TRANSFORMASI GEN XILOGLUKANASE PADA BEBERAPA JENIS EKSPLAN SENGON (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) MELALUI Agrobacterium tumefaciens Naskah Publikasi Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh: Tri Warseno M0403010 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008 PERSETUJUAN Naskah Publikasi SKRIPSI TRANSFORMASI GEN XILOGLUKANASE PADA BEBERAPA JENIS EKSPLAN SENGON (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) MELALUI Agrobacterium tumefaciens Oleh: Tri Warseno NIM. M0403010 Telah disetujui untuk dipublikasikan Surakarta, Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Prof. Drs. Suranto,M.Sc., Ph.D. NIP. 131 472 192 Dra. N. Sri Hartati, M.Si. NIP. 320 006 576 Mengetahui, Ketua Jurusan Biologi Dra. Endang Anggarwulan, M.Si. NIP. 130 676 864 TRANSFORMATION OF XILOGLUCANASE GENE TO SEVERAL EXPLANT TYPES OF SENGON (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) MEDIATED BY Agrobacterium tumefaciens Tri Warseno1), Suranto1), Sri Hartati2) Departement of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences Sebelas Maret University, Surakarta 1) Research Center For Biotechnology Indonesian Institute of Sciences 2) ABSTRACT Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) is one of forestry crop which have been developed and recommended for Industrial Timber Estate (HTI). The economic value of this plant such as pulp, raw material of paper industry (pulp and paper), construction, plywood, and also for energy was widely known. To increase the wood quality of sengon in industry especially for the pulp, sengon plantation in which consist higher cellulose were required. Genetic engineering with the DNA technology for the crop improvement in which the times taken where much shorten compare to conventional one. Overexpression of xyloglucanase in poplar (Populus alba) showed the growth enhancement and improved the cellulose depotition at secondary xylem so wood quality yielded good progressively. The aim of this research was to know the result of xyloglucanase gene transformation via Agrobacterium tumefaciens vector of various explants type of sengon. Callus, cotyledons and cotyledonary nodes were taken away from sengon’s seed which germinated on hormon-free MS medium during 10 days used for transformation. A. tumefaciens carrying recombinant plasmid pAaXEG 300 bearing xyloglucanase and NPT II gene encoding kanamycin resistance were used for transformation process. For cocultivation A. tumefaciens with Optical Density (OD600) = 0,4; 0,6 and 0 (as control) value was used. For callus induction 1mg TDZ and 0,25 mg/IAA were added to MS medium respectively. For the selection purpose 300 mg/l kanamycin and 280 mg/l carbenisillin were added to MS medium. The putative transgenic explants were tested on a gene integration test by PCR methode and the results was checked by gel electroforesis. Putative transgenic explants then moved to the somatic embryo induction medium to induce somatic embryo forming. The results showed that the OD600 0,4 value showed much better than OD600= 0,6 for the all of explants used, accordingly callus yielded highest transformation efficiency value ( 40 %). PCR products examined, resulting showed that six of the nine samples tested showed positif, indicating that xyloglucanase gene has successfully integrated on the plant tissue. Key words: xyloglucanase, transformation Paraserianthes falcataria, explant types, PENDAHULUAN Salah satu tanaman kehutanan yang dikembangkan sebagai salah satu komoditi HTI (Hutan Tanaman Industri) adalah sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen). Sengon mempunyai beberapa keunggulan yaitu dapat tumbuh dengan cepat di daerah tropis, pada tanah miskin hara dan drainase yang kurang baik. Sifatnya yang dapat tumbuh cepat sangat sesuai digunakan untuk