BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini pertumbuhan ekonomi dunia berpengaruh pada melemahnya aktivitas bisnis secara umum yang disebabkan oleh global financial crisis pada tahun 2008. Di Indonesia pertumbuhan perusahaan manufaktur sangat berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi negara, karena sektor manufaktur di Indonesia memiliki jumlah perusahaan terbanyak dibandingkan dengan sektor lainnya. Fakta yang terlihat bahwa kondisi pertumbuhan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam data Badan Pusat Statistik (BPS) yang khususnya ditunjukkan pada pertumbuhan industri besar dan sedang mengalami petumbuhan setiap tahunnya. Pada tahun 2011 hingga tahun 2013 pertumbuhan industri di Indonesia mengalami trend yang positif yaitu pada tahun 2011 tercatat sebesar 6,49% yang mengalami kenaikan sebesar 4,34% dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan industri tahun 2012 sebesar 6,81% mengalami kenaikan sebesar 4,93% dari tahun 2011, kemudian pada tahun 2013 pertumbuhan perusahaan manufaktur juga mengalami peningkatan sebesar 5,81% dari tahun sebelumnya. Tingkat pertumbuhan perusahaan manufaktur dalam pasar modal menjadi salah satu perhatian penting bagi investor. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, investor dapat melakukan analisis atas laporan keuangan yang bertujuan untuk meningkatkan pengambilan keputusan bisnis dengan mengevaluasi informasi yang tersedia tentang situasi keuangan perusahaan, 1 manajemen, strategi dan lingkungan bisnisnya. Investor memerlukan informasi keuangan perusahaan yang akurat dalam memperoleh gambaran tentang kondisi perusahaan secara menyeluruh. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk selalu meningkatkan kinerjanya, sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan dapat diukur dari tinggi rendahnya harga saham dari perusahaan yang bersangkutan. Gambar 1.1 menunjukkan perkembangan indeks harga saham sektor manufaktur di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010-2013. Gambar 1.1 Indeks Harga Saham Sektor Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2013 1.400,000 1.200,000 1.000,000 800,000 600,000 400,000 200,000 0,000 Dec 2011 Oct 2012 Nov 2012 Dec 2012 Oct 2013 Nov 2013 Dec 2012 Oct 2013 Nov 2013 Dec 2013 Rupiah 823,140 943,020 959,173 992,465 1.152,52 1.152,60 1.147,91 1.206,23 1.115,86 1.150,62 Sumber: www.idx.co.id data diolah, 2015 Gambar 1.1 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan indeks harga saham sektor manufaktur per tahun selama periode 2011-2013 dengan trend pertumbuhan yang positif. Pada tahun 2011 trend pertumbuhan indeks harga saham sebesar 20,57% dari tahun 2010, sementara tahun 2012 sebesar 15,66% dari tahun 2011. Tahun 2013 pertumbuhan indeks harga saham sektor manufaktur 2 mengalami trend positif sebesar 0,24% dari tahun 2012. Pertumbuhan ini didukung oleh pertumbuhan industri yang juga meningkat selama periode yang sama. Jika harga saham suatu perusahaan selalu mengalami kenaikan, maka investor atau calon investor akan menilai bahwa perusahaan berhasil dalam mengelola usahanya, sehingga nilai perusahaan dapat dioptimalkan. Optimalisasi nilai perusahaan yang merupakan tujuan perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi manajemen keuangan, dimana dalam hal ini satu keputusan keuangan akan memengaruhi keputusan keuangan lainnya, sehingga akan berdampak pada nilai perusahaan. Keputusan penting yang diambil perusahaan dapat berkaitan dengan investment opportunity set, free cash flow dan kebijakan dividen (Wright dan Ferris, 1997 dalam Hasnawati, 2005). Untuk mencapai tujuan perusahaan tersebut, shareholder akan menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada manajer perusahaan. Di dalam proses pendelegasian wewenang ini, sering dijumpai beberapa persoalan yang berhubungan dengan konflik di antara manajer dengan shareholder (agency conflict), dimana manajer berfungsi sebagai agent dan shareholder sebagai principal. Investment Opportunity Set (IOS) merupakan kesempatan investasi yang besarnya tergantung pada pengeluaran yang ditetapkan oleh manajemen pada masa yang akan datang, dan merupakan investasi yang diharapkan untuk mendapatkan return yang lebih besar (Julianto dan Lilis, 2004 dalam Fidhayatin dan Dewi, 2012). Myers (1977) dalam Delira (2007) memperkenalkan IOS dalam kaitannya untuk mencapai tujuan perusahaan. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang 3 investasi. Secara umum IOS menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang-peluang investasi bagi suatu perusahaan namun sangat tergantung pada pilihan pengeluaran perusahaan untuk kepentingan di masa yang akan datang. Penelitian yang dilakukan oleh Rizqia, dkk (2013) menunjukkan bahwa Investment Opportunity Set (IOS) berpengaruh positif dan signifikan pada nilai perusahaan. Penelitian ini juga didukung oleh Pratiska (2013) yang menemukan bahwa IOS berpengaruh positif dan signifikan pada nilai perusahaan. Keputusan investasi yang dibuat oleh manajemen akan memengaruhi cara pandang investor dan pemilik perusahaan sehingga memengaruhi nilai perusahaan. Pengaruh IOS pada nilai perusahaan didasarkan pada signaling theory dimana perusahaan akan memberikan sinyal positif terhadap investor, sehingga investor akan memberikan respon yang positif pula terhadap perusahaan yang memiliki IOS tinggi, karena lebih menjanjikan return di masa yang akan datang. Investor yang menyukai risiko (risk seeker) biasanya telah mengerti bahwa return yang tinggi akan diikuti dengan tingkat risiko yang tinggi pula. Kepercayaan investor terhadap perusahaan yang memiliki keputusan investasi tinggi pada saat ini, menyebabkan naiknya permintaan terhadap saham perusahaan. Peluang investasi memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Kallapur dan Trombley (1999) dan Suharli (2007) menemukan bahwa investment opportunity set tidak berpengaruh signifikan pada nilai perusahaan. 4 Faktor lain yang memengaruhi nilai perusahaan adalah free cash flow (Andini dan Wirawati, 2014). Free cash flow dapat diartikan sebagai adanya dana berlebih yang seharusnya dapat didistribusikan kepada para pemegang saham, namun keputusan tersebut dipengaruhi oleh kebijakan manajemen (Arieska dan Gunawan, 2011). Jensen (1986) berpendapat bahwa terlalu banyak free cash flow akan mengakibatkan ketidakcukupan internal dan pemborosan sumber daya perusahaan, sehingga mengarah ke biaya agensi sebagai beban dari pemegang saham. Penelitian yang dilakukan Wang (2010) pada perusahaan go public di Taiwan menunjukkan bahwa free cash flow berpengaruh positif pada kinerja perusahaan. Artinya, semakin tinggi free cash flow yang terdapat pada perusahaan, maka kinerja perusahaan akan semakin baik. Penelitian lain yang dilakukan Gregory dan Wang (2010) di Inggris menemukan bahwa perusahaan yang memiliki free cash flow yang tinggi menghasilkan return yang lebih baik daripada perusahaan dengan free cash flow rendah. Free cash flow yang tinggi pada perusahaan hanya dapat menjadi masalah ketika perusahaan memiliki sedikit kesempatan investasi. Kondisi seperti itu akan membuat manajer tertarik untuk menggunakan free cash flow yang tidak menguntungkan perusahaan (Jensen, 1988). Studi yang dilakukan oleh Szewcyzk et al. (1996), Chang et al. (2007), serta Wang (2010), menemukan bukti empiris untuk mendukung teori kesempatan investasi bahwa investor akan mendukung perusahaan yang memiliki substansial free cash flow dan kesempatan investasi yang menguntungkan di dalam valuasi saham. 5 Penelitian lain yang dilakukan oleh Embara, dkk (2012) menunjukkan bahwa free cash flow tidak berpengaruh signifikan pada harga saham. Hal ini berarti bahwa besar kecilnya free cash flow yang dimiliki oleh suatu perusahaan tidak direspon oleh pasar sehingga tidak berdampak langsung pada harga saham. Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas, terdapat ketidakkonsistenan hasil penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini menguji kembali pengaruh investment opportunity set dan free cash flow pada nilai perusahaan dengan mengoperasionalkan kebijakan dividen sebagai pemediasi. Kebijakan dividen dipilih sebagai variabel mediasi karena menjadi pusat perhatian banyak pihak seperti pemegang saham, kreditor, maupun pihak eksternal lain yang memiliki kepentingan dari informasi yang dikeluarkan perusahaan (Kartika, 2005 dalam Erlangga, 2009). Dividen mengandung informasi sebagai syarat prospek perusahaan. Semakin besar dividen yang dibagikan kepada pemegang saham, maka kinerja perusahaan akan dianggap semakin baik, dan pada akhirnya penilaian terhadap perusahaan yang tercermin melalui harga