BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri pariwisata di Bali menjadi salah satu bisnis yang sangat potensial mengingat pulau Bali memiliki keindahan alam, keragaman budaya serta keunikan ada istiadat secara alami sehingga para wisatawan pun tertarik mengunjungi pulau Bali. Industri pariwisata menjadi salah satu tonggak perkembangan bisnis industri perhotelan di Bali. Tidak jarang perkembangan industri perhotelan pula mengalami fluktuasi sesuai dengan perkembangan yang terjadi di dunia pariwisata. Namun pada kenyataannya kondisi industri pariwisata dan perhotelan di Bali tetap stabil. Industri perhotelan menjadi sumber ekonomi yang sangat ideal bagi masyarakat. Seiring dengan pemanfaatan ekonomi yang didapat, akan selalu dibayangi oleh berbagai masalah contohnya seperti perusakan alam dan lingkungan, eksploitasi budaya dan adat istiadat, serta pengalihan fungsi lahan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh industri perhotelan dalam mengurangi dampak negatif dari pembangunan pariwisata yang terus berkembang adalah melaksanakan secara maksimal penerapan CSR (Corporate Social Responsibility). CSR merupakan salah satu program dari PR (public relations) dalam membangun reputasi positif perusahaan kepada stakeholdersnya. Dalam hal ini public relations memiliki peran komunikasi dalam membentuk sebuah hubungan yang menciptakan mutual understanding antara perusahaan dengan publiknya sehingga perusahaan harus mampu berkomunikasi dengan baik dan menjalin hubungan atau relasi dengan publik serta mampu merepresentasikan perusahaan tersebut dengan baik. Industri perhotelan membutuhkan peran seorang public relations dalam mengelola komunikasi pelaksanaan CSR, public relations berperan sebagai penghubung yang dapat memenuhi keinginan perusahaan tanpa mengesampingkan keinginan dan kebutuhan publik terhadap perusahaan. CSR merupakan komitmen sebuah perusahaan dalam memperhatikan masyarakatnya melalui kontribusi yang seimbang terhadap aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. 1 Konsep tentang CSR adalah sebagai konsekuensi dari dampak kegiatan sebuah perusahaan seharusnya sejalan dengan ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility. Berdasarkan pedoman tersebut ditegaskan bahwa bentuk CSR dijalankan secara etik yang sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan diharapkan bisa meningkatkan taraf hidup masyarakatnya yang dapat disejajarkan antara satu dengan lainnya. Industri perhotelan merupakan sarana penunjang pariwisata yang tumbuh pesat di Bali. Industri perhotelan adalah bisnis yang berjalan di bidang jasa, jika dilihat dalam penjelasannya dalam UU PT No.40 tahun 2007 pasal 74 yang dapat diinterpretasikan sebagai kegiatan atau usaha yang berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam yaitu menggunakan sumber daya alam sebagai komoditasnya. Hal inilah yang menyebabkan seakan – akan hotel menjadi tidak terlalu urgent untuk melaksanakan CSR. Namun ada beberapa alasan mengapa perhotelan tetap ingin melakukan CSR. Pertama alasan sosial, perusahaan melakukan CSR sebagai bentuk tanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat serta lingkungan sosial di sekitarnya. Kedua adalah alasan ekonomi, perusahaan melakukan CSR untuk menarik simpati masyarakat dengan membangun reputasi positif yang pada akhirnya tetap bertujuan untuk meningkatkan profit, hal ini sesuai dengan data riset dari majalah SWA 2005 terhadap 45 perusahaan (Wahyudi & Azheri,2011: 125), yang menunjukan bahwa CSR bermanfaat dalam memelihara dan meningkatkan reputasi perusahaan (37,38%); hubungan baik dengan masyarakat (16,82%); dan mendukung operasional perusahaan (10,28%). Alasan ketiga yang menjadi perhatian utama yaitu untuk membangun reputasi yang baik. Untuk menciptakan reputasi yang baik di mata publik, public relations bertugas menjalin komunikasi dan hubungan dengan publik, dalam hal ini yaitu melibatkan publik dengan kegiatan public relations agar tercipta hubungan yang harmonis. Secara hukum peraturan tentang CSR secara eksplisit di Indonesia dimulai ketika Undang – Undang No. 1 Tahun 1995 menjadi Undang – Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hal ini membawa perubahan penting bagi dunia 2 usaha di Indonesia dikarenakan CSR menjadi salah satu faktor penilaian penting bagi investor asing yang akan menanamkan modalnya di Indonesia. CSR menjadi suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh sebuah perusahaan sesuai dengn ketentuan Pasal 74 UU. PT No. 40 Tahun 2007, yang menyatakan: (1). Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. (2). Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. (3). Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4). Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dilihat dari undang – undang tersebut dapat diketahui bahwa konsep CSR di Indonesia dapat dinamakan dengan istilah Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP) atau Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan (TJSLP) Salah satu konsep dasar implementasi program CSR adalah Konsep Triple Bottom Line. Konsep Triple Bottom Line yang dipopulerkan oleh John Elkington (1998) dalam bukunya yang berjudul Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business. Konsep Triple Bottom Line menekankan pada model bisnis yang bukan mengarahkan tujuannya hanya pada mengejar keuntungan melainkan juga memperhatikan lingkungan dan kemakmuran rakyat yang sustainability (berkelanjutan). Nilai sustainability ini didukung oleh tiga aspek yaitu profit (keuntungan), people (masyarakat), dan planet (lingkungan) atau bisa juga disebut dengan konsep 3P (Rachman, 2011:83). Pada pembangunan perhotelan di Bali pengimplementasian CSR sejauh ini mengikuti adat budaya atau kultur lingkungan lokasi hotel berada. Hotel sebaiknya mengintegrasikan penerapan program CSR dengan nilai kearifan lokal di Bali yang bertujuan untuk menjalin hubungan baik dengan publik khususnya masyarakat sekitar perhotelan. Masyarakat Bali adalah salah satu kultur masyarakat yang masih kental akan nilai religiusnya. Kehidupan sosial budaya di Bali berlandaskan ajaran agama 3 Hindu yang merupakan agama mayoritas di Bali sehingga masyarakat Bali harus menjaga nilai – nilai kearifan lokal yang mereka miliki. Salah satu ajaran yang dapat menjadi dasar masyarakat Bali dalam menciptakan keharmonisan dalam menjalin hubungan sebagai manusia yaitu ajaran Tri Hita Karana. Keharmonisan merupakan kebijakan pembangunan di Bali yang harus diimplementasikan. Hal ini tercermin pada visi Pembangunan Provinsi Bali tahun 2006 – 2026 yaitu Menuju Bali Dwipa Jaya yang Berlandaskan Tri Hita Karana. Nilai pokoknya adalah pembangunan Bali memang diharapkan akan menuju pada kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Namun dalam proses untuk mencapai tujuan tersebut, haruslah berlandaskan pada prinsip keharmonisan dan kebersamaan, sesuai dengan nilai filosofis Tri Hita Karana. Hal ini didukung oleh Peraturan Daerah Provinsi Bali no.2 Tahun 2012 Tentang Kepariwisataan Budaya Bali Pasal 1 no.14 yang menyatakan : “Kepariwisataan Budaya Bali adalah kepariwisataan Bali yang berlandaskan kepada Kebudayaan Bali yang dijiwai oleh ajaran Agama Hindu dan falsafah Tri Hita Karana sebagai potensi utama dengan menggunakan kepariwisataan sebagai wahana aktualisasinya, sehingga terwujud hubungan timbal-balik yang dinamis antara kepariwisataan dan kebudayaan yang membuat keduanya berkembang secara sinergis, harmonis dan berkelanjutan untuk dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, kelestarian budaya dan lingkungan.” Di Pulau Bali nilai filosofis yang dikenal dengan sebutan Tri Hita Karana merupakan pola keselarasan untuk mencapai keharmonisan dalam menjalankan segala aktivitas di kehidupan sehari - hari. Tri Hita Karana menjadi filosofi keseimbangan hidup masyarakat Hindu di Pulau Bali yang meliputi hubungan manusia dengan Tuhan yang maha esa yang disebut dengan Parahyangan; hubungan manusia dengan sesama manusia yang disebut Pawongan dan hubungan manusia dengan alam atau lingkungan yang disebut Palemahan (Astiti dkk, 2011: 28). Dan tampaknya konsep CSR dapat berjalan seirama dengan unsur – unsur yang terkandung dalam Tri Hita Karana. Pengimplementasian Program CSR dengan konsep Tri Hita Karana merupakan penyelarasan antara konsep internasional dengan nilai kearifan lokal. Seperti bunyi 4 peribahasa tentang adat budaya, “Dimana langit dipijak disitu langit dijunjung”, jadi keberadaan pembangunan hotel haruslah mengikuti adat istiadat yang berlaku di wilayah tersebut. Untuk itu diperlukan penyelarasan dan pengidentifikasian Program CSR dengan Konsep Tri Hita Karana yang merupakan salah satu nilai kearifan lokal di Bali yang diharapkan mampu memberikan suatu akar pondasi yang kuat untuk membentuk suatu kerjasama dengan publik atau masyarakat yang lebih baik kedepannya. Pengidentifikasian penerapan CSR berbasis Tri Hita Karana penting dilakukan dikarenakan sebuah nilai filosofis suatu budaya bukan menjadi hal yang harus di manifestasikan nilai – nilainya. Sehingga, dalam membentuk kerjasama yang baik diperlukan adanya peran seluruh manajemen yang mendukung dan mengkomunikasikan program CSR agar selaras dengan Tri Hita Karana. Maka dari itu diharapkan pembangunan hotel di Bali disertai juga dengan penerapan Tri Hita Karana dikarenakan pembangunan hotel dalam proses perkembangan kepariwisataan di bali memiliki dampak yang sangat besar. Sesuai catatan BPS Bali (2014) sumbangan bisnis hotel setiap tahunnya terus meningkat. Apabila peningkatan tersebut tidak diseimbangkan dengan penerapan harmoni dan kebersamaan maka dapat menimbulkan konflik dengan masyarakat adat sehingga dapat memberikan penilaian yang buruk terhadap reputasi Bali sebagai salah satu tujuan wisata dunia. Sehingga, perhotelan harus mengedepankan pendekatan yang harmonis dalam setiap menangani persoalan di masyarakat sekitar. Dengan menerapkan program CSR berbasis Tri Hita Karana diharapkan dapat meningkatkan kualitas kepercayaan dan menciptakan reputasi positif terhadap industri perhotelan di mata publik, baik publik eksternal maupun internal serta dapat meningkatkan kinerja dalam pengimplementasian CSR pada industri perhotelan. Peran public relations sebagai penghubung antara perusahaan dengan stakeholders harus mampu menyelaraskan program CSR dengan konsep Tri Hita Karana agar semangat berbudaya dapat menjiwai serta menjadi akar pondasi penerapan program CSR di industri perhotelan di Bali. 5 B. Rumusan Masalah Mengacu pada uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian, yakni: Bagaimanakah penerapan nilai – nilai Filosofis Tri Hita Karana dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) pada 3 hotel berbintang lima di Bali? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan nilai – nilai filosofis Tri Hita Karana dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) pada 3 hotel berbintang lima di Bali. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini yaitu : 1. Memberikan pengetahuan dalam pengimplementasian CSR (Corporate Social Responsibility) yang diselaraskan dengan konsep Tri Hita Karana pada 3 hotel berbintang lima di Bali. 2. Menjadi referensi (rujukan) bagi peneliti yang mengkaji pengimplementasian CSR (Corporate Social Responsibility) berbasis nilai kearifan lokal. E. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran adalah landasan berpikir tentang dasar teori atau model yang digunakan dalam memecahkan suatu masalah dalam sebuah penelitian. Setiap penelitian selalu menggunakan teori. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori yang tentunya berkaitan dengan masalah penelitian yang ingin diteliti oleh penulis, teori tersebut adalah: 1. Peran public relations Public relations memiliki peranan yang penting bagi perusahaan yaitu sebagai jembatan komunikasi antara perusahaan dengan publiknya sehingga terjadi komunikasi dua arah (two way communications) dan tercapai kesepakatan bersama (mutual understanding). Peranan dalam lingkup kerja PR adalah melakukan perannya sebagai praktisi PR sesuai dengan ketentuan yang telah di atur sesuai kedudukannya dalam sebuah perusahaan. Oleh karena itu, peran seorang public 6 relations dalam perkembangannya bersifat dinamis karena mengikuti hal – hal di sekitar yang dapat mempengaruhinya. Cutlip, Center, dan Broom (2009: 45) mengungkapkan bahwa praktisi selalu menyesuaikan pola perilakunya untuk menangani situasi yang senantiasa terjadi di dalam pekerjaan mereka dan mengakomodasi ekspektasi orang lain tentang apa yang seharusnya dilakukan dalam pekerjaan mereka. Empat peran utama public relations adalah sebagai berikut: a. Teknisi Komunikasi (communication technician) Kebanyakan praktisi masuk ke bidang ini sebagai teknisi komunikasi. Teknisi komunikasi disewa untuk menulis dan mengedit newsletter karyawan, menulis news release dan feature, mengembangkan isi website, dan menangani kontak media. Dalam peran ini, praktisi hanya melaksanakan keputusan pimpinan. Praktisi memegang peranan untuk mengutamakan informasi publik atau hubungan media. b. Ahli Komunikasi Pendeskripsi (expert prescriber communication) Manajemen perusahaan menginginkan public relations berada di tangan para ahli yang bertugas mendefinisikan problem, mengembangkan program dan bertanggungjawab penuh atas implementasinya sehingga manajemen hanya mengambil peran pasif saja, tidak akan banyak memberikan komitmen kepada kegiatan public relations dan tidak bertanggungjawab atas keberhasilan atau kegagalan program. c. Fasilitator komunikasi (communication fasilitator) Peran fasilitator komunikasi bagi seorang praktisi adalah sebagai pendengar yang peka dan broker (perantara) komunikasi. Fasilitator komunikasi bertindak sebagai perantara (liaison), interpreter, dan mediator antara organisasi dan publiknya. Mereka menjaga komunikasi dua arah dan memfasilitasi percakapan dengan menyingkirkan rintangan dalam hubungan dan menjaga agar saluran komunikasi tetap terbuka. Tujuannya adalah memberikan informasi yang dibutuhkan oleh manajemen maupun publik untuk membuat keputusan demi kepentingan bersama. 7 d. Fasilitator proses pemecahan masalah (problem solving process fasilitator) Ketika praktisi melakukan peran fasilitator pemecah masalah, mereka berkolaborasi dengan manajer lain untuk mendefinisikan dan memecahkan masalah. Mereka menjadi bagian dari tim perencanaan strategis. Kolaborasi dan musyawarah dimulai dengan persoalan pertama dan kemudian sampai ke evaluasi program final. Praktisi pemecah masalah membantu manajer lain dan organisasi untuk mengaplikasikan public relations dalam proses manajemen bertahap yang juga dipakai untuk memecahkan problem organisasional lainnya. Pada awalnya public relations berperan hanya sebagai pendukung fungsi komunikasi pada sebuah perusahaan. Namun, kini fungsi public relations semakin berkembang dengan pesat dan juga tanggung jawab yang dimiliki public relations semakin besar seiring meluasnya pemahaman tentang kinerja dari seorang public relations. Pada prakteknya public relations tidak dapat berdiri sendiri tanpa kerjasama dan dukungan dari departemen lain di perusahaan. Sampai sekarang masih terjadi perselisihan pendapat mengenai letak kedudukan public relations sesungguhnya di dalam struktur manajemen perhotelan. Jawaban sebenarnya terdapat pada tugas macam apa yang diemban oleh public relations itu sendiri. Di mana pun tempatnya public relations dalam suatu struktur organisasi harus memiliki tingkat profesionalisme yang tinggi. Pada industri perhotelan penempatan public relations dalam struktur organisasinya sangat beragam. Bahkan, tidak sedikit hotel yang mengabaikan bagian public relations. 2. Corporate Social Responsibility Penerapan CSR dari sebuah perusahaan merupakan pengimplementasian nilai – nilai moral perusahaan atau komitmen perusahaan untuk memberikan dampak yang positif serta bersifat berkelanjutan untuk masyarakat serta lingkungan. Dan apabila perusahaan dapat berhubungan baik dengan publiknya, maka perusahaan akan merasa lebih aman dan nyaman untuk menjalankan aktifitas perusahaannya. 