selulitis fasialis

advertisement
SELULITIS FASIALIS
MAKALAH
Oleh
TIS KARASUTISNA
NIP. 19500502197903102
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
BANDUNG
2007
ABSTRAK
SELULITIS FASIALIS
Perluasan infeksi odontogenik hingga ke regio bukal, fasial, dan
subkutaneus servikal, sehingga berkembang menjadi selulitis fasialis dapat
menyebabkan kematian jika tidak segera diberikan penanganan yang adekuat,
Infeksi odontogenik biasanya disebabkan oleh Streptococcus sp serta
mikroorganisme anerob negatif lainya, namun pada dasarnya, infeksi odontogenik
merupakan infeksi campuran, baik dari bakteri anaerob, maupun bakteri aerob.
Pada 88,4 % kasus selulitis fasialis, penyebabnya adalah infeksi odontogenik yang
berasal dari pulpa dan periodontal, yang berusaha untuk mencari jalan keluar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran ini antara lain : mikroorganisme,
asal infeksi, toksisitas yang dihasilkan dan dikeluarkan mikroorganisme, keadaan
umum pasien, serta faktor lokal.
Terdapat beberapa klasifikasi selulitis, salah satunya adalah selulitis difus
akut (Ludwig’s Angina, Selulitis yang berasal dari inframylohyoid, Selulitis
senator’s difus parapharingeal, Selulitis fasialis difus, serta fascitis necrotizing
dan gambaran atipikal lainnya), serta selulitis kronis. Selulitis fasial yang paling
sering dijumpai adalah Ludwigs Angina, selulitis bilateral yang mengenai 3
spasium, yaitu spasium submandibula, sublingual, dan submental. Gejala lokal
selulitis antara lain pembengkakan yang mengenai jaringan lunak/ikat longgar,
sakit, panas, kemerahan pada daerah pembengkakan, trismus, dan dasar mulut
serta lidah terangkat. Sedangkan gejala sistemiknya antara lain temperatur tinggi,
nadi cepat dan tidak teratur, malaise, lymphadenistis, peningkatan jumlah
leukosit, dll. Dalam penanganannya, terdapat empat prinsip dasar, yaitu eliminasi
kausa, drainase, pemberian antibitiotik, serta perawatan pendukung (istirahat dan
nutrisi yang cukup).
i
ABSTRACT
FACIAL SELLULITIS
The spreading of odontogenic ni fection into the buccal, facial, and
servical subcutaneous region which lead to a facial selluitis can be a cause of
death if nit treated in an adequate way. In general, an odontogenic infection is
caused by a streptococcus sp and other negative anaerob microorganism, but
basically, an odontogenis infection is an infection that caused by a mixture of an
anaerob and aerob bacteria. In 88,4% facial sellulitis’s cases, the etiology is an
odotogenic infection that originally comes from the pulp or the periodontal tissue
that is trying to find a way out. The factors that influence the process are : the
types of microorganism, the origin of the infection, the toxicity which is produced
by the microorganism, the patient’s general condition, and the local factors.
There ae several classification of sellulitis, and one of them are Acute
diffuse selluitis (Ludwig’s Angina, Selulitis that comes from the inframylohyoid,
senator’s difus parapharingeal Sellulitis , Facial difuse sellulitis, and necrotizing
fascitis and other atypical description), and Chronic sellulitis. The most common
sellulitis to be seen in patients is Ludwig’s Angina, a billateral sellulitis that
strikes the 3 spasium : submandibula, sublingual, and submental spasium. The
local symptom of a sellulitis consists of the following : an edema of the soft tissue
/ loose tissue, pain, heat, redness of the edema area, trismus, and an elevation of
the base of tongue and floor of the mouth. While the systemic symptoms are :
hight temperature, tachichardy, malaise, lymphadenitis, increased amount of
leucosite, etc. There are four basic principal in treating sellulitis patients, and
they are : the elimination of the main causal, drainase, the use of antibiotic, and
supportive care (sufficient rest and an adequate nutrition).
ii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap alhamdulillah penulis panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT,
atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang merupakan
makalah ketiga dalam kajian bidang “infeksi odontogenik”. Makalah ini nantinya diharapkan
akan menjadi bacaan tambahan yang berguna dalam mempelajari ilmu bedah mulut
di
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Bandung. Selain itu makalah ini disusun
atas permintaan PDGI Cabang Propinsi Riau
dalam rangka “ Seminar Nasional PDGI
Cabang Propinsi Riau”
Makalah sebelumnya yang kami susun dalam kajian yang sama telah mendapat
perhatian dari para teman sjawat dokter gigi untuk lebih dikembangkan sebagai bahan acuan
dalam penanganan kasus infeksi gigi. Selain itu makalah ini diharapkan pula akan menjadi
langkah awal untuk penyusunan bahan ajar bedah mulut yang selama ini sedang dirintis di
Bagian Bedah Mulut FKG Unpad.
