REFLEKSI TASAWUF DI MEJA KERJA

advertisement
REFLEKSI TASAWUF DI MEJA KERJA
Oleh : H. Abdul Wahab Nafan, BS
Jika Anda mulai berorientasi serba duniawi,memburu duniawi, itu tandanya Allah sedang
menghina Anda. Jika Anda sedang berorientasi dalam ubudiah, itu tandanya Allah sedang
menolong Anda. Jika Anda sedang sibuk dengan urusan sesama manusia, sampai lupa dengan
Allah, itu tandanya Allah sedang berpaling dari diri Anda Jika Anda dijauhkan dari rintanganrintangan menuju kepada Allah, sesungguhnya Allah sedang mendidik budi pekerti kehambaan
Anda. Jika Anda bergairah dalam munajat kepada-Nya, itu tandanya Allah sedang Mendekati
Anda. Jika Anda ridla atas ketentuannya, dan Ridla bersama-Nya, itu tandanya Allah Ridla
kepada diri Anda. (Syekh Zaruq dalam Syarah Al-Hikam)[2]
Manusia adalah makhluk yang terdiri dari dua unsur. Yaitu Jasmani dan rohani. Jasmani manusia
meliputi semua anggota tubuhnya dari ujung rambut sampai ujung kepala. Sedangkan rohani
manusia meliputi akal, nafsu dan hati. Pusat dari semua perbuatan manusia sebenarnya ada di
dalam hati. Sebagaimana kadar amal dihitung dari seberapa ikhlas manusia menjalankannya.
Ikhlas tempatnya ada di hati.
Allah sebagai pencipta manusia telah memberi keluasan dan kemudahan kepada manusia.
Termasuk dalam beribadah kepadaNya. Manusia ditaqdirkan untuk lahir di dunia adalah agar
beriman kepada Allah. Selanjutnya, iman yang tempatnya adalah di hati, diaplikasikan dalam
amal ibadah. Dunia, tempat manusia lahir dan mati, adalah tempat sementara. Adalah sebuah
perjalanan yang tujuannya adalah Allah subhanahu wa ta’ala.[3]
Jalan menuju Ibadah
Ketika dalam hati tersirat sejuta kenikmatan yang manusia rasakan. Maka, dalam hatinya akan
timbul rasa syukur dan bahagia akan anugerah yang diterimanya. Alangkah besar pemberian ini.
Kemudian datanglah kabar dari seorang utusan yang bernama Muhammad Shallallahu alaihi wa
sallam yang diperkuat berbagai mu’jizat yang mengalahkan semua argumentasi manusia. Dia
memberi kabar bahwa Allah adalah Tuhan sekalian alam. Dan manusia sudah berikrar di alam
barzakh bahwa mereka berjanji untuk selalu beriman kepada Allah. Dia juga memberi kabar
bahwa manusia diciptakan di dunia ini bukan lain hanyalah agar dia beribadah. Ibadah inilah
yang merupakan ungkapan syukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Ibadah
adalah jalan menuju Allah SWT.[4]
Tiga Jalan Menuju Allah[5]
Oleh karena itu Allah telah menyiapkan tiga jalan menuju Dia yang dipersiapkan bagi
para Muridin (orang orang yang menjadikan Allah tujuan dari perjalanan hidupnya). Tiga jalan
itu adalah: Syari’at, Thoriqot danHaqiqot.[6]
1. SYARIA’T:
“Syari’at adalah mengambil (melaksanakan) dan mengikuti agama Alloh swt. Dengan
menjalankan perintah-perintah dan menjauhi semua larangan-larangan.”
Agama Alloh dijabarkan dalam tiga ilmu, yang kesemuanya fardlu ‘ain untuk dipelajari :
“Ilmu yang membawa aqidah menjadi benar, disebut dengan Ilmu Tauhid.”
“Ilmu yang membawa ibadah menjadi benar, disebut dengan Ilmu Fiqih.”
1
“Ilmu yang membawa hati menjadi baik (Ilmu untuk membersihkan hati), disebut dengan Ilmu
Tashowwuf.”