reboisasi dan penghijauan lahan-lahan kritis (Santoso, 1992). Kayu sengon merupakan salah satu kayu yang banyak dimanfaatkan dalam produksi pulp dan kertas. (Nemoto, 2002). Kayu sengon dapat digunakan untuk menghasilkan pulp yang berkualitas karena kayu sengon memiliki berat jenis 0,49 dengan tingkat keawetan dan kekuatannya tergolong ke dalam kelas awet IV/V dan kelas kuat IV/V (Hidayat, et al., 2002). Selain itu karena warnanya yang terang, hanya sedikit proses bleaching yang diperlukan untuk mendapatkan kertas putih yang baik kualitasnya (Nemoto, 2002). Untuk peningkatan pertumbuhan dan kualitas kayu sengon sebagai bahan baku industri pulp maka diperlukan perbanyakan dan perbaikan sifat sengon melalui rekayasagenetika. Rekayasa genetika dengan penerapan teknologi DNA melalui transformasi genetik merupakan teknologi alternatif untuk perbaikan tanaman dalam waktu yang relatif singkat (Siregar, 2002). Adanya keterlibatan proses pemutusan ikatan xiloglukan dalam proses elongasi (pemanjangan) sel, telah terbukti dengan adanya penemuan terdahulu mengenai proses integrasi oligosakarida xiloglukan kedalam segmen-segmen batang kacang polong (Pisum sativum) yang ternyata dapat melonggarkan dinding sel dan mempercepat proses pemanjangan sel (elongasi). Overekspresi xiloglukanase pada poplar (Populus alba) yaitu sejenis tanaman berkayu di daerah subtropik terbukti dapat memacu pertumbuhan dan meningkatkan deposisi selulosa pada xylem sekunder sehingga kualitas kayu yang dihasilkan semakin baik (Park et al., 2004). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hasil transformasi gen xiloglukanase menggunakan vektor Agrobacterium tumefaciens pada beberapa jenis eksplan tanaman sengon.. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Mei 2007 – Januari 2008 di di Laboratorium Biologi Molekuler Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Cibinong, Jawa Barat. Penentuan Sensifitas Eksplan terhadap Antibiotik Kanamisin Eksplan ditanam pada media MS yang mengandung beberapa tingkat konsentrasi kanamisin, yaitu 0, 100, 200, 300, 400, dan 500 mg/l (masing-masing 15 eksplan). Pengamatan dilakukan setelah 4 minggu untuk mengetahui pertumbuhan eksplan pada masing-masing tingkat konsentrasi. Transformasi Proses transformasi dilakukan dengan cara merendam eksplan (bagian buku kotiledon, kotiledon dan kalus) dalam larutan bakteri Agrobacterium tumefaciens dengan OD600 (Optical Density) = 0,4 dan 0,6 selama 5 menit. Semua permukaan eksplan harus terendam oleh larutan bakteri tersebut. Eksplan diletakkan di atas kertas saring steril untuk menyerap sisa bakteri dan dibiarkan sampai mengering. Selanjutnya eksplan dikokultivasi pada media ½ MS selama + 24 jam (overnight) (Sudarmonowati dkk. (2005). Seleksi dan Induksi Kalus Embriogenik Hasil Transformasi Eksplan yang telah dikokultivasi dipindah kedalam cawan yang berisi media induksi kalus. Media yang digunakan adalah media MS + 1 mg/l TDZ + 0,25 mg/l IAA (Tampubolon, 2007). Untuk media seleksi ditambahkan dengan antibiotik yang mengandung 300 mg/l kanamisin serta 280 mg/l karbenisilin. Kemudian eksplan diinkubasi dalam ruang kultur pada suhu 25 oC. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui jumlah eksplan yang bertahan dan mampu membentuk kalus serta memberikan respon embriogenik. Eksplan yang dapat bertahan pada media seleksi adalah putative transgenic yang akan diuji lebih lanjut dengan PCR. Uji Integrasi Gen Melalui PCR Isolasi DNA tanaman dilakukan dengan menggunakan metode CTAB berdasarkan Gillies et al.