Penulis berharap makalah ini juga akan menjadi bahan bacaan tambahan , melengkapi
makalah serupa dibidang kajian yang sama
terutama bagi mahasiswa sehingga dapat
melengkapi dalam memperlajari ilmu bedah mulut khususnya kajian “infeksi odontogenik”.
Namun demikian yang lebih penting adalah semakin besarnya penulis mendapat masukan
dan saran yang sangat berharga untuk perbaikan makalah ini.
Bandung. Nopember 2007
Penulis,
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK………………………………………………………………………………
ABSTRAK………………………………………………………………………………
KATA PENGATAR…………………………………………………………………….
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….
Halaman
i
ii
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN………………………………………………………….
1.1 Latar Belakang…………………………………………. ……………
1.2 Topik Bahasan………………………………………………………..
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………..
1
1
1
1
BAB II
DEFINISI,ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI…………………………..
2.1 Definisi……..………………………………………………………….
2.2 Perbedahan Abses Dan Selulitis……………………………………….
2.3 Etiologi…………….…………………………………………………..
2.4 Anatomi Spasia Fasialis……………………………………………….
2.5 Patofisiologis…………………………………………………………..
2
2
2
3
3
4
BAB III
SELULITIS FASIALIS…….………………………………………………
3.1 Klasifikasi……………….…………………………………………….
3.1.1. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut…………………………..
3.1.2. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut……………………….
3.1.3.Selulitis Difus Yang Sering Dijumpai……………………….. ..
3.2 Diagnosa, Gejala Klinis Dan Prognosa……………………………….
3.3 Terapi dan Kompolikasi……………………………………………….
8
8
8
8
9
10
11
BAB IV
KESIMPULAN dan SARAN……………………………………………….
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………
4.2 Saran………………………………………………………………......
13
13
14
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………
14
iv
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perluasan infeksi odontogenik atau infeksi yang mengenai struktur gigi
(pulpa dan periodontal) ke daerah periapikal, selanjutnya menuju kavitas oral
dengan menembus lapisan kortikal vestibular dan periosteum dari tulang rahang.
Fenomena ini biasanya terjadi di sekitar gigi penyebab infeksi, tetapi infeksi
primer dapat meluas ke regio yang lebih jauh, karena adanya perlekatan otot atau
jaringan lunak pada tulang rahang. Dalam hal ini, infeksi odontogenik dapat
menyebar
ke
bagian
bukal,
fasi
al, dan subkutaneus
servikal kemudian
berkembangan menjadi selulitis fasial, yang akan mengakibatkan kematia n
kematian jika tidak segera diberikan perawatan yang adekuat (Berini, et al, 1999).
Selain itu infeksi odontogenik merupakan fokal infeksi
yang dapat
memyebabkan Septic emboli, infeksi meluas melalui pembuluh darah dan
pembuluh limfe menyebabkan metastase bakteri sekunder ke paru-paru, otak ,
hati, ginjal dan organ-organ lainnya. (Berini, et al, 1999)
Karakter klinis dari selulitis adalah suatu proses inflamasi yang disertai
demam dan
kondisi umum pasien yang buruk, kelainan hematologik seperti
peningkatan jumlah leukosit dan laju endap darah. Penanggannya dengan
pemberian antibiotik dan tindakan drainase jika diperlukan.
1.2. Pokok Bahasan
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengetahuan etiologi, anatomi
dan fatofisiologi terjadinya selulkitis fasialis. Juga diuraikan secara singkat
mengenai klasifikasi selulitis fasialis dan beberapa nama lain yang sering
dijumpai pada beberap buku mengenai infeksi maksilofasial.
Selanjutnya dibahas mengenai gejala klinis, komplikasi yang mungkin
terjadi dan perawatan selulitis yang diperlukan.