2. THORIQOH
“Thoriqoh adalah mengambil (melaksanakan) agama dengan sangat waspada dan berhati-hati di
dalam semua amal perbuatan.” Diantara sikap sangat waspada dan berhati-hati dalam
menjalankan agama adalah sifat Waro’[7] dan ‘Azimah[8] seperti Riyadloh[9].
3. HAQIQOT[10]
“Haqiqot adalah telah sampai bagi salik (orang yang berjalan menuju Alloh Ta’ala) kepada yang
dimaksud yaitu Ma’rifatulloh dan menyaksikan Nur Tajalli.”[11]
Menurut Imam Al-Ghozali "Tajalli adalah nur dari sesuatu yang ghoib yang dibukakan di dalam
hati."[12]Ulama’ ahli tashowuf mengumpamakan syari’at laksana perahu, thoriqot laksana laut
dan haqiqot laksana mutiara yang bernilai tinggi. Syari’at diumpamakan laksana perahu sebab
syari’at itu merupakan sarana untuk keselamatan dari kerusakan dalam mencapai tujuan.
Thoriqot diumpamakan seperti laut sebab laut merupakan tempat mutiara yang dimaksud.
Haqiqot diumpamakan seperti mutiara yang mahal dan bernilai tinggi, artinya mutiara itu tidak
mungkin didapatkan kecuali di dalam laut. Orang tidak akan sampai ke tengah laut kecuali
dengan menggunakan perahu, maka untuk memperoleh mutiara yang mahal tidak mungkin,
kecuali dengan Menggunakan perahu dan Mencari ke dalam laut. Begitu pula haqiqot tidak akan
diperoleh kecuali dengan menggunakan Syari’at dan Thoriqot.
Perumpamaan tersebut dikatakan oleh Syaikh Zainuddin bin Ali Al-Ma’bari dalam kitabnya
Hidayatul Adz-Kiya’. “Maka, syari’at itu laksana perahu dan thoriqot laksana laut, kemudian
haqiqot laksana mutiara yang mahal.” Sedangkan sebagian ‘ulama’ ahli tashowuf yang lain
mengumpamakan syari’at, thoriqot dan haqiqot seperti buah pala. Syari’at laksana kulitnya,
thoriqot laksana isinya dan haqiqot laksana minyaknya. Seseorang tidak akan memperoleh
minyaknya kecuali setelah memperoleh isinya dan ia tidak dapat memperoleh isinya kecuali
setelah memecah kulitnya.
Tasawuf
Tasawuf adalah ilmu yang dipelajari untuk memperbaiki hati. Wajib mempelajari ilmu yang
membersihkan hati dari akhlaq-akhlaq yang tercela seperti : kibir, riya', hasad, hirshu, dan lainlain dari penyakit-penyakit hati.[13]
Tasawuf di Era Modern
Menurut Buya Hamka, Tasawuf ibarat jiwa yang menghidupkan tubuh.[14] Dalam Islam Tasawuf
merupakan jantung dari keislaman. Oleh karena itu, sangat tepat jika pendekatan Tasawuf
menjadi salah satu daya tarik diterimanya Islam di Indonesia. Lebih jauh lagi, Tasawuf telah
meniupkan spiritnya ke dalam hampir seluruh kebudayaan Islam. Tarekat-tarekat sufi sebagai
institusi terorganisasi dalam matriks yang lebih besar masyarakat Muslim, memainkan pengaruh
besar atas seluruh struktur masyarakat.
Di awal pertumbuhannya, tasawuf merupakan gerakan kritis terhadap kemewahan para
penguasa dan kecenderungan haus kekuasan dan jabatan yang diidap oleh sebagian tokohtokoh Islam. Problem hedonisme menjadi altar kemunculan dan pertumbuhan tasawuf. Dalam
2
perkembangan selanjutnya tasawuf menjadi suatu pendekatan keagamaan yang diminati
mayoritas umat Islam, terutama ketika Imam al-Ghazali mempromosikannya lewat bukunya Ihya
‘Ulumuddin.