(1997) dengan penambahan PVP. Sebanyak 17,5 µl akuades steril dimasukkan ke dalam tabung propilen 500 µl dan diikuti berturutturut dengan 2,5 µl PCR buffer 10 X; 1 µl MgCl2; 1 µl DNA template; 1 µl forward primer;1 µl reverse primer; 0,5µl dNTP mix dan 0,5 µl enzim polymerase (Invitrogen). Setelah ditutup komponen tersebut dicampur dengan cara disentrifus dengan kecepatan 5000 rpm selama 1 menit. Kemudian tabung propilen dimasukkan ke dalam mesin PCR untuk dilakukan amplifikasi. Primer yang digunakan untuk amplifikasi: 1). Forward primer: 5’- GCTGCCAGTCTAGAGCGCCGCAGCGAC-3’, 2). Reverse primer: 3’- CAACGCACC TGGCGCCGGACTGCCCTC-5’ Kondisi PCR yang digunakan adalah denaturasi awal dilakukan pada suhu 95 oC selama 60 detik, denaturasi untuk siklus dilakukan pada suhu 95 oC selama 30 detik, kemudian diikuti dengan annealing pada suhu 56 oC selama 45 detik dan elongasi pada suhu 72 oC selama 60 detik. Siklus ini diulang untuk 30 siklus dan diikuti dengan elongasi akhir pada suhu 72 oC selama 7 menit. Hasil PCR diuji melalui elektroforesis gel agarose. Gel agarose dibuat dengan konsentrasi 0,8 %. HASIL DAN PEMBAHASAN Optimasi Media Seleksi Untuk mengetahui sensitifitas eksplan tanaman P. falcataria terhadap antibiotik kanamisin dan penggunaan antibiotik kanamisin yang tepat untuk media seleksi, dilakukan percobaan dengan menumbuhkan eksplan tanaman P. falcataria pada media MS dengan penambahan beberapa tingkat konsentrasi kanamisin. Sensitivitas eksplan P. falcataria terhadap antibiotik kanamisin dapat dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil uji sensitivitas eksplan sengon terhadap kanamisin (n =15) Konsentrasi Kanamisin (mg/l) 0 100 200 300 400 500 600 Jumlah dan persentase (%) eksplan mati pada minggu ke1 2 3 0/15 (0) 0/15 (0) 0/15 (0) 0/15 (0) 0/15 (0) 0/15 (0) 0/15 (0) 0/15 (0) 3/15 (20) 0/15 (0) 5/15 (33,33) 10/15 (66,67) 3/15 (20) 11/15 (73,33) 15/15 (100) 5/15 (33,33) 13/15 (86,67) 15/15 (100) 15/15 (100) 15/15 (100) 15/15 (100) *) Keterangan: Angka di dalam kurung menunjukkan persentase 4 0/15 (0) 2/15 (13,33) 5/15 (33,33) 15/15 (100) 15/15 (100) 15/15 (100) 15/15 (100) Dari penelitian optimasi media seleksi ini, dihasilkan bahwa antibiotik kanamisin dengan konsentrasi 300 mg/l dapat digunakan sebagai konsentrasi minimal yang dapat menghambat pertumbuhan dan merupakan konsentrasi lethal minimum pada eksplan sengon, sehingga kanamisin dengan konsentrasi tersebut dapat digunakan untuk menyeleksi kalus transforman yang resisten terhadap kanamisin. Optimasi Media Induksi Embrio Somatik Media untuk menginduksi terbentuknya embrio somatik merupakan salah satu aspek yang memegang peranan penting dalam penelitian transformasi gen pada tanaman. Eksplan yang telah ditransformasi diharapkan dapat berkembang dan beregenerasi membentuk embrio somatik atau tanaman utuh (planlet). Hasil pengamatan secara visual perkembangan kalus pada 6 media induksi embrio somatik pada minggu ke-4 setelah tanam dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 1. Tabel 2. Penampakan visual perkembangan kalus pada media induksi embrio somatik pada minggu ke-2 setelah tanam. Media Penampakan visual kalus Struktur Warna Diameter Respon SE M1 Friable Hijau kekuningan < 15 mm M2 Friable Hijau kekuningan < 15 mm M3 Friable Hijau kekuningan > 15 mm M4 Friable Hijau kekuningan > 15 mm M5 Friable Hijau kekuningan > 15 mm M6 Friable Hijau kekuningan > 15 mm + *) Keterangan: (+) Kalus memberikan respon terbentuknya embriogenesis somatik (-) Kalus tidak memberikan respon terbentuknya embriogenesis somatik Struktur kalus pada semua jenis media secara umum tidak menunjukkan perbedaan. Kalus yang muncul strukturnya friable (remah) dan berwarna hijau kekuningan. Dari 6 jenis media yang digunakan hanya media M6 (Media MS + 0,1 mg/l TDZ + 0,25 mg/l IAA) yang merespon terjadinya embriogenesis somatik dengan ditandai terbentuknya struktur seperti embrio pada beberapa eksplan. Berdasarkan optimasi media pendewasaan ini eksplan yang telah lolos selanjutnya dipindahkan ke media induksi yang responsif membentuk embrio somatik yaitu media M6 (Media MS + 0,1 mg/l TDZ + 0, 25 mg/l IAA ). A B C D E F Gambar 1. Keterangan: Hasil Pengamatan Visual Optimasi Media Induksi Embriogenesis Somatik. A: Media MS0; B: Media ½ MS; C: Media MS + 0,1 mg/l TDZ; D: Media MS + 0,46 µM Kinetin; E: Media MS + 0,1 mg/l TDZ + 0,46 µM Kinetin; F: Media MS + 0,1 mg/l TDZ + 0, 25 mg/l IAA Hasil seleksi eksplan yang telah ditransformasi Setelah 8 minggu pada media seleksi dilakukan pengamatan untuk mengetahui persentase dari masing-masing parameter. Hasil analisis data untuk masing-masing perlakuan dapat dilihat pada tabel 3 berikut. Tabel 3. Hasil seleksi eksplan setelah 8 minggu pengamatan Nilai Kerapatan Bakteri Jenis Eksplan Persentase Rata-Rata Eksplan Bertahan (%) Persentase RataPersentase Persentase Rata Eksplan Rata-rata Rata-Rata mengalami Eksplan Eksplan Overgrowth Nekrosis (%) membentuk (%) kalus (%) OD600 = 0 Kalus 100 a 0a 0 a 88 de a a a (Kontrol) Kotiledon 94 0 6 94 e a a a Buku kotiledon 92 0 8 80 d b bc b OD600 = 0,4 Kalus 40 30 30 28 bc b b b Kotiledon 38 26 36 24 b b bc b Buku kotiledon 38 28 34 34 c c c b OD600 = 0,6 Kalus 26 42 32 10 a c bc b Kotiledon 24 40 34 20 b c bc b Buku kotiledon 26 40 34 24 b *) Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada satu kolom menunjukkan tidak beda nyata pada uji DMRT dengan taraf uji 5 %. Persentase eksplan yang bertahan pada media seleksi Perubahan morfologi pada eksplan hasil transformasi mulai terlihat setelah 1 minggu dalam media seleksi yang mengandung kanamisin 300 mg/l, dimana beberapa eksplan mulai mengalami pencoklatan, nekrosis atau membusuk. Eksplan tersebut merupakan eksplan yang diduga tidak tertransformasi sehingga tidak mampu bertahan dalam media yang mengandung kanamisin sedangkan eksplan yang tertransformasi tetap segar (berwarna hijau) (Gambar 2). A B Gambar 2. Keterangan: Perbandingan kalus putative transgenic dan yang nekrosis A. Eksplan putative transgenic (masih tetap berwarna hijau dan membentuk kalus baru) B Eksplan yang tidak tertransformasi (berwarna coklat dan mengalami nekrosis Hasil analisis sidik ragam (Anava) menunjukkan bahwa perbedaan nilai kerapatan bakteri (Nilai OD) dan jenis eksplan menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap persentase rata-rata eksplan bertahan (p < 0,05). Setelah dilakukan Uji DMRT pada taraf uji 5 % menunjukkan bahwa nilai OD menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada persentase ekspan transforman yang dapat bertahan pada media seleksi. Sebaliknya jenis eksplan tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kemampuan eksplan untuk bertahan pada media seleksi. Berdasarkan dari hasil seleksi eksplan hasil transformasi pada media seleksi yang diberi 300 mg/l kanamisin diketahui bahwa persentase hidup eksplan pada setiap perlakuan ternyata menunjukkan jumlah yang cukup rendah, sedangkan eksplan yang ditumbuhkan pada media tanpa antibiotik (kontrol), ternyata dapat tumbuh dan mampu membentuk kalus yang lebih baik. Hal ini menunjukkan adanya proses seleksi terhadap sel-sel eksplan oleh kanamisin yang digunakan pada media seleksi dan penambahan antibiotik kanamisin 300 mg/l pada media seleksi sudah cukup efektif untuk menyeleksi sel-sel transforman pada sengon. Persentase Eksplan Tahan 100 94 100 92 90 Persentase (%) 80 70 OD 600= 0 OD 600= 0,4 OD 600= 0,6 60 50 40 26 30 38 38 40 26 24 20 10 0 Kalus Kotiledon Buku Kotiledon Jenis Eksplan Gambar 3. Persentase (%) eksplan yang bertahan pada media seleksi (setelah 8 minggu pengamatan Adanya eksplan yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan setelah transformasi dan ditanam di media seleksi merupakan indikasi awal terintegrasinya T-DNA dari plasmid yang membawa gen resisten terhadap antibiotik kanamisin (npt II) ke dalam sel-sel eksplan karena resistensi eksplan tersebut merupakan ekspresi dari gen npt II. Persentase kontaminasi oleh Agrobacterium (overgrowth) Setelah 7-10 hari dipindah ke