1.3. Tujuan Penulisan Makalah
Untuk memberikan gambaran tentang cara-cara perawatan selulitis fasialis
2
Sehingga penanganan infeksi pada maksilofasial dapat segera dilakukan dengan
baik dan benar.
II. DEFINISI ,ETIOLOGI, ANATOMI DAN PATOFISIOLOGI
2.1. Definisi
Istilah selulitis digunakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut pada
permukaan jaringan lunak dan bersifat difus (Neville, 2004). Selulitis dapat terjadi
pada semua tempat dimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar,
terutama pada muka dan leher, karena biasanya pertahanan terhadap infeksi pada
daerah tersebut kurang sempurna.
Selulitis mengenai jaringan subkutan bersifat difus, konsistensinya bisa
sangat lunak maupun keras seperti papan, ukurannya besar, spongius dan tanpa
disertai adanya pus, serta didahului adanya infeksi bakteri. Tidak terdapat
fluktuasi yang nyata seperti pada abses, walaupun infeksi membentuk suatu
lokalisasi cairan (Peterson, 2002).
Penyebaran infeksi selulitis progressif mengenai daerah sekitar, bisa
melewati median line, kadang-kadang turun mengenai leher (Pedlar, 2001).
2.2. Perbedaan abses dan selulitis
(Peterson & Ellis, 2002 ; Topazian & Goldberg, 2002)
KARAKTERISTIK
SELULITIS
ABSES
Durasi
Akut
Kronis
Sakit
Berat dan merata
Terlokalisir
Ukuran
Besar
Kecil
Palpasi
Indurasi jelas
Fluktuasi
Lokasi
Difus
Berbatas jelas
Kehadiran pus
Tidak ada
Ada
Derajat keparahan
Lebih berbahaya
Tidak darurat
Bakteri
Aerob (Streptococcus)
Anaerob (Stafilococcus)
Enzim yang
Streptokinase / fibrinolisin,
Coagulase
3
dihasilkan
Hyaluronidase dan
Streptodornase
Sifat
Difus
Terlokalisir
2.3. ETIOLOGI: Streptococcus sp.
Mikroorganisme lainnya negatif anaerob seperti Prevotella, Porphyromona
dan Fusobacterium (Berini, et al, 1999). Infeksi odontogenik pada umumnya
merupakan infeksi campuran dari berbagai macam bakteri, baik bakteri aerob
maupun anaerob mempunyai fungsi yang sinergis (Peterson,2002).
Infeksi Primer selulitis dapat berupa: perluasan infeksi/abses periapikal,
osteomyielitis dan perikoronitis yang dihubungkan dengan erupsi gigi molar tiga
rahang bawah, ekstraksi gigi yang mengalami ni feksi periapikal/perikoronal,
penyuntikan dengan menggunakan jarum yang tidak steril, infeksi kelenjar ludah
(Sialodenitis), fraktur compound maksila / mandibula, laserasi mukosa lunak
mulut serta infeksi sekunder dari oral malignancy.
2.4. Anatomi Spasia Fasialis
Spasia fasialis adalah suatu area yang tersusun atas lapisan-lapisan fasia di
daerah kepala dan leher berupa jaringan ikat yang membungkus otot-otot dan
berpotensi untuk terserang infeksi serta dapat ditembus oleh eksudat purulen
(Peterson, 2002). Pengetahuan tentang lokasi anatomis ruang atau spasia sebagai
tempat penyebaran infeksi odontogenik sangat penting dalam menegakkan
diagnosa.
4
Gambar 1. Spasia Masseter, Pterigomandibular dan Temporal (Topazian, 1995)
Tabel 1. Spasium Fasialis
2.5. Patofisiologis
Pada 88,4 % kasus selulitis fasialis disebabkan infeksi odontogenik yang
berasal dari pulpa dan periodontal. Periodontitis apikalis akut atau kelanjutan dari
infeksi/abses periapikal, menyebar ke segala arah waktu mencari jalan keluar.