8 The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan CSR sebagai : “Continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large”(Wibisono, 2007: 7). Menurut Wibisono (2007:8) CSR adalah komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas. Untung (2009) mendefinisikan Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tangung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (Untung, 2009:1). Selain itu, yang menjadi rujukan dan panduan pelaksanaan CSR, dalam Final Draft International Standard ISO 26000 Guidance on Social Responsibility (2010) mengatakan definisi CSR adalah : “Responsibility of an organization for the impacts of its decisions and activities on society and the environment, through transparent and ethical behavior that contributes to sustainable development, health and the welfare of society; takes into account the expectations of stakeholders; is in compliance with applicable law and consistent with international norms of behaviour; and is integrated throughout the organization and practiced in its relationships.” (ISO, 2010: 3). Menurut Suharto (2009) CSR adalah Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak dari keputusan - keputusan dan kegiatan - kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh (Suharto, 2009: 104). 9 Dari berbagai definisi CSR di atas dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility merupakan wujud komitmen pertanggungjawaban perusahaan terhadap dampak negatif yang ditimbulkan dari segala aktivitas perusahaan terhadap kesejahteraan masyarakat lainnya di lingkungan sosial. Sehingga perusahaan harus peduli dengan perkembangan ekonomi serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat pada umumnya yang menitikberatkan pada keseimbangan perhatian antara aspek ekonomi, sosial dan lingkungan melalui pertimbangan praktik bisnis yang etis dan kontribusinya bersumber dari pihak perusahan sehingga tercipta yang disebut dengan sustainability development (pembangunan yang berkelanjutan). Untuk itu, industri perhotelan di Bali berkomitmen untuk bertanggungjawab kepada masyarakat sekitar. Industri perhotelan berkontribusi meminimalisir dampak negatif yang diakibatkan dari pembangunan serta segala aktivitas hotel dalam melakukan usaha bisnisnya. Berdasarkan dengan kesadaran akan pentingnya menjalin hubungan yang harmonis dengan publik dan lingkungan maka industri perhotelan merancang program CSR yang peduli terhadap aspek – aspek yang dapat mempengaruhi keberlanjutan perusahaan. Konsep CSR menjelaskan bahwa keberlangsungan dan pertumbuhan perusahaan tidak hanya berdasarkan dari keuntungan (profit) perusahaan saja, namun juga melalui tindakan nyata yang dilakukan perusahaan terhadap lingkungan (planet) dan masyarakat (people). Ketiga aspek inilah yang menjadi sebagai dasar perencanaan, implementasi dan evaluasi program CSR Istilah Triple Bottom Line dipopulerkan oleh John Elkington pada tahun 1997 melalui bukunya “Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”. Tindakan tersebut dilakukan untuk menciptakan sustainable development (pembangunan berkelanjutan). Aspek – aspek yang terdapat dalam Triple Bottom Line, yaitu Profit, People and Planet. (Suharto, 2009:107). 10 a) Profit. Profit merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan dari setiap bentuk usaha dan menjadi fokus utama dari seluruh kegiatan sebab perusahaan harus tetap berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomis yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang. b) Planet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan keragaman hayati. Beberapa program CSR yang berpijak pada prinsip ini biasanya berupa penghijauan lingkungan hidup, penyediaan sarana air bersih, perbaikan pemukiman, pengembangan pariwisata (ecotourism) dan lainnya. c) People Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia. Beberapa program CSR sering dikembangkan oleh perusahaan siantaranya: pemberian beasiswa bagi pelajar di lingkungan sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal dan lain sebagainya Triple Bottom Line merupakan sinergi dari tiga elemen yang merupakan komponen dasar dari pelaksanaan dasar Corporate Social Responsibility. Triple Bottom Line sering dijadikan acuan dalam program Corporate Social Responsibility. CSR harus diterapkan secara konsisten dalam menyeimbangkan aspek – aspek yang dapat menciptakan pembangunan berkelanjutan yaitu menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial serta lingkungan. Teguh Pambudi (2006), menyebutkan program - program Corporate Social Responsibility dapat dikelompokkan atas tiga aspek, yaitu: a. Program Sosial Program sosial merupakan program perusahaan yang melakukan kegiatan kedermawanan untuk membangun masyarakat dan meningkatkan taraf hidup manusia. 11 b. Program Lingkungan Program lingkungan merupakan program perusahaan yang bertujuan untuk menjaga ekosistem dan lingkungan agar terjaga dari kerusakan dan meminimalisir terjadinya polusi akibat dari aktivitas perusahaan. c. Program Ekonomi Pada saat ini, perusahaan pada aktivitasnya tidak lagi berusaha untuk meningkatkan nilai keuntungan sebesar-besarnya, akan tetapi harus dapat memberikan kemajuan ekonomi bagi para stakeholder (Pambudi, 2006:12) Dengan upaya mensinergiskan program sosial, lingkungan serta ekonomi, perusahaan dapat mencapai pembangunan keberlanjutan yang tidak hanya menguntungkan perusahaan namun juga memberikan kontribusi positif terhadap masyarakat serta lingkungan. Kegiatan yang berhubungan dengan elemen – elemen Triple Bottom Line memang penting dilakukan oleh perusahaan namun yang lebih penting lagi adalah perusahaan melakukan CSR dengan memfokuskan kepada prinsip – prinsip yang mewujudkan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Menurut Kotler dan Lee (2005), terdapat enam alternatif program CSR yang dapat dipilih perusahaan dengan mempertimbangkan tujuan perusahaan, tipe program, keuntungan potensial yang akan diperoleh, serta tahap – tahap kegiatan. Kategori aktivitas CSR, yaitu sebagai berikut: (Kotler dan Lee, 2005: 22). 