Dalam konteks kehidupan masyarakat modern, fenomena ketertarikan masyarakat terhadap
pengajian-pengajian yang bernuansa Tasawuf mencerminkan adanya kebutuhan masyarakat
untuk mengatasi problem alienasi yang diakibatkan oleh modernitas. Modernitas memang
memberikan kemudahan hidup namun tidak selalu memberikan kebahagiaan bagi
masyarakat.[15]
Refleksi Tasawuf dalam kehidupan Modern
Kehidupan di zaman millennium saat ini menuntut manusia untuk selalu mementingkan urusan
materi daripada urusan batin. Setiap orang memandang orang lain bukan lain karena
kekayaannya, karena rumah mewahnya atau jabatannya.
Sehingga, ketika semua diukur dengan materi, manusia lupa, bahwa jiwanya merana. Jasmani
memang terpuaskan, tapi batin menyedihkan.
Tasawuf memberi solusi akan kehausan batin. Karena tasawuf mengajarkan arti yang tersirat
dari yang tersurat.
Ambil Contoh, Shalat lima waktu. Dalam Syariat hukumnya Shalat lima waktu adalah fardlu ‘ain
sesuai dengan kesepakatan para ulama ahli fiqh. Dan harus dijalankan sesuai dengan syarat dan
rukunnya. Seseorang mungkin telah menjalani shalat sesuai dengan ketentuan fiqh. Tapi bila
tidak pernah belajar masalah hati, shalatnya akan terasa kering dan dan tidak memberi arti yang
menenangkan jiwa. Tasawuf mengajarkan arti ikhlas, yang melepaskan semua faktor “alam”
yaitu ma siwa Allah semua selain Allah.
Refleksi Tasawuf di Meja Kerja
Di saat manusia di zaman modern kebanyakan kerja di dalam kantor. Mungkin sebagian merasa
bahwa ibadah mereka berkurang begitu banyak. Kesibukan seorang manager pasti menyita
waktunya. Mungkin untuk ibadah wajib seperti shalat lima waktu dan puasa masih bisa
dilakukan. Akan tetapi, shalat rawatibdan shalat dhuha sudah dipastikan sulit mencari waktu
untuk melakukannya. Apalagi membaca alquran dan membaca shalawat kepada Nabi
Muhammad SAW. Biasanya bagi sebagian orang sulit dan bahkan “tabu” untuk dilakukan di
dalam kantor dan meja kerja.
Memang, ibadah jasmani menuntut untuk meluangkan waktu bagi anggota badan untuk
mengerjakannya. Shalat, tidak mungkin dikerjakan sambil kerja. Apalagi haji yang menuntut
untuk melepas semua kesibukan dan bahkan meninggalkan keluarga. Kalau puasa masih bisa
dilakukan oleh siapapun dalam kondisi sambil kerja tentunya.
Dan yang sebenarnya yang paling memungkinkan adalah ibadah hati. Ibadah hati, yang
sebenarnya adalah dzikir sirri.[16] Dzikir dalam keramaian memungkinkan siapapun untuk
melakukannya. Karena dzikir di dalam hati tidak membutuhkan waktu khusus dan tempat
khusus dan bahkan tidak membutuhkan suci dari hadast. Dalam kondisi apapun, seseorang bisa
menjalankan dzikir. Dalam setiap kesempatan siapapun bisa melakukan dzikir. Bahkan di dalam
WC pun, kita masih bisa dzikir. Bahkan di saat berhubungan suami istripun[17], dzikir
dimungkinkan.[18]
3
Tasawuf Aplikatif dalam kehidupan sehari hari
Dalam tulisan ini, penulis mengajak pembaca budiman menerapkan tasawuf dalam kehidupan
sehari hari. Siapapun anda, bila telah belajar tasawuf, pasti akan mudah menerapkannya di
kehidupan sehari hari, tak terkecuali ketika berada di tempat kerja.
Pembaca yang budiman, marilah memulai dari sekarang mengerjakan segala sesuatu dimulai
dengan bacaan basmalah. Dan biasakan melakukan semua aktifitas diiringi dengan dzikir Allah
Allah Allah di dalam hati.[19] Biasakan untuk mengembalikan segala persoalan kepada Allah
SWT. Sehingga, kita bersyukur ketika menjalankan taat dan mendapatkan nikmat, dan taubat
ketika menjalankan maksiat, serta sabar dan ridho atas qadha Allah ketika mendapatkan
musibah.