Ketika itu biasanya periosteum ruptur dan infeksi menyebar ke sekitar jaringan
lunak intra dan/atau extra oral, menyebabkan selulitis. Penyebab utama selulitis
adalah proses penyebaran infeksi melalui ruangan subkutaneus sellular / jaringan
ikat longgar yang biasanya disebabkan dari infeksi odontogenik. Penyebaran ini
5
dipengaruhi oleh struktur anatomi lokal yang bertindak sebagai barrier pencegah
penyebaran, hal tersebut dapat dijadikan acuan penyebaran infeksi pada proses
septik. Barrier tersebut dibentuk oleh tulang rahang dan otot-otot yang berinsersi
pada tulang tersebut (Berini, et al,1999).
Gambar 2. Perlekatan otot-otot pada tulang fasial (Topazian, 2004)
6
Gambar 3. Perjalanan Infeksi Odontogenik (Dimitroulis, 1997)
Jalur penyebaran infeksi odontogenik (Dimitroulis,1997):
Gigi-gigi Rahang Bawah
-
-
-
-
M. Buccinator (bagian luar body mandibula)
o Di bawah perlekatan otot
: ke daerah fasial
o Di atas perlekatan otot
: ke intraoral
M. Mylohyoid (sebelah dalam body mandibula)
o Di bawah perlekatan otot
: ke daerah sublingual dalam
o Di atas perlekatan otot
: ke daerah sublingual luar
o Anterior
: ke daerah submental
M. Masseter (sebelah luar ramus mandibula)
o Di antara m. Masseter
: ke daerah submasseterik
o Lateral
: ke daerah temporal
M. Pterigoideus Medialis (sebelah dalam ramus mandibula)
7
o Lateral
: ke daerah pterigomandibula
o Medial
: ke daerah pharyngeal
o Posterior
: ke retropharyngeal
Gambar 4. Jalur Penyebaran Infeksi Odontogenik
Gigi-gigi Rahang Atas
-
M. Buccinator (di lateral)
o Di atas perlekatan otot
: ke daerah fasial
o Dibawah perlekatan otot
: ke daerah intraoral
-
Palatum durum (di medial)
-
Sinus maksilaris ( di superior)
Menurut Dimitroulis (1997) faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran
dari infeksi adalah
m
ikroorganisme (Virulensi mikroorganisme,
jumlah
mikroorganisme, asal infeksi (pulpa, periodontal, luka jaringan) dan toksisitas
yang dihasilkan dan dikeluarkan dari mikroorganisme) dan host (keadaan Umum
(status kesehatan, sistem imun, umur) dan faktor lokal (suplai darah, efektivitas
sistem pertahanan)).
Peterson (2002) menguraikan mekanisme pertahanan tubuh terhadap
infeksi dengan lebih jelas lagi, sebagai berikut: mekanisme pertahanan lokal
(barrier anatomi tubuh yang intak dan populasi bakteri normal dalam tubuh),
8
mekanisme
pertahanan
hurmoral (imunoglobulin dan
komplemen)
serta
mekanisme selular (fagosit, granulosit, monosit dan limfosit).
III. SELULITIS FASIALIS
3.1. Klasifikasi
Menurut Berini, et al (1999) selulitis dapat digolongkan menjadi:
3.1.1. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut
Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia
fasial,
yang
tidak
jelas
batasnya.
Infeksi
ba
kteri
mengandung serous,
konsistensinya sangat lunak dan spongius. Penamaannya berdasarkan ruang
anatomi atau spasia yang terlibat.
Gambar 5. Penamaan Selulitis Berdasarkan Spasia Yang Terlibat (Peterson, 2002)
3.1.2. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut
Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut, hanya
infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen. Penamaan
berdasarkan spasia yang dikenainya. Jika terbentuk eksudat yang purulen,
mengindikasikan
tubuh
bertendensi
membatasi
penyebaran
infeksi
dan
mekanisme resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi. Peterson (2002)
9
beranggapan bahwa selulitis dan abses sulit dibedakan, karena pada beberapa
pasien dengan indurasi selulitis mempunyai daerah pembentukan abses.
Nama lain
a. Selulitis Difus Akut
Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:
1) Ludwig’s Angina
2) Selulitis yang berasal dari inframylohyoid
3) Selulitis Senator’s Difus Peripharingeal
4) Selulitis Fasialis Difus
5) Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya
b. Selulitis Kronis
Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat karena
terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi. Biasanya terjadi pada
pasien dengan selulitis sirkumskripta yang tidak mendapatkan perawatan yang
adekuat atau tanpa drainase.
