BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Setelah peneliti

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Setelah peneliti melakukan beberapa penelitian, ada beberapa
penelitian yang terkait dengan tema penelitian yang peneliti lakukan yaitu:
Penelitian pertama oleh Saifullah Malik dan Qaisar Ali Malik (2013)
dengan judul “Empirical Analysis of Macroeconomic Indicators as
Determinants of Foreign Direct Investment in Pakistan” menjelaskan bahwa
hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga variabel makroekonomi yang positif
terkait dengan variabel dependen - FDI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
GDP, inflasi dan nilai tukar memiliki dampak positif pada arus masuk FDI, dan
model tersebut ditemukan signifikan pada tingkat 1%, maka dapat disimpulkan
bahwa setiap peningkatan dalam tiga variabel penjelas akan menyebabkan
peningkatan FDI, karena itu pemerintah harus fokus pada stabilisasi variabel ini
untuk menarik lebih banyak FDI ke negara itu untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi negara.
Penelitian kedua Puspa Febrina (2014) yang berjudul “Pengaruh
Kebijakan Makroekonomi dan Kualitas Kelembagaan Terhadap Foreign Direct
Investment di ASEAN Analisis Panel Data. Hasil dari penelitian menjelaskan
diantara variabel-variabel independen yang digunakan, diperoleh hasil bahwa
variabel GDP berpengaruh positif dan signifikan, variabel indeks kualitas
kelembagaan berpengaruh positif signifkan, dan variabel indeks kualitas
13
kelembagaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap masuknya FDI di
kawasan ASEAN. Sedangkan untuk variabel indeks rasio angkatan kerja
berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap masuknya FDI di ASEAN.
Semua variabel independent berpengaruh secara positif dan sesuai dengan
hipotesis yang diajukan, meskipun variabel indeks kebijakan makroekonomi
secara statistik tidak signifikan. Berdasarkan uji parsial yang dilakukan, GDP
dan indeks kualitas kelembagaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
masuknya FDI di Singapura. Begitu juga dengan Indonesia, variabel GDP dan
indeks kualitas kelembagaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
masuknya FDI di negara Indonesia. untuk keempat negara lainnya yaitu
Malaysia, Thailand, Philiphina, dan Vietnam tidak ada variabel yang signifikan
dalam mempengaruhi masuknya FDI di keempat negara tersebut.
Penelitian ketiga oleh Sayeeda Bano dan Jose Tabbada (2015) dengan
judul “Foreign Direct Investment Outflows : Asian Developing Countries’. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Foreign Direct Investment arus keluar yang
terkait erat dengan tingkat Produk Domestik Bruto, tabungan domestik yang
tinggi, cadangan besar asing, orientasi ekspor, dan investasi langsung yang
relatif besar asing arus masuk di negara-negara sumber, dengan kekuatan dan
pentingnya setiap faktor yang berbeda-beda dengan tingkat perkembangan.
Kesimpulan utama kami adalah bahwa, meskipun non-tradisional Asing arus
keluar Investasi Langsung sejauh ini telah terbatas pada sejumlah negara-negara
berkembang, sebagian besar Asia, negara-negara berkembang lainnya juga bisa
14
menjadi modal eksportir dengan lingkungan internasional yang mendukung dan
kebijakan dalam negeri yang sesuai.
Penelitian keempat oleh Monica Letarisky, Darminto, R. Rustam
Hidayat (2014) yang berjudul “Pengaruh Indikator Fundamental Makroekonomi
Terhadap Foreign Direct Investment di Indonesia (Periode Tahun 2004-2013)”.
Hasil dari penelitian ini adalah variabel Produk Domestik Bruto dan variabel
tingkat suku bunga SBI memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
penanaman modal asing langsung yang masuk ke Indonesia, sedangkan variabel
tingkat inflasi dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar memiliki pengaruh yang
negatif dan tidak signifikan terhadap penanaman modal asing langsung yang
masuk ke Indonesia. Variabel Produk Domestik Bruto, tingkat inflasi, tingkat
suku bunga SBI, dan nilai tukar Rupiah secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap Penanaman Modal Asing Langsung yang masuk ke Indonesia.
Penelitian kelima oleh Erdal Demirhan, Mahmut Masca (2008) dengan
judul “Determinants of Foreign Direct Investment Flows to Developing
Countries: a Cross-Sectional Analysis”. Hasil penelitian menjelaskan sebagai
proxy untuk ukuran pasar, logtel sebagai proxy untuk infrastruktur dan op
sebagai proxy untuk mencerminkan kesediaan negara untuk menerima asing
investasi telah mempengaruhi secara positif FDI, menjadi signifikan. Kami telah
menggunakan pertumbuhan per kapita PDB riil sebagai proxy untuk ukuran
pasar, karena PDB mutlak mencerminkan ukuran populasi daripada pendapatan.
Ketika kita menggunakan PDB absolut atau GDP per kapita ukuran pasar, kita
melihat bahwa mereka tidak mempengaruhi FDI. Kami menyimpulkan dari hasil
15
ini bahwa investor lebih memilih pertumbuhan ekonomi untuk negara-negara
besar.
Berdasarkan beberapa penelitian di atas memiliki persamaan dengan
penelitian peneliti yaitu mengenai pengaruh Foreign Direct Investment.
Sedangkan perbedaan dalam penelitian ini adalah pada obyek peneliti, dimana
peneliti mengajukan obyek penelitian adalah negara-negara berkembang
ASEAN seperti Indonesia, Myanmar, Filipina, Brunei Darussalam, Laos dan
Vietnam. Kemudian variabel yang peneliti lakukan dengan menambahkan
variabel yang berkaitan dengan kelembagaan masing-masing negara yaitu
dengan tingkat korupsi negara tersebut. Penilaian tingkat korupsi mengacu pada
Corruption Perception Index.
B. Landasan Teori
1. Foreign Direct Investement (FDI)
a. Pengertian Foreign Direct Investement (FDI)
Investasi dari luar negeri dapat memiliki beberapa bentuk. Pertama,
investasi asing langsung (Foreign Direct Investment / FDI) yiatu investasi
modal yang dimiliki dan dioperasikan oleh entitas luar negeri. Kedua,
investasi portofolio luar negeri (Foreign Portofolio Investment) yaitu
investasi yang dibiayai oleh luar negeri namun dioperasikan oleh warga
domestik.
