizinan pengembangan kawasan wisata, serta pemberdayaan manusia di Kabupaten Nias. 1.2 Perumusan Masalah Kultur organisasi berkaitan dengan bagaimana pegawai memahami kultur organisasi, bukan dengan apakah mereka menyukai karakteristik itu atau tidak. penelitian mengenai kultur organisasi berupaya mengukur bagaimana karyawan memandang organisasi mereka : apakah mendorong kerja tim? Apakah menghargai inovasi? Apakah menekan inisiatif? Apakah mempengaruhi produktivitas? Untuk itu dapat dirumuskan permasalahan dari uraian latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah : “Bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap produktivitas kerja pegawai Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Nias.” 1.3 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui budaya organisasi pada Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nias 2. Untuk mengetahui produktivitas kerja pegawai Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nias 3. Untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap produktivitas pegawai Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nias dalam Memaksimalkan Potensi Wisata. 8 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi penulis, berguna untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berpikir dalam menganalisa setiap gejala dan permasalahan mengenai budaya organisasi dan produktivitas kerja. 2. Bagi instansi, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan atau informasi tentang budaya organisasi dan produktivitas kerja. 3. Bagi FISIP USU, penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi penelitian di bidang ilmu sosial dan ilmu politik pada umumnya, dan pada ilmu administrasi negara pada khususnya. 1.5 Kerangka Teori Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Sebagai landasan berpikir dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah yang ada, perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu dan sebagai bahan referensi dalam penelitian. Kerangka teori ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang jelas dan tepat bagi peneliti dalam memahami masalah yang diteliti 2 2 Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES, 2008, hal. 37 9 Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.5.1 Pengertian Budaya Organisasi 1.5.1.1 Pengertian Budaya Dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut culture. Berasal dari bahasa latin colere yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembankan terutama mengolah atau bertani. Atau bisa juga diartikan sebagai segala daya dan aktifitas untuk megolah dan mengubah alam. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia. Budaya merupakan nilai-nilai dan kebiasaan yang diterima sebagai acuan bersama yang diikuti dan dihormati, dan menjadi konsep penting dalam memahami masyarakat dan kelompok manusia untuk waktu yang lama. Budaya juga diartikan sebagai suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adatistiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa sebagaimana juga budaya, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu sebenarnya dipelajari. Budaya juga merupakan suatu pola hidup menyeluruh yang bersifat kompleks, abstrak dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif yang berkaitan dengan perilaku manusia. Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk 10 mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkan meramal perilaku orang lain. Budaya adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman kodrat, dan masyarakat merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai. Budaya merupakan manifestasi dari cara berpikir, sehingga menurutnya pola kehidupan itu sangat luas, sebab semua tingkah laku dan perbuatan mencakup didalamnya dan dapat diungkapkan pada basis dan cara berpikir termasuk didalamnya perasaan, karena perasaan juga merupakan maksud dan pikiran 3. Budaya merupakan suatu sistem yang mempunyai koherensi. Bentukbentuk simbolis berupa kata, benda, tingkah laku,serta lukisan, nyanyian, musik, kepercayaan mempunyai kaitan erat dengan konsep-konsep yang mendasar dari masyarakatnya. Pentingnya peranan budaya sudah sejak lama dirasakan untuk mempertahankan citra kerja. Budaya juga dapat diartikan sebagai suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Budaya sering dikenal sebagai suatu suatu hal yang telah melekat dan menjadi suatu kebiasaan yang sering dilakukan sehingga untuk merubah sebuah budaya yang ada haruslah juga merubah paradigma yang telah melekat pada masyarakat. Tujuan fundamental budaya adalah untuk membangun sumber daya manusia seutuhnya agar setiap orang sadar 3 Supartono, Ilmu Budaya Dasar, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, hal. 31 11 bahwa mereka berada dalam suatu hubungan sifat peran sebagai pelanggan pemasok dalam komunikasi dengan orang lain secara efektif dan efisien serta menggembirakan 4. Jadi, budaya adalah seperangkat nilai, yaitu norma-norma yang mengarahkan keyakinan. 1.5.1.2 Pengertian Organisasi Kata organisasi berasal dari istilah Yunani yaitu oragon dan isitilah latin organum yang berarti alat, bagian, anggota atau badan. Organisasi merupakan suatu bentuk kerjasama dua orang atau lebih, suatu sistem dari aktivitas-aktivitas atau kekuatan-kekuatan perorangan atau perkelompok yang dikoordinasikan secara sadar 5. Organisasi sesungguhnya merupakan suatu koneksitas manusia yang kompleks dan dibentuk untuk tujuan tertentu, dimana hubungan antar anggotanya bersifat resmi, dan ditandai oleh aktifitas kerjasama, integrasi dalam lingkungan yang lebih luas, memberikan pelayanan dan produk tertentu dan tanggungjawab kepada hubungan dengan lingkungannya. Organisasi tanggungjawab, memiliki ciri-ciri berkomunikasi, pembagian pembagian yang kerja, kekuasaan direncanakan dan untuk mempertinggi realisasi tujuan khusus, adanya satu atau lebih pusat kekuasaan yang mengawasi penyelenggaraan usaha-usaha bersama dalam organisasi dan pengawasan, serta memiliki pengaturan personil dalam mengatur anggotanya dalam melaksanakan tugas organisasi. Sehingga bisa dikatakan bahwa organisasi adalah bentuk kerjasama manusia untuk pencapaian tujuan bersama. 4 Triguno, Budaya Kerja: Menciptakan Lingkungan yang Kondusif untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja, Edisi ke – 6, Jakarta: Golden Terayon Press, 2004, hal. 6. 