3.1.3.Selulitis Difus yang Sering Dijumpai
Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone / Angina
Ludwig’s . Angina Ludwig’s merupakan suatu selulitis difus yang mengenai
spasia sublingual, submental dan submandibular bilateral, kadang-kadang sampai
mengenai spasia pharingeal (Berini, Bresco & Gray, 1999 ; Topazian, 2002).
Selulitis dimulai dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi bila hanya mengenai
satu sisi/ unilateral disebut Pseudophlegmon.
Gambar 8. Angina Ludwig’s yang meluas ke daerah mediastinum dan telah dilakukan insisi drainase setelah
pencabutan gigi.
10
Biasanya infeksi primer dari selulitis berasal dari gigi molar kedua dan ketiga
bawah, penyebab lainnya (Topazian, 2002): sialodenitis kelenjar submandibula,
fraktur mandibula compund, laserasi mukosa lunak mulut, luka yang menusuk
dasar mulut dan infeksi sekunder dari keganasan oral.
Gejala klinis dari Phlegmon (Pedlar, 2001), seperti oedema pada kedua sisi
dasar mulut, berjalan cepat menyebar ke leher hanya dalam beberapa jam, lidah
terangkat, trismus progressif, konsistensi kenyal – kaku
seperti papan,
pembengkakan warna kemerahan, leher kehilangan anatomi normalnya, seringkali
disertai demam/kenaikkan temperatur tubuh, sakit dan sulit menelan, kadang
sampai sulit bicara dan bernafas serta stridor.
Angina Ludwig’s memerlukan penangganan sesegera mungkin, berupa:
rujukan untuk mendapatkan perawatan rumah sakit, antibiotik intravenous dosis
tinggi, biasanya untuk terapi awal digunakan Ampisillin dikombinasikan dengan
metronidazole, penggantian cairan melalui infus, drainase through and through,
serta penangganan saluran nafas, seperti endotracheal intubasi atau tracheostomi
jika diperlukan.
3.2 Diagnosa ,Gejala Klinis dan Prognosa
Diagnosis
ditegakkan
dari
riwayat
penyakit atau
anamnesa dan
pemeriksaan klinis (inpeksi, palpasi & auskultasi intraoral dan ekstraoral), yang
lebih jauh menegakkan diagnosa selulitis tersebut berasal dari gigi. Pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan ar diologis, umumnya periapikal foto dan
panoramik foto, walaupun banyak kasus dilaporkan selulitis dapat didiagnosa
dengan MRI (Berini, Bresco & Gay, 1999) .
Gejala lokal antara lain pembengkakkan mengenai jaringan lunak/ikat
longgar, sakit, panas dan kemerahan pada daerah pembengkakkan, pembengkakan
disebabkan
oedem,
infiltrasi
eslular
dan
kadang
karena
adanya
pus,
pembengkakkan difus, konsistensi kenyal – keras seperti papan, kadang-kadang
disertai trismus dan kadang-kadang dasar mulut dan lidah terangkat.
11
a
b
Gambar 6. Gejala klinis (a) selulitis fasialis a/r bukalis & temporal dextra (b) Angina Ludwig yang meluas ke daerah colli
dan mediastinum.
Gejala sistemik seperti temperatur tinggi, nadi cepat dan tidak teratur,
malaise, lymphadenitis, peningkatan jumlah leukosit, pernafasan cepat, muka
kemerah-merahan, lidah kering, delirium terutama malam hari, disfagia dan
dispnoe, serta stridor
Prognosa untuk kasus selulitis fasialis tergantung pada uimur penderita,
kondisi pasien datang pertama ke poliklinik dan juga tergantung pada kondisi
sistemik pasien. Pada umumnya ad bonam jika segefra ditangani dengan cepat dan
benar.
Ad bonam, jika segera ditangani.
3.4. Terapi dan Kompolikasi
Apabila terdapat tanda-tanda seperti kondisi sistemik seperti malaise dan
demam tinggi, adanya disfagia atau dispnoe, dehidrasi atau pasien kurang minum,
diduga adanya penurunan resistensi terhadap infeksi, toksis septikemia dan
infiltrasi ke daerah anatomi yang berbahaya serta memerlukan anestesi umum
untuk drainase, diperlukan penanganan serius dan perawatan di rumah sakit
sesegera mungkin.