Menurut Sianipar dan Panjaitan (2008) penanaman modal asing secara
langsung menurut Organization For Economic Cooperation (OEEC)
memberikan rumusan bahwa direct investment is meant acquisition of
16
sufficient interest in an under taking to ensure its control by the investor
(suatu bentuk penanaman modal asing dimana penanam modal diberi
keleluasaan penguasaan dan penyelenggaraan pimpinan dalam perusahaan
dimana modalnya ditanam, dalam arti bahwa penanam modal mempunyai
penguasaan atas modalnya).
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal memberikan pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan
penanaman modal dalam negeri, penanaman modal asing dan modal asing.
Pengertian-pengertian ini terdapat dalam Bab 1 Pasal 1 ayat (1) yang
menyatakan bahwa penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan
penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk
melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia. Sedangkan yang
dimaksud dengan penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam
modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang
dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal
dalam negeri.
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 memberi
pengertian penanaman modal asing sebagai kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh
penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya
maupun yang berpatungan dengan penanaman modal dalam negeri. Dalam
Undang-undang hanya mengatur penanaman modal asing yang dilakukan
secara langsung. Sedangkan mengenai bidang-bidang usaha tidak terdapat
17
dalam Undang-undang ini, tetapi terdapat dalam peraturan pelaksanaan yang
berupa Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang kriteria dan
persyaratan penyusunan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang
terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal dan Peraturan
Presiden RI Nomor 77 tahun 2007 tentang Daftar bidang usaha yang tertutup
dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman
modal serta Peraturan Presiden RI Nomor 111 tahun 2007 tentang perubahan
terhadap Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007.
Menurut Krugman dalam Sarwedi (2002) yang dimaksud dengan
Foreign Direct Investment (FDI) adalah arus modal internasional dimana
perusahaan dari suatu negara mendirikan atau memperluas perusahaannya di
negara lain. Oleh karena itu tidak hanya terjadi pemindahan sumber daya,
tetapi juga terjadi pemberlakukan kontrol terhadap perusahaan di luar negeri.
Penanaman modal langsung untuk membantu pertumbuhan ekonomi dan
membina sektor non-migas yang berdaya saing di tingkat internasional.
Foreign Direct Investment tidak hanya mencakup transfer kepemilikan dari
dalam negeri menjadi kepemilikan asing, melainkan juga mekanisme yang
memungkinkan investor asing untuk mempelajari manajemen dan kontrol
dari perusahaan dalam negeri, khususnya dalam corporate governance
mechanism.
Berdasarkan uaraian tersebut dapat disimpulkan Penanaman modal
asing (Foreign Direct Investment (FDI)) secara langsung juga memberikan
pengertian bahwa bagi pemodal asing yang ingin menanamkan modalnya
18
secara langsung, maka secara fisik pemodal asing hadir dalam menjalankan
usahanya. Dengan hadirnya atau tepatnya dengan didirikannya badan usaha
yang berstatus sebagai penanaman modal asing, maka badan usaha tersebut
harus tunduk pada ketentuan hukum di Indonesia. Dalam penanaman modal
secara langsung, pihak investor langsung terlibat dalam kegiatan pengelolaan
usaha dan bertanggung jawab secara langsung apabila terjadi suatu kerugian.
b. Teori Penanaman Modal Asing (Foreign Direct Investement)
Menurut Muchammad Ardiansyah dalam orasi ilmiahnya “Teori-Teori
Hukum Investasi dan Penanaman Modal”, mengemukakan teori-teori yang
berkaitan dengan kepentingan negara dalam bidang investasi, tinjauannya
adalah dari sudut pandang kepentingan pembangunan ekonomi. Adapun
teori-teori ekonomi pembangunan sebagai dasar pijakan kebijakan hukum
investasi yang, adalah:
1) Teori Klasik dan Neo Klasik (The Classical and Neo Classical Theory on
Foreign Investment)
Teori ekonomi klasik dalam penanaman modal asing menyatakan
bahwa penanaman modal asing secara keseluruhan menguntungkan
ekonomi negara penerima modal. Adapun faktor yang mendukung
pandangan teori klasik dan neo klasik, yaitu:
a) Pertama, merupakan fakta bahwa modal asing yang dibawa ke negara
pemilik modal menjamin bahwa modal nasional/domestic yang tersedia
dapat digunakan untuk kepentingan pembangunan dan kepentingan
masyarakat. Masuknya modal dan penanaman modal asing kembali
19
oleh penanaman modal asing yang berasal dari keuntungan yang tidak
dikembalikan ke negaranya, akan meningkatkan tabungan dari negara
penerima modal. Penghasilan pemerintah melalui pajak meningkat dan
pembayaran-pembayaran lain juga akan meningkat.
b) Kedua, Penanaman modal asing biasanya membawa serta teknologi
yang terdapat di negara pemilik modal dan menyebarkan teknologi
tersebut di dalam negara penerima modal.
c) Ketiga, dengan masuknya modal asing berarti terciptanya lapangan
baru. Tanpa penanaman modal asing kesempatan untuk bekerja tidak
akan didapat
d) Keempat, pekerja-pekerja yang dipekerjakan pada perusahaan
penanaman modal asing akan mendapatkan keahlian sehubungan
dengan teknologi yang dibawa dan diperkenalkan oleh penanam modal
asing. Keahlian dalam bidang manajemen dari proyek-proyek besar
akan beralih kepada tenaga ahli lokal.
e) Kelima, fasilitas-fasilitas infrastruktur akan dibangun baik oleh
pemerintah maupun perusahaan penanaman modal asing dan semua
fasilitas seperti transportasi, kesehatan, pendidikan yang diperuntukkan
bagi penanaman modal asing akan juga bermanfaat bagi masyarakat
secara keseluruhan.
Pendapat yang sangat mendasar dari teori neo-klasik menurut
Chandrawulan (2011) adalah bahwa penanaman modal asing khsusnya
negara berkembang, memainkan peran sebagai tutor. Penanaman modal
20
asing menggantikan fungsi produksi yang lebih rendah di negara industri
yang masuk melalui alih teknologi, keahlian manajemen dan pemasaran,
informasi pasar, pengalaman organisasi, penemuan-penemuan produk
baru dan teknik produksi, serta pelatihan-pelatihan pekerja, khusunya
perusahaan multinasional yang dianggap sebagai agen yang berguna bagi
pengalihan teknologi dan ilmu pengetahuan.