5 Moh. Tika Pabundu, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan, Jakarta: Bumi Aksara, 2006, hal. 37 12 1.5.1.3 Pengertian Budaya Organisasi Budaya organisasi adalah nilai-nilai, norma-norma, dan keyakinan dan kebiasaan yang diterima sebagai suatu kebenaran oleh semua organisasi dan yang dipegang oleh sebuah organisasi dari sejak organisasi tersebtu dibentuk, tumbuh dan berkembang. Budaya organisasi menjadi dasar bersarma dalam organisasi. Budaya organisasi juga dapat diartikan sebagai suatu sistem pembagian nilai dan kepercayaan yang berinteraksi dengan orang dalam suatu organisasi, struktur organisasi, dan sistem kontrol yang menghasilkan norma perilaku. Budaya organisasi juga sebagai suatu sistem atau perangkat nilai yang memiliki simbol, orientasi nilai, keyakinan, pengetahuan, dan pengalaman kehidupan yang terealisasikan kedalam pikiran, seperangkat nilai yang diaktualisasikan ke dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan yang dilakukan oleh setiap anggota dari sebuah organisasi. Dari berbagai pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian budaya organisasi ialah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal. 1.5.1.4 Karakteristik Budaya Organisasi Stephen P. Robbins dalam Tika menyatakan ada 10 karakteristik yang apabila dicocokkan akan menjadi budaya organisasi, yaitu: 1. Inisiatif Individu Yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan ataupun independensi yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif individu 13 tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi. 2. Toleransi terhadap tindakan beresiko Suatu budaya organisasi dikatakan baik, apabila dapat memberikan toleransi kepada anggota atau para pegawai untuk dapat bertindak agresif dan inovatif untuk memajukan organisasi serta berani mengambil resiko terhadap apa yang dilakukan. 3. Pengarahan Yaitu sejauh mana suatu organisasi dapat menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi, dan tujuan organisasi. Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi. 4. Integrasi Integrasi yang dimaksud sejauh mana suatu organisasi dapat mendorong unit-unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. Kekompakan unit-unit organisasi dalam bekerja dapat mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan. 5. Dukungan manajemen Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat memberikan komunikasi dan pengarahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap bawahan. Perhatian manajemen terhadap bawahan sangat membantu kelancaran kinerja suatu organisasi 14 6. Kontrol Alat kontrol yang dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-norma yang berlaku dalam suatu organisasi atau perusahaan.untuk itu dibutuhkan sejumlah peraturan dan tenaga pengawas yang dapat digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai/karyawan dalam suatu organisasi. 7. Identitas Identitas yang dimaksudkan adalah sejauh mana para anggota/karyawan suatu organsasi/perusahaan dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai suatu kesatuan dalam perusahaan dan bukan sebagai suatu kelompok kerja tertentu atau keahlian profesional tertentu. Identitas diri sebagai satu kesatuan dalam perusahaan sangat membantu manajemen dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi. 8. Sistem Imbalan Sejauh mana alokasi imbalan (kenaikan gaji, promosi dan sebagainya) didasarkan atas dasar prestasi kerja pegawai, bukan didasarkan atas senioritas, sikap pilih kasih dan lainnya. 9. Toleransi terhadap konflik Sejauh mana para pegawai atau karyawan didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat merupakan fenomena yang sering terjadi dalam suatu organisasi ataupun perusahaan. Namun perbedaan tersbut bisa digunakan untuk melakukan perbaikan dan perubahan untuk mencapai tujuan organisasi 15 10. Pola komunikasi Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan formal. Kadang-kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola komunikasi antara atasan dan bawahan atau antar karyawan itu sendiri. 1.5.1.5 Fungsi Budaya Organisasi Moh. Pabundu dalam bukunya “Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan” menyatakan ada 10 fungsi budaya organisasi, yaitu: 1. Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun kelompok lain. Batas pembeda ini adalah karena adanya identitas tertentu yang dimiliki organisasi atau kelompok yang tidak dimiliki oleh kelompok lain. 2. Sebagai perekat bagi karyawan dalam suatu organisasi Hal ini merupakan bagian dari komitmen kolektif dari anggota organisasi. Karyawan ataupun pegawai mempunyai rasa memiliki, partisipasi, dan tanggungjawab atas kemajuan organisasi/perusahaan 3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial Hal ini tergambar dimana lingkungan kerja dirasakan positif, mendukung dan konflik serta perubahan diatur secara efektif. 4. Sebagai mekanisme kontrol dalam memadu dan membentuk sikap serta perilaku anggota atau karyawan 5. Sebagai integrator. Budaya organisasi dapat dijadikan sebagai integrator karena adanya sub-sub budaya baru. 6. Membentuk perilaku bagi karyawan. Fungsi seperti ini dimaksudkan agar para karyawan dapat memahami bagaimana mencapai tujuan organisasi. 16 7. Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok organisasi. Budaya orgnaisasi diharapkan dapat mengatasi masalah adaptasi terhadap lingkungan eksternal dan integrasi internal 8. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan 9. Sebagai alat komunikasi. Budaya sebagai alat komunikasi tercermin pada aspek-aspek komunikasi yang mencakup kata-kata, segala sesuatu yang bersifat material dan perilaku. 10. Sebagai penghambat organisasi. Budaya organisasi dapat menjadi penghambat dalam berinovasi. Hal ini terjadi apabalia budaya organisasi tidak mampu untuk mengatasi masalah-masalah yang menyangkut lingkungan eksternal dan integrasi internal. 1.5.1.6 Pembentukan Budaya Organisasi Ada beberapa unsur yang berpengaruh terhadap pembentukan budaya organisasi, yaitu: 1. Lingkungan usaha Kelangsungan hidup organisasi ditentukan oleh kemampuan organisasi memberi tanggapan yang tepat terhadap peluang dan tantangan lingkungan. Lingkungan usaha merupakan unsur yang menentukan terhadap apa yang harus dilakukan oleh organisasi agar bisa berhasil. Lingkungan usaha yang terpengaruh antaralain meliputi produk yang dihasilkan, pesaing, pelanggan, teknologi, pemasok, kebijakan pemerintah, dan lain-lain. 17 2. Nilai-nilai Nilai-nilai adalah keyakinan dasar yang dianut oleh sebuah organisasi. Setiap organisasi mempunyai nilai-nilai inti sebagai pedoman berpikir dan bertindak bagi semua warga dalam mencapai tujuan atau misi organisasi. Nilai-nilai inti yang diantu bersama oleh anggota organisasi antaralain berupa slogan atau motto yang berfungsi sebagai jati diri orang yang berada dalam organisasi karena adanya rasa istimewa yang berbeda dengan organisasi lainnya dan dapat dijadikan harpaan konsumen untuk memperoleh kualitas pelayanan yang baik. 3. Panutan atau keteladanan Panutan bisa berasal dari pendiri perusahan, manajer, kelomok organisasi, atau perorangan yang berhasil menciptakan nilai-nilai organisasi. Panutan ini bisa menumbuhkan idealismem semangat dan tempat mencari petunjuk bila terjadi kesulitan atau masalah dalam organisasi. 4. Ritual Ritual adalah deretan berulang dari kegiatan yang mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi itu, tujuan apakah yang paling penting, orang-orang manakah yang penting dan mana yang dapat dikorbankan. Acara-acara rutin ini diselenggarakan oleh organisasiorganisasi dalam rangka memberikan penghargaan kepada anggotanya. 