media seleksi (1 mg/l TDZ + mg/l 0,25 IAA + 300 mg/l kanamisin + 280 mg/l karbenisilin) eksplan ditumbuhi oleh bakteri A. tumefaciens sehingga menyebabkan tanaman mengalami gangguan pertumbuhan dan akhirnya mati. Hal tersebut dapat disebabkan oleh terjadinya pertumbuhan bakteri yang berlebih (overgrowth) yang mengakibatkan tingkat kompetisi bakteri sangat tinggi dan pertumbuhan eksplan terhambat atau mati sehingga proses infeksi tidak efektif (Siswanto dkk., 1997). Persentase Eksplan Mengalami Overgrowth 45 42 40 40 Persentase (%) 40 35 30 28 30 26 OD 600= 0 OD 600= 0,4 OD 600= 0,6 25 20 15 10 5 0 0 0 0 Kalus Kotiledon Buku Kotiledon Jenis Eksplan Gambar 4. Persentase (%) eksplan yangmengalami overgrowth pada media seleksi (setelah 8 minggu pengamatan Hasil penelitian dengan perbedaan nilai OD dan jenis eksplan pada eksplan yang ditransformasi menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap persentase rata-rata eksplan yang overgrowth apabila dibandingkan dengan kontrol. Kerapatan bakteri dengan nilai OD600 = 0,6 menghasilkan eksplan dengan tingkat overgrowth yang lebih tinggi daripada OD600 = 0,4 pada semua jenis eksplan yang digunakan. Hal tersebut diduga karena pada OD600 = 0,6 kerapatan bakteri terlalu tinggi sehingga bakteri tumbuh secara berlebih dan akhirnya mengkontaminasi eksplan, mengakibatkan pertumbuhan terganggu bahkan kematian eksplan. Persentase Eksplan yang Nekrosis Nekrosis dan kematian sel pada jaringan tanaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi transformasi yang diperantarai oleh Agrobacterium (Gustavo et al., 1998). Tingkat reaksi nekrosis dilaporkan tergantung pada beberapa parameter transformasi, meliputi jenis dan usia eksplan, waktu prakultur, densitas inokulum bakteri dan lamanya infeksi, jenis dan konsentrasi agen penyeleksi yang digunakan. Persentase Ekplan Nekrosis 40 36 Persentase (%) 35 30 34 34 32 34 30 25 OD 600= 0 20 OD 600= 0,4 OD 600= 0,6 15 8 10 6 5 0 0 Kalus Kotiledon Buku Kotiledon Jenis Eksplan Gambar 5. Persentase (%) eksplan yang mengalami nekrosis (setelah 8 minggu pengamatan Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan nilai OD dan jenis eksplan tidak berpengaruh secara nyata pada persentase eksplan yang nekrosis pada eksplan transforman yang ditransformasi dengan menggunakan nilai OD600= 0,4 dan 0,6. Tetapi apabila dibandingkan dengan tanaman kontrol hasilnya menunjukkan pengaruh yang beda nyata (Tabel 3). Berdasarkan hasil statistik tersebut diduga bahwa proses transformasi mempengaruhi kondisi eksplan setelah kokultivasi salah satunya adalah nekrosis pada eksplan. Persentase Eksplan yang membentuk Kalus Kemampuan eksplan untuk membentuk kalus pada media seleksi merupakan salah satu parameter dari keberhasilan proses transformasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa eksplan yang tumbuh dan membentuk kalus merupakan sel-sel yang telah berhasil tertransformasi dan ada indikasi untuk dapat beregenerasi menjadi planlet. Hasil analisa data secara statistik menunjukkan bahwa perbedaan kerapatan bakteri dan jenis eksplan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada persentase eksplan yang membentuk kalus. Perbandingan persentase ekslan yang mampu membentuk kalus ditunjukkan pada Gambar 6. Pada eksplan yang ditransformasi persentase eksplan yang dapat membentuk kalus baru tertinggi adalah yang berasal dari buku kotiledon. Pada eksplan yang berasal dari kalus, kemampuan untuk membentuk kalus yang baru lebih rendah daripada buku kotiledon. Hal tersebut dapat disebabkan karena usia kalus yang sudah dewasa ketika ditransformasi sehingga lebih sulit berproliferasi untuk membentuk kalus yang baru dibandingkan dengan buku kotiledon yang mungkin lebih aktif dalam pembelahan sel. Persentase Eksplan Membentuk Kalus 100 90 94 88 80 Persentase (%) 80 70 60 OD600= 0 50 40 OD600= 0,4 34 28 24 30 24 20 20 OD600= 0,6 10 10 0 Kalus Kotiledon Buku Kotiledon Jenis Eksplan Gambar 6. Persentase (%) eksplan yang membentuk kalus (setelah 8 minggu pengamatan 1A 1 1B 2A 2 Gambar 7. Keterangan: 2B Morfologi eksplan hasil transformasi dan kontrol setelah 8 minggu pengamatan. 