2) Teori Kebergantungan (The Dependency Theory)
Menurut Sonarajah (2010) teori ini didasari oleh banyaknya
penanaman modal asing yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
multinasional yang berkantor pusat di negara maju dan beroperasi melalui
anak-anak perusahaannya di negara berkembang. Teori ini menyatakan
bahwa perusahaan multinasional dalam menanamkan modalnya di negara
berkembang dengan kebijakan global hanyalah untuk kepentingan induk
perusahaan dan pemilik saham dari perusahaan multinasional tersebut
yang berada di negara penanam modal. Negara pemilik modal menjadi
sentral ekonomi di dunia, sedangkan negara-negara berkembang melayani
kepentingan dari negara pemilik modal. Pembangunan menjadi tidak
mungkin dalam suatu negara berkembang sebagai pelaku ekonomi yang
tidak penting kecuali dapat mengubah situasi dengan negara berkembang
menjadi pusat ekonomi melalui penanaman modal asing.
Menurut Chandarawulan (2011) perkembangan ekonomi negara
berkembang dirasakan lamban karena berbagai alasan yaitu:
21
a) Pertama, penanaman modal asing langsung yang banyak dilakukan oleh
perusahaan multinasional biasanya menegakkan kebijakan global bagi
kepentingan negara-negara maju yang kantor pusat dan pemilik
sahamnya berada di negara pemilik modal. Negara pemilik modal dari
penanaman modal asing menjadi pusat ekonomi negara penerima
modal hanya sebagai pelayan ekonomi yang tidak penting bagi pusat
ekonomi.
b) Kedua, masuknya atau mengalirnya modal ke negara berkembang,
terdapat ketentuan bahwa modal yang ditanam dan keuntungan yang
diperoleh di negara penerima modal asing dapat dikembalikan ke
negaranya. Berdasarkan ketentuan ini, dalam praktik penanaman modal
asing mengembalikan baik modal asal maupun keuntungan dua kali
lipat dari modal yang mereka bawa.
c) Ketiga, penanaman modal asing menggunakan kekayaan alam tanpa
memerhatikan kepentingan dan kebutuhan setempat, sebagai akibatnya
mereka kehilangan pekerjaan dan mengalami kebangkrutan.
3) Teori Penengah (The Middle Path Theory)
Teori penengah dikenal juga sebagai teori yang mengedepankan
peran pemerintah atau negara dalam melakukan strategi pembangunan
ekonomi khususnya di negara-negara berkembang. Menurut teori ini,
negara-negara harus merumuskan dan menyusun serta mengikuti tujuantujuan yang tidak mudah dilakukannya sebagai permintaan atau
22
kepentingan dari kelompok-kelompok sosial, kelas-kelas atau masyarakat
dalam wilayahnya (Chandrawulan, 2011).
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing
(Foreign Direct Investement)
Menurut Muana Nanga, (2001) faktor-faktor yang menentukan
Penanaman Modal Asing adalah sebagai berikut:
1) Tingkat suku bunga, terdapat hubungan negatif antara jumlah investasi dan
tingkat bunga. Jika tingkat suku bunga naik level investasi akan berkurang,
sebaliknya jika tingkat suku bunga rendah orang akan berbondongbondong menanamkan investasi diberbagai bidang usaha.
2) Inovasi dan teknologi, adanya temuan-temuan baru yang menyebabkan
cara-cara berproduksi lama menjadi tidak efisisen. Untuk itu perusahaanperusahaan perlu menanamkan investasi untuk membeli mesin-mesin dan
peralatan-peralatan baru yang lebih canggih.
3) Tingkat perekonomian, makin banyak aktifitas perekonomian makin besar
pendapatan nasional, dan makin banyak bagian pendapatan yang dapat
ditabung. Yang pada akhirnya akan diinvestasikan pada usaha-usaha yang
menguntungkan.
4) Ramalan atau harapan orang tentang perekonomian dimasa datang, jika
oarang meramal perekonomian dimasa yang akan datang cerah, oarang
akan giat melakukan investasi sekarang.
5) Tingkat keuntungan perusahaan, makin besar tingkat keuntungan
perusahaan makin banyak bagian laba yang dapat ditahan (retained
23
earnings) dan bagian laba yang ditahan ini dapat digunakan untuk tujuan
investasi.
6) Situasi politik, jika situasi politik aman dan pemerintah banyak
memberikan kemudahan-kemudahan bagi perusahaan maka tingkat
investasi akan tinggi. Dan sebaliknya jika pemerintah tidak banyak
memberikan kemudahan bagi perusahaan banyak menghadapi birokrasi
yang berbelit-belit maka tingkat investasi akan rendah.
Faktor-faktor yang dapat menjadi motivasi bagi investor asing untuk
melakukan FDI di suatu negara adalah:
1) Access to Mineral / Natural Resources. Orientasi dari penanaman modal
asing ini hanyalah untuk memperoleh sumber daya yang lebih murah dan
efisien dimana sumber daya di negara asalnya sudah tidak lagi mencukupi,
namun begitu dapat berorientasi terhadap perdagangan dimana negara
investor berkeinginan mengimpor komoditas yang sudah kehilangan
komparatifnya apabila diproduksi di negara asal investor.
2) Menghindari hambatan tarif. Tarif untuk suatu produk yang akan masuk
di suatu negara dapat menghambat jalur perdagangan dan dapat
mengurangi tingkat keuntungan, sehingga mendirikan perusahaan di
negara tersebut merupakan upaya untuk menghindari tarif tersebut.
3) Domestic Market Oriented. Pasar dari negara tuan rumah sangat
menjanjikan dan dapat memperoleh profit yang lebih banyak jika
dibandingkan dengan diproduksi di negara asalnya sendiri.
24
4) Tingkat upah pekerja yang relatif rendah. Kebanyakan upah di negara
maju sudah terlalu tinggi bila dibandingkan dengan kapital dan
berkembangnya produk baru yang lebih intensif modal dan pengetahuan
sehingga alternatif untuk membuka atau mendirikan usaha industrinya di
negara lain menjadi lebih menguntungkan, terlebih jika negara tujuannya
mempunyai upah tenaga kerja yang lebih murah dari negara asalnya.
2. Inflasi
a. Pengertian Inflasi
Tingkat inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-hargasecara
umum dan terus menerus. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses
menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi terjadi jika proses
kenaikan harga berlangsung secara terus menerus dan saling mempengaruhi.
istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan
uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga
(Blanchard, 2000).
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara
umum dan terus-menerus (Boediono, 2001). Kenaikan harga dari satu atau
dua barang saja tidak dapat disebut sebagai inflasi kecuali bila kenaikan
tersebut meluas pada barang lainnya. Inflasi juga dapat digunakan sebagai
gambaran aktivitas ekonomi untuk melihat kondisi ekonomi nasional.