5. Jaringan budaya Jaringan budaya adalah jaringan komunikasi informal yang pada dasarnya merupakan saluran komunikasi primer. Fungsinya menyalurkan informasi 18 dan memberi interpretasi terhadap informasi. Melalui jaringan informal, kehebatan perusahaan diceritakan dari waktu ke waktu. 1.5.1.7 Budaya Kuat dan Budaya Lemah Budaya organsasi yang kuat adalah budaya organisasi yang ideal dimana kekuatan budaya mempengaruhi intensitas pelaku 6. Organisasi yang memiliki budaya organisasi yang kuat memiliki anggota-anggota loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa tujuan organisasi serta mengerti perilaku mana yang dipandang baik dan tidak. pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di dalam organisasi digariskan dengan jelas, dimengerti, dipatuhi dan dilaksanakan oleh orang-orang yang bekerja menjadi sangat kohesif. Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya sekedar slogan saja, tetapi dihayati dan dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara konsisten oleh orang-orang yang bekerja dalam organisasi. Jadi, budaya organisasi yang kuat membantu organisasi atau perusahaan memberi kepastian kepada seluruh individu yang ada dalam organisasi untuk berkembang bersama termasuk dalam usaha meningkatkan kegiatan usaha untuk menghadapi persaingan. Sedangkan budaya organisasi yang lemah adalah organisasi yang kurang didukung secara luas oleh para anggotanya dan sangat dipaksakan serta memberi pengaruh negatif pada organisasi karena akan memberikan arah yang salah kepada para pegawainya. Selain itu, dalam organisasi yang lemah mudah terbentuk kelompok-kelompok yang bertentangan satu sama lain, kesetian kepada kelompok melebihi kesetiaan kepada organisasi dan anggota organisasi tidak segan-segan mengorbankan kepentingan organisasi untuk kepentingan kelompok atau kepentingan sendiri. 6 Taliziduhu Ndraha, Budaya Organisasi, Edisi, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003, hal. 122 19 1.5.2 Budaya Organisasi Masyarakat Nias Pulau Nias merupakan salah satu pulau yang penduduknya memiliki proses pembentukan budaya yang sangat panjang. Berbagai bentuk kebudayaan dengan unsur-unsurnya merupakan hasil dari proses masa prasejarah yang memberikan pengaruh bagi kebudayaan Nias. Dengan panjangnya periode hegemoni manusia di wilayah Pulau Nias, maka berbagai nilai sosial juga tentu terlah berlangsung sejak adanya manusia pada masa prasejarah hingga masa sekarang. Nilai-nilai yang disepakati dan masih sesuai dengan kondisi sekarang tersebut merupakan kearifan lokal. Kearifan lokal tersebut menjadi suatu landasan bagi masyarakat Nias dalam beraktifitas. Salah satu contohnya adalah upaya adaptasi terhadap lingkungan melalui berbagai cara hidup dan pemanfaatan bahan baku di lingkungannya. Karakter masyarakat yang adaptif itu sangat jelas terekam dalam budaya dimasa selanjutnya yaitu dalam bentuk tradisi perubahan nilai-nilai yang tidak hanya terkait dengan aspek lingkungan semata tetapi juga aspek sosial yaitu perubahan sosial. 7 Untuk mendukung penelitian ini, peneliti turut menyajikan beberapa data karakteristik masyarakat Nias dalam berorganisasi, serta cakupan budaya yang mampu mempengaruhi sikap dan perilaku individu dalam melakukan suatu pekerjaan. Beberapa diantaranya adalah: a. Inisiatif yang tinggi Berbagai tradisi megalitik yang ditandai dengan berbagai patung dari batu yang diletakkan di depan rumah maupun didalam adalah simbol status sosial penghuninya. Status sosial juga ditunjukkan dari besar7 Hammerle, P. Johannes, 2004. Asal usul masyarakat Nias: Suatu interpretasi. Gunungsitoli: Yayasan Pusaka Nias, hal. 21 20 kecilnya rumah adat, tinggi rendahnya bangunan megalitik, pola hias, pahatan, perhiasan dan alat musik yang dimiliki. Semua hal tersebut dapat dimiliki melalui pesta adat. Pesta yang memerlukan sejumlah biaya seperti emas dan beberapa ekor babi sesuai takaran adat. Pengorbanan tersebut dapat mengancam perekonomian dari keluarga yang mengadakan pesta. Namun, demi penghargaan dan harga diri di mata masyarakat, semua itu rela untuk dilakukan. Dari kenyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat Nias memiliki inisiatif yang sangat tinggi dalam meraih suatu pencapaian meskipun hal itu diperoleh untuk keuntungan pribadi. Inisiatif juga sudah diajarkan sejak dulu oleh leluhur Nias, termasuk dalam iniatif melakukan pekerjaan yang dilakukan tanpa menunda-nunda. Pepatah Nias yang mengatakan hal tersebut adalah “Alawa luo afeto duo’ aleu dawuo, aiso nidano mbanio”. Yang artinya adalah jangan menunda-nunda penyelesaian pekerjaan. Semakin ditunda-tunda semakin tidak akan selesai. b. Harga diri dan kemauan mengambil tindakan yang beresiko Berbicara mengenai harga diri, kebudayaan yang berkembang di Nias adalah “Sokhi mate moroi aila” yang artinya lebih baik mati daripada menanggung malu. Suatu kejadian yang berbentuk penindasan atau merendahkan harga diri akan dibalas setimpal dengan cara apapun. Tradisi ini dilaksanakan turun temurun dimana pada masa dahulu, seorang pria sangat dihargai jika ia mampu memenggal kepala musuhnya. Termasuk dalam hal meminang seorang gadis. Sang pria 21 akan dihormati dan diterima dalam keluarga mertuanya jika berhasil membawakan kepala orang lain yang dianggap musuh atau dikenal dengan istilah mangai hogo. Kenyataan ini dapat diindikasikan sebagai budaya nias dalam mengambil tindakan yang sangat beresiko demi tujuan yang ingin dicapai. c. Kemampuan beradaptasi dalam kelompok dan membina kerjasama Kemampuan adaptasi masyarakat Nias dalam suatu organisasi telah ada sejak dahulu. Ada beberapa kali perubahan adaptasi yang disesuaikan dengan musim. Pada masa mesolitik, terdapat strategi pemenuhan bahan makanan dari jenis makanan moluska, hingga mampu memperoleh bahan makanan seperti suidae (babi), boaidae (ular), vanaridae, (biawak), chanidae (ikan) dan sebagainya. Hal tersebut mengalami adaptasi dari manusia yang tinggal di gua hingga keluar untuk melaut dan berburu. Beberapa strategi lainnya seperti pemenuhan peralatan hidup hingga kemampuan bercocok tanam merupakan hal yang dilakukan bersama-sama dalam lingkup organisasi berkelompok 8. Hal itu menandai bahwa rasa tolong menolong antar masyarakat telah terbina sejak dahulu. Sama seperti yang terdapat di dalam pantun Nias: “Aoha noro nilului wahea, aoha noro nilului waoso. Alisi tafadaya-daya, hulu tafaewolo-wolo” yang artinya suatu pekerjaan akan ringan jika dikerjakan bersama-sama. d. Kreatifitas 8 Ketut Wiradnyana, Kearifan Lokal Masyarakat Nias dalam Arkeologi, Medan, 2010, hal. 74 22 Kreatifitas masyarakat Nias tercermin dari budaya megalitikum yang dimiliknya. Arca, eksofagus, dan benda-benda peninggalan zaman dulu adalah bukti bahwa masyarakat Nias memiliki seni dalam memahat. Rumah adat yang hanya mengandalkan batu dan kayu-kayu besar tanpa penggunaan paku, mampu tahan dari gempa dan dirancang untuk menghindari banjir dan binatang buas. Hal ini menunjukkan identitas masyarakat Nias yang mampu menciptakan suatu sistem kebudayaan yang memperhatikan keselamatan dan kenyamanan dalam hidup. Selain itu, kreatifitas masyarakat Nias mampu ditunjukkan melalui Hoho atau syair yang berisikan tentang ngenu-ngenu atau ungkapan hati, ungkapan kekaguman dan sebagainya. Tarian adat yang membutuhkan kerja sama tim seperti tari moyo yang beranggotakan seorang yang berperan sebagai ratu dan dayang-dayangnya, tari perang yang beranggotakan sejumlah besar kelompok pria, dan masih banyak lagi. e. Watak yang agresif Jika saat ini masih ditemukan watak yang agresif ditengah masyarakat Nias, hal ini dipengaruhi oleh karena sejak dahulu mereka selalu hidup dalam suasana perang. Siasat perang dan ketangkasan menjadi warisan turun temurun. Sudah lebih 1.000 tahun yang lalu orang berhasil mengayau, baru bisa kawin. 