Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV Menggunakan

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.1.1
Hakikat Hasil Belajar Matematika
2.1.1.1 Pengertian Belajar
Menurut Slameto (2010: 2) belajar merupakan suatu proses usaha yang
dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Sejalan dengan Slameto, Darmadi (2010: 186) memberikan penjelasan bahwa
belajar pada hakikatnya merupakan usaha sadar yang dilakukan individu untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Setiap kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik
akan menghasilkan perubahan-perubahan kognitif, afektif, dan psikomotor dalam
dirinya.
Definisi yang hampir sama oleh Sabri (2007: 19) bahwa belajar adalah proses
perubahan tingkah laku akibat pengalaman dan pelatihan. Tujuan yang dicapai dari
kegiatan belajar adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan,
keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek pribadi.
Seseorang dinyatakan belajar apabila ia mengalami sendiri proses usaha yang
dilakukannya, tidak dapat digantikan oleh orang lain. Usaha ini bersifat sadar artinya
seseorang tersebut tahu dan mengerti perbuatan yang dilakukannya. Kesadaran ini
berkaitan dengan kognitif yang membutuhkan proses berpikir secara fokus dan sadar
hingga dapat melakukan sebuah keterampilan dari proses berpikir yang dilakukannya.
Keterampilan yang dilakukan diwujudkan dalam sikap yang baik dan benar.
Pengalaman sendiri dan interaksi dengan lingkungannya menjadi cara
seseorang untuk belajar. Lingkungan yang dimaksud dapat dilakukan di lingkungan
keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dibutuhkan pula pelatihan yang dilakukan
untuk mengasah kemampuan seseorang dalam belajar. Belajar tidak cukup dilakukan
7
8
sekali, namun ada proses dan tahap-tahap untuk membangun pengetahuan seseorang
hingga ia mampu untuk menyimpulkan sendiri hal-hal yang dipelajarinya.
Belajar tentu bukan suatu hal yang dilakukan tanpa sebuah tujuan. Tujuan
yang ingin dicapai dalam proses belajar adalah adanya perubahan tingkah laku yang
baru yang berkaitan dengan kognitif, psikomotorik, dan afektif yang melibatkan
segenap aspek pribadi dalam diri pebelajar. Banyak orang yang melakukan proses
belajar tentu mengharapkan suatu manfaat yang lebih besar dari sekedar perubahan
ketiga aspek tersebut. Manfaat lain yang diperoleh dari belajar adalah untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup manusia tidak sekedar makan, tidur,
atau bertempat tinggal. Sekalipun hal tersebut merupakan kebutuhan primer yang
sangat mendasar, tentu manusia juga harus memikirkan cara untuk mendapatkannya.
Dibutuhkan proses belajar di dalamnya, apalagi ketika manusia menginginkan taraf
hidup yang lebih baik, tentu dibutuhkan belajar yang lebih keras untuk mencapainya.
Berbeda dengan Ghufron (2012: 23) yang mendefinisikan bahwa belajar
merupakan suatu proses perubahan yang cenderung menetap dan merupakan hasil
dari pengalaman, serta tidak termasuk perubahan fisiologis, namun perubahan
psikologis yang berupa perilaku dan representasi atau asosiasi mental.
Belajar bukanlah mengubah tubuh seseorang menjadi lebih tinggi, besar,
ataupun kecil dan perubahan fisik lainnya. Belajar merupakan persepsi dalam mental
seseorang yang dikumpulkan dan diwujudkan dalam bentuk perilaku nyata.
Perwujudan nyata ini akan menetap dalam diri seseorang, artinya bukan hanya
berubah pada saat belajar namun akan terjadi peruabahan pada diri seseorang saat
ataupun setelah belajar.
Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2009) belajar merupakan
tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, dialami oleh siswa sendiri. Ciri-ciri
belajar menurutnya adalah:
a.
b.
c.
d.
siswa yang bertindak belajar atau pebelajar,
memperoleh hasil belajar dan pengalaman hidup,
proses internal pada diri pebelajar,
bisa dilakukan di sembarang tempat,
9
e.
f.
g.
h.
lama belajar adalah sepanjang hayat,
syarat terjadinya adalah motivasi belajar yang kuat.
ukuran keberhasilannya yaitu dapat memecahkan masalah,
manfaat yang didapat bagi pebelajar untuk mempertinggi martabat
pribadi,
i. hasil belajar sebagai dampak pengajaran dan pengiring.
Pengertian belajar dapat didefinisikan lebih rinci. Siswa yang sedang belajar
merupakan subjek belajar yang disebut dengan pebelajar. Tujuan yang diinginkan
dalam belajar adalah memperoleh hasil belajar dan pengalaman yang berharga dalam
hidupnya.
Belajar merupakan proses internal dalam pada diri pebelajar yang
menyangkut pemikiran yang dibangunnya sendiri. Ada beberapa tempat yang secara
khusus digunakan untuk belajar baik formal maupun informal. Tempat formal yang
digunakan untuk belajar adalah sekolah sedangkan tempat informal untuk belajar
misalnya tempat kursus. Baik tempat formal maupun informal memang ditujukan
sebagai tenpat belajar, namun sebenarnya belajar bisa dilakukan di mana saja, tak
perlu mencari tempat formal maupun informal terlebih dahulu untuk belajar.
Berkaitan dengan hal tersebut, belajar merupakan proses yang dapat dilakukan
sepanjang hayat karena tidak memandang tempat, waktu, dan usia. Maka, sekalipun
seseorang sudah berusia lanjut, apabila ia memiliki motivasi belajar yang kuat, proses
belajar pun dapat terlaksana.
Seseorang dikatakan telah belajar apabila ia mampu memecahkan masalah.
Pemecahan masalah ini tentu dilakukan berdasarkan pengalaman yang dialaminya
dan pengalaman dirinya dalam membangun pengetahuan dan menemukan
kesimpulan dari suatu hal. Kesimpulan yang didapat dari belajar inilah yang
digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Lebih jauh dari sekedar
memecahkan masalah, belajar memiliki manfaat yang lain yaitu dapat mempertinggi
martabat pribadi pebelajar. Hal ini dikarenakan tidak semua orang mampu
mengasosiasi pengetahuan yang dimilikinya. Apabila seseorang mampu belajar
dengan baik, sedangkan yang lain tidak sebaik dirinya, maka ia akan tampak lebih
berkelas. Hasil belajar yang didapatkannya merupakan dampak dari pengajaran dan
10
hasil pengiring. Artinya bahwa jika seseorang memang benar-benar belajar, maka
hasil belajar mengikuti proses belajar tersebut.
Berdasarkan definisi yang telah diuraikan, belajar adalah proses kompleks dan
sadar dalam kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan)
individu yang dipersepsikan dan diasosiasikan secara mental menjadi perubahan
tingkah laku nyata berdasarkan pengalaman, pelatihan, serta interaksi dengan
lingkungan.
2.1.1.2 Pengertian Matematika
Mata pelajaran merupakan seperangkat kompetensi dasar yang dibutuhkan
dan subtansi pelajaran mata pelajaran tertentu per satuan pendidikan dan per kelas
selama masa prasekolah. Mata pelajaran memuat sejumlah kompetensi dasar yang
harus dicapai oleh siswa per kelas dan per satuan pendidikan sesuai dengan tingkatan
pencapaian hasil belajarnya. Tolok ukur kompetensi dinyatakan dalam indikator.