saham akan semakin baik pula (Rozeff, 1982 dalam Erlangga, 2009). Nilai perusahaan juga dapat dilihat dari kemampuan perusahaan membayar dividen. Dividen adalah proporsi laba yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam jumlah yang sebanding dengan jumlah lembar saham yang dimiliki (Sunariyah, 2004). Ada saatnya dividen tersebut tidak dibagikan oleh perusahaan karena perusahaan merasa perlu untuk menginvestasikan kembali laba yang diperoleh. Besarnya dividen tersebut dapat memengaruhi harga saham. Apabila dividen yang dibayar tinggi, maka harga saham cenderung tinggi, sehingga nilai 6 perusahaan juga tinggi dan jika dividen dibayarkan kepada pemegang saham kecil maka harga saham perusahaan yang membagikannya tersebut juga rendah (Dj, dkk; 2012). Kemampuan sebuah perusahaan membayar dividen erat hubungannya dengan kemampuan perusahaan memperoleh laba. Jika perusahaan memperoleh laba yang tinggi, maka kemampuan perusahaan akan membayarkan dividen juga tinggi. Dengan dividen yang besar akan meningkatkan nilai perusahaan (Harjito dan Martono, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Ningsih dan Iin (2011) menunjukkan bahwa kebijakan dividen tidak berpengaruh signifikan pada nilai perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa investor tidak membutuhkan dividen untuk mengkonversi saham menjadi uang tunai, dan investor tidak akan membayar harga yang lebih tinggi untuk perusahaan dengan pembayaran dividen yang lebih tinggi. Ada beberapa teori yang berkenaan dengan pengaruh antara kebijakan dividen dengan nilai perusahaan, diantaranya adalah teori ketidakrelevanan dividen (dividend irrelevance theory) dan bird in the hand theory, yang keduanya saling bertentangan. Menurut dividend irrelevance theory yang diajukan oleh Miller dan Modigliani (1961) dalam Brigham dan Houston (2001:66), dikatakan bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh baik pada nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Miller dan Modigliani berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan tergantung semata-mata pada pendapatan yang dihasilkan oleh aset, bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi sebagai dividen. 7 Berbeda dengan irrelevance theory, menurut bird in the hand theory yang diajukan oleh Lintner dan Gordon (1962) dalam Brigham dan Houston (2001:67), menyatakan bahwa nilai perusahaan akan dimaksimumkan oleh rasio pembayaran dividen yang tinggi. Teori ini berpendapat bahwa investor menyukai dividen karena kas di tangan lebih bernilai daripada kekayaan dalam bentuk lain. Konsekuensinya, harga saham perusahaan akan sangat ditentukan oleh besarnya dividen yang dibagikan. Peningkatan dividen akan meningkatkan harga saham yang akan berdampak pula pada nilai perusahaan. Pada sisi lain, Amihud dan Li (2002) menyatakan adanya kecenderungan di Amerika dimana terjadi penurunan reaksi dari harga saham terhadap pengumuman pembayaran dividen sejak pertengahan tahun 1978. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan dividen semakin berkurang kandungan informasinya sehingga disebut sebagai disappearing dividend. Perbedaan beberapa pendapat tersebut bermuara pada pertanyaan apakah kebijakan pembayaran dividen sesungguhnya memiliki kandungan informasi terhadap harga saham perusahaan. Apabila kebijakan pembayaran dividen benar memiliki kandungan informasi, apakah investor hanya mempertimbangkan faktor dividen saja atau kebijakan dividen dilihat sebagai bagian yang tidak terlepas dari kebijakan umum badan usaha. Easterbrook (1984) menyatakan bahwa sulit untuk menjelaskan pengaruh kebijakan dividen terhadap perubahan harga saham secara terisolasi. Berdasarkan hasil penelitian empiris dan argumentasi tersebut, dapat diketahui bahwa kebijakan dividen merupakan kebijakan yang masih mengundang 8 kontroversi, sehingga sangat bervariasi kebijakan dividen yang dijalankan dalam perusahaan. Di tengah pertumbuhan industri yang cukup baik diperoleh fenomena bahwa perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) hanya sedikit yang membagikan dividen, dimana diperoleh hasil dari 155 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2013 hanya 30 (19,35%) perusahaan yang membagikan dividen selama tiga tahun berturut-turut, yaitu dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013. Penelitian yang