9 9 P. Johanes M. Hammerle, Pendidikan Karakter Berperspektif Budaya Lokal. Yayasan Pusaka Nias 23 f. Budaya mengharapkan imbalan Budaya ini adalah budaya yang sangat kental terlihat dari pelaksanaan Owasa atau pesta adat yang besar, dimana tercipta sistem berapa banyak hi’e bawi atau daging babi yang pernah kuberikan padamu saat kamu berpesta adat (sesuai dengan adat) maka sebanyak itulah yang harus dikembalikan saat saya berpesta. Kebudayaan tersebut sering ditemukan dalam pesta pernikahan. Secara umum, adat istiadat ini dikenal dalam istilah Nias sebagai tolo-tolo. Dimana kebudayaan ini merupakan kewajiban antara kerabat atau keluarga. g. Kontrol perilaku Bahwasanya Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih tinggi. Kontrol perilaku masyarakat Nias dapat dilihat melalui Hukum adat Nias yang secara umum disebut fondrakö. Fondrako adalah suatu aturan yang mengatur segala segi kehidupan mulai dari kelahiran sampai kematian. Kontrol biasanya dilakukan oleh si’ulu atau salawa (kaum bangsawan) yang diberi nasehat oleh kaum si’ila (cendekiawan) dan ere (pemuka agama) atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh ono mbanua / sato (rakyat biasa) dan sawuyu (budak). Hal ini menandakan bahwa terdapat tradisi hukum yang kuat yang melandasi kehidupan masyarakat dalam menjalankah kehidupannya secara pribadi maupun saat bergaul dalam kelompok. Selain itu, terdapat juga pepatah dalam Bahasa Nias yaitu : “Kauko ba hili lewuo ba ndraso, faolo goi ndraugo ba ufaolo goi ndra’o, fa’a’ozu ita fao-fao”. Artinya adalah 24 harus saling menghormati antara sesama. Saling menghargai sehingga dapat hidup rukun dalam kebersamaan. Ibaratkan dua jenis bambu, yang satu tumbuh di bukit dan yang satu tumbuh di dataran. Akan tetapi mereka saling menunduk satu sama lain sebagai tanda saling menghormati dan menghargai. Semua budaya tersebut menunjukkan bahwa pada zaman dahulu, masyarakat Nias telah mengenal sistem organisasi serta menciptakan sendiri budaya yang khas. Sehingga mempengaruhi karakteristik masyarakat Nias secara umum. Keadaan tersebut dipertegas melalui penelitian Eduard Fries seorang misionaris dari Jerman yang menganalisis budaya kehidupan masyarakat Nias yang berwatak keras, berinisiatif kuat namun tidak begitu memperhatikan keadaannya di masa depan. Pernyataan tersebut dilandasi dari pengamatan Eduard terhadap pesta adat owasa yang menghabiskan materil seseorang dalam sekejap tanpa tahu impact yang dirasakan setelah pesta selesai. Terdapat kondisi mengutang ke pihak lain, bahkan menjual harta kekayaannya hanya demi sebuah gelar dan penghargaan. Namun, secara keseluruhan, karakteristik masyarakat Nias dalam berorganisasi yang telah peneliti sajikan dalam kerangka teori ini dapat digunakan sebagai tambahan teori dalam mengetahui pengaruh dari budaya organisasi terhadap produktifitas manusia. 1.5.3 Produktivitas Kerja Pegawai 1.5.3.1 Pengertian Produktivitas Kerja Filosofi mengenai produktivitas mengandung arti keinginan dan usaha setiap manusia untuk selalu mengingkatkan mutu kehidupan dan penghidupannya. Padangan filosofis ini memberikan arti dan semangat yang cukup mendalam. 25 Pandangan ini juga memungkinkan setiap orang yang memahaminya untuk memandang kerja, baik secara individual maupun berkelompok dalam suatu organisasi sebagai suatu keutamaan. Dunia usaha saat ini semakin dituntut untuk selalu mengutamakan produktivitasnya. Melalui produktivitas tinggi, produk sebagai hasil dari suatu usaha kerja akan mempunyai kualitas yang kompetitif di pasaran konsumen. Menurut jurnal internasional, penelitian membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari budaya organisasi terhadap produktivitas kerja karyawan. Produktivitas tidak berdiri sendiri, melainkan berkaitan dengan berbagai variabel, dan pembicaraan tentang produktivitas sering dikaitkan dengan etos kerja, budaya perusahaan, kemakmuran, motivasi dan sebagainya. Dalam sebuah studi organisasi manfaktur, menemukan bahwa aspek dari iklim organisasi seperti kepedulian terhadap kesejahteraan karyawan akan menyebabkan kepuasan yang lebih tinggi akan mengakibatkan peningkatan produktivitas. Produktivitas mengandung pengertian yang berkenaan dengan konsep ekonomis, filosofis dan sistem. Sebagai konsep ekonomis, produktivitas berkenaan dengan usaha atau kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan jasa yang berguna untuk pemenuhan kebutuhan manusia dan masyarakat pada umumnya. Sebagai konsep filosofis, produktivitas mengandung pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan dimana keadaan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan mutu kehidupan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Hal inilah yang memberi dorongan untuk berusaha dan mengembangkan diri. Sedangkan konsep sistem, memberikan 26 pedoman pemikiran bahwa pencapaian suatu tujuan harus ada kerjasama atau keterpaduan dari unsur-unsur yang relevan sebagai sistem 10. Produktivitas tenaga kerja adalah salah satu ukuran perusahaan dalam mencapai tujuannya. Sumber daya manusia merupakan elemen yang paling strategik dalam organisasi, harus diakui dan diterima oleh manajemen. Peningkatan produktivitas kerja hanya mungkin dilakukan oleh manusia 11. Oleh karena itu tenaga kerja merupakan faktor penting dalam mengukur produktivitas. Hal ini disebabkan oleh dua hal, antara lain karena besarnya biaya yang dikorbankan untuk tenaga kerja sebagai bagian dari biaya yang terbesar untuk pengadaan produk atau jasa dan karena masukan pada faktor-faktor lain seperti modal. Dapat dikatakan bahwa produktivitas adalah perbandingan antara hasil dari suatu pekerjaan karyawan dengan pengorbanan yang dikeluarkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sondang P. Siagian bahwa produktivitas adalah: “kemampuan memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari sarana dan prasarana yang tersedia dengan menghasilkan output yang optimal bahkan kalau mungkin yang maksimal.” Banyak hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa produktivitas sangat dipengaruhi oleh faktor knowledge, skills, abilities, attitudes, dan behaviours dari para pekerja yang ada dalam organisasi sehingga banyak program perbaikan produktivitas meletakkan hal-hal tersebut sebagai asumsiasumsi dasarnya 12. 