Mata pelajaran mengutamakan kegiatan instruksional yang berjadwal dan berstruktur
(Tatat, 2013: 4).
Apabila ilmu matematika diumpamakan sebagai suatu bangunan (yang
dibangun oleh manusia lintas generasi selama berabad-abad), maka bangunan itu
sekurang-kurangnya terdiri atas dua bagian pokok, yaitu bangunannya sendiri dan
fondasi atau landasan di atas mana bangunan itu didirikan (Susilo, 2012: 1). Hal ini
berkaitan dengan proses pembelajarannya. Belajar matematika bergantung materi
yang diajarkan dan cara penyampaian matematika. Kemampuan pemahaman
matematika pun sangat diperlukan. Seseorang yang lambat dalam memahami materi
matematika tentu pembangunan penegtahuan matematika pun akan berjalan lambat.
Sebaliknya, apabila mampu memahami materi matematika yang disampaikan maka
akan lebih mudah dalam membangun pengetahuan selanjutnya.
Definisi matematika menurut Ruseffendi (Heruman, 2007: 1) adalah sebagai
berikut:
11
Matematika adalah ilmu logika tentang bentuk susunan besaran dan
konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya,
matematika dapat dibagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis
dan geometri. Matematika bukanlah pengetahuan menyendiri yang
dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika
untuk membantu masalah sosial, ekonomi dan alam.
Matematika memiliki peran penting dalam perkembangan intelektual, logika,
rasionalitas peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam kegiatan
akademik maupun kehidupan sosial. Pembelajaran matematika membantu peserta
didik dalam mengasah kreativitas dalam berpikir. Mampu pula menggunakan logika
dalam mengaitkan suatu penalaran saat berproses memecahkan masalah yang
dihadapinya. Serta dibutuhkan pola berpikir yang runtut. Kemahirannya dalam
menganalisis dan memecahkan permasalahan secara teoretis akan terbawa dalam
pemecahan masalah praktis.
Menurut Fathani (2008: 75) matematika merupakan salah satu ilmu dasar
yang harus dikuasai setiap manusia, terutama oleh siswa sekolah. Sebab, ternyata
matematika tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Matematika
selalu mengalami perkembangan yang berbanding lurus dengan kemajuan sains dan
teknologi.
Disebut sebagai ilmu dasar, tentu setiap orang harus mampu memahami dan
menguasainya, terutama untuk siswa sekolah. Dalam usia sekolah, siswa lebih mudah
dan mampu menyerap banyak ilmu. Penguasaan matematika tentu sangat penting
bukan saja sebagai tuntutan sekolah namun lebih dari itu matematika sangat penting
karena tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Dewasa ini dengan
perkembangan globalisasi yang sangat pesat, matematika pun selalu mengalami
perkembangan dan kemajuan yang sejalan dengan sains dan teknologi. Jika tak dapat
mengasai matematika, akan pula tertinggal oleh perkembangan sains dan teknologi
tersebut.
Berbeda dengan Uno (2008: 129) yang menyimpulkan bahwa matematika
adalah sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat
12
untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan
intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas, serta mempunyai
cabang-cabang antara lain aritmetika, aljabar, geometri, dan analisis. Sedangkan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika didefinisikan sebagai
ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang
digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.
Bukan hanya sekedar dianggap sebagai ilmu, matematika lebih digunakan
sebagai alat berpikir untuk memecahkan berbagai persoalan praktis yang dihadapi.
Persoalan yang dihadapi berunsur logika dan intuisi. Tentu unsur logika sangat
berkaitan erat dengan matematika dan intuisi dibutuhkan sebagai media untuk
menemukan logika yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Intuisi yang
dimiliki kemudian dianalisis, dibedah atau diuraikan secara lebih mendetail untuk
menemukan titik permasalahan. Selanjutnya, dibangun pengertian-pengertian dari
analisis yang telah dilakukan. Analisis yang diperolah dibangun dalam sebuah
pemahaman baru. Pemahaman baru dalam matematika tersebut bersifat individualitas
karena untuk mencapai pemahaman baru, seseorang harus mampu melewati
rangkaian-rangkaian yang telah disampaikan.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang matematika, peneliti memberikan
kesimpulan bahwa matematika merupakan ilmu dasar yang membutuhkan logika
tentang bentuk susunan besaran, konsep-konsep, dan bilangan-bilangan, bersifat
saling berhubungan satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan
sehari-hari.
2.1.1.3 Pengertian Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
siswa menerima pengalaman belajarnya (Alim, Novisita R, 2013:32). Lebih lanjut
pengertian hasil belajar menurut Susanto (2013) yaitu perubahan-perubahan yang
terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor
sebagai hasil dari kegiatan belajar. Sejalan dengan Uno (2008) yang memberikan
13
pengertian hasil belajar sebagai perubahan perilaku yang relatif menetap dalam diri
seseorang sebagai akibat dari interaksi seseorang dengan lingkungannya. Hasil
belajar memiliki ranah atau kategori dan secara umum merujuk kepada aspek
pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Hasil belajar merupakan dampak dari belajar. Kegiatan belajar yang
menyangkut ranah kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor
(keterampilan) menghasilkan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa yang
disebut dengan hasil belajar. Perubahan perilaku ini relatif menetap dalam diri siswa.
Hasil belajar didapatnya dari proses belajar melalui interaksi dengan lingkungan.
Keberhasilan ini merupakan keberhasilan secara individu dalam memaknai proses
belajar yang dilakukannya sendiri.
Berbeda dengan Sudjana (2011) yang menyatakan bahwa hasil belajar pada
dasarnya merupakan akibat dari suatu proses belajar. Ini berarti bahwa optimalnya
hasil belajar siswa bergantung pula pada proses belajar siswa dan proses mengajar
guru. Peran siswa yang melakukan proses belajar sendiri dengan mengubah perilaku
dalam hal kognitif, afektif, dan psikomotornya sendiri belum cukup untuk dapat
mendapatkan hasil belajar yang optimal. Perlu adanya peran eksternal untuk dapat
mendorong siswa menemukan dan memperoleh hasil belajar yang optimal. Peran
eksternal bagi siswa adalah guru yang mampu menuntun dan mendorong siswa untuk
mendapatkan hasil belajar yang optimal sesuai dengan kemampuan masing-masing
siswa.
Penjelasan yang lebih rinci menurut Gagne dalam Dahar (2011: 65) lima
kemampuan yang dikatakan sebagai hasil belajar adalah keterampilan intelektual,
strategi kognitif, sikap, informasi verbal, dan keterampilan motorik. Tiga diantaranya
bersifat kognitif, afektif, dan psikomotorik. Keterampilan intelektual berkaitan
dengan kemampuan siswa dalam menggunakan logika yang digunakan untuk
memecahkan persoalan. Keterampilan ini membutuhkan strategi kognitif yang
digunakannya dalam memilih dan menentukan langkah-langkah yang tepat untuk
menyelesaikan permasalahan. Sikap yang dimiliki adalah sikap penentuan dari
14
kesimpulan yang dimilikinya dari proses belajar. Sikap yang dimiliknya disampaikan
dalam informasi verbal baik lisan maupun tertulis. Hasil belajar dapat pula
direpresentasikan dalam keterampilan motoriknya.