Jangan lupa basahilah selalu bibirmu dengan shalawat dan “kalimat thoyyibah” serta doa doa
ma’tsurah dalam setiap kesempatan dan waktu luang. Akan tetapi jangan terlalu berharap
dengan pahala amal anda, jangan menuntut balasan dari perbuatan yang tidak anda lakukan,
karena pada hakikatnya, perbuatan anda hanyalah wujud dari qudrot dan irodah Allah. Tapi
berharaplah kepada anugerah Allah subhanahu wa ta’ala.
Dan yang perlu diingat, jangan segan dan jangan malu untuk menimba ilmu dari para ulama’.
Karena mereka adalah pewaris para nabi. Jangan terpesona dengan orang kaya tapi kikir, karena
dia adalah penerus Qorun yang terlibas gempa sehingga terhempas di dalam perut bumi. Jangan
juga terpikat oleh pemimpin yang semena semana, karena hakikatnya dia adalah Firaun yang
mati terpuruk di tengah lautan.
Dalam pepatah jawa “trisno jalaran soko kulino”, maka biasakanlah berdzikir dengan lisan dan
hati ketika anda tidak mempunyai kesibukan, sehingga tak terasa, di saat anda sibuk, hati anda
akan berdzikir secara terus menerus tanpa perlu dituntun lagi.
Penutup
Dalam penutup tulisan ini, sebuah hadits dari Rasulullah Muhammad SAW layak untuk kita
renungkan. “Cahaya ketika masuk ke dalam hati, maka akan menjadi luas dan tercerahkan”.
Dikatakan: Wahai Rasulullah, apakah engkau punya tanda yang bisa ketahui (dari masuknya
cahaya ke dalam hati). Nabi SAW menjawab: “(tandanya adalah) Menjauh dari dunia tempat
tipuan dan kembali ke akhirat tempat yang kekal serta mempersiapkan kematian sebelum ia
datang menjemput”
Cahaya yang masuk ke dalam hati karena selalu dzikir dan ingat kepada Allah
adalah nur robbany. Allah memberi contoh perumpamaan untuk mendekatkan pengertian kita
tentang nur robbany
seperti ceruk yang di dalamnya ada pelita, pelita itu ada di dalam
kaca. Kaca itu bagaikan bintang yang berkilauan seperti mutiara yang berbahan bakar Pohon
zaitun yang tidak ada di timur maupun barat. Walaupun tidak disentuh api, minyak itu tetap bisa
bersinar. Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki. [20]
Untuk membuat kita lebih “mudeng” tentang cahaya itu, penulis beri contoh lampu neon atau
dop, cahaya lampu berada di dalam kaca yang berkekuatan listrik hasil pertemuan min dan plus.
Lampu bisa menyala bila kedap udara. Sedikit saja udara masuk, lampu akan segera
terbakar.[21] Lampu itu diberi cerukmisykat (seperti lampu senter) agar cahaya tidak menyebar
alias bisa terkumpul dan semakin kuat.
4
Kekuatan min dan plus yang menyalakan lampu tersebut adalah bagaikan syari’at dan hakikat.
Bila hakikat dan syariat berkumpul, maka hati akan bercahaya serta menyinari semua perbuatan
kita. Menyinari juga orang orang di sekitar kita.
Dalam ibadah shalat, syariat adalah memenuhi syarat dan rukunnya, sedangkan hakikat adalah
selalu ingat kepada Allah SWT.[22] Masihkah kita ragu untuk melaksanakannya?
[1] Dipelajari bersama di Wisma Pertamina pada Hari Jum’at tanggal 10 Juni 2011 dalam rangka meneruskan Pengajian “Riyadlul
Muhibbin secara istiqomah.
[2] Diterjemahkan oleh pecinta tasawuf di:
http://jalansufi.multiply.com/journal/item/40/POSISI_ANDA_DIHADAPAN_ALLAH
[3] Pendapat penulis berdasarkan apa yang dipelajari dari literature agama.
[4] Imam Ghazali, 1989 / 1409, Minhajul Abidin, Beirut, Muassasah Risalah, p 51.
[5] Keterangan ini penulis salin dari kitab “Jalan Menuju Allah” Karya KH. Moch. Djamaluddin Achmad, Penerbit PUSTAKA ALMUHIBBIN, 2006.