1. Promosi kegiatan Sosial (Cause Promotions). Pada aktivitas CSR ini perusahaan menyediakan dana atau sumber daya lainnya yang dimiliki perusahaan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap suatu kegiatan sosial atau untuk mendukung pengumpulan dana, partisipasi dari masyarakat atau perekrutan tenaga sukarela untuk suatu kegiatan tertentu. Fokus utama dari kategori aktivitas CSR ini adalah komunikasi persuasif, dengan tujuan menciptakan kesadaran masyarakat terhadap suatu masalah sosial. 12 2. Pemasaran Terkait Kegiatan Sosial (Cause Related Marketing) Ketika sebuah perusahaan menyatakan bahwa sebagian dari keuntungan atau penjualan produknya akan disumbangkan untuk kegiatan sosial tertentu, maka perusahaan tersebut sedang melakukan apa yang disebut sebagai cause related marketing (CRM). Kegiatan ini biasanya berdasarkan kepada penjualan produk tertentu, untuk jangka waktu tertentu serta untuk aktivitas derma tertentu. 3. Pemasaran Kemasyarakatan Korporat (Corporate Societal Marketing). Pada aktivitas CSR ini perusahaan mengembangkan dan melaksanakan kampanye untuk mengubah perilaku masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesehatan dan keselamatan publik, menjaga kelestarian lingkungan hidup serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Corporate social marketing ini dilakukan perusahaan dengan tujuan untuk mengubah perilaku masyarakat (behavioral changes) dalam suatu issue tertentu. 4. Kegiatan Filantropi Perusahaan (Corporate Philantrophy) Dalam aktivitas CSR ini perusahaan memberikan sumbangan langsung dalam bentuk derma untuk kalangan masyarakat tertentu. Kegiatan filantropi biasanya berkaitan dengan berbagai kegiatan sosial yang menjadi prioritas perhatian perusahaan. 5. Pekerja Sosial Kemasyarakatan Secara Sukarela (Community Volunteering) Pada aktivitas CSR ini perusahaan mendukung dan mendorong para karyawan, rekan pedagang eceran atau para pemegang franchise agar menyisihkan waktu mereka secara sukarela guna membantu organisasiorganisasi masyarakat lokal maupun masyarakat yang menjadi sasaran program. 13 6. Praktik Bisnis yang Memiliki Tanggung Jawab Sosial (Sosially Responsible Business Practice) Perusahaan melaksanakan aktivitas bisnis melampaui aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum serta melaksanakan investasi yang mendukung kegiatan sosial dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan komunitas dan memelihara lingkungan hidup. Komunitas dalam hal ini mencakup karyawan perusahaan, pemasok, distributor, organisasiorganisasi nirlaba yang menjadi mitra perusahaan serta masyarakat secara umum. Kesejahteraan dalam hal ini mencakup di dalamnya aspek-aspek kesehatan, keselamatan, kebutuhan pemenuhan kebutuhan psikologis dan emosional (Kotler dan Lee, 2005: 22). Dari tahapan penerapan program CSR yang dilakukan oleh perusahaan dapat disimpulkan bahwa konsep CSR saat ini merupakan wujud komitmen pertanggungjawaban perusahaan terhadap lingkungan sosial sekitarnya yang memiliki keseimbangan perhatian kepada aspek ekonomi, sosial serta lingkungan. Dalam penerapan dan pelaksanaan CSR, manajemen pelaksana mendapatkan tantangan untuk menentukan poin – poin penting dalam setiap pemilihan program yang akan diterapkan. Menurut Kotler dan Lee (2005) berikut adalah langkah – langkah perencanaan program CSR : a) Memilih sebuah isu atau masalah sosial (choosing social issue to support). Tahapan awal ini merupakan tantangan paling besar sebab keputusan pertama ini adalah langkah awal yang memiliki dampak paling berpengaruh dalam program – program selanjutnya dan hasil yang didapatkan. Tahap ini manajemen dihadapkan pada keputusan untuk menentukan prioritas dan publik. b) Memilih sebuah inisiatif atau tindakan mengenai isu (selecting initiatives to support social issues). Setelah sebuah isu dipilih, manajemen dihadapkan kepada langkah inisiatif apa yang akan diambil berkaitan dengan isu tersebut. 14 c) Mengembangkan dan melaksanakan perencanaan program (developing and implementing program plans). Pada tahap ini adanya keputusan untuk bekerja sama dengan pihak lainnya atau tidak, jika iya, dengan siapa; menentukan strategi kunci, termasuk media komunikasi dan pendistribusian; menetapkan peran dan tanggung jawab masing – masing bagian; mengembangkan time tables; dan menentukan alokasi anggaran dan sumber dana. d) Evaluasi (evaluation efforts). Evaluasi merupakan hal penting yang harus dilakukan dalam penerapan CSR. Tahap ini bisa dikatakan sebagai komitmen yang yang harus dilaksanakan untuk memenuhi dan memberikan laporan yang bertanggungjawab kepada para stakeholders (Kotler and Lee, 2005: 256). 