Berdasarkan pernyataan pendapat yang telah dikemukakan, pengertian hasil
belajar matematika yaitu perubahan perilaku yang relatif menetap akibat suatu proses
belajar seseorang menyangkut keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap,
informasi verbal, dan keterampilan motorik pada aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor dalam proses pembelajaran matematika.
2.1.1.4 Pembelajaran Matematika di SD
Belajar matematika adalah suatu aktivitas mental untuk memahami arti dan
hubungan-hubungan serta simbol-simbol, kemudian diterapkannya pada situasi nyata
(Uno, 2008: 130). Bahasa matematika yang hanya berupa simbol terkadang memang
sulit untuk dibaca dan diterjemahkan dalam bahasa lisan maupun tertulis.
Membutuhkan pengetahuan yang luas dan aktivitas mental untuk dapat memahami
bahasa matematika tersebut. Mampu pula memahami hubungan dari simbol-simbol
dalam matematika hingga membentuk sebuah pengertian yang utuh. Setelah
didapatkan sebuah pengetahuan yang utuh, mampu menerapkannya dalam situasi
yang nyata, sehingga tidak hanya bersifat teoretis yang imajinatif namun juga
praktis..
Walle (2008: 3) mengemukakan prinsip pembelajaran di tingkat sekolah dasar
yaitu belajar matematika dengan pemahaman adalah penting. Belajar matematika
tidak hanya memerlukan keterampilan menghitung tetapi juga memerlukan
kecakapan untuk berpikir dan beralasan secara matematis untuk menyelesaikan soalsoal baru dan mempelajari ide-ide baru yang dihadapi siswa di masa yang akan
datang. Belajar ditingkatkan di dalam kelas dengan cara para siswa diminta untuk
menilai ide-ide mereka sendiri atau ide teman-temannya, didorong untuk membuat
dugaan tentang matematika lalu mengujinya dan mengembangkan keterampilan
memberi alasan yang logis.
15
Pemahaman dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar penting
dilakukan. Pemahaman ini menjadi bekal siswa untuk dapat melanjutkan pada tahap
belajar yang lebih tinggi yaitu pengaplikasian. Siswa tidak hanya dituntut untuk
memiliki keterampilan berhitung saja, namun siswa juga perlu memiliki sebuah
kemahiran dalam berpikir yang beralasan secara matematis. Proses berpikir yang
hanya sekedar berpikir tentu kurang tepat dilakukan. Siswa harus benar-benar mampu
memahami matematika dan dapat memiliki alasan matematis yang logis dan ilmiah.
Kecakapan berpikir ini tentu sangat berguna untuk dapat diterapkan dalam
menyelesaikan soal-soal yang dianggapnya baru. Sehingga dengan seringnya siswa
berpikir secara matematis dan mampu menyelesaikan soal-soal yang baginya baru,
maka ia pun akan memperoleh ide-ide baru. Ide-ide baru yang dimilikinya kemudian
dikumpulkan, maka ketika ia mengalami suatu permasalahan yang baru lagi di masa
yang akan datang, ide-ide baru tersebut akan digunakan dan ditemukan lagi ide baru,
begitu seterusnya.
Penanaman pembangunan ide baru bagi siswa tentu tidak mudah dilakukan
siswa itu sendiri. Diperlukan langkah-langkah yang mudah dilakukan dan dimengerti
oleh siswa untuk memulai pembentukan ide baru mengenai matematika. Langkah
awal yang dapat diterapkan di dalam kelas adalah siswa diminta untuk dapat menilai
ide-ide baru yang diciptakannya sendiri kemudian mampu menilai ide-ide yang
dimiliki oleh teman-temannya. Dengan menilai, siswa akan mengetahui kelebihan
dan kekurangan yang mengiringi ide tersebut. Kelebihan yang ada dalam ide baru
akan digunakan dan ditingkatkan kualitasnya sedangkan kekurangan akan diperbaiki
menjadi sebuah ide yang lebih bagus.
Ide baru yang dinilai siswa menjadi modal awal untuk membuat dugaan
tentang matematika. Dugaan yang bersifat sementara ini kemudian dianalisis dengan
cara yang matematis pula. Siswa pun mampu menguji dan mengembangkan
keterampilan matematis yang dimilikinya dengan memberikan alasan yang logis.
Alasan logis ini diperlukan untuk memperkuat penyampaian pemahaman yang
dimilikinya.
16
Pengetahuan yang disebut matematika itu tidak dapat ditransfer dari seseorang
yang mengetahui kepada mereka yang sedang belajar. Jadi dalam pembelajaran
matematika, seharusnya guru tidak memindahkan pengetahuan dari pikirannya ke
pikiran siswa lewat ceramah (mengajari) tetapi membantu siswa mengkonstruksi
pengetahuan itu dalam pikirannya (Soewandi, 2005: 25). Cara yang paling mudah
dalam menyampaikan dan mentransfer ilmu memang dengan memberikannya berupa
ceramah. Akan ada perhatian yang penuh dari siswa dan membutuhkan waktu yang
tidak terlalu lama namun kurang optimal dalam memberikan pemahaman. Apalagi
dalam pembelajaran matematika yang membutuhkan pemikiran berlapis untuk
mendapatkan sebuah kesimpulan yang benar. Berawal dari pemahaman simbolsimbol matematika, memahami, memecahkan persoalan hingga mampu membuat
siswa memberikan informasi verbal dari kesimpulan yang didapat. Seharusnya, guru
harus mampu membantu siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri.
Bangunan pemahaman sendiri yang ada dalam pemikiran siswa tentu akan lebih
bermakna bagi siswa tersebut.
Sejalan dengan Soewandi, matematika sekolah atau matematika yang
diajarkan di tingkat Pendidikan Dasar menurut Suyono (2007) terdiri atas bagianbagian matematika yang terpilih guna menumbuhkembangkan kemampuankemampuan dan membentuk pribadi siswa. Meskipun bahan ajar matematika sekolah
juga abstrak tetapi penalaran yang dikembangkan oleh matematika sekolah tidak
hanya penalaran deduksi saja. Penalaran induksi juga mendapat perhatian
pengembangannya, sehingga intuisi siswa, dan pengalaman siswa ikut berperan di
dalam belajar matematika sekolah.
Soewandi dan Suyono memberikan kesimpulan yang sama yaitu dalam
pembelajaran matematika di tingkat sekolah dasar, siswa harus dilibatkan secara aktif
dalam membangun pengetahuan matematika dalam dirinya. Jika Soewandi
menekankan pada perlunya keikutsertaan guru dalam membangun pengetahuan
matematis, Suyono lebih merujuk pada fungsi dari pembelajaran matematika di SD
adalah untuk menumbuhkembangkan kemampuan yang dimiliki dan membentuk
17
pribadi siswa. Pribadi yang dimaksud adalah kemampuan dalam penalaran induksi,
intuisi, dan pengalaman siswa dalam peran aktifnya dalam proses pembelajaran
matematika.