Menurut Manurung (2004) Inflasi merupakan peristiwa moneter yang terjadi
di semua negara yang dianggap sebagai penyakit ekonomi yang memerlukan
penanganan khusus untuk menanggulanginya.
25
Inflasi merupakan kenaikan harga secara terus-menerus dan kenaikan
harga yang terjadi pada seluruh kelompok barang dan jasa (Pohan, 2008).
Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan. Yang
penting kenaikan harga umum barang secara terus-menerus selama suatu
periode tertentu. Kenaikan harga barang yang terjadi hanya sekali saja,
meskipun dalam persentase yang cukup besar dan terus-menerus, bukanlah
merupakan inflasi (Nopirin, 2000). Kenaikan sejumlah bentuk barang yang
hanya sementara dan sporadis tidak dapat dikatakan akan menyebabkan
inflasi.
Dapat disimpulkan dari beberapa uraian di atas bahwa inflasi adalah
keadaan di mana terjadi kelebihan permintaan (Excess Demand) terhadap
barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan. Inflasi sebagai suatu
kenaikan harga yang terusmenerus dari barang dan jasa secara umum (bukan
satu macam barang saja dan sesaat).
b. Teori-teori Inflasi
Menurut Boediono (2001) terdapat beberapa teori-teori inflasi yaitu
sebagai berikut:
1) Teori Keynes
Teori Keynes mengenai inflasi didasarkan atas teori makronya, dan
menyoroti aspek lain dari inflasi. Menurut teori ini, inflasi terjadi karena suatu
masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi,
menurut pandangan ini, tidak lain adalah proses perebutan bagian rejeki
diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih
26
besar daripada yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses
perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan
masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang
tersedia (timbulnya apa yang disebut inflationary gap).
Inflationary gap timbul karena adanya golongan-golongan masyarakat
tersebut berhasil menerjemahkan aspirasi mereka menjadi permintaan yang
efektif akan barang-barang. Dengan kata lain, mereka berhasil memperoleh
dana untuk mengubah aspirasinya menjadi rencana pembelian barang-barang
yang didukung dengan dana. Golongan masyarakat seperti ini mungkin
adalah pemerintah sendiri, yang berusaha memperoleh bagian yang lebih
besar dari output masyarakat dengan jalan menjalankan defisit dalam
anggaran belanjanya yang dibiayai dengan mencetak uang baru. Golongan
tersebut mugkin juga pengusaha-pengusaha swasta yang menginginkan untuk
investasi-investasi baru dan memperoleh dana pembiayaannya dari kredit dari
bank. Golongan tersebut biasa pula serikat buruh yang berusaha memperoleh
kenaikan gaji bagi anggota- anggotanya melebihi kenaikan produktifitas
buruh.
2) Teori Kuantitas
Teori kuantitas merupakan teori yang paling tua mengenai inflasi,
namun teori ini masih sangat berguna untuk menerangkan proses inflasi di
jaman yang modern ini, terutama di negara-negara yang sedang berkembang.
Teori kuantitas ini menyoroti peranan dalam inflasi dari:
27
a) Jumlah uang yang beredar. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada
penambahan volume uang yang beredar, tanpa ada kenaikan jumlah uang
yang beredar. Kejadian seperti ini misalnya, kegagalan panen, hanya akan
menaikkan harga-harga untuk sementara waktu saja. Bila jumlah uang
tidak ditambah, inflasi akan berhenti dengan sendirinya, apapun sebabmusababnya awal dari kenaikan harga-harga tersebut.
b) Psikologi (expectations) masyarakat mengenai harga – harga. Laju inflasi
ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar dan oleh
psikologi (harapan) masyarakat mengenai
harga-harga di masa
mendatang. Ada 3 kemungkinan keadaan, keadaan yang pertama adalah
bila masyarakat tidak (atau belum) mengharapkan harga-harga untuk naik
pada bulan-bulan mendatang. Kedua adalah dimana masyarakat (atas dasar
pengalaman di bulan-bulan sebelumnya) mulai sadar bahwa ada inflasi.
Dan yang ketiga terjadi pada tahap inflasi yang lebih parah yaitu tahap
hiperinflasi, pada tahap ini orang-orang sudah kehilangan kepercayaan
terhadap nilai mata uang. Hiperinflasi ini pernah terjadi di Indonesia
selama periode 1961 sampai 1966.
3) Teori Strukturalis
Teori mengenai inflasi yang didasarkan atas pengalaman di
negaranegara Amerika latin. Teori ini memberikan tekanan pada ketegaran
(rigdities) dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang.
Mengenai teori strukturalis ini ada 3 hal yang perlu ditekankan :
28
a) Teori ini menerangkan proses inflasi jangka panjang di negara – negara
yang sedang berkembang.
b) Ada asumsi bahwa jumlah uang beredar bertambah dan secara pasif
mengikuti dan menampung kenaikan harga-harga tersebut.Dengan kata
lain, proses inflasi tersebut bisa berlangsung terus hanya apabila jumlah
uang beredar juga bertambah terus. Tanpa kenaikan jumlah uang proses
tersebut akan berhenti dengan sendirinya.
c) Faktor-faktor struktural yang dikatakan sebagai sebab musabab yang
paling dasar dari proses inflasi tersebut bukan 100 % struktural. Sering
dijumpai bahwa keterangan-keterangan tersebut disebabkan oleh
kebijakan harga atau moneter pemerintah sendiri.
c. Jenis-Jenis Inflasi
Menurut Boediono (2001) inflasi dibedakan menjadi dua jenis
berdasarkan sebab dari terjadinya inflasi:
1) Demand pull inflation. Inflasi yang timbul karena adanya permintaan total
akan berbagai barang terlalu kuat, sedangkan kondisi produksi telah
berada pada kesempatan kerja penuh (full employment). Dalam keadaan
ini kenaikan hasil produksi (output).Apabila kesempatan kerja penuh telah
tercapai, penambahan permintaan selanjutnya hanyalah menaikkan harga
saja. Proses terjadinya (demand pull inflation) dapat dijelaskan pada
gambar sebagai berikut :
29
Gambar 2.1 : Kurva Demand Pull Inflation
Sumber : Boediono, 2001. Ekonomi Makro
Berdasarkan gambar di atas kedua permintaan masyarakat akan barangbarang (agregate) bertambah (misal, karena bertambahnya pengeluaran
pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang atau kenaikan
permintaan luar negeri akan barang-barang atau barang investasi swasta
karena kredit yang murah), maka kurva agregate demand bergeser dari D1
ke D2 akibatnya tingkat harga umum naik dari P1 ke P2.