10 Pandji Anoraga dan Sri Suyati, Perilaku Keorganisasian, Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1995, hal. 85 11 Sondang P. Siagian, Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002, hal. 56 12 Sondang P. Siagian, Ibid, hal. 88 27 Peningkatan produktivitas dapat berpengaruh terhadap berbagai bidang, misalnya : meningkatkan laba perusahaan, peningkatan pendapatan karyawan, meningkatkan pendapat negara (pajak), harga pokok menjadi lebih rendah, harga jual dapat diturunkan, hasil produksi menjadi lebih tersebar, lebih banyak konsumen yang dapat menikmati, perusahaan penghasil menjadi lebih kompetitif, menimbulkan lebih banyak waktu senggang, meningkatkan kemakmuran dan ketahanan negara. Jika kita ingin memperbaiki produktivitas, maka pertama-tama yang diperlukan ialah melakukan perubahan fundamental budaya perusahaan. Pertumbuhan manusia itu dapat dicapai secara efektif, apabila orang-orang dilibatkan dalam mengembangkan dan mengurus perusahaan. Langkah ini melibatkan diskusi-diskusi mengenai arti dan maksud bisnis, dengan tujuan untuk memperoleh konsensus mengenai tujuan organisasi. Organsiasi yang menerapkan cara ini menjadi organisasi yang metanoik, yaitu suatu organisasi yang dapat mengubah pandangan dan pikiran secara fundamental. Ia juga mengatakan bahwa organisasi yang metanoik menghasilkan produktivitas dan motivasi pribadi secara luar biasa. Semakin para individu itu bekerja untuk mencapai tujuan dan misi mereka sendiri, maka mereka semakin meningkat kerjanya untuk mencapai kepentingan bersama, yaitu tujuan dan misi organisasi. 1.5.3.2 Indikator Produktivitas Kerja Produktivitas merupakan hal yang sangat penting bagi para pegawai yang ada dalam suatu organisasi. Dengan adanya produktivitas kerja diharapkan pekerjaan akan terlaksana secara efektif dan efisien, sehingga pada akhirnya dapat 28 mencapai tujuan. Untuk mengukur produktivitas kerja, diperlukan suatu indikator. Ada 5 indikator produktivitas kerja 13, yaitu : 1. Kemampuan Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas. Kemampuan seorang pegawai sangat bergantung kepada keterampilan yang dimiiki serta profesionalisme mereka dalam bekerja. Ini memberikan daya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diembankan kepada mereka. 2. Meningkatkan hasil yang dicapai Berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai. Hasil merupakan salah satu hal yang dapat dirasakan oleh yang mengerjakan maupun orang yan gmenikmati hasil pekerjaan tersebut. Jadi, ada usaha untuk memanfaatkan produktivitas kerja bagi masing-masing yang terlibat dalam suatu pekerjaan. 3. Semangat kerja Ini merupakan suaha untuk lebih baik dari hari kemarin. Indikator ini dpat dilihat dari etos kerja dan hasil yang dicapai dalam satu hari kemudian dibandingkan dengan hari sebelumnya. 4. Pengembangan diri Senantiasa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan kerja. Pengembangan diri dapat dilakukan dengan melihat tantangan dan harapan dengan apa yang akan dihadapi. Sebab, semakin kuat tantangannya, pengembangan diri mutlak dilakukan. Begitu juga harapan untuk menjadi 13 Eddy Sutrisno, op.cit., hal. 211 29 lebih baik pada gilirannya akan sangat berdampak pada keinginan pegawai untuk meningkatkan kemampuan. 5. Mutu Selalu berusaha untuk meningkatkan mutu dari masa yang sebelumnya. Mutu merupakan hasil pekerjaan yang dapat menunjukkan kualitas kerja seorang pegawai. Jadi, meningkatkan mutu bertujuan untuk memberikan hasil yang terbaik yang apda gilirannya akan sangat berguna bagi perusahaan dan dirinya sendiri. 1.5.3.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja Produktivitas kerja merupakan salah satu indikator untuk melihat kemajuan suatu organisasi. Baik organisasi profit maupun organisasi non profit. Produktivitas yang tinggi baik melalui angka statistika merupakan salah satu wujud dari kemajuan organisasi itu. Sehingga, kita dapat berasumsi bahwa produktivitas yang rendah merupakan cerminan dari lambannya kemajuan organisasi. Setiap perusahaan selalu berkeinginan agar tenaga kerja yang dimiliki mampu meningkatkan produktivitas yang tinggi. Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun faktor lain, seperti tingkat pendidikan, keterampilan, disiplin, sikap, dan etika kerja, motivasi, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan sosial, lingkungan kerja, iklim kerja, teknologi, sarana produksi, manajemen dan prestasi 14 14 J. Ravianto, Produktivitas Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta: Lembaga SIUP, 1986, hal. 135 30 Menurut Simanjuntak (1993), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja pegawai 15, yaitu: 1. Pelatihan Latihan kerja dimaksudkan untuk melengkapi karyawan dengan keterampilan dan cara-cara yang tepat untuk menggunakan peralatan kerja. Untuk itu latihan kerja diperlukan bukan saja sebagai pelengkap, akan tetapi sekaligus untuk memberikan dasar-dasar pengetahuan. Karena dengan latihan berarti para karyawan belajar untuk mengerjakan sesuatu dengan benar-benar dan tepat, serta dapat memperkecil atau meningkatkan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan (Stoner, 1991), mengemukakan bahwa peningkatan produktivitas bukan pada pemutakhiran peralatan, akan tetapi pada pengembangan karyawan yang paling utama. Dari hasil penelitian, beliau menyebutkan 75% peningkatan produktivitas justru dihasilkan oleh perbaikan pelatihan dan pengetahuan kerja, kesehatan, dan alokasi tugas. 2. Mental dan kemampuan fisik pegawai Keadaan mental dan fisik pegawai merupakan hal yang sangat penting untuk menjadi perhatian bagi organisasi, sebab keadaan fisik dan mental karyawan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan produktivitas kerja karyawan 15 Payaman J Simanjuntak, Manajemen dan Evaluasi Kinerja, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, hal. 63 31 3. Hubungan antara atasan dan bawahan Hubungan atasan dan bawahan akan mempengaruhi kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Bagaimana pandangan atasan terhadap bawahan, sejauh mana bawahan diikutsertakan dalam penentuan tujuan. Sikap yang saling jalin-menjalin telah mampu meningkatkan produktivitas karyawan dalam bekerja. Dengan demikian, jika karyawan diperlakukan secara baik, makan karyawan tersebut akan berpartisipasi dengan baik dalam seluruh proses perusahaan sehingga akan berpengaruh pada tingkat produktivitas kerja. Sedangkan Tiffin dan Cormick dalam Siagian, mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja dapat disimpulkan menjadi dua golongan, yaitu: a. Faktor yang ada pada diri individu, yaitu umur, temperamen, keadaan fisik individu, kelemahan dan motivasi. b. Faktor yang ada diluar individu, yaitu kondisi fisik seperti suara, penerangan, waktu, istrahat, lama kerja, upah, bentuk organisasi, lingkungan sosial, dan keluarga. Dengan demikian, jika karyawan diperlakukan secara baik oleh atasan atau adanya hubungan karyawan yang baik, maka karyawan tersebut akan berpartisipasi dalam proses pencapaian tujuan organisasi, sehingga akan berpengaruh pada tingkat produktivitas kerja. 