Sesuai dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi SD/MI
(2006: 148), mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1. memahami
konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah,
2. menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika,
3. memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh,
4. mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah,
5. memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
Bidang studi matematika yang diajarkan di SD mencakup tiga cabang yaitu
aritmatika, aljabar, dan geometri (Abdurrahman. 2003: 251). Sejalan dengan
Abdurrahman, Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi SD/MI (2006:
148),
ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI
meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) bilangan; (2) geometri dan pengukuran; (3)
pengolahan data. Ketiga aspek tersebut kemudian dijabarkan lagi menjadi standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang diterjemahkan dan diaplikasikan menjadi
silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) bahkan silabi tentu tidak perlu dibuat oleh guru karena telah
disiapkan oleh pemerintah. Hanya saja, penerapan SK, KD, dan silabi dalam Rencana
Pelakanaan Pembelajaran (RPP) yang berkaitan dengan aritmatika, aljabar, dan
18
geometri agar siswa mampu mencakup kemampuan-kemampuan yang dipaparkan
Standar Isi (SI) dalam mata pelajaran matematika.
2.1.1.5 Faktor-faktor yang Memengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni
faktor dari lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang
dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruh terhadap hasil belajar
yang dicapai (Sabri, 2007: 45). Banyak faktor dari dalam diri siswa yang
memengaruhi hasil belajar siswa. Selain kemampuan yang dimiliki juga ada faktor
yang lainnya yaitu motivasi belajar, minat, dan perhatian, sikap, dan kebiasaan siswa
dalam belajar, ketekunan, sosial ekonomi, fisik, dan psikis siswa.
Faktor dari dalam diri siswa tentu wajar apabila memengaruhi hasil belajarnya
karena perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang diniati dan
disadarinya. Dengan kesadaran yang dimilikinya, ia akan mampu mencapai prestasi
tinggi yang ingin dicapainya.
Penjelasan lain oleh Susanto (2013) menuliskan bahwa hasil belajar siswa
dipengaruhi oleh dua hal, siswa itu sendiri dan lingkungannya. Pertama, siswa; dalam
arti kemampuan berpikir atau tingkah laku intelektual, motivasi, minat, dan kesiapan
siswa, baik jasmani maupun rohani. Kedua, lingkungan; yaitu sarana dan prasarana,
kompetensi guru, kreativitas guru, sumber-sumber belajar, metode serta dukungan
lingkungan, keluarga, dan lingkungan.
Lebih lanjut Susanto menjelaskan bahwa beberapa faktor yang memengaruhi
hasil belajar siswa, terdapat faktor yang dikatakan hampir sepenuhnya tergantung
pada siswa. Faktor-faktor tersebut adalah kecerdasan anak, kesiapan anak, dan bakat
anak. Faktor lain yang hampir sepenuhnya tergantung pada guru adalah kemampuan
(kompetensi), suasana belajar, dan kepribadian guru. Maka, dapat dikatakan bahwa
keberhasilan siswa dalam belajar tergantung pada faktor dari dalam dan luar siswa.
Penjelasan Susanto mengenai faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar
sejalan dengan Slameto (2010: 54) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang
19
memengaruhi hasil belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan dalam dua
golongan saja, yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern merupakan faktor yang
ada dalam diri individu yang sedang belajar, terdiri dari tiga faktor yaitu faktor
jasmaniah, psikologis, dan kelelahan. Sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang
ada di luar individu, meliputi faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Berdasarkan pengertian-pengertian dari para ahli tersebut, faktor-faktor yang
memengaruhi hasil belajar banyak jenisnya, tetapi penggolongannya ada dua yaitu
faktor dari dalam (intern) dan dari luar (ekstern) siswa. Faktor dari dalam (intern)
siswa meliputi kemampuan siswa dalam arti kemampuan berpikir atau tingkah laku
intelektual, motivasi, minat, dan kesiapan siswa, baik jasmani maupun rohani.
Sedangkan faktor luar (ekstern) siswa yaitu sarana dan prasarana, sumber-sumber
belajar, metode, sekolah, serta dukungan lingkungan keluarga, dan masyarakat.
2.1.2
Quantum Teaching
2.1.2.1 Pengertian Quantum Teaching
Quantum dalam arti yang sebenarnya adalah proses interaksi yang mengubah
energi menjadi cahaya (DePorter, 2010: 5). Energi yang dimaksud dalam Quantum
Teaching adalah kemampuan dan bakat alamiah yang dimiliki siswa, sedangkan
cahaya merupakan hasil yang dapat bermanfaat bagi siswa sendiri dan bagi orang
lain. Interaksi belajar efektif dapat memengaruhi kesuksesan belajar siswa.
2.1.2.2 Asas Utama Quantum Teaching
Alasan dasar di balik segala strategi, model, dan keyakinan Quantum
Teaching yang disebut sebagai asas utama bersandar pada sebuah konsep yaitu
Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka.
Langkah penting pertama yang harus dilakukan dalam asas ini adalah memasuki
dunia siswa. Alasan tindakan ini merupakan sebuah cara yang diharapkan oleh
seorang guru untuk mendapatkan izin memimpin, menuntun, dan memudahkan
perjalanan siswa menuju kesadaran dan ilmu pengetahuan yang lebih luas. Cara yang
20
dapat dilakukan adalah dengan mengaitkan materi yang akan diajarkan dengan
sebuah pikiran, peristiwa, atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan di sekeliling
siswa. Berupa kehidupan rumah, sosial, atletik, musik, seni, rekreasi, atau akademis
siswa. Ketika kaitan telah terbentuk, guru dapat membawa siswa ke dalam dunia
pengetahuan dan memberi mereka pemahaman mengenai isi dunia itu. Akhirnya,
siswa dapat membawa materi yang mereka pelajari ke dalam dunia mereka dan
menerapkannya dalam situasi baru.
2.1.2.3 Prinsip-prinsip Quantum Teaching
Dalam Quantum Teaching, prinsip-prinsip diumpamakan sebagai srtuktur
chord dasar dari sebuah simfoni belajar. Ada 5 prinsip atau kebenaran tetap yang
dimiliki sehingga memengaruhi seluruh aspek Quantum Teaching (DePorter, 2010:
36), yaitu:
1. segalanya berbicara
Tidak ada segala sesuatu yang tidak dapat diabaikan dalam
mengajar. Segala sesuatu dapat mengirim pesan tentang belajar.
Mulai dari lingkungan kelas yaitu siswa, guru, papan tulis, meja,
kursi, bahasa tubuh guru, hingga rancangan pengajaran yang telah
dibuat oleh guru.
2. segalanya bertujuan
Semua yang terjadi dalam penggubahan seorang guru memiliki
tujuan.
3. pengalaman sebelum pemberian nama
Proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami
informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang
mereka pelajari. Kemampuan otak yang berkembang pesat dengan
adanya rangsangan kompleks akan menggerakkan rasa ingin tahu.
4. akui setiap usaha
Belajar merupakan suatu langkah berani dari siswa untuk keluar
dari kenyamanan. Guru patut memberikan apresiasi bagi siswa
berdasarkan langkah berani yang dilakukan oleh mereka. Saat
mengambil langkah ini, siswa patut mendapat pengakuan atas
kecakapan dan kepercayaan diri mereka.
5. jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan
Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan
meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar.