2) Cost Pust Inflation. Inflasi yang disebabkan turunnya produksi, karena
naiknya biaya produksi. Apabila proses ini berjalan terus menerus maka
timbullah cost push inflation. proses terjadinya cost push inflation dapat di
jelaskan pada gambar 2 sebagai berikut :
Gambar 2.2 : Kurva Cost Push Inflation
Sumber : Boediono, 2001. Ekonomi Makro,
30
Berdasarkan gambar di atas bila ongkos produksi naik dari P1 ke P2
(misalnya, karena kenaikan harga sarana produksi yang di datangkan dari
luar negeri, atau karena kenaikan harga bahan bakar minyak) maka kurva
penawaran masyarakat (agregat suplai) bergeser dari S1 ke S2.
Menurut Nopirin (2000) berdasarkan asal-usulnya, maka inflasi dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu:
1) Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation)
Inflasi ini disebabkan oleh adanya shock dari dalam negeri, baik karena
tindakan masyarakat maupun tindakan pemerintah dalam melakukan
kebijakan-kebijakan perekonomian.
2) Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation)
Imported inflation adalah inflasi yang terjadi di dalam negeri karena
adanya pengaruh kenaikan harga dari luar negeri, terutama kenaikan harga
barang-barang impor yang selanjutnya juga berdampak pada kenaikan
harga barangbarang input produksi yang masih belum bisa diproduksi
secara domestik.
1) Pasar Dana Pinjaman (Market for loanable funds)
Pasar dana pinjaman ini menjelaskan tentang interaksi antara
permintaan dan penawaran dana pinjaman yang akhirnya akan
mempengarui jumlah pinjaman dan tingkat bunga. Tingkat bunga adalah
harga yang harus dibayar atas penggunaan loanable funds. Dasar
pemikiran dari timbulnya penawaran akan loanable funds adalah berasal
dari masyarakat yang menyisihkan sebagian dari pendapatannya untuk
31
ditabung. Dapat dijelaskan disini bahwa jika pada suatu periode tertentu
ada anggota masyarakat yang menerima pendapatan melebihi dari apa
yang mereka perlukan untuk kebutuhan konsumsinya selama periode
tersebut, maka mereka ini adalah kelompok penabung. Bersama-sama atau
seluruh jumlah tabungan mereka membentuk penawaran akan loanable
funds.
Gambar 2.1a Kurva Permintaan Pinjaman
Sumber: Gregore, 2003
Kurva permintaan pinjaman seperti tampak gambar 2.1 (a),
mempunyai kemiringan negatif, bergerak turun dari kiri atas ke kanan
bawah. Bila tingkat bunga rendah, permintaan pinjaman akan bertambah
karena akan semakin banyak investasi, modal kerja maupun konsumsi
dengan asumsi cateris paribus, dan begitu pula sebaliknya. Permintaan
dana pinjaman berasal dari bisnis domestik, konsumen dan pemerintah
serta pinjaman yang dilakukan oleh orang asing di pasar domestik
(Gregore, 2003).
32
Gambar 2.1b Kurva Penawaran Pinjaman
Sumber: Gregore, 2003
Kurva penawaran pinjaman seperti dapat dilihat pada gambar 2.1
(b), mempunyai kemiringan positif, bergerak dari kiri bawah ke kanan atas
yang menggambarkan hubungan positif antara tingkat bunga dan
penawaran pinjaman. Semakin tinggi tingkat bunga, maka akan semakin
banyak masyarakat yang tertarik untuk menabungkan uangnya sehingga
semakin besar pula dana yang dapat disalurkan dalam bentuk pinjaman
dengan asumsi cateris paribus, dan begitu pula sebaliknya. Penawaran
dana pinjaman berasal dari terdiri dari penjumlahan tabungan domestik,
laba ditahan, penciptaan kredit oleh sistem perbankan, dana pinjaman dari
institusi dan individu asing di pasar domestik.
Gambar 2.2 Keseimbangan Tingkat Bunga
Sumber: Gregore, 2003
33
Selanjutnya, penawaran dan permintaan ini bertemu di pasar loanable
funds. Dari proses tawar-menawar antara mereka akhirnya akan dihasilkan
tingkat bunga keseimbangan seperti tampak gambar 2.2 Keseimbangan
tingkat bunga pada loanable funds dapat diartikan sebagai berikut:
a) Jumlah penawaran pinjaman sama dengan jumlah permintaan
pinjaman,
b) Tabungan sama dengan investasi dalam perekonomian secara
keseluruhan
c) Penawaran uang sama dengan permintaan uang.
Akibat kekuatan antara permintaan dan penawaran pinjaman, akan tercipta
keseimbangan tingkat bunga loanable funds. Namun demikian pastinya
tidak menutup kemungkinan adanya perubahan dari kedua kurva tersebut.
Yaitu mengalami pergeseran ke kanan maupun ke kiri, yang menyebabkan
perubahan ekuilibrium tingkat bunga loanable funds. Hal ini disebabkan
bukan dari faktor suku bunga dan jumlah pinjaman masing-masing kurva
tetapi justru disebabkan oleh faktor dari luar kedua variabel tersebut,
sehingga bukan lagi cateris paribus yang terjadi (Gregore, 2003)
a. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Suku Bunga
Seperti dijelaskan diatas bahwa untuk menentukan besar kecilnya
tingkat
suku bunga simpanan dan pinjaman sangat dipengaruhi oleh
keduanya. Artinya baik bunga maupun pinjaman saling mempengaruhi
disamping pengaruh faktor-faktor lainnya. Menurut Kasmir, (2002) faktor-
34
faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga
adalah:
1) Kebutuhan dana. Apabila bank kekurangan dana, sementara permohonan
pinjaman meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar dana tersebut
cepat terpenuhi dengan meningkatkan suku bunga simpanan. Peningkatan
bunga simpanan secara otomatis akan pula meningkatkan bunga pinjaman.
Namun apabila dana yang ada simpanan banyak sementara pemohonan
simapanan sedikit maka bunga simpanan akan turun.
2) Persaingan. Dalam memperebutkan dana simpanan, maka disamping
faktor promosi, yang paling utama pihak perbankan harus memperhatikan
pesaing. Dalam arti jika untuk bunga simpanan rata-rata 16% maka, jika
hendak membutuhkan dana cepat sebaiknya bunga simpanan kita naikkan
diatas bunga pesaing, misalnya 16%. Namun sebaliknya untuk bunga
pinjaman kita harus berada dibawah bunga pesaing.