1.5.3.4 Ciri – Ciri Karyawan Produktif Orang sering kali mengabaikan bahwa yang paling menentukan dari upaya peningkatan produktivitas adalah munculnya perilaku produktiv karyawan. 32 Rekayasa dalam bentuk apapun apabila tidak menghasilkan perilaku produktif dari karyawan, tentunya tidak akan memberikan kontribusi apapun terhadap perusahaan dan terhadap pekerja. Munculnya perilaku seseorang termasuk perilaku produktif ditentukan oleh dua sebab yaitu individu dan lingkungan. Perilaku produktif pada dasarnya terbentuk dari dua jenis perilaku secara bersamaan, yakni perilaku yang efektif dan efisien. Sebagai perilaku efektif, perilaku ini menghasilkan kinerja yang seseuai dengan rencana. Sebagai perilaku efisien, perilaku produktif dinilai sampai seberapa jauh kinerja yang dihasilkan dibandingkan dengan masukan yang digunakan untuk menghasilkan kinerja tersebut. Produktivitas berhubungan pula dengan sikap mental, pandangan hidup, etika kerja yang baik dan kemauan yang kuat secara terus-menerus menuju suatu mutu kehidupan yang lebih baik. Sehingga karyawan yang produktif adalah karyawan yang cekatan, dapat menghasilkan barang dan jasa sesuai mutu yang ditetapkan dalam waktu relatif singkat. Adapun ciri-ciri pegawai produktif 16, adalah: 1. Cerdas dan dapat belajar dengan cepat 2. Kompeten secara profesional atau teknis yaitu selalu memperdalam pengetahuan dalam bidangnya 3. Kreatif dan inovatif dengan memperlihatkan kecerdikan dan keanekaragaman. 4. Memahami pekerjaannya 5. Bekerja dengan cerdik, yaitu menggunakan logika, mengorganisasikan pekerjaannya dengan efisien, tidak mudah macet dalam pekerjaan. Selalu 16 Dale Timpe, Produktivitas. Jakarta: PT. Elex Media Computindo, 1992, hal. 54 33 memperhatikan kinerja rancangan, mutu, kehandalan, pemeliharaan, keamanan, mudah dibuat, produktivitas, biaya dan jadwal. 6. Selalu mencari perbaikan, tetapi tahu kapan harus berhenti menyempurnakannya. 7. Dianggap bernilai oleh atasannya. 8. Memiliki prestasi yang berhasil. 9. Selalu meningkatkan diri. Dengan adanya ciri-ciri pegawai produktif dan definisi produktivitas yaitu sikap mental untuk selalu melakukan perbaikan dan peningkatan dalam bekerja dan dalam penghidupan pada umumnya, cara kerja hari ini harus lebih baik dari kerja hari kemarin, dan tingkat penghidupan besok harus lebih baik dari tingkat penghidupan hari ini. Sikap produktif adalah komitmen untuk maju, dan motivasi untuk berbuat lebih baik lagi. Sikap demikian mendorong seseorang untuk menjadi lebih dinamis, kreatif, inovatif serta terbuka terhadap kritik-kritik, ide-ide baru, dan perubahan-perubahan 17. Dari kedua hal tersebut didapatkan adanya dimensi-dimensi dari produktivitas yakni: 1. Sikap mental optimis Yaitu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Cara kerja hari ini harus lebih baik dari cara kerja hari kemarin, dan hasil yang dicapai besok harus lebih banyak atau lebih baik dari yang diperoleh hari ini. Sikap yang demikian membuat seseorang 17 Ramelan Rahadi, Konsepsi dan Strategi Peningkatan Produktivitas Nasional, Jakarta: Lembaga SIUP, hal. 37 34 selalu mencari perbaikan-perbaikan dan peningkatan-peningkatan dan menjadikannya lebih produktif. 2. Dinamis Merupakan kemampuan untuk secara berani dan bertanggungjawab melakukan suatu perubahan bilamana diperlukan dan menjadi suatu tuntan dengan perubahan yang terjadi. Oleh karena itu, dalam suatu organisasi yang efektif dan efisien, setiap orang yang terlibat perlu mengantisipasi perubahan dan seharusnya mereka tidak perlu takut dengan perubahan tersebut. Dan dalam kasus tertentu, karyawan harus sigap merespon perubahan tanpa mengorbankan rasa percaya dan tim kerja yang sudah dibangun. 3. Kreatif Berhubungan dengan ide, inspirasi spontan, pemikiran baru, sesuatu yang tidak biasa dan dengan membuat sesuatu yang baru itu menjadi kenyataan. Jadi orang yang kreatif itu adalah orang-orang yang memiliki ide-ide baru, unik, atau sesuatu yang tidak biasa dan dapat melaksanakan ide baru yang unik tersebut secara nyata dalam pekerjaan. 4. Inovatif Suatu proses mendapatkan ide baru dan menempatkan ide-ide tersebut dalam proses kerja yang dilakukan pada pekerjaan sehingga didapatkan hasil yang baik. Orang yang memiliki inovasi adalah : a. Orang yang selalu mencari ide baru dari lingkungan dalam maupun luar perusahaan b. Memodifikasi ide-ide baru agar cocok dengan kebutuhan perusahaan 35 c. Melaksanakan ide-ide baru dalam proses kerja sehari-hari di perusahaan. 5. Terbuka terhadap ide-ide baru Seseorang yang dikatakan produktif akan memiliki sikap terbuka terhadap ide-ide baru tetapi bukan berarti tidak memiliki pendirian yang kuat bahkan selektif terhadap ide-ide tersebut sehingga dapat memilih ide-ide mana yang tepat buat dirinya. 6. Terbuka terhadap perubahan Seseorang yang dikatakan produktif akan memiliki sikap tidak tertutup terhadap perubahan yang terjadi dilingkungan internal ataupun eksternal perusahaannya, dan selektif menerima perubahan-perubahan tersebut sehingga dapat memilih dan menerima perubahan yang tepat untuknya. Berdasarkan pemaparan dimensi produktivitas diatas dapat disimpulkan seseorang dapat dikatakan produktif apabila memiliki sikap yang optimis, kreatif, inovatif, terbuka terhadap ide-ide baru, dan terbuka terhadap perubahan. Tentunya hal-hal ini harus sejalan dengan tujuan perusahaan. 1.5.4. Pengertian Pegawai Negeri Sipil Secara umum pegawai dapat dikatakan sekelompok manusia yang bekerja dalam suatu instansi pemerintahan maupun swasta untuk emndapatkan upah/gaji dalam melaksanakan pekerjaan. Pegawai sangat berperan meningkatkan dan mengembangkan kerja yang baik dan efektif dalam instansinya. Karena itu, dalam suatu sebuah organisasi, kekurangan pegawai akan menghambat pelaksanaan suatu pekerjaan. 36 Menurut pasal 1 ayat 1 UU 43/1999 pegawai negeri sipil adalah setiap warga Negara RI yang telah memenuhi syarat yang telah ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau dierahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Pegawai negeri sipil terdiri atas : 1. Pegawai negeri sipil pusat (PNS Pusat), yaitu pegawai negeri sipil yang gajinya dibebankan kepada APBN, dan bekerja pada departemen, lembaga non departemen, kesekretariatan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, instansi vertikal didaerah-daerah, serta kepaniteraan di pengadilan. 2. Pegawai negeri sipil daerah (PNS Daerah), yaitu pegawai negeri sipil yang bekerja di pemerintah daerah dan gajinya dibebankan kepada APBD. PNS Daerah terdiri dari PNS Daerah Provinsi dan PNS Daerah Kabupaten/Kota. 1.5.5 Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Sumber daya manusia yang produktif merupakan aspek penting dalam setiap aspek perubahan yang terjadi dalam organisasi. Tuntutan pelayanan yang lebih baik pada organisasi menjadi salah satu pendorong perlunya upaya untuk mempersiapkan elemen penting organisasi sebagai penggerak setiap roda kegiatan. Setiap organisasi baik berbentuk perusahaan maupun lainnya akan selalu berupaya agar para anggota atau pekerja yang terlibat dalam kegiatan organisasi dapat memberikan prestasi dalam membentuk produktivitas kerja yang tinggi untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. 