Jalan nafas harus selalu dikontrol, intubasi endotracheal atau tracheostomi
jika diperlukan. Empat prinsip dasar perawatan infeksi (Falace, 1995), yaitu:
menghilangkan causa (Jika keadaan umum pasien mungkinkan segera dilakukan
prosedur ini, dengan cara pencabutan gigi penyebab), drainase (Insisi drainase
bisa dilakukan intra maupun extra oral, ataupun bisa dilakukan bersamaan seperti
12
kasus-kasus yang parah. Penentuan lokasi insisi berdasarkan spasium yang
terlibat).
Gambar 7. Garis Insisi Drainase (Peterson, 2002)
Dalam pemberian antibiotik perlu diperhatikan apakah pasien mempunyai
riwayat alergi terhadap antibiotik tertentu, terutama bila diberikan secara
intravena untuk itu perlu dilakukan skin test terlebih dahulu. Antibiotik diberikan
selama 5-10 hari (Milloro, 2004)
Tabel 2. Antibiotik yang biasa digunakan
13
Tabel 3. Konsentrasi Puncak Serum (µg/mL) pada dosis rutin
Suppotive Care, seperti istirahat dan nutrisi yang cukup, pemberian
analgesik & antiinflamasi (analgesik-antiinflamasi nonsteroid seperti Diklofenak
(50 mg/8 jam) atau Ibuprofen (400-600 mg/8 jam) dan jika Kortikosteroid
diberikan, perlu ditambahkan analgesik murni, seperti Paracetamol antiinflamasi
diberikan dalam (650 mg/4-6 jam) dan/atau Opioid rendah seperti Kodein (30
mg/6 jam)), pemberian aplikasi panas eksternal (kompres panas) maupun peroral
(melalui obat kumur saline) dapat memicu timbulnya pernanahan.
Komplikasi yang seringkali menyertai selulitis fasial antara lain: obstruksi
pernafasan, septik syok, dan septikemia.
IV. KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
Selulitis merupakan suatu proses inflamasi yang mengenai jaringan lunak
terutama jaringan ikat longgar, sifatnya akut, oedematus difus, meliputi ruang
yang luas, indurasi tegas, biasanya disertai kondisi sistemik yang buruk. Selulitis
dapat mengakibatkan kematian jika tidak segera diberikan perawatan yang
adekuat dan sesegera mungkin.
Selulitis fasial yang paling sering dijumpai adalah Angina Ludwig’s,
selulitis bilateral yang mengenai 3 spasium
yaitu spasium submandibula,
sublingual dan submental. Penanganan selulitis hampir sama seperti penanganan
infeksi odontogenik
lainnya
yaitu
menghilangkan causa,
insisi drainase,
14
pemberian antibiotik dan perawatan suportif, tetapi yang perlu diperhatikan adalah
penangganan kedaruratan untuk keadaan umum pasien yang buruk, seperti sulit
bernafas, deman tinggi, dan sebagainya.
4.2. Saran
4.2.1. Setiap dokter gigi agar meningkatkan pengetahuan tentang infeksi
maksilofasial agar pasien dapat segera didiagnosa dengan tepat dan
mendapat perawatan yang segera
4.2.2. Agar ditempat praktek selalu tersedia alat-alat untuk insisi dan drainase
4.2.3. Segera konsulkan kepada yang lebih ahli untuk mengatasi segala infeksi
maksilofasial apabila menghadapi masalah yang gawat dan darurat.
DAFTAR PUSTAKA
Berini, et al, 1997, Medica Oral: Buccal and Cervicofacial Cellulitis. Volume 4,
(p337-50).
Dimitroulis, G, 1997, A Synopsis of Minor Oral Surgery, Wright, Oxford (71-81)
Falace, DA, 1995, Emergency Dental Care. A Lea & Febiger Book. Baltimore (p
214-26)
Milloro, M., 2004, Peterson’s of Principles Oral and Maxillofacial Surgery, 2nd
edition, Canada: BC Decker Inc.
Neville, et al, 2004, Oral and Maxillofacial Pathology. WB Saunders, Philadephia
Pedlar, et al, 2001, Oral Maxillofacial Surgery. WB Saunders, Spanyotl (p90-100)
Peterson, et al, 2002, Oral and Maxillofacial Surgery. Mosby, St. Louis
Topazian, R.G & Golberg, M H, 2002, Oral and Maxillofacial Infection, WB
Saunders, Philadelphia
Download