21
Pembelajaran Quantum Teaching tidak hanya memusatkan pada hubungan
siswa dan guru saja dalam proses pembelajarannya. Segala sesuatu yang berada di
dalam ruang kelas saat proses pembelajaran, berbicara. Artinya semua hal di dalam
ruangan tersebut dapat menyampaikan pesan pembelajaran dan dimanfaatkan sebagai
sarana penyampaian materi pelajaran. Hal yang dimaksudkan adalah siswa sendiri
sebagai subjek belajar, guru sebagai fasilitator, papan tulis sebagai media menulis
atau menggambar, meja dan kursi sebagai bangku untuk fasilitas, bahasa tubuh guru
dengan cara tersenyum, mengangguk, menunjuk, dan sebagainya, serta rancangan
yang telah dibuat oleh guru sebagai gambaran pembelajaran yang akan dilakukan.
Guru tidak sekedar memilih hiasan dalam ruang kelas, menunjuk siswa, memilih alat
peraga, membuat rancangan pembelajaran, dan hal-hal yang lainnya tanpa sebuah
alasan. Segala pemilihan yang dilakukan guru terhadap siswanya tentu memiliki
tujuan khusus yang ingin dicapai.
Siswa dengan pola pikir yang sangat ingin mengetahui segala sesuatu, akan
sangat ingin untuk mencoba berbagai hal. Saat siswa mengalami sendiri sesuatu hal,
mereka akan mendapatkan informasi dari pengalaman tersebut. Saat itulah proses
belajar yang paling baik terjadi pada siswa. Alasannya adalah kemampuan otak akan
berkembang pesat dengan adanya rangsangan yang kompleks sehingga akan
menggerakkan rasa ingin tahu. Setelah informasi diperoleh, kemudian memberikan
nama pada informasi yang diperolehnya tersebut.
Setiap orang akan senang apabila usaha yang dilakukan, diapresiasi oleh
orang lain, sekecil apapun usaha yang dilakukannya. Sebagai seorang guru, tentu
akan sangat mudah jika hanya memberikan sebuah pengakuan kecil bagi siswa akan
keberanian mereka keluar dari zona nyaman. Belajar merupakan sebuah langkah
berani yang dilakukan seseorang untuk keluar dari kebiasaannya hingga memperoleh
informasi dan pengalaman baru. Mengingat bahwa dalam proses belajar diperlukan
sinkronisasi aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Keberhasilan siswa dalam belajar
tentu patut untuk dirayakan dengan memberikannya penghargaan. Bentuk
22
penghargaan diberikan atas umpan balik yang diberikan guru kepada siswa. Tujuan
dari perayaan ini adalah agar siswa mengetahui tingkat pencapaian keberhasilannya
dan memberikan rangsangan mental yang positif untuk kemajuan belajarnya.
2.1.2.4 Model Quantum Teaching
Model mengandung teori atau sudut pandang, cara berpikir tentang suatu
proses dari perhatian, pertimbangan dan tindakan dalam tatanan pendidikan. Model
akan membantu dalam memahami dan menerapkan suatu teori dalam suasana
pendidikan (Sarbaini, 2011: 39).
Quantum Teaching layaknya sebuah simfoni dibagi dalam dua seksi utama
yaitu konteks dan isi. Konteks merupakan latar untuk pengalaman guru. Bagianbagian yang dibutuhkan konteks untuk menggubah adalah suasana yang
memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung, dan rancangan
belajar yang dinamis. Hakikat penataan kelas (Darmadi, 2010: 7) ruang kelas secara
tidak langsung memengaruhi tumbuh kembangnya siswa baik secara fisik maupun
mental, intelektual, emosional, dan sosialnya. Maka, guru harus memperhatikan
bagaimana menata fasilitas dan perabot kelas sehingga akan dapat aman, nyaman, dan
kreatif selama proses pembelajaran berlangsung. Seksi selanjutnya adalah isi yang
berbeda namun sama pentingnya dengan konteks. Seksi ini merupakan kemampuan
menemukan keterampilan penyampaian untuk kurikulum apapun di samping strategi.
Keterampilan ini berupa penyajian yang prima, fasilitas yang luwes, keterampilan
belajar untuk belajar, dan keterampilan hidup. Keajaiban pengalaman menjadi
terbuka karena konteksnya tepat, dan membuat sebuah pengajaran menjadi hidup.
Saat guru menggubah kesuksesan siswa, unsur-unsur yang sama tersusun dengan baik
yaitu suasana, lingkungan, landasan, rancangan, penyajian, dan fasilitasi.
2.1.2.5 Kerangka Perancangan Quntum Teaching
Konsep dari pembelajaran dengan Model Quantum Teaching adalah (De
Porter, 2010: 127):
23
a. Tumbuhkan
“Tumbuhkan minat dengan memusatkan „Apakah Manfaatnya Bagiku‟
(AMBAK), hal ini dimaksudkan untuk menarik minat siswa”. AMBAK adalah
motivasi yang didapat dari pemilihan secara mental antara manfaat dan akibatakibat suatu keputusan (Huda, 2013: 193). Manfaat yang dimaksud adalah
manfaat yang akan diperoleh siswa ketika mereka mengikuti kegiatan
pembelajaran dan hasil yang didapat setelah proses pembelajaran berakhir.
Manfaat yang diperoleh siswa merupakan manfaat yang berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari siswa.
b. Alami
“Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti
semua siswa”. Dalam Kesuma (2010: 61), mengalami berarti belajar dapat lebih
cepat ketika siswa memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentukbentuk penelitian yang aktif. Saat siswa mampu melihat, memegang, dan
mengalami sendiri percobaan
pada alat peraga yang dihadapinya, akan ada
pengalaman nyata sehingga siswa tidak berpikir secara abstrak. Pengalaman nyata
ini akan mempercepat belajar dan materi dapat diingat dalam jangka waktu lama.
c. Namai
“Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, dan strategi”. Pada proses
ini, merupakan saat yang tepat untuk memberikan materi pada siswa. Pemberian
materi tidak diberikan secara utuh dan langsung, namun siswa diberi petunjuk
hingga dapat membangun pengetahuan sendiri.
d. Demonstrasikan
“Berikan kesempatan bagi siswa bahwa mereka tahu”. Kesempatan yang
diberikan berupa presentasi hasil kerja yang telah mereka buat. Selain
memberikan rasa percaya diri, proses ini juga dapat memberi kesempatan pada
siswa lain untuk saling mengoreksi hasil pekerjaan teman.
24
e. Ulangi
“Tunjukkan
kepada
siswa
cara-cara
mengulang
materi
dan
menegaskannya”. Pengulangan menjadi cara yang tepat untuk mengingatkan
kembali dan memastikan materi yang harus dimiliki siswa dalam benaknya.
f. Rayakan
“Pengakuan
untuk
penyelesaian,
partisipasi,
dan
pemerolehan
keterampilan dan ilmu pengetahuan”. Sebuah perayaan akan menjadi reward
yang luar biasa bagi siswa. Ada banyak cara untuk merayakan, diantaranya
dengan “pujian, tepuk tangan, tiga kali hore, jentikkan jari, pengakuan kekuatan,
dan kejutan” (Deporter, 2010: 64).