[6] Pembagian ini bukan untuk menafikan pembagian Nabi dalam hadits ke dua dari kitab al Arba’in annawawiyyah yang
diriwayatkan Umar bin Khattab. Dalam hadits tersebut sang penyanya menanyakan tiga rukun agama Islam. Yaitu Islam, Iman dan
Ihsan.
[7] waro’ adalah meninggalkan hal-hal yang bersifat syubhat (sesuatu yang belum jelas kehalalannya).
[8] ‘Azimah menurut bahasa adalah tujuan yang sangat kuat, yang dimaksudkan di sini adalah bersungguh-sungguh dan sabar atas
masalah-masalah yang berat menurut nafsu yang bertentangan dengan hawa nafsunya.
[9] “Riyadloh adalah mendorong nafsu untuk melakukan amal-amal yang dituntut akhlaq budi yang bagus, seperti : terjaga pada
waktu malam hari, mampu menahan lapar, zuhud, jujur, ‘uzlah, meninggalkan barang yang diingini nafsu dan lain-lain yaitu semua
sifat dan perilaku yang bisa mendekatkan diri kepada Alloh swt.
[10] Hakikat dijelas oleh Algumari Alhasani sebagai maqom Ihsan. al I’lam bi annat Tasawwuf min Syari’atil Islam, p 8.
[11] “Tatkala Tuhannya menampakkan diri (tajalli) kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh
pingsan.
[12] Tajalli terbagi menjadi tiga: Tajalli asma’, Tajalli Sifat dan Tajalli Dzat.
[13] KH.Moch. Djalamuddin Ahmad, 2006, Jalan Menuju Allah.
[14] Jauh sebelum Buya hamka, Syekh Zarruq (899 H) telah menjelaskan dalam syarah Hikam, kedudukan tasawuf dalam agama
adalah ibarat ruh dari jasad. Fiqh adalah jasadnya, karena jiwa(Tasawuf) tidak akan tampak kecuali dalam jasad (fiqh). Sebagaimana
juga jiwa tidak akan bisa tegak tanpa jasad.
Silahkan baca lebih lanjut, Hikam Ibn Atha’illah Syarh al ‘arif billah Assyekh Zarruq, Tahqiq Abdul Halim Mahmud, 1985 / 1305, Cairo,
Darussya’b.
[15] Neo-Tasawuf dan Problem Modernitas, http://ilmutasawuf.blogspot.com.
[16] Adalah dzikir secara rahasia di dalam hati tanpa diketahui oleh orang lain.
[17] Tentunya bagi yang sudah nikah.
[18] Inti sari dari pengajian “Hikam” KH.Moch.Djamaluddin Ahmad pada Hari Senin malam Selasa, 1 Juni 2009.
[19] Dzikir dengan lafadz Allah Allah Allah, oleh Syekh Al-Ghimari al-Hasani(1993) telah dijelaskan di dalam kitabnya “al I’lam bi
annat Tasawwuf min Syari’atil Islam, p 32-35. Beliau mengatakan bahwa pendapat Izzuddin bin Abdussalam dzikir ini (al Ism al
Mufrod, Allah Allah Allah) bid’ah dan tidak pernah dinukil dari Nabi Muhammad SAW, pendapat ini ditolak dengan berbagai
argument salah satunya adalah hadits shahih Muslim (Tidak terjadi hari Kiamat hingga tidak ada lagi orang yang mengucapkan : Alloh
Alloh!) dan di kitab yang sama ada satu riwayat lain: (Hingga tidak ada lagi seorangpun yang mengucapkan : Alloh Alloh) Maka hadits
ini menjadi dalil atas kebenaran dzikir Allah yang diulang ulang. Dan para ahlil tahqiq telah memberi bantahan atas pendapat
Izzuddin bin Abdussalam antara lain Ali bin Abdussalam, Abdur Qadir al Fasi, Assya’roni, Abdussalam Albannani.
[20] .Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak
tembus(Ceruk), yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya)
seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah
timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya) yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api.
Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat
perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (QS. Annur ayat: 35)
[21] Begitu pula hati. Sekali masuk selain Allah, cahaya akan padam.
[22] Inti sari dari pengajian Hikam KH.Moch.Djamaluddin Achmad, 25 Mei 2009.
5
Download