37 Untuk meningkatkan produktivitas kerja perlu adanya pegawai yang memiliki kesadaran akan pentingnya memperbaiki diri secara terus menerus dalam hal kualitas keterampilan dan keahlian yang dimilikinya dalam bekerja, karena apabila tidak, akan berakibat pada menurunnya produktivitas dan merugikan organisasi. Pada kondisi saat ini, sejak diberlakukannya otonomi daerah, hampir semua sektor mengalami perubahan yang signifikan. Peningkatan sumber daya manusia, sarana dan prasarana, efisiensi dan efektivitas organisasi telah dilakukan. Sehingga budaya organisasi yang ada dapat menentukan optimalisasi pelaksanaan pekerjaan dalam mencapai produktivitas pegawai yang tinggi. Budaya organisasi yang kondusif antaralain ditunjukkan oleh sikap pegawai yang mampu beradaptasi terhadap perubahan-perubahan baik eksternal maupun internal dan dapat menciptakan suasana kerja yang nyaman. Apabila budaya organisasinya baik, maka produktivitas pegawai akan tinggi. Dengan kata lain, budaya organisasi menjadi pengarah perilaku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya suatu organisasi merupakan dasar atas pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, seperti bagaimana cara menyelesaikan suatu masalah dan cara para anggota berperilaku. Termasuk dalam cara berkomunikasi antar sesama pegawai maupun antara atasan dan bawahan, dalam hal meningkatkan kemampuan memecahkan masalah organisasi, lebih memaknai hidup, dan pengabdian sebagai aparatur negara dengan cara bekerja sebaik-baiknya dan berprestasi dalam lingkungan tugasnya 18. Hal ini mengarah pada komitmen setiap anggota perusahaan dalam memberikan hal yang terbaik dalam pekerjaannya. Meskipun ditemukan berbagai masalah 18 Stephen Robbins, Perilaku Organisasi jilid 2, Jakarta: PT. Prenhallindo, 2001, hal 62 38 yang membingungkan, dapat dituntaskan bersama secara kekeluargaan. Oleh karena itu, hubungan yang intens perlu dibudayakan agar azas keterbukaan menjadi landasan dalam berpikir dan bersosialisasi dalam organisasi. Karyawan yang bekerja pada suatu perusahaan pada hakikatnya membawa berbagai macam-macam kebutuhan dan harapan-harapan yang ingin dipenuhi. Kebutuhan dan harapan-harapan apabila terpenuhi maka akan membuat karyawan merasa puas yang kemudian akan menimbulkan perasaan senang dan akhirnya akan berdampak positif terhadap hasil kerja. Misalnya budaya organisasi yang terbentuk adalah adanya sikap menghargai atas pekerjaan yang dilakukan pegawai oleh sesama rekan kerja maupun atasan, tidak ada intimidasi yang menekan pegawai sehingga tidak ada beban mental dan pikiran yang membuatnya susah dalam bekerja. Sikap atau tanggapan karyawan yang terlihat selama ini menunjukkan gambaran bahwa budaya organisasi yang terbentuk di perusahaan bersifat mengikat ke arah yang positif, tetapi ada beberapa karyawan yang cenderung menganggap pedoman atau aturan-aturan yang telah dibuat dalam organisasinya tersebut hanya merupakan aturan yang biasa saja. Ada kemungkinan karyawan belum memahami secara mendalam budaya yang telah diterapkan. Namun, sejauh ini perbedaan pandangan dan kesalahpahaman, biasanya dapat langsung terselesaikan dan tidak sampai berlarut-larut. Hal ini mengindikasikan bahwa atasan perlu mengembangkan tingkah laku dan kepemimpinan dalam memberikan arah tentang bagaimana menyelesaikan suatu masalah dan cara anggota berperilaku. Senada dengan hal tersebut, Scvhein dalam A.S. Munandar 19, mengatakan bahwa budaya organisasi adalah pola dari asumsi- 19 A.S Munandar, psikologi Industri dan Organisasi, Depok : UI-Press, 2001, hal 70 39 asumsi dasar yang dipelajari ketika organisasi memecah masalah eksternal dan internal. Dikatakan lebih lanjut bahwa selama pemecahan masalah itu valid, perusahaan tidak akan mengalami masalah. Dengan kata lain, budaya organisasi suatu perusahaan akan menunjang cara kerja karyawannya, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerjanya. Hal tersebut dipertegas Siagian (2000), yang mengatakan bahwa perusahaan/organisasi yang memiliki budaya sangat kuat mampu meningkatkan produktivitasnya, menumbuh suburkan semangat kebersamaan dikalangan anggotanya, meningkatkan rasa “sense of belonging” terhadap perusahaan/organisasi, serta mampu memperbesar keuntungan perusahaan. Oleh karena itu, budaya dalam suatu organisasi merupakan pengikat bagi semua karyawan secara bersama sekaligus pemberi arti dari maksud keterlibatan karyawan dari proses produksi 20. Setiap individu mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda-beda intensitasnya. Karakter ini diduga mampu mempengaruhi munculnya semangat dalam diri individu untuk memperbaiki cara kerjanya. Semangat penyempurnaan inilah yang menjadi sumber utama dari munculnya perilaku produktif. Segala macam bentuk peningkatan produktivitas tidak akan memberikan hasil yang maksimal bila dalam diri pegawai tidak ada suatu semangat. Seseorang yang terdorong untuk memperbaiki suatu kekurangan yang dihadapinya di tempat kerja, biasanya menyadari bahwa jika kekurangan itu dibiarkan, maka yang dirugikan semua orang, termasuk dirinya sendiri. Begitu pula yang dapat dirasakan dan dilakukan oleh seorang pucuk pimpinan. Menurut Ndraha (1997), produktivitas 20 Sondang P. Siagian, Teori Pengembangan Organisasi, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000, hal. 41 40 pegawai dipengaruhi oleh budaya organisasi yang terbentuk melalui tindakan dan perilaku para pendiri sebagai strong leaders. Para eksekutif perusahaan yang sudah mapan pun mengakui, bahwa keberhasilan perusahaan sekarang berawal dari kepemimpinan para pendirinya. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa peranan pemimpin sangatlah besar dalam memberikan semangat dan motivasi bagi bawahannya untuk meningkatkan produktivitas masing-masing. Jika budaya organisasi yang diciptakan oleh pemimpin bersifat kaku, pegawai akan berada di zona kurang nyaman dan seakan terpaksa untuk bekerja. Hubungan yang diciptakan oleh pimpinan dan bawahan akan menentukan sikap setiap anggota organisasi dalam bertindak. Jika sikap saling jalin-menjalin hubungan yang baik dipelihara, maka tidak ada lagi batas kaku antara atasan dan bawahan selain sikap menghormati dan menghargai posisi masing-masing. Jika bawahan diperlakukan dengan baik, maka karyawan tersebut akan berpartisipasi dengan baik pula pada proses produksi, sehingga akan berpengaruh pada tingkat produktivitas kerja. 21 Kompetisi yang dihadapi oleh bangsa-bangsa saat ini jauh lebih tajam dibanding pada masa lampau. Setiap instansi pemerintah maupun swasta dapat survive apabila mereka dapat melakukan improvement dalam budaya organisasinya sehingga setiap proses yang digunakan dapat menghasilkan produk dan jasa yang baik. Namun, produktivitas tidak berdiri sendiri, melainkan berkaitan dengan berbagai variabel seperti etos kerja, kemakmuran, motivasi dan tentunya budaya perusahaan / organisasi. 