2.1.2.6 Sintaks Model Quantum Teaching dalam Pembelajaran
Marisa (2010: 10) menyatakan sintaks yang dilakukan dalam pembelajaran
dengan model Quantum Teaching adalah:
a. guru memberitahukan kepada siswa apa saja manfaat secara jelas
dan detail dari pembelajaran yang akan disampaikan. Sehingga
siswa menyadari pentingnya materi tersebut untuk dipelajari,
b. berikan contoh kepada siswa yang berkaitan erat dengan hubungan
mereka. Di dalam pemberian contoh ini guru ataupun siswa dapat
dilakukan dengan bercerita. Sehingga siswa akan lebih antusias
dalam mengikuti pembelajaran,
c. apabila sudah menemukan apa yang telah diinginkan, berilah nama
dengan menggunakan kata kunci sehingga siswa mudah mengingat
dan memahami,
d. berikanlah waktu untuk siswa mendemonstrasikan apa yang sudah
mereka ketahui. Dengan cara seperti ini siswa akan merasa dihargai
yang apat menimbulkan semangat untuk belajar,
e. mengulang kembali apa yang telah diterima siswa dengan cara
pengerjaan lembar soal maupun merangkum materi yang telah
diajarkan,
f. janganlah segan-segan untuk memberikan penghargaan kepada
siswa yang berprestasi, dan berikan motivasi kepada siswa yang
belum mengerti.
25
Sintaks pembelajaran model Quantum Teaching menurut (sekolah dasar:
2012) memiliki dua bagian penting yaitu dalam konteks dan isi. Sintaksnya adalah
sebagai berikut:
a. menumbuhkan minat dengan memuaskan manfaat yang diperoleh
pelajar dan memanfaatkan kehidupan pelajar,
b. menciptakan atau mendatangkan pengalaman umum yang dapat
dimengerti oleh semua pelajar,
c. menamai kegiatan yang akan dilakukan selama proses belajar
mengajar dengan menyediakan kata kunci, konsep, model, rumus,
strategi, sebuah “masukan”,
d. menyediakan kesempatan bagi pelajar untuk menunjukkan
(mendemonstrasikan) bahwa mereka tahu,
e. menunjuk beberapa pelajar untuk mengulangi
materi dan
menegaskan “aku tahu bahwa aku memang tahu ini”,
f. merayakan atas keberhasilan yang sudah dilakukan oleh pelajar
sebagai pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan
pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan.
Berdasarkan sintaks yang telah diuraikan, maka sintaks yang dapat dilakukan
dalam model pembelajaran Quantum Teaching adalah:
a. guru menjelaskan kepada siswa materi yang akan dipelajari serta manfaat yang
akan diperoleh dengan mempelajari materi tersebut yang dikaitkan dengan
kehidupan sehari-hari siswa,
b. guru
menunjukkan
kepada
siswa
contoh-contoh
secara
konkrit.
Guru
menunjukkan contoh asli atau siswa dapat membuatnya sendiri,
c. siswa menemukan sendiri kesimpulan materi yang diharapkan guru dengan
mengikuti kata kunci, konsep, model, rumus, strategi yang telah disediakan,
d. siswa mendemonstrasikan hasil penemuannya di depan kelas,
e. siswa mengulang materi yang telah diperoleh dengan cara mengerjakan soal
evaluasi agar lebih memantapkan pengetahuannya,
f. guru memberikan penghargaan kepada siswa berupa pujian, tepuk tangan,
pengakuan kekuatan, dan kejutan.
26
2.1.2.7 Kelebihan dan Kekurangan Quantum Teaching
Kelebihan Quantum Teaching menurut A‟la dalam Jumiyanto (2012: 27)
adalah adanya unsur demonstrasi dalam pengajaran sehingga memberikan
kesempatan yang luas pada seluruh siswa untuk terlibat aktif dan berpartisipasi dalam
tahapan terhadap suatu mata pelajaran, adanya kepuasan dalam diri siswa, adanya
unsur pemantapan dalam menguasai materi atau suatu keterampilan yang diajarkan,
adanya unsur kemampuan dalam merumuskan temuan yang dihasilkan siswa dalam
bentuk konsep, teori, model, dan sebagainya.
Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran menjadi unsur penting dalam
model pembelajaran Quantum Teaching. Saat mendemonstrasikan hasil pekerjaan,
siswa diberi kesempatan untuk menjadi bagian dalam proses pembelajaran. Bukan
hanya sebagai objek, namun juga sebagai subjek. Kepuasan yang diperoleh siswa
merupakan kepuasan akan kemampuannya memahami lebih dalam materi pelajaran
yang dipelajarinya. Pemantapan dalam penguasaan materi didapat ketika siswa diberi
kesempatan untuk mengulang materi yang telah dipelajarinya. Bahkan, siswa mampu
merumuskan temuan yang dihasilkan dengan tahapan yang dilaluinya melalui
petunjuk-petunjuk yang diberikan. Jadi, materi tidak serta merta diperoleh dari buku
atau guru, namun dengan tahapan proses pengerjaan, siswa mampu menemukan dan
menyimpulkan materi sendiri.
Kelebihan lain yang dituliskan oleh Hadi (2013) adalah:
1. selalu berpusat pada apa yang masuk akal bagi siswa. Pemberian materi
merupakan sesuatu yang nyata dan dapat dilihat oleh siswa secara langsung,
sehingga siswa mampu memahami lebih mendalam tanpa perlu membayangkan
penjelasan yang diberikan,
2. menumbuhkan dan menimbulkan antusiasme siswa. Model Quantum Teaching
yang sangat menarik dan menyenangkan dalam keaktifan siswa dalam mengikuti
dari awal hingga akhir proses pembelajaran,
3. adanya kerjasama yang dilakukan dalam kelompok. Kerjasama dilakukan ketika
membuat alat peraga dan mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan yang tersedia.
27
Sehingga terjalin suatu komunikasi verbal berupa masukan dan pendapat masingmasing anggota kelompok dan non-verbal yaitu ketika membuat alat peraga,
4. menawarkan ide dan proses cemerlang dalam bentuk yang enak dipahami siswa.
Ide dan proses cemerlang tampak dalam pemberian kesempatan bagi siswa untuk
membuat yel-yel kelompok, pujian-pujian yang membangun, dan lagu yang
mampu memberikan gambaran materi pelajaran bagi siswa,
5. menciptakan tingkah laku dan sikap kepercayaan dalam diri sendiri. Dorongan
secara positif yang diberikan oleh guru mampu memberikan semangat bagi siswa
untuk mengikuti proses pembelajaran yang menarik dan dirasa mampu untuk
diikuti oleh siswa dengan baik,
6. belajar terasa menyenangkan. Suasana dan ruang kelas yang di-setting mampu
meningkatkan kenyamanan siswa dalam belajar. Musik klasik, poster yang
ditempelkan sesuai materi pelajaran yang dipelajari, pengaturan bangku yang
melingkar menjadikan ruang kelas terasa lebih luas dan interaksi siswa menjadi
lebih mudah, perayaan dan penghargaan kepada siswa tentu sangat bermanfaat
bagi siswa,
7. ketenangan psikologi. Musik klasik yang dimainkan dari awal hingga akhir
pembelajaran membuat suasana kelas lebih tenang, tidak adanya unsur pemaksaan
bagi siswa untuk belajar, hanya ada dorongan dan bimbingan perlahan yang
membangun pengetahuan siswa,
8. motivasi dari dalam. Pembelajaran Quantum Teaching tidak menawarkan hal-hal
yang negatif. Bahkan, sugesti berupa kata-kata yang diberikan kepada siswa pun
merupakan kata-kata positif. Sehingga, siswa yang tidak memiliki kepercayaan
diri menjadi lebih terdorong untuk meningkatkan kemampuan dan rasa percaya
diri. Sedangkan siswa yang telah memiliki rasa percaya diri, mampu untuk
memaksimalkan kemampuan yang dimilikinya,
9. adanya kebebasan dalam berekspresi. Pengekspresian dalam memberikan
pendapat, membuat sendiri alat peraga, dan diberi kesempatan untuk
mempresentasikan hasil diskusi kelompok,
28
10. menumbuhkan idealisme, gairah, dan cinta mengajar oleh guru. Peran guru tentu
sangat besar dalam proses pengajaran. Semangat, dorongan, ajakan, motivasi
yang diberikan guru kepada siswa akan memberikan respon positif dari siswa,
sehingga guru akan lebih terdorong untuk mengarahkan siswanya memahami
materi yang sedang dipelajari.