3. Implikasi peran Public relations terhadap Corporate Social Responsibility Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu bentuk kegiatan perusahaan yang ditujukan untuk publik. Dalam mengimplementasikan Corporate Social Responsibility (CSR) dibutuhkan peran public relations yang berfungsi sebagai jembatan komunikasi antara perusahaan dengan publik sehingga keberadaan public relations penting adanya. Corporate Social Responsibility (CSR) yang berupa kebijakan – kebijakan diimpelemntasikan ke dalam bentuk kegiatan atau program. Program yang diterapkan dalam jangka waktu singkat dan jangka waktu panjang diharapkan dapat menciptakan reputasi yang baik di mata publik. Secara harfiah komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan haruslah sejalan dengan perilaku dan kinerja dari anggota organisasi. Seperti yang dibahas oleh John Doorley dan Fred Garcia mengenai pemetaan reputasi yang ditulis dalam bentuk rumus yaitu sebagai berikut: (Sati ,dkk, 2001: 40). Reputasi=sejumlah citra=Performance/Perilaku/Kinerja +Komunikasi Definisi ini membuat lebih jelas pemahaman bahwa performance atau kinerja dan perilaku seharusnya seiring, sebaik, dan konsisten dengan kegiatan 15 komunikasi. Apabila proses tersebut tidak berjalan selaras maka akan mengarah pada pencitraan semu, bahkan bisa mengarah kepada kebohongan publik. Peran seorang public relations sebagai wakil perusahaan harus mampu memberikan bukti kinerja dan perilaku sesuai dengan harapan publik sehingga publik memberikan pendapat yang positif kepada perusahaan. dan tentu saja reputasi yang positif merupakan tujuan utama public relations melakukan CSR namun hal tersebut tidak mungkin dapat tercipta dalam waktu yang singkat sehingga seorang public relations harus tetap berkomunikasi dengan publiknya. Dalam implementasi program Corporate Social Responsibility (CSR) pada prosesnya dijalankan dengan pola dan susunan tertentu agar tetap fokus dan produktif dengan menekankan pentingnya menghasilkan keputusan – keputusan yang akan memastikan kemampuan perusahaan untuk merespon perubahan lingkungan dengan baik. Penjelasan proses manajemen dalam public relations adalah sebagai berikut (Cutlip, Center, dan Broom, 2009 : 6) : 1) Defining the problem Langkah ini menuntut public relations untuk memantau pengetahuan, opini, sikap maupun perilaku yang berkepentingan dan terpengaruh oleh sikap dan kebijakan perusahaan. tahap ini merupakan penerapan atau fungsi intelejen perusahaan. Pengumpulan informasi ini bisa diperoleh dengan cara: a. Focus group & community forums Focus groups dan community forums ini dibentuk dari kalangan masyarakat setempat bertujuan untuk mendiskusikan tentang masalah atau isu – isu yang ada berkaitan dengan seputar permasalahan warga ataupun masyarakat setempat pada saat itu. b. Secondary analysis PR tidak selalu mendapatkan informasi atau data sendiri, tetapi informasi atau data yang diperoleh berasal dari pihak lain misalnya dari pihak pemerintahan, instansi – instansi yang pernah melakukan survey atau penelitian berkitan dengan isu atau permasalahan yang sedang terjadi, pengumpulan kliping – kliping dan jurnal. 16 2) Planning and programming Informasi mengenai penyebab permasalahan yang didapat digunakan untuk membuat langkah – langkah pencegahan atau pemecahan. Langkah ini akan dirumuskan dalam bentuk rencana, program maupun kebijakan perusahaan. Tahap ini meliputi objective, aksi dan strategi komunikasi, taktik dan tujuan (goals). Strategi dapat dikaitkan dengan kemampuan perusahaan atau organisasi dalam menghadapi tekanan yang muncul baik dari dalam maupun dari luar. Apabila tekanan itu dapat diatasi, maka perusahaan akan terus survive dan exist. Dalam hal ini public relations mempunyai hak dalam membuat strategic planning yang menentukan kemana suatu perusahaan akan dibawa untuk tahun – tahun berikutnya yang biasa disebut dengan corporate goals. Namun perusahaan perlu melihat target publik sehingga program yang dibuat akan tepat sasaran. Tahap ini meliputi objective, aksi dan strategi komunikasi, taktik dan tujuan (goals). Strategi dapat dikaitkan dengan kemampuan perusahaan atau organisasi dalam menghadapi tekanan yang muncul baik dari dalam maupun dari luar. Dalam hal ini public relations mempunyai hak dalam membuat strategic planning yang menentukan kemana suatu perusahaan akan dibawa untuk tahun – tahun berikutnya yang biasa disebut dengan corporate goals. Namun perusahaan perlu melihat target publik sehingga program yang dibuat akan tepat sasaran. 3) Taking action and communicating Tahap ini meliputi implementasi terhadap pelaksanaan program dan komunikasi dirancang untuk memperoleh specific objective dari publik untuk mencapai tujuan program perusahaan. Dalam taking action and communication terdapat : a) Action Strategies Action strategies mengarah pada perubahan dan adaptasi dalam suatu perusahaan atau organisasi. Action strategies berarti memberikan perhatian dan penanganan sesegera mungkin dan 17 secara efektif terhadap setiap permasalahan perusahaan kepada pihak yang terlibat atau yang bersangkutan (publik dan masyarakat setempat) sesuai dengan kebijakan perusahaan yang ada. b) Communication Strategies Harus bisa menciptakan face to face communication pada pihak yang terlibat dalam isu – isu ataupun permasalahan perusahaan. Hal ini membahas bagaimana program yang dibuat bisa dikomunikasikan kepada publik dengan memperhatikan konsep pesan yang akan disampaikan, dimana harus diketahui dengan jelas permasalahan yang ada, mengetahui dengan benar keinginan dan harapan publik, target publik agar tepat pada sasaran, serta mengetahui cara mengkomunikasikan dan bentuk pesan. c) Implementation Plans Hal ini berhubungan dengan implementasi program PR. Yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut : 1. Credibility Komunikasi dapat diterima dengan baik apabila diawali dengan adanya kepercayaan yang dengan sendirinya akan muncul dalam diri pihak yang menjadi sender (penerima). 2. Context Program – program yang disosialisasikan dan diimplementasikan harus sesuai dengan fakta atau kenyata an mengenai permasalahan yang ada, dan mampu mendorong adanya partisipasi dari publik dengan sendirinya. 