3) Kebijakan Pemerintah. Dalam arti baik untuk bunga simpanan maupun
bunga pinjaman kita tidak boleh melebihi bunga yang sudah ditetapkan
oleh pemerintah.
4) Target laba yang diinginkan. Sesuai dengan target laba yang diinginkan,
jika laba yang diinginkan besar maka bunga pinjaman ikut besar dan
sebaliknya.
5) Jangka waktu. Semakin panjang jangka waktu pinjaman, maka akan
semakin tinggi bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan resiko
35
dimasa mendatang. Demikian pula sebaliknya jika pinjaman berjangka
pendek, maka bunga relatif lebih rendah.
6) Hubungan baik. Biasanya bank menggolongkan antara nasabah utama
(primer) dan nasabah biasa (sekunder). Penggolongan ini didasarkan
kepada keaktifan serta loyalitas nasabah yang bersangkutan terhadap bank.
Nasabah utama biasanya mempunyai hubungan yang baik dengan pihak
bank, sehingga dalam penentuan suku bunganyapun berbeda dengan
nasabah biasa.
3. Corruption Perception Index (CPI)
a. Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruption dari kata kerja
corrumpere berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok.
Menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik
politikus/ politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak
legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya,
dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada
mereka.
Dalam hukum pidana. Definisi Korupsi: .Korupsi ialah: Perbuatan yang
buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.
Dalam Kamus Umum Bahas Indonesia. Korupsi diartikan Suatu hal yang
buruk dengan bermacam ragam artinya bervariasi menurut waktu tempat dan
bangsa Menurut Encyclopedia American Korupsi adalah melakukan tindak
36
pidana memperkaya diri sendiri yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan keuangan/ perekonomian negara.
Definisi korupsi di atas mengidentifikasikan adanya penyimpangan
daripegawai publik (public officials) dari norma-norma yang diterima dan
dianut masyarakat dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi
(serv private ends). Senada dengan Azyumardi Azra mengutip pendapat Syed
Husein Alatas yang lebih luas: ”Corruption is abuse of trust in the interest of
private gain”, Korupsi adalah penyalahgunaan amanah untuk kepentingan
pribadi (Anwar, 2006). Masyarakat pada umumnya menggunakan istilah
korupsi untuk merujuk kepada serangkaian tindakan-tindakan terlarang atau
melawan hukum dalam rangka mendapatkan keuntungan dengan merugikan
orang lain. Hal yang paling mengidentikkan perilaku korupsi bagi masyarakat
umum adalah penekanan pada penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan publik
untuk keuntungan pribadi.
Dari beberapa definisi tersebut juga terdapat beberapa unsur yang
melekat pada korupsi. Pertama, tindakan mengambil, menyembunyikan,
menggelapkan harta negara atau masyarakat. Kedua, melawan norma-norma
yang sah dan berlaku. Ketiga, penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang
atau amanah yang ada pada dirinya. Keempat, demi kepentingan diri sendiri,
keluarga, kerabat, korporasi atau lembaga instansi tertentu. Kelima,
merugikan pihak lain, baik masyarakat maupun negara.
37
b. Bentuk-bentuk Korupsi
Korupsi pada hakekatnya berawal dari suatu kebiasaan (habit) yang
tidak disadari oleh setiap aparat, mulai dari kebiasaan menerima upeti,
hadiah, suap, pemberian fasilitas tertentu ataupun yang lain dan pada akhirnya
kebiasaan tersebut lama-lama akan menjadi bibit korupsi yang nyata dan
dapat merugikan keuangan negara. Untuk mencabut akar permasalahan
sumber terjadinya korupsi di sektor publik, perlu didefinisikan pula sifat atau
model dari korupsi dan dilakukan pengukuran secara komprehensif dan
berkesinambungan. Untuk dapat mendefinisikan model korupsi, dimulai
dengan melakukan pengukuran secara obyektif dan komprehensif dalam
mengidentifikasi jenis korupsi, tingkat korupsi dan perkembangan korupsi
dan menganalisa bagaimana korupsi bisa terjadi dan bagaimana kondisi
korupsi saat ini. Menurut Aditjondro (2003) secara aplikatif ada tiga model
lapisan korupsi, yaitu:
1) Korupsi Lapis Pertama. Penyuapan (bribery), yaitu dimana prakarsa
datang dari pengusaha atau warga yang membutuhkan jasa dari birokrat
atau petugas pelayanan publik, atau pembatalan kewajiban membayar
denda ke kas negara, pemerasan (extortion) dimana prakarsa untuk
meminta balas jasa datang dari birokrat atau petugas pelayanan publik
lainnya.
2) Korupsi Lapis Kedua. Jejaring korupsi (cabal) antara birokrat, politisi,
aparat penegakan hukum dan perusahaan yang mendapat kedudukan yang
38
istimewa.Biasanya ada ikatan yang nepotistis diantara beberapa anggota
jejaring korupsi yang dapat berlingkup nasional.
3) Korupsi Lapis Ketiga Jejaring korupsi (cabal) berlingkup internasional,
dimana kedudukan aparat penegakan hukum dalam model korupsi lapis
kedua digantikan oleh lembaga-lembaga penghutang dan atau lembagalembaga internasional yang punya otoritas di bidang usaha maskapaimaskapai mancanegara yang produknya terpilih oleh pimpinan rezim yang
jadi anggota jejaring korupsi internasional tersebut.
c. Teori Penjelas Korupsi
Perilaku korupsi seperti penyuapan dan politik uang merupakan
fenomena yang sering terjadi. Terkait dengan hal itu Terrence Gomes (2000)
memberikan gambaran bahwa politik uang (money politic) sebagai “use of
money and material benefits in the pursuit of political influence”. Beberapa
teori yang dapat menjelaskan bagaimana korupsi dapat terjadi :
1) Teori Means-Ends Scheme Robert. Teori ini dikemukakan oleh Robert
Merton yang menyatakan bahwa korupsi merupakan suatu perilaku
manusia yang diakibatkan oleh tekanan sosial, sehingga menyebabkan
pelanggaran norma-norma.
2) Teori Solidaritas Sosial. Teori lain yang menjabarkan terjadinya korupsi
adalah teori Solidaritas Sosial yang dikembangkan oleh Emile Durkheim.
Teori ini memandang bahwa watak manusia sebenarnya bersifat pasif dan
dikendalikan oleh masyarakatnya.