1. Eksplan hasil transformasi dengan nilai OD600= 0,4 2. Eksplan hasil transformasi dengan nilai OD600= 0,6 A. Eksplan kontrol B. Eksplan hasil transformasi (XEG = Xiloglukanase) Bila dibandingkan dengan tanaman kontrol, terlihat bahwa proses transformasi mempengaruhi kemampuan eksplan dalam membentuk kalus. Selain itu kalus yang berasal dari eksplan yang telah ditransformasi menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah daripada kalus yang tidak ditransformasi (kontrol) (Gambar 13). Hal ini diduga karena perlakuan transformasi dan insersi gen asing ke dalam kromosom tanaman menyebabkan tanaman mengalami stress, sehingga menghambat pertumbuhan dan daya regenerasinya. Efisiensi Transformasi Efisiensi transformasi merupakan salah satu parameter untuk mengetahui keberhasilan transformasi gen pada tanaman. Pada penelitian ini nilai efisiensi transformasi dihitung dengan membandingkan jumlah eksplan yang bertahan pada medium seleksi pada akhir pengamatan dengan jumlah eksplan yang dikokultivasi. Tabel 4. Nilai efisiensi transformasi berdasarkan ketahanan kalus pada media seleksi (pengamatan minggu ke-10). Nilai Kerapatan Bakteri OD600 = 0,4 Jenis Efisiensi Transformasi Eksplan (%) Kalus 40 Kotiledon 36 Buku kotiledon 38 OD600 = 0,6 Kalus 24 Kotiledon 20 Buku kotiledon 25 *) Keterangan: Jumlah eksplan yang ditransformasi setiap perlakuan 50 eksplan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap parameter transformasi terutama persentase eksplan yang mampu bertahan pada media seleksi setelah 10 minggu pengamatan, nilai efisiensi transformasi yang diperoleh pada masing-masing perlakuan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. Nilai efisiensi transformasi tertinggi terdapat pada eksplan kalus yang ditransformasi menggunakan Agrobacterium tumefaciens dengan nilai OD600= 0,4 yaitu 40 % dan nilai efisiensi transformasi yang terendah terdapat pada kotiledon yang ditransformasi dengan nilai OD600= 0,6 yaitu 20 %. Pertumbuhan dan perkembangan eksplan hasil transformasi pada media induksi embrio somatik Setelah 8 minggu ditanam pada media seleksi, kalus yang terbentuk dipindahkan ke media perkembangan kalus, yaitu media MS ditambah dengan 0,1 mg/l TDZ dan 0,25 mg/l IAA (berdasarkan hasil optimasi media induksi) untuk menginduksi terbentuknya embrio somatik. Pada media pendewasaan beberapa eksplan baik kontrol maupun yang telah ditransformasi muncul beberapa struktur yang menyerupai embrio setelah 3-4 minggu setelah tanam (Gambar 8). 1A 1B 2A 2B 2D Gambar 8. Keterangan: 2E 1C 2C 2F Beberapa struktur seperti embrio yang muncul pada media induksi embrio somatik. 1A-1C = non transforman 2A-2F = transforman Jumlah eksplan yang mampu membentuk embrio somatik pada media pendewasaan pada penelitian ini masih terlalu sedikit. Dari 100 eksplan yang dipindahkan ke media induksi hanya 9 ekplan yang dapat membentuk struktur yang menyerupai embrio. Belum optimalnya pembentukan embrio somatik dalam penelitian ini diduga karena belumnya tepatnya kualitas eksplan yang digunakan. Ketidakmampuan eksplan untuk membentuk embrio somatik mungkin disebabkan karena faktor media yang kurang optimal untuk meregenerasikan kalus setelah transformasi. Jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang kurang tepat mungkin termasuk di dalam faktor yang menyebabkan eksplan tidak mampu membentuk embrio somatik secara optimal. Hal tersebut dapat dilihat pada perlakuan kontrol yaitu kalus yang tidak mengalami transformasi ternyata juga tidak dapat membentuk embrio somatik secara optimal dan embrio somatik