Kelemahan model pembelajaran Quantum Teaching yang dijelaskan oleh
Hadi (2013: 5) adalah:
1. memerlukan persiapan yang matang bagi guru dan lingkungan yang mendukung.
Merujuk pada kerangka model Quantum Teaching yang sangat kompleks, tentu
dibutuhkan persiapan yang matang dari berbagai hal. Mulai dari kemampuan guru
sendiri dalam memahami materi dan model, lingkungan berupa karakteristik
siswa, alat peraga, alokasi waktu, terganggu atau tidaknya ruang kelas lain saat
model ini diterapkan karena musik dan keaktifan siswa,
2. memerlukan fasilitas yang memadai. Fasilitas berupa ruang kelas yang memadai,
bangku-bangku yang disusun melingkar, penempelan poster-poster, alat yang
digunakan untuk memainkan musik (laptop/telepon seluler dan speaker), dan alatalat peraga yang diperlihatkan guru maupun dibuat sendiri oleh siswa,
3. model ini banyak dilakukan di luar negeri sehingga kurang beradaptasi dengan
kehidupan di Indonesia. Pengenalan model Quantum Teaching masih jarang
dilakukan, sehingga masih asing bagi siswa dan guru di Indonesia,
4. kurang dapat mengontrol siswa. Hal ini karena siswa didorong untuk aktif dalam
kegiatan pembelajaran, sehingga akan cukup sulit mengontrol siswa satu per satu,
sehingga guru harus rajin berkeliling untuk memantau keadaan setiap siswa.
Berbeda dengan Wulan (2010: 24) yang menyatakan “kekurangan model
pembelajaran Quantum Teaching adalah lebih banyak waktu yang dibutuhkan dalam
pembelajaran”. Model ini memang tidak terpaku pada waktu, melainkan proses
pembelajaran yang berjalan baik serta hasil akhir yang diinginkan agar siswa merasa
senang dan mampu memahami materi secara mendalam. Waktu yang digunakan akan
29
tergantung pada persiapan dan proses belajar siswa, serta proses untuk melalui setiap
kerangka model Quantum Teaching yaitu TANDUR. Selain waktu, pembelajaran
juga harus dipersiapkan dengan matang dan detail.
2.1.3
Model Pembelajaran Mekanistik
2.1.3.1. Pengertian Model Pembelajaran Mekanistik
Model pembelajaran mekanistik menurut De Lange dalam Fiesta (2012)
adalah:
pembelajaran mekanistik tidak mempunyai proses secara horizontal
(pengidentifikasian, perumusan, dan pemvisualisasian masalah dengan
cara-cara yang berbeda oleh siswa) maupun vertikal (presentasi
hubungan-hubungan dalam rumus, penggunaan model yang berbeda,
dan penggeneralisasian). Dalam tipe mekanistik, permulaan
pembelajaran langsung pada tingkat formal yakni simbol-simbol yang
tidak bermakna. Bahan pelajaran hanya bersifat aturan-aturan dan
rumus saja.
Sejalan dengan pendapat Tugiyati (2012) yang menyatakan bahwa
model pembelajaran mekanistik atau lebih dikenal dengan model
pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang bersifat
regular artinya pemilihan strategi dan metode kurang bervariasi.
Proses belajar mengajar cenderung dimulai dengan orientasi dan
penyajian informasi yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari
siswa, pemberian contoh soal, kemudian dilanjutkan dengan tes.
Pembelajaran mekanistik merupakan pembelajaran yang sering disebut
pembelajaran konvensional namun lebih digunakan dalam bidang matematika yang
bersifat reguler. Pembelajaran yang reguler ini tidak memliliki proses pembelajaran
secara horizontal yang memiliki beberapa langkah yaitu pengidentifikasian,
perumusan, dan pemvisualisasian masalah. Langkah-langkah yang dilakukan antar
siswa seharusnya berbeda berdasarkan kemampuannya, namun dalam model
mekanistik semua siswa melakukan cara yang sama. Ada pula proses secara vertikal
yang digunakan untuk mengaitkan dan menggunakan hubungan-hubungan dalam
30
rumus, penggunaan model yang berbeda, dan memiliki sebuah kesimpulan yang
didapatkan. Hal ini tidak tampak dalam model mekanistik.
Proses belajar mengajar pun selalu dilakukan dalam tahap yang sama yaitu
pemaparan materi pelajaran yang berisi konsep dan rumus, pemberian contoh soal
yang diberikan oleh guru, kemudian dilanjutkan dengan tes. Langkah yang dilakukan
tidak akan membuat siswa menjadi berkembang dalam proses berpikirnya. Proses
berpikir siswa seharusnya dibimbing untuk sebuah penggeneralisasian dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang memancing ide siswa hingga pengaitan
materi yang diketahuinya.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, model pembelajaran mekanistik
adalah model pembelajaran konvensional yang dalam proses belajar kurang inovatif
dan peran aktif siswa kurang, karena guru hanya memberikan konsep, rumus, contoh,
dan selalu diakhiri dengan pemberian tes untuk siswa.
2.1.3.2. Sintaks Model Pembelajaran Mekanistik
Sintaks yang dilakukan dalam pembelajaran mekanistik menurut Nawi (2012:
3) adalah:
1. guru mengajarkan pelajaran matematika secara aktif,
2. guru memberikan contoh soal dan latihan,
3. siswa yang berada di sisi lain ditugaskan untuk mendengar dan
mencatat penjelasan guru,
4. siswa mengerjakan soal yang diberikan guru.
Sintaks yang sama juga dinyatakan oleh Mulyadi (2009: 19), yaitu:
1. guru memberikan informasi dengan metode ceramah,
2. guru memberi contoh soal,
3. guru memberi tugas kepada siswa untuk mengerjakan soal-soal.
Kedua sintaks yang dipaparkan oleh Nawi dan Mulyadi memiliki kesamaan.
Sintaks model mekanistik sangat sederhana dan tidak variatif. Awal pembelajaran,
proses, hingga akhir memiliki langkah yang selalu tetap. Langkah yang dilakukan
juga cenderung mengacu pada guru sebagai fokus utama dalam proses pembelajaran.