39
3) Teori Vroom. Teori ini menyatakan bahwa korupsi merupakan nilai
negatif dari harapan seseorang untuk mencapai sesuatu. Teorin ini
memandang bahwa motivasi seseorang melakukan sesuatu dipengaruhi
oleh harapan dan nilai yang terkandung dalam setiap pribadi seseorang.
4) Teori Robert Kitgaard. Teori ini menyatakan bahwa monopoli kekuatan
oleh pimpinan (monopoly of power) ditambah dengan tingginya kekuasaan
yang dimiliki seseorang (discretion of official) tanpa adanya pengawasan
yang memadai dari aparat pengawas (minus accountability), menyebabkan
dorongan melakukan tindak pidana korupsi.
5) Teori Ramirez. TorresTeori ini menjelaskan bahwa korupsi adalah
kejahatan kalkulasi (crime of calculation) bukan hanya sekedar keinginan
(passion). Seseorang akan melakukan korupsi apabila hasil (reward) yang
didapat lebih tinggi dari hukuman (penalty) yang didapat dengan
kemungkinan tertangkapnya kecil.
6) Teori Gone. Teori ini dikemukakan oleh Jack Bologne. Ilustrasi teori ini
terkait dengan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kecurangan
atau korupsi yang meliputi Greeds (keserakahan), Opportunities
(kesempatan), Needs (kebutuhan) dan Exposure (pengungkapan).
Bagi suatu negara, sikap keteladanan pemimpin dapat menjadi panutan
bagi sistem pemerintahan dibawahnya. Korupsi umunya merugikan
pembangunan ekonomi, politik dan organisasi. Kerugian pada distribusi
pendapatan suatu negara akan memperburuk kemiskinan masyarakat pada
jangka panjang. Pada dasarnya, investor asing cenderung lebih percaya
40
menanamkan modalnya pada negara yang memiliki kebijakan ekonomi yang
transparan, akuntabel dan memiliki pengawasan yang baik serta bebas dari
kegiatan korupsi. Semakin tinggi korupsi yang terjadi semakin rendah
investasi yang masuk dalam negara tersebut.
4. Produk Domestik Bruto (PDB/GDP)
a. Pengertian Produk Domestik Bruto (PDB/GDP)
Pendapatan nasional mencerminkan total pendapatan yang diterima
oleh
semua
penduduk
dalam
perekonomian
suatu
negara
yang
direpresentasikan dengan Produk Domestik Bruto (PDB). PDB mengukur
dua hal pada saat bersamaan, yaitu total pendapatan semua penduduk dalam
perekonomian dan total belanja negara untuk membeli barang dan jasa hasil
dari perekonomian. PDB dapat melakukan pengukuran total pendapatan dan
pengeluaran dikarenakan kedua hal tersebut benar-benar sama. Untuk suatu
perekonomian secara
keseluruhan,
pendapatan pasti
sama
dengan
pengeluaran (Mankiw, 2007).
Todaro dan Smith (2008) lebih lanjut mengatakan bahwa PDB adalah
indikator yang mengukur jumlah output final barang (goods) dan jasa
(services) yang dihasilkan oleh perekonomian suatu negara, dalam wilayah
negara tersebut, baik oleh penduduk (warga negara) sendiri maupun bukan
penduduk (misalnya, perusahaan asing), tanpa memandang apakah produksi
output tersebut nantinya akan dialokasikan ke pasar domestik atau luar negeri.
Dengan demikian warga negara yang bekerja di negara lain, pendapatannya
tidak dimasukan ke dalam PDB. Sebagai gambaran PDB Indonesia baik oleh
41
warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA) yang ada
di Indonesia tetapi tidak diikutisertakan produk WNI di luar negeri
Menurut pengertian dari Bank Indonesia, PDB merupakan jumlah nilai
tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu,
atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
seluruh unit ekonomi. PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai
tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun
berjalan, sedang PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah
barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada
satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. PDB menurut harga berlaku
digunakan untuk mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi, pergeseran,
dan struktur ekonomi suatu negara. Sedangkan PDB konstan digunakan untuk
mengetahui pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun atau
pertumbuhan ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh faktor harga.
Menurut McEachern (2000) Gross Domestik Product artinya mengukur
nilai pasar dari barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh sumber daya yang
berada dalam suatu negara selama jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun.
GDP juga dapat digunakan untuk mempelajari perekonomian dari waktu ke
waktu atau untuk membandingkan beberapa perekonomian pada suatu saat.
Gross domestic product hanya mencakup barang dan jasa akhir, yaitu barang
dan jasa yang dijual kepada pengguna yang terakhir .Untuk barang dan jasa
yang dibeli untuk diproses dan kemudian dijual lagi tidak dimasukkan dalam
42
hitungan GDP, hal ini dilakukan untuk menghindari masalah penghitungan
ganda.
Sukirno (2006) menyebutkan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu
ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian
dalam suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya
yang mana perkembangan tersebut selalu dinyatakan dalam bentuk
persentase perubahan pendapatan nasional pada suatu tahun tertentu
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sedangkan pendapatan nasional
adalah nilai barang dan jasa yang diproduksikan dalam suatu negara pada
suatu tahun tertentu dan secara konseptual nilai tersebut dinamakan Produk
Domestik Bruto (PDB).
Dapat disimpulkan Produk Domestik Bruto (PDB) adalah pendapatan
total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa dalam periode
tertentu. PDB ini dapat mencerminkan kinerja ekonomi, sehingga semakin
tinggi PDB sebuah negara dapat dikatakan semakin bagus pula kinerja
ekonomi di negara tersebut.
b. Pendekatan Produk Domestik Bruto (PDB/GDP)
Ada tiga metode yang digunakan untuk menghitung pendapatan
nasional, yaitu (Nurul Huda, 2008):
1) Metode produksi Perhitungan pendapatan nasional menurut metode ini,
didasarkan atas nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
berbagaiunit produksi diwilayah suatu negara dalam jangka waktu
43
tertentu. Perhitungan dengan metode ini sangat memungkinkan terjadi
perhitungan ganda.
2) Metode pendapatan Dengan metode ini seluruh produksi dalam
perekonomian diperoleh dengan menjumlahkan pendapatan faktor-faktor
produksi yang digunakan dalam proses produksi, yaitu pendapatan dari
tenaga kerja, modal, tanah, dan kewirausahaan.