22 Hal ini menunjukkan bahwa banyak hal yang perlu diperhatikan dalam menunjang karyawan dalam meningkatkan 21 22 Edy Sutrisno. Op. Cit., hal. 210 Edy Sutrisno, Ibid, hal.223 41 produktivitasnya. Seperti yang diungkapkan oleh Sutermeister dalam Edy, bahwa produktivitas kerja adalah mengindentifikasi dan menjelaskan hubungan antara faktor-faktor yang saling berpengaruh terutama dua faktor utama yaitu kemajuan teknologi dan motivasi kerja. Masing-masing faktor dipengaruhi oleh berbagai faktor yang lebih banyak lagi, khususnya motivasi dipengaruhi oleh kondisikondisi sosial, fisik dan kebutuhannya. 23 Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa produktivitas kerja yang meningkat menunjukkan kekuatan budaya dalam mempengaruhi perilaku pegawai untuk mencapai tujuan, sebaliknya produktivitas yang rendah menunjukkan lemahnya budaya mempengarhi perilaku pegawai untuk mencapai tujuan. 1.7 Hipotesis Hipotesis adalah sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. 24 Dengan demikian, hipotesis yang dapat dirumuskan penulis adalah: a. Hipotesis Alternatif atau hipotesis kerja (Ha) Terdapat pengaruh antara budaya organisasi terhadap produktivitas kerja pegawai negeri sipil pada Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nias. b. Hipotesis Nol (Ho) Tidak terdapat pengaruh antara budaya organisasi terhadap produktivitas kerja pegawai negeri sipil pada Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nias. 23 Edy Sutrisni, Ibid, hal. 218 Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V, Jakarta:PT. Rieka Cipta, 2002, hal. 71. 24 42 1.8 Defenisi Konsep Defenisi konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu yang menjadi pusat perhatian 25. Pemberian defenisi konsep adalah untuk membantu memperjelas fenomena pengamatan yang akan diteliti sebagai berikut: a. Budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilainilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan intgrasi internal. b. Produktivitas kerja pegawai adalah kemampuan pegawai untuk menghasilkan barang atau jasa yang dilandasi kualitas dan sikap mental pegawai agar tujuan organisasi tercapai. 1.9 Defenisi Operasional Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Defenisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang kerangka konsep yang telah diklasifikasikan ke dalam variabel-variabel. Dalam tulisan ini, terdapat dua variabel yaitu budaya kerja sebagai variabel bebas (X) dan produktivitas sebagai variabel terikat (Y) (Singarimbun, 2002). 25 Masri Singarimbun, Op. Cit., hal. 33 43 Adapun defenisi operasional dalam penelitian ini adalah: 1. Budaya organisasi (X), indikatornya adalah: a. Inisiatif individu Sejauh mana responden diberi kesempatan untuk berinisiatif sendiri dalam bekerja, pendapat responden tentang inisiatif individu, tingkat kemandirian responden dalam menyelesaikan pekerjaan, serta kebebasan yang didapat dalam mengemukakan saran dan kritik. b. Toleransi terhadap tindakan beresiko Sejauh mana tingkat toleransi yang diberikan organisasi kepada pegawainya untuk berani mengambil resiko dalam bekerja demi kepentingan organisasi. c. Pengarahan Sejauh mana kemampuan organisasi untuk merumuskan standar kerja organisasi agar dapat dipahami dan dimengerti oleh pegawai. d. Integrasi Sejauh mana organisasi mampu mengkoordinasi seluruh unit-unit kerja yang ada menjadi suatu kesatuan dan berlaku adil kepada setiap unit-unit kerja yang ada. e. Dukungan manajemen Sejauh mana dukungan dan bantuan dari atasan dalam bekerja kepada pegawai, sejauh mana dukungan dan bantuan tersebut dapat memberikan dampak positif pada kinerja pegawai. f. Kontrol 44 Sejauh mana peraturan-peraturan yang dimiliki organisasi dapat mengendalikan perilaku pegawai tanpa harus diawasi. g. Identitas Sejauh mana pegawai menyadari sebagai bagian dari organisasi dan rela bekerja dengan sungguh-sungguh demi kepentingan organisasi. h. Toleransi terhadap konflik Seberapa sering terjadi konflik dalam organisasi dan bagaimana organisasi menyikapi konflik tersebut serta kemampuan organisasi dalam mendorong pegawai untuk mengemukakan pendapat yang berbeda. i. Pola komunikasi Sejauh mana komunikasi dua arah antara atasan dan pegawai maupun antar pegawai dibatasi dalam konteks formal apakah organisasi terbuka dengan pegawainya dengan jalan selalu mensosialisasikan setiap kebijakan yang diambil. 2. Produktivitas kerja (Y) dapat diukur dengan indikator sebagai berikut: a. Kemampuan Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas. Kemampuan seseorang pegawai sangat bergantung kepada keterampilan yang dimiliki serta profesionalisme mereka dalam bekerja. Ini memberikan daya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diembankan kepada mereka. 45 b. Hasil kerja Hasil kinerja atau pencapaian yang diperoleh oleh seorang pegawai. Hasil kerja yang dimaksudkan adalah sejauh mana pegawai memenuhi target yang diberikan oleh atasannya dalam menyelesaikan pekerjaannya. Seperti apa efektivitas dan efisiensi serta output kerja yang diperoleh. c. Meningkatkan hasil yang dicapai Berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai. Hasil merupakan salah satu yang dapat dirasakan baik oleh yang mengerjakan maupun yang menikmati hasil pekerjaan tersebut. Jadi, upaya untuk memanfaatkan produktivitas kerja bagi masing-masing yang terlibat dalam suatu pekerjaan d. Semangat kerja Ini merupakan usaha untuk lebih baik dari hari kemarin. Indikator ini dapat dilihat dari etos kerja dan hasil yang dicapai dalam satu hari kemudian dibandingkan dengan hasil sebelumnya e. Pengembangan diri Senantiasa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan kerja. Pengembangan diri dapat dilakukan dengan melihat tantangan dan harapan dengan apa yang akan dihadapi. Sebab, semakin kuat tantangannya, pengembangan diri mudah dilakukan. Begitu juga harapan untuk menjadi lebih baik pada gilirannya akan sangat berdampak pada keinginan pegawai dalam meningkatkan kemampuannya. 46 f. Mutu Selalu berusaha untuk meningkatkan mutu yang lebih baik daripada yang telah lalu. Mutu merupakan hasil pekerjaan yang dapat menunjukkan kualitas kerja seorang pegawai. Jadi, meningkatkan mutu bertujuan untuk memberikan hasil yang terbaik yang pada gilirannya akan sangat berguna bagi perusahaan dan dirinya sendiri. 47 1.9 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, hipotesis, defenisi konsep, defenisi operasional, dan sistematika penulisan. BAB II METODE PENELITIAN Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data. BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan gambaran umum tentang objek atau lokasi penelitian yang relevan dengan topik penelitian. BAB IV PENYAJIAN DATA Bab ini berisikan pembahasan tentang hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan setelah data-data yang ada disajikan dan diverifikasi BAB V ANALISA DATA Bab ini memuat analisa data pada BAB IV dan selanjutnya memberikan interpretasinya. BAB VI PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang dilakukan. 48