31
Berdasarkan kedua sintaks tersebut, maka dapat disimpulkan sintaks model
mekanistik adalah:
1. guru memulai pembelajaran dengan memaparkan informasi materi dengan
metode ceramah,
2. siswa mendengarkan penjelasan guru,
3. siswa mencatat sembari mendengarkan penjelasan,
4. guru memberikan contoh dan soal,
5. siswa mengerjakan soal yang diberikan guru.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan model pembelajaran Quantum Teaching
adalah Marisa (2012) yang berjudul Pengaruh Penggunaan Model Quantum Teaching
terhadap Hasil Belajar PKn pada Siswa Kelas IV di SD Negeri Ledok 01 Salatiga
Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012. Ada pula penelitian yang relevan
Suleman (2010) dengan judul Penggunaan Model Quantum Teaching Melalui
Metode Permainan dan Simulasi pada Pembelajaran Fisika Pokok Bahasan Gerak
Lurus Ditinjau dari Keaktifan Siswa. Penelitian lain yang relevan adalah penelitian
Yuniantoni (2002) yang berjudul Eksperimentasi Quantum Teaching pada Pengajaran
Fiqh di Kelas II MAN LFT IAIN Sunan Kalijaga.
Dalam penelitian Marisa tersebut, nilai rata-rata kelas eksperimen pada pretest
sebesar 60,61 sedangkan pada kelas kontrol sebesar 61,29. Nilai rata-rata yang tidak
terpaut besar tersebut masih dikategorikan dalam dua kelas yang memiliki
kemampuan sama. Nilai pretest tersebut juga menunjukkan bahwa rata-rata nilai
kelas kontrol lebih besar dibandingkan dengan kelas eksperimen. Hal ini berbanding
terbalik setelah kedua kelas diberi perlakuan yang berbeda. Kelas eksperimen diberi
perlakuan menggunakan model Quantum Teaching sedangkan kelas kontrol
menggunakan model konvensional dalam pembelajarannya. Setelah diuji dalam
teknik analisis uji t, hasil penelitian dengan nilai signifikansi <0,05 dan nilai Sig 2tailed 0,0000<0,05 menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan antara
32
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal tersebut dibuktikan dengan perbedaan nilai
rata-rata posttest kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Quantum
Teaching sebesar 82,80 dan kelas kontrol menggunakan model pembelajaran
konvensional sebesar 66,26. Nilai rata-rata posttest terpaut sangat banyak yaitu
sebesar 16,54.
Penelitian Suleman (2010) dengan judul Penggunaan Model Quantum
Teaching Melalui Metode Permainan dan Simulasi pada Pembelajaran Fisika Pokok
Bahasan Gerak Lurus Ditinjau dari Keaktifan Siswa yang menunjukkan adanya
perbedaan pengaruh penggunaan model Quantum Teaching melalui metode
permainan kokami dengan
model Quantum Teaching melalui metode simulasi
namun, tidak ada interaksi antara pengaruh penggunaan model Quantum Teaching
dan keaktifan siswa. Dari perhitungan analisis variansi dua jalan dengan frekuensi sel
tak sama, diperoleh Fa = 5,67 > F0,05; 1,130 = 3,84, maka H0a ditolak, yang berarti
bahwa ada perbedaan pengaruh antara penggunaan model Quantum Teaching melalui
metode permainan kokami dan model Quantum Teaching melalui metode simulasi
computer terhadap kemampuan kognitif Fisika pada pokok bahasan Gerak Lurus.
Perhitungan analisis variansi dua jalan dengan frekuensi sel tak sama diperoleh Fab =
1.67 < F0,005;1,130 = 3.00, maka H0ab diterima, yang berarti bahwa tidak ada
interaksi antara pengaruh penggunaan model Quantum Teaching dan keaktifan siswa
terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi Gerak Lurus.
Penelitian Yuniantoni (2002) yang berjudul Eksperimentasi Quantum
Teaching pada Pengajaran Fiqh di Kelas II MAN LFT IAIN Sunan Kalijaga
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada selisih nilai posttest dan
pretest antara siswa kelas II MAN LFT antara kelas kelompok eksperimen dengan
kelompok kontrol. Sehingga secara eksternal penerapan Quantum Teaching pada
pengajaran fiqh ternyata tidak efektif. Hanya saja, dalam proses pembelajarannya,
model Quantum Teaching sangat menarik dan membuat semua siswa aktif dalam
proses pembelajaran.
33
Berdasarkan analisis judul penelitian Marisa yang telah menunjukkan hasil
bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan hingga dapat meningkatkan hasil
belajar siswa. Penelitian Suleman yang menunjukkan adanya perbedaan pengaruh
penggunaan model Quantum Teaching dalam pembelajarannya. Peneliti memilih
kedua penelitian tersebut karena relevan dengan penelitian selanjutnya di tempat yang
berbeda. Peneliti yakin akan keberhasilan model Quantum Teaching yang diterapkan
di dalam proses pembelajaran akan memberikan perbedaan yang lebih baik
dibandingkan dengan model mekanistik yang hanya bersifat ceramah dan kurang
mengaktifkan siswa. Keyakinan dan optimisme peneliti akan berhasil untuk
perbedaan hasil belajar menggunakan model Quantum Teaching pada mata pelajaran
matematika di kelas IV SD Negeri Kesongo 01 pada semester 2 tahun pelajaran
2013/2014.
2.3 Kerangka Berpikir
Hasil belajar matematika yang kurang memuaskan dilatarbelakangi oleh
pembelajaran menggunakan model mekanistik yang selalu berpusat pada guru
sedangkan siswa hanya mendengar, mencatat, dan latihan. Hal ini menyebabkan
siswa pasif, hingga mengakibatkan hasil belajar siswa yang masih rendah. Sebuah
model pembelajaran kreatif yang dilakukan oleh guru, mampu untuk mengaktifkan
siswa dan diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang lebih tinggi adalah
model pembelajaran Quantum Teaching. Perhatikan bagan kerangka berpikir berikut.
34
Hasil belajar
matematika yang
kurang
Pembelajaran
Mekanistik
Pembelajaran
berpusat pada
guru
Model pembelajaran
yang mengaktifkan
siswa
Hasil belajar
siswa rendah
Siswa pasif
Guru harus kreatif
dalam merancang
model pembelajaran
Quantum
Teaching
Hasil belajar
siswa meningkat
Bagan 1
Bagan 1
Kerangka Berpikir
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori, kerangka berpikir, dan kajian penelitian yang
relevan yang telah diuraikan, maka hipotesis awal dirumuskan sebagai berikut:
a.
Hipotesis Deskriptif
Adanya perbedaan signifikan hasil belajar matematika siswa kelas IV
menggunakan
model
pembelajaran
Quantum
Teaching
dengan
model
pembelajaran mekanistik
b. Hipotesis Statistik
Secara statistik, hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
Ho : µeksperimen = µkontrol
Tidak ada perbedaan hasil belajar matematika kelas kontrol yang diajarkan
dengan model pembelajaran mekanistik dan kelas ekperimen yang diajarkan
dengan model pembelajaran Quantum Teaching siswa kelas IV SD Negeri
Kesongo 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang semester 2 Tahun
Pelajaran 2013/2014.
H1 : µeksperimen ≠ µkontrol
35
Ada perbedaan hasil belajar matematika kelas kontrol yang diajarkan
dengan model pembelajaran mekanistik dan kelas ekperimen yang diajarkan
dengan model pembelajaran Quantum Teaching siswa kelas IV SD Negeri
Kesongo 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang semester 2 Tahun
Pelajaran 2013/2014.
Download