yang terbentuk hanya mencapai fase nodular/globular dan kemudian mengalami pengkalusan lagi. Penyebab lain rendahnya daya regenerasi eksplan transforman mungkin dikarenakan adanya senyawa/ agen penyeleksi antibiotik pada media regenerasi. Sel yang tidak mengandung gen ketahanan terhadap antibiotik tentunya akan terseleksi dan mati, sebaliknya sel eksplan yang telah tertransformasi gen ketahanan terhadap antibiotik akan lolos seleksi dan tumbuh terus dan dapat membentuk embrio somatik. Penggunaan sistem seleksi antibiotik dilaporkan sering menyebabkan kebanyakan sel yang tertransformasi tidak atau sulit beregenerasi (Yu, et al., 2001; da Silva, et al., 2001). Hal tersebut diduga karena adanya penghambat pertumbuhan atau toksin yang dikeluarkan dari sel nontransgenik yang mati, atau karena terganggunya transportasi senyawa esensial melalui jaringan mati tersebut (Haldrup et al., 1998). Konsentrasi antibiotik yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan Agrobacterium setelah proses kokultivasi pada umumnya tinggi dan mungkin mempengaruhi kultur tanaman dengan menghambat atau dapat juga meningkatkan pertumbuhan dan regenerasi eksplan. Penelitian transformasi gen pada tanaman pepaya (Yu, et al., 2001), kedelai (Wiebkie et al., 2006), Chrysanthemum dan tembakau (da Silva, et al., 2001) yang menggunakan karbenisilin untuk menghambat pertumbuhan A. tumefaciens setelah proses kokultivasi melaporkan bahwa terjadi penurunan pertumbuhan kalus dan kemampuan eksplan untuk membentuk embrio somatik yang cukup signifikan. Uji Integrasi Gen Melalui PCR Keberhasilan transformasi genetik tanaman ditandai dengan terintegrasinya gen yang diintroduksikan ke dalam genom tanaman dan terekspresi serta tetap terpelihara dalam seluruh proses pembelahan sel sampai regenerasi tanaman. Analisis secara molekuler dimaksudkan untuk mengetahui keberhasilan proses transfer gen xiloglukanase pada tanaman sengon hasil transformasi. Setelah eksplan berumur 8 (delapan) minggu di media seleksi, dilakukan isolasi DNA genom dan dianalisa dengan uji PCR untuk mendeteksi keberadaan gen xiloglukanase dalam genom eksplan tersebut. 1 bp 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12000 2000 1650 A B 650 Gambar 9. A. DNA genom sengon hasil transformasi (2-5) dan kontrol ( 6-9) B. DNA genom sengon hasil transfomasi (4-11) dan kontrol (1-3) (ulangan) Hasil isolasi DNA pada Gambar 9 (A dan B) menunjukkan adanya pita DNA yang diisolasi dari genom tanaman sengon. Ukuran DNA genom yang diperoleh cukup besar dan banyak, yang ditandai dengan terlihatnya pita hasil elektroforesis yang terang (tanda panah) dan dilihat dari dekatnya jarak migrasi pita DNA. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa ukuran DNA genom sengon lebih dari 12000 bp. Namun demikian, disamping DNA genom sengon utuh sebagian ada yang terdegradasi yang tampak sebagai usapan (smear) di bawah pita yang terang. Hal tersebut mungkin dikarenakan adanya degradasi dan kerusakan DNA selama proses ekstraksi dan pemurnian DNA. Uji PCR dilakukan dengan menggunakan primer spesifik untuk gen xiloglukanase. DNA template diperoleh dari 9 eksplan putative transgenic dan 1 eksplan yang tidak ditransformasi sebagai kontrol. bp 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 12000 5000 2000 1650 1000 850 709 650 500 400 300 200 100 Gambar 17. Hasil uji integrasi gen dengan PCR yang menunjukkan pita DNA berukuran 709 bp. 1. Marker /1 kb plus DNA Ladder (Invitrogen); 2. Plasmid XEG; 3-11. Tanaman yang ditransformasi; 12. Tanaman kontrol; 13. Kontrol negatif PCR. Hasil analisis PCR dari ketiga jenis eksplan yang resisten pada media seleksi dapat dilihat pada Gambar 10. Dari 9 sampel tanaman putatif transgenic diperoleh 6 sampel yang positif mengandung sisipan gen xiloglukanase. Dengan adanya sampel yang menunjukkan pita berukuran 709 bp tersebut menunjukkan bahwa gen xiloglukanase telah berhasil diintroduksikan ke dalam genom tanaman sengon (P. falcataria (L.) Nielsen) melalui A. tumefaciens. Untuk mengetahui keberhasilan introduksi gen dan kestabilannya pada genom tanaman sebaiknya perlu dilakukan uji integrasi gen dengan PCR kembali pada planlet hasil regenerasi dari kalus yang resisten kanamisin atau uji ekpresi gen dengan menggunakan teknik Western Blott. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, Pada tahap transformasi penggunaan kerapatan bakteri pada nilai OD600= 0,4 menunjukkan hasil yang lebih baik daripada OD600= 0,4. Pada penelitian ini penggunaan antibiotik kanamisin dengan konsentrasi 300 mg/l sudah cukup efektif untuk menyeleksi selsel transforman pada sengon. Pada tahap induksi embrio somatik menunjukkan bahwa media induksi embrio somatik yang dapat membentuk struktur seperti embrio adalah media MS + 0,1 mg/l TDZ + 0,25 mg/l IAA. Perbedaan jenis eksplan dan kerapatan bakteri yang digunakan pada proses transformasi berpengaruh terhadap keberhasilan transformasi gen xiloglukanase pada tanaman sengon. Hasil analisa PCR menunjukkan 6 sampel positif terdapat gen xiloglukanase dari 9 eksplan yang resisten kanamisin. DAFTAR PUSTAKA Da Silva, J.A.T., Fukai, S. 2001. “The Impact of Carbenisilin, Cefotaxime and Vancomycin on Chrysanthemum and Tobacco TCL Morphogenesis and Agrobacterium Growth”. J. Appl.Hort. 3(1): 3-12. Gustavo A. de la Riva, J.G., Cabrera, R.V., Padron and C.A., Pardo. 1998. Agrobacterium tumefaciens: A natural tool for plant transformation. EJB Electronic J. of Biotech. 1 (3): 118-133. Haldrup, A., S.G. Petersen, and F.T. Okkels. 1998. Positive selection: A plant selection principle based on xylose isomerase, an enzyme used in the food industry. Plant Cell Report 18: 76-81. Hidayat , J.P. irianto., P. Ochsner dan IFSP. 2002. Informasi Singkat Benih P. falcataria L. Nielsen. Direktorat Perbenihan Tanaman Kehutanan, Bandung. Nemoto, A. 2002. Farm Tree Planting and The Wood Industry In Indonesia: A Study of Falcataria Plantations and The Falcataria Product Market in Java. Policy Trend Report 2002: 42-51. Park, Y.W.,Baba, K., Furuta, Y., Iida, I., Sameshima, K., Arai, M., Hayashi, T. 2004. “Enhanchement of Growth and Cellulose Accumulation by Overexpression of Xyloglucanase in Poplar”. FEBS Letters 564 (2004) 183187. Santoso, H.B. 1992. Budidaya Sengon. PT Kanisius (Anggota IKAPI), Yogyakarta. Siregar, E.B.M.S. 2002. Crop Improvement Via Genetic Engineering ( Perbaikan Tanaman Via Rekayasa Genetika). Fakultas Pertanian Program Studi Kehutanan Universitas Sumatera Utara, Medan. Sudarmonowati, E., Hartati, S., Hartati, R., Park, Y.W., dan Hayashi, T.2005. “Expression of Cellulase Gene in Paraserianthes falcataria.” Proceedings of the 6 th International Wood Science Symposium LIPI-JSPS Core University Program in The Field of Wood Science. August 29-31 2005. 388-394. Tampubolon, C. 2007. Aplikasi Stek Pucuk, Kultur Jaringan, Induksi Embriogenesis Somatik dan Analisis Isozim pada Program Bioteknologi Sengon. Tugas Akhir. Program Diploma III Budidaya Hutan Tanaman Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gillies, A.C.M., Cornellius., J.P., Newton, A.C., Navaro, C., Hernandez, M. And Wilson, J. 1997. Genetic variation in Costa Rica population of Tropical timber species Cedrela odorata L. Assesed using RAPDs. Molec. ecol 6:1113-1115. Wiebkie, B., Ferreira, F., Pasquali, G., Zanettini, MHB., Droste, A. 2006. “Influence of antibiotic on embryogenic tissue and Agrobacterium tumefaciens suppression in soybean genetic transformation.” Bragantia, Campinas 65 (4): 543-551. Yu, T.A., Yeh, S.D., Yang, J.S. 2001. “Effects of carbenisilin and cefotaxime on callus growth and somatic embryogenesis from adventitious roots of papaya”. Botanical Bulletin of Academia Sinica 42: 281-286.