3) Metode pengeluaran Metode ini, menghitung pendapatan nasional dengan
cara menjumlahkan seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh sektorsektor
ekonomi, yaitu pengeluaran sektor rumah tangga, sektor perusahaan,
sektor pemerintah, dan sektor luar negeri. Dengan pendekatan ini, jumlah
seluruh pengeluaran sektor-sektor ekonomidisebut sebagai Pendapatan
Domestik Bruto (PDB) atau lebih dikenal dengan Gross Domestic Bruto
(GDP).
Dalam ekonomi, makro pendapatan masyarakat suatu negara secara
keseluruhan (pendapatan nasional) dialokasikan ke dua kategori penggunaan
yakni dikonsumsi dan tabungan. Jika pendapatan dilambangkan dengan Y,
sedangkan konsumsi dilambangkan dengan C dan tabungan dilambangkan
dengan S, maka dapat merumuskan kesamaan:
𝑌 =𝐶+𝑆
Baik konsumsi nasional maupun tabungan nasional pada umunya
dilambangkan sebagai fungsi linier dari pendapatan nasional. Keduanya
berbanding lurus dengan pendapatan nasional. Semakin besar pendapatan
44
semakin besar pula konsumsi dan tabungannya. Sebaliknya, apabila
pendapatan berkurang, konsumsi dan tabungan pun akan berkurang pula.
Gambar 3.3 Kurva Teori keynes tentang penentu tabungan jumlah tabungan
Sumber: Boediono, 2001 Ekonomi Makro
Berdasarkan gambar di atas menerangkan pandangan Keynes mengenai
penentu tabungan masyarakat. Kurva S adalah fungsi tabungan, yaitu suatu
garis yang menggambarkan hubungan di antara jumlah tabungan dan
pendapatan nasional. Kurva S bermula dari nilai tabungan negatif, dan S
bentuknya menaik dari kiri bawah ke kanan atas. Apabila tingkat pendapatan
nasional rendah, tabungan masyarakat negatif. Keadaan ini berarti
masyarakat menggunakan tabungan di masa lalu untukmembiayai hidupnya.
Baru setelah pendapatan nasional melebihi Y0 masyarakat menabung
sebagian dari pendapatannya. Semakin tinggi pendapatan nasional, semakin
banyak tabungan masyarakat. Apabila pendapatan nasional adalah Y1
tabungan adalah S1 dan apabila pendapatan nasional Yf jumlah jumlah
tabungan Sf (Boediono, 2001).
45
C. Hubungan Antar Variabel
1. Pengaruh inflasi terhadap Foreign Direct Investement (FDI)
Tingkat inflasi ringan dapat memberikan dampak positif bagi
perekonomian yaitu dapat mendorong perekonomian dengan cara meningkatkan
produk domestik bruto karena dengan adanya inflasi dapat memaksa orang untuk
bekerja, menabung dan berinvestasi. Inflasi memiliki pengaruh yang signifikan
karena inflasi dapat mempengaruhi nilai tukar dan suku bunga sehingga dapat
mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan. Berdasarkan hasil penelitian
Monica, Darminto & Hidayat (2014) yang hasilnya tingkat inflasi dan nilai tukar
Rupiah terhadap Dollar memiliki pengaruh yang negatif dan tidak signifikan
terhadap penanaman modal asing langsung yang masuk ke Indonesia. Namun
berbeda dengan hasil penelitian dari Demirhan & Masca (2008), , dan John
David (2013) dimana Inflasi mempunyai pengaruh negatif yang signifikan
terhadap FDI. Tingkat laju inflasi perlu dikendalikan karena tingkat inflasi yang
rendah akan lebih menarik bagi investor asing.
Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat dihasilkan hipotesis:
H1 : Tingkat Inflasi memiliki pengaruh positif terhadap Foreign Direct
Investment (FDI).
2. Pengaruh Corruption Perception Index (CPI) terhadap Foreign Direct
Investement (FDI)
Penelitian yang dilakukan oleh Habib dan Zurawicki (2002) dalam
studinya menemukan bahwa korupsi yang tinggi dan transparasi rendah
memiliki efek negatif terhadap arus masuk Foreign Direct Investment (FDI)
46
suatu negara. Sama halnya dengan penelitian Voyer dan Beamish (2004) yang
melakukan penelitian tentang pengaruh korupsi terhadap investasi langsung di
Jepang memperoleh hasil bahwa tingkat korupsi memiliki pengaruh yang negatif
terhadap Foreign Direct Investment (FDI) di Jepang. Sedangkan Romadhona
(2016) Corruption Perception Index berpengaruh positif terhadap Foreign
Direct Investment di Indonesia periode (2005-2014). Berdasarkan dua hasil
penelitian tersebut mengandung arti yang sama, karena penilaian tingkat korupsi
menggunakan Corruption Perception Index semnakin tinggi nilai indeks maka
semakin rendah tingkat korupsi dalam suatu negara.
Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat dihasilkan hipotesis:
H2 : Corruption Perception Index (CPI) memiliki pengaruh positif terhadap
Foreign Direct Investment (FDI).
3. Pengaruh PDB/GDP terhadap Foreign Direct Investement (FDI)
Peran pertumbuhan ekonomi sangat penting terhadap aliran modal
asing berupa FDI yang masuk ke negara, karena pertumbuhan ekonomi dapat
dicerminkan dengan pendapatan dan daya beli masyarakat yakni semakin tinggi
pendapatan masyarakat akan meningkatkan daya beli masyarakat dan membuat
permintaan barang dan jasa akan semakin besar. Hasil tersebut didukung oleh
penelitian dari Malik et al (2013) dan Febriana et al (2014) yang menjelaskan
bahwa GDP memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap aliran
masuk FDI ke negara, oleh karena itu harus ada upaya lebih yang dilakukan
dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan laju pertumbuhan GDP secara
konsisten. Sama halnya dengan Bano & Tabbada (2015). Menurut hasil dari
47
beberapa penelitian tersebut disimpulkan bahwa PDB merupakan variabel yang
paling mempengaruhi arus masuk FDI, karena PDB merupakan indikator yang
digunakan sebagian besar perusahaan (MNC) untuk melihat seberapa besar
potensi pasar di Negara tujuan.
Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat dihasilkan hipotesis:
H3 : Produk Domestik Bruto (PDB/GDP) memiliki pengaruh positif terhadap
Foreign Direct Investment (FDI).
D. Kerangka Teori
Berdasarkan hubungan antara variabel yang telah dijelaskan di atas,
maka kerangka pemikiran konseptual dalam penelitian ini sebagai berikut:
Inflasi
FDI
Tingkat
Korupsi (CPI)
PDB/GDP
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian
48
Download