dilakukan oleh Teyfoer (2012) dalam Ayuningtias dan Kurnia (2013) juga menemukan bahwa pada realitasnya tidak semua perusahaan manufaktur di BEI mampu meningkatkan kemakmuran para pemegang saham. Terdapat 24 perusahaan (16,44%) dari 146 perusahaan manufaktur di BEI selama kurun waktu 2005 sampai dengan 2009 yang berhasil meningkatkan kemakmuran para pemegang saham yang diindikasikan dengan nilai perusahaan. Dari fenomena tersebut, maka penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2011 sampai dengan 2013. Adanya sub sektor industri di dalam sektor manufaktur yang hampir menguasai pasar modal dapat memudahkan dalam melihat efek pasar modal secara menyeluruh (Simanjuntak, 2011). Penelitian akan lebih relevan apabila dilakukan pada jenis sektor yang sama. 9 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1) Apakah investment opportunity set berpengaruh negatif pada kebijakan dividen? 2) Apakah free cash flow berpengaruh positif pada kebijakan dividen? 3) Apakah investment opportunity set berpengaruh positif pada nilai perusahaan? 4) Apakah free cash flow berpengaruh positif pada nilai perusahaan? 5) Apakah kebijakan dividen berpengaruh positif pada nilai perusahaan? 6) Apakah investment opportunity set berpengaruh pada nilai perusahaan melalui kebijakan dividen? 7) Apakah free cash flow berpengaruh pada nilai perusahaan melalui kebijakan dividen? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui pengaruh investment opportunity set pada kebijakan dividen. 2) Untuk mengetahui pengaruh free cash flow pada kebijakan dividen. 3) Untuk mengetahui pengaruh investment opportunity set pada nilai perusahaan. 4) Untuk mengetahui pengaruh free cash flow pada nilai perusahaan. 10 5) Untuk mengetahui pengaruh kebijakan dividen pada nilai perusahaan. 6) Untuk mengetahui pengaruh investment opportunity set pada nilai perusahaan melalui kebijakan dividen. 7) Untuk mengetahui pengaruh free cash flow pada nilai perusahaan melalui kebijakan dividen. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam memperluas wawasan dan pengetahuan tentang pengaruh investment opportunity set dan free cash flow pada kebijakan dividen serta implikasinya pada nilai perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dan bahan masukan bagi penelitian sejenis untuk menyempurnakan penelitian sebelumnya. 1.4.2 Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan tambahan informasi sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan di dalam pengambilan keputusan khususnya yang berkaitan investment opportunity set, free cash flow, dan kebijakan dividen yang dapat bermanfaat di dalam meningkatkan nilai perusahaan. 1.5 Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang saling berhubungan satu sama lain dan disusun secara terperinci serta sistematis untuk memberikan gambaran 11 dan mempermudah pembahasan skripsi. Sistematika dari masing-masing bab dapat dirinci sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang masalah beserta pokok permasalahan, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II : Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian Bab ini menguraikan dasar-dasar teoritis yang mendasari penelitian dan berhubungan dengan pembahasan di dalam penulisan skripsi ini serta hasil penelitian sebelumnya yang akan digunakan untuk membangun rumusan hipotesis sebagai acuan dalam memecahkan permasalahan penelitian. Bab III: Metode Penelitian Bab ini memuat cara pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini memaparkan desain penelitian, lokasi atau ruang lingkup wilayah penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel dan metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, serta teknik analisis data. Bab IV: Data dan Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini menguraikan hasil analisis penelitian dan pembahasan tentang permasalahan yang diteliti melalui gambaran umum daerah atau wilayah penelitian, pengujian statistik, dan analisis terhadap hasil penelitian. Pada 12 bab ini juga diuraikan interpretasi dari hasil penelitian yang memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti. Bab V : Simpulan dan Saran Bab ini merupakan bab penutup yang menguraikan tentang simpulan yang mencakup seluruh hasil penelitian, dan berisi saran yang dipandang perlu atas kesimpulan yang dikemukakan. 13