3. Content Isi dari program harus benar – benar sesuai dengan harapan dan keinginan publik serta sesuai dengan nilai – nilai yang berlaku. Program yang diberikan harus relevan dengan situasi yang terjadi. Publik akan lebih memilih informasi yang menjanjikan dan sesuai dengan harapan mereka. 18 4. Clarity Bahasa yang digunakan dalam menyampaikan program harus disesuaikan dengan target publik. Hal ini dimaksudkan agar publik yang menjadi target lebih mudah menerima. Akan jauh lebih baik apabila pihak komunikator perusahaan menggunakan bahasa yang sederhana, tidak berbelit – belit dan mudah dipahami. 5. Continuity & Consistency Komunikasi bersifat terus menerus, dan membutuhkan perulangan dalam proses penyampaiannya agar dapat dicerna dengan baik oleh penerimanya. 6. Channels Dalam suatu proses komunikasi harus diperhatikan media atau channels yang digunakan, sehingga komunikator perlu lebih jeli dan selektif dalam memilih media dan disesuaikan dengan penerima pesan. Kesalahan dalam pemilihan media menyebabkan pengeluaran biaya menjadi lebih mahal, banyak waktu yang terbuang, dan sebagainya. 7. Capability & Audience Sebelum menyampaikan pesan, komunikator harus melihat dan mengukur kemampuan dari penerima pesan agar pesan dapat diterima dengan baik. Kemampuan ini meliputi kemmapuan membaca, menulis, mendengarkan serta tingkat kecerdasan (dilihat dari tingkat pendidikan penerima atau publik). 4) Evaluating the program Tahap ini meliputi proses evaluasi, pengukuran, serta implementasi terhadap hasil pelaksanaan program. Selama implementasi program, penilaian perlu dilakukan berdasarkan feedback yang diperoleh untuk kemudian dipelajari lebih lanjut sehingga pada akhirnya akan menentukan program tersebut perlu dilanjutkan atau dihentikan. 19 Dalam kasus pengimplementasian CSR pada industri perhotelan, public relations dapat menggunakan tahapan – tahapan dalam manajemen public relations sebagai panduan atau kerangka dalam pembuatan program Corporate Social Responsibility (CSR). Sehingga dalam praktek atau pelaksanaannya, tahapan manajemen public relations bisa sejalan dan sesuai dengan program Corporate Social Responsibility (CSR). 4. Corporate Social Responsibility berbasis Tri Hita Karana Sebuah perusahaan perlu menjalin hubungan yang baik dengan publiknya dalam rangka sebagai penyesuaian diri dengan lingkungan masyarakat. Peran public relations dalam aktivitas Corporate Social Responsibility (CSR) semakin berkembang secara signifikan seiring dengan kemajuan dari pelaksanaan program Corporate Social Responsibility (CSR). Dalam pelaksanaannya CSR yang dilaksanakan oleh perusahaan atau usaha bisnis di Pulau Bali sangat berkaitan dengan budaya serta nilai spiritual masyarakat di lingkungan perusahaan. Dalam melaksanakan CSR, biasanya perusahaan atau melakukan kegiatan CSR yang selaras dengan budaya atau adat istiadat masyarakat setempat. Yang memiliki tujuan agar masyarakat dan lingkungan sekitar dapat merasakan manfaat dari pelaksanaan CSR tersebut dan memberikan apresiasi terhadap perusahaan atau usaha bisnis tersebut. Masyarakat di Pulau Bali sangat dipengaruhi oleh aspek spiritual dan dan nilai dari budaya serta adat istiadat yang diterapkan dalam kehidupan sehari - hari. Salah satu nilai filosofis agama hindu yang merupakan agama mayoritas di Bali adalah konsep Tri Hita Karana. Konsep Tri Hita Karana merupakan filosofis keseimbangan hidup masyarakat di Pulau Bali, yang meliputi hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), antar manusia (Pawongan) dan manusia dengan lingkungan (Palemahan). Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) menekankan pada dua unsur, yaitu keharmonisan hubungan perusahaan dengan masyarakat sekitar dan keharmonisan perusahaan dengan lingkungan sedangkan filosofis Tri Hita Karana memiliki pemahaman tentang keharmonisan hubungan antara manusia dengan 20 Tuhan (Parahyangan), antar manusia (Pawongan) dan manusia dengan lingkungan (Palemahan). Aspek masyarakat dalam CSR memiliki keterkaitan dengan unsur Pawongan dalam nilai filosofis Tri Hita Karana. Aspek lingkungan memiliki kaitan dengan unsur Palemahan pada nilai filosofis Tri Hita Karana. Kemudian dalam nilai filosofis Tri Hita Karana, unsur masyarakat (Pawongan) dan unsur alam lingkungan (Palemahan) akan selalu berhubungan dengan Sang Pencipta yaitu Tuhan Maha Esa sebagai pencipta segalanya (Parahyangan). Jadi dapat dikatakan bahwa konsep Corporate Social Responsibility (CSR) memiliki keharmonisan dan keselarasan dengan nilai filosofis Tri Hita Karana yang ada pada masyarakat di Pulau Bali. Dalam pengimplementasian Corporate Social Responsibility (CSR) berlandaskan nilai filosofis Tri Hita Karana diharapkan perusahaan atau usaha bisnis yang hanya berpijak kepada nilai perusahaan (value) yang mengutamakan keuntungan dari keadaan keuangan (financial) saja tapi juga perusahaan berpijak kepada nilai sosial, lingkungan serta agama (Tuhan sebagai pencipta segala-Nya di alam semesta) demi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis Tri Hita Karana diharapkan membuat perusahaan lebih bertanggungjawab dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dan berinisiatif dalam menjaga kelestarian lingkungan serta membawa dampak positif bagi keajegan budaya dan pertumbuhan ekonomi perusahaan di masa mendatang. F. Metodologi Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sifat deskriptif diarahkan untuk menggambarkan fenomena yang terjadi berkaitan dengan penerapan nilai filosofis Tri Hita Karana pada program Corporate Social responsibility (CSR). Metode yang digunakan penelitian ini adalah metode studi kasus untuk menjawab bagaimana implementasi penerapan corporate social responsibility pada industri perhotelan di Bali yang berbasis kearifan lokal yaitu nilai filososfis Tri Hita Karana. Penelitian studi kasus tidak hanya diaplikasikan pada sebuah kasus tertentu saja, namun juga 21 pada suatu fenomena unik yang menjadi isu sehingga dapat dianalisis dengan studi kasus. 1. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Robert E.Stake menuliskan dalam Handbook of Qualitative Research, Second Edition mengungkapkan bahwa studi kasus bukan suatu pilihan metodologi tetapi suatu pilihan mengenai kasus yang seharusnya dipelajari (Denzin, 2000: 435). Analisis studi kasus dalam penelitian ini bertujuan untuk memberikan pandangan, pengetahuan tentang suatu fenomena penerapan nilai filosofis Tri Hita Karana pada program CSR dalam industri perhotelan di Bali. Yin (2011: 23) menjelaskan bahwa terdapat tiga karakteristik utama metode penelitian studi kasus yang membedakannya dengan strategi ataupun metode penelitian lainnya. Ketiga karakteristik utama tersebut adalah kebaruan fenomena sosial yang diteliti, sedikit atau bahkan tidak adanya keterlibatan atau kontrol peneliti dalam fenomena sosial yang diteliti, serta dapat digunakannya berbagai sumber data untuk menjelaskan fenomena sosial secara lebih mendalam dan terperinci. Selain itu, pemilihan studi kasus dianggap sangat cocok karena dalam penelitian ini akan menjawab pertanyaan how dan why. Pendekatan studi kasus berusaha menjawab pertanyaan penelitian how dan why. 2. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini dibagi atas dua jenis data, yaitu sumber data lisan (sumber data primer) dan tertulis (sumber data sekunder). Sumber data secara lisan diperoleh melalui wawancara dan observasi yang kemudian dicatat melalui catatan tertulis. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi mendalam mengenai fenomena tertentu. Sedangkan data tertulis dalam penelitian ini meliputi sumber buku, dokumen, majalah dan literatur lainnya. 3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian bertempat di tiga hotel bintang lima yang berada di beberapa kabupaten di Pulau Bali. Adapun lokasi penelitian dimaksud adalah: 22 a. Hotel Grand Hyatt Bali yang berada di Kawasan Wisata Nusa Dua, ITDC. Kabupaten Badung, Bali. b. Hotel Discovery Kartika Plaza, Jalan Kartika Plaza, Kuta, Kabupaten Badung, Bali. c. Pan Pacific Nirwana Resort, Jalan Raya Tanah Lot, Kabupaten Tabanan, Bali. 4. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan gambaran yang lengkap terhadap kasus dalam penelitian ini maka pengumpulan data akan disesuaikan dengan tujuan penelitian ini. Data yang dibutuhkan dalam penelitian adalah informasi dari manajemen perhotelan untuk mendapatkan gambaran pengimplementasian CSR berbasis Tri Hita Karana pada hotel. Untuk mendapatkan informasi tersebut peneliti akan menggunakan metode wawancara. a. Wawancara Teknik wawancara ini dimaksudkan untuk menggali informasi secara langsung yang tepat dan akurat mengenai data yang dibutuhkan. Instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara. Wawancara mendalam melalui interview guide yang dilakukan secara informal dan berdiskusi untuk mendapatkan fakta yang lebih jujur. Untuk memudahkan maka peneliti menggunakan alat bantu berupa alat perekam (recorder) dan kamera foto digunakan. b. Dokumentasi Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data berupa dokumentasi. Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data – data dari perhotelan berupa dokumen catatan data perencanaan CSR, Laporan data CSR, tanda bukti pelaksanaan penilaian Tri Hita Karana Awards, Dokumen struktur organisasi dan nama divisi dan bagian – bagian dalam masing – masing hotel, kemudian agar lebih terpercaya didukung oleh data bersifat visual yaitu foto – foto kegiatan CSR berbasis Tri Hita Karana. 23 5. Teknik Analisis Data Secara lebih detail peneliti menggunakan langkah – langkah berikut : a. Pengumpulan Data Data penelitian diperoleh menggunakan teknik wawancara. Wawancara dilakukan kepada 5 orang informan yang mengetahui serta memahami pengimplementasian CSR berbasis Tri Hita Karana. Wawancara yang dilakukan tidak terstruktur yang memungkinkan peneliti lebih mengembangkan pertanyaan. Hal ini dilakukan agar data yang didapat lebih lengkap tetapi tetap pada tujuan yaitu penerapan nilai filosofis Tri Hita Karana pada pengimplementasian program Corporate Social Responsibility (CSR). Data lain diperoleh dari dokumentasi pihak manajemen pada saat Corporate Social Responsibility (CSR) dilaksanakan. b. Penyajian Data Dalam penelitian ini data yang diperoleh dari hasil wawancara di lapangan disajikan dalam bentuk uraian tentang program Corporate Social Responsibility (CSR) yang didukung oleh data berupa dokumentasi yang berkaitan dengan penerapan nilai filosofis Tri Hita Karana. Dalam proses ini, data yang didapatkan dari hasil penelitian dianalisis untuk disusun secara sistematis sehingga data yang diperoleh dapat menjelaskan atau menjawab masalah yang diteliti. c. Interpretasi Data dan Penarikan Kesimpulan Setelah melakukan penyajian data, kemudian data tersebut diinterpretasikan atau melakukan pemaknaan terhadap data yang ada sesuai dengan objek penelitian dan kemudian menganalisis data yang ada dengan menggabungkan data yang didapat dari informan dan data sekunder. Selanjutnya peneliti memberikan kesimpulan atas hasil yang didapat dan memberikan saran – saran. 24